Tabel 3.
Komposisi perjalanan orang di Jabotabek menurut moda angkutan tahun 2000
Moda Seluruh Moda Non-Motorized of Transport Motorized of Transport Sepeda Motor Mobil Pribadi Bus KA
Perjalanan Orang Harian 29,168,330 8,402,771 20,765,559 2,954,512 6,404,503 10,938,646 416,426
Sumber: Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2007
Kondisi perjalanan baik di wilayah DKI Jakarta dan BOTABEK terlihat pada Tabel 4, yang menunjukkan panjang perjalanan rata-rata menurut maksud perjalanan dan kelompok pendapatan. Pada kondisi tersebut terlihat bahwa pertumbuhan tingkat perjalanan tersebut pada periode tahun 19851990 adalah 1.5 % pertahun. Tabel 4. Panjang perjalanan rata-rata menurut maksud perjalanan dan kelompok pendapatan Kelompok Bekerja Sekolah Pendapatan Tahun 1985 2000 1985 2000 Tinggi 8.98 10.22 4.36 7.43 Menengah 8.05 10.04 3.47 4.59 Atas Menengah 7.02 9.96 2.65 3.89 Bawah Rendah 5.58 5.95 2.14 1.96 Sumber: Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2007
2.8.4 Kualitas Udara Roadside DKI Jakarta Tingginya volume kendaraan bermotor terutama kendaraan pribadi yang beroperasi di jalan-jalan DKI Jakarta telah menimbulkan kemacetan lalu lintas, pencemaran udara dan kebisingan, serta tingginya konsumsi bahan bakar. Jika mengacu pada proyeksi peningkatan jumlah kendaraan hingga 2015 kualitas udara Jakarta akan semakin buruk jika tidak dikelola dengan baik (KLH, 2002). Bahkan dari analisa yang dilakukan oleh Pusat Data dan Analisis Tempo (PDAT, 2004) menunjukkan pada tahun 2014 sektor transportasi di Jakarta akan mati total bila tidak ada pembenahan sistem tranportasi untuk umum. Perkiraan tersebut didasarkan pada pertumbuhan kendaraan bermotor di Jakarta yang mencapai 11% pertahun, sedangkan pertumbuhan panjang jalan-jalan di Jakarta tidak mencapai 1% (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2007).
Pengukuran kualitas udara roadside akibat pengaruh sumber kendaraan bermotor di sepanjang ruas jalan dan di kawasan industri di Provinsi DKI Jakarta juga sudah dilakukan oleh pihak Badan PengelolaanLingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta pada Tahun 2006. Pemantauan kualitas udara roadside dilakukan pada ruas jalan di wilayah DKI Jakarta, meliputi: Jl. Casablanca, Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl. M.H. Thamrin, dan Jl. Pulo Kambing (Kawasan industri Pulo Gadung). Mencakup parameter pencemar PM10, SO2, CO, O3, NO2, dan NO. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut didapat bahwa kualitas udara roadside untuk nilai rata-rata harian seluruh lokasi pengukuran masih memenuhi baku mutu udara ambien. Konsentrasi parameter PM10 tertinggi terjadi di ruas Jl. Pulo Kambing, hal ini disebabkan karena wilayah ini sesuai untuk peruntukkannya yaitu kegiatan industri yang salah satu emisi terbesarnya adalah partikel debu. Parameter lainnya yang dipantau seperti SO2, konsentrasi tertinggi terdapat di ruas Jl. Perintis Kemerdekaan. Sedangkan parameter CO, konsentrasi tertinggi terjadi di ruas Jl. M.H. Thamrin hal ini disebabkan karena kepadatan volume lalu lintas yang tinggi dibandingkan ruas jalan lainnya. Kemudian untuk parameter O3, konsentrasi tertinggi terjadi pada ruas Jl. Pulo Kambing. Selanjutnya untuk parameter NO2 tertinggi terjadi di ruas Jl. Casablanca. Tingginya parameter NO2 dipicu oleh pembakaran kendaraan bermotor dalam keadaan macet. III.
