Kerangka Acuan Forum Antikorupsi Indonesia Ke-5 “Bersama Lawan Korupsi!” A. Latar belakang Korupsi dalam pandangan Ilmu Politik merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara proses perolehan posisi dalam kekuasaan politik, hak-hak yang terkait posisiposisi kekuasaan politik, dan hak-hak warga negara untuk mengawasi penggunaan kekuasaan politik tersebut. 1 Kekuasaan mengarah pada timbulnya godaan untuk penyalahgunaan kekuasaan. Ketika penyalahgunaan tersebut tidak diawasi dengan baik oleh lembaga yang mewakili hak-hak warga negara, korupsi merupakan hasil akhir. Indonesia mengalami penurunan peringkat sebagai negara bersih korupsi sejak 1999. Pada tahun 2000, pemeringkatan global yang dilakukan Transparency International melalui Corruption Perception Index atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) menempatkan Indonesia di posisi 85 bersama Angola. IPK Indonesia semakin terpuruk sampai dengan 137 pada tahun 2005. Titik balik harapan adanya perbaikan peringkat Indonesia sebagai negara yang lebih bersih dari korupsi terjadi pada tahun 2006. Praktis sejak 2008 sampai dengan 2015, pemeringkatan Indonesia melalui Indeks Persepsi Korupsi terus mengalami peningkatan. IPK Indonesia pada 2015 menunjukkan skor 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara yang diukur. Skor Indonesia secara pelan naik 2 poin, dan peringkat melesat 19 angka dari tahun sebelumnya (posisi 107 ke 88). Skor IPK berada pada rentang 0-100. Angka 0 berarti negara dipersepikan sangat korup, sementara skor 100 berarti dipersepsikan sangat bersih.2 Peringkat Regional 2 9 11 15 16 17 24
Peringkat Global 8 54 76 88 95 112 147
Negara
Nilai
Keterangan
Singapore Malaysia Thailand Indonesia Philippines Vietnam
85 50 38 36 35 31
Ranking Turun, Nilai turun Ranking Turun, Nilai turun Ranking turun, Nilai tetap Ranking Naik, Nilai Naik Ranking Turun, Nilai Turun Ranking Naik, Nilai Tetap
Myanmar
22
Ranking Turun, Nilai Naik
Tabel 1: Peringkat dan Nilai Corruption Perception Index 2015
1
Arvind K. Jain, “Power, Politics and Corruption” dalam The Political Economy of Corruption, (New York: Routledge, 2001), hlm 3-4 2 “Corruption Perception Index 2015: Perbaiki Penegakan Hukum, Perkuat KPK, Benahi Layanan Publik” diakses dari http://www.ti.or.id/index.php/publication/2016/01/27/corruption-perceptionsindex-2015
Data United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) pada April 2014 menunjukkan: 140 negara dan 177 organisasi seduniatelah meratifikasi dan menyepakati bahwa korupsi adalah musuh bersama untuk diperangi dan tidak mendapatkan tempat dalam sistem politik dan ekonomi apapun. 3 Komitmen Pemerintah Indonesia untuk memberantas korupsi bersama-sama Negara-negara di dunia dibuktikan dengan meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi (United Nations Convention Against Corruption, UNCAC 2003) melalui Undang-Undang No. 7 tahun 2006. Sebagai negara peratifikasi, Indonesia wajib mengimplementasikan ketentuan UNCAC secara penuh. Pada pelaksanaannya, upaya Indonesia dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan UNCAC terus dilakukan melalui berbagai upaya, antara lain menyelaraskan regulasi terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan ketentuan yang tertuang dalam UNCAC. Hasil gap analysis yang dilakukan oleh KPK menunjukkan bahwa, sejumlah ketentuan UNCAC belum sepenuhnya diadopsi oleh Indonesia.4 Ketentuan baru pasca-ratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Antikorupsi (United Nations Conventions Against Corruption/ UNCAC) tahun 2003 telah diratifikasi dengan Undang-Undang RI No. 7 Tahun 2006. Enam tahun kemudian pada 2012, Pemerintah Indonesia menetapkan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) melalui Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 tentang Stranas PPK Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014. Strategi yang tertuang dalam Stranas PPK mengacu pada strategi-strategi yang ditetapkan dalam ketentuan UNCAC, meliputi enam strategi yaitu: (1) pencegahan, (2) penegakan hukum, (3) harmonisasi peraturan perundang-undangan, (4) kerjasama internasional dan penyelamatan aset hasil tindak pidana korupsi, (5) pendidikan dan budaya anti-korupsi, dan (6) mekanisme pelaporan. Di samping strategi, terdapat tiga indikator hasil utama (key result indicators) Stranas PPK, yaitu: (1) Indeks Persepsi Korupsi (IPK), (2) kesesuaian regulasi Indonesia dengan ketentuan UNCAC, dan (3) Indeks Sistem Integritas Nasional (SIN). Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang sejalan dengan UNCAC telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Beberapa kebijakan dihasilkan terkait upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, yaitu: (1) Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi; (2) Inpres No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2011; (3) 3
Diakses dari http://www.unodc.rg/unodc/treaties/CAC/signatories.html KPK, Gap Analysis Indonesia terhadap UNCAC, diakses dari http://acch.kpk.go.id/gapanalysis-indonesia-terhadap-uncac 4
Inpres No. 17 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012; (4) Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014; (5) Inpres No. 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2013; (6) Inpres No. 2 Tahun 2014 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2014; (7) Inpres No. 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015 dan Inpres No. 10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016-2017.5 Penguatan Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Upaya mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia juga perlu didorong oleh peran serta masyarakat secara terbuka dan partisipatif. Penegakan hukum dan intervensi perbaikan sistem politik tidak akan bermakna tanpa social enforcement yang melibatkan masyarakat. Agenda peningkatan kesadaran publik terkait keberadaan, penyebab dan keseriusan serta ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi pun mendesak dilakukan. Penguatan partisipasi masyarakat dilaksanakan antara lain dengan upaya 6 : (1) Peningkatan transparansi dan kontribusi publik dalam pengambilan keputusan; (2) Memastikan publik memiliki akses terhadap informasi dengan efektif; (3) Pelaksanaan pelayanan informasi masyarakat yang berkontribusi terhadap sikap antikorupsi sebagaimana program pendidikan masyarakat termasuk kurikulum sekolah dan universitas; (4) Menghormati, mempromosikan dan melindungi kebebasan mencari, menerima, mengumumkan dan menyebarluaskan informasi terkait korupsi. Kebebasan dimaksudkan adalah sesuai batasan peraturan perundang-undangan (terkait atas hak dan nama baik orang lain serta demi perlindungan keamanan nasional/ketertiban umum, kesehatan atau moralitas masyarakat). Salah satu forum multipihak yang telah digagas oleh masyarakat sipil bersama pemerintah adalah Indonesia Anti-Corruption Forum atau IACF. Forum ini menjadi ruang untuk mempertemukan dan mengkonsolidasikan peran masyarakat sipil di dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. IACF telah dimulai sejak 2010 dengan melibatkan pemerintah, penegak hukum, lembaga pendidikan, media, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil.
