Survei Entomologi Dalam Penanggulangan Wabah Malaria Nurmaini Bagian Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
l. PENDAHULUAN Meskipun sudah sejak lima puluhan dilakukan pemberantasan malaria, tetapi malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat hingga sekarang, letupan atau wabah malaria sering terjadi di beberapa daerah tertentu. Wabah malaria yang akhir-akhir ini sempat menjadi pembicaraan tingkat nasional. Untuk penanggulangan wabah tersebut oleh program pemberantasan malaria yang dibantu oleh tim kesehatan dan pihak institusi telah dilakukan penemuan dan pengobatan penderita serta penyemprotan mmah dengan insektisida, tetapi karena upaya tersebut belum didasari data entomologi yang benar, maka upaya yang dilakukan belum menyelesaikan masalah. Penyemprotan insektisida tidak dapat menghentikan penularan, sedang pengobatan tidak dapat mengejar penularan. Setelah didasari data vektor yang benar, kemudian dilakukan penyemprotan dengan fenitrothi/sumithion penularan dapat dihentikan. Kemudian dengan pengobatan, jumlah penderita dapat diturunkan dengan drastis. Bila ada wabah malaria, survei entomologi perlu diprioritaskan. Dari survei entomologi diharapkan terkumpul data vektor dengan rinei, sehingga strategi penanggulangan yang tepat dapat disusun. Dengan upaya penanggulangan yang tepat, penularan berlangsung dapat dihentikan/diputuskan. Kalau kesulitan dana, sehingga survei entomologi yang memenuhi standar tidak dapat dilakukan, maka upaya yang harus dilakukan adalah upaya penanggulangan tanpa resiko kegagalan, misalnya upaya penemuan dan pengobatan penderita dikombinasi dengan beberapa pengabutan (fogging), dengan frekuensi mingguan dan penyemprotan rumah. 2. TUJUAN DAN MANFAAT SURVEI ENTOMOLOGL Tujuan survei entomologi adalah untuk mengumpulkan data vektor secara rinci. Data vektor ini digunakan sebagai dasar meyusun strategi pemberantasan yang tepat. Manfaat survai entomologi adalah untuk menemukan suatu metoda yang dapat memutuskan/menghentikan penularan yang berlangsung. Jadi Survai yang dilakukan difokuskan untuk mengumpulkan seluk beluk vektor stadium dewasa. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa survai tempat perindukan (survai jantan) dapat ditinggalkan. Data yang menguraikan tempat perindukan digunakan sebagai dasar menyusun upaya yang diperlukan lebih lanjut. Survei entomologi diharapkan dapat menerangkan bahwa spesies yang menyebabkan timbulnya wabah, kejadian penularan yang berlangsung waktu itu dan seluk beluk vektor yang berperan. Untuk mendapatkan data yang baik, perlu didukung oleh dana yang cukup, peralatan yang memadai dan tim yang tangguh. Tim yang diperlukan terdiri atas: 1 e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
entomologiwan, pembantu entomologiwan tehnisi dan beberapa orang penangkap nyamuk. Metode survei mengikuti standar dari WHO. 3. SURVEI YANG MELAKUKAN. Survai entomologi dalam penanggulangan wabah malaria dilakukan dengan tahap - tahap sebagai berikut : • Survai pendahuluan, untuk mengumpulkan data epidemiologi yang diperlukan. • Survai entomologi, untuk mengumpulkan data vektor. • Analisa dan hasil survai. • Perumusan strategi penanggulangan. 3.1. Survai Pendahuluan. Survai pendahuluan mempunyai nilai penting dalam menganalisa data yang terkumpul, survai ini mencakup : 1. Riwayat kejadian penyakit.Bagaiaman berlangsungnya wabah perlu diketahui dengan jelas. 2. Peta penyebaran penderita. Peta ini berguna pula untuk memilih lokasi untuk melakukan survai entomologi. Dilokasi terkumpulnya penderita, disitu kemungkinan keberhasilan survai lebih besar. 3. Keadaan cuaca sepanjang tahun, terutama tentang keadaan hujan. Bila lokasi tidak ada pencatatan keadaan hujan, dapat diambil dari daernh sekitamya, atau daerah lain yang ada pengaruhnya terhadap keadaan tempat perindukan vektor daerah wabah. 4. Keadaan sosial ekonomi penduduk, yang mencakup pula pendataan binatang piaraan, tipe rumah dan sebagainya. 5. Keadaan dan tingkah laku masyarakat. 6. Mata peneaharian penduduk, termasuk pula keluar masuknya penduduk ke/dari daerah lain atau tempat lain. 3.2. Survei Tempat Perindukan Diatas telah disebutkan bahwa survai dilakukan mengikuti metode standar dari WHO. Kegiatan yang dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Menentukan spesies yang berperan sebagai vektor. a. Melakukan penangkapan nyamuk dengan umpan orang. Kegiatan ini dilakukan dengan dua cam yaitu : • Penangkapan umpan orang langsung (man bitting) dengan menggunakan aspirator. Biasanya penangkapan perangkap sebagai umpan, artinya hanya nyamuk menggigit dirinya yang harus ditangkap. Cara ini, meskipun resiko penularan malaria besar dan tidak manusiawi, tetapi data. Terkumpul paling baik. •