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2008. Lokasi yang menjadi tempat pengamatan adalah Jalan M.H. Thamrin. Jalan M.H Thamrin dipilih sebagai wilayah pengamatan karena bersinggungan dengan jalur Trans-Jakarta Koridor 1 yang dipandang sebagai rute tersibuk, yaitu Jakarta Pusat yang meliputi wilayah perkantoran pemerintah pusat dan swasta. Rute yang dilewati yaitu: Stasiun Kota, Glodok, Olimo, Mangga Besar, Sawah Besar, Harmoni, Monas, Bank Indonesia, Sarinah, Bundaran HI, Tosari, Dukuh Atas, Setiabudi, Karet, Bendungan Hilir, Polda Metro Jaya, Gelora Bung Karno, Bundaran Senayan, Al-Azhar, dan Terminal Blok M. Lokasi studi disajikan pada Gambar 6.
17
Gambar 6.
Peta lokasi Jl. M.H. Thamrin dan letak stasiun kualitas udara Roadside dan JAF 5
Selanjutnya, pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Meteorologi dan Polusi Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Data Primer Data pemantauan frekuensi dan jumlah kendaraan bermotor yang melewati Jl. M.H. Thamrin, disesuaikan dengan hari kerja dan hari libur. Diperoleh melalui perhitungan selama dua hari yaitu 1 hari mewakili hari kerja dan 1 hari mewakili hari libur (Lampiran 2). 3.2.2 Data Sekunder a. Data pemantauan kualitas udara roadside Jl. M.H. Thamrin dan fixed monitoring Senayan sport (JAF 5) milik BPLHD Jakarta pada tanggal 24 Desember 2007; 21 Januari 2008; 18 Februari 2008; 24 Maret 2008; 21 April 2008. Data ini digunakan sebagai akurasi model yang digunakan meliputi konsentrasi CO dan NOx (Lampiran 3). b. Data meteorologi Jl. M.H. Thamrin yang diperoleh dari BPLHD Jakarta pada waktu yang sama dengan pemantauan kualitas udara roadside dan fixed monitoring. Data ini berupa
c.
suhu udara, arah dan kecepatan angin, radiasi global matahari, dan kelembaban udara. Data meteorologi ini diperoleh dari stasiun pengukuran kualitas udara roadside di depan kantor ESDM (Lampiran 4). Data faktor emisi diperoleh dari kajian yang dilakukan oleh Kantor Lingkungan Hidup RI (2007). Pada kajian tersebut, faktor emisi dari sejumlah kendaraan diukur dibawah kondisi pengemudian yang berbeda dan telah diuji pada kondisi jalan di Jawa. Tabel 5 menyajikan faktor emisi untuk setiap jenis kendaraan berdasarkan bahan bakar yang digunakan.
3.2.3 Alat-alat a. GPS (Global Positionong System) (Map CS 6O). Digunakan untuk menentukan koordinat segmen jalan dan reseptor wilayah studi. b. Alat pengukur pemantauan udara roadside milik Laboratorium udara BPLHD Jakarta. c. Handycam sebagai alat perekam volume lalu lintas. d. Peta Jalan M.H. Thamrin yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Jakarta.
