MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016 Website : http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Muwazah
CITRA KAUM PEREMPUAN DI HINDIA BELANDA Fika Hidayani Sekolah Tinggi Agama Islam Persis Bandung Email:
[email protected] Isriani Hardini IAIN Pekalongan Email:
[email protected]
Abstract: This article illustrates the position of Indonesian women in the Dutch colonial era, where women were treated arbitrarily, and they did not have the rights as human beings which equal to men. In fact, due to economic conditions and necessity, these women were willing to become a mistress and housekeeper in the Dutch household in Indonesia. This article is an interesting to discuss because the condition of women in Dutch colonial are rarely exposed to the media. A condition that was very dramatic that never happened again to women in Indonesia. Keywords: women, the Dutch East Indies, mistresses, gender Abstrak: Artikel ini menggambarkan mengenai kedudukan perempuan Indonesia ketika zaman penjajahan Belanda, di mana perempuan diperlakukan semena-mena, dan tidak diberikan haknya sebagai manusia yang sederajat dengan kaum pria. Bahkan dikarenakan kondisi ekonomi dan keterpaksaan, para perempuan ini rela menjadi gundik dan nyai bagi rumah tangga orang Belanda yang tinggal di Indonesia. Artikel ini menarik dibahas karena kondisi perempuan seperti ini jarang terekspos media. Suatu kondisi yang sangat miris yang diharapkan tidak akan terjadi lagi pada perempuan di Indonesia. Kata kunci: perempuan, Hindia Belanda, gundik, gender Di dalam buku Sarinah karya Soekarno
1. PENDAHULUAN Perempuan
pada
(1963,h. 49-53) dikatakan bahwa perempuan
hakikatnya mempunyai status yang sama
sebagai pengembang kultur yang pertama,
dalam
mem-
petani yang pertama, peternak yang pertama,
bedakannya yaitu fungsi dan peran masing-
dan pembuat hukum yang pertama di dalam
masing untuk mengatasi berbagai masalah
sejarah kebudayaan manusia di atas muka
kehidupan
menurut
bumi. Namun perempuan mengalami keme-
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007, h. 855)
rosotan akibat tekanan-tekanan lawannya,
merupakan orang yang mempunyai puki, dapat
yakni pria. Hal ini masih berlangsung sampai
menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan
sekarang. Perempuan berada di dalam bayang-
menyusui. Namun dalam perkembangannya,
bayang dominasi pria. Perempuan dilecehkan
perempuan
dan diperkosa.
suatu
dan
laki-laki
masyarakat,
manusia.
kini
yang
Perempuan,
harus
menjadi
makhluk
domestik karena tuntutan kehidupan, yang
Penaklukan
Batavia
oleh
sebuah
kemudian dijustifikasi sebagai makhluk nomer
kekuatan
dua dan makhluk yang lebih rendah daripada
mengawali kisah kelam nasib perempuan di
laki-laki (Iswary, 2010,h. 1)
Indonesia.
98 |
dagang
Belanda
Alih-alih
untuk
atau
VOC
mengatasi
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
‘kesunyian’, mereka mencari jalan pintas yang
perempuan agar kejadian pergundikan di masa
dianggap lebih murah dan aman, yaitu dengan
lampau tidak terjadi lagi di masa kini atau
mengambil perempuan Asia untuk dijadikan
mendatang. Oleh karena itu, perempuan perlu
gundik. Gundik adalah budak perempuan yang
berdiri tegak bagai pilar-pilar penyangga
tinggal di rumah tangga Eropa. Fungsinya
bangunan bangsa serta penggerak berbagai
yaitu all in, selain mengurusi rumah tangga,
upaya
para perempuan itu juga mengurusi kebutuhan
Perempuan sebagai istri, ibu rumah tangga
nafsu ranjang para tuannya. Mereka ini
sekaligus ibu anak kandung, anak angkat atau
memang bukan pelacur yang memungut atas
anak asuh, karyawati, ilmuwati, pendidik,
jasa yang telah diberikannya, namun mereka
pekerja sosial, pedagang, pengusaha, pejabat,
juga bukan istri yang sebenarnya, karena tak
pejuang, dan lainnnya harus dapat mem-
pernah menikah ‘secara resmi’ (Baay dalam
buktikan kepiawaiannya. Dalam konfigurasi
Subarkah, 2011, h.24).