Penangkapan umpan orang dilindungi kelambu. Kelambu yang digunakan dibuat dua lapis, antara lapis dalam dengan luar dibuat sedemikian rupa, sehingga penangkap dapat dengan leluasa melakukan penangkapan nyamuk. Kelambu lapis dalam dibuat hingga lantai, sedang lapis luar lebih pendek, kira - kira 25 - 30 cm dari lantai. Dengan kelambu demikian nyamuk akan 2
e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
masuk (karena tertarik umpan/orang yang ada di dalam), tetapi hanya sampai diluar kelambu lapis dalam, yang oleh penangkap dapat ditangkap dengan menggunakan aspirator. Untuk survai di daerah wabah, cara kedua ini lebih dapat diterima. Species yang paling banyak ditangkap dengan umpan orang, dapat dicurigai sebagai vektor , apalagi kalau didaerah lain dibuktikan sebagai vektor malaria. b. Melakukan pembedaan kelenjar ludah nyamuk untuk deteksi sporosit. Nyamuk yang dibedah sebaiknya nyamuk hasil penangkapan dengan umpan orang dan penangkapan dari tempat istirahat nyamuk. Kalau persyaratan memungkinkan, deteksi sporosit dapat dilakukan dengan "Enzym-linked immunosorbent assay" atau disebut pula cara Ellisa. Cara ini mudah dilapangan, tetapi memerlukan laboratorium yang canggih. Species yang positip mengandung sporosit, adalah species yang sebagai vektor malaria. 2. Menentukan Kejadian Penularan Malaria Besarnya kejadian penularan dapat dilihat dari beberapa parameter, yaitu dengan melakukan kegiatan sebagai berikut : a. Melakukan pembedahan ovarium untuk mengetahui "persen parous" populasi vektor. Angka ini dikombinasikan dengan kepadatan nyamuk ditangkap dengan umpan orang (jumlah nyamuk ditangkap per orang permalam) merupakan parameter untuk mengetahui besar/kecilnya penularan yang berlangsung. Kapadatan tinggi dengan persen parous tinggi menerangkan penularan masih berlangsung. Sedangkan kepadatan tinggi/rendah dengan persen parous rendah, menerangkan bahwa penularan telah berhenti. Persen parous lebih dari 60% tergolong rendah. b.Menentukan "Kematian harian" vektor. Kematian harian vektor didapat dengan memelihara vektor-vektor yang ditangkap dari dalam rumah. Pembacaan angka kematian setelah nyamuk dipelihara selama 24 jam dengan temperatur dan kelembaban udara. Angka kematian harian kecil, menerangkan mempunyai potensi menularkan besar. Karena setelah 12 hari (waktu yang diperlukan parasit hingga menjadi sporosit), kepadatannya masih memungkinkan untuk kelangsungan penularan. c. Menentukan tempat berlangsungnya penularan. Angka ini didapat dengan melakukan penangkapan dengan umpan orang, baik didalam maupun diluar punah. Untuk ini, perlu diperhatikan pula kebiasaan dan tingkah laku penduduk.Angka ini penting untuk mengukur besarnya kejadian penularan yang berlangsung di luar rumah (outdoors tranmission). 3. Menentukan besarnya kontak antara vektor dengan dinding rumah Informasi ini ada kaitannya dengan penyemprotan rumah, yang merupakan upaya pokok dalam penanggulangannya. Angka ini didapat dengan melakukan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding, dengan menggunakan aspirator. Penangkapan dilakukan dengan baik pagi-pagi ataupun malam hari. 3 e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
4. Menentukan status kerentanan vektor terhadap insektisida Nyamuk yang diuji adalah nyamuk dari segala hasil penangkapan, telah dipisahkan Berdasarkan macam penangkapan (penangkapan dengan umpan orang, penangkapan ditempat istirahat dan lain sebagainya). Perlu diperhatikan bahwa uju kerentanan dilakukan langsung sebelum ovariumnya berkembang. Angka ini menentukan jenis insektisida harus dipakai dalam penyemprotan atau pengabutan. 5. Mempelajari tempat istirahat vektor Tempat istirahat yang dimaksud tempat istirahat di alam bebas (natural). Informasi ini, meskipun kurang penting, tetapi dapat membantu dalam menentukan upaya yang dapat dilakukan. Misalnya diketahui bahwa tempat istirahatnya tebing parit/sungai, maka untuk penanggulangannya dapat dilakukan pengabutan sepanjang tebing parit/sungai. 