Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecernaan protein dan energi pada ransum ayam kampung dengan beberapa level ampas tahu yang difermentasi dengan ragi tape. Penelitian ini menggunakan 25 ekor ternak ayam kampung jantan yang berumur 12 minggu. Ayam dibagi dalam 25 unit kandang metabolisme berukuran 35 x 25 x 40 cm dengan masing-masing dilengkapi dengan tempat pakan, tempat air minum dan tempat penampungan feses. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Pelakuan yang diberikan sebagai berikut: R0 = Ransum tanpa ampas tahu fermentasi ragi tape (ATFRT), R1 = Ransum dengan 5% ATFRT, R2 = Ransum dengan 10% ATFRT, R3 = Ransum dengan 15% ATFRT dan R4 = Ransum dengan 20% ATFRT. Peubah yang diamati terdiri dari kecernaan protein dan kecernaan energi, kecernaan protein meliputi; konsumsi ransum, konsumsi protein, ekskresi protein dan retensi protein. Kecernaan energi ransum meliputi; konsumsi energi, ekskresi energi dan energi metabolis; energi metabolis semu (EMS), energi metabolis murni (EMM), energi metabolis semu terkoreksi nitrogen (EMSn) dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen(EMMn). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan R1, R3 dan R4 sangat nyata (P<0,01) menurunkan konsumsi protein dibandingkan R0 dan R2 pada ayam kampung dengan nilai masingmasing; R1 (131,38), R3 (121,44), R4 (117,25) vs R0 (152,44) dan R2 (148,46 g/ekor/7 hari). Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum, ekskresi protein dan retensi protein pada ayam kampung. Perlakuan juga tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi energi dan ekskresi energi. Namun demikian perlakuan R1, R3 dan R4 sangat nyata (P<0,01) meningkatkan energi metabolis (EMS, EMM, EMSn dan EMMn) dibandingkan R0 dan R2 pada ayam kampung dengan nilai EMSn masingmasing; R1 (1988,71), R3 (2156,81), R4 (2031,80) vs R0 (1784,43) dan R2 (1748,02 Kkal/kg). Dapat disimpulkan bahwa penggunaan ATFRT dengan ragi tape dapat meningkatkan kecernaan protein sampai pada taraf 10% dan untuk kecernaan energi sampai pada taraf 15%. Jadi untuk penggunaan ampas tahu fermentasi dengan ragi tape, tingkat penggunaan maksimal 15% dalam ransum ayam kampung. Kata Kunci : Ampas tahu, ragi tape, ayam kampung, kecernaan protein, kecernaan energi.
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Protein and energy digestibility in Chicken ration with the level Of tofu fermented with yeast tape Syahrial Amaluddin Hamid, Syukri I. Gubali, Syahruddin Jurusan Peternakan, Program Studi Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian This study aims to determine the level of protein and energy digestibility in chicken ration with the level of tofu fermented with yeast tape. This study used 25 chicken grower phase to aged 12 weeks. Chickens were divided into 25 units of metabolic stable measuring 35 x 25 x 40 cm with a feed, drinking water and shelter feces. This study used a Randomized completely design with 5 treatments and 4 replications. The treatment is; R0 = Ration without tofu fermented of tape yeast, R1 = Ration with 5% tofu fermented of tape yeast, R2 = Ration with 10% tofu fermented of tape yeast, R3 = Ration with 15% tofu fermented of tape yeast and R4 = Ration with 20% tofu fermented of tape yeast. Variable is a digestibility of protein and energy. Protein digestibility include: Ration consumption, protein consumption, protein excretion and retention of proteins. Energy digestibility include: energy consumption, energy excretion and metabolism energy; apparent metabolism energy (EMS), pure metabolism energy (EMM), nitrogen corrected apparent metabolism energy (EMSN) and metabolism energy corrected pure nitrogen (EMMn). The results showed that treatment of R1, R3 and R4 is a obvious (P<0.01) descend to protein consumption to R0 and R2 protein in chicken with values is; R1 (131.38), R3 (121.44), R4 (117.25) vs R0 (152.44) and R2 (148.46 g/bird/7 days). Treatment had no significant effect (P>0.05) on feed consumption, protein excretion and retention of protein in chicken. Treatment also had no significant effect (P>0.05) on energy consumption and energy excretion. But a treatment of R1, R3 and R4 highly significant (P<0.01) increase to metabolic energy (EMS, EMM, EMSN and EMMn) compared to R0 and R2 in chicken with EMSN value each; R1 (1988.71), R3 (2156.81), R4 (2031.80) vs R0 (1784.43) and R2 (1748.02 Kcal/kg). It can be concluded that the use of ATFRT the yeast tape can improve digestibility of proteins to the extent of 10% and for the digestibility of energy to the extent of 15%. So the tofu fermented with yeast tape, the maximum use rate of 15% in chicken feed. Keywords: Tofu fermented, yeast tape, chicken, protein digestibility, energy digestibility.