18
Tabel 5. Faktor emisi setiap jenis kendaraan berdasarkan bahan bakar Jenis Kendaraan
Bahan Bakar
Mobil penumpang
Bensin
Faktor emisi (gr/km) CO NOx 40 2
Truk Bus Motor
Solar Solar Solar Bensin
2.8 11 8.4 14
3.5 11.9 17.7 0.29
Sumber: KLH RI, 2007
3.3 Metode Metode yang diterapkan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu metode yang didasarkan pada pengamatan langsung dan metode yang didasarkan pada perhitungan. Khusus pada metode kedua, merupakan metode lanjutan setelah dilakukan prosedur metode pertama. 3.3.1 Pengamatan a) Data volume lalu lintas • Pengamatan volume lalu lintas dilakukan selama dua hari, yaitu hari kerja (Senin– Jumat) diwakili hari Senin (26 Mei 2008) sedangkan hari libur (Sabtu-Minggu) diwakili hari minggu (15 Juni 2008). • Pengamatan dimulai pada pukul 06.00 hingga pukul 14.00 baik untuk skenario Hari kerja maupun hari libur. • Prosedur pengambilan sampling volume lalu lintas dilakukan menggunakan handycam yang secara otomatis merekam volume lalu lintas wilayah pengamatan. Gambar hasil perekaman tersebut kemudian diputar kembali di PC (komputer) dan dihitung menggunakan counter. Prosedur demikian dilakukan dalam rangka mendapatkan hasil sampling yang lebih baik dan mengurangi tingkat kesalahan yang lebih tinggi. • Perhitungan volume lalu-lintas (traffic volume) dilakukan dengan cara menghitung jumlah dan jenis kendaraan yang terekam dalam sampling gambar. Kendaraan yang dihitung volumenya dibagi dalam beberapa jenis, antara lain : a. Kendaraan roda dua, b. Kendaraan roda empat, dimana mobil ini bukanlah jenis kendaran roda empat yang digunakan secara umum (angkutan umum). c. Truk, yang dikelompokkan menjadi bahan bakar solar digunakannya. d. Bus, yang dikelompokkan menjadi bahan bakar solar digunakannya.
3.3.2 Perhitungan a) Panjang jalan • Penentuan koordinat geografik segmen jalan dilakukan sepanjang Jl.M.H. Thamrin. Pada Jl. M.H Thamrin titik awal dimulai dari Jl. Galunggung berakhir hingga Jl. Budi Kemuliaan. • Nilai koordinat geografik yang telah diperoleh dari segmen jalan selanjutnya diubah menjadi koordinat UTM untuk memperoleh panjang segmen jalan dan panjang total Jl. M.H. Thamrin dalam satuan meter beserta posisi arah mata anginnya. Panjang segmen ini selanjutnya digunakan sebagai input dalam pemodelan finite length line source. b) Perhitungan Beban Emisi Transportasi • Beban emisi adalah banyaknya polutan yang dikeluarkan oleh suatu sumber polusi yang dihitung dalam satuan berat per waktu. Sehingga perhitungan beban emisi mencakup jarak yang ditempuh kendaraan, maka satuan beban emisi yang digunakan adalah satuan berat per jarak tempuh per waktu. Beban emisi polutan dihitung berdasarkan jenis bahan bakar yang digunakan oleh kendaraan bermotor. Persamaan yang digunakan adalah:
__(9) dengan: EL = Beban emisi rata-rata (gram/m.s) = Faktor emisi kendaraan setiap jenis kendaraan (gram/m) V = Volume kendaraan (kendaraan/jam) t = Lama waktu pengamatan (s) i = Jenis kendaraan
19
Tabel 6. Kelas stabilitas atmosfer Pasquill Radiasi Mataharib (Siang hari)c
Kecepatan Angin Permukaan (m/s)a
