HUBUNGAN PARTISIPASI IBU BALITA DI POSYANDU DENGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU GIZI IBU BALITA SERTA STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI, KABUPATEN BOGOR
TAGOR SYAPUTRA HALOMOAN
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT Tagor Syaputra Halomoan: Correlation between Mother’s Participation in Posyandu with Knowledge, Attitude, Behavior and Nutritional Status of Children Under-Five In Tamansari, Bogor. Under Direction of Dadang Sukandar and Yayat Heryato. The objective of this research is to examine correlation between mother’s participation in posyandu with knowledge, attitude, behavior and adequacy level of children under-five nutrition in Tamansari, Bogor. This research is part of the research which its title was “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas” was conducted on February 2012 by using a cross sectional study design. 120 people become sample in this research were selected purposively with sample criteria are (1)have children under-five (male or female 0-60 month), (2)registered as a users of posyandu, (3)ready to be interviewed. The data which used are primary data including characteristic of family and individu sample (big of families, income of families, age, education, and job of sample, characteristic of children underfive (gender and age), mother’s participation in posyandu, knowledge, attitude, behavior of nutrition, food consumption of children under-five, and nutritional status of children under-five. Secondary data including general image of research location. The analysis was carried out with Structural Equation Modeling (SEM). Based on the analysis of SEM, mother’s participation has a significant effect on the level of nutrition knowledge (T-value =-2.59E16). Nutrition knowledge has a significant effect with nutrition attitude (T-value = -3.8323). Nutrition attitude has a significant effect with nutrition behavior (T-value = -3.8323). Nutrition knowledge has a significant effect with nutrition behavior (Tvalue = -3.8323). Nutrition attitude has a significant effect with nutritional status of children (T-value = -3.8323). Nutrition behavior has a significant effect with nutritional status of children (T-value = -5.1027). Keywords: Mother’s participation, knowledge, attitude, behavior, nutritional status.
RINGKASAN Tagor Syaputra Halomoan. Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar M.Sc dan Yayat Heryatno, SP., MPS.
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasi ibu balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini, yaitu 1) Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga, ibu dan balita. 2) Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu. 3) Mengkaji pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita. 4) Mengkaji tingkat kecukupan gizi balita. 5) Mengkaji status gizi balita. 6) Menganalisis hubungan antara partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, serta status gizi balita. Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang dilakukan pada bulan Februari 2012. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untuk diwawancarai. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga dan individu contoh (besar keluarga, pendapatan keluarga, umur, pendidikan, dan pekerjaan ibu), karakteristik balita ( jenis kelamin dan umur ), partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, konsumsi pangan balita, serta status gizi balita. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 5 orang. Rata-rata pendapatan keluarga sebesar Rp.362.081. Sebagian besar umur contoh berada pada kategori dewasa dini (92.5%). Sebagian besar tingkat pendidikan contoh berada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Sebagian besar conoth berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Persentase Jenis kelamin balita hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan. Sebagian besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%). Sebagian besar contoh (60%) memiliki tingkat partisipasi sedang. Sebagian besar contoh (67.5% ) menyatakan rutin mengunjungi Posyandu dalam tiga bulan terakhir. Sebagian besar contoh (58.3%) memiliki motivasi kunjungan tingkat sedang ke posyandu. Hampir seluruh contoh (99.2%) memiliki partisipasi yang rendah terhadap pelaksanaan posyandu. Sebanyak 54% contoh memiliki persepsi yang tergolong sedang tentang posyandu. Persentase terbesar contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizinya diklasifikasikan ke dalam tingkat sedang (70%). Secara keseluruhan sikap gizi
contoh tergolong sedang (58.3%). Begitu juga perilaku gizi contoh tergolong sedang (64.2%). Konsumsi energi balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 758 kkal. Konsumsi energi ini rata-rata hanya memenuhi 71.5% (defisit tingkat sedang) angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Konsumsi protein balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 17.5 gram. Konsumsi protein ini juga hanya memenuhi 87.9% (defisit tingkat ringan) angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sebanyak 46.7% balita memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat. Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong defisit. Sebanyak 52.5% balita memiliki tingkat kecukupan phosphor yang tergolong normal. Sebagian besar balita (65%) memiliki tingkat kecukupan besi yang tergolong defisit. Sebanyak 58.3% balita memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong defisit. Sebagian besar balita (84.2%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong normal. Sebagian besar balita (67.5%) ,mengalami defisit vitamin C. Sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U. Sebanyak 50.8% balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U. Sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB. Berdasarkan hasil analisis SEM, terdapat pengaruh signifikan partisipasi contoh di posyandu terhadap tingkat pengetahuan gizi contoh (T-value=2.59E16). Tingkat Pengetahuan gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap sikap gizi contoh (T-value= -3.8323). Tingkat pengetahuan dan sikap gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap perilaku gizi contoh (T-value= -3.8323). Sikap dan perilaku gizi contoh berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita contoh (T-value= -3.8323). Perlu adanya upaya untuk meningkatkan motivasi ibu balita untuk berpartisipasi lebih di posyandu. Adapun upaya yang dapat dilakukan di antaranya meningkatkan pelayanan posyandu yang memadai baik dari segi sarana maupun prasarana. Selain itu, perlu dilakukan program penyuluhan bagi masyarakat agar masyarakat benar-benar memahami pentingnya posyandu serta dapat meningkatkan kesadaran untuk memanfatkan pelayanan posyandu dalam upaya perbaikan gizi. Diharapkan juga kepada pemerintah setempat untuk lebih memperhatikan kondisi balita di lokasi penelitian. Perlu digalakkan beberapa program perbaikan gizi anak balita oleh pemerintah setempat guna memperbaiki kecukupan energi dan zat gizi balita.
HUBUNGAN PARTISIPASI IBU BALITA DI POSYANDU DENGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU GIZI IBU BALITA SERTA STATUS GIZI BALITA DI KECAMATAN TAMANSARI, KABUPATEN BOGOR
TAGOR SYAPUTRA HALOMOAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul
: Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Status Gizi Balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor.
Nama
: Tagor Syaputra Halomoan
NIM
: I14080009
Menyetujui
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc
Yayat Heryatno, SP, MPS
NIP. 19590725 198609 1 001
NIP. 19690112 199601 1 003
Mengetahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi sarjana yang berjudul “Hubungan Partisipasi Ibu Balita di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu Balita serta Tingkat Kecukupan Zat Gizi Balita di Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, doa, semangat, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Kedua orang tua penulis, H. Hasyiruddin S.Sos dan Hj. Elvi Fitriani yang telah memberikan doa, semangat, nasihat, motivasi dan pengorbanan serta kasih sayang kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir Dadang Sukandar, M.Sc dan Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa sabar dalam memberikan bimbingan, motivasi, perhatian dan semangat kepada penulis. 3. Dr.Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu dan dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis. 4. Saudara penulis, Fitri Alanri S.Kep, Marissa Novi Rumondang, Imam Hidayat, Ilham Ramadan, Iqbal Zubair beserta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat dan doanya. 5. Mbak Wiwi, mbak Okta, mbak Iin, dan mbak Ryan atas semangat, bantuan, dan motivasi untuk perjuangan yang luar biasa ini. 6. Rika Ameliana Harahap yang telah memberikan motivasi, semangat, perhatian, dan doa kepada penulis. 7. Sahabat-sahabat tercinta Rahman Setiawan, Nazhif Gifari, Didik Toro, Didik Tryascipta, Pratiwi AP, Lina Aminah, Deby NP, Desiani RP, Ayu Ashari, Hilda Safitri, Guslina, Leman, dan Hariman atas dukungan, semangat, dan kebersamaannya. 8. Teman-teman seperjuangan GM45 (Onion Skin) beserta seluruh pihak yang selama ini telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat, baik bagi penulis sendiri maupun bagi para pembaca.
Bogor, Oktober 2012
Tagor Syaputra Halomoan
RIWAYAT HIDUP Penulis dengan nama lengkap Tagor Syaputra Halomoan Nasution dilahirkan di Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada tanggal 5 April 1990 silam. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan H. Hasyiruddin S.Sos dan Syahrida Harahap. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1996 sampai dengan tahun 2002 di SD Negeri 15 Padangsidimpuan, Sumatera Barat. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Padangsidimpuan, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2005 Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Padangsidimpuan, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2008. Penulis mengawali pendidikan sebagai mahasiswa pada tahun 2008 di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis di IPB terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan mayor Ilmu Gizi. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif ikut dalam berbagai organisasi kemahasiswaan antara lain; (ECOAGRIFARMA) 2010, (HIMAGIZI) 2011, dan omda IMATAPSEL 2008/2012. Penulis juga aktif di beberapa kepanitiaan, antara lain; Open House tahun 2009, MPKMB tahun 2009, Nutrition Fair tahun 2010, Musyawarah Nasional
(MUNAS)
IV
ILMAGI
tahun
2011,
Seminar
Gizi
Nasional
(SENZATIONAL) tahun 2011, dan lain-lain. Selain itu penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah, antara lain; Dasar-dasar Komunikasi, Pendidikan Gizi, dan Ilmu Bahan Makanan. Penulis juga pernah melakukan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi tahun 2012. Penulis juga aktif sebagai tentor matematika di Primagama Quantum Kids (PQK). Prestasi yang pernah diraih penulis, yaitu lolos pendanaan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) di bidang penelitian dan pemberdayaan masyarakat pada tahun 2011. Penulis juga mendapatkan beasiswa Charonpokphan pada tahun 2010/2011. Penulis juga Juara satu Espent (cabang futsal) tahun 2010, Juara dua Espent (cabang futsal) tahun 2011, Juara satu lomba lari estafet Liga Gizi Masyarakat (LIGIMA) tahun 2011, Juara dua turnamen futsal Liga Gizi Masyarakat (LIGIMA) tahun 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
i iii iv v
PENDAHULUAN .......................................................................................... Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan...................................................................................................... Tujuan Umum .......................................................................................... Tujuan Khusus ......................................................................................... Hipotesis .................................................................................................. Kegunaan.................................................................................................
1 1 3 3 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ Posyandu ................................................................................................. Besar Keluarga ........................................................................................ Pendapatan Keluarga............................................................................... Umur ....................................................................................................... Pendidikan ............................................................................................... Pekerjaan................................................................................................. Partisipasi Ibu Balita di Posyandu ............................................................ Pengetahuan Gizi Ibu balita ..................................................................... Sikap Gizi Ibu Balita ................................................................................ Perilaku Gizi Ibu Balita ............................................................................. Konsumsi Pangan dan Zat Gizi Balita ...................................................... Status Gizi Balita dan Pengukurannya .....................................................
5 5 6 7 7 7 8 8 9 9 9 10 11
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................
13
METODE PENELITIAN ................................................................................ Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian .................................................... Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh.................................................... Jenis dan Cara Pengambiilan Data .......................................................... Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. Definisi Operasional .................................................................................
15 15 15 15 16 22
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... Karakteristik Keluarga dan individu balita ................................................. Besar Keluarga.................................................................................. Pendapatan Keluarga........................................................................ Umur ................................................................................................. Pendidikan ........................................................................................ Pekerjaan .......................................................................................... Karakteristik Balita ................................................................................... Jenis Kelamin.................................................................................... Umur ................................................................................................ Partisipasi Ibu Balita di Posyandu ............................................................ Frekuensi Kunjungan ke Posyandu ................................................... Motivasi Kunjungan ke Posyandu...................................................... Pelaksanaan Posyandu.....................................................................
24 24 28 28 28 29 30 31 32 32 32 33 34 36 39
ii
Persepsi Tentang Posyandu.............................................................. Pengetahuan Gizi Ibu Balita ..................................................................... Sikap Gizi Ibu Balita ................................................................................ Perilaku Gizi Ibu Balita ............................................................................. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita ......................................... Energi................................................................................................ Protein............................................................................................... Kalsium ............................................................................................. Phosfor.............................................................................................. Besi ................................................................................................... Vitamin A........................................................................................... Vitamin B1......................................................................................... Vitamin C........................................................................................... Status Gizi balita ...................................................................................... Analisis Antar Variabel .............................................................................
42 46 48 50 52 52 53 53 54 54 54 54 55 55 58
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ Kesimpulan .............................................................................................. Saran .......................................................................................................
62 62 62
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
64
LAMPIRAN...................................................................................................
67
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Indikator tingkat kemandirian posyandu .................................................
5
2
Angka kecukupan energi (AKE) dan protein (AKP) anak .......................
11
3
Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB......................
12
4
Data primer dan cara pengumpulannya .................................................
16
5
Pengkategorian variabel penelitian ........................................................
19
6
Luas tanah dan pola pemanfaatannya ...................................................
25
7
Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin............
25
8
Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan Tamansari Tahun 2011.............................................................................................
27
Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga ......................................
28
10 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga ............................
29
11 Sebaran ibu balita berdasarkan umur .....................................................
29
12 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan.................................
30
13 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan......................................
31
14 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin...............................................
32
15 Sebaran balita berdasarkan umur ...........................................................
33
16 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat partisipasi di posyandu ..............
33
17 Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan balita ke Posyandu dalam tiga bulan terakhir....................................................................................
34
18 Sebaran ibu balita berdasarkan rencana kunjungan ke Posyandu hingga balita berusia lima tahun..............................................................
35
19 Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke Posyandu ........
36
20 Sebaran ibu balita yang langsung mengantarkan anaknya ke Posyandu
36
21 Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang tidak mendukung ibu balita ke Posyandu.........................................................
37
22 Sebaran ibu balita berdasarkan tiga alasan mengunjungi posyandu.......
38
23 Sebaran ibu balita berdasarkan motivasi kunjungan ke posyandu ..........
39
24 Sebaran ibu balita yang memberikan sumbangan dana ke posyandu.....
39
25 Sebaran ibu balita yang pernah memberikan bantuan PMT ke posyandu
40
26 Sebaran ibu balita yang memiliki KMS untuk anak..................................
40
27 Sebaran ibu balita berdasarkan pelaksanaan posyandu .........................
41
28 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pentingnya posyandu bagi ibu ....
42
29 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pelayanan posyandu...................
42
30 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kelengkapan sarana posyandu ...
43
9
iv
31 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kegiatan dalam Posyandu yang masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya ......................................
44
32 Sebaran ibu balita mengenai persepsi tentang kader posyandu .............
45
33 Sebaran ibu balita berdasarkan persepsi tentang posyandu ...................
46
34 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan mengenai pengetahuan gizi ibu balita .....................................................
47
35 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu balita ........
48
36 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban mengenai pernyataan sikap gizi ibu balita ..........................................................................................
49
37 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat sikap gizi ...................................
50
38 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban ya mengenai pernyataan perilaku gizi ibu ......................................................................................
51
39 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat perilaku gizi ...............................
52
40 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein .........
52
41 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral .......
53
42 Rata-rata AKG, konsumsi, dan TKG balita..............................................
55
43 Sebaran status gizi balita menurut BB/U.................................................
56
44 Sebaran status gizi balita menurut TB/U .................................................
56
45 Sebaran status gizi balita menurut BB/TB...............................................
57
46 Nilai loading factor,standar error, dan T-value untuk semua manifest .....
61
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian..................................................................
14
2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian ..............................
20
3 Model Persamaan Struktural (SEM) penelitian.........................................
58
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kuesioner penelitian .................................................................................
68
2 Hasil uji statistik ........................................................................................
75
3 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita ..........................................
79
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa salah satunya ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, dan kesehatan yang prima disamping penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk menjamin ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas, sangat dibutuhkan asupan gizi yang seimbang sedini mungkin, yaitu semenjak janin masih dalam kandungan. Keadaan gizi yang tidak baik pada usia balita akan berlanjut pada gangguan pertumbuhan dan kecerdasan otak pada anak usia sekolah, gizi kurang pada usia produktif, dan munculnya penyakit degeneratif. Banyaknya anak yang berstatus gizi kurang mencerminkan masalah yang besar pada sumber daya manusia di Indonesia. Menurut Hardinsyah & Martianto (1988), status gizi merupakan salah satu petunjuk untuk menilai kualitas sumberdaya manusia, dan perilaku konsumsi pangan seseorang akan menentukan status gizi orang tersebut. Status gizi yang baik dapat menghasilkan generasi yang sehat, kuat, dan cerdas. Selain itu, dengan meningkatnya status gizi, akan meningkatkan produktifitas kerja sehingga akan meningkatkan kualitas perekonomian bagi masyarakat dan negara. Balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rawan gizi, sehingga status gizi balita dapat digunakan untuk mencerminkan status gizi masyarakat (Suhardjo & Riyadi 1990). Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, prevalensi gizi buruk dan kurang di Provinsi Jawa Barat adalah 15%, sedangkan di Kabupaten Bogor terdapat 3,4% balita berstatus gizi buruk, 12,5% berstatus gizi kurang, 80,9% berstatus gizi baik, dan 3,2% berstatus gizi lebih menurut indeks BB/U. Sedangkan menurut indeks TB/U sebanyak 14,8% balita berstatus gizi sangat pendek, 16,9% berstatus gizi pendek, dan 68,3% berstatus gizi normal. Prevalensi balita sangat pendek dan pendek di Jawa Barat adalah 35,4%. Menurut indeks BB/TB, sebanyak 3,9% balita berstatus gizi sangat kurus, 5,4% balita berstatus gizi kurus, 81,9% berstatus gizi normal, dan 8,9% balita berstatus gizi gemuk. Secara umum, prevalensi balita kurus dan sangat kurus di Provinsi Jawa Barat adalah 9%, dan sudah berada di bawah batas kondisi yang di anggap serius (10%).
2
Soekirman (2000) menyatakan bahwa kurang gizi selain terjadi karena kondisi negara yang sedang krisis, juga timbul karena beberapa lembaga sosial yang ada di masyarakat kurang berfungsi dengan baik, salah satunya yaitu posyandu. Posyandu sebagai salah satu Pusat Pemulihan gizi (PPG) memegang peranan cukup besar dalam kegiatan penanggulangan gizi buruk dan gizi kurang. Posyandu merupakan pelayanan kesehatan paling dini yang diterima masyarakat khususnya balita sebelum ke puskesmas atau ke rumah sakit. Posyandu memiliki posisi strategis sebagai penyedia layanan kesehatan paling dekat dengan masyarakat, bahkan amat vital dalam meningkatkan pengetahuan serta kesadaran masyarakat akan arti penting dan urgensinya kesehatan. Keberadaan posyandu dalam masyarakat memegang peranan penting, namun masih banyak anggota masyarakat yang belum memanfaatkannya secara maksimal. Penurunan partisipasi masyarakat dalam upaya kesehatan tersebut salah satunya dapat dilihat dari pemanfaatan posyandu oleh keluarga yang mempunyai anak balita, yaitu perbandingan antara jumlah anak balita yang dibawa ke posyandu dengan jumlah anak balita seluruhnya dalam satu wilayah kerja posyandu proporsinya masih rendah. Adapun standar pelayanan minimal untuk D/S adalah 80% (Depkes RI 2005). Menurut hasil penelitian, cakupan penimbangan ada kaitannya dengan faktor internal ibu balita seperti : tingkat pendidikan ibu balita, tingkat pengetahuan ibu balita, umur balita, status gizi balita (Yamroni 2003), di samping itu juga berkaitan dengan jarak posyandu (Masnuchaddin 1992) serta peran petugas kesehatan, tokoh masyarakat, kader posyandu (Hutagalung 1992). Masalah lain yang berkaitan dengan kunjungan di posyandu antara lain dana operasional dan sarana prasarana untuk menggerakkan kegiatan posyandu, tingkat pengetahuan kader, dan kemampuan petugas dalam pemantauan pertumbuhan dan konseling, tingkat pemahaman keluarga dan masyarakat akan manfaat posyandu serta pelaksanaan pembinaan kader (Profil Kesehatan Indonesia 2009). Keberhasilan posyandu sangat dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat (kader Posyandu, pengguna posyandu, dan tokoh masyarakat), peran petugas Puskesmas dan
KB, serta peran sektor lainnya. Partisipasi ibu balita dalam
upaya perbaikan status gizi anak merupakan kunci utama dari keberhasilan suatu posyandu. Menurut Marjanka et al. (2002), partisipasi ibu di posyandu sangat mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak. Ibu yang
3
sering membawa anaknya ke posyandu sesuai jadwal yang ditetapkan mencerminkan bahwa ibu sadar akan kesehatan dan umumnya anak tersebut lebih sehat yang ditunjukkan dengan status gizi yang baik. Melalui kegiatan di posyandu, pemantauan oleh ibu terhadap status gizi dan kesehatan anak dapat dilakukan dengan baik. Ibu juga dapat memanfaatkan posyandu sebagai sumber informasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam hal gizi dan kesehatan. Mengacu pada pentingnya pelayanan posyandu untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan balita, maka perlu ditinjau kembali bagaimana tingkat partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizinya, serta status gizi balita. Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji hubungan partisipasi ibu balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengkaji karakteristik sosial ekonomi keluarga, ibu dan balita. 2. Mengkaji partisipasi ibu balita di posyandu. 3. Mengkaji pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita. 4. Mengkaji tingkat kecukupan gizi balita. 5. Mengkaji status gizi balita. 6. Menganalisis
hubungan
antara
partisipasi
ibu
balita
di
posyandu,
pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, serta status gizi balita. Hipotesis 1. Partisipasi ibu balita di posyandu berhubungan dengan tingkat pengetahuan gizi ibu balita, sikap, dan perilaku gizi ibu balita. 2. Pengetahuan gizi ibu balita berhubungan dengan sikap dan perilaku gizi ibu balita. 3. Sikap dan perilaku gizi ibu balita berhubungan dengan status gizi balita.
