Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN SAPI POTONG MELALUI BANTUAN SOSIAL TERNAK DI KABUPATEN GORONTALO ABSTRAK Melinda Al Masyhur, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengembangan sapi potong melalui bantuan sosial ternak di Kabupaten Gorontalo ditinjau dari aspek peningkatan populasi dan pendapatan peternak dan untuk mengetahui analisis kelayakan finansial usaha sapi potong melalui program bantuan sosial ternak di Kabupaten Gorontalo. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan melakukan wawancara langsung dan kuesioner. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa dengan melakukan analisis deskriptif untuk mengetahui peningkatan populasi tenak dan peningkatan pendapatan. Selain itu digunakan metode discount cash flow yang meliputi BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa program pengembangan sapi potong melalui Bantuan Sosial telah berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan populasi ternak sebesar 17,31% dan pendapatan Rp 262.500 untuk Kelompok Tiga Berlian dan Kelompok Harapan. Kelompok Angin Segar, Karya Bersama, dan Karya Baru sejumlah 15,38% dan pendapatan Rp 233.300, Kelompok Mawar (13,47% dan pendapatan Rp 204.160), Mohuyula (3,83% dan pendapatan Rp 58.330) dan terendah populasinya pada Kelompok Agro Jaya (1,92% dengan pendapatan Rp 29.260). Analisa kelayakan finansial selama 5 tahun diperoleh nilai BCR > 1, Nilai NPV>0 pada DF 10% dan Nilai IRR > DF, maka program bantuan sosial di Kabupaten Gorontalo layak untuk dilanjutkan. Kata kunci : Evaluasi Program, Sapi potong, Bantuan Sosial, Kelayakan usaha
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
EVALUATION OF BEEF CATTLE DEVELOPMENT PROGRAM THROUGH SOCIAL ASSISTANCE LIVESTOCK IN GORONTALO REGENCY ABSTRACT This study aims to assess the success of development programs through social assistance beef cattle in Gorontalo regency review of aspects of the increasing livestock population and increasing income of farmers and to know the financial feasibility analysis of beef cattle business through social assistance programs cattle in Gorontalo regency. Collecting data in this study using interviews and questionnaires. The data were then analyzed with descriptive analysis to determine the increase in livestock population and increase revenue. Also used the discounted cash flow method which includes the BCR (Benefit Cost Ratio), NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return). The results showed that beef cattle development program through the Social Assistance has been going well. It is characterized by an increase in livestock population of 17.31% and a revenue of Rp 262,500 for harapan Group and tiga berlian Group. Angin segar Group, karya bersama group, and karya baru group to 15.38% and revenue of Rp 233 300, mawar group (13.47% and revenue of Rp 204 160), Mohuyula group (3.83% and revenue of Rp 58 330) and the lowest population Agrojaya Group (1.92% and revenue of Rp 29 260). Financial feasibility analysis for five years of the obtained value BCR> 1, NPV> 0 at DF 10% and IRR> DF, and then the social assistance program in Gorontalo regency to continued. Keywords: Evaluation Program, Beef cattle, Social assistance, Feasibility study
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri.Protein asal ternak ini memliki fungsi penting dalam kehidupan sehari-hari manusia. Sub sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang perlu dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal, sehingga perlu terus diupayakan pengembangannya guna memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan nasional. Pembangunan peternakan dihadapkan pada sejumlah tantangan baik dari dalam negeri maupun secara global.Dinamika lingkungan dalam negeri berkaitan dengan dinamika permintaan produk peternakan, penyediaan bibit ternak, kualitas bibit, terjadinya berbagai wabah penyakit ternak yang sangat merugikan, serta tuntutan perubahan manajemen pembangunan sejalan dengan pelaksanaan otonami daerah dan partisipasi masyarakat. Sub sektor peternakan diharapkan sebagai sektor pertumbuhan baru, baik dalam bidang pertanian maupun pertumbuhan ekonomi nasional. Cukup signifikannya sumbangan sub sektor peternakan anatara lain disebabkan oleh jumlah populasi ternak yang besar, pemilikannya yang sangat luas dan peranannya yang multiguna. Komoditi peternakan yang dikenal sebagai komoditi yang memiliki banyak manfaat. Produk utama ternak (daging, telur, dan susu) merupakan sumber bahan pangan yang bergizi tinggi dan dikonsumsi anggota rumah