59
BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI
7.1
Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian
Penguasaan lahan merupakan faktor penentu pendapatan dari kegiatan usahatani bagi masyarakat desa. Penguasaan lahan ini pun terjadi di Kampung Cijengkol, Desa Cigudeg mayoritas penduduknya bergantung pada lahan pertanian (sawah dan kebun). Penguasaan lahan dapat dilihat dari luas lahan yang warga kuasai dari sawah maupun kebun. Tingkat penguasaan lahan Kampung Cijengkol bervariasi mulai dari luas lahan yang luas, sedang, hingga sempit dan status kepemilikan dimulai dari lahan milik sendiri, bagi hasil, menyewa sampai lahan gadai. Penelitian pada kampung ini
adalah ingin
melihat adanya hubungan
mempengaruhi antara luas lahan yang dikuasai dengan tingkat pendapatan yang di dapat oleh warga kampung. Hipotesisnya yaitu jika luas lahan yang dikuasai berkategori luas maka seharusnya tingkat pendapatan dari lahan yang digarappun tinggi. Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 Tingkat Penguasaa n Lahan Sempit Sedang Luas Jumlah
R 32 4 2 38
% 69,57 8,70 4,35 82,62
S 5 0 1 6
Tingkat Pendapatan % T 10,87 0 0 1 2,17 1 13,04 2
n % 0 2,17 2,17 4,34
37 5 4 46
% 80,44 10,87 8,69 100,00
Keterangan: mempengaruhi dengan hasil SPSS rank spearman sebesar 0,927 sangat kuat dan searah dengan nilai p(0,014)
Hal ini dibuktikan berdasarkan data olahan yang diperoleh peneliti dalam Tabel 15 tabulasi silang luas lahan dengan tingkat pendapatan. Berdasarkan Tabel 15 mengenai hubungan luas lahan dengan tingkat pendapatan adalah 32 orang atau 69,57 % orang yang memiliki lahan yang sempit memiliki tingkat pendapatan
60
yang rendah dari kegiatan usahatani. Walaupun ada 5 atau 10,87 % luas lahan sempit memperoleh pendapatan yang sedang dari lahan yang dikuasainya. Luas lahan dengan kategori sedang juga memperoleh 8,70 % atau 4 orang dengan tingkat pendapatan yang rendah dan terdapat 1 orang yang mendapatkan tingkat pendidikan yang tinggi. Kategori luas lahan yaitu luas pun hanya 1 orang yang tingkat pendapatannya tinggi sedangkan 1 orang dengan kategori lahan luas tingkat pendapatan berada pada posisi sedang dan 2 orang pada ketegori luas lahan yang luas berada pada posisi rendah pada tingkat pendapatan. Hasil dari tabulasi silang ini yaitu terdapat hubungan mempengaruhi antara luas lahan dengan tingkat pendapatan pada lahan yang luasnya sempit. Namun, untuk kategori lahan luas dengan tingkat pendapatan rendah pun dapat dijelaskan bahwa tidak semua orang yang menguasai lahan dapat menggarap lahan tersebut dengan baik dan menikmati hasilnya pun dengan baik. Salah seorang warga kampung menyatakan bahwa luas lahan yang dikuasi dengan hasil dari lahan tersebut tidak seimbang karena tidak menggarap lahan tersebut dengan baik. Jarak tanam padi di lahan sawah juga harus diperhitungkan dengan baik sehingga panen yang dihasilkan optimal. Selain itu, hama yang menyerang padi dan cuaca yang tidak bagus menyebabkan hasil panen yang diperoleh tidak optimal. Adanya hubungan mempengaruhi antara luas lahan dengan tingkat pendapatan diperkuat dengan adanya hasil olah data dengan menggunakan rank spearman yang dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil dari olah data SPSS ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara luas lahan dengan tingkat pendapatan. Korelasi antara Luas Lahan dengan tingkat pendapatan sebesar 0,927 sangat kuat dan searah dengan nilai p(0,014)
Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendidikan
Luas lahan yang dikuasai dapat mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat desa sehingga pendapatan besar yang diterima dari hasil pertanian dapat memperbaiki tingkat pendidikan keluarga mereka. Hal ini sangat jelas jika pendapatan mereka besar mereka dapat membiayai sekolah anak-anaknya sampai ke jengjang yang lebih tinggi. Masyarakat akan mementingkan pendidikan jika
