SUMMARY Kajian Model Pertumbuhan Sektor Pertanian untuk Penyusunan Strategi Pembangunan Pertanian
Kajian Model Pertumbuhan Sektor Pertanian untuk Penyusunan Strategi Pembangunan Pertanian Direktorat Pangan dan Pertanian
[email protected] Abstrak Kajian dilakukan untuk menyusun model pertumbuhan sektor pertanani, yang diwakili oleh sub sektor tanaman bahan makanan, peternakan dan perkebunan. Dari wakil subsektor tersebut dipilih komoditas beras, ayam potong dan sapi potong untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian, sebagai masukan untuk penyusunan kebijakan operasional. Sub sektor perkebunan masih dalam proses penyempurnaan sehingga belum dilaporkan dalam kajian in. Sasaran dari pelaksanaan kajian adalah tersusunnya model kuantitatif sektor pertanian yang nantinya dapat dipadukan dengan model ekonomi makro. Dengan demikian pembangunan di bidang pertanian akan dapat diselaraskan dengan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Kajian ini dilaksanakan dengan menyusun model kuantitatif dengan metoda ekonometrika. Model dasar yang digunakan untuk menyusun model pertumbuhan yang diterapkan untuk sub sektor pangan dan peternakan merupakan sistem persamaan yang terdiri dari blok produksi, blok pasar dan blok kinerja. Blok kinerja digunakan untuk menghubungkan sektor pertanian dengan perekonomian makro secara keseluruhan sehingga ketergantungan sektor pertanian terhadap sistem ekonomi makro dan sebaliknya dapat dianalisa. Penyusunan model dan pemilihan variable/peubah sangat dibatasi oleh ketersediaan data yang ada. Untuk itu, interpretasi dan penggunaan lebih lanjut dari model ini perlu dilakukan dengan hati-hati. Sistem persamaan yang terdiri dari blok-blok persamaan tersebut diolah secara simultan untuk setiap sub sektor (simulatenous equations) dengan menggunakan software SAS 6.12. Secara ringkas, model pertumbuhan untuk beras menggambarkan bahwa permintaan tenaga kerja di sektor pertanian dipengaruhi oleh tingginya tingkat upah di sektor pertanian dan tingkat upah di sektor industri. Namun nilai elastisitas tingkat upah di sektor industri lebih besar pengaruhnya terhadap penyerapan tenaga kerja dibandingkan terhadap tingkat upah di sektor pertanian. Model juga menyatakan bahwa, 1 (satu) persen peningkatan harga gabah di tingkat petani akan meningkatkan permintaan tenaga kerja sebesar 0,06 persen. Luas areal panen padi 92 persen dipengaruhi oleh harga gabah di tingkat petani, nilai total Kredit Usaha Tani (KUT), dan teknologi. Harga eceran beras dipengaruhi oleh harga beras impor, tarif impor, dan harga beras di tingkat petani. Harga gabah di tingkat petani dipengaruhi oleh harga eceran beras dan harga dasar gabah. Hasil temuan lain adalah elastisitas jangka panjang dari instrumen kebijakan harga dasar, tarif, dan luas areal irigasi lebih besar dibandingkan dengan elastisitas jangka pendeknya. Artinya kebijakan-kebijakan tersebut membutuhkan waktu (lag) untuk dapat berpengaruh. Selanjutnya, model pertumbuhan sub sektor peternakan yang dihasilkan menunjukkan bahwa produksi ternak sapi potong dipengaruhi oleh harga ternak sapi potong di tingkat pedagang besar. Jumlah produksi daging sapi potong peternakan rakyat dipengaruhi oleh harga sapi di tingkat pedagang besar dan inseminasi buatan. Impor daging sapi dipengaruhi oleh harga eceran daging sapi, harga impor daging sapi, dan PDB. Populasi ternak ayam dipengaruhi oleh harga ternak ayam di tingkat pedagang besar. Produksi daging ayam potong dipengaruhi oleh harga daging ayam di tingkat pedagang besar. Konsumsi daging ayam dipengaruhi oleh harga daging sapi di tingkat pedagang besar dan harga telur. Harga daging ayam domestik (tingkat pedagang besar) dipengaruhi oleh harga ternak ayam dan konsumsi daging ayam. Berdasarkan model yang telah dibangun, beberapa hal yang dapat direkomendasikan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian melalui bidang pangan (beras) dan perternakan(sapid an ayam potong) adalah dengan: (1)meningkatkan luas tanam, jaminan kestabilan harga dan harga dasar gabah pada komoditas padi/beras; (2) menurunkan suku bunga bank untuk meningkatkan produksi daging sapid an ayam pada perternak besar; dan (3) pengaturan kebijakan impor baik untuk komoditas beras maupun daging sapid an ayam.
1
1.
Latar Belakang
Sektor pertanian berperan besar dalam perekonomian nasional terutama di awal Pembangunan Lima Tahun I hingga awal 1990-an. Peranan sektor pertanian tersebut terjadi terutama karena sub sektor tanaman pangan berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan pesat didukung oleh penerapan teknologi pertanian yang dikenal dengan “revolusi hijau”, yang memperkenalkan penggunaan varietas unggul diiringi dengan penggunaan mesin pertanian, pemupukan dan penggunaan pestisida. Kondisi keuangan negara yang baik pada masa itu sebagai akibat “oil boom” memungkinkan pendanaan berbagai program pendukung untuk mensukseskan “revolusi hijau”. Beberapa program pendukung antara lain pemberian kredit, program subsidi pupuk, dan pembangunan jaringan irigasi secara intensif. Rangkaian kebijakan tersebut menghasilkan prestasi pada waktu Indonesia mampu mencapai swasembada beras pada tahun 1984. Namun demikian, yang harus diwaspadai adalah kondisi swasembada dinamis tersebut hanya berlangsung pada satu titik waktu. Hal ini nampak pada beberapa tahun terakhir banyak terjadi kegagalan panen akibat kekeringan dan meningkatnya impor beras hingga saat ini. Selaras dengan perubahan perekonomian sebagai hasil pembangunan, peranan sektor pertanian dalam perekonomian secara relatif mengalami penurunan. Dari waktu ke waktu, peranan sektor pertanian beralih ke sektor industri yang ditandai dengan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang semakin menurun. Pada tahun 2003 peran sektor pertanian dalam PDB nasional sebesar 15 persen, sementara jumlah tenaga kerja yang diserap sektor pertanian sebesar 46,3 persen (RPJMN, 2005). Kondisi tersebut di atas menandakan bahwa pertumbuhan sektor pertanian hampir stagnan selama beberapa dekade berlangsung, sehingga kontribusi produksi yang dapat diberikan terhadap PDB nasional semakin kecil. Kondisi demikian semakin diperburuk dengan ketidakmampuan sektor-sektor riil lainnya untuk menampung angkatan kerja yang sangat besar, sehingga mereka tetap bertahan di sektor pertanian yang mengakibatkan produktivitas dan pertumbuhannya semakin menurun. Selain berperan sebagai penyedia bahan pangan, penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa, sektor pertanian juga berperan strategis dalam pengurangan kemiskinan. Sebagian besar penduduk yang tergolong miskin tinggal di desa dan menggantungkan hidupnya di sektor ini. Upaya pembangunan pertanian yang mengarah ke pertumbuhan produktivitas pertanian secara keseluruhan diyakini dapat membantu pengurangan penduduk miskin dalam jumlah yang cukup signifikan. Pertumbuhan sektor pertanian dapat menciptakan tambahan bahan pangan, lapangan kerja baru dan peningkatan pendapatan masyarakat di pedesaaan. Dalam menganalisis pertumbuhan sektor pertanian, pertama-tama perlu diidentifikasi variabel-variabel yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia. Faktor/variabel–variabel yang berpengaruh tersebut kemudian dapat disusun dalam suatu model pertumbuhan sektor pertanian, agar dapat diukur pengaruh dari faktor-faktor tersebut untuk dijadikan dasar penyusunan strategi pembangunan pertanian yang tepat. 2.
Tujuan
Tujuan penyusunan kajian adalah menyusun model pertumbuhan di sektor pertanian sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan jangka menengah serta langkah operasional
2
departemen teknis, pemerintah daerah dan arah bagi pelaku usaha. Lingkup kajian ini mencakup : (a) Analisa Kondisi Sektor Pertanian di Indonesia, (b) Perumusan Model Kuantitatif dan (c) Penyusunan Model Pertumbuhan Sektor Pertanian Berdasarkan Komoditas Pertanian Strategis. Output yang akan dihasilkan dari rangkaian kegiatan ini adalah model pertumbuhan sektor pertanian. Hasil ini kemudian akan digunakan untuk menyusun strategi pembangunan pertanian secara komprehensif dan terpadu antar departemen teknis, dan antara pemerintah dengan pelaku usaha, sehingga pelaksanaan pembangunan pertanian jangka pendek dan menengah diharapkan dapat meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional. 3.
Metodologi
3.1.