<2 2-3 3-5 5-6 >6
Keawanan (Malam Hari)b
Kuat
Sedang
Lemah
Berawan (≥4/8)
Cerah (≤3/8)
A A-B B C C
A-B B B-C C-D D
B C C D D
E E D D D
F F E D D
Sumber: Turner (1969) dalam Seinfeld dan Pandis (2006)
• Jenis polutan yang diprediksi adalah gas CO dan NOx dari emisi kendaraan bermotor. c) Lokasi Reseptor • Koordinat geografik reseptor yang berada di Jalan M.H. Thamrin ditentukan menggunakan GPS. Ditentukan pula orientasi letak reseptor tersebut terhadap jalan (orientasi jalan: Galunggung-Budi Kemuliaan). Koordinat geografik selanjutnya diubah menjadi koordinat UTM untuk mendapatkan satuan panjang dalam meter. • Melalui koordinat UTM segmen jalan dan reseptor, ditentukan jarak reseptor terhadap segmen Jl. M.H. Thamrin. • Jarak reseptor terhadap segmen jalan terdekat digunakan sebagai input dalam penentuan nilai σ (sigma y) dan σ (sigma z) dalam kaitannya terhadap kondisi stabilitas atmosfer. d) Perhitungan Konsentrasi Polutan • Penentuan Kelas Stabilitas Atmosfer Nilai stabilitas atmosfer ditentukan melalui pendekatan kelas stabilitas atmosfer Pasquill (1974), yaitu pengamatan meteorologi permukaan, seperti kecepatan angin, radiasi matahari dan keawanan. Klasifikasi stabilitas disajikan pada Tabel 6. Selanjutnya informasi mengenai kondisi stabilitas atmosfer dapat digunakan sebagai pembagian parameter model dispersi polutan Gaussian yaitu distribusi angin dan parameter dispersi. Beberapa
keterangan dari Tabel 6 dijelaskan sebagai berikut (Pasquill, 1974): a. Kecepatan angin permukaan diukur pada ketinggian 10 m di atas permukaan tanah; b. Kelas stabilitas D diasumsikan untuk kondisi berawan, baik siang maupun malam serta berperiode 1 jam sebelum tenggelam hingga 1 jam sesdah terbit; c. Pada siang hari, radiasi kuat (> 700W/m2, yaitu penyesusaian terhadap penyinaran pada tengah hari di musim panas di Inggris), sedang (350700W/m2), dan lemah (< 350 W/m2). Sedangkan kondisi stabilitas atmosfer A, B, C, D, E, dan F direpresentasikan sebagai: A = Sangat Tidak Stabil; B = Tidak Stabil menengah; C = Sedikit Tidak Stabil; D= Netral; E = Sedikit Stabil; F = Stabil. • Penentuan Parameter Dispersi Polutan Koefisien dispersi horizontal (σy) dan vertikal (σz) merupakan parameter dispersi polutan berupa koefisien fungsi jarak dari sumber pada arah angin dominan terhadap berbagai kelas stabilitas atmosfer. Penelitian ini menggunakan parameter dispersi untuk perkotaan yang telah dikembangkan oleh Martin (1976) dalam Cooper dan Alley (1994). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
__(10)
20
Sumber: Cooper dan Alley, 1994
Gambar 7. Grafik koefisien dispersi vertikal dan horizontal Pasquill dan Gifford Tabel 7. Nilai konstanta untuk menghitung koefisien dispersi sebagai fungsi dari jarak arah angin dan stabilitas atmosfer Stabilitas A B C D E F
a 213 156 104 58 50.5 34
b*
c 440.8 106.6 61.0 33.2 22.8 14.35
x < 1 km d 1.941 1.149 0.911 0.725 0.678 0.740
f 9.27 3.3 0 -1.7 -1.3 -0.35
x > 1 km d 2.094 1.098 0.911 0.516 0.305 0.180
c 459.7 108.2 61 44.5 55.4 62.6
f -9.6 2.0 0 -13.0 -34.0 -48.6
(Sumber : Martin, 1976 dalam Cooper dan Alley, 1994).