5
Inpres terbaru yang diluncurkan pada 2016 t merupakan upaya transisi sebelum Revisi Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Stranas PPK Jangka Panjang (2012-2025) dan Jangka Menengah 2012-2014 6 “Peran KPK dalam Indonesia Anti-Corruption Forum”, diakses dari http://acch.kpk.go.id/tema/-/blogs/peran-kpk-dalam-indonesia-anti-corruption-forum
IACF I (Pertama) diselenggarakan di Jakarta pada Desember 2010. Pada forum pertama tersebut mekanisme koordinasi dibangun antar-multipihak untuk memfasilitasi kerjasama pencegahan korupsi sekaligus mempercepat implementasi Strategi Antikorupsi Nasional. Forum dihadiri 61 peserta yang mendiskusikan prioritas inti pelaksanaan dari strategi nasional pemberantasan korupsi. IACF II (Kedua) pada Juni 2011 dimaksudkan untuk memfokuskan kerja-kerja multipihak dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Forum kedua tersebut diharapkan tidak sekadar seremonial tetapi juga sebagai forum kerjasama antikorupsi multipihak. Beberapa rekomendasi dihasilkan dalam forum anti-korupsi kedua tersebut, di antaranya: dukungan kepada KPK, gagasan/terobosan baru dalam pemberantasan korupsi, serta memperjelas sistem reward and punishment dalam pemberantasn korupsi. IACF III (Ketiga) dilaksanakan pada Juli 2012 di Jakarta dengan dihadiri pejabat kementerian&lembaga, perwakilan pemerintah daerah, pegiat anti-korupsi dalam berbagai kelompok masyarakat sipil (LSM, OMS, perguruan tinggi, jurnalis, dan asosiasi profesi). Kerjasama multipihak yang dikawal sebagai hasil IACF III adalah mendorong implementasi Stranas PPK di tingkat nasional dan daerah. IACF IV (Keempat) diselenggarakan pada Juni 2014 di tengah momentum politik elektoral di tingkat nasional. Forum anti-korupsi keempat tersebut menjadi penanda penting pelibatan kelompok-kelompok masyarakat sipil yang lebih terkonsolidasi. Beberapa poin hasil forum tersebut menitikberatkan ada sejumlah evaluasi Program Stranas PPK –baik itu dalam segi proses, implementasi, dan koordinasi. Evaluasi penting lainnya adalah belum dihasilkannya Sistem Integritas Nasional oleh pemerintah, padahal Pemilu 2014 merupakan kontestasi politik yang amat besar membutuhkan komitmen politik peserta, pemilih, dan penyelenggara Pemilu dalam mewujudkan Pemilu yang bersih dan berintegritas. IACF V: Bersama Lawan Korupsi! Salah satu hasil evaluasi yang muncul dalam IACF IV tahun 2014 lalu adalah pelibatan masyarakat sipil –baik di tingkat pusat maupun daerah, yang masih terbilang minim bahkan tidak ada dalam implementasi Stranas PPK. Padahal, sukses pencegahan dan pemberantasan korupsi hanya dimungkinkan jika gerakan dan peran serta masyarakat besar dan terkonsolidasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa skema penyusunan Aksi PPK tahunan sebagai bentuk implementasi Stranas PPK masih bersifat top-down, alih-alih partisipatif. Hasil kajian Koalisi Masyarakat Sipil untuk Monitoring dan Evaluasi Stranas PPK menilai bahwa belum ada akses yang terbuka kepada berbagai kelompok masyarakat sipil untuk turut terlibat baik dalam penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Forum Anti-Korupsi Indonesia yang akan diselenggarakan pada November 2016
menjadi momentum penting bagi konsolidasi masyarakat sipil bersama dengan pemerintah, sektor swasta, media serta aktor strategis lainnya dalam mendorong perbaikan tersebut. IACF V (Kelima) juga akan menjadi forum perdana anti-korupsi multipihak yang dilakukan pada masa Pemerintahan Jokowi-JK. Sebagai tindak-lanjut proses dan hasil dari IACF IV (Keempat) dalam mendorong pelibatan masyarakat sipil serta seluruh komponen multipihak dalam kerjasama mendorong pencegahan dan pemberantasan korupsi melalui Stranas PPK, maka IACF V sangat urgen dan strategis untuk dilaksanakan. B. Tujuan & Target Kegiatan Secara umum, kegiatan IACF V memiliki tujuan untuk: a. Memfasilitasi ruang diskusi dan refleksi terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi b. Mendorong keterlibatan publik secara luas dan partisipatif dalam proses penyusunan Rencana Aksi PPK Tahunan di tingkat nasional dan daerah. c. Memfasilitasi keterlibatan multipihak dalam merumuskan isu-isu strategis dan sektor prioritas yang diidentifikasi rawan korupsi d. Mendorong keterlibatan multi-pihak dalam proses implementasi, monitoring dan evaluasi Stranas PPK e. Mengawal dan mempersiapkan keterlibatan multi-pihak dalam penguatan dan pemantauan implementasi UNCAC. Sedangkan target IACF V dirancang dan dilaksanakan untuk menghasilkan: a. Rekomendasi dari konsolidasi berkaitan dengan target pencegahan dan pemberantasan korupsi sebagai prioritas utama Pemerintahan Jokowi-JK. b. Komitmen dan resolusi bersama multipihak untuk mendorong terobosanterobosan baru dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. c. Komitmen dan resolusi bersama multipihak untuk mendorong peningkatan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia. C. Topik Bahasan Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam IACF V ini berisi serangkaian diskusi tematik yang membahas mengenai pengentasan tindak pidana korupsi di berbagai sektor publik. Diskusi diklasifikasikan menjadi 3 kelompok topik bahasan utama, dimana pada tiap-tiap topik bahasan utama, terdapat tema-tema diskusi yang spesifik. Ketiga topik bahasan utama tersebut adalah: (1) Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi [Strategi Penindakan, Strategi Pencegahan, Strategi Antisipasi]; (2) Diskusi Tematik [Korupsi dalam Sektor Politik, Korupsi sektor Peradilan, Pengadaan Barang & Jasa serta Pelayanan Infrastruktur, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup, Integrasi
dan Integritas Satu Data untuk Pencegahan Korupsi]; (3) Tema Khusus [UNCAC, Reformasi dan Integritas sektor Pelabuhan, Korupsi Sektor Pendidikan dan Kesehatan]. Berikut gambaran singkat topik bahasan utama dan tema dalam IACF V tersebut: 1. Arah Pelaksanaan Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi Berdasarkan kajian Revisi Perpres tentang Strategi Nasinal Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, terdapat tiga kategori Aksi yang meliputi: a. Penindakan Penindakan didefinisikan sebagai “aksi/tindakan” yang dilakukan sebagai reaksi atas terjadinya suatu tindakan korupsi tertentu. Tujuannya adalah untuk menuntaskan kasus tipikor secara konsisten dan sesuai hukum positif yang berlaku demi memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang berkeadilan dan transparan. Maraknya kasus korupsi yang diungkap selama beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa masyarakat mengharapkan proses penegakan hukum yang optimal. Untuk itu penguatan lembaga-lembaga penegak hukum, termasuk penguatan kapasitas SDM penegak hukum serta pengaturan regulasi nasional terkait upaya pemberantasan korupsi harus menjadi perhatian serius. b. Pencegahan Pencegahan merupakan suatu usaha/upaya usaha untuk mencegah terjadinya suatu tindakan korupsi tertentu. Upaya ini sangat luas dan harus dilakukan oleh semua komponen bangsa karena bertujuan untuk mempersempit peluang terjadinya tipikor pada tata kepemerintahan dan masyarakat. c. Antisipasi Upaya antisipasi adalah usaha persiapan atau mengantisipasi kemungkinan terjadinya suatu tindakan korupsi di masa datang. Upaya antisipasi ini dilakukan melalui proses pendidikan dan membangun budaya anti korupsi yang bertujuan untuk memperkuat setiap individu dalam mengambil keputusan yang etis dan berintegritas, sekaligus untuk menciptakan budaya zero tolerance terhadap korupsi. 2. Diskusi Tematik Terdapat 5 isu yang akan dibahas dalam diskusi tematik yang dipilih menjadi isu utama dalam IACF ke-5 ini. Isu ini merupakan isu yang juga di dalami pada pra-event yang dilaksanakan di 5 kota di Indonesia. Isu tersebut adalah sebagai berikut: a. Membangun sistem politik yang tidak rentan korupsi Setiap tahunnya, berbagai penindakan kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah sepi dari keterlibatan para