4
Kegunaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai hubungan partisipasi ibu balita di posyandu dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita serta status gizi balita di Kecamatan Tamansari, Kabupaten
Bogor.
Hal
ini
diharapkan
dapat
meningkatkan
kesadaran
masyarakat, khususnya ibu-ibu akan pentingnya membawa balita ke posyandu. Selain itu, bagi pemerintah dan sektor terkait dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam menyusun kebijakan program, terutama terkait bidang kesehatan demi meningkatkan partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan,sikap,dan perilaku gizi ibu, yang selanjutnya untuk mencapai status gizi baik pada balita.
5
TINJAUAN PUSTAKA Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Posyandu merupakan salah satu bentuk kegiatan dari Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD), dimana masyarakat antara lain melalui kader-kader yang terlatih dibidang kesehatan menyelenggarakan 5 (lima) program prioritas secara terpadu pada suatu tempat dan waktu yang telah ditentukan dengan bantuan pelayanan dari petugas Puskesmas. Sasaran dalam pelayanan kesehatan di Posyandu adalah bayi (usia kurang dari 1 tahun), anak balita (usia 1-5 tahun), ibu hamil, ibu menyusui dan wanita PUS (pasangan usia subur) (Depkes RI 1986). Secara umum tujuan penyelenggaraan posyandu adalah mempercepat penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), anak balita dan angka kelahiran; mempercepat penurunan AKI (Angka Kematian Ibu ), ibu hamil dan ibu nifas; mempercepat diterimanya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS); meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai kebutuhan; meningkatkan daya jangkau pelayanan kesehatan (Depkes RI 2006). Program
kegiatan
yang
dilakukan
di
posyandu,
yang
sekaligus
masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan antara lain mencakup: keluarga berencana (KB), kesehatan ibu dan anak, imunisasi, peningkatan gizi dan penanggulangan diare (Sembiring 2004). Berdasarkan Depkes RI (2006), posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat yaitu, Posyandu Pratama, Posyandu Madya, Posyandu Purnama, dan Posyandu Mandiri. Secara sederhana indikator untuk tiap peringkat Posyandu dapat diuraikan sebagai berikut : Tabel 1 Indikator tingkat kemandirian posyandu No 1 2 3 4 5 6 7 8
Indikator Frekuensi Penimbangan Rerata Kader Tugas Rerata Cakupan D/S Cakupan Kumulatif KIA Cakupan Kumulatif KB Cakupan Kumulatif Imunisasi Program Tambahan Cakupan Dana Sehat
Pratama < 8 kali < 5 kali < 50% < 50% < 50% < 50% (-) < 50%
Madya = 8 kali = 5 orang < 50% < 50% < 50% < 50% (-) < 50%
Purnama = 8 kali = 5 orang = 50% = 50% = 50% = 50% (+) < 50%
Mandiri = 8 kali = 5 orang = 50% = 50% = 50% = 50% (+) = 50%
Posyandu Pratama adalah posyandu yang belum mantap, yang ditandai oleh kegiatan bulanan posyandu belum terlaksana secara rutin serta jumlah kader terbatas, yaitu kurang dari 5 orang. Penyebab tidak terlaksananya kegiatan
6
rutin bulanan posyandu, disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum siapnya masyarakat. Posyandu Madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima kegiatan utamanya masih rendah yaitu < 50%. Posyandu Purnama adalah posyandu yang sudah melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan utamanya > 50% serta mampu menyelenggarakan
program
tambahan
dan
telah
memperoleh
sumber
pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas, yaitu kurang dari 50% KK di wilayah kerja posyandu. Posyandu Mandiri adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang bertempat tinggal di wilayah kerja posyandu. Menurut Zulkifli (2003), di dalam posyandu dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja, yaitu: pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS, penyuluhan perorangan berdasarkan KMS, dan pelayanan KB dan Kesehatan. Petugas pada Meja 1 s/d 4 dilaksanakan oleh kader posyandu, sedangkan Meja V merupakan meja pelayanan paramedis (Bindes, perawat, dan petugas KB). Karakteristik Keluarga Besar keluarga Besar keluarga menurut BKKBN tahun 1998 adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-7 orang), dan keluarga besar (≥ 8 orang). Anak-anak yang sedang tumbuh dari keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap status gizi kurang di antara semua anggota keluarga. Anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Situasi ini sering terjadi jika besar keluarga bertambah yang menyebabkan pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orang tua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sedang tumbuh
7
memerlukan pangan yang relatif tinggi daripada golongan yang lebih tua (Suhardjo 1989). Pendapatan keluarga Sumarwan (2002) menyatakan bahwa pendapatan keluarga merupakan besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh dari seluruh anggota keluarga. Tingkat pendapatan seseorang mempengaruhi partisipasi, karena seseorang yang pendapatannya tinggi dapat menyumbangkan sebagian pendapatannya untuk melancarkan kegiatan yang sedang dilakukan. Tingkat pendapatan keluarga juga dapat menurunkan atau meningkatkan partisipasi sesuai pertimbangan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan (Sunyoto 1991). Apabila pendapatan tinggi, pola konsumsi pangan akan semakin beragam, serta akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi (Soekirman 2000). Karakteristik Ibu Balita Umur Menurut Kotler (2002), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam menerima informasi baru adalah umur. Kelompok umur dewasa dibedakan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (4060 tahun), dan dewasa lanjut (> 60 tahun) (Hurlock 1980). Sunyoto (1991) mengemukakan bahwa seseorang yang berumur relatif muda cenderung lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru, sedangkan orang yang termasuk golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang bersifat baru. Pendidikan Salah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh adalah faktor pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam proses tumbuh kembang anak. Campbel (2002) menyatakan bahwa pendidikan formal sangat penting karena dapat membentuk pribadi dengan wawasan berpikir yang lebih baik. Semakin tinggi tingkat pendidikan formal akan semakin luas wawasan berpikirnya, sehingga akan lebih banyak informasi yang diserap. Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak, karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap perawatan kesehatan, hygiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003).
8
Tingkat pendidikan juga mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang
baru. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal yang baru yang ada di sekitarnya serta semakin bagus pula pengetahuan yang dimiliki (Hidayat 2004). Pekerjaan Hardinsyah dan Suhardjo (1987) menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan berhubungan dengan jenis pekerjaan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan semakin besar. Menurut Suhardjo (1989), kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu. Partisipasi Ibu Balita di Posyandu Menurut Hardjono (2000), partisipasi didefenisikan sebagai mengetahui apa yang dibutuhkan, ikut memikirkan dan merencanakan langkah-langkah yang akan dikerjakan, ikut berupaya dalam pelaksanaan, ikut menilai keberhasilan serta ikut menikmati hasil pembangunan. Pada hakekatnya, partisipasi bertitik pangkal dari sikap dan perilaku. Melibatkan masyarakat dalam upaya pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, harus dilakukan atas dasar kemauan masyarakat sendiri. Apabila rasa tanggung jawab dan rasa memilki tidak ada, masyarakat hanya akan berperan sebagai objek yang pasif atau sebagai penonton yang pasif. Madanijah dan Triana (2007) mengelompokkan partisipasi ibu balita di posyandu menjadi empat kelompok, yaitu dilihat dari kehadiran, keaktifan, penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS), dan upaya pengembangan Posyandu, seperti bantuan dana, sarana, tenaga, dan waktu serta pemberian makanan atau PMT. Kehadiran ibu balita sangat mempengaruhi tingkat partisipasi ibu dalam kegiatan posyandu. Menurut Kasmita (2000), tingkat partisipasi masyarakat di suatu wilayah dapat diukur dengan melihat perbandingan antara jumlah anak balita di daerah posyandu (S) dan jumlah balita yang ditimbang (D) pada setiap jadwal yang ditentukan. Partisipasi ibu dalam kegiatan posyandu dapat dilihat dari keaktifan ibu dalam pelaksanaan posyandu di luar dan di dalam jadwal posyandu, meliputi keikutsertaan ibu dalam penimbangan anaknya ke posyandu dan keikutsertaan ibu untuk menggerakkan masyarakat agar ikut serta dalam kegiatan posyandu.
9
Pengetahuan Gizi Ibu Balita Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit, dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat (Notoatmodjo 1993). Menurut Sajogjo et al. (1994), secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balita, sehingga keadaan gizinya terjamin. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal di sekolah atau secara tidak langsung mendapatkannya dengan cara melihat atau mendengar. Seseorang dapat memperoleh pengetahuan gizi melalui berbagai sumber seperti buku-buku pustaka, majalah, televisi, radio, surat kabar dan orang lain (suami, teman, tetangga, ahli gizi, dokter, dan lain-lain) (Khomsan et al. 2009). Menurut Moehdji (1986), sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu, dan mengatur makanan anak. Tetapi pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linear, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga belum tentu konsumsi makanan menjadi baik. Sikap Gizi Ibu Balita Sikap seseorang terhadap suatu objek selalu berperanan sebagai perantara antara respon dan objek yang bersangkutan. Respon diklasifikasikan dalam tiga macam, yaitu respon kognitif (respon perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini), respon afektif (respon syaraf simpatetik dan pernyataan afeksi), serta respon perilaku atau konatif (respon berupa tindakan dan pernyataan mengenai perilaku). Masing-masing klasifikasi respon ini berhubungan dengan ketiga komponen sikapnya. Dengan melihat salah satu saja di antara ketiga bentuk respon tersebut sikap seseorang sudah dapat diketahui. Walaupun begitu, deskripsi lengkap mengenai sikap individu tetap harus diperoleh dengan melihat ketiga macam respon secara lengkap (Azwar 2009). Perilaku Gizi Ibu Balita Menurut Notoatmojdo (2010) perilaku adalah suatu kegiatan organism atau makhluk hidup yang bersangkutan. perilaku terbentuk di dalam diri
10
seseorang dari dua faktor utama, yaitu rangsangan yang merupakan faktor dari luar diri seseorang (faktor eksternal) seperti lingkungan baik fisik maupun nonfisik serta respon yang merupakan faktor dalam diri seseorang (faktor internal). Faktor eksternal yang paling besar peranannya dalam membentuk perilaku adalah faktor non-fisik berupa sosial budaya dimana seseorang berada. Sedangkan faktor internal yang menentukan seseorang merespon stimulus dari luar adalah perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, dan sebagainya. Konsumsi Pangan dan Gizi Balita Zat gizi adalah zat atau unsur kimia yang terkandung dalam pangan yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Manusia memerlukan zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan kesehatannya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi pangan harus mencukupi kebutuhan tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh dan pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Hardinsyah & Martianto 1992). Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun makan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu, sedangkan konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya (Supriatin 2004). Tahap awal dari kekurangan gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang berkurang akan berdampak terhadap kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua kriteria untuk menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein. Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging, telur, dan susu (Hardinsyah & Martianto 1992). Angka kecukupan gizi (AKG) dapat digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi individu. Basis dari AKG adalah kebutuhan (Estimated Average Requirement). Untuk mengetahui kecukupan gizi anak balita digunakan AKG tahun 2004, yang disajikan pada tabel 2. Kecukupan zat gizi tersebut dianjurkan untuk dipenuhi dari konsumsi pangan anak balita setiap harinya.
11
Tabel 2 Angka kecukupan energi (AKE) dan protein (AKP) anak Golongan Berat badan Tinggi badan usia (kg) (cm) 0-6 bulan 6 60 7-11 bulan 8.5 71 1-3 tahun 12 90 4-6 tahun 18 110 7-9 tahun 25 120 Sumber: Hardinsyah dan Tambunan (2004)
AKE (kkal/kap/hari) 550 650 1000 1550 1800
AKP (gr/kap/hari) 10 16 25 39 45
Status Gizi Balita Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan (Riyadi 1995). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zatzat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier 2001). Komponen penilaian status gizi, meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri, serta data psikososial. Antropometri erat kaitannya dengan status gizi terutama pada masa pertumbuhan (Jahari 1995 dalam Briawan 2005). Antropometri paling sesuai digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, daripada pengukuran secara klinis dan biokimia yang mahal dan sulit dilakukan. Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Jellife dan Jellife 1989). Gibson (2005) menyatakan bahwa pengukuran antropometri digunakan secara luas dalam penelitian status gizi, terutama apabila terjadi ketidakseimbangan kronis antara intake energi dan protein. Selain itu juga dapat mendeteksi tingkat masalah gizi yang dialami. Pada anak-anak indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) dan tinggi badan menurut umur (TB/U). Indeks antropometri dapat dinyatakan dalam istilah z-score, persentil atau persen terhadap median dengan menggunakan baku antropometri WHO 2006 (Depkes 2009). Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun, indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan tidak hanya dipengaruhi oleh umur saja tetapi juga oleh tinggi badan (TB). Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan indikator BB/TB menggambarkan status gizi saat ini secara sensitif dan spesifik.
12
Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan BB/U, TB/U, dan BB/TB Indikator Berat badan menurut umur (BB/U)
Status gizi Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih Tinggi badan menurut umur Sangat pendek (TB/U) Pendek Normal Tinggi Berat badan menurut tinggi Sangat kurus badan (BB/TB) Kurus Normal Gemuk Sumber: Departemen Kesehatan RI (2009)
keterangan z-score <-3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z -score ≤ +2 z-score > +2 z-score < -3 -3 ≤ z -score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2 z-score > +2 z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z -score ≤ +2 z-score > +2
13
KERANGKA PEMIKIRAN Balita merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang. Oleh karena itu, pembangunan kesehatan juga difokuskan pada golongan usia balita, salah satunya melalui pelayanan dasar gizi dan kesehatan di posyandu. Keberadaan posyandu diharapkan dapat mempercepat upaya perbaikan status gizi dalam menurunkan angka kematian balita serta prevalensi gizi kurang dan gizi buruk. Selain itu, posyandu juga dapat menyediakan informasi mengenai pentingnya hidup sehat bagi keluarga-keluarga di Indonesia, demi mewujudkan Indonesia sehat. Sebagai suatu sistem pelayanan dasar kesehatan yang berasal dari masyarakat, untuk masyarakat,dan oleh masyarakat, posyandu membutuhkan dukungan dari masyarakat, salah satunya adalah partisipasi masyarakat. Partisipasi
masyarakat
mempunyai
peran
penting
dalam
keberhasilan
pembangunan, termasuk pembangunan kesehatan. Keberhasilan posyandu dalam menanggulangi berbagai masalah gizi, sangat dipengaruhi partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu. Partisipasi ibu balita di posyandu sangat mempengaruhi pertumbuhan kesehatan dan status gizi anak. Ibu yang sadar dan tahu betapa pentingnya menjaga pertumbuhan kesehatan anaknya, akan sering membawa anaknya ke posyandu sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan. Partisipasi ibu balita di posyandu sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan,sikap, dan perilaku gizi ibu balita. Hal ini disebabkan ibu balita di posyandu selalu diberi penyuluhan tentang gizi oleh kader atau petugas kesehatan. Pengetahuan gizi ibu balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, pendidikan, dan pekerjaan ibu. Sementara itu, faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu adalah karakteristik keluarga, karakteristik balita, akses ke posyandu, kader posyandu dan tokoh masyarakat. Peningkatan pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu diharapkan dapat memperbaiki tingkat kecukupan konsumsi zat gizi balita sehingga balita memiliki status gizi yang optimal. Secara ringkas kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
14
Karakteristik Keluarga
Besar keluarga Pendapatan keluarga Umur ibu Pendidikan ibu Pekerjaan ibu
Akses ke Posyandu
Karakteristik balita
Umur Jenis kelamin
Partisipasi Ibu Balita di Posyandu
Kader Posyandu & Tokoh Masyarakat
Pengetahuan Gizi Ibu Balita
Sikap Gizi Ibu
Perilaku Gizi Ibu
Balita
balita
Tingkat Kecukupan Gizi Balita
Status Gizi Balita
Status kesehatan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Keterangan: : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
15
METODE PENELITIAN Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional study. Lokasi penelitian bertempat di Desa Sukajadi, Sukaresmi, Sukaluyu, dan Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang berjudul “a Multi-Approach Intervention to Empower Posyandu Nutrition Program to Combat Malnutrition Problem in Rural Areas”. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut sebagian besar sosial ekonomi penduduknya tergolong menengah ke bawah, serta terdapat posyandu yang memiliki ibu balita dan balita yang terdaftar sebagai pengguna posyandu di desa tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2012. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah ibu balita yang dipilih secara purposive, dengan kriteria: (1) mempunyai balita (laki-laki atau perempuan berumur 0-60 bulan), (2) terdaftar sebagai pengguna Posyandu, (3) bersedia untuk diwawancarai. Masing-masing desa diambil 30 orang, sehingga secara keseluruhan jumlah contoh dalam penelitian ini adalah sebanyak 120 ibu balita dan anak balita. Penentuan jumlah contoh pada masing-masing desa berdasarkan pertimbangan kemudahan dalam mengkoordinir contoh pada saat pengambilan data serta sulitnya mencari contoh yang mau berpartisipasi pada penelitian ini. Jenis dan Cara Pengambilan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan menggunakan kuisioner. Data primer meliputi karakteristik keluarga dan individu contoh (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga), karakteristik balita ( jenis kelamin dan umur ), partisipasi ibu balita di posyandu, pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita, konsumsi pangan balita, serta status gizi balita. Data sekunder diperoleh dari kantor kecamatan. Data sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian.
16
Tabel 4 Data primer dan cara pengumpulannya No 1
2 3
4
5 6
Data Karakteristik sosial ekonomi keluarga
Variabel Besar keluarga pendapatan keluarga Umur ibu Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Umur Jenis kelamin Frekuensi kunjungan Motivasi kunjungan Pelaksanaan posyandu 4. Persepsi posyandu Pengetahuan, sikap, dan Berupa pertanyaan perilaku gizi ibu balita mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita Recall konsumsi pangan Konsumsi pangan balita balita (2x24 jam) Status gizi balita Berat badan dan panjang badan balita 1. 2. 3. 4. 5. Karakteristik individu balita 1. 2. Partisipasi ibu balita di 1. posyandu 2. 3.
Cara pengumpulan data Wawancara menggunakan kuesioner
Wawancara menggunakan kuesioner Wawancara menggunakan kuesioner
Wawancara menggunakan kuesioner
Wawancara menggunakan kuesioner pengukuran antropometri balita
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data Pengolahan data meliputi editing, coding, entry, cleaning, dan analisis data yang dilakukan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 for windows, Statistical Product and Service Solution (SPSS) for Windows versi 16.0 dan Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.3. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan statistik inferensia yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Data karakteristik keluarga dan individu contoh meliputi besar keluarga, pendapatan keluarga, umur contoh, tingkat pendidikan contoh, dan pekerjaan contoh. Umur dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun) (Hurlock 1980). Tingkat pendidikan formal dikelompokkan berdasarkan data sebaran, yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi. Jenis pekerjaan ayah dikelompokkan menjadi petani, pedagang, buruh tani, buruh nontani, jasa, dan lain-lain. Sedangkan jenis pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi petani, pedagang, buruh tani, buruh non-tani, jasa, IRT/tidak bekerja. Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5 -7 orang), besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1993).
17
Pendapatan keluarga diperoleh dengan menjumlahkan pendapatan seluruh anggota keluarga, baik dari hasil pekerjaan utama, maupun pekerjaan tambahan selama satu bulan, yang dibagi dengan jumlah anggota keluarga dan dinyatakan dalam satuan Rp/kapita/bulan. Hasil tersebut kemudian dikategorikan menjadi dua kategori berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS 2011),
yaitu
miskin
(
dan
tidak
miskin
(≥Rp209.777/kapita/bulan). Data karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin. Umur balita dikelompokkan menjadi kelompok umur ≤5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Variabel analisis partisipasi ibu balita dikelompokkan ke dalam empat aspek, yaitu frekuensi kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu, pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu. Penilaian partisipasi ibu balita di posyandu berdasarkan kemampuan ibu balita dalam menjawab berbagai pertanyaan terkait empat aspek tersebut. Skor partisipasi ibu balita dihitung berdasarkan persentase terhadap skor maksimal. Selanjutnya partisipasi ibu balita di posyandu dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Kategori rendah apabila skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan kategori baik apabila skor yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan 2000). Pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita dinilai berdasarkan kemampuan ibu balita dalam menjawab berbagai pertanyaan tentang gizi. Penilaian dilakukan dengan cara menjumlahkan skor jawaban dari setiap pertanyaan dengan kriteria. Penilaian jawaban pengetahuan gizi, yaitu skor 1=benar dan skor 0=salah. Penilaian jawaban sikap gizi, yaitu skor 2=setuju, skor 1=ragu-ragu, dan skor 0=tidak setuju, atau sebaliknya skor 0=setuju, skor 1=ragu-ragu, dan skor 2=tidak setuju tergantung dari pertanyaan yang diajukan. Penilaian jawaban perilaku gizi ada beberapa model, yaitu skor 1=ya, skor 2=kadang-kadang, skor 0=tidak pernah, atau sebaliknya skor 0=ya, skor 1=kadang-kadang, skor 2=tidak pernah, dan ada juga skor 2=ya, skor 0=tidak.