61
kebutuhan hidup (untuk konsumsi) dirasa cukup dan mereka menginginkan kahidupan yang lebih baik bagi anak-anaknya kelak. Maka dari itu pendidikan sangat perlu diperhatikan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Tabel 16. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendidikan Tahun 2011 Tingkat Penguasaa n Lahan Sempit Sedang Luas Jumlah
KB
%
17 4 1 22
36,96 8,70 2,17 47,83
Tingkat Pendidikan B % SB 16 1 2 19
34,78 2,17 4,35 41,30
4 0 1 5
%
n
8,70 0 2,17 10,87
37 5 4 46
% 80,44 10,87 8,69 100,00
Keterangan: mempengaruhi dengan hasil SPSS rank spearman sebesar 0,816 sangat kuat dan terbalik dengan nilai p(0,035)
Berdasarkan hasil dari Tabel 16 hubungan antara luas lahan dengan tingkat pendidikan dapat disimpulkan bahwa luas lahan mempengaruhi tingkat pendidikan keluarga dengan 36,96 % atau 17 KK yang memiliki lahan sempit mempengaruhi kualitas pendidikan mereka sehingga keluarga tersebut kurang berpendidikan. Walaupun demikian ada juga 16 KK yang memiliki luas lahan sempit berada pada tingkat pendidikan yang berpendidikan. Kategori luas lahan sedang yang berada pada posisi kurang berpendidikan pada tingkat pendidikan ini sekitar 4 orang atau 8,70 % dan untuk yang berpendidikan sekitar 2,17 % atau 1 KK. Kategori luas lahan yang berada pada posisi berpendidikan sekitar 4,35 % atau 2 KK sedangkan untuk yang sangat berpendidikan hanya sekitar 1 KK dan kurang berpendidikan hanya 1 KK. Sumberdaya manusia warga Kampung Cijengkol masih belum terbuka terhadap masalah pendidikan. Pendidikan di Kampung ini terbilang cukup rendah karena banyak yang hanya lulus sebagai lulusan SD dan orangtua yang tidak mampu untuk membiayai anak-anaknya sekolah. Namun, ada juga keluarga yang mampu tetapi anaknya yang tidak mau sekolah dan tidak ada dorongan kuat untuk membujuk anaknya untuk sekolah. Berbeda kasus dengan orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya namun terpaksa tidak bisa karena tidak mempunyai biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan warga di kampung ini rendah dan banyak pula warga miskin di kampung tersebut. Maka dari itu, luas lahan
62
tidak mempengaruhi tingkat pendidikan seseorang. Hal ini diperkuat dengan hasil olah data dari SPSS yang dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil olah data SPSS menunjukkan bahwa korelasi antara Luas Lahan dengan Tingkat Pendidikan sebesar 0,816 sangat kuat dan terbalik dengan nilai p(0,035)
7.3
Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Kepemilikan Asset dan Modal
Luas lahan yang dikuasai oleh warga kebanyakan berasal dari sistem bagi waris sehingga kebanyakan warga memiliki luas lahan dengan kategori sempit. Hal ini mengakibatkan bahwa lahan menurut mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Lahan dapat dijadikan asset dan juga modal tergantung dari si pemilik lahan. Lahan dijadikan asset jika mereka menganggap bahwa memiliki sebidang tanah (baik sawah maupun kebun) untuk investasi masa depan mereka. Namun, jika seseorang memiliki sebidang tanah dan dari tanah itulah mereka hidup berarti tanah tersebut dijadikan sebagai modal untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Kepemilikan asset dan modal di Kampung Cijengkol yang dipengaruhi oleh luas lahan dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17. Hubungan Luas Lahan dengan Kepemilikan Asset dan Modal Tahun 2011 Tingkat Penguasaan Lahan Sempit Sedang Luas Jumlah
M 26 2 2 30
% 56,52 4,35 4,35 65,22
A 7 1 1 9
Kepemilikan Asset dan Modal % AM 15,22 4 2,17 2 2,17 1 19,56 7
% 8,70 4,35 2,17 15,22
n
%
37 5 4 46
80,44 10,87 8,69 100,00
Keterangan: tidak mempengaruhi dengan hasil SPSS rank spearman sebesar ,234 lemah dan searah dengan nilai p(0,117)>alpha 10 persen, (M=modal, A=asset, AM=asset dan modal).
Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat dikatakan bahwa tidak ada kaitannya antara luas lahan dengan kepemilikan asset dan modal. Pada tabel
63
terlihat bahwa luas lahan yang sempit mempengaruhi seseorang dalam hal menganggap lahan sebagai modal saja 26 KK atau 56,52 %. Beberapa warga yang memiliki luas lahan yang sempit mengatakan bahwa lahan hanya sebagai asset ada 7 KK dan yang menganggap lahan sebagai asset dan modal 4 KK. Kategori luas lahan sedang yang mengganggap lahan sebagai asset dan modal dan lahan hanya sebagai modal sekitar 2 KK sedangkan untuk lahan yang dianggap sebagai asset hanya 1 KK. Berbeda dengan luas lahan pada kategori luas hanya 2 KK yang menganggap bahwa lahan hanya sebagai modal untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sedangkan untuk lahan yang dianggap sebagai asset dan lahan yang dianggap sebagai asset dan modal sekitar 1KK saja. Kesimpulan dari hasil olah data yaitu bahwa luas lahan tidak mempengaruhi kepemilikan asset dan modal karena warga tidak hanya menggantungkan pendapatan dari lahan yang mereka kuasai atau mereka milik. Seseorang yang menganggap lahan yang dijadikan asset dan modal memiliki arti bahwa selain memiliki lahan untuk digarap demi mencukupi kebutuhan sehari-hari juga memiliki lahan yang bisa dijadikan investasi masa depan karena lahan dianggap sangat penting terkait dengan peran lahan yang dikaitkan dengan kesejahteraan lahan dan status sosial. Adapun beberapa warga kampung yang memiliki atau menguasai lahan yang sempit menganggap lahan sebagai asset dikarenakan warga tidak bergantung terhadap lahan yang digarapnya. Warga kampung memillih untuk mencari pendapatan lain di luar sektor pertanian. Oleh karena itu, luas lahan tidak mempengaruhi kepemilikan asset dan modal yang diperkuat dengan adanya hasil dari olah data SPSS yang dapat dilihat pada lampiran 9. Hasil dari olah data SPSS ini menunjukkan bahwa Korelasi antara Luas Lahan dengan Kepemilikan Asset dan modal sebesar 0,234 lemah dan searah dengan nilai p(0,117)>alpha 10 persen artinya korelasi tidak significant. Artinya tidak ada hubungan antara luas lahan dengan kepemilikan asset dan modal seseorang.
64
7.4
Implikasi Pengaruh Penguasaan Lahan Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Rumahtangga Petani
Pengaruh penguasaan lahan terhadap kondisi sosial ekonomi tidaklah menjadi tolak ukur bagi masyarakat untuk merasa cukup dalam mencukupi kebutuhan hidup. Banyak dari warga mencari tambahan pendapatan untuk menutupi kekurangan yang dirasakannya. Maka dari itu, warga memilih untuk melakukan strategi nafkah ganda untuk mencukupi kebutuhan yang dirasa kurang tersebut. Pekerjaan yang mereka pilih merupakan pekerjaan yang berada di luar sektor pertanian seperti pedagang, guru, buruh bangunan, ojek dan buruh serabutan. Pendapatan yang dihasilkan di luar sektor pertanian pun tidak bisa dibilang melebihi pendapatan yang dihasilkan dari sektor pertanian. Akses warga terhadap lahan pertanian di Kampung Cijengkol terbilang terbatas dengan adanya sistem bagi waris yang masih melekat pada warga. Mereka akan bisa mengakses lahan lebih besar jika memiliki modal yang kuat untuk membeli lahan, menyewa ataupun gadai lahan. Namun, kanyataannya banyak warga yang menjual tanahnya (sawah maupun kebun) demi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya karena dirasa dari lahan tidaklah cukup maka lebih baik mereka menjual lahan yang mereka miliki. Kebanyakan dari lahan yang dijual adalah lahan yang didapat dari sistem bagi waris, padahal lahan yang dihasilkan dari bagi waris tidaklah boleh dijual. Namun, mereka terpaksa menjualnya karena kebutuhan yang mendesak. Dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini bagaimana hasil pendapatan dari sektor pertanian yaitu sebagai berikut.