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Ayam kampung merupakan sumberdaya domestik yang dimiliki rakyat Indonesia yang umum dipelihara oleh peternak di Indonesia. Ada beberapa alasan para peternak lebih memilih beternak ayam kampung antara lain: Ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit sehingga lebih mudah dipelihara, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan tidak mudah stress, dalam hal ini juga ayam kampung tidak memilih-milih jenis makanan sehingga memudahkan peternak untuk memberi ransum. Ransum merupakan salah satu faktor penentu pertumbuhan, disamping bibit dan tata Laksana pemeliharaan. Untuk memacu pertumbuhan diperlukan ransum yang kualitas cukup tinggi dan kelengkapan zat makanan merupakan hal yang penting dalam penyusunan ransum. Ada beberapa zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak antara lain protein dan energi, bila ternak kukurangan protein maka dapat menghambat pertumbuhan sehingga pakan yang akan dibuat ransum memiliki kandungan protein dan energi yang baik. Bahan pakan sumber protein dan energi yang umum digunakan dalam ransum unggas adalah jagung dan tepung ikan namun harganya cukup mahal dan ketersediaannya terbatas. Biaya yang dikeluarkan untuk pakan sekitar 60-70%, dengan demikian perlu diusahakan suatu bahan pakan alternatif yang kualitasnya baik, ketersediannya cukup banyak dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu bahan pakan yang dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein dan energi adalah ampas tahu. Ampas tahu merupakan limbah dari proses pembuatan tahu yang masih banyak mengandung unsur gizi, dalam ampas tahu ada sebagian besar protein dan energi dari hasil pembuatan tahu yang terbuang. Ampas tahu juga merupakan produk dari limbah industri yang masih dapat dimamfaatkan secara optimal sebagai alternatif bahan pakan ternak. Ampas tahu mengandung kadar air 70-80% dalam keadaan segar dan serat kasar yang cukup tinggi, apabila ampas tahu langsung diberikan dalam keadaan segar akan sulit untuk dicerna oleh ternak, sehingga harus dilakukan upaya untuk menekan agar kandungan tersebut akan turun salah satunya dengan melalui tehnik fermentasi.
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Proses fermentasi dapat menghasilkan enzim protease yang dapat memecahkan melekul protein sehingga terbentuk asam amino, fermentasi juga dapat menurunkan pH sehingga mineral-mineral yang terikat dapat menjadi garam-garam mineral yang dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Kecernaan suatu bahan pakan merupakan pencerminan dari tinggi rendahnya nilai manfaat dari bahan pakan tersebut. Apabila kecernaannya rendah maka nilai manfaatnya rendah pula sebaliknya apabila kecernaannya tinggi maka nilai manfaatnya tinggi pula. Pengukuran nilai kecernaan suatu bahan pakan atau ransum dapat dilakukan secara langsung pada ternak unggas yaitu ayam, karena ayam memiliki pertumbuhan yang sangat cepat dalam waktu yang singkat sehingga optimalisasi penyerapan zat-zat makanan dapat terlihat. Pengukuran kecernaan pada dasarnya adalah suatu usaha untuk menentukan jumlah zat yang dapat diserap oleh saluran pencernaan, dengan mengukur jumlah makanan yang dikonsumsi dan jumlah makanan yang dikeluarkan melalui feses. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian terhadap ampas tahu guna mengetahui Kecernaan protein dan kecernaan energi pada ransum
ayam kampung pada beberapa level ampas tahu yang difermentasi
dengan ragi tape.
