1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kolonisasi adalah bagian migrasi dari program politik etis yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Kolonisasi yang dijalankan di Indonesia pada awal abad 20 merupakan pelaksanaan kebijakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, kebijakan kolonisasi dilakukan untuk menambah kekayaan dari Pemerintah Kolonial Belanda. “Pada abad kedua puluh Pemerintah Kolonial Belanda mulai menyadari bahwa kemiskinan sedang meningkat di pulau Jawa. Perubahan-perubahan yang terjadi pada ekonomi pedesaan sebagai akibat dari pada kegiatan perusahaan-perusahaan asing yang bekerja dibidang produksi dan ekspor tanaman dagang seperti tembakau dan gula, telah membawa akibat-akibat yang buruk pada penduduk Pulau Jawa. Meskipun perusahaan-perusahaan perkebunan telah mulai mengubah fokus kegiatannya ke Pulau Sumatra sesudah tahun 1900, keadaan sosio-ekonomi di pedesaan Jawa masih saja tetap suram”(Joan Hardjono, 1982:1).
Pemerintah Kolonial Belanda mulai menyadari akan kemiskinan yang terjadi pada masyarakat Jawa yang nantinya akan berdampak kerusuhan-kerusuhan pada Pemerintah Kolonial Belanda, maka dari itu di dalam usaha untuk memperbaiki kondisi rakyat pedesaan di Jawa,
“Pemerintah Kolonial memperkenalkan
2
kebijaksanaan baru yang disebut ethische politiek (politik etis). Van Deventer, yang terkenal
karena
ancaman-ancamannya
terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan
Pemerintah Belanda di Kepulauan Indonesia, pernah menyarankan bahwa pendidikan, irigasi, dan emigrasi dapat memperbaiki keadaan sosio-ekonomi di Jawa” (Joan Hardjono, 1982:1). Setelah Pemerintah Kolonial memperkenalkan kebijaksanaan baru yang disebut ethische politiek (politik etis) Pemerintah Kolonial mulai melaksanaan kolonisasi dengan cara memindahkan masyarakat Jawa dari daerah yang padat penduduknya ke daerah-daerah yang sedikit penduduknya yang ada di luar pulau Jawa sebagai salah satu jalan untuk mengatasi masalah kemiskinan yang sedang melanda pada masyarakat Jawa yang nantinya akan berdampak pada Pemerintah Kolonial. Pulau Sumatra merupakan salah satu pulau yang berada di luar pulau Jawa yang akan menjadi tempat kolonisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, khususnya pada daerah Lampung. “Sejarah transmigrasi di Indonesia dimulai pada tahun 1905 ketika 155 keluarga petani dari Kedu dipindahkan ke desa baru yang didirikan dekat Gedong Tataan sebelah selatan dari Way Sekampung di Lampung Selatan. Pemilihan lokasi dan pemindahan para kolonis dilaksanakan oleh H.G. Heyting, yang ketika itu menjabat Asisten-Residen di Karesidenan Kedu. Kemudian sebuah pemukiman kecil didirikan di Bengkulu pada tahun 1909, sedangkan pada tahun 1922 sebuah pemukiman yang lebih besar yang diberi nama Wonosobo didirikan dekat Kota Agung di Lampung Selatan” (Joan Hardjono, 1982:1).