b* = 0.894 untuk semua kelas stabilitas dan nilai x Nilai a, b, c, d dan f berdasarkan dari Tabel 7, merupakan konstanta yang tergantung pada kelas stabilitas atmosfer dan jarak x (dalam km). Sedangkan didasarkan pada penentuan dan kurva Pasquill-Gifford (Gambar 7) •
Persamaan Finite Length Line Source Perhitungan konsentrasi polutan (CO dan NOx) dengan menggunakan finite length line source memerlukan beberapa tahapan pengerjaan. Ilustrasi untuk menggambarkan model ini pada segmen Jl. M.H. Thamrin dan sebuah reseptor dicontohkan pada Gambar 8. Satu segmen jalan diartikan sebagai satu ruas jalan lurus hingga bertemu dengan ruas jalan lainnya yang membentuk sudut antar ruas jalan dan mengeluarkan laju emisi yang konstan sepanjang segmen jalan tersebut. Pada Gambar 8 hanya terdapat
Wind
North
C
S
B
R
RR
α
A
Gambar 8.
P
Ilustrasi Finite length Line Source di Jl. M.H. Thamrin
21
satu segmen yaitu ruas AC. Sehingga perhitungan konsentrasi polutan dimulai dari titik A hingga titik C. Jarak reseptor terhadap ruas jalan AC dihitung tegak lurus terhadap ruas jalan AC, dalam hal ini adalah x1. Nilai x1 ini selanjutnya digunakan untuk menentukan masingparameter dispersi (σ dan σ masing FLLS berdasarkan kondisi stabilitas atmosfer setempat. Panjang ruas jalan turut diperhitungkan dalam model ini. Patokan dalam perhitungan panjang jalan adalah letak reseptor. Pada Gambar 8 reseptor terletak pada titik RR. Sehingga dari sini dapat dibandingkan rasio panjang jalan terhadap parameter dispersi segmen jalan untuk menyesuaikan dengan persamaan yang telah diperoleh. Maka panjang ruas jalan AC terhadap parameter dispersi (σ -nya adalah
σ
σ
__(11) Variabel PR, dan RS merupakan panjang jalan sejajar dengan Jl. M.H. Thamrin. Nilai sigma y (σ dan σ ditentukan melalui Tabel 7 berdasarkan jarak jalan ( ) terhadap posisi reseptor dan masingberada. Selanjutnya nilai masing ruas jalan dapat dicari melalui tabel bilangan normal. Arah dan kecepatan angin turut diperhitungkan dalam aplikasi model ini. Arah angin selanjutnya dihitung agar tegak lurus terhadap masing-masing ruas jalan. Kecepatan dan arah angin pada masingmasing ruas jalan ditentukan dengan persamaan: sin|
| __(12)
Kecepatan angin yang telah diperoleh ini merupakan kecepatan angin yang telah tegak lurus terhadap ruas jalan. Selanjutnya dilakukan aplikasi persamaan dari parameter-parameter yang telah ditentukan menggunakan persamaan 13. Jika segmen jalan dimodelkan seperti pada Gambar 8, maka kontribusi seluruh FLLS terhadap reseptor adalah sepanjang Jl. M.H. Thamrin untuk mendapatkan konsentrasi total.