Kerangka Analisis
Dalam tatanan ekonomi nasional, peran sektor pertanian semakin menurun jika dilihat dari kontribusinya terhadap PDB nasional. Selama kurun waktu 40 tahun peran sektor pertanian tersebut menurun dari sekitar 50,8 persen pada tahun 1963 (BPS, 1964) menjadi hanya sebesar 15 persen di tahun 2003 (RPJMN, 2005). Menurunnya peran sektor pertanian ini disebabkan antara lain oleh produktivitas yang semakin menurun, kebijakan yang kurang mendukung sektor pertanian dan rendahnya penggunaan teknologi pertanian di tingkat petani. Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan, hingga saat ini sektor pertanian masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebesar 46,3 persen dari seluruh tenaga kerja Indonesia. Dikaitkan dengan program pengentasan kemiskinan, peran sektor pertanian sangat besar didalam upaya menurunkan jumlah orang miskin secara nasional. Selama kurun waktu tahun 1999-2002 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 47,9 juta (1999) menjadi 35,7 juta jiwa (2002). Dari angka kemiskinan tersebut, lebih dari 50 persen bermata pencaharian disektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menyumbang angka kemiskinan cenderung meningkat, yaitu 54,2 persen (1999) menjadi 57,7 persen (2002). Di samping itu, sektor pertanian juga berperan besar dalam upaya perwujudan ketahanan pangan nasional. Berdasarkan gambaran tersebut di atas, perlu disusun strategi pembangunan pertanian yang tepat, sesuai dengan kondisi saat ini. Strategi pembangunan dilakukan dengan melaksanakan tinjauan dan evaluasi terhadap kinerja pertanian. Tinjauan dan evaluasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sektor pertanian. Analisis ekonomi eksternal termasuk kebijakan pemerintah juga dilakukan. Gambaran ini kemudian digunakan untuk menyusun model kuantitatif pertumbuhan pertanian yang nantinya diharapkan dapat disepakati untuk menjadi salah satu model pertumbuhan pertanian di Indonesia. Alur kerangka pemikiran yang digunakan tersebut tercermin dalam Gambar 1. 3.2.
Metode Pelaksanaan Kajian
3.2.1. Tahapan Kegiatan Kegiatan yang dilakukan dalam penyusunan strategi ini melalui tahapan sebagai berikut: (1) Identifikasi dan analisis isu-isu penting dan strategis bagi pembangunan
3
pertanian. Identifikasi ini dilakukan melalui kegiatan penelitian lapang dan kajian data sekunder dengan melihat pertumbuhan sektor pertanian selama ini; (2) Penyusunan konsep (proyeksi) pertumbuhan berdasarkan komoditas strategis. Berdasarkan data sekunder yang ada, akan dilakukan proyeksi untuk melihat gambaran ke depan; (3) Penyusunan konsep awal strategi operasional pembangunan pertanian; (4) Workshop untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan berbagai stakeholder bagi perbaikan konsep. Workshop dilakukan sebanyak 2 kali, dengan membahas isu-isu penting dan strategis terkait dengan temuan studi berdasarkan proses yang dilakukan; (5) Sosialisasi konsep kepada stakeholder.
Peran dan Posisi Sektor Pertanian dalam Perekonomian Nasional
Kontribusi thd PDB i l
Penyerapan TK nasional
Pengurangan Kemiskinan
Ketahanan Pangan
REPOSISI PERAN DAN POSISI SEKTOR PERTANIAN DALAM TATANAN EKONOMI NASIONAL
Evaluasi kinerja sektor pertanian 20 h Identifikasi faktor pertumbuhan k i Analisis lingkungan makro d l b l
Model Pertumbuhan Sektor Pertanian (Lampiran 1)
Analisis policy instrument Analisis kemampuan fiskal i h
Strategi Pembangunan Pertanian
Updating & simulasi lanjutan
Keterangan: Garis putus-putus menunjukkan bahwa kegiatan dalam kotak, berada di luar kajian
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
4
3.2.2. Metode Analisis Kajian ini dilaksanakan dengan menggunakan model ekonometrika pertumbuhan sektor pertanian. Model pertumbuhan disusun dalam sistem persamaan simultan dan dinamis (Lampiran 1 dan 2). Adapun tahap pelaksanaan kajian adalah sebagai berikut: (1) Identifikasi dan Metode Estimasi Model. Identifikasi model menggunakan order condition dan rank condition (Koutsoyiannis, 1977). Metoda estimasi yang digunakan adalah metoda least square sesuai hasil identifikasi yang diperoleh. Data time series selama 18 tahun diolah dengan menggunakan Statistical Analysis System (SAS) versi 6.12. (2) Validasi Model dilakukan untuk mengetahui apakah model yang disusun valid untuk disimulasi, dengan menggunakan kriteria statistik Root Mean Square Percent Errors (RMSPE) dan UTheils Inequality Coeficient (U) (Pindyck and Rubinfield, 1991). (3) Simulasi Model dilakukan apabila hasil validasi cukup signifikan. Simulasi dampak kebijakan dilakukan baik simulasi dampak faktor internal sektor pertanian terhadap peubah makro, dan sebaliknya perubahan peubah makro terhadap peubah sektor pertanian. Hasil simulasi dilakukan pula proyeksi pertumbuhan yang optimal untuk 5 (lima) tahun ke depan (20042009). 4.
Hasil Kajian dan Analisis
Sektor pertanian dalam sistem yang disusun diwakili oleh sub sektor pangan, peternakan dan perkebunan. Dengan adanya keterbatasan data, baik ketersediaan maupun tingkat kedalaman data antar komoditas, maka sub sektor pangan diwakili oleh padi/beras, yang sudah mencakup sebagian besar produksi pangan. Sub sektor peternakan diwakili oleh daging sapi dan daging ayam, dan perkebunan diwakili oleh kelapa sawi dan tebu/gula. Namun demikian, pada saat ini hasil analisa untuk sub sektor perkebunan masih dalam proses sehingga dalam penyajian ini tidak diikutsertakan. Namun demikian, langkah ini tidak memperngaruhi pelaporan hasil kajian mengingat setiap sub sektor diproses/diolah secara terpisah (susb sistem nya terpisah). Hal ini disadari akan mengurangi kompleksitas dan keterhubungan antar seub sektor yang mungkin ada, namun semoga tidak mengurangi gambaran setiap sub sektor dan bagaimana hubungannya dengan peubah-peubah makro yang ada. Pada bagian 4.1. disajikan hasil untuk beras yang mewakili pangan dan bagian 4.2 disajikan daging yang mewakili sub sektor peternakan. 4.1.
Model Perberasan Nasional
Persamaan yang dihasilkan menunjukkan bahwa peubah independen yang dipilih cukup signifikan dan persamaan yang digunakan dapat menjelaskan fenomena yang digambarkan dalam model. Berdasarkan hasil validasi model beras pada periode Tahun 1984-2002 dapat diketahui bahwa sebagian besar persamaan cukup valid digunakan untuk simulasi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai RMSPE yang relatif rendah kecuali untuk persamaan identitas impor, produksi dan stok yang tak tercatat. Hal ini disebabkan oleh persamaan tersebut merupakan persamaan residual (sisa). Nilai U-Theil rata-rata cukup rendah mendekati 0 (nol). Berdasarkan hasil analisis model pertumbuhan ekonomi beras dihasilkan analisis respon peubah-peubah yang membentuk produk domestik bruto (PDB) terhadap peubah instrumen kebijakan dan peubah indikator ekonomi. Analisis respon dibedakan dari sisi produksi dan harga. Beberapa peubah dari sisi produksi diantaranya luas areal panen,
5
permintaan input diwakili permintaan pupuk urea, TSP, dan tenaga kerja pertanian. Peubah dari sisi harga diwakili oleh harga gabah di tingkat petani dan harga eceran beras. Dari angka elastisitas diketahui bahwa pengaruh instrumen kebijakan (peubah independen) dalam jangka pendek kurang direspon oleh peubah dependen (inelastis). Dalam jangka panjang respon relatif lebih elastik, meskipun masih dibawah 0,5 kecuali upah di sekitar industri. Berdasarkan nilai elastisitas jangka panjang tersebut, upah tenaga kerja di sektor industri paling berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Besaran elastisitas menunjukkan bahwa kenaikan upah tenaga kerja di sektor industri sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan tenaga kerja di bidang pertanian sebesar 0,36 persen dalam jangka pendek dan 3,6 persen dalam jangka panjang (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh Instrumen Kebijakan terhadap Peubah Dependen No
Peubah Instrumen Kebijakan
1.
Harga Urea
2.
Harga TSP
3.
Harga Dasar Gabah
4. 5. 6. 7. 8.
Harga Impor (+Tarif) Nilai Penyaluran KUT Luas Areal Intensifikasi Luas Areal Irigasi Dana Investasi Irigasi Dana APBN Sektor Pertanian
9. 10.