METODE PENELITIAN Penelitain ini telah dilaksanakan di Kelurahan Moodu kecamatan Kota Timur, selama 1 bulan yang dimulai dari bulan Juli sampai bulan Agustus 2013. Sedangkan analisis proksimat ransum dan eskreta dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Perternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Ternak percobaan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 ekor ayam kampung yang berumur 12 minggu dengan jenis kelamin jantan. Ayam dibagi dalam 25 unit kandang metabolisme. Kandang dan Perlengkapan Kandang yang digunakan dalam penelitian adalah kandang metabolisme ukuran 35 x 25 x 40 cm masing-masing dilengkapi dengan penampung feses, tempat pakan dan tempat minum yang diletakan di luar kandang dan setiap kandang diisi 1 ekor ayam. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bahan pembuatan ransum yang meliputi ampas tahu yang telah difermentasi dengan ragi tape, jagung kuning, dedak halus, bungkil kelapa, tepung ikan, kedelei giling, garam, premix, minyak kelapa dan suplemen mineral Ca dan P. Proses pembuatan ampas tahu fermentasi ragi tape sebagai berikut : a. Menyediakan ragi tape dan ampas tahu yang masih segar. b. Ampas tahu diperas dengan tujuan untuk mengurangi kandungan air yang tinggi. c. Ampas tahu yang sudah diperas dikukus selama 30 menit d. Ampas tahu ditaburi ragi tape dengan perbandingan ampas tahu 5 kg : 5 g ragi tape. e. Ampas tahu yang telah ditaburi ragi tape diinkubasi selama 48 jam. f. Lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah ampas tahu fermentasi kering, ampas tahu fermentasi siap digunakan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 (lima) perlakuan dan setiap perlakuan terdiri dari 4 (empat) ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut : R0 = Ransum dengan 0% tanpa ampas tahu fermentasi ragi tape (ATFRT) R1 = Ransum dengan 5% ATFRT R2 = Ransum dengan 10% ATFRT R3 = Ransum dengan 15% ATFRT R4 = Ransum dengan 20% ATFRT
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Tabel 1. Susunan Ransum Penelitian Perlakuan Bahan Pakan R0 Jagung kuning 48 Dedak halus 12 Bungkil kelapa 13.5 Kedelei giling 11 Tepung ikan 10 Ampas tahu fermentasi 0 Minyak kelapa 2.5 Suplemen Mineral Ca, P 1.5 Garam 0.5 Premiks ayam 1 Total 100
R1 48 10.9 10.6 10 10 5 2 1.5 0.5 1.5 100
R2 48 8.8 8.6 9.2 9.7 10 1.5 1.7 0.5 2 100
R3 48 7.7 8 8 9 15 0.8 1.8 0.5 1.2 100
R4 48 6.6 7 6.8 8 20 0.3 1.8 0.5 1 100
Tabel 2. Komposisi Nutrisi Ransum Penelitian Komposisi nutrient R0 R1 R2 R3 R4 Bahan kering (%) 83.43 83.99 84.53 85.07 85.48 Energi Metabolisme (kkal/kg) 2704.15 2720.05 2728.47 2738.05 2748.22 Energi Bruto (EB)* (Kkal/kg) 2781.22 2928.77 2692.99 3169.92 2995.53 Protein kasar (%)* 23.35 20.08 22.68 20.90 19.72 Protein kasar (%) 18.52 18.55 18.57 18.60 18.39 Lemak kasar (%) 8.98 8.35 7.72 7.21 6.82 Serat kasar (%) 4.47 4.94 5.45 6.16 6.84 Kalsium (%) 1.25 1.27 1.33 1.34 1.29 Phospor (%) 0.89 0.86 0.83 0.81 0.77 Keterangan : Hasil perhitungan komposisi nutrisi bedasarkan NRC (1994) *Hasil analisis Laboratorium Kimia Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar (2013). Tehnik Pengumpulan Data Pengumpulan eskreta dilakukan selama 7 hari. Pengambilan eskreta dilakukan sehari sekali, pada pukul 06.00 pagi sebelum ayam diberikan pakan. Pengeringan ekskreta dilakukan dengan memamfaatkan sinar matahari dan setiap 2 jam eskreta disemprot dengan H2SO4 encer (0,01 N) dengan tujuan agar N tidak menguap (dalam bentuk N amonia). Eskreta yang terkumpul disimpan dalam