, 2
/
σ
2σ 1
2σ
2
/
exp
2
__(13) Dimana: Q Laju emisi sumber polutan. Pada sumber titik berkelanjutan digunakan (g/s), pada sumber garis berkelanjutan digunakan (g/s/m). Kecepatan angin pada posisi x (m/s). Parameter dispersi atau standar deviasi distribusi konsentrasi pada posisi z (m) z Posisi arah z dalam koordinat kartesius (m). H Ketinggian efektif sumber emisi (pada penelitian ini bernilai 0) P Rasio panjang ruas jalan terhadap parameter dispersi (σ 3.3 Akurasi Mengacu pada penjelasan yang diberikan oleh Paumier et al (1992), metode empiris Quantile-Quantile (Q-Q) merupakan metode yang efektif untuk membandingkan distribusi dua jenis data, lebih lanjut dijelaskan bahwa metode ini tidak memikirkan setiap informasi atas hubungan temporal dan spasial dari konsentrasi yang dihasilkan dari pengukuran maupun bangkitan hasil model. Metode Q-Q merupakan perbandingan sederhana dalam mengurutkan konsentrasi model mulai yang terbesar hingga yang terkecil terhadap konsentrasi hasil pemantauan, sehingga masing-masing data tersebut nantinya ditetapkan sebagai ordinate dan abscissa. Bila data yang telah diurutkan memiliki distribusi yang seragam, maka seluruh data tersebut menuju garis y = x. Namun bila perbandingan data tersebut tidak seragam menuju garis 1:1 atau garis y = x, maka dibandingkan terhadap faktor pembatas yang lebih tinggi, seperti 1:2 dan 2:1 atau 1:3 dan 3:1. Perbandingan 1:2 memiliki arti bahwa hasil model lebih rendah (setengah kali) dibandingkan dengan hasil pemantauan. Sedangkan perbandingan 2:1, menunjukkan hasil model lebih besar (dua kali) dibandingkan hasil pemantauan. Keberadaan data dari titik ini menyajikan informasi mengenai kesamaan dan
22
40
2:1
1:1
30
20 1:2 10
0
10
20
30
40
Observasi
Gambar 9. Ilustrasi metode Quantile-Quantile perbedaan antara dua data yang dibandingkan. Ilustrasi metode QuantileQuantile (Q-Q) disajikan pada Gambar 9. Metode Q-Q juga digunakan untuk menguji akurasi model dispersi polutan yang dihasilkan terhadap hasil pemantauan yang diperoleh. Seperti penelitian Paumier et al (1992), yang menggunakan metode Q-Q untuk menguji akurasi model CTDMPLUS dan RTDM pada semua kondisi stabilitas atmosfer. Karppinen et al (2000a) menggunakan metode grafis Q-Q untuk menguji model UDM-FMI dengan cara menerapkan parameter dispersi baru yang lebih realistik dengan parameter dispersi terdahulu. 3.4 Asumsi Penelitian ini didasarkan pada dua jenis asumsi, yaitu asumsi pada model FLLS dan asumsi dalam penerapan model FLLS. Asumsi pada model FLLS terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu: a) Penggunaan prinsip konservasi massa dalam aliran polutan. Prinsip ini adalah ekspresi matematika yang menyatakan laju aliran massa melalui setiap penampang aliran polutan sebanding dengan laju emisi sumber. Ini menunjukkan tidak ada material dari polutan yang dipindahkan melalui reaksi kimia, gaya gravitasi atau pengendapan pada permukaan. Semua material menyebar ke permukaan melalui difusi
turbulen dipantulkan kembali dan tidak di serap. b) Kondisi meteorologi yang relatif konstan dengan kondisi angin yang tenang. Asumsi ini menjadi tidak sesuai selama perubahan kondisi meteorologi yang cepat. c) Transport aliran angin dalam bidang horizontal yang konstan. Kondisi ini menunjukkan aliran angin horizontal yang homogen dan menjadi tidak valid pada permukaan kompleks. d) Diabaikannya kemungkinan terjadinya absorpsi polutan oleh permukaan tanah saat mencapai permukaan, misal: diabaikannya reaksi kimia yang mungkin terjadi selama proses penyebaran polutan dan pengabaian interaksi polutan dengan tumbuh–tumbuhan. e) Nilai konsentrasi polutan total diperoleh dari penjumlahan konsentrasi polutan dari masing-masing segmen jalan. Selain didasarkan pada asumsi model FLLS sendiri, penelitian ini juga didasari asumsi dari konsekuensi penerapan model FLLS tersebut di lapangan. Asumsi dari penerapan model FLLS ini adalah: a) Emisi yang dihasilkan dari bus TransJakarta berbahan bakar gas diabaikan. b) Pengaruh emisi kendaraan bermotor dari persimpangan jalan, fly over, dan jalan tol layang diabaikan. Secara keseluruhan, tahapan penelitian ini dijelaskan melalui diagram alir Gambar 10.
23
Gambar 10. Diagram alir penelitian
24