peran dan fungsi-fungsi ini perempuan dapat
Menurut
Ibnu
Wahyudi,
Pengajar
penyempurnaan
bergerak
menentang
Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas
ketidakadilan
Indonesia,
sekaligus
bahwa
fenomena
pergundikan
perjuangan
yang
kekerasan melanda
menentang
semacam ini banyak terjadi di negara Asia dan
menuju
Afrika dalam masa kolonial Eropa. Fenomena
(Aburdene, 1990,h. 267).
masa
hidup.
depan
dan
hidupnya
hambatan-hambatan yang
lebih
cerah
ini tidak hanya di koloni Hindia Belanda, tetapi juga terjadi di koloni Inggris, Portugis,
2. PEMBAHASAN
Perancis, dan Spanyol. Hal ini dikarenakan
2.1. Sejarah Pergundikan di Indonesia.
kekuatan tentara penjajah yang datang saat itu
Bangsa Belanda datang ke kepulauan
tanpa disertai kaum perempuan, sehingga
Indonesia pada akhir abad ke-16. Tujuan
mereka mencari istri pengganti di wilayah
mereka
yang ditaklukannya (Baay dalam Subarkah,
seperti cengkeh, bunga pala, dan merica yang
2011: 24).
digunakan untuk mengawetkan daging pada
Kisah sejarah seperti ini hampir tidak
musim
yaitu
dingin.
mengambil
Untuk
rempah-rempah
melancarkan
aksi
pernah kita dengar. Hal ini dikarena-kan
mereka, Belanda mendirikan sebuah kongsi
pemerintah dan sejarawan hampir tidak pernah
perdagangan yang bernama VOC pada tahun
membahas hal ini. Sejarawan hanya terpaku
1619 (Hellwig, 2007,h. 3).
pada narasi besar yaitu golongan orang elit
VOC
(Vereenigde
Oostindische
belaka. Nasib kaum papa seperti kisah para
Compagnie) yaitu perserikatan dagang yang
gundik ini tidak pernah menjadi sorotan serius
bertujuan untuk menjalankan politik monopoli
karena hal ini kemungkinan hanya dianggap
perdagangan rempah-rempah di Indonesia.
sebagai hal tabu untuk diangkat ke permukaan.
Akan tetapi, tujuan utama mengkonsentrasi
Padahal dengan mengetahui kisah pilu seperti
perdagangan rempah-rempah itu lambat laun
ini
bergeser menjadi mengembangkan perkebunan
dapat
menjadi
motivasi
bagi
para
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
| 99
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
besar yang hasilnya sangat laku terjual di
gundik ini jatuh ke tangan serdadu dan kelasi
pasaran Eropa seperti kopi, teh, gula, lada, dan
(golongan
lain sebagainya (Kartodirjo, 1993,h.4).
angkatan laut) yang bukan keturunan terdidik
VOC memperkerjakan pegawai sipil,
di
pangkat
kalangan Eropa,
paling maka
rendah mereka
dalam akan
militer, saudagar, pendeta, dan sukarelawan.
diperlakukan sewenang-wenang, dan tidak ada
Mayoritas dari mereka berkulit putih dan
saling pengertian kedua belah pihak (Taylor,
berstatus bujangan. Rata-rata sifat mereka
2009). Namun sebaliknya, jika para gundik ini
sangatlah buruk, yaitu pemabuk, suka gaduh,
jatuh ke tangan para pejabat VOC, umumnya
dan menghina Tuhan (Taylor, 2009). Mereka
memiliki hubungan yang erat, baik sebagai
sering mengadakan hubungan cinta dengan
istri atau gundik. Mereka akan dinikahi dan
perempuan Asia yang berstatus hamba sahaya.
anak mereka akan tumbuh dewasa (Hellwig,
Awalnya VOC mendukung adanya perkawinan
2007: 36).
