Tahura Gunung Tumpa, Alternatif Tempat Pengamatan Burung Endemik Wallacea Subkawasan Sulawesi Margaretta Christita
“Mengamati burung itu laksana memandang segaris pintu surga, dan pada saat yang sama manusia ikut merasakan kebebasan dalam lukisan indahNya”
Jenis avifauna terutama burung-burung Wallacea selalu menarik untuk diamati. Status keendemikan, keunikan perilaku serta corak morfologi yang menawan adalah alasan para pecinta burung untuk melakukan pengamatan dan penelitian. Kawasan Wallacea merupakan bagian dari peralihan bioregion Indomalaya dan Australasia yang dikenal dengan garis khayal Wallacea. Kawasan Wallacea meliputi Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara dan kepulauan disekitarnya. Hal inilah yang membuat karakteristik flora dan fauna di kawasan ini menjadi unik. Hingga akhir tahun 2014, tujuan utama pengamatan burung Wallacea khususnya pada Sulawesi bagian utara adalah Cagar Alam Tangkoko, Cagar Alam Gunung Ambang, Hutan Lindung Gunung Mahawu, Dataran Tinggi Tomohon serta Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Dapat dikatakan bahwa kawasan-kawasan tersebut diatas adalah primadona bagi para pengamat dan peneliti burung. Meskipun menjadi kawasan favorit, tempat tersebut memiliki kendala diantara adalah aksesibilitas yang kurang mendukung serta jauhnya lokasi dari pusat kota. Taman Hutan Raya Gunung Tumpa merupakan kawasan konservasi alam yang dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis daerah (UPTD) Gunung Tumpa, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara. Letak Taman Hutan Raya Gunung Tumpa berada pada dua wilayah administrasi pemerintahan yaitu di Kelurahan Molas, Kelurahan Meras, Kelurahan Tongkeina dan Kelurahan Pandu Kecamatan Molas Kota Manado, pada koordinat 01o33o’49,56”-1o34’16,75” LU dan 124o50’34,67-124o51’06,96” BT serta Desa Wori dan Desa Tiwoho Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara, terletak pada titik koodinat 01o34’14,43”-1o34’33,57” LU-124o50’47,62” BT. Kawasan Tahura Gunung Tumpa berada pada ketinggian 175 - 627 m dpl, dengan luas wilayah mencapai 208.81 Ha (Dinas Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
Kehutanan Sulawesi Utara, 2014). Pada awalnya Gunung Tumpa merupakan kawasan Hutan lindung yang kemudian melalui SK.434/Menhut-II/2013 tanggal 17 Juni 2013 berubah fungsi menjadi Taman Hutan Raya
a
b
Gambar 1. (a) Panorama Tahura Gunung Tumpa (b) Kegiatan Birdwatching Foto : Christita
Birdwatching Pengamatan burung atau kerap disebut dengan istilah Birdwatching adalah kegiatan mengamati burung di habitatnya. Kegiatan birdwatching saat ini telah menjadi trend bagi berbagai kalangan mulai dari para pelajar, mahasiswa, pecinta alam, pemerhati burung, pemerhati biodiversitas, peneliti hingga wisatawan. Kegiatan pengamatan burung kini tidak Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
lagi menjadi kegiatan mahal dan rumit, tetapi telah menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Hal ini dibuktikan dengan semakin bertumbuhnya komunitas birdwacher (pengamat burung). Khusus bagi penggiat konservasi terutama bidang ornitologi, pengamatan burung juga menjadi salah satu langkah monitoring kelangsungan hidup burung di alam. Kegiatan pengamatan burung dipandang sebagai langkah awal pengenalan kawasan konservasi, hal ini disebabkan burung merupakan salah satu satwa yang dapat dijadikan indikator perubahan lingkungan disebabkan sifatnya yang sangat peka terhadap gejala