Gedong Tataan merupakan desa yang menjadi kolonisasi pertama yang ada di Lampung, bisa dikatakan Gedong Tataan merupakan fase percobaan yang dilakukan
3
oleh Pemerintah Kolonial Belanda. “Tiga jaringan seluas lebih dari 71.000 hektare, begitu pula sebuah kota baru, Metro, dibangun di tengah Karesidenan Lampung” (Patrice Levang, 2003:10). Kedatangan kolonis pertama bukanlah pada kota Metro yang sesungguhnya, melainkan di desa Trimurjo karena pada masa itu kota Metro belumlah terbentuk. “Perjalanan kolonis dari Pelabuhan Panjang dengan medan jalan amat buruk dan suasana amat sesak akhirnya dipungkasi. Sabtu, 4 april 1936, rombongan besar itu memasuki sebuah lokasi yang amat asing bagi mereka. Trimurjo, sebuah nama yang entah dilekatkan siapa” (Metro Desa Kolonis Menuju Metropolis:Setda Kota Metro, 2004:20). Kolonisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial tampaknya berjalan dengan lancar, “pada tanggal 7 April 1936 Pemerintah Belanda membagikan hak penggarapan lahan dan bahan dasar hunian kepada kolonis. Setiap keluarga mendapat bagian sekitar dua hektare lahan dan pekarangan untuk berdirinya hunian” (Metro Desa Kolonis Menuju Metropolis:Setda Kota Metro, 2004:22). Program kolonisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda bukanlah semata-mata untuk kepentingan masyarakat Jawa melainkan untuk kepentingan Pemerintah Kolonial Belanda. Masyarakat Jawa menganggap kolonisasi merupakan program dalam bidang kependudukan yang diberikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat Jawa itu sendiri,
4
tetapi pada kenyataanya kolonisasi bisa dikatakan pembuangan bagi masyarakat Jawa karena di Pulau Jawa sendiri masyarakat Jawa sudah terlalu padat penduduknya. Desa kolonis yang dibuat oleh Pemerintah Kolonial Belanda mulai menuai hasil, “Setahun beraktivitas di daerah bukaan baru, kolonis di Trimurjo mulai menggeliat. Hasil budi daya pertanian yang masih mengandalkan alam mulai memetik hasil. Demikian pula penataan wilayah yang dilakukan Belanda” (Metro Desa Kolonis Menuju Metropolis:Setda Kota Metro, 2004:28). Pemerintah Kolonial Belanda pada masa itu mengganti nama desa Trimurjo menjadi Metro, entah atas dasar apa yang melatar belakangi Pemerintah Kolonial Belanda mengganti nama desa Trimurjo itu, sedangkan Trimurjo merupakan desa dimana masyarakat Jawa sebagai kolonis pertama yang didatangkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda yang nantinya akan menjadi cikal-bakal dari masyarakat Jawa yang ada di Metro. Hal ini pula yang membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana terbentuknya dari kota Metro sendiri yang awalnya sebuah desa yang bernama Trimurjo dengan adanya masyarakat Jawa sebagai masyarakat kolonis yang dibentuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada masa itu dengan program kolonisasi. Sesuai dengan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk merumuskan dan mengkajinya melalui suatu penelitian dengan judul “Tinjauan Historis Kolonisasi di Metro Tahun 1937”.
5
1.2 Analisis Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah proses kolonisasi di Metro tahun 1937 ?” 1.3 Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : “Bagaimanakah proses kolonisasi di Metro tahun 1937” 1.3.2 Kegunaan Penelitian Setiap penelitian tentunya akan dapat memberikan berbagai manfaat bagi semua orang yang membutuhkan informasi tentang masalah yang penulis teliti, adapun kegunaan penelitian dalam penulisan ini adalah : 1.
Dapat memberikan sumbangan berupa informasi kepada setiap pembaca yang ingin menggali lebih dalam tentang proses kolonisasi di Metro tahun 1937.
2.
Sebagai informasi bagi penulis khususnya dalam memperkaya pengetahuan penulis dalam bidang kesejahteraan yang mengenai proses kolonisasi di Metro tahun 1937.
6
1.3.3 Ruang Lingkup Penelitian Agar tidak terjadi suatu kerancuan dalam sebuah penelitian, maka penulis berikan batasan ruang lingkup yang akan mempermudah pembaca memahami isi karya tulis ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah : 3.1 Objek Penelitian
: Kolonisasi
3.2 Subjek Penelitian
: Metro tahun 1937
3.3 Tempat Penelitian
: Perpustakaan Universitas Lampung Perpustakaan Daerah Lampung Perpustakaan Arsip Dan Dokumentasi Kota Metro Museum Ketransmigrasian Provinsi Lampung Dinas Ketransmigrasian Provinsi Lampung
3.4 Waktu Penelitian
: 2015
3.5 Konsentrasi Ilmu
: Sejarah
7
REFERENSI
Joan Hardjono. 1982. Transmigrasi Dari Kolonisasi Sampai Swakarsa. Jakarta;PT Gramedia Jakarta. Hal.1 Ibid. Hal.1 Ibid. Hal.1 Patrice Levang. 2003. Ayo Ke Tanah Sabrang, Transmigrasi Di Indonesia. Jakarta;KPG (Kepustakaan Populer Gramedia). Hal.10 2004. Metro Desa Kolonis Menjadi Metropolis. Bagian Humas dan Protokol Setda Kota Metro. Hal.20 Ibid. Hal.22 Ibid. Hal.28