18
Pemakaian skor tergantung pertanyaan yang diberikan. Kemudian skor yang diperoleh dibandingkan dengan skor maksimal. Kategori rendah apabila skor yang diperoleh < 60% dari skor maksimal, kategori sedang apabila skor yang diperoleh antara 60-80% dari skor maksimal, dan kategori baik apabila skor yang diperoleh > 80% dari skor maksimal (Khomsan 2000). Kandungan zat gizi dari suatu jenis pangan dihitung dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994):
KGij= (Bj/100)xGijx(BDDj/100)
Keterangan: KGij Bj Gij BDDj
: jumlah zat gizi idari setiap jenis pangan j : berat pangan j (gram) : kandungan zat gizi I dari pangan j : persen jumlah pangan j yang dapat dimakan
Tingkat konsumsi gizi dapat diperoleh dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994):
TKGi= (Ki/AKGi)x100%) Keterangan: TKGi Ki AKGi
: tingkat konsumsi gizi i : konsumsi gizi i : kecukupan gizi i yang dianjurkan
Status gizi balita ditentukan melalui suatu perhitungan statistik dengan menghitung angka nilai hasil penimbangan dibandingkan dengan angka ratarata atau median dan standar deviasi dari suatu angka acuan standar WHO. Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai Z-skor adalah (Supariasa et al. 2001): nilai individu subjek – nilai median baku rujukan Z-skor = nilai simpangan baku rujukan Adapun ringkasan pengkategorian variabel dan batasan nilai yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut.
19
Tabel 5 Pengkategorian variabel penelitian No 1
Variabel Karakteristik keluarga Besar keluarga (Hurlock 1993) Pendapatan keluarga (BPS 2010) Umur (Hurlock 1980)
Pendidikan
Pekerjaan
2
1. Kecil 2. Sedang 3. Besar 1. Miskin 2. Tidak miskin 1. Dewasa dini 2. Dewasa Madya 3. Dewasa lanjut 1. Tidak tamat SD 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat 4. SMA/sederajat 5. Perguruan Tinggi 1. Petani 2. Pedagang 3. Buruh tani 4. Buruh non tani 5. Jasa 6. Ibu rumah tangga 7. lain-lain
Batas nilai ≤ 4 orang 5-7 orang ≥ 8 orang
60 tahun -
Karakteristik balita Jenis kelamin
Umur
3
Partisipasi ibu balita di Posyandu (Interval kelas)
4
Pengetahuan, sikap, dan perilaku gizi ibu balita (Khomsan 2000)
5
Tingkat konsumsi energi dan protein (Depkes 1996, diacu dalam Rahmawati et al. 2001)
6
Tingkat konsumsi vitamin dan mineral (Gibson 2005)
7
Kategori
Status gizi balita (WHO 2007) 1. BB/U
2. TB/U
3. BB/TB
1. Laki-laki 2. Perempuan
-
1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Kurang 2. Sedang 3. Baik 1. Defisit tingkat berat 2. Defisit tingkat sedang 3. Defisit tingkat ringan 4. Normal 5. Di atas AKG 1. Defisit 2. Normal 1. Gizi buruk 2. Gizi kurang 3. Gizi baik 4. Gizi lebih 1. Sangat pendek 2. Pendek 3. Normal 4. Tinggi 1. Sangat kurus 2. Kurus 3. Normal 4. Gemuk
≤5 bulan 6-11 bulan 12-23 bulan 24-35 bulan 36-47 bulan < 60% 60-80% >80% < 60% 60-80% >80% <70% 70-79% 80-89% 90-119% ≥120% Tk<77% Tk≥77% z-score <-3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2 z-score > +2 z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2 z-score > +2 z-score < -3 -3 ≤ z-score < -2 -2 ≤ z-score ≤ +2 z-score > +2
20
Analisis data Hubungan antar variabel dianalisis menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). Menurut Wijayanto (2008) model persamaan struktural (Structural Equation Modeling) adalah teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks, baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh mengenai keseluruhan model. SEM memiliki dua konstruk yang harus diukur. Variabel yang tidak bisa diukur secara langsung dan memerlukan beberapa indikator sebagai proksi disebut variabel laten. Sedangkan, indikator-indikator yang dapat diukur dikenal sebagai variabel manifest. Jika suatu variabel tidak dipengaruhi oleh variabel lainnya dalam model, maka dalam SEM sering disebut variabel eksogen dimana setiap variabel eksogen selalu independen.
Variabel yang dipengaruhi oleh
variabel lain dalam suatu model penelitian disebut variabel endogen. Berikut adalah model SEM yang digunakan pada penelitian ini.
ε2
δ1
ε1
y2 λy22
δ2
x1
y1
ζ2
ε4
β42
y4
η2 λx11
x2 λx21
λy11
β21
γ11
λy44
η1
ξ1
β32
η4
λx31
λy54 λx41
x3
ζ1
β31
β43
ζ4
y5
η3 δ3
ε5
x4 ζ3 δ4
λy33 y3 ε3
Gambar 2 Model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian
21
Berikut adalah notasi matematik dari model Structural Equation Modeling (SEM) penelitian. Model pengukuran: x1= λx11 ξ1 + δ1 x2= λx21 ξ1 + δ2 x3= λx31 ξ1 + δ3 x4= λx41 ξ1 + δ4 y1= λy11 η1 + ε1 y2= λy22 η2 + ε2 y3= λy33 η3 + ε3 y4= λy44 η4 + ε4 y5= λy54 η4 + ε5 Model struktural: η1 = γ11 ξ1 + ζ1 η2 = β21 η1 + ζ2 η3 = β31 η1 + β32 η2 + ζ3 η4 = β42 η2 + β43 η3 + ζ4 Keterangan: Variabel laten eksogen:
ξ1 (KSI1)= partisipasi ibu balita di Posyandu
Variabel laten endogen:
η1 (ETA1) = pengetahuan gizi ibu balita
η2 (ETA2) = sikap gizi ibu balita
η3 (ETA3) = perilaku gizi ibu balita
η4 (ETA4) = status gizi balita
Manifest laten eksogen:
x1 = frekuensi kehadiran ibu balita ke posyandu
x2 = besar keluarga
x3 = pendapatan keluarga
x4 = pekerjaan ibu balita
Manifest laten endogen:
y1 = indikator pengetahuan gizi ibu balita
y2 = indikator sikap gizi ibu balita
y3 = indikator perilaku gizi ibu balita
22
y4 = tingkat kecukupan energi balita
y5 = tingkat kecukupan protein balita Definisi Operasional
Ibu balita adalah ibu yang mempunyai anak balita yang terdafar sebagai peserta Posyandu. Anak balita adalah anak yang berusia 0-60 bulan yang tinggal bersama kedua orang tuanya. Besar keluarga adalah jumlah/banyaknya orang yang tinggal dalam satu keluarga dan menjadi tanggungan kepala keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan yang diperoleh anggota keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan dalam bentuk uang dan dibagi dengan seluruh tanggungan keluarga yang dinyatakan dalam rupiah perkapita perbulan. Umur ibu balita adalah lamanya hidup ibu balita dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan hingga diwawancarai. Pendidikan ibu balita adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh ibu balita yang dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan tinggi. Pekerjaan ibu balita adalah jenis pekerjaan atau mata pencaharian utama untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga yang dikelompokkan ke dalam bekerja dan tidak bekerja. Partisipasi ibu balita di Posyandu adalah keterlibatan ibu balita di posyandu pada saat balita seharusnya dibawa ke posyandu, meliputi aspek frekuensi kunjungan ke posyandu, motivasi kunjungan ke posyandu, pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu. Pengetahuan gizi ibu balita adalah kemampuan ibu balita dalam menjawab pertanyaan tentang gizi menggunakan kuisioner, kemudian diberi skor dan dikategorikan menjadi kurang (skor<60%), sedang (60-80%), dan baik (skor>80%). Sikap gizi ibu balita adalah kecenderungan ibu balita dalam menyikapi pernyataan dalam kuisioner tentang gizi yang diukur dengan skor jawaban dari pernyataan yang diberikan dan dikategorikan menjadi kurang (skor<60%), sedang(60-80%), dan baik (skor>80%).
23
Perilaku gizi ibu balita adalah perbuatan atau penerapan pola hidup ibu balita terhadap anak balita sehari-hari yang diukur dengan skor jawaban dari pernyataan yang diberikan dan dikategorikan menjadi kurang (skor<60%), sedang (60-80%), dan baik (skor>80%). Konsumsi pangan dan gizi balita adalah jumlah pangan dan gizi yang dimakan oleh balita yang diperoleh dengan menggunakan metode food recall selama 2x24 jam. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan jumlah konsumsi energi dan zat gizi aktual terhadap angka kecukupan energi dan zat gizi rata-rata sehari yang dianjurkan dan dinyatakan dalam persen. Status gizi balita adalah keadaan gizi balita yang diukur berdasarkan standar baku
WHO 2005 dengan menggunakan metode antropometri dengan
indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
24
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kondisi Geografis Kecamatan Taman Sari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki luas 2.630.936 Ha. Kecamatan taman sari terdiri dari 8 desa, 25 lingkungan/dusun, 91 RW, 360 RT, dengan jumlah penduduk laki-laki 44.075 jiwa dan perempuan 41.803 jiwa. Secara administrasi Kecamatan Taman Sari mempunyai batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kec. Ciomas dan Bogor selatan; sebelah barat berbatasan dengan Gunung Salak; sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Tenjolaya dan Kec. Dramaga; sebelah timur berbatasan dengan Kec. Cijeruk. Kecamatan Taman Sari beriklim sejuk dengan temperatur suhu rata-rata 25ºC pada siang hari dan 30ºC pada malam hari, dengan ketinggian antara 700 meter di atas permukaan laut, yang merupakan kawasan berbukit di bawah kaki Gunung Salak. Berdasarkan karakteristik wilayah dan pola interaksi dan eksternal yang didukung oleh jaringan infrastruktur pelayanan baik lokal maupun regional, Kecamatan Taman Sari termasuk ke dalam pembangunan wilayah Kabupaten Bogor Selatan yang merupakan kawasan penyangga resapan air dan kawasan hijau dengan mengintensifkan dan melestarikan tanaman tahunan dan mengadakan gerakan rehabilitasi lahan kritis (penanaman pohon). Sebagai wilayah pengembangan pertanian dan wisata, Kecamatan Taman sari yang menonjol produksi pertaniannya adalah padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan sayur-sayuran. Di samping itu juga sebagai sentra tanaman hias yang pemasarannya telah memasuki pangsa local, regional, dan mancanegara. Pengembangan lainnya adalah industrI sedang berjumlah 27 buah dengan tenaga kerja 77 orang, kecil 400 buah dengan pekerja 1200 orang, dan home industry 74 buah dengan pekerja 400 orang. Untuk pengembangan pariwisata ada Kampung Budaya Sindang Barang, Bumi Perkemahan, Curug Nangka, dan Wisata Situs yang tersebar di Desa Pasireurih, Sukamantri, dan tamansari.
25
Tabel 6 Luas tanah dan pola pemanfaatannya No Pemanfaatan 1 Pemukiman 2 Sawah 3 Darat 4 Perkebunan 5 Pertanian 6 Rawa/Situ 7 Hutan 8 Lapangan olahraga Sumber : Data Monografi Kecamatan Tamansari Tahun 2011
Luas (Ha) 981.94 237.78 1610.75 35.00 8.60
Kondisi Demografis Penduduk Kecamatan Tamansari sampai dengan bulan Desember 2011 berjumlah 85,878 jiwa terdiri dari 44,075 jiwa laki-laki dan 41,803 jiwa perempuan. Total jumlah penduduk yang ada tersebar di delapan desa yang terdapat di Kecamatan Tamansari dengan jumlah yang berbeda-beda. Desa yang paling padat penduduknya adalah Desa Sukamantri, sedangkan jumlah yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Desa Sukajadi. Tabel 7 Jumlah penduduk Kecamatan Tamansari menurut jenis kelamin No 1 2 3 4 5 6 7 8
Desa Sukamantri Sirnagalih Pasir Eurih Tamansari Sukaresmi Sukaluyu Sukajaya Sukajadi Total
Laki-laki 6,857 6,505 5,805 5,512 5,947 4,602 4,996 3,851 44,075
Perempuan 6,575 6,991 5,818 5,308 5,517 3,910 5,173 3,911 41,803
Total 13,432 12,496 11,223 10,820 11,464 8,512 10,169 7,762 85,878
Kondisi Sosial Budaya Kecamatan Tamansari dikenal sebagai bagian dari wisata Curug Nangka, Bumi Perkemahan Sukamantri, Gunung Salak Endah dan Pura. Setiap hari libur terjadi kemacetan lalu lintas kenderaan, terutama di sekitar wilayah yang dapat memicu kemacetan sebagai akibat dari tidak disiplinnyapengemudi angkut dan para pedagang yang sebagian berjualan di badan jalan. Pada bidang olahraga, Kecamatan Tamansari belum memiliki sarana olahraga terpadu dan memadai. Dalam bidang kebudayaan ditujukan untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah serta mempertahankan jati diri dan nilai-nilai budaya daerahdi tengah-tengah semakin derasnya arus informasi dan pengaruh negative budaya global. Pengembangan seni dan budaya Kecamatan Tamansari diselenggarakan secar terintegerasi dengan pembangunan kepariwisataan. Pada tahun 2010 telah dilakukan berbagai
26
macam kegiatan untuk melestarikan dan mengaktualisasikan seni dan budaya daerah sebagai upaya mengelola kekayaan dan keragaman budaya serta mempromosikan, menjalin kemitraan, dan mengembangkan destinasi pariwisata di Kecamatan Tamansari. Kondisi Ekonomi Denyut nadi perekonomian Kecamatan Tamansari didukung oleh sarana dan prasarana wilayah yang ada, yang merupakan aspek pendukung utama dalam pembangunan perkotaan yang secara tidak langsung akan berpengaruh kepada tingkat perekonomian masyarakat. Sarana prasarana tersebut dalam pengembangan pembangunan berperan sebagai pengarah pembentukan tata ruang kota, pemenuhan kebutuhan infrastruktur, pemicu pertumbuhan wilayah dan pengikat wilayah. Sarana dan prasarana yang mendukung pengembangan perkotaan, diantaranya adalah keterbatasan transportasi, pengairan, jaringan listrik, telekomunikasi, dan pemukiman. 1. Jaringan Transportasi Jaringan transportasi di Kecamatan Tamansari cukup baik, kondisi jalan relatif baik, sebagian besar telah beraspal dan seluruh wilayah dapat dilalui oleh kenderaan beroda empat sepanjang tahun. 2. Jaringan air bersih/irigasi Pemenuhan air bersih bagi masyarakat Kecamatan Tamansari dan sebagian warga masyarakat memanfaatkan air bawah tanah berupa sumur gali, pembuatan jet pump, dan lain-lain. Untuk mandi cuci kakus (MCK) sebagian besar mempergunakan air bawah tanah. 3. Jaringan listrik Pelayanan jaringan listrik PLN telah menajngkau seluruh wilayah yang dimanfaatkan untuk kebutuhan pemukiman, perkantoran, industry, perdagangan, dan jasa. Khusus untuk penerangan jalan umum (PJU), sebagian besar wilayah Tamansari telah dilengkapi dengan PJU yang tiap tahun selalu diadakan penambahan PJU untuk peningkatan sarana umum pelistrikan. Sedangkan untuk mengimbangi tingginya penggunaan daya listrik PLN oleh masyarakat, maka di beberapa lokasi pemukiman dan perindustrian memanfaatkan jaringan listrik dari genset. Prasarana telekomunikasi masyarakat mayoritas dilayani oleh PT. Telkom dan sebagian dengan sarana Handphone yang dimiliki oleh masyarakat. Untuk keperluan pos dan giro dilayani langsung oleh kantor Pos dan Giro Ciomas.
27
4. Perekonomian masyarakat Berbagai kebijakan dari pemerintah untuk memberdayakan perekonomian masyarakat telah banyak dilakukan. Di bidang pendidikan program BOS, KBBS dari provinsi Jawa Barat, pemberdayaan PLS, pemberian beasiswa, dan lain-lain. Pada bidang kesehatan ada pemberian Askes Gakin, Raksa Desa Kesehatan, Pemberdayaan
Posyandu,
penanganan
KLB,
dan
bidang
peningkatan
kemampuan day beli penciptaan lapangan kerja baru. Sejalan dengan itu, untuk mengantisipasi naik turunnya denyut nadi perekonomian di Kecamatan Tamansari maka pembangunan perekonomian pada setiap bidang pembagunan penyebarannya diarahkan merata. Perencanaan pembangunan yang ditetapkan dan upaya pengembangan infrastruktur senantiasa diarahkan bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat perkotaan dengan konsep pengembangan potensi yang dimilki wilayah. Sebagai ibu balita adanya potensi alam berupa situ-situ tentunya akan mendukung pula potensi pengembangan wilayah Kecamatan Tamansari di bidang pariwisata. Potensi alam tersebut adalah Situ Taman di Desa Tamansari dengan luas 2.4 Ha dan Situ Jadi di desa Sukajadi dengan luas 1.5 Ha. Berdasarkan pekerjaan, penduduk Kecamatan Tamansari mempunyai pekerjaan yang beraneka ragam, namun secara garis besar sebagian besar penduduk adalah bekerja sebagai petani, peternak, pengusaha, wiraswasta, karyawan swasta, PNS, Polri, dan lainnya. Tabel 8 Jumlah usaha kecil, menengah, dan besar di Kecamatan Tamansari Tahun 2011 No Desa Kecil Menengah 1 Tamansari 12 58 2 Sukajaya 25 84 3 Sukamantri 20 56 4 Sirnagalih 8 183 5 Pasir Eurih 10 125 6 Sukaluyu 12 94 7 Sukajadi 15 60 8 Sukaresmi 20 283 Sumber: Seksi Ekbang Kecamatan Tamansari tahun 2011
Besar 3 7 3 6 4 2
28
Karakteristik Keluarga dan Individu Ibu balita Besar Keluarga Besar keluarga merupakan banyaknya individu yang tinggal bersama dalam satu atap dan bergantung pada sumber penghidupan yang sama. Anggota keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak, saudara daan anggota keluarga lainnya yang tinggal dalam satu atap. Menurut Hurlock (1993), besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran ibu balita berdasarkan besar keluarga n
%
kecil (≤4 orang)
Besar keluarga
71
59.2
sedang (5-7 orang) Besar ( ≥8 orang)
37
30.8
12
10.0
120
100
Total Rata-rata ± sd
4.9 ± 2.1
Minimum – Maksimum
3 – 14
Jumlah anggota keluarga terkecil dalam penelitian ini adalah sebanyak 3 orang, sedangkan jumlah anggota keluarga terbesar adalah sebanyak 14 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang. Sebanyak 59.2% keluarga ibu balita berada pada kategori keluarga kecil, 30.8% berada pada kategori keluarga sedang, dan sisanya 10% berada pada kategori keluarga besar. Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi seseorang untuk membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan menggambarkan besarnya daya beli
dari seseorang.
Daya beli
akan
menggambarkan banyaknya produk dan jasa yang dibeli dan dikonsumsi seseorang. Pendapatan yang diukur dari seseorang biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima oleh individu, melainkan pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota keluarga (Suwarman 2003). Oleh karena itu, pada penelitian ini pendapatan keluarga yang dimaksud adalah penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh oleh ayah, ibu, dan keluarga lain dalam satu atap per bulannya. Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga disajikan pada Tabel 10.