Upah Industri
Elastisitas Jangka Pendek - 0,02 - 0,03 - 0,03
Elastisitas Jangka Panjang - 0,03 - 0,06
0,18
0,42
0,19 0,005 0,09 0,01 0,04
0,26 0,32 0,21 0,11
Luas Areal Intensifikasi
0,04
0,09
Permintaan Tenaga Kerja Pertanian Penawaran Tenaga Kerja Pertanian
-0,36
-3,59
-0,07
-0,08
Peubah Dependen Luas Areal Panen Permintaan Urea Permintaan TSP Harga Gabah Tingkat Petani Harga Eceran Beras Luas Areal Panen Produktivitas Lahan Produktivitas Lahan Luas Areal Irigasi
Peubah ekonomi eksternal yang relatif besar pengaruhnya terhadap peubah dependen internal sektor pertanian, meskipun masih inelastik adalah inflasi, PDB dan nilai kurs (Tabel 2). Tingkat inflasi berpengaruh besar terhadap NTP, karena NTP dihitung berdasarkan tingkat harga di pasar, sehingga inflasi sangat besar sekali pengaruhnya. Peningkatan PDB dalam jangka pendek tidak berpengaruh terhadap inflasi, tapi dalam jangka panjang 1 persen kenaikan PDB meningkatkan Indek Harga Konsumen sebesar 0,48 persen. Peningkatan PDB sebesar 1 persen meningkatkan konsumsi beras sebesar 0,2 persen dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Tabel 2. Pengaruh Peubah Ekonomi Eksternal terhadap Peubah Dependen No
Peubah Ekonomi Eksternal
1.
Inflasi
2.
PDB
3.
Nilai Tukar Valas
Peubah Dependen NTP • IHK • Konsumsi Beras Harga eceran beras
Elastisitas Jangka Pendek 0,64 0,008 0,23 0,19
Elastisitas Jangka Panjang 0,91 0,48 0,29 0,26
6
4.1.1. Simulasi Dampak Kebijakan (1) Dampak Faktor Internal Ke Peubah Eksternal dan Sebaliknya Perubahan-perubahan dalam ekonomi baik akibat kebijakan pemerintah maupun akibat perubahan pada tingkat makro akan mempengaruhi kinerja sektor tanaman pangan termasuk produksi dan konsumsi beras yang kemudian akan kembali mempengaruhi kinerja perekonomian makro. Untuk itu dilakukan simulasi dengan menganalisis dampak perubahan kebijakan dan kondisi perekonomian makro terhadap kinerja tanaman pangan dan sebaliknya. Dalam kajian ini dilakukan delapan alternatif simulasi kebijakan yaitu: (i) Peningkatan harga dasar gabah 10 persen; (ii) Peningkatan subsidi pupuk 10 persen; (iii) Peningkatan dana investasi untuk irigasi sebesar 10 persen; (iv) Peningkatan luas areal irigasi sebesar 10 persen; (v) Peningkatan luas areal intensifikasi sebesar 10 persen; (vi) Peningkatan dana APBN sektor pertanian sebesar 10 persen; (vii) Peningkatan UMR di sektor industri sebesar 10 persen; (viii) Peningkatan tarif impor beras sebesar 10 persen, serta dua simulasi faktor ekonomi eksternal, yaitu: (i) Peningkatan inflasi 1 persen dan (ii) peningkatan nilai tukar rupiah 10 persen. Berdasarkan hasil simulasi delapan kebijakan tersebut diatas, kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri pada masa 1984-2002 dan 20042009 adalah kebijakan perluasan areal intensifikasi. Selanjutnya kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan kesejahteraan petani (Nilai Tukar Petani) adalah peningkatan harga dasar gabah, sedangkan kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan PDB adalah peningkatan luas areal intensifikasi. Kebijakan yang efektif untuk mengurangi pengangguran adalah peningkatan harga dasar gabah atau peningkatan UMR di sektor industri. (2) Proyeksi Peubah-Peubah Ekonomi Tahun 2004-2009 Setelah model pertumbuhan sub sektor pangan yang dibagi tiga blok (blok kinerja, blok produksi dan blok pasar) diperoleh, maka proyeksi produksi gabah, PBD beras, produksi beras, pengganguran, nilai tukar petani, harga eceran beras riil dan harga gabah riil tingkat petani dapat diperkirakan. Proyeksi ini dilakukan tanpa adanya simulasi skenario baik skenario kebijakan maupun faktor ekonomi eksternal. Proyeksi dari indikator kinerja dari tahun 2004 – 2009 adalah sebagai berikut pada Tabel 3. Tabel 3. Proyeksi Peubah Indikator Kinerja pada Tahun 2005-2009 Tahun
Produksi Gabah (juta ton)
PDB Beras (milyard Rupiah)
Produksi Beras (juta ton)
Pengangguran* (juta jiwa)
Nilai Tukar Petani
Harga Eceran Beras Riil (Rp/kg)
Harga Gabah Rill tk Petani (Rp/kg) 198 190 182 174 166 159
2004 53,24 14,61 27,58 15,51 105,91 530 2005 53,84 14,72 27,99 14,72 108,53 526 2006 54,73 14,99 28,46 14,03 106,62 527 2007 55,71 15,36 28,97 13,52 106,19 530 2008 56,72 15,76 29,49 13,13 106,20 535 2009 57,74 16,20 30,02 12,87 106,32 540 Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian
7
Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa PDB dari beras yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun (selama periode 2004 – 2009). Proyeksi produksi gabah dan beras juga mengalami kecenderungan semakin meningkat selama periode 2004–2009 (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan swasembada beras semakin meningkat selama periode 2004-2009. Jumlah produksi beras merupakan konversi dari produksi gabah sebesar 0,6 dan kehilangan (losses) pada saat pasca panen sebesar 12 persen. Dalam Tabel 4, nampak bahwa pertumbuhan PDB beras per tahun cenderung semakin besar selama periode 2005-2009. Pertumbuhan produksi beras per tahun cenderung semakin besar namun tidak sebesar pertumbuhan PDB beras. Pertumbuhan penurunan pengangguran semakin lama semakin rendah. Pertumbuhan NTP dan harga eceran beras riil cenderung semakin meningkat walaupun relatif kecil. Pertumbuhan penurunan harga gabah riil tingkat petani semula mengecil sampai tahun 2007 kemudian meningkat lagi dari tahun 2007 sampai 2009. Laju perubahan harga gabah riil tingkat petani lebih besar daripada harga eceran beras riil. Tabel 4. Pertumbuhan Peubah Indikator Kinerja dan Harga Tahun 2005-2009
Tahun
Produksi Gabah (% per th)
PDB Beras (% per th)
Produksi Beras (% per th)
Pengangguran* (% per th)
Nilai Tukar Petani (% per th)
Harga Eceran Beras Riil (% per th)
2005 1,13 0,76 1,50 -5,09 2,48 -0,73 2006 1,64 1,86 1,64 -4,70 -1,76 0,21 2007 1,80 2,41 1,80 -3,68 -0,40 0,61 2008 1,81 2,66 1,81 -2,87 0,00 0,84 2009 1,80 2,80 1,80 -1,96 0,12 0,98 Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian
4.2.
Harga Gabah Rill tk Petani (% per th) -4,14 -4,04 -4,29 -4,51 -4,69
Model Pertumbuhan Sapi potong dan Ayam Potong
4.2.1. Penyusunan dan Validasi Model Persamaan yang dihasilkan menunjukkan bahwa peubah independen yang dipilih cukup signifikan dan persamaan yang digunakan dapat menjelaskan fenomena yang digambarkan dalam model. Sebagaimana yang disebutkan di atas, hasil validasi model sapi potong dan ayam potong pada periode Tahun 1989-2002 dapat diketahui bahwa sebagian besar persamaan cukup valid, untuk melakukan simulasi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai RMSPE yang relatif rendah kecuali untuk persamaan identitas impor, produksi dan stok yang tak tercatat. Hal ini disebabkan oleh persamaan tersebut merupakan persamaan residual (sisa). Nilai U Theil rata-rata cukup rendah mendekati 0 (nol). 4.2.2. Analisis Respon peubah dependen terhadap perubahan peubah instrumen kebijakan ini merupakan ringkasan dari Tabel 5 dan Tabel 6. Interpretasi pengaruh perubahan peubah instrumen kebijakan terhadap peubah dependen adalah respon peubah dependen terhadap instrumen kebijakan dalam tiap-tiap persamaan dimana peubah lainnya tetap (ceteris 8
paribus). Berdasarkan nilai parameter estimasi (koefisien regresi) maka dapat diketahui nilai elastisitas jangka pendek. Elastitistas jangka panjang dihitung membagi elastisitas jangka pendek dengan 1- β sehingga (ESR/1-β) dimana ESR adalah elastisitas jangka pendek dan β adalah parameter estimasi lagged endogen. Makna elastisitas adalah besarnya persen perubahan peubah endogen sebagai akibat 1 persen perubahan peubah instrumen kebijakan. Berdasarkan nilai elastisitas dapat diketahui bahwa instrumen kebijakan suku bunga bank yang direspon elastis oleh produksi daging sapi industri peternakan feedlot. Demikian pula dengan instrumen kebijakan tarif impor sapi yang direspon elastis oleh volume impor daging sapi. Sedangkan lainnya bersifat kurang responsif. Tabel 5. Respon Peubah Dependen terhadap Perubahan Instrumen Kebijakan No
1.
2.
3.
Peubah Independen (Instrumen Kebijakan) Suku Bunga Bank
Tarif Impor Sapi
UMR
Peubah Dependen • Produksi Dgg Sapi Peternakan Rakyat • Produksi Dgg Sapi Feedlot • Produksi Dgg Ayam • Vol Impor Dgg Sapi • Harga Pedagang Besar Dgg Sapi • Harga Eceran Dgg Sapi • Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pert. • Angkatan Tenaga Kerja Sektor Pert.