perubahan lingkungan. Pembuatan data ekologi baik populasi dan habitat burung juga diawali dengan kegiatan Birdwatching. Penelitian mengenai burung telah dilakukan sejak lama sehingga identifikasi burung relatif mudah dilakukan. Keindahan warna burung dan karakteristik terbang yang unik menjadi alasan lain yang dikemukakan para pengamat burung. Mengamati burung telah menjadi kegitan pilihan yang dianggap sebagai kegiatan relaksasi dari rutinitas pekerjaan yang dilakukan sehari-hari. Birdwacthing dapat dilakukan di berbagai tempat, baik tempat yang luas misalnya hutan, hingga tempat yang terbatas misalnya halaman rumah atau kebun. Kegiatan menyenangkan ini dapat pula dilakukan dari berbagai tempat dengan ketinggian berbeda, hal ini disebabkan burung merupakan satwa yang memiliki habitat dan sebaran yang luas. Burung Endemik Saat ini Tahura Gunung Tumpa telah mulai dipilih sebagai tempat untuk melakukan penelitian dan pengamatan beberapa jenis satwa antara lain burung dan kupu-kupu. Berdasarkan data penelitian terakhir, keragaman burung diurnal (aktif pada siang hari) terdata sebanyaka 28 jenis dari 18 famili. Dalam penelitian tersebut jumlah burung endemik adalah sebanyak 64% atau atau 18 jenis, sedangkan sebanyak 25% atau 7 jenis yang dijumpai merupakan jenis endemik Sulawesi Utara. Satwa endemik adalah satwa yang hanya dapat dijumpai pada suatu daerah dan tidak ditemukan di daerah lain. Beberapa burung endemik Sulawesi Utara yang dapat dijumpai di Tahura Gunung Tumpa adalah Todiramphus sanctus (Cekakak suci), Collocalia esculenta manadensis (walet sapi sulawesi), Ducula Pickeringii (pergam kelabu), Centropus Celebensis (bubut sulawesi), Corvus enca celebensis (gagak hutan), Anthreptes malacensis celebensis (burung madu), dan Rhidipura eysmanii coomansii (kipasan sulawesi). Ketujuh jenis tersebut memiliki daerah persebaran pada pulau Sulawesi, dan satelit yang tersebar di Kabupaten Sitaro, Kep. Talaud dan Sangihe. Sedangkan Beberapa burung endemik Wallacea sub kawasan Sulawesi yang dapat dijumpai antara lain Haliaeetus
Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
leucogaster (elang laut dada putih), dan Spilornis rufipectus (elang ular sulawesi). Kedua jenis burung tersebut merupakan jenis raptor (pemangsa) yang sangat menarik untuk diamati. Jumlah keragaman burung tersebut mengalami peningkatan jenis, karena pada penelitian sebelumnya diperoleh informasi bahwa jumlah keragaman diurnal di kawasan ini tercatat 21 jenis (Imron et al, 2013). Peningkatan keragaman ini dapat disebabkan oleh pengelolaan Tahura Gunung Tumpa yang baik sehingga ekosistem setempat tetap terjaga kealamiannya. Selengkapnya, keragaman burung diurnal di Tahura Gunung Tumpa menurut Christita dan Suryawan (2015) tersaji dalam tabel berikut Tabel 1. Jenis Burung Teramati di Tahura Gunung Tumpa No Famili 1
Accipitridae
2
Alcedinidae
Species Spilornis rufipectus Haliaeetus leucogaster Todiramphus sanctus
Status konservasi LC LC LC
Apodidae
4
Columbidae
5
Corvidae
6
Cuculidae
Jenis Pakan K K K
Collocalia esculenta manadensis Ducula Pickeringii
LC
Ducula Forsteni Ptilinopus melanospila
LC LC
Streptopelia Chinensis Corvus enca celebensis
LC LC
Centropus celebensis celebensis Eudynamys melanorhynchus
LC
LC
Sulawesi Wallacea Sulawesi Utara Sulawesi – Papua Sulawesi Utara Sulawesi Utara Sulawesi Sub Kawasan Sulawesi, Maluku dan NTB Wallacea Sulawesi Utara Sulawesi Utara Subsulwesi dan Kep. Sula Sulawesi
LC LC
Sulawesi Wallacea
