DAMPAK DARI PENERAPAN PASAL 73 UNCLOS DAN PASAL 102 UU PERIKANAN (UU NOMOR 31 TAHUN 2004 DAN UU NOMOR 45 TAHUN 2009) BERUPA LARANGAN “IMPRISONMENT DAN CORPORAL PUNISHMENT” TERHADAP PROSES PENEGAKAN HUKUM
Heni Susila Wardoyo, S.H., M.H Asisten Deputi Koordinasi Materi Hukum Kemenko Polhukam
Jakarta, 11 Juli 2017
Indonesia telah meratifikasi United Nation Convention on The Law of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa) tentang Hukum Laut dengan UU Nomor 17 Tahun 1985 UNCLOS telah di tandatangani bersamasama oleh Indonesia dan 108 penandatangan lain di Montego Bay, Jamaika pada tanggal 10 Desember 1982
Dalam Penjelasan Umum UU Nomor 17 Tahun 1985 antara lain disebutkan bahwa: Konvensi ini tidak membenarkan negara-negara mengadakan pensyaratan (reservation) terhadap ketentuanketentuan dalam konvensi pada waktu mengesahkan karena seluruh ketentuan konvensi ini merupakan 1 paket yang ketentuanketentuannya sangat erat hubungannya satu dengan yang lain, dan oleh karena itu hanya dapat disyahkan sebagai satu kebulatan yang utuh.
DILEMA PENERAPAN PASAL 73 UNCLOS Jo. PASAL 102 UU NOMOR 31 TAHUN 2004 1.
2.
Bagaimana jika pelaku (WNA) tidak mau/tidak mampu membayar denda sementara Pasal 73 UNCLOS Jo. Pasal 102 UU Nomor 31 Tahun 2004 tidak memberikan alternatif bentuk sanksi pidana pengganti berupa pidana kurungan? Dalam hal pidana denda diterapkan sebagai pidana pengganti kurungan tidak dikategorisasi sebagai imprisonment, bagaimana jika WNA tersebut dalam prakteknya tidak mampu membayar pidana denda tersebut, yang pada akhirnya pelaku wajib menjalani pidana kurungan? Apakah pidana kurungan di sini bertentangan dengan ketentuan Pasal 73 dan Pasal 102?
Pasal 73 UNCLOS Penegakan Peraturan Perundang-Undangan Negara Pantai 1. Negara pantai dapat, dalam melaksanakan hak berdaulatnya untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan hayati di zona ekonomi eksklusif mengambil tindakan demikian, termasuk menaiki kapal, memeriksa, menangkap dan melakukan proses peradilan, sebagaimana diperlukan untuk menjamin ditaatinya peraturan perundang-undangan yang ditetapkannya sesuai dengan ketentuan Konvensi ini. (Apakah ini memberikan peluang negara pantai untuk memberikan penjatuhan sanksi pidana penjara?) 2. Kapal-kapal yang ditangkap dan awak kapalnya harus segera dibebaskan setelah diberikan suatu uang jaminan yang layak atau bentuk jaminan lainnya. 3. Hukuman Negara pantai yang dijatuhkan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan perikanan di zona ekonomi eksklusif tidak boleh mencakup pengurungan (Imprisonment), jika tidak ada perjanjian sebaliknya antara Negara-negara yang bersangkutan, atau setiap bentuk hukuman badan lainnya. 4. Dalam hal penangkapan atau penahanan kapal asing Negara pantai harus segera memberitahukan kepada Negara bendera, melalui saluran yang tepat, mengenai tindakan yang diambil dan mengenai setiap hukuman yang kemudian dijatuhkan.
Rezim hukum baru yang dilahirkan dari UNCLOS antara lain Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yang diatur dalam Bagian V UNCLOS. Dalam ZEE diatur secara tegas adanya larangan penjatuhan hukuman berupa “imprisonment” dan “corporal punishment” kepada warga negara asing pelaku tindak pidana perikanan yang melakukan perbuatannya di wilayah ZEE oleh coastal state (negara pesisir) selama tidak ada perjanjian mengenai hal itu antara Pemerintah negara pesisir dengan negara asal pelaku tindak pidana. Aturan tersebut diejawantahkan ke dalam Hukum Nasional yaitu Pasal 102 UU Perikanan (UU Nomor 31 Tahun 2004 dan UU Nomor 45 Tahun 2009), yang tidak memberlakukan pidana penjara untuk tindak pidana perikanan yang terjadi di wilayah ZEE, kecuali telah ada perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara asal pelaku tindak pidana.
Ketentuan Pasal 102 UU Prikanan (UU Nomor 31 Tahun 2004 dan UU Nomor 45 Tahun 2009) Pasal 102 Ketentuan tentang pidana penjara dalam Undang-Undang ini tidak berlaku bagi tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, kecuali telah ada perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara yang bersangkutan.
Implementasi dari penerapan Pasal 73 UNCLOS dan Pasal 102 UU Perikanan melahirkan 2 mazhab, disatu sisi pelanggaran di ZEE oleh kapal asing pelakunya yang berkewarganegaraan asing tidak dapat dilakukan imprisonment, namun di sisi lain terhadap mereka dapat dikenai pidana denda sebagai pengganti pidana kurungan. (kanggurumalas.com, Senin, 10 Juli 2017)
Kesimpulan 1. Mendasari pada teori penafsiran hukum grammatikal, Pasal 73 UNCLOS Jo. Pasal 102 UU Perikanan (UU Nomor 31 Tahun 2004 dan UU Nomor 45 Tahun 2009) telah mengandung kejelasan rumusan norma, yakni setiap pelaku WNA yang melakukan pelanggaran di ZEE Indonesia tidak dapat dijatuhi pidana penjara/kurungan (Imprisonment). Untuk itu seharusnya pengadilan dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelanggaran di ZEE Indonesia hanya berupa pidana denda dan/atau pidana tambahan antara lain berupa perampasan barang yang tertentu. 2. Dalam hal ada yang berpandangan bahwa pidana kurungan dapat diterapkan sebagai pidana pengganti atas pidana denda yang tidak mampu dibayarkan oleh pelaku (sebagai jalan terakhir penerapan KUHP Pasal 10) hal tersebut dapat dilihat sebagai bentuk hukuman yang bersifat Ultimum Remedium (pidana pamungkas). Namun penerapan hukum yang demikian tetap tidak menghilangkan debatable dikalangan para praktisi hukum/akademisi.
Sekian dan Terima Kasih