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
freezer, kemudian dihomogenkan lalu ditimbang dan dikeringkan dalam oven 60̊ C selama 1 hari. Sebelum dilakukan analisis feses dipisahkan dari benda asing seperti bulu yang ikut dalam feses, kemudian dilakukan komposit untuk setiap ulangan untuk dilakukan analisis bahan kering, protein dan energi. Peubah Yang diamati Kecernaan protein dinyatakan dalam 4 peubah menurut Mc Donald et al. (1988) yaitu : Kecernaan Protein a) Konsumsi ransum dihitung dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum selama penelitian (gram/ekor/7 hari). b) Konsumsi protein diperoleh dengan mengalikan jumlah konsumsi pakan dengan presentase protein yang terkandung dalam pakan (gram/ekor/7 hari). c) Konsumsi protein = Konsumsi pakan (g) x kandungan protein pakan (%) d) Ekskresi protein diperoleh dengan mengalikan berat ekskreta setelah dikeringkan dalam oven pada suhu
60 ̊C dengan kandungan
proteinnya.
(gram/ekor/7 hari). Ekskresi protein = Bobot ekskreta pakan (g) x kandungan protein ekskreta (%) e) Retensi protein adalah selisih antara konsumsi protein dan ekskresi protein yang dikoreksi dengan protein endogenous (%) (Sibbald & Wolynetz, 1985). Retensi protein (%) =
Konsumsi protein–(Ekskresi protein – Protein endogenous)
x 100%
Konsumsi protein
Kecernaan Energi a) Konsumsi Energi (Kkal) Konsumsi energi diperoleh dengan mengalikan jumlah pakan yang dikonsumsi dengan kandungan energinya. b) Ekskresi Energi (Kkal) Ekskresi energi diperoleh dengan mengalikan berat ekskreta setelah dikeringkan dengan oven 60°C dengan kandungan energinya. c) Energi Metabolis (Kkal/kg)
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Energi metabolis adalah selisih antara kandungan energi bruto pakan perlakuan dengan energi bruto yang hilang melalui ekskreta. Energi metabolis dinyatakan dengan 4 peubah (Sibbald & Wolynetz, 1985). Yaitu : 1. Energi Metabolis Semu (EMS) (kkal/kg) : (EB x X) – (Ebe x Y) x 1000 EMS = X 2. Energi Metabolis Murni (EMM) (kkal/kg) EMM = (EB x X) - [(Ebe x Y) – (Ebk x Z)] x 1000 X 3. Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn) (kkal/kg) EMSn = (EB x X) - [(Ebe x Y) + (8.22 x RN)] x 1000 X 4. Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen (EMMn) (kkal/kg) (EB x X) - [(Ebe x Y) – (Ebk x Z) + (8.22 x RN)] x 1000 EMMn = X Keterangan : EB : Energi bruto bahan pakan (kkal/kg) Ebe : Energi bruto ekskreta (kkal/kg) Ebk : Energi bruto endogenous (kkal/kg) X : Konsumsi ransum (g) Y : Berat ekskreta ayam yang diberi ransum perlakuan (g) Z : Berat ekskreta ayam yang dipuasakan (g) RN : Retensi nitrogen (g) 8,22 : Nilai yang terkoreksi sebagai asam urat (kkal/kg) Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan analysis of varians (ANOVA). Jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Adapun model matematikanya adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991). Yij= μ + βі + ∑ij Dimana : Yij= Nilai pengamatan perlakuan ke- і dan ulangan ke- j. μ = Rataan umum. βі = Efek perlakuan k-i ∑ij = Error perlakuan ke- i dan ulangan
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
PEMBAHASAN Kecernaan Protein Rataan konsumsi ransum, konsumsi protein, ekskresi protein dan retensi protein pada ayam kampung yang diberi ransum mengandung berbagai level ampas tahu yang difermentasi dengan ragi tape dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.