Elastisitas Jangka Pendek
Elastisitas Jangka Panjang
negatif
- 0,04
negatif
- 2,39
negatif negatif positif
- 0,00 - 1,15 0,00
positif negatif
0,00 - 0,08
positif
0,07
Tabel 6. Respon Peubah Dependen terhadap Perubahan Faktor Ekonomi Eksternal No 1. 2.
3.
4.
Peubah Ekonomi Eksternal
Peubah Dependen
Dampak terhadap Peubah Dependen
Elastisitas Jk.Pendek
Elastisitas Jk.Panjang
Indeks Harga Konsumen PDB
• Nilai Tukar Petani
positif
0,11
0,23
• Impor Daging Sapi • Konsumsi Dgg Sapi • Konsumsi Dgg Ayam
positif positif positif
0,44 0,34 1,34
0,82 -
Nilai Tukar Valas
• Indeks Harga Konsumen • Impor Daging Sapi • Harga Pedagang Besar Daging Sapi • Harga Eceran Daging Sapi • Angkatan TK • Indeks Harga Kons. • Nilai Tukar Petani • Konsumsi Dgg Sapi • Konsumsi Dgg Ayam
positif
0,42
0,70
negatif positif
-0,73 0,11
0,14
positif
0,16
0,17
Dummy Krisis
positif positif negatif negatif negatif
9
Faktor ekonomi eksternal sebagian besar direspon secara inelastis. Hanya perubahan PDB yang direspon elastis oleh konsumsi daging ayam. PDB merupakan proxy dari income konsumen. Jadi dengan peningkatan income, maka konsumsi daging ayam meningkat lebih banyak daripada daging sapi. 4.2.3
Simulasi Skenario Kebijakan dan Faktor Ekonomi Eksternal
Perubahan-perubahan dalam ekonomi baik akibat kebijakan pemerintah maupun akibat perubahan pada level makro akan mempengaruhi kinerja sub sektor peternakan termasuk produksi dan konsumsi daging. Perubahan pada sektor produksi dan konsumsi baik akibat kebijakan maupun non-kebijakan selanjutnya akan kembali mempengaruhi kinerja perekonomian makro Indonesia. Untuk itu dilakukan simulasi dampak kebijakan untuk menganalisis dampak perubahan kebijakan dan kondisi perekonomian terhadap kinerja sub sektor peternakan. Dalam kajian ini dilakukan lima alternatif simulasi kebijakan yaitu: (1) Penurunan tingkat suku bunga bank sebesar 1 persen; (2) Peningkatan tarif impor daging sapi sebesar 10 persen; (3) Penurunan kuota impor daging sapi sebesar 10 persen; (4) Penurunan kuota impor daging ayam sebesar 10 persen; (5) Peningkatan UMR di sektor industri sebesar 10 persen. Sedangkan simulasi faktor ekonomi eksternal adalah: (1) Peningkatan inflasi sebesar 1 persen; (2) Peningkatan nilai tukar rupiah sebesar 10 persen; (3) Peningkatan PDB total sebesar 10 persen Berdasarkan hasil simulasi kebijakan tersebut di atas menunjukkan bahwa kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan penyediaan protein hewani yang berasal dari daging sapi dan ayam pada tahun 1989-2002 adalah kebijakan penurunan suku bunga bank. Akan tetapi kebijakan penurunan suku bunga tersebut hanya berpengaruh terhadap produksi daging sapi potong yang dihasilkan dari industri peternakan feedlot. Sedangkan terhadap produksi daging sapi potong yang berasal dari peternakan rakyat sangat kecil. Ini kemungkinan karena industri peternakan feedlot sudah banyak menggunakan fasilitas pembiayaan kredit yang berasal dari bank atau lembaga keuangan. Sebaliknya peternakan rakyat masih kecil memanfaatkan fasilitas pembiayaan melalui kredit perbankan atau lembaga keuangan. Oleh karena itu, apabila pemerintah akan menerapkan kebijakan ini agar memperhatikan kondisi tersebut, karena penerapan kebijakan penurunan suku bunga hanya akan dinikmati oleh industri peternakan feedlot. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa industri peternakan feedlot tersebut lebih banyak menggunakan input bakalan yang berasal dari impor. Kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan PDB peternakan (diwakili oleh produksi daging sapi dan daging ayam) adalah penurunan kuota impor dan penurunan suku bunga bank. Penerapan kedua kebijakan tersebut juga lebih efektif terhadap peningkatan PDB daging sapi. Sedangkan terhadap PDB daging ayam hanya kebijakan penurunan tingkat suku bunga bank. Kebijakan penurunan tingkat suku bunga ini lebih efektif untuk meningkatkan produksi daging sapi daripada produksi daging ayam. Kebijakan ini juga lebih efektif untuk meningkatkan produksi daging sapi dari industri peternakan feedlot daripada produksi peternakan rakyat. Kebijakan yang paling efektif untuk meningkatkan nilai tukar petani adalah penurunan kuota impor daging sapi dan penurunan tingkat suku bunga bank. Kedua
10
kebijakan ini mempunyai pengaruh yang sama terhadap nilai tukar petani. Sedangkan kebijakan yang paling efektif mempengaruhi volume impor daging sapi adalah penerapan tarif impor dan kuota impor daging sapi. Pengaruh pendapatan, yang dalam model ini diwakili oleh PDB, terhadap permintaan daging sapi atau daging ayam menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori. Peningkatan PDB total menyebabkan peningkatan permintaan terhadap kedua jenis daging tersebut. Pengaruh peningkatan PDB terhadap permintaan daging ayam lebih besar dibandingkan terhadap perimntaan daging sapi. Keragaan model peternakan sapi dan ayam Indonesia secara umum lebih sensitif terhadap perubahan inflasi daripada perubahan PDB dan nilai tukar rupiah. Inflasi mempengaruhi peubah-peubah harga riil dalam model, sehingga terjadinya penurunan harga riil akibat inflasi berdampak nyata pada keragaan model peternakan Indonesia. Kuota impor daging sapi lebih efektif mempengarui pasar daging sapi domestik, tetapi kuota impor ayam pengaruhnya tidak nyata pada pasar daging ayam domestik. Hal ini dapat disebabkan oleh relatif tingginya fluktuasi volume impor ayam dari tahun ke tahun, sedangkan fluktuasi volume impor daging sapi relatif tidak terlalu tinggi. Fluktuasi volume impor yang tinggi mengakibatkan penawaran semakin berfluktuatif. Hal ini mengakibatkan harga daging domestik tidak dipengaruhi oleh penawaran domestik. Selain itu share impor daging sapi terhadap produksi daging sapi relatif lebih besar daripada share impor daging ayam terhadap produksi daging ayam. Semakin kecil share impornya maka semakin kecil pula pengaruhnya terhadap penawaran, sehingga semakin kecil pula pengaruhnya terhadap harga domestik. Secara keseluruhan peramalan dampak perubahan kebijakan dan faktor ekonomi eksternal bersifat analog dengan evaluasi dampak perubahan kebijakan dan faktor ekonomi eksternal yang telah dibahas sebelumnya. Arah/kecenderungan (sign) dampak adalah sama, bedanya terletak pada besaran (magnitude) dampak perubahan peubah-peubah endogen akibat perubahan dalam peubah kebijakan dan faktor ekonomi eksternal. Hasil simulasi periode 2004-2009, penurunan suku bunga sebesar 1 persen dan peningkatan tarif impor sapi sebesar 10 persen menyebabkan peningkatan persentase terbesar pada peubah produksi daging sapi potong feedlot. Peningkatan UMR sebesar 10 persen berpengaruh besar terhadap peubah pengangguran di sektor pertanian. Kuota impor sapi menurun 10 persen dan peningkatan nilai tukar rupiah sebesar 10 persen berpengaruh besar terhadap peubah PDB sapi potong. Sementara itu, peningkatan indeks harga konsumen (IHK) umum sebesar 10 persen dan peningkatan PDB ternak 10 persen secara berturut-turut menyebabkan peningkatan persentase terbesar terhadap peubah IHK dan PDB total. 4.2.4 Proyeksi Peubah-peubah Ekonomi Tahun 2004-2009 Setelah model pertumbuhan sub sektor peternakan yang dibagi tiga blok (blok kinerja, blok produksi dan blok pasar) diperoleh, maka proyeksi produksi daging sapi, PBD rill daging sapi, produksi daging ayam, pengganguran, nilai tukar petani, harga rill daging sapi dan harga rill daging ayam dapat dilakukan. Proyeksi ini dilakukan tanpa adanya simulasi skenario baik skenario kebijakan maupun faktor ekonomi eksternal. Adapun proyeksi dari indikator kinerja selama periode 2004 – 2009 adalah sebagai berikut pada Tabel 7 dan Tabel 8.