campuran dengan bangsa pribumi. Namun,
Masa pergundikan bagi para lelaki
Gubernur Jenderal Belanda Jan Pieterszoon
Eropa dirasa sebagai solusi untuk menahan
Coen,
luar
dari minuman keras, menjauhkan diri dari
perkawinan dengan bangsa pribumi. Oleh
pelacur, dan menjaga pola pengeluaran uang
karena itu, dia mendatangkan kaum perempuan
agar tetap dalam batasnya. Hal ini karena para
dari negeri Belanda. (Hellwig, 2007,h. 4-5).
gundik ini tidak mengikat diri dan dirasa
sangat
Pada
menentang
kompeni
menyenangkan bagi para lelaki Eropa. Namun
memutuskan untuk tidak mensponsori lagi
sungguh naas nasib kaum para gundik ini jika
perempuan yang hendak datang ke Indonesia.
memiliki anak dari hasil dari hubungan ini.
Tujuannya untuk menciptakan komunitas yang
Anaknya akan diambil dan para gundik ini
stabil dan permanen di Kepulauan Nusantara.
akan ditendang ke luar rumah bak ‘habis manis
Untuk
memberikan
sepah dibuang’. Alhasil banyak nasib para
kewarganegaraan yang sama seperti ayah atau
gundik ini menjadi gila, bunuh diri, dan hidup
suami mereka kepada para istri dan anak yang
tak
berkebangsaan Asia. Namun, aturan mengenai
Republika, 2011,h.23).
itu,
tahun
hubungan
1632,
Kompeni
karuan
(Baay
dalam
artikel
Koran
pernikahan yang harus seagama membuat para laki-laki enggan menikahi perempuan Asia.
2.2. Fenomena Nyai.
Untuk itu mereka lebih baik memilih gundik
Fenomena “Nyai” ini dimulai pada
daripada mengawini perempuan yang bukan
awal pemerintah kolonial Belanda yaitu awal
Kristen (Hellwig, 2007,h. 6 dan 36).
abad ke -19, yaitu ketika jumlah perempuan
Para gundik ini biasanya berasal dari para
lapisan
jumlah prianya. Untuk itulah hadirlah para
masyarakat yang paling miskin, yang mana
nyai (indigenous housekeeper) di daerah-
mereka tidak berada pada posisi negosiasi atau
daerah perkebunan untuk melayani kebutuhan
dapat mengajukan tuntutan apa pun. Bila para
seksual para Tuan atau pejabat Belanda.
100 |
budak
yang
berasal
dari
Eropa sangat sedikit jumlahnya dibandingkan
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
adalah
yang
mereka malah menjadi orang penting yang
dipelihara oleh pejabat kolonial atau swasta-
mengatur perusahaan majikannya. Contohnya
swasta Belanda yang kaya (Hafiz, 2004, h.
Nyai Dasima. Nyai Dasima dipercaya oleh
324),
majikannya
Nyai
sedangkan
perempuan
gundik
adalah
budak
Edward
Williams
untuk
perempuan yang tinggal di rumah tangga
menduduki posisi penting. Bahkan seluruh
Eropa. Fungsinya sama-sama all in, selain
kunci
mengurusi rumah tangga, para perempuan itu
dipegang oleh Nyai Dasima.
juga mengurusi kebutuhan nafsu ranjang para
gudang Menurut
kekayaan
Tuan
Wahyudi
Williams
(2003)
dalam
tuannya (Baay dalam artikel Koran Republika,
kajiannya
2011, h. 23).
Kesastraan Melayu Tionghoa bahwa sosok
mengenai
Pernyaian
dalam
Kebanyakan perempuan yang menjadi
nyai itu merupakan seseorang yang hidup
nyai berasal dari keluarga petani maupun
bersama antara seorang Eropa atau seorang
keluarga kelas bawah yang dijual oleh orang
Cina dengan seorang atau lebih perempuan
tua mereka untuk mencukupi kebutuhan
pribumi tanpa dilandasi dengan suatu legalitas
keluarga mereka. Ada juga nyai yang berasal
perkawinan. Namun pada zaman Hindia
dari keluarga priyayi yang diserahkan ayahnya
Belanda, sebutan “Nyai” berarti gundik, selir,
kepada orang Belanda atau orang Eropa untuk
atau perempuan piaraan para pejabat dan
mengamankan kedudukan dan jabatan sang
serdadu Belanda (Sugihastuti dan Itsna Hadi
ayah (Hafiz, 2004, h. 340).
