BAB 4 PEMBAHASAN
A.
Analisis Statistik Deskriptif Analisis statistik deskriptif adalah bentuk analisa untuk menguji generalisasi hasil penelitian berdasarkan sampel yang dipilih. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan pengujian hipotesis deskriptif (Ir. Syofian,2012). Hasil analisisnya bertujuan untuk mewakili sampel yang digunakan dalam penelitian. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi. Berikut hasil peneltian analisis statistik deskriptif pada tabel 4.1 :
TABEL 4.1 Descriptive Statistics N Minimu Maximu m m DA KIndependen FrekuensiRapatKomiteau dit KepemilikanInstitusional IOS Valid N (listwise)
116 116 116
,002 ,500 1,000
116
,059
116 116
,624
Mean
,407 ,15018 ,800 ,63793 24,000 6,83621 ,954
Std. Deviation ,117783 ,066796 5,593387
,61845
,207568
1,971 1,02617
,253114
(Sumber : Hasil pengolahan data melalui SPSS versi 21)
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, menunjukan jumlah data pengamatan terdapat 116 data dari 29 perusahaan yang dijadikan sampel selama 4 tahun berturut turut yang terdiri dari variabel dependen yaitu
67
68
manajemen laba dan variabel independen yang terdiri 2 variabel yaitu good corporate governance yang diperoksikan dengan komisaris independen, frekuensi rapat komite audit, kepemilikan institusional dan variabel independen investment opportunity set. 1.
Analisis Statistik Deskriptif Manajemen Laba Manajemen Laba dalam penelitian ini diproksikan dengan nilai dicretionary accrual yang diukur dengan model Jones modifikasi (Dechow et.al,1995). Meminimumkan atau memaksimalkan laba yang ada di perusahaan
ditentukan
sesuai
dengan
keinginan
manajemen
perusahaan (Copeland, 1986) sehingga dari tabel deskriptif diatas diperoleh nilai rata rata positif yang menandakan perusahaan property dan real estate lebih banyak memaksimalkan laba ketimbang menimumkan laba. Hal tersebut dilakukan perusahaan dengan tujuan untuk menarik perhatian para pemegang saham dengan nilai laba yang besar. Kemudian dari hasil statistik deskriptif yang ditampilkan tabel 4.1 untuk dicretionary accrual manajemen laba diperoleh nilai mean atau rata rata sebesar 0,15018 dengan standar deviasi lebih kecil dari nilai rata rata yaitu 0,117783 dimana nilai mean yang diperoleh dari pengukuran mampu mewakili kondisi sampel perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.
69
2.
Analisis Statitistik Komisaris Independen Hasil tabel deskriptif diatas untuk komisaris independen diperoleh nilai rata rata sebesar 0,63793 atau 63,8%. Hal ini menunjukan hampir semua perusahaan property dan real estate sudah memenuhi
ketentuan
peraturan
dari
BEI
dalam
rangka
menyelenggarakan pengelolaan perusahaan yang baik dengan ditetapkan jumlah proporsional yang baik untuk komisaris independen sekurang kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari jumlah seluruh anggota komisaris. Kemudian dari nilai rata rata untuk komisaris independen diperoleh nilai yang lebih besar dari standar deviasi sehingga hal ini menunjukan representasi yang baik dari keseluruhan sampel perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.
3.
Analisis Statistik Frekuensi Rapat Komite Audit Variabel komite audit dihitung berdasarkan jumlah rapat yang di adakan oleh komite audit sehingga semakin banyak jumlah rapat yang diadakan maka semakin bagus pengelolaan perusahaan dalam menerapkan prinsip good corporate governance. Di hasil output hasil analisa statitsitk deskriptif diperoleh nilai minimum sebesar 1 yang artinya perusahaan tersebut jarang melakukan rapat komite audit selama setahun sedangkan nilai
70
maksimum diperoleh sebesar 24 yang artinya perusahaan tersebut rajin melakukan rapat komite audit selama setahun. Kemudian dari hasil rata rata yang diperoleh dari output analisis statistik deskriptif diperoleh nilai sebesar 6,94 atau 69% dimana nilai rata rata ini lebih besar dari nilai standar deviasi yang hanya sebesar 5,59 atau 56% sehingga hasil pengukuran ini mampu mewakili kondisi sampel perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.