11
Tabel 7. Proyeksi Peubah Indikator Kinerja pada Tahun 2005-2009
Tahun
Produksi Daging Sapi (ribu ton) 351,1 352,8 358,5 365,4 372,8 380,3
PDB Riil Daging Sapi (milIar Rupiah) 2.371,2 2.442,1 2.524,0 2.600,8 2.670,4 2.733,3
Produksi Daging Ayam
PDB Riil Daging Ayam
(ribu ton) 989,8 1.001,8 1.019,5 1.040,7 1.064,1 1.089,0
Pengangguran* (juta jiwa) 17,98 17,71 17,80 17,98 18,16 18,39
Nilai Tukar Petani
Harga Riil Daging Sapi (Rp/kg)
Harga Rill Daging Ayam (Rp/kg)
2004 2.396,1 105,98 6.753 2005 2.466,7 108,82 6.922 2006 2.536,8 110,79 7.041 2007 2.606,6 112,31 7.117 2008 2.676,3 113,62 7.163 2009 2.745,8 114,82 7.188 Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian
2.421 2.462 2.488 2.505 2.515 2.521
Berdasarkan Tabel 7, dapat dihitung pertumbuhan indikator kinerja. Adapun pertumbuhan per tahun dari PDB (growth), produksi, pengangguran di sektor pertanian dan NTP serta harga ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8. Pertumbuhan Peubah Indikator Kinerja dan Harga Tahun 2005-2009 Produksi Daging Tahun Sapi
PDB Produksi Riil Daging Daging Ayam Sapi (% per (% per th) th) 2,99 1,21 3,35 1,76 3,04 2,08 2,67 2,25 2,36 2,33
PDB Riil Daging Ayam
Pengangguran*
Nilai Tukar Petani
Harga Daging Sapi Riil (% per th) 2,49 1,73 1,08 0,64 0,35
(% per (% per (% per (% per th) th) th) th) 2005 0,48 2,95 -1,49 2,68 2006 1,60 2,84 0,50 1,81 2007 1,95 2,75 1,02 1,37 2008 2,02 2,67 0,98 1,16 2009 2,00 2,59 1,28 1,06 Keterangan: * = Angkatan kerja sektor pertanian – Jumlah penyerapan kerja di sektor pertanian
Harga Daging Ayam Riil (% per th) 1,71 1,06 0,66 0,41 0,26
Pertumbuhan PDB daging sapi dan PDB daging ayam per tahun cenderung semakin menurun selama periode 2005-2009. Pertumbuhan produksi daging sapi dan produksi daging ayam per tahun cenderung meningkat selama periode 2005-2009. Pertumbuhan pengangguran berfluktuatif. Pertumbuhan NTP cenderung semakin menurun. Pertumbuhan harga riil baik harga daging sapi dan ayam cenderung semakin menurun. Proyeksi produksi daging sapi dan ayam juga cenderung semakin meningkat selama periode 2004–2009. 5.
Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis respon dan simulasi dapat disimpulkan bahwa:
a.
Secara umum, perilaku peubah-peubah endogen pada simulasi untuk beras adalah kurang responsif terhadap perubahan kebijakan. Hanya kebijakan upah sektor industri yang dapat memberikan respon paling besar dalam jangka panjang pada
12
penyerapan tenaga kerja sektor pertanian. Berdasarkan nilai elastisitas jangka panjang, upah tenaga kerja di sektor industri paling berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian. Besaran elastisitas menunjukkan bahwa kenaikan upah tenaga kerja di sektor industri sebesar 1 persen akan menurunkan permintaan tenaga kerja di bidang pertanian sebesar 3,6 persen dalam jangka panjang. Implikasi kebijakannya adalah dengan meningkatkan upah tenaga kerja di sektor industri dalam jangka panjang dapat mengurangi beban sektor pertanian menanggung jumlah tenaga kerja dengan produktivitas yang rendah. b.
Demikian juga dengan sapi dan ayam potong perilaku peubah-peubah endogen dalam simulasi untuk sapi dan ayam potong adalah kurang responsif (inelastis) terhadap perubahan peubah kebijakan. Dari simulasi, kebijakan yang perlu diambil pemerintah untuk meningkatkan industri peternakan feedlot adalah dengan menurunkan suku bunga bank. Namun demikian, dalam implementasinya perlu dikembangkan suatu sistem perbankan yang dapat diakses dengan mudah oleh industri peternakan rakyat. Disamping itu, pengembangan usaha industri peternakan feedlot tersebut perlu didukung pula oleh kebijakan tarif impor.
c.
Hasil simulasi historis dan ex-ante pada beras menunjukkan bahwa pemerintah perlu mengambil kebijakan peningkatan luas areal intensifikasi, peningkatan harga dasar gabah, dan peningkatan upah tenaga kerja di sektor industri untuk dapat meningkatkan nilai tukar petani dan mengurangi beban sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja secara nasional.
d.
Hasil simulasi historis dan ex-ante pada sapi dan ayam potong menunjukkan bahwa pemerintah perlu mengambil kebijakan penurunan kuota impor dan penurunan suku bunga bank untuk dapat meningkatkan PDB sub sektor peternakan (daging sapi dan daging ayam).
5.2.
Rekomendasi
a.
Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, untuk meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian, sekaligus mengurangi pengangguran, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan luas areal intensifikasi pada komoditas padi. Kegiatan ini perlu dibarengi dengan peningkatan harga dasar gabah dan penjaminan kestabilan harga beras.
b.
Selanjutnya, untuk meningkatkan pertumbuhan pada komoditas sapi dan ayam potong perlu dilakukan penurunan suku bunga bank. Meskipun demikian, pada komoditas sapi potong, penurunan suku bungan bank hanya akan efektif untuk meningkatkan produksi daging sapi dari industri peternakan (feedlot) daripada produksi peternakan rakyat.
c.
Kebijakan untuk meningkatkan produksi beras dan daging sapi potong sangat terkait dengan kebijakan impor kedua komoditas tersebut, sehingga pengaturan kembali kebijakan impor menjadi sangat penting dalam hubungannya dengan upaya peningkatan kinerja untuk kedua komoditas ini, yang pada akhirnya akan menentukan pula kinerja pertanian secara keseluruhan.
13
DAFTAR PUSTAKA Agustian, Adang dan Benny Rahman. 1994. Aspek Penyaluran Sapronak, Pemasaran Hasil dan Pola Kerjasama dalam PIR Perunggasan di Jawa Barat dan Jawa Timur. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 12 (2). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2005. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Bappenas. Jakarta Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia 2003. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Ilham, Nyak., Sri Hastuti dan I Ketut Kariyasa. 2002. Pendugaan Parameter dan Elastisitas Penawaran dan Permintaan Beberapa Jenis Daging di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi Vol. 20 (2). Jamal, Erizal. 1994. Analisis Pemasaran Sapi Potong di Propinsi Bali. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 12 (1). Hartoyo, Sri. 1994. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Penawaran Tanaman Pangan di Jawa: Pendekatan Multi Input Multi Output. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hutabarat, Budiman. 1988. Analisis Elastisitas Produksi Terhadap Masukan Pada Usahatani Padi di Sulawesi Selatan. Dalam Prosiding Patanas: Perubahan Ekonomi Pedesaan Menuju Struktur Ekonomi Berimbang, Faisal Kasryno dkk (Penyunting), halaman 118-129. Pusat Penelitian Agro Ekonomi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor Hutabarat, Budiman., Y. Yusjda dan Y. Saefudin. 1990. Ekonomi Unggas dan Prospeknya untuk Konsumsi Dalam Negeri dan Ekspor. Kasryno, Faisal. 1985. Efficiency Analysis of Rice Farming in Java 1977-1983. Jurnal Agro Ekonomi IV, 2:1-26 Kuntjoro, S.U. 1984. Permintaan Bahan Pangan Penting di Indonesia. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Pasandaran, Effendi, Pantjar Simatupang dan Supriyati. 1995. Respon Penawaran Hasil dan Permintaan Masukan Padi: suatu Pendugaan Ulang. Jurnal Agro Ekonomi 14 (2): 4454. Rachmat, M. dan Erwidodo. 1993. Pendugaan Permintaan Pangan Utama di Indonesia: Penerapan Model Almost Ideal Deman System Dengan Data Susenas. Jurnal Agro Ekonomi 12 (2): 24-38. Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
14
Rachman, H.P.S. dan Erwidodo. 1994. Kajian Sistem Permintaan Pangan di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi XIII, 2:72-89. Rusastra, I Wayan, Reni Kustiari dan Effendi Pasandaran. 1997. Dampak Penghapusan Subsidi Pupuk Terhadap Permintaan Pupuk dan Produksi Padi Naional. Jurnal Agro Ekonomi XVI, 1 dan 2:31-41 Saptana, Edi Basuno dan Erwidodo. 1999. Situasi dan Prospek Industri Perunggasan di Indonesia. Monograph Series No. 20. Analisis dan Perspektif Kebijaksanaan Pembangunan Pertanian Pasca Krisis Ekonomi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Saptana dan H.P. Saliem. 1995. Keragaan Sistem Komoditas dan Perspektif Pengembangan Peternakan Nasional makalah dalam Prosiding Agribisnis : Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Saptana dan S.H. Suhartini. 1995. Agribisnis Ayam Ras Petelur dan Pedaging Melalui Pola Kemitraan Di Propinsi Jawa Barat dan Lampung makalah dalam Prosiding Agribisnis : Peluang dan Tantangan Agribisnis Perkebunan, Peternakan dan Perikanan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Bogor. . Siregar, Hermanto. 2000. Does the Relative Importance of Agriculture Increase After the Asian Financial Crisis. Working paper No. 02/04 United Nations Support Facility for Indonesian Recovery (UNSFIR). Jakarta. Indonesia. Yusdja, Yusmichad, dkk. 2004. Final Report Socio Economic Impact Assessment of the Avian Influenza Crisis on Poultry Production Systems in Indonesia, with Particular Focus on Independen Smallholder. Collaboration Reseach Between FAO – ICASERD. Yusdja, Yusmichad., Nyak Ilham dan Wahyuning K. Sejati. 2003. Profil dan Permasalahan Peternakan. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol, 21 (1). Yusdja, Yusmichad, dkk. 2002. Laporan Akhir Evaluasi Dampak Pemanfaatan Alsintan (UPJA). Bagian Proyek Program Peningkatan Produktivitas Tanaman bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Sumber Daya Manusia – Intitut Pertanian Bogor, Bogor. Indonesia. Yusjda, Yusmichad., A.H. Malian, Rosmijati Sayuti, Bambang Winarso, dan Al Sri Bagyo. 2001. Analisis Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Peternakan. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Bogor. Yusdja, Yusmichad., Nyak Ilham, Wahyunig K. Sejati dan Valeriana. 2000. Review dan Outlook Pengembangan Agribisnis Peternakan makalah disampaikan pada Seminar Nasional : Sektor Pertanian Tahun 2001 : Kendala, Tantangan dan Prospek, Bogor tanggal 8 – 10 November 2000. 15
LAMPIRAN 1A KERANGKA MODEL SISTEM PERSAMAAN
Blok Produksi : Luas Areal Panen Permintaan Pupuk, Benih dan Tenaga Kerja Luas Areal Intensifikasi dan Irigasi Produktivitas Lahan
-
Blok Pasar : Penawaran dan Permintaan Beras dan Permintaan Beras Konsumsi Harga Eceran dan Petani
-
Blok Kinerja :
-
PDB Beras Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja Nilai Tukar Petani Pengangguran Inflasi
16
Lampiran 1B
Persamaan Simultan Sub sektor pangan – komoditas beras
1.