Septiawan, 2007: 107).
Ketika seorang perempuan menjadi
Ibnu Wahyudi (2003) membagi tiga
nyai, maka kehidupan ekonominya otomatis
kepribadian nyai dalam beberapa kategori,
menjadi lebih baik. Dia dapat hidup lebih
yaitu sebagai berikut.
nyaman, dan disegani daripada sebelumnya.
a.
Nyai Setia. Nyai setia adalah nyai yang
Selera dan gaya hidupnya pun menjadi tinggi,
setia kepada Tuannya sampai mati,
sama seperti tuan mereka. Di mata rakyat
contohnya Nyai Dasima.
jelata, nyai sudah tidak dianggap sebagai
b.
Nyai Jahat. Nyai jahat adalah nyai yang
bagian dari mereka. Kebencian terpendam di
berani meracuni Tuannya, contohnya
kalangan
rakyat
putih,
Nyai No-ie. Nyai No-ie menikah dengan
membuat
para
ikut
lelaki Eropa bernama L L Born di
menanggung kebencian bangsanya, karena
Semarang. Nyai ini membunuh Born
dianggap pengkhianat (Hafiz, 2004, h. 342-
beberapa waktu setelah pernikahannya
343).
disahkan.
mengenai nyai
ini
kulit terpaksa
Nyai
No-ie
menyuruh
Mereka menjalani hidup seperti itu
pembunuh bayaran untuk membunuh
dikarenakan terpaksa karena faktor kemiskinan
Born karena sakit hati dan menghina
yang dideritanya. Namun, tidak semua nyai
dirinya sebagai perempuan.
buruk
dan
bodoh.
Ketika
lelaki
Eropa
mengajarinya dengan pendidikan modern,
c.
Nyai Berani menuntut hak. Nyai Berani Menuntut Hak adalah nyai yang berani
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
| 101
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
melakukan
atas
Namun, ia berani memberontak terhadap
hidupnya yaitu menuntut hak yang
kekua-saan lelaki putih dalam segala cara
selama
yang diketahuinya yaitu dengan menu-
ini
pemberontakan tidak
diberikan
oleh
majikannya. Contohnya, Nyai Sumirah.
larkan penyakit cacar kepada lawan kolonialnya (Hellwig, 2007,h. 104).
2.3.
Kisah Gundik di Hindia Belanda. a. Moeinah
c.
Djelema
Moeinah adalah seorang nyai asal
Nyai yang satu ini hingga akhir
Surakarta. Dikarenakan alasan ekonomi,
hidupnya,
Moeinah bekerja sebagai pembantu rumah
mengetahui
tangga pada lelaki Eropa bernama Daniel
sebenarnya, karena sang majikan yang
Baay.
bernama
Pada
suatu
ketika,
Moeinah
anak
keturunannya
siapa Aart
nama
yang
tidak
Nyai
ini
berkebangsaan
mendapat perhatian dari anak Daniel Baay
Belanda selalu memanggil nyai ini dengan
yang bernama Louis Baay. Hubungan
sebutan djelema, yang dalam bahasa
asmara antara Louis Baay dan Moeinah
Sunda berarti orang. Djelema adalah
tidak
ayahnya,
orang Bandung yang tinggal dengan
bahkan sang ayah menyetujui hubungan
anggota militer yang bernama Aart.
tersebut. Lalu Louis Baay dan Moeinah
Setelah hidup bersama dan menghasilkan
tinggal di villa kedua si Tuan Belanda
beberapa
yaitu di daerah Villa Park Surakarta.