29
Tabel 10 Sebaran ibu balita berdasarkan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga (Rp/kap/bln) Miskin (
n
%
26
21.7
94
78.3
120
100
Rata-rata ± sd
362.081 ± 396.887
Minimum – Maksimum
64.450 – 4.585.700
Pendapatan keluarga terkecil pada penelitian ini adalah sebesar Rp.64.450 perkapita/bulan, sedangkan pendapatan keluarga terbesar adalah sebesar Rp.4.585.700 perkapita/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga pada penelitian ini adalah sebesar Rp.362.081. Keluarga yang termasuk ke dalam kategori keluarga tidak miskin adalah sebanyak 75.8%, sedangkan keluarga yang tergolong ke dalam keluarga miskin adalah sebanyak 24.2%. Kategori tingkat pendapatan keluarga dibuat berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor (BPS 2011). Keluarga dikatakan miskin jika pendapatan keluarga kurang dari Rp.214.338 perkapita/bulan dan dikatakan tidak miskin jika pendapatan keluarga lebih besar sama dengan Rp.214.338 perkapita/bulan. Tingkat pendapatan akan mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan. Makin tinggi pendapatan akan semakin tinggi daya beli keluarga terhadap pangan, sehingga akan membawa pengaruh terhadap beragam dan banyaknya pangan yang akan dikonsumsi dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi (Soekirman 2000). Umur Umur ibu balita dan suami dikelompokkan menjadi dewasa dini (18-39 tahun), dewasa madya (40-60 tahun) dan dewasa lanjut ( ≥ 60 tahun) (Hurlock 1980). Sebaran ibu balita berdasarkan umur disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran ibu balita berdasarkan umur Umur
Suami
Ibu balita
n
%
n
Dewasa dini (18-39)
104
86.7
111
92.5
Dewasa madya (40-60)
16
13.3
9
7.5
Total
120
100
120
100
Rata-rata ± sd Minimum – Maksimum
%
31.9 ± 8.0
26.6 ± 6.9
20 – 60
18 – 50
Umur suami terendah pada penelitian ini adalah 20 tahun, sedangkan umur tertinggi adalah 60 tahun dengan rata-rata 31.9 tahun. Sebagian besar umur suami berada pada kategori umur dewasa dini (86.7%), dan sisanya
30
berada pada kategori dewasa madya (13.3%). Sementara itu, umur terendah pada ibu balita adalah 18 tahun, sedangkan umur tertinggi adalah 50 tahun dengan rata-rata 26.6 tahun. Sebagian besar umur ibu balita berada pada kategori dewasa dini (92.5%), dan sisanya berada pada kategori dewasa madya (7.5%). Pendidikan Pendidikan
merupakan
salah
satu
sarana
untuk
memperoleh
pengetahuan. Menurut Hardinsyah (2007) semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan memiliki akses yang mudah dalam memperoleh informasi mengenai gizi sehingga akan memiliki pengetahuan gizi yang tinggi pula. Pada penelitian ini tingkat pendidikan ibu balita dan suami dibagi ke dalam lima kategori, yaitu tidak tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi. Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel12. Tabel 12 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pendidikan Pendidikan
Suami
Ibu balita
n
%
n
%
Tidak tamat SD
42
35.0
1
0.8
SD/sederajat
65
54.2
48
40.0
SMP/sederajat
7
5.8
57
47.5
SMA/sederajat
2
1.7
12
10.0
Perguruan tinggi
4
3.3
2
1.7
120
100
120
100
Total
Persentase terbesar tingkat pendidikan suami berada pada tingkat SD/sederajat (54.2%). Sementara itu, ada sebanyak 35% suami yang tidak tamat SD. Hal ini diduga berhubungan dengan status sosial ekonomi keluarga. Keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi cenderung akan diimbangi dengan tingkat pendidikan yang tinggi pula, sebaliknya keluarga dengan status sosial ekonomi rendah akan mendapatkan pendidikan yang rendah pula. Hal ini dikarenakan keterbatasan dana untuk membayar biaya sekolah. Persentase terbesar tingkat pendidikan ibu balita berada pada tingkat SMP/sederajat (47.5%). Persentase ibu balita yang tidak tamat SD hanya sebesar 0.8%, sangat jauh dibawah persentase tidak tamat SD pada suami (35%). Secara umum, persentase tingkat pendidikan ibu balita lebih baik dibandingkan tingkat pendidikan suami. Hal ini dapat dilihat pada besarnya jumlah
ibu
balita
yang
jenjang
pendidikannya
sampai
pada
tingkat
31
SMP/sederajat, sedangkan tingkat pendidikan suami yang paling tinggi hanya sampai SD/sederajat saja. Tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh pada kehidupan di dalam keluarga, khususnya tingkat pendidikan ibu yang mempunyai pengaruh lebih besar. Hal ini dikarenakan ibu mempunyai peran dan tanggung jawab lebih besar pada pengasuhan dan perawatan anak serta keluarga. Tingkat pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang untuk dapat menerima informasi dan menerapkannya dalam perilaku dan gaya hidup sehat sehari-hari (Atmarita & Fallah 2004). Pekerjaan Suhardjo (1989a) menyatakan bahwa jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan, karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Pekerjaan suami dan ibu balita dalam penelitian ini digolongkan ke dalam tujuh kategori, yaitu petani, pedagang, buruh tani, buruh non-tani, jasa, ibu rumah tangga, dan lain-lain. Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Sebaran ibu balita berdasarkan jenis pekerjaan Pekerjaan
Suami
Ibu balita
n
%
n
%
Petani
9
7.5
2
1.7
Pedagang
9
7.5
7
5.8
Buruh tani
14
11.7
1
0.8
Buruh non-tani
73
60.8
1
0.8
Jasa
9
7.5
2
1.7
IRT/ tidak bekerja
0
0.0
107
89.2
Lain-lain
6
5
0
0.0
120
100
120
100
Total
Persentase terbesar jenis pekerjaan suami pada penelitian ini adalah sebagai buruh non-tani (60.8%). Pekerjaan buruh non-tani ini dapat juga diartikan sebagai pengrajin sepatu dan sandal, baik untuk pria dan wanita serta untuk anak-anak dan dewasa. Selain itu, mereka juga lihai dalam membuat sepatu sepak bola beserta bolanya. Sementara itu, persentase terkecil jenis pekerjaan suami dikelompokkan ke dalam kategori lain-lain (5%). Kategori lain-lain ini terdiri dari pekerjaan sebagai PNS, karyawan swasta, sales, bendahara desa, guru sekolah,dan guru les.
32
Persentase terbesar jenis pekerjaan ibu balita berada pada kategori ibu rumah tangga atau tidak bekerja (89.2%). Sementara itu, ibu yang bekerja untuk mendapatkan penghasilan hanya dalam jumlah yang kecil, yaitu pedagang (5.8%), petani (1.7%), jasa (1.7%), buruh tani (0.8%), dan buruh non-tani (0.8%). Peranan ibu rumah tangga dalam usaha perbaikan gizi keluarga sangatlah penting. Peran ibu di dalam keluarga di antaranya sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga. Menurut Suhardjo (1989a), ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga, namun seorang ibu yang turut bekerja akan meningkatkan pendapatan keluarga. Karakteristik Balita Jenis kelamin Salah satu karakteristik balita yang diteliti adalah karakteristik balita berdasarkan jenis kelamin. Sebaran ibu balita berdasarkan jenis kelamin balita disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total
n
%
61
50.8
59
49.2
120
100.0
Besarnya persentase Jenis kelamin balita pada penelitian ini hampir sama antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan, meskipun balita yang berjenis kelamin laki-laki persentasenya sedikit lebih besar daripada balita berjenis kelamin perempuan, yaitu 50.8% laki-laki dan 49.2% perempuan. Umur Usia balita merupakan periode paling kritis dalam pertumbuhan dan perkembangan motorik anak. Pertumbuhan anak secara pesat terutama terjadi pada masa bayi, yaitu pada tahun pertama kehidupan. Umur balita pada penelitian ini dibagi ke dalam lima kategori berdasarkan Riskesdas (2010), yaitu ≤5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, 24-35 bulan, 36-47 bulan. Sebaran ibu balita berdasarkan umur balita disajikan pada Tabel 15.
33
Tabel 15 Sebaran balita berdasarkan umur Umur
n
%
≤5 bulan
11
9.2
6-11 bulan
22
18.3
12-23 bulan
39
32.5
24-35 bulan
37
30.8
36-47 bulan
11
9.2
Total
120
Rata-rata ± sd
100.0 20.1 ± 11.0
Minimum – Maksimum
1 – 46
Umur balita terendah pada penelitian ini adalah 1 bulan, sedangkan umur balita tertinggi adalah 46 bulan dengan rata-rata 20.1 ± 11.0 bulan. Sebagian besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan (32.5%) dan 24-35 bulan (30.8%). Partisipasi Ibu Balita di Posyandu Partisipasi ibu balita di posyandu ditinjau dari empat aspek, yaitu frekuensi
kunjungan
ke
posyandu,
motivasi
kunjungan
ke
posyandu,
pelaksanaan posyandu, dan persepsi tentang posyandu. Tingkat partisipasi ibu balita di posyandu diukur dari 14 pertanyaan, dengan rincian 3 pertanyaan mengenai frekuensi kunjungan, 3 pertanyaan mengenai motivasi kunjungan, 5 pertanyaan mengenai pelaksanaan, dan 3 pertanyaan mengenai persepsi tentang posyandu. Berdasarkan 14 pertanyaan diperoleh total skor maksimum, yaitu 28. Pengkategorian tingkat partisipasi ibu balita di posyandu diperoleh dengan menjumlahkan seluruh skor dari keempat aspek yang diperoleh ibu balita kemudian dibagi total skor maksimum dikali 100 persen. Partisipasi ibu balita dikatakan kurang jika skor kurang dari 60%, dikatakan sedang jika skor berada diantara 60-80%, dan dikatakan baik jika skor di atas 80%. Tingkat partisipasi ibu balita disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat partisipasi di posyandu Kategori Rendah (<60%) Sedang (60-80%) Tinggi (>80%) Total Skor (rata-rata ± sd)
n 26 63 31 120
% 21.7 52.5 25.8 100.0 71.6 ± 14.8
34
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu balita (52.5%) memiliki tingkat partisipasi sedang. Sementara itu, masih terdapat ibu balita yang memiliki tingkat partisipasi rendah (21.7%). Kurangnya tingkat partisipasi ibu balita di posyandu dapat terlihat terutama pada aspek pelaksanaan posyandu. Hampir seluruh ibu balita memiliki tingkat partisipasi rendah pada aspek pelaksanaan posyandu. Hal ini menunjukkan masih minimnya partisipasi ibu balita terhadap kelancaran pelaksanaan programprogram posyandu. Walaupun demikian, masih ada ibu balita yang memiliki tingkat partisipasi tinggi yang tinggi (25.8%). Hal ini terlihat pada aspek frekuensi kunjungan ke posyandu, dimana lebih dari setengah jumlah ibu balita memiliki tingkat partisipasi yang tinggi pada aspek ini. Tingkat partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu berhubungan nyata dengan pertumbuhan, kesehatan, dan status gizi anak (Marjanka et al. 2001). Frekuensi Kunjungan ke Posyandu Kunjungan balita ke posyandu adalah datangnya balita ke posyandu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, misalnya: penimbangan, imunisasi, penyuluhan gizi, dan lain sebagainya (Dinkes Prov. Jateng 2007). Frekuensi kunjungan ke posyandu ditinjau dari kunjungan dalam tiga bulan terakhir. Hal ini dikarenakan ingatan ibu balita terhadap kunjungan ke posyandu dalam tiga bulan terakhir masih segar, sehingga meminimalisir tingkat kelupaan ibu balita. Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan ke posyandu dalam tiga bulan terakhir disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran ibu balita berdasarkan kunjungan balita ke posyandu dalam tiga bulan terakhir Frekuensi Kunjungan
n
%
0 kali/bulan
15
12.5
1 kali/bulan
8
6.7
2 kali/bulan
16
13.3
3 kali/bulan
81
67.5
120
100.0
Total
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari setengah jumlah ibu balita (67.5% ) yang dijadikan sampel pada penelitian ini menyatakan rutin mengunjungi posyandu dalam tiga bulan terakhir. Sementara itu, ada sebanyak 12.5% ibu balita yang sama sekali tidak pernah mengunjungi posyandu dalam tiga bulan terakhir. Adapun beberapa alasan ibu balita yang tidak rutin mengunjungi posyandu dalam tiga bulan terakhir dikarenakan anak takut
35
diimunisasi, anak tidak mau, tidak tahu jadwalnya, malu karena anaknya BGM, ibu dan anak dalam keadaan sakit, ada urusan lain yang lebih penting, serta jarak rumah dengan posyandu cukup jauh. Kegiatan tumbuh kembang anak di posyandu memerlukan kehadiran ibu balita dan anaknya setiap bulan. Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut hanya akan bermakna apabila anak hadir dan ditimbang di posyandu setiap bulan. Menurut Madanijah dan dan Triana (2007) tingkat kehadiran ibu balita di posyandu dikategorikan menjadi baik apabila garis grafik berat badan pada KMS tidak pernah putus (hadir dan ditimbang setiap bulan di posyandu). Dikategorikan sedang apabila garis grafik pada KMS tersambung minimal dua bulan berturutturut, dan dikategorikan kurang apabila garis grafik pada KMS tidak terbentuk (tidak hadir dan ditimbang di posyandu). Kunjungan ibu balita dan anaknya ke posyandu sebaiknya rutin dilakukan hingga balita berusia lima tahun. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan anak pada usia tersebut bisa dipantau dengan baik. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah ibu balita akan tetap mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Sebaran ibu balita berdasarkan rencana kunjungan ke posyandu disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Sebaran ibu balita berdasarkan rencana kunjungan ke posyandu hingga balita berusia lima tahun Jawaban
n
%
106
88.3
Tidak
14
11.7
Total
120
100.0
Ya
Sebanyak 88.3% ibu balita menyatakan akan mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Sementara itu, ada sebanyak 11.7% ibu balita yang menyatakan tidak akan melakukan kunjungan ke posyandu. Banyak hal yang menyebabkan ibu balita tidak berencana mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun, diantaranya kesibukan ibu balita, ibu malas ke posyandu, anak sudah selesai diimunisasi, dan anak tidak mau ke posyandu. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ibu balita yang belum memahami pentingnya mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Oleh karena itu, kader-kader posyandu harus terus berupaya mendorong agar ibu selalu rutin membawa anaknya ke posyandu. Kunjungan rutin ke posyandu akan memberikan manfaat lebih besar bagi balita karena dapat mencegah munculnya masalah gizi kurang.
36
Pengkategorian frekuensi kunjungan ibu balita ke posyandu diukur dengan tiga pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab dengan tepat adalah 7. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 100% dan skor minimum 0%. Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke posyandu disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Sebaran ibu balita berdasarkan frekuensi kunjungan ke posyandu n
%
Rendah (<60%)
Kategori
39
32.5
Tinggi (>80%)
81
67.5
120
100.0
Total Skor (rata-rata ± sd)
75.2 ± 35.9
Sebagian besar ibu balita (67.5%) memiliki frekuensi kunjungan yang tinggi ke posyandu. Hal ini disebabkan oleh kemauan ibu balita untuk mengunjungi posyandu hingga balita berusia lima tahun. Sementara itu, ada sebanyak 32.5% ibu balita yang memiliki frekuensi kunjungan yang rendah ke posyandu. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ibu balita yang tidak mengunjungi posyandu dalam tiga bulan terakhir kunjungan. Oleh Karena itu, sangat dibutuhkan dukungan dan dorongan dari pihak keluarga, kader, dan tokoh masyarakat untuk mengajak ibu balita agar rutin mengunjungiu posyandu setiap bulannya. Selain itu, motivasi yang besar dari dalam diri ibu balita sangat dibutuhkan agar rutin mengunjungi posyandu demi kesehatan ibu dan balita. Motivasi Kunjungan ke Posyandu Menurut
Notoadmodjo
(2010)
motivasi
merupakan
suatu
alasan
seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Motivasi pada dasarnya merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya. Wujud motivasi ibu balita salah satunya bisa dilihat dari berupa kemauan untuk
mengantarkan langsung anak balita ke posyandu.
Sebaran Ibu balita yang mengantarkan langsung anaknya ke posyandu disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Sebaran ibu balita yang langsung mengantarkan anaknya ke posyandu Jawaban
n
%
109
90.8
Kadang-kadang
7
5.8
Tidak
4
3.3
Total
120
100.0
Ya
37
Sebanyak 90.8% ibu balita menyatakan secara langsung mengantarkan anaknya ke posyandu. Sementara itu, ada sebanyak 5.8% ibu balita yang menyatakan hanya kadang-kadang mengantarkan anaknya ke posyandu, serta ada sebanyak 3.3% ibu balita yang menyatakan tidak pernah mengantarkan langsung anaknya ke posyandu. Hal ini disebabkan karena ada dua ibu balita yang baru melahirkan sehingga belum bisa mengantarkan anaknya ke posyandu. Selain itu, ada dua ibu balita yang menyatakan sibuk, sehingga tidak bisa mengantarkan anaknya langsung ke posyandu. Sebagai gantinya, anggota keluarga lain yang mengantarkan anaknya ke posyandu, seperti tante dan kakak balita itu sendiri. Posyandu merupakan salah satu sarana layanan masyarakat yang mudah diakses oleh berbagai lapisan masyarakat. Program-program yang dijalankan oleh posyandu sangat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya ibu balita dan anak balita. Selain itu, biayanya juga tidak terlalu mahal, sehingga sangat cocok untuk dimanfaatkan oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi ibu balita untuk tidak mengunjungi posyandu. Namun, pada kenyataannya masih ada anggota keluarga peserta posyandu yang tidak mendukung ibu dan anak balita untuk mengunjungi posyandu. Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang tidak mendukungnya ke posyandu disajikan pada Tabel 21. Tabel 21 Sebaran ibu balita berdasarkan anggota keluarga yang tidak mendukung ibu balita ke posyandu Anggota keluarga yang tidak mendukung
n
%
Suami
3
2.5
Mertua
1
0.8
Tidak ada
116
96.7
Total
120
100.0
Hampir seluruh ibu balita (96.7%) menyatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang tidak mendukung ibu balita ke posyandu. Namun, masih ada beberapa ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari anggota keluarganya, yaitu suami (2.5%) dan mertua (0.8%). Adapun alasan yang membuat anggota keluarga tidak mendukung ibu balita ke posyandu dikarenakan mereka khawatir anaknya demam setelah diberi imunisasi di posyandu. Padahal demam merupakan salah satu reaksi tubuh terhadap imunisasi yang akan meningkatkan kekebalan tubuh anak. tersinggung
ketika
kader
Alasan lainnya adalah pihak keluarga merasa menyebut
anaknya
tergolong
BGM.
Hal
ini
38
menunjukkan masih terdapat keluarga yang belum memahami pentingnya posyandu dan imunisasi pada anak. Banyak hal yang dapat memotivasi ibu balita mengunjungi posyandu. Selain dukungan dari keluarga, alasan ibu balita mengunjungi posyandu adalah untuk kesehatan ibu balita dan anak. Alasan lainnya secara rinci dijelaskan pada Tabel 22. Tabel 22 Sebaran ibu balita berdasarkan tiga alasan mengunjungi posyandu Alasan Agar anak sehat Mendapatkan imunisasi/kapsul vitaminA Agar berat badan anak terpantau Mendapatkan KB gratis Bisa bertemu dengan sesama warga (ibu-ibu lain) Mendapatkan makanan tambahan (PMT) Mendapatkan pengetahuan gizi/kesehatan ibu anak Disuruh kader/RT/RW Agar anak cerdas
n 102 54 76 1 10 2 4 4 2
% 85.0 45.0 63.3 0.8 8.3 1.7 3.3 3.3 1.7
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat ketiga alasan kenapa ibu balita mengunjungi anaknya ke posyandu. Adapun alasan pertama yang paling banyak diutarakan ibu balita adalah agar anak sehat (85%), alasan kedua agar berat badan anak terpantau (63.3%), dan alasan ketiga untuk mendapatkan imunisasi/kapsul vitamin A (45%). Dari ketiga alasan tersebut dapat dilihat bahwa alasan ibu balita mengunjungi posyandu adalah untuk kesehatan anaknya. Hal ini bisa dikatakan sudah sesuai dengan tujuan dari posyandu itu sendiri. Namun, sepertinya ibu balita masih kurang menyadari bahwa salah satu fungsi dari posyandu itu sendiri adalah untuk mendapatkan pengetahuan gizi. Hal ini terlihat dari kecilnya persentase ibu balita yang memilih alasan tersebut (3.3%). Padahal, seperti diketahui pengetahuan gizi yang baik bisa memberikan dampak jangka panjang dalam perbaikan gizi. Dengan demikian, pengetahuan gizi yang semakin baik akan menjamin perubahan sikap dan prilaku makan yang semakin baik juga. Pengkategorian motivasi ibu balita megunjungi posyandu diukur dengan tiga pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab dengan tepat adalah 9. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 100% dan skor minimum 44%. Sebaran ibu balita berdasarkan motivasi kunjungan ke posyandu disajikan pada Tabel 23.