Blok Kinerja
a. Penyerapan/Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja DTKtn = a01+a02*HPgb+a03*Wtn+a04*(Wind-LWind)+a05*Wjs+a06*LDTKtn+u1 ……………..…(1) STKtn = a11 + a12*STK +a13*Wtn + a14*Wind + a15*(Wjs-LWjs) +a16*LSTKtn ……………………(2) Wtn = a21 + a22*DTKtn + a23*(STKtn-LSTKtn) + a24*D+a25*LWtn + u3 ………………………. (3) b. Inflasi dan Nilai Tukar Petani IHKU = a31 + a32*(PDBT-LPDBT)/LPDBT + a33*HEbr + a34*LIHKU + u4 ……………………..…(4) NTP = z21 + z22*((IHKU-LIHKU)/LIHKU) + z23*(HPgb-LHPgb) + z24*(Hppk-LHppk) + z25*T +z26*LNTP+u5 ………………………………………………………………... (5) 2. a. Agb
Blok Produksi Respon Luas Areal Panen Padi = a51+a52*HPgb+a53*HEjg+a54*(KUT/LKUT)+a55*T +a56*(HUR)+ a57*DE+u6 …………..(6)
b. Penggunaan Pupuk URgb = ab1 + ab2*HUR + ab3*HPgb + ab4*Agb + ab5*D + ab6*LURgb + u7 ……………………... (7) TSgb = ac1 + ac2*HTS + ac3*(HPgb/LHPgb) + ac4*Agb + ac5* D + ac6*LTSgb + u8 …………… (8) c. Penggunaan Benih Per Hektar BNAgb = z31 + z32*(HPgb/HBNgb) + z33*LBNAgb + u9 ………………………………………… (9) d. Luas Areal Intensifikasi AIgb = z01 + z02*APBNtn + z03*LAIgb + u10……………………………………………………... (10) e. Luas Areal Irigasi IRGS = z11 + z12*INV + z13*D + z14*LIRGS + u11 ...................................................................... (11) f. Produktivitas Gabah Ygb = a41 + a42*PPKAgb + a43*DTKtn + a44*AIgb + a45*IRGS + a46*APBNtn + a47*ED + a48*D + u12 …………………………………………………………………. (12) 3. a. Kbr
Blok Pasar Konsumsi Beras = a61 + a62*HEbr + a63*POP + a64*(PDBT/LPDBT) + a65* D + a66*LDbr + u13 …………(13)
b. Harga Eceran Beras HEbr = ad1 + ad2*(HMbr*EXR+TM) + ad3*HPgb + ad4*Sbr+ad5*LHEbr + u14 …………………(14) c. Harga Gabah Tingkat Petani HPgb = ae1+ae2* (HEbr)+ae3*(HDgb-LHDgb)+ae4*Qgb+ae5*LHPgb+u15
(15)
17
Lampiran 1C Hasil Estimasi Persamaan Simultan Masing-Masing Blok
Tabel 1. Hasil Estimasi Blok Kinerja
Nilai Elastisitas Probabilitas Jk Pendek Parameter Permintaan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian (1) 4.853.024 0,44 Intercep Harga Gabah di Tingkat Petani 11.308 0,29 0,06 Tingkat Upah di Sektor Pertanian -47,06 0,22 -0,25 Perubahan Tingkat Upah di Sektor -70,01 0,29 Industri Tingkat Upah di Sektor Jasa 5,42 0,28 0,03 Lag Permintaan Tenaga Kerja Sektor 0,89 0,0006 Pertanian R2 = 0,76 DW = 2,35 Peubah
Elastisitas Jk Panjang 0,62 -2,52 0,34 -
Penawaran Tenaga Kerja Sektor Pertanian (2) Intercep Penawaran Tenaga Kerja Total Tingkat Upah di Sektor Pertanian Tingkat Upah di Sektor Industri Perubahan Tingkat Upah di Sektor Jasa Lag Penawaran Tenaga Kerja Sektor Pertanian
38.431.702 0,22 23,47 -21,88
0,06 0,08 0,07 0,17
0,32 0,08 -0,07
0,33 0,09 -0,08
13,44
0,26
-
-
0,04
0,90
-
-
-
-
0,32
0,96
-
-
-
-
-
-
0,0002 -
0,01 -
R2 = 0,82 DW = 2,30
Tingkat Upah Tenaga Kerja Sektor Pertanian (3) -38.161 0,58 Intercep Permintaan Tenaga Kerja di Sektor 0,002 0,31 Pertanian Perubahan Penawaran Tenaga Kerja -0,002 0,69 di Sektor Pertanian Dummy Krisis -9.355,03 Lag Tingkat Upah di Sektor 0,66 0,003 Pertanian 2 R = 0,63 DW = 2,88
Intercep Pertumbuhan PDB Harga Eceran Beras Lag Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Konsumen (4) -0,09 0,89 2,74 0,07 0,0002 0,96 0,99 0,0001 R2 = 0,89 DW = 3,07
18
Peubah Intercep Inflasi Perubahan Harga Gabah Tingkat Petani Perubahan Harga Pupuk Trend teknologi Lag Nilai Tukar Petani
Nilai Probabilitas Parameter Nilai Tukar Petani (NTP) (5) 66,38 0,03 1,36 0,79
Elastisitas Jk Pendek
Elastisitas Jk Panjang
0,15
0,23
0,03
0,09
-
-
-0,0003 0,16 0,36 2 R = 0,39 DW =1,63
0,72 0,49 0,19
-0,01 0,01 -
-0,02 0,02 -
Tabel 2. Hasil Estimasi Blok Produksi
Parameter Dugaan
Peubah
Elastisitas Jk Pendek
Elastisitas Jk Panjang
0,0001 0,96 0,14
0,001 -0,09
-
0,0001 0,24 0,93
0,14 -0,02 -
-
-0,03 0,04 0,95 -
-0,03 0,06 1,25 -
-0,03
-0,06
-
-
0,68 -
1,53 -
Probabilitas
Luas Areal Panen (6) Intercep Harga Gabah Tk Petani Harga Eceran Jagung Rasio Nilai Total KUT thn ini thdp Nilai Total KUT thn lalu Trend Teknologi Perubahan Harga Urea Harga Urea Dummy El nino
10.250.392 61,81 -7.032,85 0,04 142.675 -8, 84 -13.000 R2 = 0,92 DW = 2,29
Jumlah Penggunaan Pupuk Urea (7) -425.947.529 0,36 -1.992,51 0,41 412.871 0,22 173,42 0,003 114.595.324 0,07 0,24 0,12 2 R = 0,91 DW = 2,56 Jumlah Penggunaan Pupuk TSP Per Hektar (8) -162.045.746 0,76 Intercep Harga Pupuk TSP -1661,27 0,76 Rasio Harga Gabah Tingkat 217.225 0,58 Petani tahun ini thd Harga Gabah tahun lalu Luas Areal Panen Padi 59,25 0,36 Dummy krisis -107.527.057 0,21 Lag Penggunaan TSP 0,55 0,02 R2 = 0,66 DW = 2,25 Intercep Harga Urea Harga Gabah Tk Petani Luas Areal Panen Padi Dummy Krisis Lag Penggunaan Urea
19
Parameter Dugaan
Peubah
Probabilitas
Elastisitas Jk Pendek
Elastisitas Jk Panjang
Jumlah Penggunaan Benih Per Hektar (9) Intercep Harga Beras Tk Petani/Harga Benih Lag Penggunaan Benih per hektar
8,95
0,05
-
-
19,20
0,64
-
-
0,49
0,05
-
-
0,04 -
0,09 -
R2 = 0,29 DW = 1,87 Luas Areal Intensifikasi (10)
Intercep APBN Sektor Pertanian Lag Areal Intensifikasi Padi
4175,82 0,001 0,57 R2 = 0,86 DW = 2,37
0,02 0,06 0,004
Luas Areal Irigasi (11) Intercep Dana Investasi dan Rehabilitasi untuk Irigasi Dummy krisis Lag Luas Areal Irigasi
1.481,19
0,07
-
-
0,0000003
0,13
0,04
0,11
0,04 0,004
-
-
0,03 0,16 0,19 0,10 0,04 -
-
-189,26 0,64 R2 = 0,68 DW = 2,48
Produktivitas Gabah (12) Intercep Penggunaan Pupuk Penyerapan Tenaga Kerja Luas Areal Intensifikasi Luas Areal Irigasi APBN Sektor Pertanian Dummy Krisis Dummy Elnino
2.104,2762 0,39 190,19 0,08 0,09 0,0004 -209,04 -93,48 R2 = 0,82 DW 1,95
0,02 0,88 0,16 0,32 0,53 0,11 0,04 0,13
Tabel 3. Hasil Estimasi Blok Pasar
Peubah
Intercep Harga Eceran Beras Jumlah Penduduk Rasio PDBt thd PDBt-1 Dummy krisis Lag Konsumsi Beras
Parameter Dugaan
Probabilitas