tangga. Ternak berperan penting dalam program ketahanan pangan rumah tangga petani, terutama bagi petani ternak di pedesaan.Sebagian ternak juga menghasilkan tenaga yang dapat digunakan dalam mengolah lahan pertanian.Ternak juga berperan sebagai sumber uang tunai, sebagai sumber pendapatan dan sebagai salah satu bentuk investasi (tabungan hidup) yang dapat diuangkan sewaktu dibutuhkan. Kemajuan dalam sub sektor peternakan tidak hanya ditunjang oleh peternak itu sendiri, tetapi juga komponen-komponen pendukung penyebaran informasi mengenai peternakan itu sendiri seperti media informasi yang diperoleh untuk menunjang kemajuan sub sektor peternakan. Salah satu sub sektor peternakan unggulan dalam bidang peternakan adalah peternakan sapi potong. Sapi potong merupakan komoditas ternak yang potensial dikembangkan di Indonesia. Alasan utama pengembangan ternak sapi potong adalah kondisi lahan yang cukup luas serta ketersediaan hijauan ternak dan limbah pertanian yang cukup melimpah sepanjang tahun bagi kebutuhan ternak.Jenis sapi potong yang umumnya dipelihara adalah sapi Bali yang memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, konversi pakan dan daya tahan terhadap penyakit baik, dan fertilitas yang baik sekali, serta dapat digunakan sebagai ternak kerja. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala sudah terdapat di Indonesia sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang baik dan dibudidayakan lama sekali di Indonesia sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Memelihara sapi potong sangat menguntungkan karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Semua organ tubuh sapi juga dapat dimanfaatkan antara lain kulit, tulang dan tanduk.
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
Produktivitas ternak sapi potong sebagai salah satu sumber daging belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dikarenakan jumlahnya masih rendah.Faktor yang menyebabkan produksi daging masih rendah adalah rendahnya populasi ternak sapi dan tingkat produksi sapi.Rendahnya populasi ternak sapi merupakan salah satu faktor penyebab volume produksi daging masih rendah.Pada umumnya, selama ini sebagian besar ternak sapi potong yang dipelihara oleh peternak masih dalam skala kecil, dengan lahan dan modal yang sangat terbatas.Tentu saja usaha berskala kecil ini terdapat banyak kelemahan. Di Kabupaten Gorontalo, usaha peternakan masih dikelola secara tradisional dan bertumpu pada usaha peternakan rakyat. Salah satu kelemahannya adalah kurangnya modal dalam usaha pengembangan sapi potong.Untuk mengatasi masalah itu, pemerintah Kabupaten Gorontalo melaksanakan program pengembangan sapi potong di daerahnya dengan melalui bantuan sosial sapi potong. Bantuan sosial ternak sapi ini adalah salah satu upaya mendukung program percepatan swasembada daging sapi 2014, salah satunya adalah dengan mengembangkan populasi ternak sapi yang ada di Kab.Gorontalo. Bantuan sosial ternak sapi yang diperuntukan kepada petani peternak adalah program pencanangan dari kementrian pertanian dalam rangka memacu peningkatan populasi, produktivitas dan produksi ternak. Keberhasilan dari program ini merupakan upaya untuk perbaikan program di masa mendatang dan untuk mencapai tujuan dari diadakannya program ini yakni meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak, serta pendapatan usaha peternakan.Akan tetapi, program tersebut sejauh ini belum dilaksanakan evaluasi secara menyuluruh oleh pemerintah daerah, oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan program bantuan ternak di Kabupaten Gorontalo. Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengembangan sapi potong melalui bantuan sosial ternak di Kabupaten Gorontalo ditinjau dari aspek peningkatan populasi dan pendapatan peternak, dan untuk mengetahui analisis kelayakan finansial usaha sapi potong melalui program bantuan sosial ternak di Kabupaten Gorontalo. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Agustus 2013 berlokasi di Kabupaten Gorontalo.Penilitian ini dilakukan dengan metode survei, yaitu penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk memberikan gambaran dan perkembangan dari suatu obyek yang diteliti. Populasi Dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peternak penerima bantuan sosial sapi potong jenis sapi Bali yang ada di Kabupaten Gorontalo yang berjumlah 80 orang terbagi dalam 8 kelompok kemudian diambil sampel secara Proporsional sampling yaitu sebesar 40% dari kelompok dan selanjutnya pengambilan responden dilakukan secara acak. Disajikan dalam Tabel 1 berikut.
