Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
TAHUN-TAHUN AWAL DI BELANDA Raden Saleh tiba di Belanda (1829) sebagai seniman otodidak. Ia bergabung dengan studio Cornelis Kruseman, seorang pelukis potret, dan Andreas Schelfhout, seorang pelukis lanskap di Den Haag. Raden Saleh menunjukkan kemajuan yang sangat pesat. Hanya dalam dua tahun ia berhasil mempelajari teknik yang cukup untuk membangun karirnya sendiri. Satu-satunya hal yang belum ia miliki saat itu adalah identitas seni.
FIRST YEARS IN HOLLAND Raden Saleh arrived in Holland (1829) as a self-taught artist. He joined the studio of portrait painter Cornelis Kruseman and landscape painter Andeas Schelfhout in The Hague. His progress was fast and promising. After two years he had learned the techniques needed to establish an own career. What was lacking was a clear artistic identity.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
MASA PENCARIAN IDENTITAS Setelah bertemu dengan sebuah pertunjukan hewan keliling, Raden Saleh terpesona dengan hewan-hewan seperti singa, harimau dan ular. Dengan sentuhan pengaruh gaya zaman romantik Perancis, ia mengambil tema kejayaan alam yang menaklukkan budaya manusia. Hanya ular satu-satunya hewan yang menolak untuk ikut berperan, sesuai dengan simbolisme Eropa. Ular dalam lukisan Raden Saleh bukan merupakan lambang pengkhianatan seperti yang tercantum dalam kitab Injil, melainkan sebagai Naga, simbol dari roh bumi yang welas asih, sesuai dengan mitologi dari Asia Tenggara.
IN SEARCH OF HIS OWN STYLE After Raden Saleh came in contact with a travelling animal show, he was fascinated by lions, tigers and snakes. Influenced by French romantic painting, he celebrated the triumph of the nature over culture. Only the snake refused to play its part according to European symbolism. Raden Saleh’s snake is not the perfidious creature of the Bible, but modelled on the benevolent earth spirit, Naga, of Southeast Asian mythology.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
DOMINASI ALAM Selama perjalanan panjangnya berlayar dari Batavia ke Eropa, Raden Saleh pasti menghadapi beberapa kali badai di laut lepas dan merasakan betapa kecil dan lemahnya manusia dibandingkan dengan kekuatan alam semesta. Perasaan ini tampaknya tak pernah hilang dari dirinya, dan muncul pada banyak lukisannya di kemudian hari. Dominasi manusia atas alam, yang merupakan tema utama sejarah kebudayaan Eropa pada abad ke-19, tidak tampak dalam karya-karya Raden Saleh.
NATURE'S DOMINANCE During his long journey on a sailing ship from Batavia to Europe, Raden Saleh must have met a number of storms at sea and experienced the smallness and weakness of human nature in the eye of cosmic forces. This feeling never left him and is present in many of his later paintings. Men’s triumph over nature, a central theme in 19th century European cultural history, is not found in Raden Saleh’s work.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
RADEN SALEH SEBAGAI PELUKIS ORIENTALISME YANG ORIENTAL Setelah Raden Saleh tiba di Dresden/Jerman dan kemudian dikenal sebagai pangeran oriental, ia menyadari bahwa publik mengharapkan munculnya topik “khas” Asia dari dirinya. Dalam pandangan orang-orang barat secara umum, Orient (Asia) dipahami sebagai tempat tinggal masyarakat yang masih hidup bebas dari kekangan peradaban, juga bebas mengekspresikan emosi yang kuat dan tak terkontrol. Kegiatan memburu singa, harimau dan kerbau liar dipandang oleh penduduk Eropa sebagai salah satu bentuk simbolis dari kehidupan Oriental.