Rataan konsumsi ransum, konsumsi protein, ekskresi protein dan retensi protein pada ayam kampung. Perlakuan Peubah R0 R1 R2 R3 R4 Konsumsi Ransum (g/ekor/7hari) 652,85 654,23 654,58 581,03 594,60 Konsumsi Protein (g/ekor/7 hari) 152,44a 131,38bc 148,46ab 121,44c 117,25c Ekskresi Protein (g/ekor/7 hari) 53,63 47,25 44,86 44,49 42,41 Retensi Protein (%) 68,78 68,84 73,90 68,19 68,97 Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi ransum pada ayam kampung. Namun demikian perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi protein pada ayam kampung. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R1, R3 dan R4 sangat nyata (P<0,01) menurunkan konsumsi protein dibandingkan dengan R0 dengan nilai masing-masing sebagai berikut: R1 (131,38), R3 (121,44) dan R4 (117,25 g/ekor/7hari) vs R0 (152,44). Meningkatnya penggunaan ampas tahu fermentasi ragi tape (perlakuan P3 dan P4; 15% dan 20%) dalam ransum menurunkan kecernaan protein. Hal tersebut sesuai dengan menurunnya kandungan protein dalam ransum perlakuan yang dikonsumsi oleh ayam. Adapun kandungan protein kasar ransum perlakuan berturut-turut: P0, P1, P2, P3 dan P4 dengan nilai masing-masing; 23,35%; 20,08%; 22,68%; 20,90% dan 19,72% (Hasil analisis Laboratorium Kimia Makanan Ternak Fapet UNHAS, 2013). Ransum yang memiliki kandungan protein rendah menyebabkan nilai kecernaan protein yang rendah pula demikian sebaliknya. Maqfiroh dkk (2012) menambahkan bahwa tinggi rendahnya kecernaan dipengaruhi oleh kandungan
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
protein dalam bahan penyusun ransum dan banyaknya protein yang masuk dalam saluran pencernaan. Penyebab lain turunnya kecernaan protein adalah kandungan serat kasar ransum yang tinggi, serat kasar yang tinggi dapat menyebabkan laju pergerakan zat makanan yang dicerna, sehingga kinerja enzim tidak optimal dan akhirnya akan menurunkan kecernaan yang dicerna. Tillman dkk, (1998) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya cerna diantaranya komposisi zat makanan yaitu serat kasar. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap ekskresi protein pada ayam kampung. Ekskresi protein mencerminkan jumlah protein pakan yang tidak tercerna maupun yang terserap oleh tubuh hal ini terkait dengan konsumsi pakan dan konsumsi protein, dimana perlakuan R1 ternak cukup banyak mengkonsumsi protein namun banyak juga yang dikeluarkan bersama feses. Perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap retensi protein atau kecernaan protein pada ayam kampung. Retensi protein mencerminkan jumlah protein yang dicerna atau tertinggal di dalam tubuh ternak. Perlakuan tidak berpengaruh karena ekskresi protein menurun seiring dengan menurunnya konsumsi protein sehingga menyebabkan jumlah protein yang diretensi oleh ayam kampung tidak berbeda. Adanya perbedaan nilai hanya terjadi pada konsumsi protein menunjukkan bahwa penggunaan ampas tahu yang difermentasi dengan ragi tape pada taraf 10% mampu menyamai ransum R0. Secara numerik terlihat juga konsumsi protein dan retensi protein tinggi dan ekskresi protein rendah sampai pada taraf 10% ATFRT. Kecernaan Energi Rataan konsumsi energi, ekskresi energi, energi metabolis semu, energi metabolis murni, energi metabolis semu terkoreksi nitrogen dan energi metabolis murni terkoreksi nitrogen pada ayam kampung yang diberi ransum mengandung berbagai level ampas tahu yang difermentasi dengan ragi tape dapat dilihat pada Tabel 4.