39
Tabel 23 Sebaran ibu balita berdasarkan motivasi kunjungan ke posyandu Kategori
n
%
Rendah (<60%)
12
10.0
Sedang (60-80%)
70
58.3
Tinggi (>80%)
38
31.7
120
100.0
Total Skor(rata-rata ± sd)
76.9 ± 15.7
Sebagian besar ibu balita (58.3%) memiliki motivasi kunjungan tingkat sedang ke posyandu. Namun, masih ada ibu balita yang motivasinya masih rendah dalam hal mengunjungi posyandu (10%). Hal ini terlihat dari masih ada ibu balita yang tidak ikut mengantarkan anaknya ke posyandu secara langsung. Persentase ibu ballita dengan motivasi kunjungan yang tinggi cukup besar, yaitu 31.7%. Hal ini dikarenakan cukup banyak ibu balita yang mengetahui manfaat dari posyandu dengan baik, sehingga mereka termotivasi untuk mendapatkan pelayanan dari posyandu. Pelaksanaan Posyandu Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan digerakkan oleh kader posyandu di bawah bimbingan teknis dari Puskesmas dan sektor terkait. Pada saat penyelenggaraan posyandu minimal jumlah kader adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini sesuai dengan jumlah langkah yang dilaksanakan oleh posyandu, yakni mengacu pada sistim 5 meja. Terselenggaranya pelayanan posyandu melibatkan banyak pihak. penyelenggaraan posyandu memiliki jadwal tetap setiap bulannya. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk membantu penyelenggaraan posyandu. Salah satu caranya adalah dengan memberikan sumbangan, baik secara material maupun non-material. Sumbangan material bisa berupa dana yang diberikan langsung kepada pengelola posyandu. Sebaran ibu yang memberikan sumbangan dana ke posyandu disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Sebaran ibu balita yang memberikan sumbangan dana ke posyandu Jawaban
n
%
Ya, setiap bulan
0
0.0
Kadang-kadang
22
18.3
Tidak pernah
98
81.7
120
100.0
Total
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar ibu balita (81.7%) menyatakan tidak pernah memberikan sumbangan dana ke posyandu. Sementara itu, hanya sebanyak 18.3 % ibu balita yang kadang-kadang pernah memberikan sumbangan dana ke posyandu. Hal ini diduga berkaitan dengan
40
tingkat pendapatan keluarga ibu balita yang tidak terlalu tinggi. Sehingga pendapatan keluarga sepenuhnya difokuskan hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja. Selain bantuan berupa dana, masyarakat juga bisa memberikan bantuan dalam bentuk PMT, seperti bubur kacang hijau, biskuit, telur, dan bubur nasi. Sebaran ibu balita yang pernah memberikan bantuan PMT ke posyandu disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Sebaran ibu balita yang pernah memberikan bantuan PMT ke posyandu Jawaban Ya,setiap bulan Kadang-kadang
n
%
1
0.8
3
2.5
Tidak pernah
116
96.7
Total
120
100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa hampir seluruh ibu balita (96.7%) menyatakan bahwa tidak pernah memberikan bantuan PMT ke Posyandu. Sementara itu, ada sebesar 0.8% ibu balita yang rutin memberikan bantuan PMT ke posyandu. Besarnya persentase ibu balita yang tidak pernah memberikan bantuan PMT ke posyandu diduga karena ibu balita merasa tidak memiliki kewajiban untuk memberikan bantuan PMT, karena yang berkewajiban memberikan PMT adalah posyandu. Salah satu kelengkapan posyandu yang harus dimliki oleh ibu balita adalah Kartu Menuju Sehat (KMS). Kartu Menuju Sehat (KMS) adalah alat sederhana dan murah yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak (Depkes RI 2000). KMS dibagikan kepada setiap balita yang berkunjung ke posyandu. Di dalam kartu tersebut terdapat kurva yang menunjukkan pola pertumbuhan berat badan anak. Selain itu, di dalalm KMS juga dicantumkan catatan-catatan imunisasi yang telah dilakukan. Oleh karena itu, KMS balita dapat menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak agar tidak terjadi kesalahan atau ketidakseimbangan pemberian makan pada anak. Tabel 26 Sebaran ibu balita yang memiliki KMS untuk anak Memiliki KMS Ya, dipegang ibu Ya, dipegang kader Tidak Total
n 76 27 17 120
% 63.3 22.5 14.2 100.0
41
Setiap ibu balita seharusnya memiliki KMS untuk anak yang dibagikan gratis oleh posyandu. Pada kenyataannya ada sebanyak 14.2% ibu balita yang tidak memiliki KMS untuk anak. Hal ini diduga karena KMS tersebut ada yang hilang atau rusak sebelum balita berusia lima tahun tanpa ada penggantian dengan KMS baru. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena ibu balita yang tidak memiliki KMS untuk anak tidak akan bisa memantau tumbuh kembang anak dengan baik. Adapun ibu balita yang memiliki KMS ada sebanyak 85.8%. Namun, tidak semua KMS dipegang oleh ibu balita. Ada sebanyak 63.3% KMS yang dipegang oleh ibu balita itu sendiri, sedangkan sisanya 22.5% dipegang oleh kader. Ibu balita yang KMS nya dipegang oleh kader diduga karena ibu balita malas membawa KMS, ketinggalan di posyandu, dan takut hilang atau rusak. Hal ini dikhawatirkan akan membuat ibu balita tidak pernah membaca dan mengetahui informasi-informasi tentang posyandu, pengetahuan gizi dan kesehatan yang ada pada KMS. Pengkategorian partisipasi ibu balita berdasarkan pelaksanaan posyandu diukur dengan lima pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab dengan tepat adalah 10. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 60% dan skor minimum 0%. Sebaran ibu balita berdasarkan pelaksanaan posyandu disajikan pada Tabel 27. Tabel 27 Sebaran ibu balita berdasarkan pelaksanaan posyandu Kategori
n
%
120
100
Sedang (60-80%)
0
0.0
Tinggi (>80%)
0
0.0
120
100.0
Rendah (<60%)
Total Skor (rata-rata ± sd)
24.5 ± 12.3
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh ibu balita (100 %) memiliki partisipasi yang rendah terhadap pelaksanaan posyandu. Tidak ada satupun ibu balita yang memiliki partisipasi tinggi dalam hal pelaksanaan posyandu. Hal ini salah satunya dikarenakan minimnya ibu balita yang memberikan bantuan, misalnya bantuan berupa dana dan berupa PMT. Menurut penuturan beberapa kader, bantuan dana dari Dinas Kesehatan setempat ke posyandu sangat minim, sehingga sangat dibutuhkan keringanan tangan masyarakat setempat untuk mengalokasikan sedikit pendapatannya kelancaran pelaksanaan posyandu.
demi
42
Persepsi Tentang Posyandu Setiap orang di dalam hidupnya tidak pernah lepas dari berbagai alternatif tindakan dan aktifitas, karena mereka selalu mengadakan interaksi dengan individu lain. Dalam melaksanakan atau melakukan tindakan, mereka selalu mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan akal, pikiran, sikap dan persepsinya tentang tindakan itu. Menurut Notoadmojdo (2010) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menuyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi ibu balita mengenai pentingnya posyandu disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pentingnya posyandu bagi ibu n
%
Tidak penting
Persepsi
0
0
Kurang penting
0
0
Penting
120
100
Total
120
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh ibu balita (100%) menyatakan betapa pentingnya keberadaan posyandu bagi mereka. Hal ini menunjukkan bahwa ibu balita bisa merasakan manfaat dari keberadaan posyandu
tersebut.
Dengan
adanya
posyandu,
ibu
dapat
mengetahui
pertumbuhan dan perkembangan anak setiap bulan. Salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan masyarakat tingkat pertama adalah posyandu. Pelayanan kesehatan dasar di posyandu adalah pelayanan kesehatan yang mencakup sekurang-kurangnya 5 (lima) kegiatan, yakni Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare (Kementerian Kesehatan RI 2011). Persepsi ibu balita mengenai pelayanan posyandu disajikan pada Tabel 29. Tabel 29 Sebaran ibu balita mengenai persepsi pelayanan posyandu Persepsi
n
%
Kurang
14
11.7
Cukup
38
31.7
Baik
68
56.7
Total
120
100.0
Sebanyak 56.7% ibu balita menyatakan pelayanan posyandu di lokasi penelitian tergolong baik. Sebanyak 31.7% menyatakan cukup dan 11.7% menyatakan masih kurang. Persentase ibu balita yang menyatakan baik akan pelayanan posyandu di lokasi ini jumlahnya memang melebihi setengah dari
43
jumlah ibu balita yang ada pada penelitian ini, namun jumlah tersebut belum bisa merepresentasikan bahwa pelayanan posyandu tersebut tergolong baik. Berdasarkan penuturan beberapa ibu balita, pelayanan di posyandu tersebut masih kurang. Hal ini dikarenakan pelayanan yang diberikan pihak posyandu belum bisa memberikan pelayanan yang baik sebagaimana mestinya. Misalnya, PMT yang seharusnya diberikan setiap bulan tidak terealisasi dengan baik, jumlah kader yang seharusnya berjumlah lima orang tidak dapat diwujudkan, keterampilan kader yang kurang baik dalam melakukan tugasnya, serta kurangnya kelengkapan sarana posyandu. Pelaksanaan dalam kegiatan program posyandu tidak hanya didukung oleh pelayanan yang baik saja. Demi kelancaran pelaksanaan program maka posyandu harus memiliki alat dan bahan seperti alat-alat untuk penimbangan dan pelaksanaan program lainnya. Persepsi ibu balita mengenai kelengkapan sarana posyandu disajikan pada Tabel 30. Tabel 30 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kelengkapan sarana posyandu Persepsi
n
%
Kurang lengkap
56
46.7
Lengkap
64
53.3
120
100.0
Total
Sebanyak 53.3% ibu balita menyatakan bahwa sarana posyandu tergolong lengkap. Namun, persentase ibu balita yang menyatakan kurang lengkap hanya sedikit lebih kecil, yaitu sebesar 46.7%. Hal ini menunjukkan masih banyak ibu balita yang menyatakan sarana posyandu masih kurang lengkap. Hal ini sejalan dengan pernyataan para kader yang menyatakan bahwa peralatan yang ada di posyandu masih kurang lengkap. Dari sekian banyak peralatan yang seharusnya ada di posyandu, hanya beberapa peralatan saja yang terdapat di posyandu tersebut, seperti timbangan dacin, microtoise, dan buku catatan. Seharusnya pihak yang bertanggung jawab terhadap kelengkapan sarana di posyandu
adalah Dinas Kesehatan setempat.
Ada dugaan
keterbatasan dana untuk pengadaan sarana di posyandu menjadi penyebab dari kurang memadainya sarana di Posyandu. Kekurangan ini sebaiknya harus segera dibenahi, sebab hal ini bisa menghambat kinerja posyandu. Dengan demikian, perlu adanya keterlibatan dan kepedulian masyarakat, pemerintah/ instansi terkait, dan LSM untuk turut serta meningkatkan keberadaan Posyandu. Masih banyak kegiatan dalam posyandu yang masih belum bisa dimaksimalkan fungsinya. Hal ini tentu saja akan memberikan dampak terhadap
44
peserta posyandu yang pada dasarnya mengharapkan pelayanan yang maksimal. Pada Tabel 31 disajikan sebaran ibu balita mengenai kegiatan dalam posyandu yang masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya. Tabel 31 Sebaran ibu balita mengenai persepsi kegiatan dalam posyandu yang masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya Kegiatan dalam Posyandu Penyuluhan PMT Penimbangan balita Imunisasi Tablet besi Penyediaan KMS Pelayanan KB Pemeriksaan kehamilan Kapsul vitamin A
Ya n 109 111 80 66 75 63 75 73 68
Tidak % 90.8 92.5 66.7 55.0 62.5 52.5 62.5 60.8 56.7
n 11 9 40 54 45 57 45 47 52
% 9.2 7.5 33.3 45.0 37.5 47.5 37.5 39.2 43.3
Total n 120 120 120 120 120 120 120 120 120
% 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kegiatan yang paling perlu ditingkatkan pelaksanaannya adalah kegiatan pemberian PMT dan penyuluhan di posyandu. Lebih dari 90% ibu balita menginginkan perbaikan pelayanan pada kedua kegiatan ini. Ibu balita menganggap kegiatan pemberian PMT dan penyuluhan ini belum dapat dilaksanakan dengan baik di posyandu. Adapun hal yang menjadi kendala dalam pemberian PMT ini dikarenakan keterbatasan dana dari Dinas Kesehatan setempat. Sementara itu, kualitas kader yang kurang memenuhi kualfikasi dan keterbatasan media atau materi untuk melakukan penyuluhan menjadi penyebab dari jarangnya dilakukan penyuluhan. Menurut Khomsan et al. (2007) penyuluhan gizi merupakan salah satu manfaat yang paling penting dirasakan oleh ibu balita dan anak balita karena akan memberikan dampak panjang bagi perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku menuju ke arah perbaikan konsumsi gizi. Hal lain yang harus ditingkatkan pelayanannya dalam pelaksanaan kegiatan program posyandu adalah penimbangan balita. Lebih dari 60% ibu balita menyatakan ketidakpuasannya terhadap penimbangan balita. Padahal penimbangan balita merupakan pelayanan rutin dan utama dalam program posyandu. Dengan demikian, perbaikan pelayanan dalam kegiatan penimbangan sangat perlu untuk diperhatikan. Pada umumnya, di setiap posyandu hanya tersedia satu timbangan dengan jumlah peserta posyandu sekitar lima puluh anak. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menanggulangi kekurangan ini
45
adalah dengan menambah jumlah timbangan, sehingga peserta posyandu tidak perlu mengantri terlalu lama ketika menimbang anaknya. Secara keseluruhan, lebih dari setengah jumlah ibu balita menginginkan peningkatan pelayanan dari seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh posyandu. Imunisasi, pemberian tablet besi dan kapsul vitamin A, pelayanan KB, pemeriksaan kehamilan, dan penyediaan KMS juga merupakan bagian dari kegiatan di posyandu yang manfaatnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian, untuk memenuhi keinginan masyarakat akan peningkatan kualiatas pelayanan di Posyandu, maka pengelola posyandu, puskesmas, Dinas Kesehatan, dan pihak-pihak lain yang terkait perlu memberikan perhatian lebih agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan gizi dan kesehatan secara maksimal. Setiap program dengan sasaran masyarakat khususnya program posyandu tidak akan berhasil jika masyarakat tidak mengerti tentang pentingnya posyandu. Oleh sebab itu, sangat diperlukan adanya peran serta dari petugas kesehatan dalam menunjang keberhasilan program tersebut.
Kader adalah
seseorang yang karena kecakapannya atau kemampuannya diangkat, dipilih atau ditunjuk untuk mengambil peran dalam kegiatan dan pembinaan posyandu, dan telah mendapat pelatihan tentang KB dan Kesehatan (Depkes RI 1993). Kader adalah ujung tombak penyelenggaraan posyandu, tanpa mereka posyandu akan sulit berkembang. Kader yang terampil akan sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan di dalam dan di luar jadwal kegiatan posyandu. Selain itu, informasi dan pesan-pesan gizi akan dapat dengan mudah disampaikan kepada masyarakat. Persepsi ibu balita mengenai kader posyandu disajikan pada Tabel 32. Tabel 32 Sebaran ibu balita mengenai persepsi tentang kader posyandu Kurang
Variabel
Cukup
Baik
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
Keterampilan kader
20
16.7
45
37.5
55
45.8
120
100.0
Keaktifan kader
16
13.3
34
28.3
70
58.3
120
100.0
8
6.7
27
22.5
85
70.8
120
100.0
32
26.7
66
55.0
22
18.3
120
100.0
Keramahan kader Jumlah kader
Sebanyak 45.8% ibu balita menilai keterampilan kader tergolong baik. Angka ini menunjukkan lebih dari setengah ibu balita menilai keterampilan kader masih kurang baik. Hal ini diduga karena masih rendahnya intensitas pelatihan para kader untuk menunjang performa mereka. Khomsan et al (2007)
46
menyebutkan bahwa kader yang terampil dan dapat menjalankan tugasnya dengan baik akan sangat berpengaruh terhadap performance posyandu. Sebagai ujung tombak pelayanan gizi di masyarakat, posyandu dengan kaderkadernya berperan penting dalam menjaga status gizi anak balita di wilayahnya. Sementara itu, sebanyak 58.3% ibu balita menilai keaktifan kader tergolong baik. Persentase terbesar dari ketiga aspek tersebut adalah terletak pada keramahan kader, yaitu sebanyak 70.8% ibu balita menilai keramahan kader tergolong baik. Secara keseluruhan ibu balita tentu mengharapkan performa para kader agar lebih ditingkatkan lagi kualitasnya, agar para kader bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Pengkategorian persepsi ibu balita tentang posyandu diukur dengan tiga pertanyaan. Skor maksimum jika semua pertanyaan dapat dijawab dengan tepat adalah 5. Dari hasil perhitungan diperoleh skor maksimum 100% dan skor minimum 40%. Sebaran ibu balita berdasarkan persepsi tentang posyandu disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Sebaran ibu balita berdasarkan persepsi tentang posyandu Kategori
n
%
Rendah (<60%)
12
10.0
Sedang (60-80%)
65
54.2
Tinggi (>80%)
43
35.8
120
100.0
Total Skor (rata-rata ± sd)
79.7±19.4
Sebanyak 54% ibu balita memiliki persepsi yang tergolong sedang tentang posyandu. Persepsi ini tidak terlepas dari kemampuan posyadu untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada peserta posyandu. Biasanya, semakin baik pelayanan yang diberikan oleh posyandu maka semakin baik pula persepsi yang diberikan. Sebaliknya, kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan oleh posyandu maka persepsi tentang posyandu tersebut juga akan semakin rendah. Pengetahuan Gizi Ibu Balita Pengetahuan gizi adalah salah satu faktor untuk memperbaiki kebiasaan makan, sehingga pada akhirnya dapat berdampak pada perbaikan dan peningkatan status gizi. Upaya meningkatkan pengetahuan gizi salah satunya dapat diperoleh melalui penyuluhan di posyandu. Pada penelitian ini, tingkat pengetahuan gizi ibu balita diukur dari pertanyaan-pertanyaan umum tentang gizi yang terdiri dari sepuluh pertanyaan. Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban
47
yang benar dari setiap pertanyaan mengenai pengetahuan gizi ibu balita disajikan pada Tabel 34. Tabel 34 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan mengenai pengetahuan gizi ibu balita Pengetahuan gizi
n
%
4
3.3
65
54.2
Zat gizi untuk pertumbuhan
109
90.8
Manfaat mengkonsumsi daging
115
95.8
70
58.3
104
86.7
57
47.5
118
98.3
72
60.0
110
91.7
Sayuran sebagai sumber protein Kandungan gizi susu kental manis
Anak berusia 2-3 bulan boleh diberi pisang/papaya Sarapan pagi tidak penting Usia pemberian ASI eksklusif Susu mempunyai kandungan kalsium tinggi Tahu mengandung formalin lebih mudah basi Cara mencuci sayuran yang baik
Berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada ibu balita, ada sebanyak lima pertanyaan yang mampu dijawab dengan baik oleh ibu balita. Adapun pertanyaan yang mampu dijawab dengan baik tersebut adalah pertanyaan mengenai zat gizi untuk pertumbuhan (90.8%), manfaat mengkonsumsi daging (95.8%), sarapan pagi tidak penting (86.7%), susu mempunyai kandungan kalsium yang tinggi (98.3%), dan cara mencuci sayuran yang baik (91.7%). Sisanya ada lima pertanyaan yang masih belum bisa dijawab dengan baik. Namun dari kelima pertanyaan tersebut, ada dua pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh kurang dari 50% ibu balita yang diberikan pertanyaan. Pertanyaan tersebut adalah sayuran sebagai sumber protein (3.3%) dan usia pemberian ASI eksklusif (47.5%). Adapun pertanyaan yang paling banyak dijawab benar dari pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan mengenai susu mempunyai kandungan kalsium yang tinggi (98.3%). Hal ini diduga karena pengetahuan mengenai susu mempunyai kandungan kalsium yang tinggi bukan menjadi sesuatu yang awam lagi bagi seluruh lapisan masyarakat baik di kota maupun di desa, mengingat sudah semakin banyaknya produsen susu yang mengiklankan produknya di berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Sementara itu, pertanyaan yang paling sedikit dijawab benar adalah pertanyaan mengenai sayuran sebagai sumber protein (3.3%). Hal ini diduga karena masih rendahnya sosialisasi mengenai pangan sumber protein di pedesaan. Oleh Karena itu, setelah mengetahui hal-hal yang belum diketahui oleh ibu balita, maka kegiatan penyuluhan di posyandu bisa difokuskan pada aspek-aspek tersebut.
48
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada ibu balita kemudian akan diberi
skor
dan
diklasifikasikan
menjadi
kurang,
sedang,
dan
baik.
Pengklasifikasian tingkat pengetahuan gizi ibu balita didasarkan pada Khomsan (2000) yang membagi tingkat pengetahuan menjadi tiga kelompok, yaitu baik jika skor lebih dari 80%, sedang jika skor 60-80%, dan kurang jika skor kurang dari 60%. Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizinya disajikan pada Tabel 35. Tabel 35 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu balita Pengetahuan gizi ibu balita
n
%
Kurang (<60%)
21
17.5
Sedang (60-80%)
84
70
Baik (>80%)
15
12.5
120
100
Total Rata-rata ± sd
68.7 ± 14.7
Persentase terbesar ibu balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizinya diklasifikasikan ke dalam tingkat sedang (70%). Sementara itu, hanya sebesar 12.5%
ibu balita memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik. Pesentase ini
bahkan masih lebih kecil jika dibandingkan dengan tingkat pengetahuan gizi ibu balita pada tingkat kurang (17.5%). Hal ini menunjukkan bahwa masih minimnya jumlah ibu balita yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Adapun rata-rata tingkat pengetahuan gizi ibu balita adalah sebesar 68.7%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu balita pada penelitian ini tergolong ke dalam tingkat sedang. Banyaknya jumlah ibu balita yang memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang diduga karena tingkat pendidikan ibu balita yang cukup baik, dimana lebih dari 50% ibu balita mampu menyelesaikan sekolahnya hingga ke tingkat SMP/sederajat. Persentase ini cukup tinggi mengingat ibu balita hanya tinggal dan sekolah di pedesaan. Sikap Gizi Ibu balita Sikap gizi merupakan kecerdasan seseorang untuk menyetujui atau tidak menyetujui terhadap suatu pernyataan yang diajukan terkait dengan gizi dan makanan. Sikap gizi seringkali terkait erat dengan pengetahuan gizi. Seseorang yang berpengetahuan gizi baik cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula (Khomsan 2009). Sikap gizi diukur dengan menggunakan kuisioner yang terdiri dari 10 pernyataan dengan pilihan jawaban setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju. Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban mengenai pernyataan sikap gizi disajikan pada Tabel 36.