4.
Analisis Statistik Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan jumlah presentase hak suara yang dimiliki institusi independen dari keseluruhan jumlah saham yang beredar (Beiner et.al,2003). Dalam tabel deskriptif diperoleh nilai minimum untuk variabel kepemilikan institusional sebesar 0,059 dimana hal ini menandakan perusahaan tersebut hanya memiliki saham institusi dalam jumlah kecil sedangkan untuk nilai maksimum diperoleh nilai sebesar 0,954 dimana hal ini perusahaan tersebut memiliki jumlah saham institusi dalam jumlah besar dari jumlah saham beredar. Berikutnya
nilai
rata
rata
untuk
variabel
kepemilikan
institusional diperoleh nilai sebesar 0,61845 atau sebesar 61,8% perusahaan sudah melakukan pengelolaan perusahaan yang bagus
71
dimana saham intitusi yang dimiliki lebih besar dari keseluruhan jumlah saham yang beredar.
5.
Analisis Statistik Deskriptif IOS Pada variabel IOS (Investment Opportunity Set) terdapat nilai minimum sebesar
0,624 dimana hal tersebut menandakan
perusahaan memiliki kesempatan investasi yang rendah. Sedangkan, nilai maksimum pada variabel IOS diperoleh sebesar 1,971 yang artinya perusahaan tersebut memiliki kesempatan investasi yang tinggi sehingga hal ini memungkinkan perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Berikutnya untuk nilai rata rata dari variabel IOS diperoleh nilai sebesar 1,02617 dimana nilai rata rata ini lebih besar dari standar deviasi yang hanya memiliki nilai sebesar 0,253114 sehingga hal ini menunjukan hasil representasi yang bagus dari keseluruhan sample perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI.
B.
Pengujian Asumsi Klasik 1.
Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi yang normal. Walaupun normalitas suatu variabel tidak selalu diperlukan dalam analisis akan tetapi hasil uji statistik akan lebih baik jika semua
72
variabel berdistribusi normal (Ghozali, 2012).
Jika terdapat
normalitas, maka residual akan terdistribusi normal dan independen. Uji normalitas dapat dilakukan melalui analisis grafik histogram P-Plot of Regression Standardized Residual dan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov. Uji grafik histogram P-Plot akan dikatakan normal jika titik titik menyebar berhimpit disekitar garis diagonal sedangkan uji One-Sample Kolmogorov Smirnov dikatakan normal jika nilai yang didapat lebih besar dari > 0,05 namun jika kurang dari 0,05 maka Ho ditolak karena data residual tidak terdistribusi normal.
GAMBAR 4.1
73
Hasil pengujian dengan analisis grafik P-Plot menunjukan bahwa data sudah terdistribusi secara normal, karena titik titik sudah menyebar secara berhimpit mengikuti garis diagonal. Namun hasil pengujian dari analisis grafik P-Plot ini tidak dapat memastikan kenormalan distribusi data sehingga diperlukan pengujian lain untuk memperkuat hasil dari analisis grafik P-Plot ini. Hasil pengujian dari analisis graifk P-Plot ini dapat diperkuat dengan uji normalitas One-Sample Kolmogorov Smirnov.
TABEL 4.2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N a,b
Normal Parameters
Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
116 ,0000000 ,11018007 ,102 ,102 -,083 1,102 ,176
(Sumber : Hasil pengolahan data melalui SPSS versi 21)
Berdasarkan hasil uji One-Sample Kolmogorov Smirnov, terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,176 sehingga
nilai signifikansi
(Asymp.Sig.(2-tailed)) yang diperoleh peneliti lebih besar dari 0,05 yang menunjukan bahwa nilai residual telah terdistribusi secara normal dan data dapat dilanjutkan untuk pengujian regresi linear.
74
2.
Uji Multikolonieritas Uji multikolonieritas digunakan untuk mendeteksi korelasi antar variabel independen. Model regresi yang bagus seharusnya tidak terjadi adanya korelasi antar variabel independen. Menurut Ghozali (2011), salah satu cara untuk menguji multikolonieritas adalah dengan melihat nilai tolerance dan nilai variance inflation factor (VIF). Batas tolerance untuk uji multikolonieritas ini adalah lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10 namun apabila hasil analisis menunjukan nilai tolerance dibawah 0,10 dan nilai VIF diatas 10 maka terjadi multikolonieritas. TABEL 4.3 Coefficientsa Model
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
(Constant) KIndependen FrekuensiRapatKomiteaudit KepemilikanInstitusional IOS a. Dependent Variable: DA 1
,900 ,923 ,850 ,957
1,111 1,083 1,176 1,045
(Sumber : Hasil pengolahan data melalui SPSS versi 21)
Berdasarkan TABEL 4.3 diketahui bahwa nilai tolerance yang diperoleh menunjukan bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 dan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dibawah 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan model regresi yang diajukan bebas dari multikolonieritas (homoskedastisitas).
75
3.
Uji Autokorelasi Pengujian untuk mendeteksi adanya korelasi dalam model regresi linear adalah dengan melakukan uji autokorelasi DurbinWatson. Uji autokorelasi dengan Durbin-Watson ini biasanya digunakan untuk menguji apakah asumsi error atau nilai residual dari model regresi berganda bersifat independen atau tidak terjadi adanya korelasi (Uyanto,2006). Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan hipotesa sebagai berikut : Ho
: Tidak ada autokorelasi
Ha
: adanya autokorelasi
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi dapat disesuaikan dengan melihat TABEL 3.4. Berikut disajikan tabel untuk pengujian autokorelasi :
TABEL 4.4 Model Summaryb Model
Durbin-Watson 1,777
1 a. Predictors: (Constant), KepemilikanInstitusional, IOS, FRKA, Kindependen b. Dependent Variable: DA (Sumber : Hasil pengolahan data melalui SPSS versi 21)
Dari model pengujian diatas, didapat hasil nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 1,777. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai d dari
76
tabel Durbin-Watson dengan signifikansi (α) = 5%, jumlah sample (n) = 116, dan jumlah variabel independen (k) = 4. Dari tabel DurbinWatson diperoleh batas bawah (dL) = 1,592 dan batas atas (dU) = 1,758 , dan nilai 4-dU = 2,242. TABEL 4.4 menunjukan bahwa hasil perhitungan Durbin-Watson adalah 1,777 maka nilai Durbin-Watson hitung berada pada :
dU < d < 4-dU
tidak ada autokorelasi positif
1,758 < 1,777 < 4-1,758
dan negatif
1,758 < 1,777 < 2,242
Berikut diagram Durbin-Watson untuk menunjukan keputusan uji autokorelasi diterima atau tidak diterima sebagai berikut : GAMBAR 4.2 DIAGRAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Autokorelasi (+)
Autokorelasi (-)
Ho diterima (no serial correlation)
0
dl
du
1,571
1,758
4-du
4-dl 2,242
2,429
77
4.
Uji Heteroskedastisitas Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terdapat ketidaksamaan varians dalam model regresi dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Untuk mengetahui ada atau tidaknya heterokedastisitas pada suatu model maka digunakan uji glejser dengan meregresikan absolute residual dengan variabel independen. Berikut disajikan uji heterokedastisitas yang disajikan pada TABEL 4.5 dibawah ini :
TABEL 4.5 Coefficientsa Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta (Constant) ,215 ,224 KIndependen -,155 ,314 -,049 1 FRKA ,002 ,004 ,041 KInstitusional -,042 ,104 -,041 IOS -,020 ,080 -,024 a. Dependent Variable: DA
t
Sig.