RADEN SALEH AS AN ORIENTAL ORIENTALIST After Raden Saleh had arrived in Dresden/ Germany and was celebrated as an oriental prince, he knew that the public expected some “typical” Asian topics from him. In general western opinion, the orient was understood as a place where people were still unrestrained by civilization and indulged in strong and uncontrolled emotions. Hunts of lions, tigers and buffalos were seen by the local public as symbolic form of oriental life.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
KUDA DAN PENUNGGANG KUDA YANG DISERANG OLEH SINGA Dalam lukisan yang menggambarkan adegan perburuan, situasi yang terjadi antara manusia dan hewan yang menyerangnya tampak terlalu diatur – manusia harus berjuang, meskipun akhirnya pasti menjadi pemenang –, tetapi hasil akhir dari kelompok lukisan berikut ini berbeda. Baik singa yang menyerang termasuk kuda serta penunggangnya yang diserang, sama-sama mengalami nasib naas. Apakah hal ini merupakan kritik atas kekerasan yang semena-mena? Lukisan-lukisan oleh Raden Saleh ini dipuji-puji oleh dunia seni Eropa dan direproduksi dalam berbagai jurnal serta majalah di seluruh dunia. Selama Raden Saleh menetap di Dresden dan Paris, ia semakin tertarik pada produksi seni kontemporer. Karena pada masa itu banyak orang terpelajar pencinta seni tinggal di rumah-rumah yang sempit, Raden Saleh harus menyesuaikan ukuran lukisannya.
HORSES AND HORSEMEN ATTACKED BY A LION While in the hunting paintings the situation between men and attacking beasts still looks rather controlled – men had to fight, but finally survived the challenge – the final outcome in this group of paintings is a different one. Both attacking lion and attacked horse and horseman seem to be doomed. Is this a critic of senseless violence? These paintings by Raden Saleh were celebrated by the European art world and reproduced in journals and magazines around the globe. During his long stay in Dresden and Paris, Raden Saleh was more and more drawn towards the field of contemporary art production. Since at that time a lot of educated and art interested people lived in rather small houses, he also had to adjust the size of his paintings accordingly.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
DALAM PERJALANAN PULANG KE JAWA: RADEN SALEH MEMPERKENALKAN BOROBODUR KEPADA DUNIA SENI Borobudur kepada Dunia Seni Pada tahun 1849, Raden Saleh bersiap-siap untuk melakukan perjalanan pulang ke Jawa. Ia mengunjungi teman-temannya di Dresden dan menghabiskan waktu enam bulan dengan mereka. Pada saat itu, ia pasti sudah membayangkan tanah Jawa, sebab dalam lukisan yang diberikan sebagai hadiah perpisahan kepada sahabatnya, Duke Ernst II, Raden Saleh untuk pertama kalinya memperlihatkan Borobudur, lambang kejayaan sejarah tanah Jawa.
ON HIS WAY BACK TO JAVA: RADEN SALEH INTRODUCES THE BOROBODUR TO THE ART WORLD In 1849 Raden Saleh was preparing for his return trip to Java. He visited his friends in Dresden for one last time and spent in total six months with them. It seems likely that Java was already on his mind, since in his farewell present for his friend Ernst II he included, for the first time, a view of the Borobudur, the symbol of Javanese grand history.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
POTRET TEMAN-TEMAN DAN KELUARGA Setibanya Raden Saleh di Jawa tahun 1852, ia melakukan perjalanan ke Bogor untuk menemui Gubernur Jenderal lalu terus ke Semarang untuk menemui ibunya. Dalam perjalanan ke Jawa Tengah, ia menghabiskan waktu dengan sanak saudaranya di Majalengka dan beberapa tempat lainnya. Pada tahun berikutnya ia banyak melukis anggota keluarganya. Di lukisan-lukisan ini untuk pertama kalinya kita melihat lukisan potret pejabat-pejabat Indonesia. Untuk pertama kalinya seorang seniman Indonesia melukis potret rakyat Indonesia.Era baru pun dimulai.
FIRST PORTRAITS OF FRIENDS AND FAMILY After Raden Saleh had arrived in Java in 1852, he went to Bogor to meet the Governor General and then on to Semarang to see his mother. On the way to Central Java he spent time with relatives in Majalengka and other places. In the following year he painted quite a number of his family members. These are more or less the first stately portraits we know of Indonesian officials. For the first time an Indonesian artist portrayed fellow native Indonesians. A new age had started.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
PASANGAN GANJIL: RESIDEN YOGYAKARTA DAN ISTRINYA Pada tahun 1865/66 Raden Saleh pergi ke Yogyakarta untuk mengumpulkan manuskrip jawa dan beberapa hal lain yang berhubungan dengan budaya. Karena ia ingin menikahi seorang wanita dari keraton, ia harus menyampaikan beberapa lukisan kepada Sultan Hamengkubuwono VI. Agar tidak mendapatkan kesulitan dari pemerintahan Belanda disana, ia harus melukis potert Sang Residen, sekaligus istrinya.