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
Tabel 1. Jumlah Responden yang dijadikan sampel No Nama Kelompok Jumlah Anggota Proporsional (Orang) (%) 1. Kelompok Tiga Berlian 10 40 2. Kelompok Mawar 10 40 3. Kelompok harapan 10 40 4. Kelompok Angin segar 10 40 5. Kelompok Mohuyula 10 40 6. Kelompok karya baru 10 40 7. Karya Bersama 10 40 8. Agro Jaya 10 40 Total Responden 80 Sumber: Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Gorontalo
Responden (Orang) 4 4 4 4 4 4 4 4 32
Data yang diambil meliputi data primer dan sekunder. Data primer atau studi lapangan diperoleh dengan cara wawancara langsung dengan responden penerima bantuan ternak. Wawancara dilakukan dengan cara Tanya jawab secara langsung tentang informasi kepada responden yang terpercaya. Selain wawancara data primer diperoleh dengan menyebarkan kuesioner.Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup dimana responden dapat memilih sejumlah jawaban yang telah disediakan dan memudahkan responden dalam menjawab pertanyaan. Teknik Analisis Data Analisa dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu suatu metode penganalisaan data dimana data dikumpulkan dan disusun.Analisa deskriptif hanya menggambarkan dan menegaskan suatu konsep atau gejala.Analisis ini dilakukan untuk menggambaran tujuan dari penelitian yaitu peningkatan populasi ternak dan pendapatan peternak. Untuk menganalisa kelayakan finansial menggunakan metode discount cash flow yang meliputi : a) BCR ( Benefit Cost Ratio ), dapat dihitung dengan cara : BCR = NBC (1 i ) ( positif ) NBC (1 i ) (negatif ) Dimana : NBC = Net Benefit Cost i = discount factor n = lama (tahun) n
n
i 1 n
n
i 1
Apabila nilai BCR>1 berarti rencana usaha tersebut layak untuk dilanjutkan(go), sebaliknya apabila nilai BCR<1 maka usaha tersebut berarti tidak layak(no go), dan apabila nilai BCR=1 berarti arus kas proyek dalam keadaan impas (break even) dimana total cost sama nilainya dengan total benefit. b) NPV (Net Present Value), dihitung dengan cara : n
NPV =
NBi (1 i)
n
i 1
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
Dimana : NB = Net Benefit = benefit-cost i = discount factor n = lama (tahun) Apabila nilai NPV > 0 berarti rencana usaha tersebut layak untuk dilanjutkan (go), sebaliknya apabila nilai NPV<0 maka usaha tersebut berarti tidak layak (no go), dan apabila nilai NPV = 0 berarti arus kas proyek dalam keadaan impas (break even) dimana jumlah penerimaan sama besarnya dengan jumlah pengeluaran. c) IRR (Internal Rate of Return), dihitung dengan cara : IRR =
i1
NPV1 (i2 i1 ) ( NPV1 NPV2
Dimana : i1 = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1 i2 = Tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2 NPV1 = NPV bernilai positif mendekati nilai 0 (nol) NPV2 = NPV bernilai negatif mendekati nilai 0 (nol) Apabila nilai IRR<SOCC, hal ini berarti bahwa usaha atau proyek tersebut tidak layak secara finansial. Sebaliknya apabila nilai IRR>SOCC, hal ini berarti bahwa usaha atau proyek tersebut layak secara finansial. Dan apabila nilai IRR=SOCC, hal ini juga berarti bahwa usaha atau proyek tersebut dalam keadaan break even point. Definisi Operasional Variabel Adapun definisi operasional variabel penelitian ini adalah : a. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi yang termasuk dalam penelitian ini adalah sapi potong jenis sapi Bali. b. Sapi Bali adalah sapi domestikasi dari banteng yang berwarna merah bata, terdapat warna putih pada keempat kakinya, mulai dari lutut sampai ke bawah, belakang pelvis dengan batas yang tampak jelas dan berbentuk setengah bulan, ujung ekor berwarna hitam. c. Bantuan sosial merupakan program yang didanai oleh pemerintah dalam APBD dan APBN yang disalurkan kepada peternak dalam kelompokkelompok peternak yang bertujuan untuk menjalankan suatu usaha peternakan dinyatakan dalam satuan ekor. d. Evaluasi Program adalah tingkat keberhasilan usaha peternakan sapi potong diukur dari aspek peningkatan populasi dan pendapatan peternak. e. Kelompok adalah kelompok tani ternak yang tergabung dalam kelompok penerima bantuan sosial yang memerlukan penguatan modal dan bimbingan untuk penguatan usahanya dinyatakan dalam satuan orang.