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Tabel 4. Rataan konsumsi energi, ekskresi energi dan energi metabolis pada ayam kampung Perlakuan Parameter R0 R1 R2 R3 R4 Konsumsi energi (Kkal/ekor/7 hari) 1815,72 1916,07 1762,77 1841,81 1781,14 Ekskresi Energi (Kkal/ekor/7 hari) 648,92 616,86 621,34 589,97 573,49 b a b a EMS (Kkal/kg) 1784,63 1988,87 1748,23 2156,98 2031,97a EMM (Kkal/kg) 1819,71b 2024,21a 1783,25b 2196,78a 2070,83a EMSn (Kkal/kg) 1784,43b 1988,71a 1748,02b 2156,81a 2031,80a EMMn (Kkal/kg) 1819,91b 2024,38a 1783,46b 2196,95a 2070,99a Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Parameter: EMS : Energi Metabolis Semu EMM : Energi Metabolis Murni EMSn : Energi Metabolis Semu Terkoreksi Nitrogen EMMn: Energi Metabolis Murni Terkoreksi Nitrogen Hasil analisis sidik ragam Tabel 4 diperoleh penggunaan berbagai level ampas tahu fermentasi ragi tape dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi energi dan ekskresi energi pada ayam kampung. Hasil penelitian memperlihatkan ayam kampung yang diberi ampas tahu fermentasi dalam ransum memiliki kecernaan energi yang hampir sama untuk semua perlakuan , dimana semua perlakuan memperlihatkan kurang lebih sepertiga dari energi yang dikonsumsi dikeluarkan melalui feses. Tinggi rendahnya ekskresi energi tergantung pada daya cerna unggas terhadap pakan yang dikonsumsi (Yatno, 2009). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap energi metabolis (EMS, EMM, EMSn dan EMMn) pada ayam kampung. Diantara perlakuan R1, R3 dan R4 memperlihatkan hasil tertinggi secara numerik terhadap energi metabolis adalah perlakuan R3. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan R3, R4 dan R1 sangat nyata (P<0,01) meningkatkan energi metabolis (EMS, EMM, EMSn dan EMMn) pada ayam kampung dibandingkan dengan R0 dan R2. Nilai energi metabolis semu terkoreksi nitrogen yang diperoleh berkisar antara 1748,02 Kkal/kg sampai dengan 2156,81 Kkal/kg lebih rendah dari nilai
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
energi metabolis ransum perlakuan yaitu berkisar antara 2704,15 Kkal/kg sampai dengan 2748,22 Kkal/kg. Nilai kecernaan energi ransum yang mengandung ampas tahu fermentasi ragi tape pada ayam kampung terlihat masih rendah. Serat kasar ATFRT diduga kaya akan lignin dan selulosa sehingga sulit dicerna. Bagi hewan non ruminan kandungan serat kasar ada hubungannya dengan keambaan ransum (bersifat voluminous). Ransum yang tinggi serat kasarnya lebih amba dan umumnya lebih rendah nilai energinya. Keambaan oleh serat kasar secara fisiologis diperlukan untuk mempertahankan gerak peristaltik yang normal karena menjaga distensi internal dari usus (Amrullah, 2004). Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) variasi konsumsi pakan akan mempengaruhi ketersediaan energi bagi unggas. Selain itu yang dapat mempengaruhi kecernaan energi ransum adalah tingginya serat kasar. Menurut Wahyunto (1989), rendahnya daya cerna suatu bakan makanan dapat disebabkan karena tingginya serat kasar bahan pakan tersebut sehingga nilai energi metabolis menjadi rendah. Menurut James dan Gropper (1990), serat adsorptif dan mempunyai daya ikat kation terhadap nutrient pada saluran pencernaan, sehingga kadar nutrien yang diabsorpsi menjadi rendah. Serat kasar yang tinggi akan menurunkan energi metabolisme pakan, karena terjadinya