49
Tabel 36 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban mengenai pernyataan sikap gizi ibu balita Pernyataan Saya akan menyediakan sayuran tiap hari untuk konsumsi keluarga saya Anak saya lebih baik minum susu bubuk/susu cair daripada minum susu kental manis Menyediakan lauk-pauk yang bergizi penting untuk anak saya Anak tidak perlu mengonsumsi daging karena harganya mahal Anak berusia 2-3 bulan boleh diberi pisang agar tidak rewel Anak harus selalu sarapan pagi agar kuat beraktivitas ASI saja (eksklusif) diberikan pada anak sampai usia 3 bulan Minum susu penting bagi anak untuk memperkuat tulang dan gigi Jajanan ciki-cikian kurang baik bagi anak Lalap yang direbus lebih aman daripada lalap mentah
Setuju
Raguragu
Tidak setuju
n
%
n
%
n
%
113
94.2
4
3.3
3
2.5
77
64.2
14
11.7
29
24.2
113
94.2
1
0.8
6
5.0
45
37.5
17
14.2
58
48.3
63
52.5
6
5.0
51
42.5
118
98.3
2
1.7
0
0.0
58
48.3
5
4.2
57
47.5
119
99.2
0
0.0
1
0.8
79
65.8
3
2.5
38
31.7
107
89.2
3
2.5
10
8.3
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa ada lima pernyataan dengan persentase tinggi yang jawabannya sudah sesuai. Hal ini menunjukkan sikap ibu balita terhadap kelima pernyataan tersebut sudah baik. Sementara itu, ada tiga pernyataan yang jawabannya masih kurang sesuai. Salah satunya adalah hanya sebanyak 48.3% yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pernyataan anak tidak perlu mengonsumsi daging karena harganya mahal. Padahal, konsumsi daging itu baik untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak. Bukan semata-mata karena harganya mahal, anak tidak perlu mengkonsumsi daging. Hal ini sebaiknya harus dipertimbangkan kembali oleh ibu balita, kalau tidak akan berpengaruh terhadap kecukupan zat gizi anak. Pernyataan lain yang jawabannya masih kurang sesuai adalah ada sebanyak 52.5% ibu balita yang setuju terhadap pernyataan anak berusia 2-3 bulan boleh diberi pisang agar tidak rewel. Padahal menurut Roesli (2000) ASI eksklusif adalah bayi yang hanya diberikan ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim Artinya, selain ASI, makanan lain tidak boleh dikonsumsi balita, termasuk pisang. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman ibu balita mengenai pemberian makanan bayi. Selain itu, ada sebanyak 48.3% ibu balita yang setuju
50
terhadap pernyataan ASI saja (eksklusif) diberikan pada anak sampai usia 3 bulan. Padahal rekomendasi UNICEF dan WHO menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (WHO 1991). Hal ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman ibu balita mengenai durasi pemberian ASI eksklusif yang baik. Selanjutnya, dari kesepuluh pernyataan mengenai sikap ibu balita diberi skor dan dikategorikan ke dalam kurang, sedang dan baik. Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat sikap gizi disajikan pada Tabel 37. Tabel 37 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat sikap gizi Kategori
n
Kurang (<60%)
%
9
7.5
Sedang (60-80%)
70
58.3
Baik (>80%)
41
34.2
120
100.0
Total Rata-rata ± sd
76.6 ± 13.6
Berdasarkan tabel di atas, rata-rata skor sikap gizi ibu balita adalah 76.6. Rata-rata skor ini sedikit lebih baik dibandingkan pengetahuan gizi. Secara keseluruhan tingkat sikap gizi ibu balita tergolong sedang (58.3%). Hanya sebesar 34.2% ibu balita yang sikap gizinya baik. Sementara itu, masih ada ibu balita yang sikap gizinya kurang (7.5%). Hal ini menunjukkan masih perlu dilakukan peningkatan terhadap sikap gizi ibu balita. Perilaku Gizi Ibu Balita Menurut Suhardjo (1996) perilaku gizi adalah tindakan seseorang mengenai gizi yang telah dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap gizi. Pada penelitian ini perilaku gizi ibu balita diperoleh dari pernyataan pada kuisioner yang tidak jauh beda dari pernyataan sikap gizi ibu balita. Perbedaannya hanya terletak pada perilaku ini pernyataannya di ubah menjadi pengaplikasian sehari-hari. Perlu untuk diketahui, ada beberapa ibu balita yang tidak ditanyakan beberapa pernyataan pada kuisioner. Hal ini dikarenakan ada beberapa pernyataan yang masih belum bisa ditanyakan dikarenakan anaknya masih bayi. Oleh karena itu, skoring dilakukan dengan cara jumlah ibu yang menjawab ya dibagi jumlah ibu yang menjawab soal dikali seratus persen. Sebaran ibu berdasarkan yang menjawab ya mengenai pernyataan perilaku gizi ibu disajikan pada Tabel 38.
51
Tabel 38 Sebaran ibu balita berdasarkan jawaban ya mengenai pernyataan perilaku gizi ibu Pernyataan
n
%
Anak saya mengonsumsi sayuran
65
63.7
Saya biasa memberi susu kental manis untuk anak saya
61
63.5
Saya menyediakan tahu/tempe untuk lauk anak saya
99
99.0
Anak saya mengonsumsi daging (sapi/ayam) sebagai lauk-pauk
45
44.1
Anak saya ketika berusia 2-3 bulan sudah diberi makan pisang
55
47.8
Anak saya biasa sarapan pagi Saya memberikan ASI saja (eksklusif) sampai anak berusia 6 bulan
88
83.8
12
10.0
Saya membiasakan anak saya minum susu sampai sekarang
65
55.6
Anak saya suka jajan ciki-cikian Sayuran untuk anak saya selalu dimasak, bukan disajikan sebagai lalap mentah
18
78.3
94
94.9
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase ibu balita tertinggi menjawab ya adalah pernyataan saya menyediakan tahu/tempe untuk lauk anak saya (99%). Hal ini diduga harga tahu dan tempe yang terjangkau di pasaran, sehingga ibu balita tidak kesulitan dalam menyediakan untuk anaknya. Sementara itu, ada beberapa pernyataan yang persentase menjawab ya nya sangat kecil. Persentase terkecil adalah pernyataan saya memberikan ASI saja (eksklusif) sampai anak berusia 6 bulan (10%). Kecilnya persentase ibu balita yang memberikan ASI eksklusif hingga 6 bulan diduga karena rendahnya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif. Minimnya akses informasi bisa menjadi salah satu faktornya. Pernyataan lainnya adalah anak saya mengonsumsi daging (sapi/ayam) sebagai lauk-pauk (44.1%). Rendahnya konsumsi daging sapi pada anak diduga karena harga daging sapi yang cukup mahal. Sementara itu, ekonomi keluarga ibu balita belum dikatakan baik. Sehingga, mereka lebih memilih protein nabati seperti tahu dan tempe untuk memenuhi kecukupan proteinnya. Persentase terkecil lainnya adalah anak saya ketika berusia 2-3 bulan sudah diberi makan pisang (47.8%). Hal ini diduga masih banyaknya ibu balita yang belum memahami apa itu ASI eksklusif. Selanjutnya, dari kesepuluh pernyataan mengenai perilaku ibu balita diberi skor dan dikategorikan ke dalam kurang, sedang dan baik. Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat perilaku gizi disajikan pada Tabel 39.
52
Tabel 39 Sebaran ibu balita berdasarkan tingkat perilaku gizi Kategori
n 36 77 7 120
Kurang (<60%) Sedang (60-80%) Baik (>80%) Total Rata-rata ± sd
% 30.0 64.2 5.8 100 63 ± 15.8
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata skor perilaku gizi ibu balita adalah 63. Angka ini lebih kecil dari pengetahuan dan sikap gizi ibu balita. Secara keseluruhan perilku ibu balita tergolong sedang (64.2%). Namun, ada sebanyak 30% ibu balita perilaku gizinya tergolong kurang. Hanya sebanyak 5.8% yang perilaku gizinya baik. Hal ini menunjukkan perlu adanya peningkatan perilaku gizi ibu balita ke arah yang lebih baik karena perilaku gizi ibu balita bisa berdampak pada status gizi dan kesehatan anak balita. Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita Menurut Sandjaja et al. (2009) kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata energi dan zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologi khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Secara umum faktor yang mempengaruhi dan perlu dipertimbangkan dalam penetapan kecukupan gizi makro (AKE dan AKP) adalah umur (yang secara umum mencerminkan tahap pertumbuhan dan perkembangan), jenis kelamin, ukuran tubuh terutama berat badan, keadaan fisiologis, dan iklim (WNPG VIII 2004). Di bawah ini disajikan Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein. Tabel 40 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Energi
kategori
Protein
n
%
n
%
Defisit tingkat berat
61
50.8
56
46.7
Defisit tingkat sedang
18
15.0
12
10.0
Defisit tingkat ringan
7
5.8
11
9.2
22
18.3
21
17.5
Normal Lebih
12
10.0
20
16.7
Total
120
100.0
120
100.0
Energi Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Hanya sebanyak 18.3% balita yang memiliki tingkat kecukupan energi yang normal. Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan
53
kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya. Bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah , lemah, cengeng, kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kekurangan energi dapat menyebabkan marasmus pada anak balita (Almatsier 2001). Protein Sebanyak 46.7% balita memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat. Hanya sebanyak 17.5% yang memiliki tingkat kecukupan protein yang normal. Menurut Almatsier (2001) protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak balita. Menurut Almatsier (2001) vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Sementara itu, mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral disajikan pada Tabel 36. Tabel 41 Sebaran balita berdasarkan tingkat kecukupan vitamin dan mineral kalsium
Phosfor
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Defisit
61
50.8
57
47.5
78
65.0
70
58.3
19
15.8
81
67.5
Normal
59
49.2
63
52.5
42
35.0
50
41.7
101
84.2
39
32.5
120
100
120
100
120
100
120
100
120
100
120
100
Kategori
Total
Besi
Vit A
Vit B1
Vit C
Kalsium Sebanyak 50.8% balita memiliki tingkat kecukupan kalsium yang tergolong defisit. Sementara itu, dengan jumlah yang hampir sama yaitu 49.2% balita memiliki tingkat kecukupan kalsium
yang tergolong normal. Kalsium
penting untuk pertumbuhan dan mineralisasi tulang dan gigi. Lebih dari 98% kalsium tubuh terdapat pada tulang dan gigi. Anak memerlukan kalsium dua sampai empat kali lebih besar per unit berat badan dibandingkan orang dewasa. Asupan kalsium yang rendah memperlambat laju pertumbuhan dan mineralisasi tulang dan gigi. Bahan makanan sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahannya, yang mempunyai ketersediaan biologis yang tinggi (Arisman 2004).
54
Phosfor Sebanyak 52.5% balita memiliki tingkat kecukupan phosfor yang tergolong normal. Namun, cukup banyak juga balita yang tingkat kecukupan phosfornya tergolong defisit, yaitu sebanyak 47.5%. Phosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat tubuh. Phosfor berfungsi untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorbsi dan transportasi zat gizi, dan mengatur keseimbangan asam-basa. Kekurangan phosphor menyebabkan kerusakan tulang. Phosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam, ikan, telur, susu, kacang-kacangan, dan serealia (Almatsier 2001). Besi Sebagian besar balita (65%) memiliki tingkat kecukupan besi yang tergolong defisit. Hanya sebanyak 35% balita yang tingkat kecukupan besinya tergolong normal. Defisiensi besi dapat disebabkan kekurangan asupan besi, gangguan penterapan, perdarahan hebat, atau kehilangan darah berulang-ulang. Sumber besi dalam makanan hewani adalah daging, hati, unggas dan ikan; dalam makanan nabati yaitu kacang-kacangan dan olahannya, sayuran hijau, dan rumput laut (Arisman 2004). Vitamin A Sebanyak 58.3% balita memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang tergolong defisit. Jumlah ini lebih besar dibandingkan balita yang tingkat kecukupan vitamin A nya normal, yaitu sebanyak 41.7%. Kekurangan vitamin A terutama terdapat pada anak-anak balita. Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A banyak terdapat di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, karena makanan kaya vitamin A pada umumnya mahal harganya. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu, dan mentega (Almatsier 2001). Vitamin B1 Sebagian besar balita (84.2%) memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 yang tergolong normal. Hanya sebanyak 15.8% balita yang mengalami defisit vitamin B1. Kekurangan vitamin B1 dapat terjadi karena kurangnya konsumsi, gangguan absopsi, dan meningkatnya kebutuhan. Kekurangan vitamin B1 terlihat
55
pada masyarakat miskin yang menderita gangguan gizi, pda penyakit kronis dan anoreksia. Gejala klinik kekurangan vitamin B1 terutama menyangkut sistem saraf dan jantung yang dalam keadaan berat dinamakan beri-beri, yaitu beri-beri basah dan beri-beri kering. Sumber utama vitamin B1 dalam makanan adalah serealia tumbuk/setengah giling (Almatsier 2001). Vitamin C Sebagian besar balita (67.5%) ,mengalami defisit vitamin C. Hanya 32.5% balita yang kecukupan vitamin C nya normal. Vitamin C berfungsi untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh, penangkal radikal bebas, dan absorbsi zat besi. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan gusi berdarah, sariawan, nyeri otot atau gangguan syaraf. Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan, papaya, dan tomat (Almatsier 2001). Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi energi dan protein disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Rata-rata AKG, konsumsi, dan TKG balita Zat gizi
AKG
Konsumsi
TKG
Energi
1093 ± 259.5
758 ± 386.7
71.5 ± 40.5
Protein
20.4 ± 4.3
17.5 ± 12.7
87.9 ± 80.3
Konsumsi energi balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 758 kkal. Konsumsi energi ini rata-rata hanya memenuhi 71.5% (defisit tingkat sedang) angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Sementara itu, konsumsi protein balita secara keseluruhan rata-rata sebesar 17.5 gram. Konsumsi protein ini juga hanya memenuhi 87.9% (defisit tingkat ringan) angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1988), kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein pada tahap awal menimbulkan rasa lapar, dalam jangka waktu tertentu berat badan akan turun. Kekurangan yang berlanjut akan menyebabkan kekurangan energi dan protein (marasmus, kwashiorkor, atau marasmus-kwashiorkor). Bila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi maka seseorang akhirnya akan mudah terserang penyakit dan selanjutnya mengakibatkan kematian (Hardinsyah & Martianto 1992). Status Gizi Balita Menurut Riyadi (1995) status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan. Status gizi dipengaruhi oleh
56
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi balita
ditentukan
dengan
menggunakan
beberapa
indeks
yang
telah
direkomendasikan oleh WHO, yaitu indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks tinggi badan menurut umur (TB/U), dan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Hasil pengukuran dengan masing-masing indeks tersebut selanjutnya ditentukan dengan menggunakan nilai z-score. Status gizi balita diklasifikasikan berdasarkan baku antropometri WHO tahun 2006. Sebaran status gizi balita menurut BB/U disajikan pada Tabel 43. Tabel 43 Sebaran status gizi balita menurut BB/U BB/U
n
%
Gizi buruk
2
1.7
Gizi kurang
10
8.3
Gizi baik
104
86.7
Gizi lebih
4
3.3
120
100.0
Total Z-score (rata-rata ± sd)
-0.6 ± 1.3
Indeks berat badan menurut umur lebih mencerminkan status gizi saat ini karena berat badan menggambarkan massa tubuh yang sensitif terhadap perubahan yang mendadak. Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot. Tabel 43 menunjukkan bahwa sebagian besar balita (86.7%) memiliki status gizi baik menurut BB/U. Terdapat beberapa balita yang yang tergolong status gizi kurang (8.3%) dan bahkan ada yang tergolong status gizi buruk (1.7%). Sementara itu, ada sebanyak 3.3% balita yang berstatus gizi lebih. Tabel 44 Sebaran status gizi balita menurut TB/U TB/U
n
%
Sangat pendek
15
12.5
Pendek
39
32.5
Normal
61
50.8
Tinggi
5
4.2
120
100.0
Total Z-score (rata-rata ± sd)
-1.6 ± 1.8
Indeks tinggi badan menurut umur menggambarkan status gizi masa lalu. Hal ini disebabkan tinggi badan lebih menggambarkan pertumbuhan skeletal yang dalam keadaan normal berjalan seiring dengan pertumbuhan umur dan relatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu pendek (Supariasa et al. 2001). Data pada Tabel 44 menunjukkan ada sebanyak 50.8%
57
balita yang memiliki status gizi normal menurut TB/U. Sementara itu ada sebanyak 32.5% balita yang pendek dan 12.5% yang sangat pendek. Untuk balita yang memiliki tubuh tinggi hanya sebanyak 4.2%. Menurut Supariasa et al. (2001), indeks TB/U selain memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga erat kaitannya dengan status sosial ekonomi keluarga. Banyaknya balita yang memiliki tubuh yang pendek berbanding lurus dengan tingkat ekonomi keluarga yang berada pada golongan ekonomi menengah ke bawah. Tabel 45 Sebaran status gizi balita menurut BB/TB BB/TB Sangat kurus Kurus
n
%
0
0.0
3
2.5
Normal
100
83.3
Gemuk
17
14.2
120
100.0
Total Z-score (rata-rata ± sd)
0.5 ± 1.4
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi. hal ini dikarenakan BB/TB dapat member gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, sehingga indeks ini dijadikan indikator kekurusan. Selain itu, ukuran berat badan menurut tinggi badan yang rendah seringkali menunjukkan kekurangan pangan yang belum lama terjadi (Suhardjo et al. 1985). Menurut soekirman (2000) berat badan berkorelasi linear dengan tinggi badan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Berdasarkan Tabel 45, sebagian besar balita (83.3%) memiliki status gizi normal menurut BB/TB. Sementara itu, ada sebanyak 14.2% yang memiliki badan gemuk. Hanya sebesar 2.5% balita yang memiliki badan kurus. Riyadi (2001) menyatakan bahwa wasting secara luas digunakan untuk menjelaskan proses yang mengarah pada terjadinya kehilangan berat badan, sebagai akibat dari kelaparan akut dan penyakit berat. Berdasarkan kriteria WHO, masalah gizi dan kesehatan masyarakat tergolong tinggi apabila prevalensi kurus (wasting) berkisar antara 10-14%. Oleh karena itu, masalah gizi dan kesehatan di lokasi penelitian masih tergolong rendah.
58
Analisis Hubungan Partisipasi Ibu di Posyandu dengan Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Gizi Ibu serta Status Gizi Balita Analisis pengaruh antar variabel pada penelitian ini menggunakan alat analisis Model Persamaan Struktural (SEM) dengan menggunakan software SAS 9.1.3. Penggunaan alat analisis Model Persamaan Struktural (SEM) bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dari model yang dihasilkan oleh Model Persamaan Struktural (SEM) itu sendiri. Model Persamaan Struktural (SEM) pada penelitian ini menghasilkan sebuah model yang akan memenuhi Goodness of Fit. Apabila dari indikator yang menilai fit tersebut nilai yang dihasilkan memenuhi standar Cut-off-value, maka dapat dikatakan indikatornya adalah good fit, dan bila indikator yang menilai fit tidak memenuhi standar maka bisa saja indikatornya termasuk pada marginal fit/close fit/poor fit dengan ketentuan rentang nilai yang semakin jauh dari standar sebenarnya. Adapun model yang dihasilkan oleh Model Persamaan Struktural (SEM) dapat dilihat pada Gambar 3.