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
f. Pendapatan peternak sapi potong adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan usaha peternakan dinyatakan dalam rupiah g. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan yang paling akhir yang diperoleh secara formal oleh peternak yang dinilai berdasarkan strata SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. h. Jumlah anggota keluarga adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal dan mempunyai pengeluaran bersama, hidup dalam satu atap dinyatakan dalam satuan orang i. Peternak adalah orang yang memelihara ternak sapi potong bantuan pemerintah yang dinilai berdasarkan umur, lama beternak, pengalaman beternak. j. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. PEMBAHASAN Dari hasil penyebaran kuesioner diperoleh data bahwa responden dalam penelitian ini sebanyak 32 orang, sebagaimana dalam Tabel berikut : Tabel 2. Jumlah Responden Penerima Bantuan Sosial Ternak Sapi di Kabupaten Gorontalo No Nama Kelompok Jumlah Anggota Proporsional Responden (orang) (%) (Orang) 1. Kelompok Tiga Berlian 10 40 4 2. Kelompok Mawar 10 40 4 3. Kelompok harapan 10 40 4 4. Kelompok Angin segar 10 40 4 5. Kelompok Mohuyula 10 40 4 6. Kelompok karya baru 10 40 4 7. Karya Bersama 10 40 4 8. Agro Jaya 10 40 4 Total Responden 80 32 Sumber : Data Olahan, 2013 Karakteristik Peternak 1. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan peternak penerima bantuan sosial sapi potong tersaji pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan
Peternak (orang)
Presentase (%)
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
SD SMP SMA Total Sumber : Data Olahan, 2013
24 6 2 32
75,00 18,75 6,25 100
Berdasarkan tabel tersebut, sebagian besar peternak memiliki pendidikan setingkat SD sebanyak 75% dan tingkat pendidikan terendah ada pada kategori SMA sebanyak 6,25%. Data ini menunjukkan bahwa dengan tingkat pendidikan peternak hanya berada pada tingkat terendah akan sangat menyulitkan peternak dalam hal mengadopsi teknologi di lapangan. Tingkat pendidikan peternak akan mempengaruhi pola berpikir, kemampuan belajar, dan taraf intelektual. Dengan pendidikan formal maupun informal maka peternak akan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas sehingga lebih mudah merespon suatu inovasi yang menguntungkan bagi usahanya. 2. Umur Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kerja dan pola pikir peternak. Sejalan dengan meningkatnya umur, maka semakin tinggi pula pengalaman orang tersebut. Klasifikasi umur peternak tersaji pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Umur Peternak Umur Peternak Presentase (tahun) (orang) (%) 29 – 40 17 53,13 41 – 52 11 34,37 53 – 64 3 9,37 65 – 76 1 3,13 Total 32 100 Sumber : Data Olahan, 2013 Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar umur peternak berada pada kategori 29 – 40 tahun sebanyak 53,13%. Hal ini sesuai dengan batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15-64 tahun yang merupakan usia produktif (Mantra,1985). 3. Pengalaman Beternak Pengalaman beternak pada kelompok penerima bantuan sosial dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Pengalaman beternak Pengalaman Beternak ≤ 3 tahun 4 tahun
Peternak (orang) 3 2
Presentase (%) 9,37 6,25
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
≥ 5 tahun 27 84,38 Total 32 100 Sumber : Data Olahan, 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pengalaman beternak anggota penerima bantuan sosial terbanyak berada pada kategori lima tahun atau lebih dari lima tahun sebanyak 84,38% sedangkan yang paling sedikit terdapat pada kategori 4 tahun sekitar 6,25%. Pengalaman beternak tiga tahun atau kurang dari tiga tahun sekitar 9,37%. Pengalaman beternak dalam memelihara ternak dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan peternak dalam mengembangkan usahanya. Semakin lama pengalaman beternak sapi potong maka tingkat keterampilan dan