A STRANGE COUPLE: RESIDENT OF YOGYAKARTA AND HIS WIFE In 1865/66 Raden Saleh went to Yogyakarta on a mission to collect Javanese manuscripts and other cultural goods. Since he wanted to marry a woman from the Kraton he had to deliver a number of portraits to Sultan Hamengkubuwono VI. In order not to get into trouble with the local Dutch authorities he had to paint portraits of the Resident and his wife as well.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
KEMBALI KE ASAL: POTRET TEMAN-TEMNA DARI JAWA Saat Raden Saleh melukis potret teman-temannya dari Jawa, kasih sayangnya terlihat di kanvas. Potret penduduk asli Jawa memperlihatkan kualitas yang berbeda jika dibandingkandengan potret orang Eropa yang dilukis Raden Saleh. Bahkan gaya melukisnya pun berbeda: Saat melukis penduduk asli Jawa, perspektifnya sedikit dikurangi, dan lebih monoton, mirip ilustrasi Jawa atau tampilan wayang kulit. Cara memandang orang Eropa pun berbeda. Orang-orang Jawa jarang dikenal sebagai individual, melainkan digambarkan sebagai kelompok generik. Raden Saleh turut mendekonstruksi orang Jawa sebagai sebuah genre.
RETURN TO THE ROOTS: PORTRAITS OF JAVANESE FRIENDS When Raden Saleh painted the portraits of Javanese friends his affection for them can be seen on the canvas. His portraits of native people have a different quality compared to the portraits of European personalities. Even his style is different: less perspective, more flatness. Just like Javanese illustrations or shadow play puppets. The European gaze was different. Javanese were seldom recognized as individuals, but depicted as a generic group. Raden Saleh worked on the deconstruction of the Javanese as a genre.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
PENANGKAPAN DIPANEGARA Keluarga Raden Saleh sebagian besar terhubung dengan Pangeran Dipanegara, dan ini menyebabkan mereka kemudian ikut tak disukai oleh Pemerintahan Belanda. Setelah kematian Dipanegara pada tanggal 8 Januari 1855, Raden Saleh memutuskan untuk menciptakan sebuah lukisan berukuran besar sebagai penghargaan pada Sang Pangeran. Saleh memilih momen saat penangkapan Pangeran Dipanegara yang dikhianati, berlawanan dengan segala janji-janji Belanda yang diberikan padanya. Lukisan ini membawa arti beragam dan patut dianggap sebagai lukisan sejarah pertama (yang menggambarkan adegan bersejarah) di Asia Tenggara.
THE ARREST OF DIPANEGARA Raden Saleh’s family was in large parts connected with Pangeran Dipanegara and fell, as a consequence, out of favour with the Dutch administration. After Dipanegara’s death, 8 January 1855, Raden Saleh decided to create a large painting to honour the Prince. Saleh chose to depict the moment of the treacherous arrest of Pangeran Dipanegara, which contradicts all the promises the Dutch had made before. The painting carries a number of meanings and must be considered the first historical painting (painting that shows a scene from recorded history) of Southeast Asia.
Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia Galeri Nasional Indonesia, Jakarta 3 – 17 Juni 2012
PEMANDANGAN JAWA: PUNCAK DARI SENI RADEN SALEH Dalam beberapa surat yang ditulis Raden Saleh kepada temantemannya di Eropa, ia menyebutkan kebanggaan dan cintanya pada alam tanah kelahirannya. Berkali-kali ia melukis pemandangan di Jawa dengan gunung-gunung api yang berdiri megah di tengahnya, sedangkan manusia serta bangunan yang sederhana berukuran sangat kecil dan sulit terlihat. Berbeda dari lukisan-lukisan mooi indies kelas dua, lukisan raden Saleh samasekali tidak mengandung rasa ‘manis’. Hampir semua lukisan pemandangannya dilukis dengan cahaya senja yang lembut sesaat menjelang maghrib, ketika langit berwarna merah muda dan oranye keemasan, khas warna matahari terbenam di Indonesia.
JAVANESE LANDSCAPES: THE CLIMAX OF RADEN SALEH'S ART In a number of letters to his European friends, Raden Saleh mentioned his love and esteem for the nature of his native land. Over and over again he painted Javanese landscapes with majestic volcanoes at the centre. People and architecture are usually very small and hardly to be seen. Different from second rate “mooi indies” paintings, his landscapes carry no sweetness at all. Almost all his landscapes are painted in the soft evening light, shortly before the evening prayer when the sky displays all the pink, orange and gold of an Indonesian sunset.