0
1.0126
y2
0
-51.7869 1.0325
x1
y1 -16.2148
1.0000
-16.2148
x2
-3.21E-6
-51.7869
5.1386
η2
-13.2664
x3
-83.9629
-83.9629
η1
ξ1
864301
1.0168
y4
-3.21E-6
-3.21E-6
-3.21E-6
-3.21E-6
η4
5.2471
1.0000
y5
η3 1.0003
1.1030
x4 1.0000
1.0857
864301 y3
0 Gambar 3 Model Persamaan Struktural (SEM) penelitian.
59
Berikut adalah persamaan matematik dari model SEM yang diperoleh. Model pengukuran: x1
= -16.2148 ξ1
+
1.0126 ex1
x2
= -51.7869 ξ1
+
1.0325 ex2
x3
= 864301 ξ1
+
1.0003 ex3
x4
= -83.9629 ξ1
+
1.0857ex4
y1
= -0.8329 η1
+
0.5534 ey1
y2
= -2.2485 η1
+
1.0000 ey2
y3
= 864301 η1
+
30352.9 ey3
y4
= -83.9629 η1
+
5.1386 ey4
y5
= 5.2471 η1
+
1.0130 ey5
Model struktural: η1
= -13.2664 ξ1
+
1.0168 dη1
η2
= -4.09E-6 η1
+
1.0000 dη2
η3
= -3.21E-6 η1
+
-3.21E-6 η2 + 1.0000 dη3
η4
= -3.21E-6 η2
+
-3.21E-6 η3 + 1.0000 dη4
Berdasarkan model di atas, maka diperoleh Goodness Of Fit (GOF) yang menentukan model tersebut layak untuk digunakan. Nilai GFI adalah nilai yang biasa digunakan untuk menentukan Goodness Of Fit (GOF). Nilai GFI berkisar antara 0 (poor fit) sampai 1 (perfect fit), dan nilai GFI>0.90 merupakan good fit (kecocokan yang baik), sedangkan 0.80≤GFI≤0.90 disebut sebagai marginal fit. Pada penelitian ini, GFI yang dihasilkan nilainya sebesar 0.89. Artinya, nilai GFI tersebut tergolong ke dalam marginal fit dan hampir mendekati nilai good fit. Oleh karena itu, nilai GFI ini menunjukkan model SEM pada penelitian ini merupakan model yang cukup baik untuk dianalisis lebih lanjut. Berdasarkan hasil analisis SEM, partisipasi ibu balita di posyandu memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat pengetahuan gizi ibu balita (T-value=-2.59E16). Peningkatan pengetahuan gizi ibu balita di posyandu bisa dilakukan melalui adanya penyuluhan tentang gizi oleh kader atau petugas posyandu. namun, tidak menutup kemungkinan informasi yang datang dari luar juga bisa meningkatkan pengetahuan gizi ibu balita, seperti melalui media elektronik (TV atau radio) dan media cetak (koran atau majalah). Peningkatan pengetahuan gizi ibu balita diharapkan dapat meningkatkan sikap ibu balita. Hasil analisis menunjukkan terdapat pengaruh signifikan pengetahuan gizi
terhadap sikap gizi ibu balita (T-value= -3.8323). Menurut
60
Khomsan (2009), seseorang yang berpengetahuan gizi baik, cenderung akan memiliki sikap gizi yang baik pula. Idealnya, jika pengetahuan dan sikap gizi ibu balita sudah baik, biasanya akan tercermin pada perilaku yang baik pula. Hal ini dapat terlihat pada hasil analisis yang menunjukkan terdapat pengaruh signifikan sikap gizi terhadap perilaku gizi ibu balita (T-value= -3.8323). Selain itu, terdapat juga pengaruh signifikan pengetahuan gizi terhadap perilaku gizi ibu balita (T-value= -3.8323). Hal ini menunjukkan, perilaku yang baik tidak harus selalu melalui proses memiliki sikap yang baik, tetapi memiliki pengetahuan yang baik saja sudah bisa menggambarkan perilaku seseorang. Pengetahuan akan membuat seseorang mengerti suatu hal dan merubah kebiasaannya, sehingga meningkatnya pengetahuan akan merubah kebiasaan seseorang mengenai sesuatu. Jika peningkatan itu terjadi pada pengetahuan gizi, maka akan terjadi perubahan kebiasaan terkait dengan gizi sehingga menjadi lebih baik (Notoatmodjo 2005). Hasil uji lainnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan sikap gizi ibu terhadap status gizi balita (T-value=-3.8323). Begitu juga dengan perilaku gizi, terdapat pengaruh signifikan perilaku gizi ibu terhadap status gizi balita (T-value=-5.1027). Menurut kerangka UNICEF (1998), status gizi dipengaruhi oleh dua faktor, faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung dapat berupa intake konsumsi zat gizi dan kesehatan, sedangkan faktor tidak langsung bisa berupa persediaan makanan di rumah, perawatan anak dan ibu hamil, dan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, jika faktor-faktor tersebut dapat dicerminkan oleh perilaku ibu balita, terutama pada faktor langsung, maka bisa diperkirakan status gizi anak balita akan baik. Pada analisis SEM, digunakan indikator-indikator untuk mengukur variabel laten yang diteliti. Berdasarkan besarnya T-value, maka dapat dilihat indikator mana yang paling berkontribusi terhadap variabel laten. Hasil analisis disajikan pada Tabel 46 berikut.
61
Tabel 46 Nilai loading factor,standar error, dan T-value untuk semua manifest Manifest
Loading factor
Standar error
T-value
Frekuensi kehadiran
-16.2148
7.27E-15
-2.23E15
Besar keluarga
-51.7869
2.4E-13
-2.16E14
Pendapatan keluarga
864301
2.72E-17
0.0
Pendidikan ibu balita
-83.9629
1.89E-12
-4.43E13
10 pertanyaan Pengiz
-16.2148
7.27E-15
-2.23E15
10 pertanyaan sikap
-51.7869
2.4E-13
-2.16E14
864301
2.72E-17
0.0
TKE
-83.9629
1.89E-12
-4.43E13
TKP
5.2471
8.06E-13
6.507E12
10 pertanyaan perilaku
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa indikator frekuensi kehadiran ibu balita di Posyandu merupakan indikator yang paling baik digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi ibu balita di Posyandu. Hal ini terlihat dari nilai T-value frekuensi kehadiran adalah yang paling tinggi dibandingkan indikator lainnya (T-value=-2.23E15). Sementara itu, pertanyaanpertanyaan yang digunakan pada kuisioner sudah cukup baik untuk mengukur tingkat pengetahuan gizi ibu balita dengan T-value=-2.23E15. Begitu juga dengan pertanyaan mengenai sikap sudah bisa dijadikan alat ukur yang baik untuk mengukur sikap gizi ibu balita dengan nilai T-value=-2.16E14. Namun, pertanyaan mengenai perilaku tidak bisa dijadikan alat ukur yang baik. Hal ini ditunjukkan dari nilai T-value yang di bawah standar (T-value=0.0). Status gizi bisa diukur dengan baik oleh TKE dan TKP balita. Hal ini ditunjukkan oleh nilai pada TKE (T-value=-4.43E13) dan TKP (T-value=6.507E12).
62
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar keluarga ibu balita tergolong keluarga kecil (4< orang). Rata-rata
pendapatan
keluarga
keluarga
ibu
balita
sebesar
Rp.362.081/kapita/bulan. Rata-rata umur ibu balita adalah 27 tahun. Sebagian besar tingkat pendidikan ibu balita adalah SMP/sederajat. Kebanyakan ibu balita berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Persentase jenis kelamin balita laki-laki dengan perempuan hampir sama banyaknya. Sebagian besar balita berada pada golongan umur 12-23 bulan dan 24-35 bulan. Sebagian besar tingkat partisipasi ibu balita di posyandu tergolong kategori sedang (60%). Secara umum, tingkat pengetahuan gizi ibu balita tergolong kategori sedang (70%). Selain itu, sebagian besar ibu balita juga memiliki sikap gizi yang tergolong kategori sedang (58.3%). Begitu juga dengan perilaku gizi ibu balita yang sebagian besar tergolong kategori sedang (64.2%). Secara umum, tingkat kecukupan energi dan protein balita tergolong ke dalam defisit tingkat berat. Begitu juga dengan zat gizi lainnya hanya tingkat kecukupan phosfor dan vitamin B1 yang tergolong normal, selain itu zat gizi lain masih tergolong defisit. Berdasarkan indeks BB/U, sebagain besar balita tergolong ke dalam gizi baik (86.7%). Berdasarkan indeks TB/U, sebagian besar balita tergolong normal (50.8%). Demikian pula berdasarkan indeks BB/TB, sebagian besar balita tergolong normal (83.3%). Berdasarkan hasil analisis SEM, terdapat pengaruh signifikan partisipasi ibu balita di posyandu terhadap tingkat pengetahuan gizi ibu balita. Tingkat Pengetahuan gizi ibu balita berpengaruh signifikan terhadap sikap gizi ibu balita. Tingkat pengetahuan dan sikap gizi ibu balita berpengaruh signifikan terhadap perilaku gizi ibu balita. Sikap dan perilaku gizi ibu balita berpengaruh signifikan terhadap status gizi balita ibu balita. Saran Berdasarkan fenomena masih sedikitnya ibu balita yang memiliki partisipasi tinggi di posyandu, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan motivasi ibu balita untuk berpartisipasi lebih di posyandu. Adapun upaya yang dapat dilakukan di antaranya perlu adanya peningkatan pelayanan posyandu yang memadai baik dari segi sarana maupun prasarana. Selain itu, perlu
63
dilakukan program penyuluhan bagi masyarakat agar masyarakat benar-benar memahami pentingnya posyandu serta dapat meningkatkan kesadaran untuk memanfatkan pelayanan posyandu dalam upaya perbaikan gizi. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi balita masih tergolong defisit. Oleh karena itu, sangat diharapkan kepada pemerintah setempat untuk lebih memperhatikan kondisi balita di lokasi penelitian. Perlu digalakkan beberapa program perbaikan gizi anak balita oleh pemerintah setempat guna memperbaiki kecukupan energi dan zat gizi balita.
64
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Penelitian Indonesia. Azwar S. 2009. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Kabupaten Bogor dalam Angka. BPS. Bogor. Campbel K. 2002. Family foog environments of children: does sosioeconomics status make a difference. Asia Pasific Journal Clinical Nutrition. [Depkes] Departemen Kesehatan. 1986. Posyandu. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. _______. 2006 Pedoman Pengelolaan Kesehatan Republik Indonesia.
Posyandu. Jakarta:
Departemen
Gibson R. 1993. Nutritional Assesment, A Laboratory Manual. New York: Oxford University. Gibson. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Martianto D. 1988. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Menaksir Angka Kecukupan Energi dan Protein Serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari. Hardinsyah, Suhardjo. 1987. Ekonomi Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Angka kecukupan energi, protein, lemak, dan serat makanan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: LIPI. Hardjono. 2000. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat untuk hidup sehat [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
65
Hidayat AA. 2004. Pengantar Imu Keperawatan Anak I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Istiwadaynti, Sudjarwo, penerjemah. Jakarta: Erlangga. __________. 1993. Perkembangan Anak Jilid Dua. M Tjandrasa, M Zarkasih, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Jahari AB. 1995. Antropometri Sebagai Indikator Gizi. Gizi Indonesia (hlm 8-9). Jelliefe DB, Patrice J. 1989. Community Nutritional Assessment. New York: Oxford University Press. Kasmita. 2000. Kinerja posyandu dan status gizi anak balita di kabupaten pariaman provinsi sumatera barat [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Khomsan A, Anwar F, Sukandar D, Riyadi H & Mudjajanto ES. 2009. Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu Serta Perbaikan Gizi Balita. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dan Nestle Foundation. Khomsan A. 2000. Tekik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran Jilid ke I. Molan B, penerjemah, Jakarta: Prenhallindo. Madanijah S, Triana N. 2007. Hubungan antara status gizi masa lalu anak dan partisipasi ibu di Posyandu dengan kejadian tuberculosis pada murid taman kanak-kanak. Gizi dan Pangan 2 (1): 29-41. Madanijah S. 2003. Model pendidikan “GI-PSI-SEHAT” bagi ibu serta dampaknya terhadap perilaku ibu, lingkungan pembelajaran, konsumsi pangan dan status gizi anak usia dini [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Marjanka K et al. 2002. Nutritional status and linear growth of indonesians infants in west java are determined more by prenatal environment than by postnatal factors. JN The Journal of Nutrition 132: 2202-2207. Moehdji S. 1986. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Anak. Jakarta: Batara. Notoadmodjo S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Andi Ofset. Notoadmodjo S. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. [Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Prevalensi status gizi balita menurut provinsi. Jakarta: Riskesdas.
66
Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Roesli, U. 2000. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya. Sajogjo, Rusli S, Hartadi SH, Gunardi. 1994. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota (5th ed). Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Sembiring N. 2004. Posyandu Sebagai Saran Peran Serta Masyarakat dalam Usaha Peningkatan Kesehatan Masyarakat. Bagian Kependudukan dan Biostatistik, FKM-USU, Medan. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Suhardjo, Harper LJ, Deaton BJ & Driskel JA. 1985. Pangan, gizi, dan pertanian. Jakarta: UI Press. Suhardjo, Riyadi H. 1990. Metode Penilaian Status Gizi Masyarakat. Bogor: Ministry of Education-FN IUC. Institut Pertanian Bogor. Suhardjo. 1989a. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, institut Pertanian Bogor. _______. 1989b. Sosio Budaya Gizi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumsi Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Sunyoto A. 1991. Partisipasi masyarakat sasaran dalam kegiatan posyandu [tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Supariasa et al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. WHO. 1991. Indicators for assessing breast-feeding practices. Report from an informal meeting 1-12 Juni. WHO: Geneva. WHO.
2007. Growth reference 5-19 http://www.who.int/growthref/who2007bmiforage/en/index.html.
years.
Zulkifli.
2003. Posyandu dan kader kesehatan. Usu Digital http://www.library.usu.ac.id [27 Desember 2011].56666
Library.
LAMPIRAN
68 Lampiran 1 Kuisioner Penelitian
Intervensi Terpadu Pemberdayaan Program Gizi Posyandu untuk Mengatasi Masalah Gizi Kurang di Pedesaan (A multi-approach intervention to empower posyandu nutrition program to combat malnutrition problem in rural areas)
Ibu & Balita 0-36 bulan Saya setuju untuk diwawancara
Tanda tangan responden
Sheet1 : Coverbu Pengumpulan Data/PD: ___________ 1. Awal
2. Akhir
1. TANGGAL KUNJUNGAN
: IB1 ____________________________ 2012
2. PEWAWANCARA
: IB2
_______________________ 1. Catur Dwi A. 2. Oktarina 4. Tagor Syaputra
3.Iin
3. NO. IBU BALITA
: IB3 ___________ (No 1-30 dalam 1 desa)
4. NAMA POSYANDU
: IB4 __________________
5. NAMA IBU BALITA
: IB5 ____________________________
6. NAMA KEPALA KELUARGA
: IB6____________________________
7. RT
: IB7___________
8. RW
: IB8___________
9. DUSUN/KAMPUNG
: IB9____________________________
10. DESA
: IB10
Desa
: 1. Sukajadi
______________________
2. Sukaresmi
3. Sukaluyu
4. Sukajaya
11. Jam mulai wawancara
: IB11____________________________
12. Jam selesai wawancara
: IB12____________________________
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
69 Sheet 2: Sosekbu A. SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA A1
A2
A3
A4
Nama
Posisi di keluarga
Jenis Kelamin
(2)
(3)
(4)
No.
Kode : (3) Posisi di Keluarga (4) Jenis Kelamin (5) Umur (6) Pendidikan (7) Membaca (8) Menulis (9) Pekerjaan
(10) BB (11) TB
A6 Umur (5)
Pend. (thn)
thn
bln
A51
A52
A7
A8
A9
A10
A11
Membaca
Menulis
Pekerjaan
BB (kg)
TB (cm)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(6)
1=suami (ayah), 2=istri (ibu) , 3=anak, 4= saudara lainnya, 5= kakek/nenek, 6=lainnya sebutkan 1=laki-laki, 2=perempuan dalam bulan dan tahun (tidak tahu=777), balita diisi bulannya saja=A52 Jumlah tahun pendidikan yang diselesaikan, 00=tidak sekolah, 77=tidak tahu, 88=belum usia sekolah/anak belum sekolah (N/A) Apakah anggota keluarga tersebut mampu membaca? (Kode: 0=Tidak, 1=Ya, 7=Tidak Tahu, 8=N/A) Apakah anggota keluarga tersebut mampu menulis? (Kode: 0=Tidak, 1=Ya, 7=Tidak Tahu, 8=N/A) Kode: 0=Tidak Bekerja, 1=Petani, 2=Pedagang, 3=Buruh tani, 4=Buruh non tani, 5=PNS/ABRI/Polisi, 6=Jasa (tukang ojek, tukang cukur, penjahit, calo, dan sebagainya), 7=Ibu rumah tangga (IRT), 8=lainnya, sebutkan, 9=N/A BB = berat badan (dalam kg) diutamakan untuk dan balita (sampel) dan ibu TB = tinggi badan (dalam cm) diutamakan untuk balita (sampel)dan ibu
Sheet3 : Incomebu B. PENDAPATAN RUMAH TANGGA B1
B2
Anggota Keluarga
1. Suami
2. Istri
3. Anak
4. Agt klg lain
Jenis Pekerjaan (non-tani)
B3
B4
Penghasilan1) : Rp per Hari
Minggu
Bulan2)
B5
B6
Jumlah Hari Kerja Tahun
hari/ mgg
mgg/ bln
bln/ thn
1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Keterangan : 1) Pilih salah satu (hari, minggu, bulan, tahun) 2) Kolom B3 = bulan digunakan untuk merekap kolom sebelumnya dan harus terisi Catatan: Semua pendapatan dikonversi ke bulan, dalam perhitungan perhatikan
Jumlah
waktu
kerja
70 C. KARAKTERISTIK ANAK BATITA (USIA 0 - 36 BULAN) Sheet 4:karaknak Sosio Demografi Anak Batita No.
Pertanyaan
Jawaban
1.
Nama anak batita
H11:
2.
Jenis kelamin batita
H12:
3.
Tanggal Lahir
H13:
4.
Usia anak batita
H14:
bulan
5.
Berat lahir
H16:
kg
6.
Panjang lahir
H17:
cm
7.
Berat saat ini
H18:
kg
8.
Tinggi badan saat ini
H19:
cm
1. Laki-laki
2. Perempuan
Sheet 5: Pegizbu
D. PENGETAHUAN GIZI IBU No. 1. 2. 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pertanyaan
B
Mengonsumsi sayuran sangat penting karena sayuran umumnya dapat menjadi sumber protein Susu kental manis kandungan gizinya lebih baik daripada susu bubuk/ susu cair Zat gizi untuk pertumbuhan disebut protein Mengonsumsi daging bermanfaat untuk pertumbuhan anak Anak berusia 2-3 bulan sudah boleh diberi pisang/pepaya Sarapan pagi tidak penting, lebih penting makan siang atau makan malam ASI saja (eksklusif) diberikan pada anak sampai usia 3 bulan Susu mempunyai kandungan kalsium tinggi Tahu yang mengandung formalin akan lebih mudah basi Mencuci sayuran dengan air kran yang mengalir lebih baik daripada di baskom
S
Variabel
SKOR (B=1, S=0)
I1 I2 I3 I4 I5 I6 I7 I8 I9 I10
Sheet 6: Sikgizbu E. SIKAP GIZI IBU No.
Pertanyaan
Variabel
1.
Saya akan menyediakan sayuran tiap hari untuk konsumsi keluarga saya
J1
2.
Anak saya lebih baik minum susu bubuk/ susu cair daripada minum susu kental manis
J2
3
Menyediakan lauk-pauk yang bergizi penting untuk anak saya
J3
4.
Anak tidak perlu mengonsumsi daging karena harganya mahal
J4
5.
Anak berusia 2-3 bulan boleh diberi pisang agar tidak rewel
J5
Jawaban 1 = setuju (2) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (0) 1 = setuju (2) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (0) 1 = setuju (2) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (0) 1 = setuju (0) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (2) 1 = setuju (0) 2 = ragu-ragu (1)
SKOR
71 No.
Pertanyaan
Variabel
6.
Anak harus selalu sarapan pagi agar kuat beraktivitas
J6
7.
ASI saja (eksklusif) diberikan pada anak sampai usia 3 bulan
J7
8.
Minum susu penting bagi anak untuk memperkuat tulang dan gigi
J8
9.
Jajanan ciki-cikian kurang baik bagi anak
J9
10.
Lalap yang direbus lebih aman daripada lalap mentah
J10
Jawaban
SKOR
3 = tidak setuju (2) 1 = setuju (2) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (0) 1 = setuju (0) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (2) 1 = setuju (2) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (0) 1 = setuju (2) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (0) 1 = setuju (2) 2 = ragu-ragu (1) 3 = tidak setuju (0)
Sheet 7: Pergizbu F. PERILAKU GIZI IBU No.
Pertanyaan
Variabel
1.
Anak saya mengonsumsi sayuran
K1
2.
Saya biasa memberi susu kental manis untuk anak saya
K2
3
Saya menyediakan tahu/tempe untuk lauk anak saya
K3
4.
Anak saya mengonsumsi daging (sapi/ayam) sebagai lauk-pauk
K4
5.
Anak saya ketika berusia 2-3 bulan sudah diberi makan pisang
K5
6.
Anak saya biasa sarapan pagi
K6
7.
Saya memberikan ASI saja (eksklusif) sampai anak berusia 6 bulan
K7
8.
Saya membiasakan anak saya minum susu sampai sekarang
K8
9.
Anak saya suka jajan ciki-cikian
K9
10.