pengetahuan peternak dalam menerapkan teknologi akan semakin mudah dan cepat. Peternak pada kelompok penerima bantuan sosial diberi pembekalan dengan pengetahuan praktis beternak sapi melalui penyuluhan dan bimbingan langsung yang dilaksanakan oleh dinas terkait dalam hal ini Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Gorontalo. Sistem Pemeliharaan Ternak Usaha peternakan yang dijalankan oleh kelompok ini adalah usaha pembibitan sehingga sistem pemeliharaan ternak yang dilakukan oleh anggota kelompok adalah sistem pemeliaharaan secara semi intensif dimana ternak dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Selain itu juga dilakukan dengan cara ekstensif yaitu ternak di lepas bebas atau tidak dikandangkan. Dengan pemeliharaan ternak yang baik maka perkembangbiakan dan kesehatan juga baik. Menurut Susilorini (2008), Sistem pemeliharaan ternak dikategorikan dalam tiga cara yaitu sistem pemeliharaan secara intensif yaitu ternak dikandangkan secara terus menerus, sistem pemeliharaan semi intensif yaitu ternak dilepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari, dan sistem pemeliharaan secara ekstensif yaitu sistem pemeliharaan ternak dengan cara ternak dilepaskan begitu saja di padang penggembalaan atau tidak dikandangkan. Pakan yang diberikan pada ternak yaitu berupa pakan hijauan. Pakan hijauan yang diberikan berupa rumput lapangan, rumput gajah dan hasil limbah pertanian. Dengan menggunakan sistem pemeliharaan secara semi intensif maka untuk pemberian pakan pada pagi hari cukup diberikan pakan hijauan yang ada di padang penggembalaan yang disesuaikan dengan daya tampung padang penggembalaan tersebut untuk mencukupi kebutuhan penggembalaan setiap unit ternak.
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
Tingkat Keberhasilan Program Bantuan Sosial Sapi Potong Tingkat keberhasilan suatu program pengembangan sapi potong dapat diketahui melalui peningkatan populasi dan pendapatan peternak. Peningkatan Populasi Ternak Peningkatan populasi ternak kelompok penerima bantuan dapat dilihat pada Tabel 6 berikut : Tabel 6. Peningkatan Populasi Ternak Nama Jumlah Induk Jumlah kelahiran Kelompok (Ekor) (Ekor) Tiga Berlian 11 9 Angin Segar 11 8 Karya Bersama 11 8 Mawar 11 7 Harapan 11 9 Karya baru 11 8 Mohuyula 11 2 Agro jaya 11 1 Total 88 52 Sumber: Data Olahan, 2013
Presentase Kelahiran (%) 17,31 15,38 15,38 13,47 17,31 15,38 3,85 1,92 100
Berdasarkan Tabel di atas, masing-masing kelompok penerima bantuan sosial mendapatkan induk sapi 10 ekor dan pejantan 1 ekor dengan presentase sejumlah 12,5% dari total populasi ternak kelompok penerima bantuan sosial. Selama berjalannya program, angka kelahiran sapi bertambah sejumlah 52 ekor dari masing-masing kelompok dengan presentase tertinggi 17,31% pada Kelompok Tiga Berlian dan Kelompok Harapan. Kelompok Angin Segar, Karya Bersama, dan Karya Baru sejumlah 15,38%, Kelompok Mawar 13,47%, Kelompok Mohuyula 3,83% dan terendah populasinya 1,92% pada Kelompok Agro Jaya. Kelompok Mohuyula dan Agro jaya termasuk dalam kategori peningkatan populasi terendah. Hal ini disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang kurang sehingga sapi induk yang diberikan oleh pemerintah tersebut tidak berproduksi dengan baik. Permasalahan ini tidak lepas perannya peternak dan lembaga terkait dalam menyediakan informasi-informasi mengenai usaha ternak sapi potong, baik itu teknologi pakan, reproduksi, pemeliharaan, penyakit yang dapat meningkatkan produksi sapi. Tersedianya berbagai sumber informasi yang dapat diperoleh oleh seseorang, tergantung pada karakteristik peternak meliputi umur, pendidikan, lamanya beternak. Manajemen pemeliharaan yang dilaksanakan peternak tidak lepas bagaimana kondisi perbedaan karakteristik sosial ekonomi peternak tersebut. Pemeliharaan yang baik dapat memperhatikan pengelolaan reproduksi, pemberian pakan/minum, sanitasi lingkungan, sanitasi ternak sapi, dan pengendalian penyakit.