menikah secara resmi. Lebih dari 40 tahun
Kepahitan Moeinah mulai muncul ketika
mereka
anak hasil hubungan mereka lahir ke
meninggal di usia 76 tahun. Setelah Aart
dunia. Moeinah diusir dari rumah tanpa
meninggal, anak keturunannya satu per
belas
diberi
satu pergi ke Belanda, hingga akhirnya
peringatan untuk tidak menampakkan diri
Djelema tinggal sebatang kara ditinggal
di dekat rumah atau anaknya. Sejak saat
oleh anak-anaknya (Baay dalam artikel
itu, Moeinah kembali lagi ke keluarganya
Koran Republika, 2011,h.25).
dipermasalahkan
kasihan,
dan
oleh
Moeinah
keturunan hidup
akhirnya
bersama
mereka
hingga
Aart
di kampungnya (Subarkah dalam artikel Koran Republika, 2011, h. 24).
2.4. Potret
Kebangkitan
Perempuan
di
Indonesia. b. Nji Paina oleh
Situasi
ketidakadilan
dan
kese-
Nji Paina dipaksa menjadi gundik
wenang-wenangan Belanda kepada perem-
para
puan
lelaki
Belanda.
Dia
pribumi
memunculkan
reaksi
dari
diperintahkan untuk melayani lelaki yang
masyarakat. Beberapa di antaranya tidak
tidak tahu adat, kasar, dan pemabuk. Nji
ditunjukkan secara terang-terangan. Hanya
Paina
untuk
segelintir orang terpelajar yang nekat akan
menyelamatkan keluarganya dari bencana.
keprihatinan mereka pada nyai. Hal ini karena
102 |
menerima
keadaan
ini
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
pemerintah
Belanda
begitu
represif
dan
harus memiliki ilmu pengetahu-an. Dari situlah
sewenang-wenang menanggapi isu apa pun
muncul istilah emansipasi perempuan yang
yang berkembang di masyarakat.
diperjuangkannya sepan-jang hidupnya agar
Kaum perempuan yang sudah maju
perempuan mem-peroleh hak-haknya untuk
dan kritis melihat fenomena ini dengan
hidup dan berkembang dalam masyarakat
menulis dalam surat kabar. Pers memegang
(Rianti,
peranan penting dalam gerakan massa untuk
emansipasi
emansipasi perempuan. Hal ini karena disinilah
perbudakan; persamaan hak dalam berbagai
mereka dapat mengung-kapkan pikiran politik
aspek
dan sekaligus mengikat pembacanya dalam
persamaan hak kaum perempuan dengan kaum
suatu komunitas. Raden Mas Tirto Adhisoerjo
pria).
seorang jurnalis dan tokoh Sarekat Islam telah
2014,h.3-4). adalah
kehidupan
Kebangkitan
Menurut
KBBI,
pembebasan masyarakat
perempuan
dari (seperti
Indonesia
berjasa menerbitkan surat kabar perempuan
memunculkan suatu gerakan sosial yang
pertama yang diberi nama Poetri Hindia pada
diprakarsai oleh Raden Ajeng Kartini. Politik
tanggal 1 Juli 1908 (Hafiz, 2004,h.346-347).
balas budi atau politik etis yang dilakukan oleh
Kebangkitan
Indonesia
pemerintah Belanda, membuat para perempuan
memunculkan suatu gerakan sosial yang
memiliki kesempatan untuk menimba ilmu
diprakarsai oleh Raden Ajeng Kartini. Politik
pengetahuan, salah satunya yaitu Raden Ajeng
balas budi atau politik etis yang dilakukan oleh
Kartini. Raden Ajeng (R.A) Kartini adalah
pemerintah Belanda, membuat para perempuan
putri dari seorang bangsawan yang bernama R.
memiliki kesempatan untuk menimba ilmu
M. A. Sosroningrat, Kepala Distrik Mayong.
pengetahuan, salah satunya yaitu Raden Ajeng
menempuh pendidikan di sekolah Belanda
Kartini. Raden Ajeng (R.A) Kartini adalah
(Europese Lagere School). Namun sayang,
putri dari seorang bangsawan yang bernama R.
orang
M. A. Sosroningrat, Kepala Distrik Mayong.
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
menempuh pendidikan di sekolah Belanda
tinggi. Walau begitu, Kartini tetap berusaha
(Europese Lagere School). Namun sayang,
mengumpulkan berbagai macam pelajaran dan
orang
buku ilmu pengetahuan untuk dibaca di taman
tua
Kartini
perempuan
melarangnya
untuk
melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
tua
Kartini
melarangnya
untuk
rumahnya.
tinggi. Walau begitu, Kartini tetap berusaha
Selain R. A. Kartini, terdapat tokoh
mengumpulkan ber-bagai macam pelajaran dan
perempuan lain yang turut memper-juangkan
buku ilmu pengetahuan untuk dibaca di taman
hak-hak perempuan di Indonesia. Dia adalah
rumahnya.