6. Survai tempat perindukan Meskipun tidak langsung untuk memutuskan kelangsungan penularan, tetapi untuk tindak lanjut dalam menjaga keadaan yang telah terkendali, data tempat perindukan vektor sangat diperlukan. Keterangan yang berkaitan dengan tempat perindukan yang perlu diperhatikan adalah : keadaan fauna dan flora yang ada, terutama jenis predator. Penyebaran jentik vektor, tipe dan luas tempat perindukan. Kalau tempat perindukan itu suatu muara sungai yang menutup (lagoon), maka harns dicari keterangan yang menerangkan waktu membuka/menutupnya muara tersebut. 3.3 ANALISA HASIL SURVEI DAN PERUMUSAN METODE PENANGGULANGAN Karena menghadapi suatu wabah, maka metoda untuk menanggulangi harus cepat dapat disusun. Kalau dari hasil survei entomologi menerangkan kalau penularan masih berlangsung, maka upaya penanggulangan harus segera dilakukan, agar penularan dapat segera dihentikan. Tetapi, kalau penularan telah berhenti, maka upaya pemberantasan vektor dapat ditangguhkan. Bila penularan telah berhenti, maka upaya penanggulangan yang diperlukan adalah penemuan dan pengobatan penderita. Apabila hasil survei entomologi menerangkan bahwa, kecuali penularan didalam rumah (indoors transmission), penularan yang berlangsung diluar (outdoors transmission) juga cukup hebat, maka kecuali penyemprotan rumah (indoors spraying), perlu pula dilakukan pengabutan (fogging). Berdasarkan penelitian oleh VBCRU, pengabutan adalah metoda yang efektif untuk penanggulangan wabah. Kalau vektor yang berperan tidak hinggap didinding. maka insektisida yang digunakan penyemprotan. harus yang mempunyai daya bunuh lewat fumigasi. Dari hasil coba yang telah dilakukan VBCRU, adalah insektisida yang daya bunuhnya lewat fumigasi cukup lama Analisa hasil survei dan perumusan metode penanggulangan, sebelumnya supaya didiskusikan dengan "Epidemiologisf', "Malariologis" dan penanggungjawab program.
4 e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dalam upaya menanggulangi wabah, survei entomologi hendaknya diprioritaskan. Upaya penanggulangan untuk memutuskan/menghentikan penularan akan efektif: bila didasari dengan data vektor yang benar. Kegiatan entomologi dalam penanggulangan wabah dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Mengadakan penanglmpan nyamuk dengan umpan orang, baik langsung manpun dengan menggunakan kelambu sebagai orang yang sebagai pengumpan. 2. Melakukan deteksi sporosit dalam tubuh nyamuk. Caranya, dengan melakukan pembedahan kelenjar ludah nyamuk atau dengan tehnik "enzym linked immunosorbent assay" (Ellisa). 3. Melakukan pembedahan ovarium, untuk mengetahui persen parous populasi vektor. Data ini bersama kepadatan hasil pemmgkapan umpan orang. Akan menerangkan besar/kecilnya kejadian penularan. 4. Mempelajari angka kematian harian vektor yang ditangkap di dalam rumah. 5. Melakukan penangkapan nyamuk yang hinggap didinding, baik waktu malam atau siang/pagi. Data ini menerangkan besarnya kontak antara vektor dengan dinding rumah. 6. Melakukan uji kerentanan vektor terhadap insektisida. 7. Melakukan penangkapan nyamuk di alam pada pagi hari. 8. Melakukan survei tempat perindukan vektor. 4.2. Saran Bila tidak tersedia dana untuk melakukan survei entomologi, maka disarankan melakukan upaya penanggulangan tanpa resiko kegagalan. Upaya yang dimaksud adalah: kombinasi antara penyemprotan rumah dengan feniltrothion dan pengabutan dengan feniltrothion/malathion, desertai penemuan penderita.
5 e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA Sanityo Kimowardoyo and Gambiro Pranowo, (1987) Entomological fuvestigation of an Outbreak ao Malaria in Cilacap on South Coast of Central Java, Indonesia During 1985. J. Com.Dis., 19 (2) 121-127, 1987. Anonymous (1975), Manual On Practical Entomology in Malaria Part II, WHO, Geneva. Hoedojo, et al. (1987) A preliminary study on detection of Plasmodium falciparum sporozoites in Anopheles aconitus by enzym-linked immunosorbent assay Mosquito-Borne Disease Bulletin Vol 3 No. 3 pp 64-66. Damar Tri Buana Dan Sukamto, (1982). Pengaruh Thermal Fogging 2% feniltrothion di tempat-tempat istirahat nyamuk, terhadap populasi vektor malaria Banjarnegara. Kongres nasional Biologi ke VI di Surabaya, 17-7-1983. Pradhan, GP. ety al. (1977). A village scale trial of ground ULV feniltrothion (OMS-43) for the control of Anopheles aconitus in Central Java, Indonesia. WHONBC/82.839. Joshi, G.P.et al. (1977). A village scale trial of ground ULV feniltrothion (OMS-43) for the control of Anopheles aconitus in Central Java, Indonesia. WHONBC/77.675.
6 e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara