SUSPENSI DAN EMULSI Mata Kuliah : Preskripsi (2 SKS) Dosen : Kuni Zu’aimah B., S.Farm., M.Farm., Apt. Sediaan cair banyak dipilih untuk pasien pediatrik dan geriatric karena mudah untuk ditelan, dan fleksibilitas dalam mengatur dosis. Beberapa bentuk sediaan cair oral selain bentuk larutan adalah sediaan suspensi dan emulsi. Sediaan suspensi dan emulsi merupakan sistem larutan dispersi yang terdiri dari obat tidak terlarut atau tidak tercampurkan dengan media. Obat yang tidak telarut atau tidak tercampurkan tersebut disebut fase terdispersi, sedangkan media yang digunakan disebut fase pendispersi atau media dispersi.
SUSPENSI Suspensi merupakan sediaan yang terdiri dari partikel obat dalam ukuran tertentu dan terdistribusi secara merata pada media cair dengan atau tanpa bahan penstabil dan bahan tambahan lainnya. Menurut FI V, sediaan suspen si merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Beberapa bentuk sediaan suspensi menurut FI V adalah suspensi oral, suspensi topikal atau biasa disebut lotio, suspensi tetes telinga dan suspensi optalmik. Beberapa alasan digunakannya sediaan suspensi antara lain: 1. Obat secara kimia tidak stabil pada larutan akan tetapi stabil dalam bentuk tersuspensi. 2. Permasalahan obat dengan rasa yang tidak enak ketika dalam bentuk larutan akan teratasi dengan pembentukan suspensi. Dalam pembentukan suspensi, akan dipilih obat dengan bentuk yang paling tidak larut. Sebagai contoh, eritromisin estolat merupakan bentuk yang kurang larut dalam air dibandingkan dengan eritromisin, sehingga lebih dipilih dalam sediaan suspensi oral eritromisin. Sama halnya dengan sediaan farmasi yang lain, sediaan suspensi harus memenuhi persyaratan efikasi terapetik, stabilitas, dan akseptabilitas. Selain itu, sediaan suspensi oral yang baik adalah sediaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Sediaan suspensi harus mengendap secara perlahan dan dapat terdispersi secara cepat ketika dikocok.
2. Ukuran partikel dari obat terdispersi harus berada dalam ukuran yang konstan dalam waktu yang lama. 3. Partikel tersuspensi harus berada dalam ukuran yang kecil dan seragam untuk menghasilkan produk yang baik dan terbebas dari tekstur kasar. 4. Sediaan suspensi harus mudah dituang dan dapat menghasilkan dosis yang sama pada setiap penuangannya. Sedimentasi merupakan pergerakan partikel ke bawah akibat adanya gaya gravitasi. Laju sedimentasi partikel tersuspensi (untuk partikel dengan bentuk sferis dan ukuran yang seragam) akan mengikuti persamaan hukum Stokes, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa laju sedimentasi dari partikel obat tersuspensi dipengaruhi oleh: 1. Ukuran partikel : peningkatan ukuran partikel akan meningkatkan laju sedimentasi partikel. Akan tetapi ukuran partikel yang terlalu kecil akan membentuk partikel fines yang cenderung membentuk endapan padat pada dasar botol. 2. Berat jenis : peningkatan berat jenis partikel akan meningkatkan laju sedimentasi pastikel.
3. Viskositas media : peningkatan viskositas media dapat menurunkan laju sedimentasi partikel obat. Akan tetapi sediaan suspensi yang terlalu kental menyebabkan sediaan susah dituang dan didispersikan ulang.
Bahan tambahan yang ditambahkan dalam sediaan suspensi: 1. Suspending agent. Bahan tambahan ini bekerja dengan meningkatkan viskositas media pendispersi sehingga stabilitas sediaan dapat tercapai. Beberapa suspending agent yang dapat digunakan antara lain
carboxymethylcellulose
(CMC),
methylcellulose,
microcrystalline
cellulose,
polyvinylpyrrolidone, xanthan gum, dan bentonit. Dari berbagai bahan tersebut, selulosa merupakan suspending agent yang paling sering digunakan. 2. Pembasah Bahan pembasah digunakan untuk menurunkan tegangan permukaan antara bahan padat dan media cair, mengganti atau menghilangkan udara pada permukaan partikel, sehingga partikel dapat terdispersi dan terdistribusi dengan baik dalam media. Pembasah yang digunakan harus tercampurkan dengan media pendispersi. Beberapa bahan pembasah yang dapat digunakan untuk media pendispersi air adalah alkohol, gliserin, dan propilen glikol atau surfaktan. 3. Perasa, pewarna, pengawet. Pewarna dan perasa atau pemanis dapat ditambahkan dalam sediaan suspensi untuk memperbaiki rasa dan tampilan sediaan, utamanya jika sediaan suspensi ditujukan untuk pasien pediatrik. Bahan pemanis yang dapat digunakan antara lain sorbitol, gula dan sakarin. Selain itu, media air merupakan media pertumbuhan bakteri dan jamur, sehingga perlu ditambahkan pengawet pada sediaan suspensi. Beberapa jenis pengawet yang dapat digunakan adalah metil paraben, propil paraben, sukrosa dan natrium benzoate. Sukrosa dapat mempunyai efek sebagai pengawet pada konsentrasi 67 % b/b atau lebih tinggi. 4. Dapar Dapar merupakan campuran dari asam atau basa lemah dengan garamnya. Penambahan dapar pada sediaan suspensi ditujukan untuk mempertahankan pH pada nilai tertentu.
Metode Peracikan sediaan suspensi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah dan cara kering. Prinsip utama dari masing-masing cara peracikan adalah sebagai berikut: 1. Cara kering a. Obat (yang telah digerus/ dikecilkan ukuran partikelnya) + suspending agent aduk ad homogen. b. (a) ditambahkan bahan pembasah aduk ad homogen c. (b) ditambahkan air dalam jumlah tertentu sekaligus aduk hingga terbentuk suspensi yang homogen. 2. Cara basah a. Suspending agent ditambahkan air dalam jumlah tertentu (jumlah yang dibutuhkan masing-masing bahan untuk membentuk mucilago. b. Obat (yang telah digerus/dikecilkan ukuran partikelnya) + bahan pembasah. c. (b) ditambahkan dalam (a) secara perlahan sambil diaduk hingga terbentuk suspensi yang homogen.
EMULSI Emulsi merupakan sediaan dispersi yang terdiri dari droplet-droplet larutan dalam pembawa cair yang tidak saling campur. FI V mendefinisikan emulsi sebagai sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan lain, dalam bentuk tetesan kecil. Dalam emulsi, fase terdispersi disebut dengan fase internal dan media pendispersi disebut fase eksternal. Sediaan emulsi terbagi menjadi dua tipe, yaitu emulsi O/W (droplet minyak dalam air) dan emulsi W/O (droplet air dalam minyak), dapat digunakan untuk sediaan oral, parenteral maupun topikal.
- Emulsi oral : emulsi untuk pemakaian oral pada umumnya merupakan emulsi dengan tipe O/W. Pengecilan ukuran droplet minyak pada sediaan emulsi memungkinkan bahan aktif dalam bentuk minyak lebih mudah diabsorbsi. - Emulsi topikal : bisa jenis O/W atau W/O dan disebut dengan sediaan krim. - Emulsi parenteral : untuk sediaan intravena digunakan jenis emulsi O/W sedangkan untuk intramuskular selain tipe O/W juga dapat digunakan tipe W/O. Selain itu juga terdapat emulsi ganda, yaitu emulsi O/W/O atau oil-water-oil dan W/O/W atau water-oil-water. Sediaan emulsi oral yang baik adalah sediaan yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Tidak terjadi coalescence (bergabungnya dua atau lebih droplet fase dalam) secara cepat dan sediaan emulsi dapat terdispersi secara cepat ketika dikocok. Creaming adalah bergabungnya dua atau lebih droplet fase dalam dan bersifat reversible. Cacking adalah gabungan dua atau lebih droplet fase dalam yang bersifat irreversible. 2. Ukuran droplet harus berada dalam ukuran yang konstan dalam waktu yang lama. 3. Droplet harus berada dalam ukuran yang kecil dan seragam untuk menghasilkan produk yang baik dan terbebas dari tekstur kasar. 4. Sediaan emulsi harus mudah dituang dan dapat menghasilkan dosis yang sama pada setiap penuangannya.