Dewi Sartika. Dewi Sartika adalah putri dari
Dari
buku-buku
yang
dibacanya,
Raden Somanagara dan Raden Ayu Raja
muncul pemikiran Kartini untuk memaju-kan
Pernas yang penah menjadi Patih di Bandung
perempuan Indonesia. Menurutnya perempuan
pada saat itu. Sejak kecil, ia sudah bercita-cita
tidak hanya berurusan di dapur, tetapi juga
mendirikan sekolah bagi anak-anak gadis dari
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
| 103
MUWAZAH ISSN 2502-5368 (Paper) ISSN 2085-8353 (Online) Vol. 8, No.1, Juni 2016
golongan bangsawan dan rakyat jelata. Hanya
serta melawan kolonial Belanda yang berusaha
dengan bekal pendidikan sekolah rakyat biasa
menghalang-halangi pergerakan Kartini pada
selama 3 tahun serta semangat yang menyala-
akhirnya berhasil didobrak. Namun sayang,
nyala ditambah dengan dorongan Bupati
Kartini tidak berumur panjang. Bukunya yang
Bandung R. A. A. Martanegara dan seorang
berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang’ telah
warga negara Belanda Tuan Den Hamer yang
menjadi
ketika itu menjabat sebagai Inspektur Kantor
Indonesia
Pengajaran, maka pada tanggal 6 Januari 1904
perjuangannya
Dewi Sartika berhasil mendirikan sekolah bagi
perempuan.
inspirasi
jutaan
untuk
perempuan
terus
dalam
di
melanjutkan
memajukan
kaum
anak-anak gadis yang diberi nama “Sekolah Istri” (KOWANI, 1978,h. 10).
3. KESIMPULAN
Semangat dan cita-cita Kartini untuk
Perusahaan pertanian dan perkebunan
terus memperjuangkan perbaikan kedudukan
swasta yang tumbuh dan berkembang di
sosial perempuan telah membuat perempuan
Hindia Belanda membutuhkan banyak tenaga
yang berada di kalangan bawah turut serta
kerja. Banyak pekerja Eropa yang sebagian
pada pergerakan ini. Para perempuan yang
besar bujangan dan sudah beristri, datang
berasal dari kalangan atas dan bawah bersatu,
mengadu nasib di sini. Dikarenakan jumlah
lalu membentuk suatu organisasi perempuan
perempuan Eropa jumlahnya lebih sedikit
yang dinamakan Puteri Mardika (Trimurti,
daripada laki-laki, maka diciptakanlah gundik
2015:1). Organisasi ini didirikan oleh saudara
dan nyai, sebagai pemenuhan kebutuhan
Kartini yang bernama Roekmini, Kartinah, dan
seksual para pekerja dan pejabat Kompeni dan
Soematrie
yang
Boedi
perkebunan. Kehadiran gundik dan nyai sudah
Oetomo.
Setelah
organisasi-
menjadi budaya Kompeni Belanda dari waktu
organisasi perempuan lainnya di daerah, yang
ke waktu. Berakhirnya masa gundik dan nyai
inti pergerakannya sama yaitu memajukan
ini ditandai dengan datangnya para perempuan
keahlian dan keterampilan kaum perempuan di
Belanda. Akhirnya budaya ini dihentikan oleh
berbagai bidang (Ohorella, 1992,h. 8).
pemerintah Belanda sehingga muncullah kisah-
diprakarsai itu
oleh
muncul
Kartini sebagai simbol pergerakan
kisah pilu para gundik dan nyai ini. Para
perempuan Indonesia memang layak untuk
gundik
selalu
Indonesia.