penurunan kecernaan dan penyerapan zat-zat makanan. Lebih lanjut Wahju (1977) menyatakan kandungan serat kasar dalam pakan akan menurunkan energi metabolisme karena selulosa yang menyusun dinding sel tidak dapat dicerna oleh ayam karena tidak memiliki enzim selulase dalam saluran pencernaannya. Selain itu yang menyebabkan pengaruh perlakuan terhadap energi metabolisme adalah kemampuan masing-masing individu ternak dalam mencerna zat makanan dalam pakan. Anggorodi (1994) menyatakan bahwa ternak perindividu dari spesies yang sama agak berbeda dalam kesanggupannya untuk mencerna setiap macam pakan yang diberikan. Pada penelitian lain Adrizal et al (2002) melaporkan bahwa ransum yang menggunakan sumber energi berupa minyak nabati yang tinggi dilaporkan mempunyai nilai kecernaan lemak, protein, dan energi metabilis terkoreksi nitrogen yang lebih baik dari pada ransum yang menggunakan sumber energi
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
berupa karbohidrat yang tinggi. Menurut McDonal et al. (2002) dalam penentuan energi metabolis perlu dikoreksi terhadap jumlah nitrogen yang diretensi, karena kemampuan ternak dalam memamfaatkan energi bruto dari protein kasar yang bervariasi.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan dan uraian diatas ini dapat disimpulkan bahwa tingkat penggunaan ampas tahu yang difermentasi dengan ragi tape dalam ransum ayam kampung hanya sampai taraf 15% (R3) untuk kecernaan protein dan kecernaan energi. Saran Bedasarkan hasil yang diperoleh disarankan bahwa penggunaan ampas tahu fermentasi dalam ransum ayam kampung maksimal 15%.
DAFTAR PUSTAKA Amrullah IK. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Penerbit Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor. Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum . PT Gramedia Utama , Jakarta. James LG dan Gropper SS. 1990. Advences Nutrion and Humans Metabolism. 3rd Edition Australia: Wadswort Thomson Learninf. Maqfiroh K. dkk. 2012. Pengaruh Penambahan Sari Jeruk Nipis (Citrus Aunantifolia) Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Protein Kasar dan Retensi Nitrogen Pada Itik Magelang Jantan. Mc Donald P. 2002. Aniamal Nutrion. 6th Ed. New York: Logman Scientific and Technical. [NRC] National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9th Ed. National Academy Press. Washintong. Sibbald I.R, Wolynetz. 1985. Estimated of retained nitrogen use to corret estimated of bieavai lable energy. J. Poult Sci 64=1506-1523. Stel RGD, JH Torri. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan B. Sumatri. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Pp. 8-90.
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin
Tilman, 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ketiga. Gajah Mada University Press,Yogyakarta.http:/lib.uinmalang.ac.id/thesis/reference/07620007.pdf .(diakses tanggal 18 September 2012). Wahyunto. 1989. Pengaruh Ekstraksi Minyak Biji Kapas dan Ekstraksi Campuran Tepung Biji kapas. Kedelai Serta Beras terhadap Nilai Gizinya. Thesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor. Yatno. 2009. Isolasi Protein Bungkil Inti Sawit dan Kajian Nilai Biologinya Sebagai Alternatif Bungkil Kedelai pada Puyuh. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Syahrial Amaluddin Hamid, Mahasiswa Peternakan, Syukri I. Gubali, Syahruddin