SURAT KEPUTUSAN BADAN PELAKSANA HARIAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN'AISYIYAH YOGYAICARTA NOMOR : l8/PPA/UBPH-STIKES/SKN/06 Tentang PERATURAN CUTI PEGAWAI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN'AISYIYAH YOGYAKARTA
Badan Pelaksana Harian Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan'Aisyiyah Yogyakarta setelah MENIMBANG a. bahwa dalam rangka usaha menjamin peningkatan kesejahteraan dan kedisiplinan kerja pegawai di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan'Aisyiyah Yogyakarta, maka perlu ditetapkan Peraturan Cuti Pegawai Sekolah Tinggi. Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Yogyakarta. b. bahwa sehubungan dengan hal itu, dipandang perlu untuk menetapkan peraturan Cuti Pegawai Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan'Aisyiyah Yogyakarta. MENGINGAT 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Pokok Kepegawaian; 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas; 3. Peraturan Pemerintah Nomor: 24 Tahun 1976 tentang Cuti Pegawai; 4. Peraturan Pemerintah Nomor: 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi; 5. Qaidah Perguruan Tinggi Muhammadiyah/'Aisyiyah; 6. Statuta Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'AisyiyahYogyakarta; 7. Surat Keputusan Pimpinan Pusat 'Aisyiyah Nomor: 110/SKPPA/A/1/2004 tentang BPH STIKES `Aisyiyah Yogyakarta; 8. Surat Keputusan Ketua BPH Sekolah Tinggi Tlmu Kesehatan 'AisyiyahYogyakarta No: 11/PPA/BPH-STIKES/SK/IX/04 Tahun 2004 tentang Peraturan Pokok Kepegawaian; 9. Keputusan Rapat BPH tangga123 Agustus 2006 MENETAPKAN
MEMUTUSKAN PERATURAN CUTI PEGAWAI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN'AISYIYAH YOGYAKARTA.
1
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan cuti pegawai selanjutnya disingkat dengan cuti adalah hak pegawai untuk tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu atas ijin pejabat yang berwenang. Pasal 2 (1) Pejabat yang berwenang memberikan ijin cuti adalah a. Badan Pelaksana Harian STIKES Aisyiyah Yogyakarta. b. Ketua STIKES'Aisyiyah Yogyakarta. (2) Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungannya, kecuali ada ketentuan lain. BAB II CUTI PEGAWAI Jenis Cuti Pasa1 3 Cuti pegawai terdiri dari : a. Cuti tahunan. b. Cuti panjang. c. Cuti sakit. d. Cuti bersalin. e. Cuti karena alasan penting. f. Cuti di luar tanggungan Sekolah Tinggi.
(1) (2) (3) (4) (5)
Cuti Tahunan Pasal 4 Pegawai yang telah bekerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun secara terus- menerus berhak atas cuti tahunan. Lamanya cuti tahunan adalah dua belas hari kerja dan tidak dapat dipecah dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) hari kerja. Untuk mendapatkan cuti tahunan pegawai yang bersangkutan mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui atasan langsungnya paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan cuti. Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang. Selama menjalani cuti tahunan pegawai yang bersangkutan tetap menerima penghasilan yang menjadi haknya. 2
Pasal 5 Cuti tahunan yang akan dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya dapat diambil pada tahun berikutnya untuk jangka waktu 14 hari termasuk cuti tahunan dalam tahun yang berjalan. Pasal 6 Untuk kepentingan dinas cuti tahunan dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama satu (1) tahun. Pasal 7 Pegawai yang berstatus sebagai dosen (pegawai edukatif) tidak berhak atas cuti tahunan. Cuti Panjang Pasal 8 (1) Pegawai yang telah bekerja sekurang-kurangnya 6 (enam) tahun secara terus menerus berhak atas cuti panjang yang larnanya l(satu) bulan. (2) Pegawai yang menjalani cuti panjang tidak berhak lagi atas cuti tahunan dalam tahun yang berjalan. (3) Pegawai yang bekerja kurang dari 6 tahun dapat mengajukan cuti panjang, hanya untuk memenuhi kewajiban agama. (4) Pegawai yang mengambil cuti panjang kurang dari satu bulan, maka sisa cuti panjang yang menjadi haknya hapus. (5) Untuk mendapatkan cuti panjang pegawai yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui atasan langsungnya paling lambat satu bulan sebelurn pelaksanaan cuti. (6) Untuk mendapatkan cuti panjang pegawai yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui atasan langsungnya paling lambat satu bulan sebelum pelaksanaan cuti. (7) Cuti panjang diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang. Pasal 9 (1) Untuk kepentingan dinas, cuti panjang dapat ditangguhkan pelaksanaannya oleh pejabat yang berwenang untuk paling lama dua (2) tahun. (2) Jika cuti dimaksud ditangguhkan, maka selama waktu penangguhan itu dihitung penuh sebagai masa penghitungan hak atas cuti panjang berikutnya.