politisi. Sebagai ilustrasi, dari sebanyak 63 kasus korupsi yang ditangani KPK pada tahun 2015, sebanyak 19 pelaku memiliki latar belakang anggota DPR dan DPRD. Jumlah ini paling tinggi diantara aktor-aktor lain yang diproses sepanjang tahun lalu. Keterlibatan aktor-aktor politik karena melakukan korupsi sesungguhnya bukan isu baru di negara ini. Bahkan dalam sebuah kasus yakni suap Pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia-Miranda Goeltom, telah melibatkan setidaknya 39 politisi DPR. Mereka kemudian dibui karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam jabatannya. Tidak terbantahkan, berbagai kasus korupsi yang melibatkan para politisi menjadi ilustrasi betapa dekatnya jarak antara politik dan korupsi. Kekuasaan politik yang dipegang oleh orang yang tanpa integritas, akan berujung pada korupsi. Tentu permasalahan ini tidak hanya dipicu oleh perilaku individuindividu yang tengah berkuasa saja. Permalahannya jauh lebih kompleks karena berkelindan dengan sistem politik, sistem pemilu dan tata kelola partai poltik yang buruk. Berbicara pemilu dan partai politik, keduanya menjadi alat untuk mencapai kekuasaan. Partai politik merupakan kereta, sementara pemilu merupakan jalur rel menuju kekuasaan itu sendiri. Partai politik menjadi garbong untuk seseorang untuk menduduki jabatan tertentu melalui mekanisme pemilu. Namun yang terjadi justru anomali sebab semuanya berbiaya tinggi. Partai dibajak oleh elit karena untuk menjalankannya butuh biaya tinggi. Negara tidak hadir dalam memberikan subsidi/alokasi anggaran yang memadai. Sehingga praktek jual-beli tiket pencalonan, semisal pemilihan kepala daerah menjadi cerita musiman yang sering kita dengar. Dari data Kementerian Dalam Negeri (2016), anggaran subdisi APBN kepada 10 partai politik hanyalah sebesar 13 miliar rupiah. Jumlah ini alokasi dari nilai per-suara sebesar 108 rupiah. Sementara kebutuhan tahunan partai politik berkisar 150 miliar sampai dengan 250 miliar setiap tahunnya. Jumlah ini menyisakan tanda tanya, lalu dimana partai dan kader-kader mendanainya? Inilah wilayah abut-abu yang tidak pernah tersentuh reformasi selama ini. Sehingga celah masuknya illegal financing kepada partai seolah terus dibuka lebar. Ilustrasi kondisi partai polititik di atas tidak jauh berbeda dengan pemilu kita. Ledakan cost electoral dipicu karena tidak terkontrolnya biaya politik karena media advertisement menjadi alat interaksi antara kandidat dengan pemilih (Mietzner). Sehingga model ini menyedot biaya yang sangat tinggi bagi kandidat. Namun sistem pemilu kita seolah berkompromi atas masalah pendanaan dalam pemilu. Hal ini tampak jelas dana kampaye dan audit pendanaan
menjadi pekerjaan kelas dua bagi penyelenggara pemilu. Padahal kedua isu tersebut menjadi hal utama dalam membangun pemilu yang bersih. Alhasil, persoalan kepartaian dan pemilu telah menciptakan lingkaran setan korupsi politik. Keduanya menegasikan politik sebagai alat menyejahterakan masyarakat, menjadi hanya alat untuk mencari kekuasaan dan harta. Muara dari itu semua korupsi. Tidak dapat dipungkiri, keduanya harus dibenahi karena akan berkorelasi lansung dengan pencegahan terjadinya korupsi. Untuk membahas hal tersebut, Indonesia Anti Corruption Forum (IACF) akan mengangkat tema pembenahan partai politik dan pemilu untuk mencegah korupsi politik. b. Korupsi di Sektor Peradilan Belakangan ini wajah lembaga peradilan di Indonesia seolah tercoreng. Rohadi, Panitera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang ditangkap karena diduga terlibat dalam upaya pengaturan vonis dalam kasus Saiful Jamil menujukkan korupnya lembaga peradilan kita. Bagaimana mungkin seorang Panitera Pengganti dapat mengatur vonis yang akan dijatuhkan Majelis Hakim dan komposisi Majelis Hakim itu sendiri? Bagaimana mungkin seorang Panitera Pengganti memiliki 18 mobil, Kapal Mewah, Rumah Sakit, Real Estate, dan berbagai aset berharga lainnya? Ironis, ketika lembaga peradilan di Indonesia yang seharusnya menjadi tempat mencari keadilan justru menjadi tempat yang paling korup. Survei Global Corruption Barometer pada tahun 2013 menunjukkan bahwa pengadilan merupakan lembaga paling korup ketiga setelah partai politik dan sektor pelayanan publik. Catatan Koalisi Pemantau Peradilan per Oktober 2016 menunjukkan lebih dari 30 pegawai pengadilan, pejabat pengadilan, dan hakim yang telah ditangkap oleh KPK sejak KPK berdiri. Yang lebih menyedihkan adalah, diantara 30 orang tersebut terdapat hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi. Dan jumlah ini berpotensi terus bertambah seiring dengan pengembanganpengembangan kasus yang dilakuka oleh KPK. Pada tahun 2010 Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum yang berada di bawah UKP4 meluncurkan buku Peta Mafia Peradilan. Buku tersebut mencoba untuk memetakan modus-modus mafia peradilan yang kerap terjadi. Jika mengacu pada buku maka diketahui bahwa permasahalan korupsi di dunia peradilan sangat kompleks dan sistemik. Tidak hanya melibatkan Pengadilan, melainkan juga Kejaksaan, Kepolisian, hingga Lembaga Pemasyarakatan. Sekarang sudah 6 tahun berlalu sejak buku tersebut diterbitkan. Lantas apa saja yang sudah dilakukan pemerintah, termasuk pengadilan itu sendiri dalam upayanya memberantas korupsi di lembaga peradilan? Apakah ada suatu perubahan yang signifikan dalam pemberantasan korupsi di lembaga peradilan? Atau tidak ada perubahan yang berarti sama sekali? Mengingat
kajian UKP4 tahun 2010 tersebut sejalan dengan temuan ICW dalam penelitian menyingkap mafia peradilan tahun 2003. Dari situ ditemukan bahwa modus judicial corruption belum banyak berubah. Guna meninjau tersebut maka diskusi publik kali ini akan membahas “Meninjau Pemberantasan Korupsi di Sektor Peradilan” c. Pengadaan Barang dan Jasa serta Pelayanan Infrastruktur Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia sebagian besar berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa. Menurut data KPK, dari 468 kasus tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, 50 persen atau sedikitnya 224 kasus berasal dari Pengadaan Barang dan Jasa. Di lain pihak, saat ini pemerintahan Jokowi-JK sedang menggalakkan pembangunan infrastruktur/proyek strategis nasional. Tahun 2015, anggaran infrastruktur pun dipatok sebesar Rp 290,3 triliun, yang merupakan anggaran infrastruktur tahunan terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Jumlah tersebut meningkat hampir Rp 100 triliun dibandingkan anggaran infrastruktur tahun sebelumnya. Sementara itu sepertiga dari total APBN tahun 2016, atau sekitar Rp 300 triliun, merupakan belanja modal. Ada korelasi antara proyek infrastruktur Jokowi dengan pengadaan barang dan jasa. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi berulangkali menginstruksikan kepada para menterinya untuk melakukan lelang pengadaan barang dan jasa lebih awal sehingga pada awal-awal tahun diharapkan aktivitas ekonomi sudah bisa bergulir. Pengadaan barang dan jasa untuk pengelolaan proyek infrastruktur yang menggunakan anggaran cukup besar tentulah harus dilakukan dengan cara yang baik. Sebab ada potensi penyimpangan yang cukup besar dalam pengelolaan anggaran yang besar. Dengan besarnya anggaran yang disediakan, bukan berarti masalah tidak ada. Permasalahan yang muncul adalah masalah manajemen dan ketidaksiapan aparat atau pejabat pengelola anggaran dalam memanfaatkan anggaran yang tersedia sesuai dengan harapan dan tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga adanya keengganan para pelaksana proyek untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa dengan sistem elektronik. Kebanyakan mereka memilih memakai sistem swakelola dan memecah proyek menjadi proyek-proyek yang kecil nilainya. Masalah-masalah ini apabila tidak segera diatasi akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ingin mencari keuntungan dan berburu rente dari anggaran negara untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya. Potensi terjadinya tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pun mengancam. Salah satu solusi yang kemudian ditawarkan adalah melalui perencanaan