Konsumsi Beras (13) -9.413.526.197 -11.927.061 145.830.354 5.091.660.143 -1.193.921.422 0,23 R2 = 0,89 DW = 2,53
0,12 0,08 0,01 0,06 0,42 0,33
Elastisitas Jangka Pendek -0,16 1,10 -
Elastisitas Jangka Panjang -0,21 1,43 -
20
Tabel 4. Hasil Estimasi Blok Pasar (lanjutan)
Peubah
Parameter Dugaan
Probabilitas
Elastisitas Jangka Pendek
Elastisitas Jangka Panjang
Harga Eceran Beras (14) Intercep Harga Impor Beras + Tarif Impor Harga Gabah di Tingkat Petani Penawaran Beras Lag Harga Eceran Beras
Intercep Harga Eceran Beras Perubahan Harga Dasar Gabah Produksi Gabah Lag Harga Gabah Tk Petani
255,09
0,42
-
-
0,07
0,03
-
-
0,24
0,31
0,15
0,20
-4,56E-09 0,58 0,27 0,18 R2 = 0,80 DW = 2,46 Harga Gabah Tingkat Petani (15) 86,49 0,67 90,76 0,19
-0,39 -
-0,53 -
-
-
0,18 -0,65 -
0,42 -1,50 -
0,21 -2,90E-09 0,57 R2 = 0,43 DW = 1,65
0,51 0,44 0,04
21
Lampiran 1D Definisi Variabel Variabel Agb AIgb APBNtn BNAgb D DTKtn ED EXR HBNgb HDgb-LHDgb HEbr HEjg HPgb HPgb/LHPgb HPgb-LHPgb Hppk-LHppk HTS HUR. IHKU INV IRGS Kbr KUT/LKUT LAIgb LBNAgb LDbr LDTKtn LHEbr LHPgb LIHKU LIRGS LNTP LSTKtn LTSgb LURgb LWind LWtn NTP POP PPKAgb Qgb Sbr STK STKtn STKtn-LSTKtn T TM TSgb URgb Wind Wjs Wtn Ygb
Uraian Luas areal panen padi Luas areal intensifikasi Dana APBN untuk sektor pertanian Penggunaan benih per hektar Dummy Permintaan/penyerapan tenaga kerja sektor pertanian Dummy El Nino Nilai tukar rupiah Harga benih padi Perubahan harga dasar gabah Harga eceran beras Harga eceran jagung Harga gabah riil tingkat petani Rasio harga gabah tingkat petani Harga gabah tingkat petani Perubahan harga pupuk Harga TSP Harga urea Indeks harga konsumen Dana investasi dan rehabilitasi irigasi Luas areal irigasi Konsumsi beras Rasio nilai Total KUT tahun ini terhadap nilai total KUT tahun lalu Lag areal intensifikasi padi Lagged penggunaan benih per hektar Lagged konsumsi beras Permintaan/penyerapan tenaga kerja tahun sebelumnya/lag Lagged harga eceran beras Lagged harga gabah tingkat petani Lagged indeks harga konsumen Lagged luas lahan irigasi Lagged nilai tukar petani Lagged penawaran tenaga kerja sektor pertanian tahun sebelumnya. Lagged penggunaan pupuk TSP total Lagged penggunaan pupuk urea total Perubahan upah riil sektor industri tahun yang sama dan tahun sebelumnya/lagged lagged upah di sektor pertanian Nilai tukar petani Jumlah penduduk Penggunaan pupuk urea per hektar Produksi gabah Penawaran beras Angkatan kerja total Penawaran tenaga kerja sektor pertanian Perubahan angkatan kerja sektor pertanian Time trend teknologi Tarif bea masuk Penggunaan pupuk TSP total untuk usahatani padi Penggunaan pupuk urea total untuk usahatani padi Upah riil sektor industri Upah sektor jasa Upah riil sektor pertanian Produktivitas gabah
22
LAMPIRAN 2A PERSAMAAN SIMULTAN Sub Sektor Peternakan- Sapi potong dan ayam potong 1.
Blok Kinerja
a.
Penyerapan/Permintaan dan Penawaran Tenaga Kerja
DTKtnt = b01 + b02*(HPBdayt- HPBdayt-1) + b03*(HPBdspt-HPBdspt-1) + b04*Wtnt + b05*Windt + b06*Wjst + b07*DTKtnt-1 + u1 .................................................................................................... (1) STKtnt = b11 + b12*STKTt+ b13*Wtnt + b14*Windt + b15*Wjst + u2. ..........................................................(2) b. Inflasi IHKt = b31 + b32*PDBTt + b33*Dt + b34*IHKt-1 + u3 ...............................................................................(3) c. Nilai Tukar Petani NTPt = b41 + b42*IHKt + b43*Dt + b44*NTPt-1 + u4 .................................................................................(4) 2.
Blok Sapi Potong
a. Qtspt
Populasi Ternak Sapi Potong = b51 + b52*HPBtspt+ b53*(Wtnt/Wtnt-1) + u5 ……………...…………………………………….…(5)
b. Produksi Daging Sapi Potong Peternakan Rakyat QDPRt = b61+b62*HPBdspt+b63*IBt + b64*IRRt+b65*Wtnt+b66*QDPRt-1+u6 ...…………………………(6) B
c. Produksi Daging Sapi Potong Industri Penggemukan Peternakan (Feedlot) QDFLt = b71 + b72*HPBdspt + b73*(HMbklt-LHMbklt-1) + b74*IRt + b75*(Wtnt-Wtnt-1) + b76*Tt + b77*QDFt-1 + u7 .............................................................................................. .............(7) d. Impor Daging Sapi Mdspt = ba1 + ba2*HEdspt + ba3*HMdspt + ba4*ERt + ba5*TMspt + ba6*PDBTt + u8 ..............................(8) e. Konsumsi Daging Sapi Kdspt = bb1 + bb2*HEdspt + bb3*HEtayt + bb4*PDBTt + bb5*Dt + u9 .....................................................(9) f. Harga Daging Sapi Tingkat Pedagang Besar HPBdspt = bc1 + bc2*((HMdspt*ERt) + TMspt) + bc3*HPBtspt + bc4*Sdspt + bc5*(Kdspt–Kdspt-1) + bc6*HPBdspt-1 + u10 .................................................................................................... ...........(10) g. Harga Daging Sapi Tingkat Pengecer HEdspt = bcc1 + bcc2*HPBdspt + bcc3*((HMdspt*ERt)+TMspt) + bcc4*Tt + bcc5*HEdspt-1 + u11 ........ (11) 3.
Blok Ayam Potong (Ras dan Buras)
a. Populasi Ternak Ayam Buras dan Ras Qtayt = b81 + b82*HPBtayt + b83*HMdoct + b84*Hpknt + b85*Qtayt-1 + u12 ............................................(12) b. Produksi Daging Ayam Ras dan Buras Qdayt = b91 + b92*HPBdayt + b93*HMdoct + b94*Hpknt + b95*(IRRt-INFt) + b96*Wtnt + b97*Qdayt-1 + u13 .......................................................................................................... ........... (13) c. Konsumsi Daging Ayam Kdayt = be1 + be2*HPBdayt + be3*HPBdspt + be4*HPBtlrt + be5*Dt + be6*PDBTt + u15………………(14) d. Harga Daging Ayam Tingkat Pedagang Besar HPBdayt = bf1 + bf2*HPBtayt + bf3*(Sdayt–Sdayt-1) + bf4*Kdayt + bf5*Dt + u16 …………………….…. (15)
23
Lampiran 2B Hasil Estimasi Persamaan Simultan Masing-Masing Blok Tabel 1. Hasil Estimasi Persamaan dalam Blok Kinerja Peubah
Parameter Dugaan
Prob.