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
Peningkatan Pendapatan Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penyebaran kuisioner di lapangan, diperoleh pendapatan rata-rata anggota kelompok sebelum diadakan program pengembangan sapi potong sebesar Rp 500.000,-/bulan. Pada tahun 2010 masingmasing kelompok mendapatkan bantuan induk sebanyak 10 ekor. Seiring berjalannya program, pada tahun 2012 masing-masing kelompok menghasilkan sebanyak 52 ekor sapi. Dengan asumsi bahwa pada waktu 24 bulan mendapatkan 1 ekor induk dengan perhitungan harga per ekor adalah Rp 7.000.000. Untuk mengetahui peningkatan pendapatan masing-masing kelompok dapat dilihat pada tabel 7 berikut : Tabel 7. Peningkatan Pendapatan Nama Kelompok Angka Pendapatan Pendapatan Kelahiran Kelompok Anggota (ekor) (Rp) (Rp) Tiga Berlian 9 2.625.000 262.500,Angin Segar 8 2.333.000 233.300,Karya Bersama 8 2.333.000 233.300,Mawar 7 2.041.600 204.160,Harapan 9 2.625.000 262.500,Karya Baru 8 2.333.000 233.300,Mohuyula 2 583.000 58.300,Agro Jaya 1 291.600 29.160,Sumber : Data Olahan,2013 Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa pendapatan tertinggi pada Kelompok Tiga Berlian dan Kelompok Harapan sejumlah Rp 262.500,/orang/bulan. Sedangkan terendah pendapatannya pada Kelompok Mohuyula dan Agro jaya sejumlah Rp.58.300/orang/bulan dan Rp.29.160,-/orang/bulan. Hal ini disebabkan oleh angka kelahiran sapi pada kelompok Mohuyula dan Agrojaya lebih sedikit dibanding dengan kelompok-kelompok lainnya sehingga pendapatan yang dihasilkan juga sangat sedikit untuk masing-masing anggota kelompok. Analisis Finansial Usaha Pengembangan Sapi Potong Kelompok penerima bantuan sosial di Kabupaten Gorontalo menjalankan usaha pembibitan, sehingga untuk menghasilkan keuntungan atau profit dalam usaha pengembangan sapi potong ini akan membutuhkan waktu yang relatif lama. Dalam menganalisa kelayakan usaha secara finansial digunakan asumsi pengeluaran dan pendapatan selama jangka waktu 5 tahun untuk menguji kelayakan usaha pengembangan sapi potong. Untuk mengetahui kelayakan usaha pengembangan sapi potong Kelompok penerima Bantuan Sosial tersaji pada Tabel 8 berikut : Tabel 8. Analisis Finansial Pengembangan Sapi Potong Program Bantuan Sosial Di Kabupaten Gorontalo
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
Nama Kelompok Tiga Berlian Angin Segar Karya Bersama Mawar Harapan Karya Baru Mohuyula Agro Jaya Sumber : Data Olahan,2013
BCR 3,386 3,203 3,203 3,020 3,386 3,203 2,105 1,922
Analisis Finansial NPV 150.253,7 138.729,7 138.729,7 127.205,7 150.253,7 138.729,7 69.585,7 58.061,7
IRR 78,89 74,09 74,09 68,83 78,89 74,09 42,55 37,25
Berdasarkan Tabel di atas, nilai BCR tertinggi 3,386 (Kelompok Tiga Berlian dan Kelompok Harapan), Kelompok Angin Segar, Karya Bersama dan Karya Baru sebesar (3,203), Kelompok Mawar (3,020), sedangkan terendah pada kelompok Mohuyula (2,105) dan Kelompok Agro Jaya (1,922). Karena nilai BCR pada masing-masing kelompok lebih besar dari satu maka program pengembangan sapi potong melalui bantuan sosial layak untuk dilanjutkan (go). Artinya bahwa setiap Rp. 1,- yang dikeluarkan dalam menjalankan usaha pengembangan sapi