anggaran yang matang, penganggaran dan pengadaan yang terintegrasi. Segala upaya terus dilakukan oleh pemerintah, yakni Pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan baru melalui Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2012 dengan berbagai penyempurnaan melalui perubahan pertama Perpres Nomor 65 tahun 2011 dan terkahir Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 merupakan perubahan ke-dua, Perpres No. 172 tahun 2014 dan terakhir Perpres No. 4 Tahun 2015 Meskipun tata kelola pengadaan barang dan jasa sudah mulai dibenahi, namun permasalahan tidak berarti selesai. Pelibatan publik untuk terus melakukan pemantauan masih perlu dilakukan. Pembenahan bisa jadi memiliki banyak dimensi dan aspek. Untuk membahas hal tersebut, Indonesia Anti Corruption Forum (IACF) akan mengangkat tema Memperbaiki Tata Kelola Pengadaan Barang dan Jasa untuk Mencegah Tindak Pidana Korupsi. d. Korupsi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu sektor strategis yang ditengarai sarat dengan potensi korupsi. Pada industri berbasis sumberdaya alam seperti pertambangan, perkebunan, dan kehutanan misalnya, potensi korupsi sangat mungkin terjadi di sepanjang rantai proses ekstraksi : sejak proses alih fungsi lahan, prosedur dan proses perijinan, pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, penjualan dan ekspor hasil produksi/penebangan, hingga kepatuhan pembayaran pajak/penerimaan negara, reboisasi, maupun dalam perencanaan dan pengalokasian dana rehabilitasi lingkungan dan pasca-operasi. Korupsi di sektor ini laksana mengamini temuan sebuah laporan di Tahun 2012, yang mengatakan bahwa korupsi di Indonesia laksana difasilitasi oleh berbagai faktor seperti banyaknya sumberdaya publik yang dihisap/dihasilkan dari sumberdaya alam, jaringan politik dan kepentingan yang terkoneksi (vested interest and politically connected network), pelayan publik yang bergaji rendah, rendahnya kualitas regulasi, dan lemahnya peradilan yang independen. Ditambah lagi, birokrasi pemerintahan lokal yang diberi otoritas dan sumberdaya lebih tanpa disertai akuntabilitas dan mekanisme penegakan yang baik. 7 Sebut saja beberapa contoh modus korupsi di sektor ini seperti adanya suap dan kick-back (ucapan terima kasih) dalam proses pengurusan ijin alih fungsi lahan di Kabupaten Buol, proses pengurusan ijin industri SDA di kalimantan Selatan dan Sulawesi Tenggara, dugaan pengemplangan pajak perusahaan batubara, pidana pajak yang mengenai perusahaan perkebunan Asian Agri, suap dan tindak pencucian uang (money laundering) yang melibatkan pejabat di SKK Migas, modus mark-up bioremediasi, hingga modus suap anggota 7
U4 Anti-Corruption Resource Center, 2012.
DPRD pada proses pembahasan Peraturan Daerah (Perda) Reklamasi di DKI Jakarta. Belum lagi, korupsi di sektor ini diperparah oleh rendahnya penegakan hukum lingkungan dan lemahnya aparat Pemerintah di mata korporasi-seperti kasus kebakaran hutan, tidak patuhnya perusahaan pada ketentuan pajak yang menimbulkan kerugian negara, hingga tidak bertanggungjawabnya perusahaan yang meninggalkan lubang bekas tambang tanpa adanya dana jaminan reklamasi dan pasca-tambang. Sesi ini akan membahas mengenai bagaimana upaya pencegahan korupsi yang dilakukan di sektor sumberdaya alam dalam gerakan nasional penyelamatan sumberdaya alam (GN-SDA) yang digawangi oleh KPK bersama Kementerian/Lembaga dengan kolaborasi masyarakat sipil di berbagai wilayah di Indonesia – baik di sektor kehutanan, perkebunan, maupun pertambangan dan energi. Sesi ini akan menghadirkan tim GN-SDA KPK, Kementerian/Lembaga terkait, praktisi NGOs/CSOs, Ahli/Akademisi, serta Pemerintah Daerah dan Private Sektor terkait. e. Integrasi dan integritas data untuk pencegahan Korupsi (Onedata) Salah satu upaya untuk meningkatkan transparansi dalam pencegahan korupsi adalah gerakan open data. Keterbukaan data yang dilakukan melalui digitalisasi memungkinkan terjadinya berbagai kemajuan di bidang pelayanan publik terutama dalam pelayanan dan penyediaan data dan informasi. Walau demikian, sebagaimana gerakan pemberantasan korupsi, terdapat berbagai tantangan dalam upaya pembukaan data dan informasi. Diantaranya adalah kurangnya data set yang dipublikasikan secara terbuka oleh pemerintah, kurangnya prioritas dalam menentukan data set krusial seperti apa yang harus di publikasikan, tidak adanya interoperabilitas atau kemampuan dari sistem data yang interface-nya dapat berinteraksi dan berfungsi dengan produk atau sistem lain, serta tidak adanya standard baku untuk melakukan pendataan. Salah satu tantangan mendasar adalah kurang baiknya sistem arsip yang selama ini berjalan di kementerian/lembaga. Meski demikian, open data semakin berkembang. Dengan didukung oleh One Data policy yang sedang digagas oleh Kantor Staf Presiden dan sekretariat Open Government Indonesia terdapat beberapa perkembangan dari sisi pemerintah baik dari Kementerian, lembaga maupun dari pemerintah daerah. Salah satu inisiatif yang dilakukan adalah Satu Data (One Data) untuk Pembangunan Berkelanjutan. Salah satu target capaian kebijakan satu data adalah tersedianya data berintegritas tinggi yang dibutuhkan sebagai basis perencanaan pembangunan. Data berintegritas tinggi adalah buah dari koordinasi yang baik antar produsen data dan pengguna data, atau sesama
produsen dan pengguna data. Data berintegritas lahir dari proses koordinasi, baik antar maupun intra kementerian dan lembaga pemerintah, di mana pusat-pusat data dan informasi masing-masing memainkan peran penting dan kuat sebagai penunjang keseluruhan kegiatan kementerian dan lembaga. Harapannya dengan adanya Satu Data maka interopabilitas data sebagai masalah yang muncul dalam perkembangan Open Data di Indonesia dapat teratasi. Namun, sebenarnya Satu Data pun mendorong perubahan pemikiran dari Kementerian/Lembaga. Mereka merubah pola pikir kementerian/lembaga untuk dapat memperbaiki tata kelola data, selain itu dengan adanya inisiatif ini diharapkan dapat memperbaiki supply data ke publik. Karena open data pada intinya adalah penggunaan data data publik untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas, namun sebelum publik dapat menggunakan tentunya perlu supply dan validitas data itu sendiri sebagai awal. Dengan basis pemikiran diatas, beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan adalah:
Bagaimana transparansi dan keterbukaan informasi dapat membantu melakukan pencegahan korupsi? Apa saja kisah sukses yang dapat menjadi inspirasi? Apa yang sudah dikontribusikan gerakan open data terhadap perubahan kultur keterbukaan? Apa saja yang sudah diraih? Adakah hasil assessment, kita berada di titik mana sekarang, dalam konteks open data? Mengapa harus mendorong satu data? Dan apa yang nilai strategis kebijakan satu data? Apa rencana pemerintah pusat terhadap kebijakan satu data? Apa saja tantangan untuk mendorong integrasi data dan menuju data berintegritas? Bagaimana meningkatkan atau memperluas kebijakan Open Data ke tingkat yang lebih tinggi?