Permintaan Tenaga Kerja (1) 31.501.029 0,03 Intercep Perubahan Harga Daging Ayam di Pedagang 78,31 0,1 Besar Perubahan Harga Daging Sapi di Pedagang 82,68 0,91 Besar -43,91 0,04 Tingkat Upah Pertanian -8,53 0,70 Tingkat Upah Industri 17,31 0,49 Tingkat Upah Jasa 0,35 0,20 Lag Permintaan Tenaga Kerja Pertanian R2 = 0,48 DW = 2,59 Penawaran Tenaga Kerja (2) 4.535.230 0,00 Intercep Angkatan Kerja Total 0,10 0,27 Upah Sektor Pertanian 6,26 0,45 Upah Sektor Industri 21,16 0,35 Upah Sektor Jasa -12,92 0,13 R2 = 0,31 DW = 3,50 Tingkat Upah Tenaga Kerja Sektor Pertanian (3) 0,35 0,01 Intercep PDB Total 9,75 0,01 Dummy Krisis 0,31 0,01 Lag Indeks Harga Konsumen 0,22 0,00 R2 = 0,99 DW = 1,78 Nilai Tukar Petani/Peternak (4) 38,99 0,25 Intercep Indeks Harga Konsumen 7,65 0,11 Dummy Krisis -9,78 0,18 Lag Nilai Tukar Petani 0,53 0,13 R2 = 0,42 DW = 1,86
Elastisitas Jangka Pendek 0,1
Elastisitas Jangka Panjang 0,02
0,03
0,5
-0,43 -0,08 0,20 -
-0,66 -0,13 0,32 -
0,16 0,02 0,07 -0,06
-
0,41 -
0,52 -
0,11 -
0,23 -
24
Tabel 2. Hasil Estimasi Persamaan-Persamaan dalam Blok Sapi Potong
Variabel
Parameter Dugaan
Probabilitas
Elastisitas Jangka Pendek
Populasi Ternak Sapi Potong (5) 2.284.713 0,00 Intercep Harga Ternak Sapi Potong di Pedagang 0,29 0,21 0,17 Besar Perbandingan Upah Sektor Pertanian -885.915 0,00 2 R = 0,63 DW = 1,83 Jumlah Produksi Daging Sapi Potong Peternakan Rakyat (6) 165.516 0,07 Intercep Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 10,69 0,22 0,43 Inseminasi Buatan 25,91 0,08 0,22 Suku Bunga Riil -782,25 0,15 -0,04 Upah Sektor Pertanian -0,36 0,17 -0,39 Lag Produksi Daging Sapi Peternakan 0,30 0,30 Rakyat R2= 0,34 DW= 1,76 Jumlah Produksi Daging Sapi Potong Industri Peternakan (feedlot) (7) -46.861 0,04 Intercep 5,62 0,03 2,96 Harga Daging Sapi di Pedagang Besar Perubahan Harga Impor Bakalan Sapi -24,54 0,03 -1.480,40 0,00 -2,39 Suku Bunga Bank -0,17 0,08 Perubahan Upah Sektor Pertanian 5.623,62 0,00 2,91 Time trend Lag Produksi Daging Sapi Feedlot 0,72 0,00 R2 = 0,92 DW = 2,08
Intercep Harga Eceran Daging Sapi Harga Impor Daging Sapi Nilai Tukar Rupiah Tarif Impor Daging Sapi PDB Total
Intercep Harga Eceran Daging Sapi Harga Eceran Ternak Ayam PDB Total Dummy Krisis Moneter
Impor Daging Sapi (8) -8.216,30 4,11 73,63 -1,90 -662,80 0.00 R2 = 0,91 DW = 2,68 Konsumsi Daging Sapi (9) 90.582 -33,14 45,39 0,00 -127.429 R2 = 0,51 DW = 2,25
Elastisitas Jangka Panjang
-
0,62 0,32 -0,06 -0,55 -
10,54 -8,49 10,34 -
0,61 0,00 0,96 0,01 0,02 0,36
3,16 0,01 -0,73 -1,15 0,44
-
0,19 0,18 0,10 0,08 0,04
-1,34 1,45 0,34 -
-3,23 3,50 0,82 -
Harga Pedagang Besar Daging Sapi Domestik (10) Variabel Parameter Probabilitas Elastisitas
Elastisitas
25
Dugaan -608,54 0,83 Intercep Harga Impor Daging Sapi + Tarif Impor 0,09 0,45 Harga Ternak Sapi di Pedagang Besar 0,01 0,00 Penawaran Daging Sapi -0,01 0,94 Perubahan Konsumsi Daging Sapi 0,01 0,44 Lag Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 0,22 0,19 R2 = 0,83 DW = 1,19 Harga Eceran Daging Sapi Domestik (11) 116,22 0,95 Intercep 0,75 0,02 Harga Daging Sapi di Pedagang Besar 0,15 0,30 Harga Impor Daging Sapi + Tarif Impor 183,97 0,13 Time trend 0,05 0,96 Lag Harga Eceran Daging Sapi R2 = 0,40 DW = 1,53
Jk.Pendek 0,80 -0,02
Jk.Panjang 1,02 -0,02
-
-
0,75 0,18 -
0,79 0,19 -
Tabel 3. Hasil Estimasi Persamaan dalam Blok Ayam Potong
Variabel
Parameter Dugaan
Probabilitas
Populasi Ternak Ayam Potong (12) 825.033 0,017 Intercep 41,32 0,08 Harga Pedagang Besar Ternak Ayam -4.829,44 0,11 Harga Impor DOC -680,64 0,00 Harga Pakan Ayam 0,66 0,00 Lag Populasi Ternak Ayam 2 R = 0,90 DW = 2,47 Produksi Daging Ayam Potong (13) 1.033.485 0,01 Intercep 39,11 0,29 Harga Pedagang Besar Daging Ayam -3.747.08 0,13 Harga Impor DOC -822,39 0,01 Harga Pakan Ayam -278,62 0,78 Tingkat Suku Bunga Riil -1,45 0,12 Upah Sektor Pertanian 0,92 0,01 Lag Produksi Daging Ayam R2 = 0,87 DW = 2,66 Variabel
Parameter Dugaan
Probabilitas
Konsumsi Daging Ayam (14) 258.646 Intercep -186,11 Harga Pedagang Besar Daging Ayam 92,93 Harga Pedagang Besar Daging Sapi 15,63 Harga Pedagang Besar Telur -606.937 Dummy Krisis Moneter 1,04E-03 PDB Total R2 = 0,87 DW = 2,68
0,41 0,09 0,12 0,17 0,00 0,00
Elastisitas Jangka Pendek
Elastisitas Jangka Panjang
0,38 -0,14 -1,38 -
-0,41 -4,10 -
0,21 -0,07 -1,04 -0,00 -0,41 -
2,55 -0,81 -12,78 -0,05 -5,05 -
Elastisitas Jangka Pendek -1,58 0,79 0,12 1,36
Elastisitas Jangka Panjang -
26
Harga Pedagang Besar Daging Ayam Domestik (15) 612,15 0,34 Intercep 0,70 0,00 Harga Pedagang Besar Ternak Ayam -0,00 0,09 Perubahan Produksi Daging Ayam 0,00 0,18 Konsumsi Daging Ayam -535,54 0,08 Dummy Krisis R2 = 0,66 DW = 2,27
0,66 0,17 -
-
Lampiran 2C Definisi Variable/Peubah Variabel D DTKtn DTKtnt-1 ER HEdsp HEtay HMbkl HMdoc HMdsp HPBday HPBday HPBdsp HPBdspt-1 HPBtay
Uraian Dummy Krisis Permintaan/penyerapan tenaga kerja sektor pertanian Lagged permintaan/penyerapan tenaga kerja Nilai tukar rupiah Harga rill daging sapi tingkat pengecer Harga daging ayam eceran Harga impor bakalan sapi Harga impor anak ayam (DOC) Harga impor daging sapi Harga ayam Harga daging ayam tingkat pedagang besar Harga sapi tingkat pedagang besar Lagged harga daging sapi tingkat pedagang besar Harga ternak ayam tingkat pedagang besar
27
Variabel HPBtlr HPBtsp Hpkn Hpkn IB IHK IHKt-1. IR IRR Kday Kdsp Kdsp Mdsp NTP NTPt-1 PDBT Qday Qdayt-1 QDFL QDFt-1 QDPR QDPRt-1 Qtay Qtayt-1 Qtsp Sday Sdsp STKtn STKTt T TMsp Wind Wjs Wtn
Uraian Harga telur Harga ternak sapi tingkat pedagang besar Harga pakan ayam Harga pakan ayam Dosis inseminasi buatan Indeks harga barang-barang secara umum Lagged IHK Suku bunga Suku bunga riil Konsumsi daging ayam Konsumsi daging sapi Konsumsi daging sapi Impor sapi potong Nilai tukar petani Lagged NTP PDB total Produksi daging ayam ras dan buras Lagged produksi daging ayam Produksi daging sapi dari industri feedlot Lagged produksi daging sapi Produksi daging sapi Lagged produksi daging sapi peternakan sapi Populasi ternak ayam ras dan buras Lagged populasi ternak ayam Populasi ternak sapi potong Penawaran daging ayam Penawaran daging sapi Penawaran tenaga kerja sektor pertanian Angkatan kerja total Time trend Tarif impor daging sapi Upah sektor industri Upah sektor jasa Upah sektor pertanian
28