PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK PESERTA DIDIK (Penelitian terhadap Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Parigi Tahun Pelajaran 2012/2013) Susila Miharja e-mail:
[email protected] Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi Tasikmalaya Jl. Siliwangi No. 24 Kota Tasikmalaya
ABSTRAK Kemampuan komunikasi matematik adalah salah satu kemampuan dasar pembelajaran matematika dalam membaca, memahami, menjelaskan, dan menyatakan suatu masalah ke dalam bahasa matematik. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik peserta didik adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Posing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing terhadap kemampuan komunikasi matematik peserta didik dan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan desain kelompok kontrol hanya postes.Instrumen penelitian yang digunakan berupa soal tes kemampuan komunikasi matematik peserta didik dan angket. Tes ini dilakukan setelah seluruh proses pembelajaran selesai untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik peserta didik sebanyak satu kali. Berdasarkan hasil penelitian, pengolahan dan analisis data serta pengujian hipotesis diperoleh simpulan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing terhadap kemampuan komunikasi matematik peserta didik dan peserta didik bersikap positif terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing. Kata kunci: Komunikasi Matematik, Model Pembelajaran Kooperatif, Sikap, Pendekatan Problem Posing.
1
2
ABSTRACT Susila Miharja. 2013. Effect of Using Cooperative Learning Model with Problem Posing Approach Toward Communication of Mathematical Ability of Students. (Research on Class VIII Students of SMP Negeri 1 Parigi Academic Year 2012/2013). Mathematics Education Study Program. Faculty of Teacher Training and Education. Siliwangi University Tasikmalaya. Mathematical communication skills is one of the basic skills of mathematics learning in reading, understanding, explaining and stating a problem into mathematical language. One model of learning which can develop students' communication skills are mathematical models of cooperative learning approach Problem Posing. This study aimed to determine the effect of the use of cooperative learning model problem posing approach to mathematical communication skills of students and to determine the attitudes of students toward the use of cooperative learning model approach to problem posing. The method used in this study is an experimental method to posttest control group design. The research instrument used in the form of test mathematical communication skills of students and questionnaires. This test is done after the entire learning process is completed to determine the mathematical communication skills of learners once. Based on the research, processing and analysis of data and conclusions obtained by testing the hypothesis that there is a positive influence on the use of cooperative learning model problem posing approach to mathematical communication skills of learners and learners positive attitudes toward the use of cooperative learning model approach to problem posing. Key words: Mathematical Communications, Cooperative Learning Model, Attitude, Problem Posing Approach.
3
PENDAHULUAN ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berubah dan berkembang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat berdampak yang cukup besar dalam kemajuan di bidang pendidikan. Perubahan dalam bidang pendidikan membawa pengaruh terhadap perubahan pandangan mengenai kurikulum. Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaikbaiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Hal tersebut dapat dicapai dengan terlaksananya pendidikan yang tepat waktu dan tepat guna untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hasil wawancara penulis kepada salah satu guru mata pelajaran matematika kelas VIII di SMP N 1 Parigi Tahun Pelajaran 2012/2013, menjelaskan ditemukannya sebagian peserta didik belum mampu untuk memberikan argumentasi yang benar dan jelas tentang soal-soal yang mereka jawab pada soal berbentuk cerita. Dapat dilihat pada rata-rata KKM nilai kelas VIII semester 2 pada tahun 2010/2011 yaitu 72. Hal ini menunjukkan nilai yang di dapat belum mencapai KKM. Hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor, mungkin karena kemampuan peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang diketahui dalam soal juga masih rendah dan bisa juga dipengaruhi oleh faktor yang lain. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi peserta didik adalah problem posing. Problem posing merupakan upaya untuk membantu peserta didik memahami soal yang dilakukan dengan menulis kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri, menulis soal dalam bentuk lain atau dalam bentuk operasional. Dalam prosesnya problem posing peserta didik dituntut bekerja sama melalui diskusi untuk menelaah dan memahami suatu permasalahan, sehingga proses komunikasi belajar lebih baik dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Model pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok, ada unsur-unsur dalam pembelajaran kelompok. Menurut Roger dan David Johnson (Widaningsih, Dedeh, 2011:44) menyatakan bahwa “ada lima unsur model pembelajaran bekerja sama yang harus diterapkan yaitu: saling ketergantungan positif,
4
tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok”. Sesuai teori yang mendukung model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing yaitu teori perkembangan kognitif Piaget Silver (Wardani, Sri, 2009:36) mengemukakan bahwa “pengajuan masalah dalam pembelajaran matematika melalui dua tahap kegiatan kognitif, yaitu tahap accepting (menerima) dan tahap challenging (menantang)”. Tahap menerima terjadi ketika peserta didik membaca situasi atau informasi yang diberikan oleh guru dan menantang terjadi ketika peserta didik berusaha untuk menantang situasi tersebut dengan membuat masalah/pertanyaan. Suryosubroto (2009:203) mengemukakan bahwa “Pendekatan problem posing diharapkan memancing siswa untuk menemukan pengetahuan yang bukan diakibatkan dari ketidaksengajaan melainkan melalui upaya mereka untuk mencari hubunganhubungan dalam informasi yang dipelajarinya”. Kemampuan berkomunikasi menjadi salah satu syarat yang memegang peranan penting karena membantu dalam proses penyusunan pikiran, menghubungkan gagasan dengan gagasan lain sehingga dapat mengisi hal-hal yang kurang dalam seluruh jaringan gagasan peserta didik. Somarmo,Utari (2010:6) menyatakan bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik diantaranya adalah: 1) Menyatakan situasi, gambar, diagram, atau benda nyata kedalam bahasa, simbol, idea, atau model matematika. 2) Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematika secara lisan dan tulisan. 3) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika. 4) Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. 5) Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat tentang komunikasi matematik yang telah diuraikan sebelumnya, maka komunikasi matematik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematika secara tertulis yang meliputi : Menyatakan suatu situasi dan gambar ke dalam simbol atau model matematika; Menjelaskan situasi dan relasi matematika secara tertulis; Membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi. Azwar, Saifudin, (2011:23-27) mengemukakan bahwa Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif (cognitive), komponen afektif (affective), dan komponen konatif
5
(conative). Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Komponen konatif dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan perilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Objek sikap yang diteliti pada penelitian ini adalah sikap peserta didik terhadap matematika dan terhadap proses pembelajaran matematika. Penguasaan terhadap komunikasi matematik akan menumbuhkan sikap positif terhadap matematik Penelitian ini juga didasari hasil penelitian yang relevan dilaporkan Dewi, Sutrismawati Lingga (2008). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan pendekatan problem posing pada materi lingkaran terhadap kemampuan komunikasi matamatik. Dilaporkan Asiatul Rofiah (2010). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematik peserta didik melalui pendekatan inkuri. Dilaporkan Isti Hardianti Anti Kusumanigtyas (2011). Hasil penelitiannya menyimpulkan terdapat peningkatan pemahaman konsep matematika melalui pendekatan problem posing dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions).