3. Tema Khusus Selain isu utama juga terdapat beberapa isu khusus yang dianggap penting untuk menjadi katalis pemberantasan korupsi. Isu tersebut adalah sebagai berikut: a. Refleksi 10 Tahun Pelaksanaan UNCAC Perwujudan komitmen Indonesia bukan hanya berhenti sampai meratifikasi UNCAC, akan tetapi Pemerintah Indonesia juga berkomitmen dalam melaksanakan UNCAC. Berbagai upaya strategis dilakukan guna melaksanakan UNCAC antara lain melakukan reformasi hukum yang sejalan dengan UNCAC, penguatan penegakan hukum, penguatan kerjasama
International serta upaya lainnya. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang merupakan panduan aksi bersama dalam mencegah dan memberantas korupsi Kesediaan Pemerintah Indonesia menjadi negara pertama untuk di review merupakan bagian dari komitmen Pemerintah untuk melihat sejauh mana upaya pelaksanaan UNCAC dilaksanakan selain itu juga sebagai masukan untuk perbaikan dalam pelaksanaan UNCAC dalam rangka mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Ada 32 rekomendasi (5 rekomendasi untuk perbaikan di kriminalisasi, 14 rekomendasi perbaikan di penegakan hukum, 3 rekomendasi di ekstradisi, 10 rekomendasi untuk mutual legal assistance) dari hasi review UNCAC pertama khusus pada Bab Kriminalisasi dan Penegakan Hukum dan Bab Kerjasama International. Dari 32 rekomendasi, saat ini Pemerintah Indonesia telah melaksanakan 8 rekomendasi yang ada. Minimnya pelaksanaan rekomendasi dari review pertama, memberikan gambaran kepada kita bahwa masih adanya tantangan dalam pelaksanaan UNCAC di Indonesia. Untuk itu, pentingnya melihat kembali tantangan tersebut untuk mencari temukan upaya melaksanakan UNCAC yang lebih baik. b. Mutual Legal Assistance dan Asset Recovery Salah satu permasalahan utama, khususnya di Kejaksaan 8 selain kapasitas9 dan integritas individu atau business process internal yang ditenggarai masih belum efisien, adalah masih tumpang tindihnya tata laksana pemulihan aset dari tahap identifikasi dan pelacakan, 10 penyelidikan/penyidikan, pembekuan/pengamanan, penyitaan, perampasan, pengelolaan, pelelangan, pemulangan ke kas negara, dan tahapan-tahapan teknis terkait lainnya. Bahkan, setiap institusi yang terkait pemulihan aset, memiliki unit terkait pemulihan aset masing-masing. Kejaksaan Agung memiliki Pusat Pemulihan Aset, KPK memiliki Labuksi 11 , Kemenkumham memiliki Rupbasan yang berkedudukan di bawah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM. Dalam RUU Perampasan Aset yang sedang diproses, tugas pemulihan
8
Kejaksaan merupakan institusi dengan kewenangan Pro-justisia (untuk keadilan) untuk bergerak di tiga tataran yaitu penyidikan, penuntutan (termasuk didalamnya pelimpahan wewenang barang bukti dan penguasaan atas aset selama persidangan), dan eksekusi (wewenang eksekutorial). 9 Dalam temuan awal Kemitraan sebelum implementasi program penguatan kapasitas Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung RI, tantangan terutama yang menghambat maksimalnya kerjakerja pemulihan aset adalah kurangnya kecakapan teknis yang dimiliki SDM PPA terkait kerja-kerja pemulihan aset khususnya yang menyangkut aset-aset yang disembunyikan di luar negeri. 10 Proses identifikasi dan/ atau pelacakan dapat dimulai baik sebelum atau setelah adanya kasus. 11 http://www.zonalima.com/artikel/8345/Barang-Sitaan-Terbengkelai-KPK-Bentuk-Labuksi/
aset akan dilakukan oleh Lembaga Pengelola Aset yang akan berada di bawah Kementerian Keuangan.12 Masalah lain yang juga mengemuka adalah belum tersedianya landasan hukum yang mengatur tata laksana pemulihan aset. Meski RUU Perampasan Aset sudah diterima Presiden sejak 2014, tetapi masih ada perdebatan yang disebabkan oleh sejauh mana cakupan RUU tersebut yang menyangkut beberapa institusi seperti mengenai penentuan lembaga mana yang akan berwenang melakukan penelusuran dan penyitaan.13 Dari apa yang diuraikan di atas, tentu dampak dari tumpang tindihnya dan silang-sengkarut penanganan pemulihan aset tentu akan bermuara pada tidak optimalnya penerimaan negara dari pemulihan aset-aset tindak pidana, khususnya aset-aset tindak pidana korupsi yang disembunyikan di luar negeri. Selain itu pada level operasional, potensi penyelewengan dan penggelapan barang sitaan, sangat rawan terjadi di instansi yang memiliki kewenangan mengelola. Data yang tidak terinventarisasi dan tersinkronisasi dengan baik dari daerah ke pusat menjadi penyebab utama sulitnya mengawasi pengelolaan barang sitaan.14 c. Reformasi Sektor Pelabuhan Indonesia sebagai Negara kepulauan, tak pelak lagi membutuhkan keberadaan pelabuhan yang dapat memberikan layanan yang baik, untuk mendukung upaya pemerintah dan kebutuhan rakyat. Dalam proses ekspor impor, sektor pelabuhan jelas memegang peran utama sebagai gerbang transaksi. Persoalan dwelling time yang secara khusus pernah 2 kali dikeluhkan oleh Presiden Jokowi, seperti mengingatkan kembali bahwa, dengan segenap upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh seluruh lembaga yang terkait dengan sektor pelabuhan, masih banyak kendala dan tantangan yang menghadang. Saat ini, peringkat kemudahan melakukan bisnis Indonesia berada di peringkat 91 tahun 2016, sudah meningkat di banding tahun 2013 peringkat Indonesia masih di 128. Demikian juga bila dibandingkan dengan Negara lain, seperti nampak pada gambar berikut:
12
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d0c10da518be/belum-ada-koordinasipembentukan-lembaga-pengelola-aset 13 https://m.tempo.co/read/news/2015/10/16/063709918/pembuatan-ruu-perampasanaset-dipercepat 14 http://nasional.kompas.com/read/2016/04/20/10373941/Barang.Sitaan.Rawan.Digelapkan ?p age=all