Tabel 18. Sebaran Tingkat Pendapatan Responden di Sektor Pertanian Tahun 2011 Kategori Rendah Sedang Tinggi
Interval pendapatan (x Rp.1000) ≤ 1000 1000 < x ≤ 2000 > 2000 Total
Jumlah 38 6 2 46
Persentase (%) 82,61 13,04 4,35 100,00
Berdasarkan Tabel 18 di atas bahwa pendapatan yang dihasilkan dari sektor pertanian adalah rendah. Terdapat 38 KK atau 82,61 % pendapatan yang dihasilkan terolong pada kategori rendah, dan 6 KK atau 13,04 % pendapatan
65
pada kategori sedang dan 4,35 % atau 2 orang yang pendapatannya tergolong tinggi. Pendapatan tersebut didapat setiap kali panen dan biasanya dalam 1 tahun mereka harus menunggu 4 bulan untuk mendapatkan hasil dari yang mereka tanam karena dalan setahun mereka panen tiga kali. Hal ini menjelaskan bahwa lahan yang mereka miliki tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga mereka memilih melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian untuk mendapatkan tambahan pendapatan. Pekerjaan di luar sektor lebih menjanjikan dibandingkan bekerja pada sektor pertanian. Dapat dilihat pada Tabel 19 tentang sebaran tingkat pendapatan yang berasal dari luar sektor pertanian.
Tabel 19 Sebaran Tingkat Pendapatan Responden di Luar Sektor Pertanian Tahun 2011 Kategori Rendah Sedang Tinggi
Interval Pendapatan (x Rp.1000) ≤ 1000 1000 < x ≤ 2000 > 2000 Total
Jumlah 41 4 1 46
Persentase (%) 89,13 8,70 2,17 100,00
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa hampir semua responden melakukan strategi nafkah ganda. Pendapatan yang dihasilkan per bulan dirasa cukup untuk menutupi kekurangan dari hasil pertanian yang didapat. Pendapatan pada kategori rendah dengan jumlah 41 KK atau 89,13 % lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pada kategori sedang dengan jumlah 4 KK atau 8,70 % dan pendapatan pada kategori tinggi dengan jumlah 1 KK atau 2,17 %. Data menunjukan walaupun pendapatan yang dihasilkan tidak banyak tetapi dirasa cukup untuk menutupi kekurangan yang dirasakan oleh warga Kampung Cijengkol.
7.5
Ikhtisar
Tingkat penguasaan lahan yang akan diukur dengan variabel kondisi sosial ekonomi yaitu luas lahan. Luas lahan akan diukur dengan variabel tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan kepemilikan asset dan modal. Tingkat penguasaan lahan yang dilihat dari luas lahan seseorang mempengaruhi tingkat pendapatannya.
Kampung Cijengkol
merupakan
kampung
yang
tingkat
66
penguasaan lahannya beragam. Luas lahan yang dikuasai warga kampung adalah berstatus milik sendiri (warisan), menyewa, gadai, dan bagi hasil. Luas lahan yang warga kuasai akan mempengaruhi tingkat pendapatannya yang dihasilkan dari lahan tersebut (yang digarap). Berdasarkan hasil SPSS rank spearman menyatakan bahwa Korelasi antara Luas Lahan dengan tingkat pendapatan sebesar 0,927 sangat kuat dan searah dengan nilai p(0,014)alpha 10 persen artinya korelasi tidak signifikan. Artinya tidak ada hubungan antara luas lahan dengan kepemilikan asset dan modal seseorang. Pendapatan yang diterima warga dari hasil kegiatan usahatani tidaklah mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga warga mencari tambahan pendapatan dari kegiatan lainnya. Sebagian besar dari responden melakukan strategi nafkah ganda untuk memenuhi kebutuhan yang tidak mencukupi dari hasil pertanian. Mereka melakukan kegiatan lain yang dapat dijadikan tambahan pendapatan di luar pertanian karena lahan yang mereka miliki tidak mencukupi dalam memenuhi kebutuhan, dan lahannya pun kebanyakan diperoleh dari sistem bagi waris. Sistem ini mengakibatkan akses warga terhadap lahan pertanian
67
menjadi kecil kecuali warga memiliki modal yang kuat untuk dapat membeli atau menyewa lahan dan memperluas penguasaan lahan agar mereka dapat mengakses lahan tersebut dan mengelola, memanfaatkan dan menikmati hasil dari lahan yang digarapnya.