,962 -,495 ,421 -,401 -,244
,338 ,622 ,675 ,689 ,808
(Sumber : Hasil pengolahan data melalui SPSS versi 21)
Uji glejser mendeteksi adanya heterokedastisitas dengan menarik kesimpulan jika nilai signifkansinya lebih rendah dari 0,05 atau 5%. Berdasarkan hasil uji glejser yang dtampilkan pada TABEL 4.5 menunjukan bahwa keseluruhan variabel independen yang diteliti nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diambil
78
kesimpulan bahwa keseluruhan variabel bersifat homokedastisitas atau bebas heterokedastisitas.
C.
Uji Kesamaan Model 1.
Koefisien Determinan Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan model dalam mengukur besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Nilai koefisien determinasi dikatakan baik jika diatas 0,5 karena nilai R Square berkisar diantara 0-1 (0 < R < 1). Semakin besar nilai koefisien determinasi, maka semakin besar variasi variabel independennya dalam mempengaruhi variabel dependen (Ghozali,2009).
Model 1
R ,353a
TABEL 4.6 Model Summaryb R Square Adjusted R Square ,125
Std. Error of the Estimate
,093
,112148
a. Predictors: (Constant), KepemilikanInstitusional, IOS, FRKA, Kindependen b. Dependent Variable: DA (Sumber : Hasil pengolahan data melalui SPSS versi 21)
Dari TABEL 4.6 diatas pada kolom Adjusted R Square, diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,093 yang berarti 9,3% hubungan manajemen laba diterangkan oleh good corporate governance dan investment opportunity set sedangkan sisanya sebesar
79
90,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
2.
Uji F Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel bebas yang dimaksudkan dalam model mempunyai pengaruh simultan terhadap variabel dependen. Uji F ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai signifikansi pada model penelitian dengan nilai signifikansi yang telah ditetapkan sebesar 5% atau 0,05. Pengujian ini dilakukan dengan menentukan hipotesis sebagai berikut : Ho : tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel variabel independen dengan variabel dependen Ha : terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut : Jika Sig < alpha 0,05 maka Ho ditolak, Ha diterima Jika Sig > alpha 0,05 maka Ho diterima, Ha ditolak
Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima, Ha ditolak Jika Fhitung > Ftabel maka Ho ditolak, Ha diterima
80
Berikut disajikan tabel annova pada tabel dibawah ini untuk model penelitian peneliti : TABEL 4.7 ANOVAa Model
Sum of Squares ,199
df
Mean Square ,050
Regressio 4 n 1 Residual 1,396 111 ,013 Total 1,595 115 a. Dependent Variable: DA b. Predictors: (Constant), KepemilikanInstitusional, IOS, FrekuensiRapatKomiteaudit, Kindependen
F 3,962
Sig. ,005b
(Sumber : Hasil pengolahan data melalui SPSS versi 21)
Dari TABEL 4.7 diperoleh hasil variabel independen (X) dapat mempengaruhi variabel dependen (Y) secara signifikan. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi pada tabel annova sebesar 0,005 sehingga Ho ditolak, Ha diterima atau variabel bebas yaitu good corporate governance dan investment opportunity set berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat yaitu manajemen laba. Kemudian nilai Fhitung didapat sebesar 3,962 sedangkan nilai Ftabel didapat sebesar 2,453 dengan df pembilang = 4 dan df penyebut 111 (rumus excel “=FINV(0,05;4;111)) sehingga Fhitung lebih besar daripada Ftabel , maka Ho ditolak, Ha diterima.
D.