3
Pasal 10 (1) Selama menjalani cuti panjang pegawai yang bersangkutan tetap menerima penghasilan yang menjadi haknya. (2) Perhitungan atas cuti panjang bagi pegawai yang telah selesai menjalani cuti di luar tanggungan Sekolah Tinggi, dihitung mulai tanggal pegawai yang bersangkutan aktif kembali menjalankan tugasnya sebagai pegawai. Cuti Sakit Pasal 11 Setiap pegawai yang menderita sakit berhak atas cuti sakit. Pasal 12 (1) Pegawai yang sakit selama 1 (satu) atau 2 (dua) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan harus memberitahukan kepada atasannya. (2) Pegawai yang sakit lebih dari 2 (dua) hari sampai tiga (3) bulan, berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan pegawai yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dengan melampirkan surat keterangan dokter. (3) Pegawai yang menderita sakit lebih dari 3 (tiga) bulan berhak cuti sakit, dengan ketentuan pegawai yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dengan melampirkan surat keterangan dokter. (4) Apabila pegawai yang menderita sakit sebagaimana dimaksud ayat (3) menduduki jabatan struktural, maka yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dari jabatannya. (5) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini menyatakan alasan tentang perlunya pemberian cuti, lamanya cuti dan keterangan lain yang dipandang perlu. (6) Cuti sakit sebagaiman dimaksud dalam ayat (2) pasal ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (7) Jangka waktu cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) pasal ini dapat ditambah untuk paling lama 3 (tiga) bulan apabila dipandang perlu, berdasarkan surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini. (8) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan sampai waktu satu tahun tiga bulan yang bersangkutan belum sembuh, maka diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai dengan hak-hak kepegawaiannya. Pasal 13 (1) Pegawai wanita yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit untuk paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja. (2) Untuk mendapatkan cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, pegawai wanita yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan. 4
Pasal 14 (1) Pegawai yang mengalami kecelakaan dalam dan karena menjalani kewajibannya sehingga ia perlu mendapat perawatan, berhak atas cuti sakit berdasarkan surat keterangan dokter, (2) Apabila sampai waktu 3 (tiga) tahun pegawai yang bersangkutan tidak mampu bekerja kembali dalam jabatan apapun juga, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai, dengan hak kepegawaiannya. Pasal 15 Selama menjalani cuti sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 sampai dengan pasal 15 pegawai yang bersangkutan tetap menerima penghasilan yang menjadi haknya. Cuti Bersalin Pasal 16 (1) Untuk persalinan anak pertama dan kedua pegawai wanita berhak atas cuti bersalin. (2) Untuk persalinan anak ketiga dan seterusnya kepada pegawai wanita diberikan cuti di luar tanggungan STIKES. (3) Lamanya cuti bersalin tersebut dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini dimulai 15 (limabelas) hari kerja sebelum persalinan dengan menyerahkan surat keterangan dokter dan 75 (tujuh puluh lima hari) sesudah persalinan. Pasal 17 Selama menjalani cuti bersalin sesuai dengan pasal 16 ayat (I) pegawai wanita yang bersangkutan tetap menerima penghasilan sesuai yang menjadi haknya. Pasal 18 Cuti di luar tanggungan untuk persalinan ketiga dan seterusnya berlaku ketentuanketentuan sebagai berikut : a. Permintaan cuti tersebut tidak dapat ditolak. b. Apabila pegawai yang menjalankan cuti bersalin menduduki jabatan, maka yang bersangkutan tidak dapat dibebaskan dari jabatannya atau secara definitif jabatannya tidak dapat digantikan oleh orang lain. c. Apabila tugas dalam jabatan dimaksud ayat (2) sangat mendesak dapat diangkat pejabat sementara. Pasal 19 (1) Pegawai wanita yang akan bersalin harus mengajukan permintaan cuti bersalin secara tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui atasan langsungnya. (2) Cuti bersalin diberikan oleh pejabat yang berwenang secara tertulis. 5