Di sisi biaya logistik, saat ini Indeks biaya llogistik Indonesia berada pada angka 27, bandingkan dengan biaya llogistik Amerika Serikat pada angka 9. Hal ini berdampak pada menurunnya daya saing komoditas Indonesia di pasar internasional, juga bahkan bila harus bersaing di dalam negeri. Untuk menjawab tantangan ini, dipandang perlu suatu terobosan nyata, peningkatan kapasitas dan upaya perbaikan yang terus menerus yang harus diambil oleh seluruh pemangku kepentingan. d. Melawan Korupsi melalui Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Paul Catchick, senior investigator pada Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE) Austria mengatakan bahwa “corruption cannot exist without a conflict of interest. Each and every corrupt act is driven by an underlying conflict”.15 Pernyataannya cukup mengejutkan karena selama ini sedikit perhatian pada peran konflik kepentingan berkaitan dengan korupsi. Bahkan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) hanya sepintas menyinggung masalah tersebut. Konflik kepentingan dapat terjadi di organisasi apapun, baik dilembaga swasta maupun lembaga publik semacam penyelenggara negara. Namun, selama ini konflik kepentingan lebih dipandang sebagai permasalahan etik, padahal sesungguhnya konflik kepentingan itu merupakan pintu gerbang bagi terjadinya korupsi. Hubungan erat antara konflik kepentingan dan korupsi terlihat dari pengertian konflik kepentingan yang dikemukakan The Organisation fo Economic Co-operation and Development States (OECD) yang menyatakan bahwa “Conflict of interest occurs when an individual or a corporation (either private or governmental) is in a position to exploit his or their own professional or official capacity in some way for personal or corporate benefit”. 16 Sementara itu, World Bank menyatakan bahwa korupsi adalah "the abuse of public office for privat gain". 17 Dua pengertian ini secara jelas menunjukkan kaitan erat antara konflik kepentingan dan korupsi. Kaitan erat antara konflik kepentingan dan korupsi semestinya dapat mengarahkan perhatian yang cukup serius pada peran pengendalian konflik kepentingan dalam mencegah korupsi. Mencegah terjadinya konflik kepentingan berarti mencegah terjadinya korupsi. Pada tahun 2009, Komisi 15
Paul Catchick, "Conflict of Interest: Gateway to Corruption", ACFE European Fraud Conference, 2014 16 OECD, 2007, "Bribery in Public Procurement: Methods, Actors and Counter-Measures", OECD, Paris. 17 Lihat: http://www1.worldbank.org/publicsector/anticorrupt/corruptn/cor02.htm#note1 dikunjungi pada tanggal 15 September 2016.
Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan buku panduan “Penanganan Konflik Kepentingan Bagi Penyelenggara Negara”. Dinyatakan tegas bahwa salah satu faktor penyebab korupsi di Indonesia adalah adanya konflik kepentingan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.18 e. Saya Perempuan Anti Korupsi Sejak reformasi digaungkan tahun 1998, negara telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Berbagai peraturan telah diundangkan sebagai alat memberantas korupsi, antara lain Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi, UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan seterusnya.1 Berbagai UU ini, melahirkan berbagai lembaga dan prosedur yang berperan penting dalam pemberantasan korupsi seperti KPK, Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (sebagai bagian dari pengadilan negeri) dan PPATK. Upaya mereformasi lembaga penegak hukum juga tak kalah maraknya demi meningkatkan akuntabilitas dan transparansi organisasi dan sistem penegakan hukum. Namun demikian, Ketika reformasi kelembagaan belum membuahkan hasil, dan upaya penindakan seakan tak pernah berhenti menangkap pelaku tindak pidana korupsi, maka kita perlu memerlukan langkah inovatif lain untuk mendampingi upaya-upaya tersebut. Mengapa sedemikian sulitnya memberantas korupsi? Karena korupsi tidak hanya bicara tentang tindak pidana korupsi tetapi juga harus memasukkan perilaku-perilaku/praktek-praktek koruptif yang begitu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Tindak pidana korupsi adalah proses evolusi dari praktek/perilaku koruptif bisa terjadi dari rumah (nilai dan perilaku kejujuran vs ketidakjujuran pertama kali diperkenalkan di rumah) dan kemudian menyebar ke sekolah, ke jalan raya, ke kantor, dan ke ruang-ruang publik lainnya. Oleh karenanya korupsi tidak akan pernah berhenti dengan menangkap para koruptor atau dengan membenahi sistem kalau salah satu produsen koruptor, yaitu rumah terus berproduksi. Sebuah kajian yang dilaksanakan oleh KPK pada tahun 2012 – 2013 di kota Solo dan Jogjakarta menemukan fakta bahwa hanya 4% orangtua yang mengajarkan kejujuran pada anak-anaknya. Kajian KPK ini menemukan bahwa pendidikan kejujuran dalam rumah tidak mengkaitkan kejujuran dengan bentuk-bentuk perilaku koruptif dalam hidup sehari hari seperti menyerobot antrian, menyontek dll. Padahal ini merupakan dasar dari pemahaman terhadap definisi sederhana, bahwa korupsi adalah mengambil hak orang lain untuk kepentingan diri sendiri. Kajian KPK dan contoh di atas, memberi gambaran betapa pentingnya berperilaku antikorupsi mulai keluarga/rumah. Di dalam keluarga, perempuan, ibu dianggap figur sentral dalam memberikan pendidikan moral pada anak/keluarga. Fakta ini memberikan kesempatan untuk mengawali gerakan pencegahan korupsi dari perempuan. Perempuan dengan perannya sebagai ibu dan profesional, dengan karakternya yang khas untuk melahirkan, mengembangkan, memelihara dan berbagi serta kebutuhan berkumpul yang besar – membuat perempuan menjadi celah yang sangat strategis dalam upaya mencegah korupsi, khususnya praktek-praktek perilaku koruptif.
18
KPK, 2009. "Panduan Konflik Kepentingan bagi Penyelenggara Negara", KPK: Jakarta. Hlm. 2
D. Bentuk Kegiatan Terobosan baru diperlukan dalam merancang Forum Anti-Korupsi yang sudah empat kali dilaksanakan ini. Upaya pelembagaan dan mendorong kepemilikan bersama atas IACF pun dilakukan oleh Tim Panitia serta penyelenggara forum. Oleh karena itu beberapa model kegiatan dibuat berbeda dengan memfokuskan pada proses, penitikberatan isu tematik, dan pelibatan kelompok-kelompok muda dan pembaharu dalam mendorong pemberantasan korupsi. Beberapa bentuk kegiatan tersebut adalah: Praevent
Kegiatan Site visit
Event Konferensi Nasional
Uraian Refleksi gerakan antikorupsi dengan mengumpulkan catatan, capaian, kendala, alternatif solusi serta peluang dari multipihak di daerah-daerah. Rangkaian ini juga untuk mempromosikan inovasi tiga pilar dalam pemberantasan korupsi. Lokasi Pre-event: a. Sumatera: Pekanbaru (isu SDA: Hutan dan Perkebunan); b. Jawa Timur: Malang (Keuangan Daerah melalui terobosan e-budgeting, Transparansi dan Perizinan) c. Kalimantan: Balikpapan (Tambang, Perkebunan, Perizinan) Rangkaian kegiatan yang terdiri dari seminar utama (sesi pleno) dan sesi tematik dalam bentuk kelompok/kelas. Dari Kelompok/kelas tersebut didiskusikan beberapa tema krusial terkait pemberantasan korupsi di Indonesia yang terdiri dari 3 serial diskusi sebagai berikut: Kajian Strategi Nasinal Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi yang meliputi Aksi: 1. Penindakan 2. Pencegahan 3. Antisipasi Isu Tematik – Kelompok/Kelas: 1. Membangun sistem politik yang tidak rentan korupsi 2. Reformasi di Sektor Peradilan 3. Pengadaan Barang dan Jasa serta Pelayanan Infrastruktur 4. Menihilkan korupsi di sektor Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup 5. Integrasi dan integritas data untuk pencegahan Korupsi (Onedata) Isu Khusus: 1. Refleksi 10 Tahun Pelaksanaan UNCAC
2. Asset Recovery dan Mutual Legal Assistance 3. Reformasi di sektor Pelabuhan 4. Melawan Korupsi melalui Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Youth Salah satu aktor strategis penting yang perlu dilibatkan Conference adalah kelompok-kelompok anak muda. Hasil dari Youth Integrity Survey TI-Indonesia tahun 2013 menunjukkan bahwa kelompok terbesar dalam masyarakat yang mengakses pelayanan publik adalah anak muda, kategori usia (15-30 tahun). Temuan lain dalam riset tersebut juga memaparkan bahwa sebagian besar anak muda memiliki keinginan untuk melaporkan kasus korupsi yang terjadi di sekitar mereka. Konferensi Anak Muda dalam rangkaian IACF menjadi terobosan besar di tahun 2016. Pameran karya Picture worth thousand words. Sebuah gambar dari Jurnalistik jurnalis foto di Bangladesh bernama Sony Ramany pada Anti-Korupsi 2013 menunjukkan dampak polusi dan kerusakan lingkungan yang menyebabkan matinya ekosistem di sebuah danau di Dhaka. Warga keracunan dan menjadi korban. Di India, Rajarshi Chowdury seorang jurnalis foto berhasil mendokumentasikan proses pinjaman warga oleh para tengkulak yang justru difasilitasi pejabat lokal. Praktik korup itu semakin memperparah kemiskinan di Bangalore, India.19 Pameran karya jurnalistik antikorupsi dapat menjadi ruang bagi para jurnalis foto, pewarta atau bahkan masyarakat dalam menyampaikan pesan antikorupsi lewat produk visual. Tidak hanya pesan dampak dari dipublikasikannya gambar tersebut pun mendorong perubahan, baik dalam hal penegakan hukum maupun perubahan kultur masyarakat. Market place: Pameran terobosan berbasis IT sebagai inovasi ICT for mendorong transparansi dan keterbukaan. Tidak sedikit Transparency inovasi teknologi informasi digunakan oleh pemerintah, sektor bisnis dan kelompok masyarakat sipil. Namun seberapa jauh inovasi tersebut berkontribusi pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi? Hasil-hasil apa saja yang sudah bisa dirasakan oleh publik? Pameran dan penyampaian gagasan dalam “ICT for Transparency” dapat menjadi ruang bertemunya para inovator dan 19
“Youth Photo Competition https://www.transparency.org/getinvolved/ 2013photowinners
Winner”,
diakses
dari
pengguna ICT untuk tahu bagaimana ICT berperan dalam pemberantasan korupsi. Lokakarya penulisan yang bertujuan untuk merumuskan rekomendasi IACF V untuk disampaikan kepada Presiden. Pertemuan konsultatif dengan lembaga terkait (penerima rekomendasi)
Post- Workshop event Roadshow
E. Waktu dan Tempat Kegiatan IACF V akan dilaksanakan selama lima hari pada: 28 November – 2 Desember 2016 bertempat di Universitas Bina Nusantara, Kampus Kemanggisan, Jakarta Barat. F. Peserta Kegiatan Para peserta yang akan terlibat dalam rangkaian IACF terdiri dari elemen masyarakat, pemerintah dan sektor bisnis. Proses pemilihan partisipan khususnya dari kelompok masyarakat sipil akan dilakukan melalui inovasi pengiriman essay/ karya tulis berdasarkan lima isu tematik IACF V yang sudah dipaparkan di atas. G. Run-Down Kegiatan Hari Ke-1, 28 Nopember 2016 Waktu 07:30 – 08:00 08.00 – 12.00
Kegiatan Registrasi
Topik
Upacara pembukaan
Pembukaan Auditorium lantai 4
Narasumber
1.
Narasumber
Prof. Dr. Bambang P.S. Brodjonegoro, Menteri PPN/Kepala Bappenas Prof. Dr. Ir. Harjanto Prabowo, MM, Rektor Binus Agus Raharjo, Pimpinan KPK Dr. Shidarta, SH., M.Hum. Binus University Dadang Trisasongko, TII Komjen Dwi Priyatno, Ketua Satgas Saber Pungli Monica Tanuhandaru, Kemitraan Barliana Amin, Alliance for Integrity Hariyadi B. Sukamdani, Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Wayne P. Bourduin, Vice President Finance, Chevron Dr. Besar, S.H., M.H.
11. 12.
Bimo Wijayanto, KSP M. Isro Ratna Dasahasta, Bappenas Syska Hutagalung, Bappenas
Narsumber Moderator Narsumber Moderator
2. Keynote Speech Diskusi Panel “Potensi Korupsi di Sektor Bisnis”
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
12:00 – 13:00 13:00 – 17:00
Keterangan Voluenteer
Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber
Narasumber Moderator
Makan Siang Diskusi Stranas
Kelas Pencegahan Kelas 1 Kelas Penindakan Kelas 2
13:00 – 14:30
Youth Conference Kelas 4
14:30 – 15:00 15.00 – 16.30
16.30 – 17.00 18.0021.30
Cultural Night
07:00 – 17:00
Market Place
Kelas Antisipasi Kelas 3 Pemilukada Berintegritas 2017: Relevansi Sistem Politik dengan Agenda Pemberantasan Korupsi Refleksi sesi dan memetakan poin-poin penting bersama Memetakan Kekuatan Gerakan Anak Muda Lintas Isu dan Daerah di Era Pemerintahan Jokowi-JK Refleksi sesi dan memetakan poin-poin penting bersama
13. Abraham Wirotomo Alfrdolin Tarome, Bappenas 14. Titi Anggraini, Perludem.
Narsumber Moderator Narasumber
15. Arya Fernandes, CSIS
Narasumber
Septi Prameswari
Moderator
Lia Toriana
Facilitator
16. Muhammad Amrie, Pamflet 17. Muhamad Faisal Alvin Nicola
Narasumber Narasumber Moderator
Facilitator
Ahmad Sajali
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Hari Ke-2, 29 Nopember 2016 Waktu 08:30 – 09:00 \09.00 – 12.00
Kegiatan Registrasi Diskusi Khusus
Topik, Tempat
Refleksi 10 Tahun Pelaksanaan UNCAC Kelas 1
Narasumber
18. 19. 20. 21. 22.