Sayuran untuk anak saya selalu dimasak, bukan disajikan sebagai lalap mentah
K10
Jawaban Responden 1 = ya (sering) (2) 2 = kadang-kadang (jarang) (1) 3 = tidak (tidak pernah) (0) 4 = N/A 1 = ya (sering/kadang-kadang) (0) 2 = tidak pernah (2) 3 = N/A 1 = ya (sering/kadang-kadang) (2) 2 = tidak pernah (0) 3 = N/A 1 = ya (sering/kadang-kadang) (2) 2 = jarang (1) 3 = tidak pernah (0) 4 = N/A 1 = ya (sering/kadang-kadang) (0) 2 = tidak pernah (2) 3 = N/A 1 = ya (sering) (2) 2 = kadang-kadang (jarang) (1) 3 = tidak (tidak pernah) (0) 4 = N/A 1 = ya (2) 2 = tidak (0) jika tidak sampai usia berapa? E7L …………………… bulan 1 = ya (sering) (2) 2 = kadang-kadang (jarang) (1) 3 = tidak (tidak pernah) (0) 4 = N/A 1 = ya (sering) (0) 2 = kadang-kadang (jarang) (1) 3 = tidak (tidak pernah) (2) 4 = N/A 1 = ya (sering) (2) 2 = kadang-kadang (jarang) (1) 3 = tidak (tidak pernah) (0) 4 = N/A
SKOR
72 Sheet 8:recallnak G. KONSUMSI PANGAN ANAK (Metode Recall 2 x 24 jam) G1= 1 (Hari ke-1) G2 No
Kode
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
158
URT Pangan/bahan Jumlah satuan Ayam 1 Ptg sdg
G3 gr/URT
Sisa(URT) Jumlah satuan
50
Hr/URT sisa 10
Berat bersih (gr) 40
gr/URT sisa 10
Berat bersih (gr) 40
G1= 2 (Hari ke-2) G2 No
Kode
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
158
URT Pangan/bahan Jumlah satuan Ayam 1 Ptg sdg
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
G3 gr/URT
Sisa(URT) Jumlah satuan
50
Keterangan: 1. Berikan kode pangan/bahan pada saat editing sesuai kode pangan 2. Sebut nama bahan pangan bila pangan tersebut tidak ada dalam DKBM 3. Berat bersih = (Hr/URT) - (Hr/URT sisa)
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
73 Sheet 9:PartisipasiBu H. PARTISIPASI IBU BATITA DI POSYANDU H1. FREKUENSI KUNJUNGAN KE POSYANDU 1. Apakah dalam 3 bulan terakhir anak ibu selalu dibawa ke Posyandu? Q1 1. Ya 2. Tidak, alasan Q1AL: 1.lupa
2. tidak perlu
3. sibuk
4.malas
5.lainnya Q1L________________
2. Jika tidak, berapa kali kunjungan ke Posyandu? (dilihat dari data posyandu) Q2 _________kali 3. Apakah ibu akan terus mengikuti posyandu sampai anak ibu berusia 5 tahun? Q3 1.Ya (lanjut no.6)
2.Tidak
4. Apabila tidak, sampai anak usia berapa tahun? Q4 _______________tahun 5. Mengapa Ibu tidak ikut terus di posyandu sampai anak usia 5 tahun? Q5 ____________________________ _______________________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________________________ ______________________________________________________________________________________ H2. MOTIVASI KUNJUNGAN KE POSYANDU 6. Apakah ibu secara langsung (tanpa diwakilkan) mengantar anak ke Posyandu? Q6 1. Ya, setiap bulan
2. Kadang-kadang
3. Tidak, sebutkan dengan siapa? Q6L: _____________
7. Adakah anggota keluarga yang tidak mendukung ibu untuk ke posyandu? Q7 1. Ada
2. Tidak (lanjut ke no.9)
8. Siapakah anggota keluarga yang tidak mendukung ibu ke Posyandu? Q81 1. Suami, alasan Q81AL: ____________________________________________________________ Q82 2. Mertua,alasan Q82AL:____________________________________________________________ Q83 3. Kakek, alasan Q83AL: ____________________________________________________________ Q84 4. Nenek, alasan: Q84AL::____________________________________________________________ Q85 5. Lainnya, sebutkan Q85KL: ________________, alasan Q85AL: ___________________________ 9. Mengapa ibu ke Posyandu? (Sebutkan 3 alasan, beri tanda V pada kolom jawaban) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Alasan Agar anak sehat Mendapatkan imunisasi/kapsul vitamin A Agar berat badan anak terpantau Mendapatkan KB gratis Bisa bertemu dengan sesama warga (ibu-ibu lain) Mendapatkan makanan tambahan (PMT) Mendapatkan pengetahuan gizi/ kesehatan ibu anak, dll Disuruh kader/RT/RW Lainnya, Q99L: …………………………………………….
Kode Q91 Q92 Q93 Q94 Q95 Q96 Q97 Q98 Q99
Jawaban
H3. PELAKSANAAN POSYANDU 10. Apakah ibu memberikan sumbangan dana kepada posyandu? Q10 1. Ya, setiap bulan:Q10Y: Rp.________________
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah
74 11. Apakah ibu pernah memberikan bantuan PMT atau makanan ke Posyandu? Q11 1. Ya, setiap bulan
2. Kadang-kadang
3. Tidak pernah
12. Apakah ibu memiliki KMS untuk anak? Q12 1. Ya, dipegang ibu
2. Ya, dipegang kader
3. Tidak
H4. PERSEPSI TENTANG POSYANDU 13. Seberapa penting posyandu bagi ibu? Q17 1. Tidak penting
2. Kurang penting
3. Penting
14. Menurut ibu, bagaimanakah pelayanan posyandu? Q18 1. Kurang
2. Cukup
3. Baik
15. Bagaimanakah tanggapan ibu tentang kelengkapan sarana posyandu? Q19 1. Kurang lengkap, dalam hal apa saja:Q19L:______________________________________________ 2. Lengkap 16. Kegiatan apa dalam program posyandu yang masih perlu ditingkatkan pelaksanaannya? 1. Penyuluhan
Q201
1. Ya
2.Tidak
2. PMT
Q202
1. Ya
2. Tidak
3. Penimbangan balita
Q203
1. Ya
2. Tidak
4. Imunisasi
Q204
1. Ya
2. Tidak
5. Tablet besi
Q205
1. Ya
2. Tidak
6. Penyediaan KMS
Q206
1. Ya
2. Tidak
7. Pelayanan KB
Q207
1. Ya
2. Tidak
8. Pemeriksaan kehamilan
Q208
1. Ya
2. Tidak
9. Kapsul Vitamin A
Q209
1. Ya
2. Tidak
17. Bagaimana tanggapan ibu tentang kader posyandu? 1. Keterampilan kader
Q211
1. Kurang
2. Cukup
3. Baik
2. Keaktifan kader
Q212
1. Kurang
2. Cukup
3. Baik
3. Keramahan kader
Q213
1. Kurang
2. Cukup
3. Baik
4. Jumlah kader
Q214
1. Kurang
2. Cukup
3. Baik
75
Lampiran 2 Program SAS proc calis data=psk cov; lineqs
x1=lamda1 ft + ex1, x2=lamda2 ft + ex2, x3=lamda3 ft + ex3, x4=lamda4 ft + ex4, fp=lamda ft + dfp, fs=beta fp + dfs, fk=beta fp + beta fs + dfk, fg=beta fs + beta fk + dfg, y1=lamda1 fp + ey1, y2=lamda2 fs + ey2, y3=lamda3 fk + ey3, y4=lamda4 fg + ey4, y5=lamda5 fg + ey5;
std
ex1=vx1, ex2=vx2, ex3=vx3, ex4=vx4, ft=v_ft, dfp=v_dfp, dfs=v_dfs, dfk=v_dfk, dfg=v_dfg, ey1=v_ey1, ey2=v_ey2, ey3=v_ey3, ey4=v_ey4, ey5=v_ey5;
cov
ey4 ey5=1.22163, ey3 ex1=0.00987, ey2 ey4=-0.00883, ey2 ey3=-0.18637, ey1 ey2=0.17210, ex3 ey3=0.19730, ex4 ey2=0.20843;
run;
76
Output The CALIS Procedure Covariance Structure Analysis: Maximum Likelihood Estimation Fit Function
0.5198
Goodness of Fit Index (GFI)
0.8947
GFI Adjusted for Degrees of Freedom (AGFI)
0.8025
Root Mean Square Residual (RMR)
873621743
Parsimonious GFI (Mulaik, 1989)
0.5965
Chi-Square
61.8554
Chi-Square DF
24
Pr > Chi-Square
<.0001
Independence Model Chi-Square
220.43
Independence Model Chi-Square DF
36
RMSEA Estimate
0.1151
RMSEA 90% Lower Confidence Limit
0.0802
RMSEA 90% Upper Confidence Limit
0.1509
ECVI Estimate
0.9051
ECVI 90% Lower Confidence Limit
0.7378
ECVI 90% Upper Confidence Limit
1.1431
Probability of Close Fit
0.0021
Bentler's Comparative Fit Index
0.7947
Normal Theory Reweighted LS Chi-Square
64.1914
Akaike's Information Criterion
13.8554
Bozdogan's (1987) CAIC
-77.0444
Schwarz's Bayesian Criterion
-53.0444
McDonald's (1989) Centrality
0.8541
Bentler & Bonett's (1980) Non-normed Index
0.6921
Bentler & Bonett's (1980) NFI
0.7194
77
James, Mulaik, & Brett (1982) Parsimonious NFI
0.4796
Z-Test of Wilson & Hilferty (1931)
3.9524
Bollen (1986) Normed Index Rho1
0.5791
Bollen (1988) Non-normed Index Delta2
0.8073
Hoelter's (1983) Critical N
72
Manifest Variable Equations with Estimates x1
= -16.2148 *
ft
Std Err
7.27E-15
lamda1
t Value
-2.23E15
x2
= -51.7869 *
ft
Std Err
2.4E-13
lamda2
t Value
-2.16E14
x3
=
864301
*
ft
Std Err
2.72E-17
t Value
.
x4
= -83.9629 *
ft
Std Err
1.89E-12
lamda4
t Value
-4.43E13
y1
= -16.2148 *
fp
Std Err
7.27E-15
lamda1
t Value
-2.23E15
y2
= -51.7869 *
fs
Std Err
2.4E-13
lamda2
t Value
-2.16E14
y3
=
864301
*
fk
2.72E-17
t Value
.
y4
= -83.9629 *
fg
Std Err
1.89E-12
lamda4
t Value
-4.43E13 =
5.2471
Std Err
8.06E-13
t Value
6.507E12
ex1
+ 1.0000
ex2
+ 1.0000
ex3
+ 1.0000
ex4
+ 1.0000
ey1
+ 1.0000
ey2
+ 1.0000
ey3
+ 1.0000
ey4
+ 1.0000
ey5
lamda3
Std Err
y5
+ 1.0000
lamda3
*
fg lamda5
78
Latent Variable Equations with Estimates fp
= -13.2664 *
ft
Std Err
5.12E-16
lamda
t Value
-2.59E16
fs
= -3.21E-6 *
fp
Std Err
8.368E-7
beta
t Value
-3.8323
fk
= -3.21E-6 *
Std Err
8.368E-7
t Value
-3.8323
fg
= -3.21E-6 *
fs
+ -3.21E-6 *
fk
Std Err
8.368E-7
beta
8.368E-7
beta
t Value
-3.8323
Keterangan:
- ft = - fp = - fs = - fk = - fg = - ex1 = - ex2 = - ex3 = - ex4 = - ey1 = - ey2 = - ey3 = - ey4 = - ey5 = - dfp = - dfs = - dfk = - dfg =
ξ1 η1 η2 η3 η4 δ1 δ2 δ3 δ4 ε1 ε2 ε3 ε4 ε5 ζ1 ζ2 ζ3 ζ4
+
1.0000
dfp
+
1.0000
dfs
fp
+ -3.21E-6 *
fs
beta
8.368E-7
beta
+ 1.0000
dfk
+ 1.0000
dfg
-3.8323
-3.8323
79
Lampiran 3 Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Balita Energi
Protein
Kalsium
Phosfo
Besi
Vit. A
Vit. B
Vit. C
Contoh
(%)
(%)
(%)
r (%)
(%)
(%)
(%)
(%)
101
91.7
108.8
87.1
146.4
155.8
68.0
162.9
431.0
102
36.9
32.6
46.9
61.7
41.8
50.3
275.8
34.7
103
30.1
43.1
16.7
49.4
40.1
2.3
72.2
0.0
104
91.8
86.2
79.4
61.3
11.1
180.1
646.8
69.4
105
48.8
78.4
157.7
106.1
104.7
126.2
265.2
54.2
106
79.4
57.9
30.5
61.2
74.8
41.2
191.1
327.4
107
123.4
103.3
125.9
99.3
28.2
188.6
772.2
90.7
108
29.6
36.2
13.9
38.6
39.9
66.8
56.8
10.2
109
76.0
69.7
188.0
73.8
82.7
11.4
117.0
217.3
110
39.9
44.1
67.9
75.1
21.7
98.6
183.1
26.3
111
32.8
45.7
41.8
42.1
43.5
39.5
88.0
22.5
112
36.4
43.9
3.4
48.8
27.3
24.6
106.2
13.7
113
53.4
149.4
208.8
231.5
210.1
3.9
78.4
37.8
114
91.5
95.5
265.2
137.8
155.0
79.6
660.0
38.2
115
82.8
267.5
325.9
289.4
384.6
31.6
104.1
98.5
116
102.6
77.3
147.0
155.7
152.5
120.9
267.0
196.3
117
63.3
85.8
272.7
128.9
174.6
62.1
676.7
166.0
118
38.6
30.3
28.2
15.8
6.7
48.0
293.3
21.6
119
71.9
97.3
34.0
100.0
57.6
55.7
63.6
241.2
120
75.7
84.5
15.1
50.2
69.9
22.4
259.2
158.0
121
82.5
201.7
235.1
305.3
39.5
368.8
232.5
19.7
122
85.0
90.3
85.7
62.7
14.4
208.4
475.0
75.4
123
43.5
51.4
53.0
48.4
10.6
119.4
260.7
46.6
124
31.0
34.1
25.9
42.1
26.8
37.0
62.7
22.6
125
132.7
333.2
463.1
579.7
36.9
311.7
212.3
42.9
126
20.9
29.4
3.0
23.3
18.1
20.5
85.7
1.3
127
87.1
73.7
70.6
59.6
13.1
120.2
540.0
54.0
128
27.2
66.6
29.3
78.1
31.5
7.9
81.6
6.3
129
101.1
131.9
71.4
91.4
163.9
33.7
150.4
226.3
130
44.5
73.1
81.2
128.8
65.7
26.3
54.1
1.1
201
104.5
82.5
105.9
55.4
0.0
180.0
600.0
81.0
202
145.0
203.1
95.3
247.4
144.6
184.4
163.3
431.6
203
104.5
82.5
105.9
55.4
0.0
180.0
600.0
81.0
204
139.3
110.0
141.2
73.8
0.0
240.0
800.0
108.0
80
Energi
Protein
Kalsium
Phosfo
Besi
Vit. A
Vit. B
Vit. C
Contoh
(%)
(%)
(%)
r (%)
(%)
(%)
(%)
(%)
205
104.1
127.3
135.5
176.5
82.0
31.9
78.4
19.8
206
130.5
218.3
104.9
296.4
107.8
84.8
226.1
31.4
207
97.9
114.4
49.4
130.2
115.1
109.4
193.1
65.5
208
49.9
64.7
63.4
62.2
82.2
31.4
153.0
23.8
209
76.2
104.6
73.7
106.2
111.3
277.3
163.7
276.7
210
104.5
82.5
105.9
55.4
0.0
180.0
600.0
81.0
211
20.8
25.7
8.8
14.9
12.9
43.3
25.5
51.1
212
341.1
763.0
1164.0
1393.0
160.8
587.7
423.8
117.0
213
93.6
131.1
343.4
240.3
243.2
18.8
309.2
56.8
214
80.2
131.7
141.4
218.0
64.5
100.1
54.2
15.6
215
55.3
101.4
69.0
130.4
53.9
53.1
77.7
31.8
216
23.9
20.8
142.1
95.0
60.8
26.6
113.5
36.0
218
57.3
56.3
206.2
157.7
64.0
121.1
257.4
77.1
220
121.0
185.5
49.4
222.5
124.1
65.2
128.5
70.0
221
32.1
43.6
37.8
59.3
21.4
39.0
82.3
25.3
222
139.5
145.4
20.4
120.2
80.1
24.4
32.2
17.7
223
25.2
27.3
6.3
18.7
25.4
0.8
5.0
15.1
224
31.1
43.6
37.9
48.4
44.3
51.7
25.6
40.2
225
13.6
22.1
27.4
61.6
38.4
49.2
124.4
21.9
226
34.1
29.1
84.5
19.7
12.9
72.8
202.9
29.0
228
52.9
49.4
89.6
62.2
67.3
7.1
31.0
17.7
229
36.2
30.0
23.9
26.3
5.3
40.0
140.0
18.0
231
49.7
75.0
38.4
83.7
64.5
57.2
195.8
0.6
232
37.0
32.1
208.7
29.2
50.3
22.3
112.5
100.1
233
45.8
44.7
141.1
252.6
55.0
100.7
36.5
137.8
234
40.2
36.6
54.7
36.3
30.3
40.5
107.6
75.6
301
52.9
33.7
173.0
33.6
23.8
36.6
83.8
79.6
302
61.5
66.5
59.0
48.2
20.7
121.3
313.8
48.9
303
53.3
66.2
66.3
70.6
51.4
129.2
237.0
66.8
304
55.7
44.0
56.5
29.5
0.0
96.0
320.0
43.2
305
51.1
52.7
5.6
40.4
59.7
1.1
98.8
7.7
306
101.7
92.4
135.9
62.3
18.5
190.8
511.6
75.0
307
146.8
76.5
46.2
77.7
112.0
107.3
214.5
489.2
308
77.9
98.9
152.2
154.8
76.0
53.5
164.4
120.7
309
124.8
108.6
2830.8
535.3
116.0
127.3
1608.0
77.7
81
Energi
Protein
Kalsium
Phosfo
Besi
Vit. A
Vit. B
Vit. C
Contoh
(%)
(%)
(%)
r (%)
(%)
(%)
(%)
(%)
310
101.0
118.2
114.6
133.1
80.3
170.9
259.0
43.0
311
44.4
64.1
62.2
83.0
51.0
51.1
37.5
7.8
312
46.2
59.6
41.7
47.6
51.9
26.5
101.0
0.0
313
111.1
146.1
256.4
156.1
71.8
261.0
61.4
207.4
314
67.1
72.7
11.9
75.9
86.6
23.1
140.7
0.8
315
39.4
46.0
68.9
50.1
11.0
76.0
127.2
21.0
316
130.6
189.4
66.0
121.3
188.1
117.7
363.9
109.3
317
47.2
47.3
22.4
45.6
23.9
60.1
158.0
24.6
318
35.7
29.3
156.8
56.1
29.1
107.9
76.4
142.4
319
70.9
90.3
86.2
148.4
133.4
20.9
125.4
6.8
320
76.3
95.5
37.5
74.6
45.0
77.1
254.5
26.5
321
27.6
24.9
43.7
19.4
18.3
45.3
214.6
22.0
322
114.2
155.8
62.0
122.4
218.5
95.8
660.8
126.2
323
83.9
86.0
94.2
138.1
87.0
98.5
84.0
118.8
324
92.8
79.2
736.8
98.0
101.1
31.8
4328.7
18.0
325
74.3
113.2
164.4
273.2
157.0
121.1
259.3
76.4
326
71.9
61.3
176.5
102.3
45.6
140.6
430.0
74.9
327
79.5
121.5
68.7
184.6
167.0
166.2
195.4
31.4
328
95.2
127.5
58.6
142.4
140.5
47.5
101.3
156.0
329
74.9
83.1
52.0
82.2
58.9
59.8
105.2
138.8
330
70.1
60.2
91.7
68.5
77.1
3.4
154.8
326.3
401
101.8
75.3
407.1
77.6
72.5
45.0
585.9
21.1
402
64.1
60.0
70.5
70.2
60.2
84.9
221.9
32.9
34047. 403
105.8
111.3
106.7
120.9
220.3
23.0
2
303.3
404
50.6
39.9
133.5
42.6
15.2
77.2
275.0
34.9
405
79.8
107.3
136.1
123.1
146.6
40.2
177.7
40.2
406
87.4
61.3
2149.0
464.3
204.9
50.1
1054.0
39.8
407
75.9
38.7
34.6
30.5
49.7
6.0
28.5
33.6
408
52.4
34.5
149.2
102.1
138.7
0.0
62.5
24.7
409
29.9
27.2
183.4
233.3
15.8
30.1
92.5
19.7
410
94.4
84.0
2926.3
522.4
80.2
77.4
1705.0
57.5
411
58.3
52.9
1131.8
228.9
50.3
56.4
607.8
56.1
412
56.0
71.4
37.7
44.1
52.2
20.1
137.0
14.3
413
73.1
99.3
17.8
110.6
43.8
42.9
128.0
123.7
82
Energi
Protein
Kalsium
Phosfo
Besi
Vit. A
Vit. B
Vit. C
Contoh
(%)
(%)
(%)
r (%)
(%)
(%)
(%)
(%)
414
98.1
81.8
115.3
84.8
18.2
170.6
555.5
82.6
416
70.8
50.7
357.0
25.8
39.1
5.7
1248.5
29.1
417
35.2
35.8
65.1
85.0
38.9
60.0
176.0
39.7
418
37.4
33.7
78.4
59.1
60.5
35.4
102.2
25.4
419
47.2
50.2
17.8
56.1
43.1
42.3
176.9
14.0
420
45.2
44.6
73.9
87.3
37.4
116.0
296.3
62.8
421
139.3
110.0
141.2
73.8
0.0
240.0
800.0
108.0
422
57.4
71.3
32.6
74.9
56.8
135.6
174.5
45.9
424
55.7
138.1
189.1
320.3
24.9
171.1
93.9
78.9
425
72.4
85.5
29.1
104.7
106.6
119.9
131.5
77.5
426
48.4
108.8
12.5
128.3
109.5
7.6
237.4
60.0
427
24.5
69.5
43.6
94.3
46.7
4.4
38.4
0.0
428
55.0
67.7
45.4
47.7
107.3
28.3
227.3
7.2
429
41.0
46.8
152.6
49.0
68.3
5.9
632.5
16.1
430
52.3
73.2
42.1
114.8
79.4
8.9
33.0
8.1
431
51.1
40.3
51.8
27.1
0.0
88.0
293.3
39.6