Cuti Karena Alasan Penting Pasal 20 Yang dimaksud dengan cuti karena alasan penting ialah cuti karena : a. lstri/suami, anak/menantu, orang tua/memia, sakit keras atau meninggal dunia. b. Melangsungkan perkawinan pertama. c. Peristiwa lainnya yang dianggap penting oleh pejabat yang berwenang. Pasal 21 (1) Setiap pegawai berhak atas cuti karena alasan penting. (2) Lama cuti karena alasan penting ditentukan oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti untuk paling lama 2 (dua) bulan. Pasal 22 (1) Untuk mendapatkan cuti karena alasan penting pegawai yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasan kepada pejabat yang berwenang melalui atasan langsungnya. (2) Cuti karena alasan penting diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang. (3) Dalam hal yang mendesak sehingga pegawai yang bersangkutan tidak dapat menunggu keputusan dari pejabat yang berwenang, maka pejabat yang tertinggi di unit tempat pegawai yang bersangkutan bekerja dapat memberikan ijin sementara untuk menjalani cirti karena alasan penting. (4) Pemberian ijin sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini harus segera diberitakan kepada pejabat berwenang memberikan cuti oleh pejabat yang rnemberikan cuti sementara. (5) Pejabat yang berwenang memberikan cuti setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini memberikan cuti karena alasan penting kepada pegawai yang bersangkutan. Pasal 23 Selama menjalani cuti karena alasan penting pegawai yang bersangkutan tetap menerima penghasilan yang menjadi haknya. Cuti di Luar Tanggungan Sekolah Tinggi Pasal 24 (1) Kepada pegawai yang telah bekerja sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun secara terus menerus karena alasan-alasan pribadi yang penting dan mendesak dapat diberikan cuti di luar tanggungan Sekolah Tinggi. (2) Cuti di luar tanggungan dapat diberikan paling lama 6 (enam) bulan.
6
(3) Jangka waktu cuti di luar tanggungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) pasal ini dapat diperpanjang apabila ada alasan-alasan penting yang dapat dipertimbangkan. Pasal 25 (1) Untuk mendapatkan cuti di luar tanggungan pegawai yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang disertai dengan alasanalasannya. (2) Cuti di luar tanggungan dapat dikabulkan atau ditolak oleh pejabat yang berwenang. (3) Cuti di luar tanggungan hanya dapat diberikan dengan surat keputusan Ketua. Pasal 26 (1) Selama menjalani cuti di luar tanggungan Sekolah Tinggi, yang bersangkutan tidak berhak menerima penghasilan dari Sekolah Tinggi. (2) Selama menjalani cuti di luar tanggungan masa kerja pegawai yang bersangkutan tidak diperhitungkan. Pasal 27 (1) Cuti di luar tanggungan Sekolah Tinggi mengakibatkan pegawai yang bersangkutan dibebaskan dari jabatannya, kecuali cuti di luar tanggungan Sekolah Tinggi sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 18 ayat b. (2) Jabatan yang menjadi lowong karena pemberian cuti di luar tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 dengan segera dapat diisi. Pasal 28 (1) Pegawai yang telah habis masa menjalani cuti di luar tanggungan diwajibkan melapor secara tertulis kepada Ketua melalui atasan langsungnya. (2) Pegawai yang tidak melapor secara tertulis kepada Ketua setelah habis masa cuti di luar tanggungan diberhentikan dengan hormat sebagai pegawai. Pasal 29 Pegawai yang melaporkan diri kepada Ketua Sekolah Tinggi setelah selesai menjalani cuti di luar tanggungan tidak harus diterima dan ditempatkan kembali pada jabatan semula. Lain-lain Pasal 30 (1) Pegawai yang sedang menjalani cuti tahunan, cuti panjang, atau cuti karena alasan penting, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. (2) Dalam hal terjadi seperti dimaksud ayat (1) pasal ini, sisa waktu cuti yang belum dijalani tetap menjadi hak pegawai yang bersangkutan. 7
Pasal 31 Segala macam cuti yang dijalani oleh pegawai di luar negeri hanya dapat diberikan ijin oleh Ketua. Pasal 32 Ketua dapat menangguhkan segala macam cuti pegawai, apabila dipandang perlu. BAB III PENUTUP Pasal 33 (1) Hal-hal lain yang belum diatur dalam peraturan ini akan diatur lebih lanjut. (2) Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Yogyakarta Pada Tanggal : 11 Rab.Akhir 427H 10 Mei 2006 M Ketua
Sekretaris
Prof.Dr.Hj.Nurfina Aznam Nugroho, S.U., Apt. NBM 847980
Dra.Siti Aisyah, M.Ag NBM 894268
8