METODOLOGI PENELITIAN penelitian ini menggunakan metode eksperimen karena menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing dan melihat pengaruhnya terhadap kemampuan komunikasi matematik peserta didik pada materi lingkaran. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini seluruh peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Parigi tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari 9 kelas dengan jumlah 337 orang. Pengambilan sampel pertama terpilih kelas VIII-A untuk kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing berjumlah 35 orang dan kelas kontrol yaitu kelas VIII-C dengan menggunakan model pembelajaran langsung berjumlah 39 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melaksanakan tes kemampuan komunikasi matematik dan menyebarkan angket. Tes berupa soal uraian sebanyak 6 soal uraian dengan skor maksimal setiap soal 4. Tes dilakukan pada akhir pengembangan kompetensi untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematik peserta didik pada materi lingkaran. Pengolahan dan analisis
6
data dilakukan terhadap data yang terkumpul melalui postes hasil belajar matematika peserta didik. Data untuk mengetahui sikap peserta didik dalam belajar matematika adalah dengan menyebarkan angket. Penyebaran angket ini dilakukan setelah peserta didik melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing. Teknik analisis data untuk menguji hipotesis, peneliti menggunakan analisis statistik penelitian terhadap perlakuan dengan menggunakan uji t. Langkah-langkah analisis statistik yang harus ditempuh dalam penelitian ini adalah : Statistik deskriptif melalui uji normalitas, kriteria pengujian adalah tolak Ho jika dengan mengambil taraf nyata pengujian db = k – 3. Dalam hal lainnya Ho diterima. Uji hipotesis, kriteria pengujian adalah: tolak H0 jika Fhitung F n
vb
dengan taraf
1, nvk 1
pengujian, artinya variansi kedua populasi tidak homogen. Uji perbedaan dua rata-rata, kriteria pengujian adalah tolak H0 jika t hitung ≥ t (1-a)(db) dengan taraf nyata pengujian. Dalam hal lainnya Ho diterima. Sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing yaitu dengan membandingkan rerata skor subjek dengan nilai tengah dari skor jawaban. Jika rerata skor subjek lebih besar atau sama dari nilai tengah dari skor jawaban maka sikap positif, dan jika rerata skor subjek kurang dari nilai tengah skor jawaban maka sikap peserta didik negatif. Dalam skala Likert diminta untuk menjawab pernyataan dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (T), atau sangat tidak setuju (STT) tetapi tidak mencantumkan pilihan netral. Hal ini bertujuan agar peserta didik dapat memberikan pilihan positif atau pilihan negatif terhadap penggunaan model pembelajaran
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Selama penelitian, peneliti menggunakan dua kelas sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi perlakuan yang sama dalam soal dan materi pembelajaran, tetapi kelas kontrol dan kelas eksperimen diberikan perlakuan yang berbeda pada pembelajaran yang dilaksanakan. Berdasarkan perhitungan teknik analisis data, diperoleh skor tertinggi kemampuan komunikasi matematik peserta didik kelas eksperimen adalah 24 dan skor terendahnya adalah 13 dengan skor akhir rata-rata ( x ) peserta didik adalah 18,77. Sedangkan skor
7
tertinggi kemampuan komunikasi matematik peserta didik kelas kontrol adalah 22 dan skor terendahnya adalah 11 dengan skor akhir rata-rata ( x ) peserta didik adalah 17,36. Skor maksimal pada tiap butir soal 4 dengan banyak soal 6, maka skor maksimal yang dapat diperoleh peserta didik untuk kemampuan komunikasi matematik adalah 24. Hal ini memperlihatkan bahwa skor rata-rata tes kemampuan komunikasi matematik yang menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada skor rata-rata tes kemampuan komunikasi matematik yang menerapkan model pembelajaran langsung. Hasil analisis item angket sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing maka dapat diketahui skor angket paling tinggi adalah pernyaan angket nomor 5 dengan rata-rata 4,49 pada pernyataan “Belajar dengan diskusi kelompok membuat saya mearsa semakin bertanggung jawab”. Skor angket paling rendah adalah pernyataan nomor 12 dengan rata-rata 3,86 pada pernyaan “Saya mearsa acuh terhadap teman yang tidak memahami materi”. Analisis sikap peserta didik dari per indikator sikap yang masing-masing terdiri dari kognisi, afeksi dan konasi. Adapun skor rata-rata kognisi yaitu 4,31 ini menunjukan bahwa kepercayaan pada ide dan konsep bahwa pendekatan problem posing lebih mudah dipahami. Skor rata-rata untuk afeksi yaitu 4,14 ini menunjukan bahwa pendekatan problem posing mampu memberikan perasaan positif bagi peserta didik. Skor rata-rata untuk konasi yaitu 4,04 ini menunjukan bahwa peserta didik memberikan reaksi positif dalam pembelajaran dengan pendekatan problem posing berupa aktivitas yang lebih giat dalam pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing. Ada empat tahap dalam pembelajaran dengan pendekatan problem posing, yaitu tahap pembelajaran kooperatif, tahap accepting, tahap Challenging, tahap diskusi. Tahap pembelajaran kooperatif, dimulai dengan menyampaikan tujuan dan motivasi, menyajikan informasi, mengorganisasikan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar,
membimbing
kelompok
bekerja
dan
belajar,
evaluasi,
memberikan
penghargaan. Pada tahap accepting, peneliti sebagai guru memberikan stimulus terhadap kemampuan peserta didik dalam memahami situasi yang diberikan bErupa bahan ajar.
8
Peserta didik mampu membuat persepsi sendiri sesuai pengetahuan yang telah didapat sebelumnya. Peserta didik mencoba mengaitkan, menggambarkan, situasi atau dunia nyata ke dalam ide matematikA dalam bentuk model mateamtika. Tahap challenging, peserta didik belajar secara berkelompok untuk mengisi bahan ajar dan menyelesaikan LKPD yang diberikan. dibimbing untuk memberikan respon terhadap situasi yang diberikan yaitu dengan pertanyaan. Peserta didik menemukan sendiri, membuat pertanyaan sendiri dan menyelesaikan sendiri pertanyaan yang telah dibuatnya untuk menggali pemahamannya tentang materi lingkaran. Hal ini sejalan dengan teori vygotsky yaitu peran aktf dalam mengkontruksi pengetahuan. Tahap diskusi, perwakilan dari kelompok belajar diberikan kesempatan untuk mengemukakan konsep yang telah ditemukannya pada bahan ajar kepada kelompok yang lain sehingga terjadi proses diskusi aktif dalam kelas yang memungkinkan terjadi proses komunikasi matematik. Guru kemudian di akhir memberikan penjelasan mengenai materi sebagai arahan bagi peserta didik agar tidak terjadi salah pemahaman dan penafsiran dari konsep yang diajarkan. Hal ini sejalan dengan teori piaget yaitu membangun sistem makna dan pengembangan realitas. pengetahuan baru tidak diberikan kepada peserta didik dalam bentuk jadi tetapi peserta didik membentuk dan mengembangkan pengetahuannya sendiri dari hasil interaksi dengan lingkungannya sendiri. Selain dilihat dari rata-rata skor peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat dilihat pula dari jumlah peserta didik yang memperoleh skor maksimum pada masing-masing indikator kemampuan komunikasi matematik. Untuk melihat perbedaan persentase peserta didik yang menjawab benar berdasarkan indikator kemampuan komunikasi matematik peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk indikator kemampuan menyatakan situasi, gambar kedalam simbol, idea, atau model matematika pada nomor 2 dan nomor 4, peserta didik pada kelas eksperimen yang menjawab benar sebanyak 82,5%, pada kelas kontrol peserta didik yang menjawab benar sebanyak 81,6%. Untuk indikator menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika secara tulisan pada nomor 1 dan nomor 3, peserta didik pada kelas eksperimen yang menjawab benar sebanyak 86,1%, pada kelas kontrol peserta didik yang menjawab benar hanya sebanyak 75%. Untuk indikator membuat konjektur dan menyusun argumen pada nomor 5 dan nomor 6, peserta didik pada kelas eksperimen yang
9
menjawab benar sebanyak 66,1%, pada kelas kontrol peserta didik yang menjawab benar sebanyak 66,1%. Jelas terlihat kemampuan komunikasi matematik peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Persentase yang diperoleh kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol. Dalam pelaksanaan di lapangan terdapat beberapa kendala salah satunya adalah ada peserta didik yang sulit aktif dalam pembelajaran sehingga pendidik harus terus memotivasi dan berupaya membuat Susana belajar yang lebih menyenangkan agar peserta didik dapat belajar secara aktif. Pada kelas eksperimen, diberikan angket sikap peserta didik terhadap penggunaan model
pembelajaran
kooperatif
dengan
pendekatan
problem
posing
setelah
pembelajaran selesai. Angket tersebut dimaksudkan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing. Hal ini sejalan dengan teori perkembangan Piaget yang sesuai dengan perkembangan mental peserta didik. Dapat diperoleh gambaran pembelajaran dengan pendekatan problem posing pada materi lingkaran dengan persiapan dan pelaksanaan yang optimal, mendapatkan hasil yang maksimal pada kemampuan komunikasi matematik peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian skor KKM peserta didik di kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing sebesar 18,77 yaitu 78,21%. pencapaian skor KKM peserta didik kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran langsung diperoleh 17,36 yaitu 72,33%. Berdasarkan hasil perolehan dan pengolahan data serta pengujian hipotesis, terlihat bahwa komunikasi matematik pada materi pokok lingkaran dengan menggunakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada dengan menggunakan pembelajaran langsung. Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah melibatkan aktivitas peserta didik yang maksimal. Sehingga kemampuan eksplorasi dan komunikasi tergali oleh penemuannya sendiri. Berdasarkan uraian diatas serta hasil pengujian hipotesis peneliti menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan pembelajaran dengan menggunakan model
10
pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing terhadap kemampuan komunikasi matematik peserta didik. Berdasarkan 19 pernyataan angket sikap rerata untuk indikator kepekaan perasaan terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing masalah adalah 4,31, rerata kepercayaan terhadap penggunaan pembelajaran dengan pendekatan problem posing adalah 4,14, dan dorongan bertindak terhadap penggunaan model pembelajaran dengan pendekatan problem posing adalah 3,25. Jadi rerata dari keseluruhan pernyataan adalah 4,04. Hal ini menunjukan bahwa sikap peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing menunjukan positif SIMPULAN Berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian, pengolahan data, analisis data, dan pengujian hipotesis maka diperoleh simpulan sebagai berikut : 1.
Terdapat pengaruh positif penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing terhadap kemampuan komunikasi matematik peserta didik.
2.
Peserta didik bersikap positif terhadap penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan problem posing.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan hal-hal sebagai berikut: 1.
Kepala sekolah diharapkan memberi dukungan berupa sarana dan prasarana kepada guru mata pelajaran matematika untuk menerapkan model-model pembelajaran inovatif khususnya model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Posing.
2.
Kepada guru khususnya guru matematika hendaknya menjadikan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Posing sebagai alternatif dalam melaksanakan pembelajaran sehari-hari demi tercapainya tujuan pengajaran matematika terutama pada kemampuan peserta didik dalam menggunakan komunikasinya.
3.
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan Problem Posing hendaknya meneliti pada materi yang lebih luas dan melatih kemampuan yang berbeda.
11
DAFTAR PUSTAKA Abdusakir. (2011). Pembelajaran Matematika dengan Problem Posing. (Online). Tersedia: (http://blog.uin-malang.ac.id/abdussakir/pendidikan-matematika) [1 November 2012]. Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Effendy, Onong Uchjana. (2011). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. Kadir. (2008). Kemampuan Komunikasi Matematik dan Keterampilan Sosial Siswa dalam Pembelajaran Matematika. (Online). Tersedia: (http://
[email protected]) [27 November 2012]. Ruseffendi, E. T. (2010). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta lainnya. Bandung: Tarsito. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito. Sudjana, Nana. (2009). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset. Sumarmo, Utari. (2006). “Berfikir Matematika Tingkat Tinggi” Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Menengah dan Mahasiswa Calon Guru”. Makalah. UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka cipta. Wardani, Sri. (2006). “Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas”. Disertasi Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan. Widaningsih, Dedeh. (2011). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Diktat Kuliah. Tasikmalaya: PSPM FKIP UNSIL. Widaningsih, Dedeh. (2011). Perencanaan Pembelajaran Matematika. Diktat Kuliah. Tasikmalaya: PSPM FKIP UNSIL.