I I
LC
Sulawesi utara, Tengah, Tenggara
I
Todiramphus chloris Boddaert LC 3
Endemisitas
7 8
Dicruridae Hirudinidae
Phaenicophaeus calyorhynchus Dicrurus montanus Hirundo tahitica
9
Meropidae
Meropogon forsteni
LC
LC
Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
I K F F F
F K I I I
10
Nectariniidae
LC
Passeridae Phasianidae
Anthreptes malacensis celebensis Passer montanus malaccensis Gallus gallus
11 12 13 14
Picidae Pycnonotidae
Mulleripicus fulvus Pysnonotus aurigaster
LC LC
15
Rhipiduridae
LC
16
Rallidae
Rhipidura teysmanii coomansii Amauornis isabellina Gallirolus torquatus
17
Sturnidae
Aplonis minor
LC
18
Timaliidae
Scissirostrum dubium Malia Grata Trichastoma celebense
LC LC LC
LC LC
LC LC
Siau, Sangihe Sulut Wallacea SubSulawesi NusaTenggara SubSulawesi Sulawesi Jawa BaliSulawesi Utara Sulawesi SubSulawesi, Kep. Sula SubSulawesi dan Nusa Tenggara Sulawesi Sulawesi Sulawesi
N O O I F I O O K
I I O
Keterangan = Lc : least concen, I : insect, N ; nectar, F : frugivora, O:omnivora, K: Karnivora
Fenomena menarik yang dapat diamati begitu memasuki kawasan Tahura Gunung Tumpa adalah aktivitas sekelompok burung jalak tunggir merah (Scissirostrum dubium) yang membuat lubang sebagai sarang pada pohon dadap (Erythrina variegata) yang telah mati. Pada satu batang pohon dadap yang telah mati dapat dijumpai puluhan lubang yang dibuat oleh jalak tunggir merah dan digunakan untuk bersarang. Hal ini menjadi pemandangan yang menarik karena jumlah burung jalak tunggir merah dalam satu kelompok dapat mencapai 100 ekor. Pengamatan menunjukkan bahwa kelompok burung jalak tunggir merah ini mulai beraktivitas pada pukul 6.00 pagi. Selain burung jalak tunggir merah, jenis raja uang juga dapat dijumpai di area sekitar gerbang memasuki Tahura Gunung Tumpa. Pelatuk kelabu sulawesi (Mulleripicus fulvus) dan kadalan sulawesi (Phaenicophaeus calyorhynchus) adalah burung umum yang sangat mudah dijumpai di kawasan ini. Pelatuk kelabu sulawesi kerap terlihat bertengger pada pohon kayu bunga (Spathodea campanulata), terkadang juga dijumpai berada pada pohon di bagian pinggir hutan yang berbatasan langsung dengan kebun kelapa masyarakat. Kadalan Sulawesi merupakan salah satu burung yang sangat mudah dijumpai di beberapa titik, terutama di bagian luar hutan yang langsung berbatasan dengan lahan perkebunan masyarakat, keberadaan burung ini mudah diidentifikasi Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
karena terbangnya tidak terlalu tinggi dan sering berjalan di permukaan tanah. Ciri khas yang menonjol adalah ekornya cukup panjang dan berwarna hijau, coklat hingga merah yang cukup mencolok. Meskipun tidak selalu berada pada pohon yang tinggi, memotret kadalan sulawesi tidak mudah karena sangat lincah berpindah dari satu batang pohon ke pohon yang lain.
Gambar 2. Elang Ular Sulawesi (Spilornis rufipectus) Foto : Ady Suryawan
Gambar 2. Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium) Foto : Ady Suryawan
Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
Berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar kawasan, diperkirakan masih terdapat satwa endemik
antara lain
Julang Sulawesi (Rhyticerros cassidix),
dan Maleo
(Macrocephalon maleo). Pada saat senja, diperkirakan masih dapat dijumpai burung hantu (Tyto sp.) dan Celepuk Sulawesi (Otus manadensis) yang memiliki nama lokal burung manguni. Burung Manguni ini adalah jenis burung nokturnal yang merupakan simbol dari Kabupaten Minahasa.