potong melalui program bantuan sosial akan menghasilkan keuntungan sebesar nilai BCR pada masing-masing kelompok tersebut. BCR merupakan perbandingan antara total net benefit positif yang telah didiscount dengan total net benefit negatif yang telah didiscount. Dari Analisis finansial di atas diperoleh nilai NPV terbesar pada kelompok Tiga Berlian dan Harapan (150.253,7) dan terendah pada Kelompok Mohuyula dan Agro Jaya masing-masing 69.585,7 dan 58.061,7. Karena nilai NPV masingmasing kelompok lebih besar dari nol (> 0) maka program pengembangan sapi potong melalui bantuan sosial layak untuk dilanjutkan (go). Perhitungan NPV adalah menghitung net benefit yang telah didiscount dengan menggunakan sosial opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount faktor. Nilai IRR pada tabel di atas diperoleh nilai tertinggi (78,89), (74,09), (68,83) dan terendah (42,55 dan 37,25). Nilai SOCC = 10%. Karena nilai IRR masing-masing kelompok lebih besar dari SOCC maka program pengembangan sapi potong melalui bantuan sosial layak untuk dilanjutkan (go). IRR menunjukkan besarnya tingkat discount rate pada saat NPV sama dengan nol. Cara mencari tingkat discount faktor yang menghasilkan NPV = 0 adalah dengan cara mencoba-coba yaitu mencari tingkat discount faktor (i1) yang menghasilkan nilai NPV positif mendekati nol serta tingkat discount faktor (i2) yang menghasilkan nilai NPV negatif mendekati nol. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Program pengembangan sapi potong melalui bantuan sosial telah berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan populasi ternak sebesar
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri
17,31% dengan pendaatan Rp 262.500 pada Kelompok Tiga Berlian dan Kelompok Harapan. Kelompok Angin Segar, Karya Bersama, dan Karya Baru sejumlah 15,38% dengan pendapatan Rp 233.300, Kelompok Mawar 13,47% dengan pendapatan Rp 204.160, Mohuyula 3,83% dengan pendapatan Rp 58.330 dan terendah populasinya pada Kelompok Agro Jaya 1,92% dengan pendapatan Rp 29.160. Analisa kelayakan finansial selama 5 tahun diperoleh nilai BCR untuk semua kelompok lebih dari satu (BCR > 1), Nilai NPV dengan discount factor 10% lebih besar dari 0 (NPV > 0) dan Nilai IRR semua kelompok lebih besar dari discount factor 10% (IRR>df) maka program bantuan sosial di Kabupaten Gorontalo layak untuk dilanjutkan. Saran Diharapkan kepada kelompok-kelompok penerima bantuan untuk dapat mencoba melakukan usaha pengembangan ternak sapi lainnya yaitu usaha penggemukan,agar dapat lebih meningkatkan pendapatan anggota kelompoknya dan dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat terbentuk lapangan kerja yang baru bagi masyarakat sekitar yang tidak termasuk dalam anggota kelompok. DAFTAR PUSTAKA Kementrian Pertanian RI. 2012. Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Budidaya Sapi Potong. Jakarta Susilorini, T.E, 2010. Budidaya 22 ternak Potensial. Jakarta: Penebar Swadaya Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola kemitraan. Jurnal litbang pertanian. Badan pengkajian dan teknologi pangan Kalimantan Selatan
Melinda Al Masyhur Mahasiswa Peternakan, Abdul Hamid Arsyad, Syamsul Bahri