Dalam sediaan emulsi,persamaan stokes juga berlaku dimana stabilitas sediaan dipengaruhi oleh ukuran droplet terdispersi dan viskositas sediaan. Komposisi dalam sediaan emulsi adalah sebagai berikut: 1. Fase Terdispersi Dalam emulsi O/W, fase terdispersi merupakan minyak. Minyak yang digunakan dalam sediaan emulsi oral dapat berupa bahan aktif maupun pembawa yang digunakan untuk melarutkan obat. Bahan aktif minyak yang banyak digunakan adalah minyak castor dan parafin cair sebagai laksatif, dan minyak ikan. Sedangkan minyak yang digunakan sebagai pembawa atau pelarut bahan aktif lain adalah minyak sayur. Pada emulsi W/O, fase terdispersi merupakan air. Sediaan jenis ini banyak digunakan dalam penggunaan topikal. Konsentrasi fase dalam sediaan emulsi maksimal adalah kurang dari atau sama dengan 40%, dengan peningkatan komposisi sebesar 60% atau lebih dapat menimbulkan pembalikan fasa. 2. Emulgator Emulgator bekerja dengan menurunkan tegangan permukaan antara dua fase cair sehingga memungkinkan fase dalam membentuk droplet-droplet halus yang terdispersi dalam fase luar. Selain itu emulgator juga melapisi atau melingkupi droplet fase dalam sehingga menurunkan kemungkinan bergabungnya droplet. Jenis emulgator yang dipilih akan mempengaruhi jenis emulsi yang terbentuk. Emulgator yang larut dalam air akan membentuk emulsi O/W, sedangkan emulgator yang larut minyak akan membentuk emulsi W/O. Selain itu, secara umum setiap emulgator memiliki bagian hidrofilik dan lipofilik tertentu atau memiliki nilai HLB (Hydrophilic-Lypophilic Balance) tertentu pada rentang 1-20. Emulgator dengan nilai HLB 3-6 akan membentuk emulsi W/O, sedangkan emulgator dengan nilai HLB 8-18 membentuk emulsi O/W.
Beberapa jenis emulgator yang dapat digunakan adalah akasia, tragakan, pektin yang membentuk emulsi O/W, gelatin dan kasein (emulsi O/W), surfaktan (tween 80, span 80), dan bentonit. 3. Pengawet dan antioksidan. Fase air dalam sediaan merupakan media pertumbuhan bakteri dan jamur yang baik. Selain itu kontaminasi juga dapat berasal dari bahan tambahan alam. Pengawet yang baik harus mempunyai spektrum luas terhadap bakteri dan jamur, tidak toksik, atau iritan. Emulsi W/O lebih tahan terhadap kontaminasi karena fase air terlingkupi oleh fase minyak. Beberapa jenis pengawet yang dapat digunakan adalah metil paraben, propil paraben, sukrosa dan natrium benzoate. Sukrosa dapat mempunyai efek sebagai pengawet pada konsentrasi 67 % b/b atau lebih tinggi. Selain itu, dalam emulsi juga terkadang ditambahkan antioksidan untuk menghindari oksidasi minyak. Beberapa jenis antioksidan yang sering digunakan adalah BHA dan BHT. 4. Pemanis, pewarna, perasa, dapar. Sama halnya dengan sediaan suspensi, sediaan emulsi dapat ditambahkan bahan tambahan pemanis, pewarna perasa atau pengatur pH (dapar) sesuai kebutuhan masingmasing sediaan.
Metode peracikan sediaan emulsi dapat dilakukan menggunakan tiga cara, yaitu cara kering, cara basah, dan cara botol. 1.
Cara kering a. Minyak + emulgator aduk ad homogen. b. (a) ditambah air dalam jumlah tertentu sekaligus aduk cepat dan konstan sampai terbentuk emulsi primer atau corpus emulsi.
c. (b) ditambahkan sisa air dan bahan tambahan lain hingga volume yang diinginkan emulsi O/W. 2.
Cara basah a. Emulgator + air dalam jumlah tertentu (jumlah dimana emulgator terlarut atau mengembang membentuk mucilago) b. Minyak ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam mucilago hingga terbentuk emulsi primer atau corpus emulsi. c. (b) ditambahkan sisa air dan bahan tambahan lain hingga volume yang diinginkan emulsi O/W.
3.
Cara botol Cara botol digunakan untuk membuat emulsi dari minyak yang mudah menguap atau viskositasnya rendah. Prinsip peracikan cara botol sama dengan prinsip peracikan emulsi dengan cara kering. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk mengemulsikan minyak kental karena homogenitas campuran sangat sulit dicapai.
DAFTAR PUSTAKA 1. Allen, L.V., Popovich, N.G., Ansel, H.C. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage Forms and Drug Delivery Systems 9th Ed. Philadelphia: Lippncott Williams and Wilkins. 2. Aulton, M.E. 2002. Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design 2nd Ed. Edinburgh : Chuchill Livingstone. 3. Aulton, M.E., Taylor, K.M.G. 2013. Aulton’s Pharmaceutics : The Design and Manufacture of Medicines 4th Ed. Edinburgh : Chuchill Livingstonem