Gambar 3. Sekelompok jalak tunggir merah di pohon dadap mati Foto : Ady Suryawan
Potensi Tahura Gunung Tumpa Tidak hanya burung, pesona yang ditawarkan Tahura Gunung Tumpa adalah pemandangan alam yang indah. Dari shelter yang ada di kawasan ini pengunjung dapat melihat panorama kota Manado, Pulau Manado Tua, Pulau Mantehage, Pulau Nain, serta
Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
Pulau Bunaken. Topografi kawasan yang lapang bergelombang, berbukit namun tidak terlalu ekstrim (pada beberapa bagiannya) membuat berbagai kalangan usia dapat mengunjungi tempat ini termasuk anak-anak. Selain pemandangan alam, dan pesona avifauna yang beragam, Tahura Gunung Tumpa juga menyimpan potensi sebagai habitat bagi beberapa jenis mamalia dan reptil. Jenis mamalia yang dapat dijumpai di Tahura Gunung Tumpa adalah Yaki (Macaca nigra) dan Kuskus (Ailurops ursinus). Kuskus merupakan salah satu satwa yang mudah ditemui, biasanya ditemui secara berpasangan di pohon dengan tajuk tinggi. Potensi vegetasi yang dapat dijumpai adalah keberadaan beberapa jenis anggrek liar yang tumbuh alami antara lain Vanda sp, Phalaenopsis amabilis, Dendrobium sp, dan anggrek tanah seperti Arundina graminifolia dan Calanthe sp. Salah satu keunggulan Tahura Gunung Tumpa adalah posisi geografisnya yang terletak sangat dekat dengan kota Manado. Hal ini menjadi lebih menguntungkan dengan mudahnya aksesibilas untuk mencapai kawasan tersebut. Beberapa akses jalan yang dapat dilalui untuk mencapai kawasan Tahura Gunung Tumpa telah dibuka, dengan kondisi yang cukup baik, meskipun ada beberapa luas jalan yang belum dilapisi aspal. Saat ini di Tahura Gunung tumpa juga telah disedikan toilet umum, rumah jaga, dua unit gazebo, dan menara pengamat. Akan menjadi harapan bersama apabila pada masa mendatang pihak pengelola yakni UPTD Tahura Gunung Tumpa akan meningkatkan fasilitas dan memperhatikan kebersihan di sekitar kawasan menawan ini. Lokasi Tahura Gunung Tumpa yang sangat dekat dengan pemukiman bahkan sarana pendidikan (sekolah) kiranya menjadi nilai penting yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengenalan pendidikan konservasi bagi pelajar. Pengamatan burung dapat menjadi pilihan yang baik untuk mengenalkan generasi muda pada keragaman biodiversitas Potensi letak geografis yang strategis, keragaman burung dan panorama indah membuat Tahura Gunung Tumpa layak menjadi alternatif baru untuk kegiatan pengamatan burung, terutama burung-burung endemik Wallacea. Jadi, jika anda penggiat birdwatching atau sekedar ingin menikmati pesona alam kawasan Wallacea, segera ambil binokuler dan kamera, keindahan Sulawesi Utara di Tahura Gunung Tumpa dapat menjadi salah satu pilihan anda! ***
Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26
Pustaka Christita, M. dan J. Wiharisno. (2014). Kiprah Kehutanan 50 Tahun Sulawesi Utara 1964 - 2014. Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado. Christita, M. dan A. Suryawan. (2015). Diversity and Conservation Status of Diurnal Bird in Mount Tumpa Great Forest Park Manado, North Sulawesi. Makalah seminar peneliti burung di Indonesia. Bogor Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (2014). Pembangunan Taman Hutan Raya Gunung Tumpa. Manado: Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara. Imron, I.T., R. A. Mege dan J.J. Mamangkey. (2013). Analisis Keanekaragaman Burung Diurnal Dalam Kawasan Taman Nasional Laut Bunaken Sulawesi Utara. ejournal Biologi 1 (2) http://ejournal.unima.ac.id/index.php/pascasarjana/article/view/1827.
Buletin Tangkasi Edisi VI Desember 2015 ISSN : 2338-381X page : 21-26