ditendang ke luar rumah bak ‘habis manis
Perjuangan Kartini yang tanpa lelah melawan
sepah dibuang’. Para nyai ditinggalkan oleh
tradisi Patriarki yang berkembang di Indonesia,
majikannya
yaitu hubungan antara perempuan dan laki-laki
ditinggalkan seorang diri tanpa anak atau
bersifat hirearkis, di mana laki-laki berada
kerabat. Alhasil banyak nasib dari para gundik
pada kedudukan dominan dan perempuan
dan nyai ini menjadi gila, bunuh diri, dan
berada pada subordinat (laki-laki menentukan,
hidup tak karuan. Politik etis atau balas budi
perempuan ditentukan) (Juliastuti, 2000,h. 4)
dari pemerintah Belanda, membuat kaum
104 |
dikenang
oleh
Bangsa
beserta
ke
anak-anaknya
negara
ini
asalnya,
akan
dan
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
perempuan
memiliki
mengenyam
kesempatan
pendidikan.
untuk
Mereka
berani
KOWANI. 1978. Sejarah Setengah Abad Pergerakan
Perempuan
Indonesia.
berjuang melawan Belanda melalui pergerakan
Jakarta: Penerbit PN Balai Pustaka.
politik yaitu dengan menulis di surat kabar
Ohorella, G.A. dkk. 1992. Peranan Perempuan
atau membentuk organisasi perempuan untuk
Indonesia
membela kaum perempuan yang tertindas
Nasional.
seperti perempuan yang menjadi gundik dan
Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
nyai.
dalam
Masa
Jakarta:
Pergerakan Depdikbud,
Rianti, Defti. 2014. “Potret Perempuan Jawa dalam Film R. A. Kartini”. Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga
REFERENSI Aburdene, Patricia& John Naisbitt. 1990.
Subarkah, Muhammad. 2011. “Mina dan
Megatrends 2000. Jakarta: Binarupa
Sarina
Aksara.
Republika, Teraju, 22 Februari 2011.
yang
Terlupakan”.
Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sugihastuti dan Itsna Hadi Septiawan. 2007.
2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Gender dan Inferioritas Perempuan.
Balai Pustaka: Jakarta.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hafiz, Liza (ed). 2004. Perempuan dalam
Soekarno.
1963.
Sarinah:
Kewajiban
Wacana Politik Orde Bare: Pilihan
Perempuan dalam Perjuangan Republik
Artikel Prisma. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Indonesia.
Hasan,
Buku-Karangan Presiden Soekarno.
Alwi
dan
Dendy
Sugiono
(Editor). 2002. Telaah Bahasa dan Sastra.
Jakarta
:
Yayasan
Obor
Indonesia. Hellwig,
2007.
Citra
Kaum
Panitia
Penerbit
Taylor, Jean Gelman. 2009. Kehidupan Sosial di Batavia. Jakarta: Masup. Trimurtini,
Tinneke.
Jakarta:
Winingsari.
Perkembangan
2015.
“Mengenai
Kongres
Perempuan
Perempuan di Hindia Belanda. Jakarta:
Indonesia Pertama Tahun 1928 di
Yayasan Obor Indonesia.
Yogyakarta”.
Iswary, Ery. 2010. Perempuan Makassar Relasi
Gender
dalam
Folklor.
Yogyakarta: Penerbit Ombak. Juliastuti, Nuraini. 2000. Kebudayaan yang
Yogyakarta:
Skripsi
Universitas Negeri Yogyakarta. Wahyudi,
Ibnu.
Kesastraan Kebangsaan
2003.
Kata
Melayu
Pengantar
Tionghoa
Indonesia
Jilid
dan 7:
Maskulin, Macho, Jantan, dan Gagah.
Pernyaian dalam Kesastraan Melayu
Newsletter KUNCI no. 8
Tionghoa. Jakarta: Gramedia.
Kartodirjo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru II. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Citra Kaum Perempuan di Hindia Belanda (Fika Hidayani dan Isriani Hardini)
| 105