Melawan Korupsi melalui Pencegahan dan Pengendalian Konflik Kepentingan di Sektor Pendidikan dan Kesehatan Kelas 2
23. 24. 25. 26. 27.
28.
Andhka Chrisnayudanto, Kemenlu Dedie A. Rahim, Direktur PJKAKI KPK Ilham, M. Saenong, TII Nella Sumika Putri, FH Unpad Bandung Vidya Prahasscitta, Binus University Abraham, UNODC Sari Wardhani, Kemitraan Ir. Moh Ramdhan Pomanto, Walikota Makassar Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E., Mt., Ak., CMA, UNAIR Agus Rahardjo, Ketua KPK Putra Perdana Ahmad Saifulloh, FH Universitas Bhayangkara Jaya Masri Ahmad Harahap, Sahdar Medan Wandy Nicodemus Tuturoong, KSP
Keterangan
Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Moderator Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber
Narasumber Moderator
Asset Recovery dan 29. Mutual Legal Assistance Kelas 3 30.
31.
32.
33.
34.
Reformasi Sektor Pelabuhan Kelas 4
35. 36. 37. 38.
Perempuan Anti Korupsi Kelas 5
39. 40. 41. 42. 43. 44.
45. 46. 47. 48. 49. 50. 51.
09.00 – 10.30
Youth Conference
Aktivisme Digital: Pemanfaatan Media
52. 53.
Brigjen Drs. Achmad Wiyagus, M.Si, Direktur Tipidkor Bareskrim Polri DR. Bambang Waluyo, SH, MH, Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung RI Prof. DR. SuryaJaya, SH, M.Hum, Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung RI Cahyo Rahadian Muhzar, SH, M.Hum, Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional KemenkumHAM DR. Purnama T. Sianturi, SH, M.Hum, Direktur PNKNL Ditjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI David Hutauruk, Koordinator Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK Paku Utama, Kemitraan Heru Pambudi, Dirjen Bea Cukai Dani Rusli Utama, Pelindo II Marwansyah, Kepala Syahbandar Tanjung Priok Djadmiko, Kepala INSW Kementerian Keuangan Enda Layuk Allo Devi Darmawan, LIP Faudzan Farhana, LIPI Ririn Sefsani, Kemitraan Siti Nurbaya Bakar, Menteri KLHK Basaria Panjaitan, Wakil Ketua KPK Chatarina Muliana Girsang, Staf Ahli Bidang Regulasi Kemendikbud Lucia Pietropaoli, First Secretary of Justice Ema Husain, Koordinator SPAK Indonesia Timur Wahyudi Rahman, Kapolsek Panakukkang, Makassar Ulva, Polwan H. Muchlis, Sekda Kabupaten Gowa Hasniati Hayat, Agen SPAK Kabupaten Gowa Trisna Willy LHS, Kementerian Agama Yuyuk Andriati Iskak, KPK Afra Suci Ramadhan Damar Juniarto
Narasumber
Narasumber
Narasumber
Narasumber
Narasumber
Narasumber
Moderator Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Moderator Narasumber Narasumber Narasumber
Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Penanggap Moderator Narasumber Narasumber
Baru dalam Mendorong Partisipasi Aktif Anak Muda dalam Gerakan Antikorupsi Refleksi sesi dan memetakan poin-poin penting bersama Workshop: Strategi Komunikasi Efektif Gerakan Antikorupsi
10.30 – 11.00 11.00 – 13.00 12:00 – 13:00 13.00 – 17.00
Johan Nurul Imani
Moderator
Alvin Nicola
Facilitator
Hikmat Darmawan (Koalisi Seni Indonesia) Aquino Hayunta
Facilitator
Sujanarko, Direktur Dikyanmas KPK Rambe Kamaruzzaman, Anggota DPR Soedarmo, Kemendagri Syamsudin Harris. LIPI Kevin Evans, Kemitraan Wahidah, Kemitraan Donal Fariz, ICW Arsil, LeIP Reda Manthovani, Kejari Jakarta Timur Chandra M Hamzah, Praktisi Sukma Violetta, Komisi Yudisial Suhadi, Mahkamah Agung Sinitha Yuliansih Sibaran, Pengadilan Tipikor Semarang Ali Aulia Reza Patria Susantosa, LKPP Larto Untoro, KPK Ikak G. Patriastomo, IAPI Sabrina Dyah Nayabarani, UGM Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, Binus University Sabela Gayo, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengacara Pengadaan Indonesia (DPN APPI) Lais Abid Laode M Syarief, Wakil Ketua KPK Dr Bambang Soepijanto MM, Kepala GNSDA KLHK Teguh Pamudji, Sekjen Kementerian ESDM Yanuar Nugroho PhD, KSP Bambang, Dirjen Perkebunan Agung Budiono Aditya Randy, ODLabs Sonny Mumbunan, RCCC UI Shita Laksmi, Hivos Adnan Topan Husodo, ICW
Narasumber
Facilitator
Makan Siang Diskusi Paralel 5 kelas
Membangun sistem politik yang tidak rentan korupsi
54.
Kelas 1
56. 57. 58. 59. 60. 61.
Korupsi di Sektor Peradilan Kelas 2
55.
62. 63. 64. 65.
Pengadaan Barang dan jasa infrastruktur (PBJ) Kelas 3
66. 67. 68. 69. 70. 71.
Korupsi di Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam – Lingkungan Hidup Kelas 4
72. 73. 74.
75. 76. OneData: "Integrasi dan 77. Integritas Data untuk 78. Pencegahan Korupsi" 79. 80.
Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Moderator Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Moderator Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber
Moderator Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber Moderator Narasumber Narasumber Narasumber Narasumber
Kelas 5
81.
Narasumber
Setiaji, Kepala Jakarta Smart City Hary Budiarto, Deputy INDA KPK Prasetya Dwi Cahya, WB Lia Toriana
Lili Hasanuddin/BW
Facilitator
Lia Toriana
Facilitator
82.
Youth Conferenve
17.00 21.00
–
18:00 – 20:00 11:00 – 17:00 07:00 – 17:00
Pleno Rekomendasi
Makan malam Youth Conference Market Place
Perumusan Rekomendasi Youth Conference Anti Corruption: Perumusan Komunike/Pernyataan Bersama YCAC: 1. Mekanisme Penulisan dan Perumusan Ide 2. Metode Penulisan 3. Mereview Menyepakati Konten Menyampaikan Rekomendasi Forum Utama Menyampaikan Rekomendasi Youth Conference
Movie Screening
Narasumber Moderator Facilitator
50 orang (Side event) Festival
Hari ke-3, 30 Nopember 2016 Waktu 09:00 – 11:45 11:45 – 12:30
Kegiatan Penajaman Rekomendasi untuk dibawa ke KNPK Penutup
Narasumber Ratna Dasahasta
Tempat Ruang Binus Square