Uji Hipotesis Uji hipotesis untuk model penelitian ini menggunakan uji statistik t dan analisis regresi berganda. Berikut hasil uji hipotesis :
81
TABEL 4.8 Coefficientsa Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Beta Error ,464 ,118 (Constant) K.Ind -,493 ,165 -,280 1 FRKA ,001 ,002 ,042 K. Ins -,160 ,055 -,282 IOS ,091 ,042 ,196 a. Dependent Variable: DA
1.
t
3,946 -2,987 ,458 -2,928 2,156
Sig.
,000 ,003 ,648 ,004 ,033
Uji T Uji parsial pada dasarnya menunjukan seberapa jauh pengaruh suatu
variabel
penjelas/independen
secara
individual
dalam
menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali,2006). Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%).
Dasar pengambilan keputusan : jika probabilitas
signifikansi (p-value) > α 0,05 maka tidak ada pengaruh signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen namun jika probabilitas signifikansi (p-value) < α 0,05 maka terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dari hasil uji T yang terdapat pada TABEL 4.8 dapat disimpulkan mengenai hasil pengujian terhadap masing masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai berikut : a. Komisaris independen terhadap manajemen laba
82
Pada bagian ini, peneliti
menguji hipotesis pertama dalam
penelitian ini yaitu pengaruh komisaris independen terhadap manajemen laba. Adapun dengan rumus hipotesis sebagai berikut : Ho
: Variabel komisaris independen tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba
H1 : Variabel komisaris independen memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba Pada output regresi yang ditunjukan oleh TABEL 4.8 menunjukan bahwa komisaris independen memiliki nilai signifikansi kurang dari 0,05 atau 5% yaitu sebesar 0,003 sehingga dapat disimpulkan bahwa komisaris independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa komisaris independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba, tidak dapat ditolak.
b. Komite audit terhadap manajemen laba Pada bagian ini, peneliti menguji hipotesis kedua yang menyatakan bahwa komite audit terhadap manajemen laba dengan rumusan hipotesis sebagai berikut : Ho : Variabel komite audit tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap manajemen laba H2 : Variabel komite audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba
83
Berdasarkan hasil output spss dari TABEL 4.8 dapat disimpulkan bahwa hasil p-value untuk komite audit sebesar 0,648 atau lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa komite audit memiliki pengaruh terhadap manajemen laba ditolak.
c. Kepemilikan institusional terhadap manajemen laba Pada bagian ini, peneliti menguji hipotesis ketiga yaitu kepemilikan institusional
memiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
manajemen laba dengan rumusan hipotesis sebagai berikut : Ho : Variabel kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba H3 : variabel kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba Berdasarkan hasil output spss pada TABEL 4.8 menunjukan bahwa kepemilikan institusional memiliki nilai signikansi lebih kecil dari tingkat signifikansi p-value yaitu sebesar 0,004 sehingga dapat disimpulkan semakin besar adanya kepemilikan institusional dalam jumlah saham yang dihasilkan oleh perusahaan maka akan semakin rendah
tingkat
manajemen
dalam
melakukan
income
increasing.Dengan demikian, hipotesis ketiga dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba dapat diterima.
84
d. Investment opportunity set terhadap manajemen laba Pada hipotesis terakhir ini yaitu hipotesis keempat, peneliti menguji pengaruh investment opportunity set terhadap manajemen laba. Adapun dengan rumusan hipotesis sebagai berikut : Ho
: Variabel IOS tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba
H4 : Variabel IOS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba Pada output regresi yang ditunjukan TABEL 4.8, variabel IOS memiliki angka signifikansi sebesar 0,033. Nilai ini lebih kecil dari tingkat signifikansi yang ditetapkan yaitu sebesar 0,05 sehingga dapat disimpulkan semakin besar tingkat kesempatan investasi perusahaan bertumbuh maka akan menimbulkan pengaruh yang positif terhadap manajemen laba. Hasil uji ini menunjukan bahwa hipotesis keempat yang menyatakan variabel IOS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba tidak dapat ditolak.
2.
Analisis Regresi Berganda Uji analisis regresi berganda ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai pengaruh antara dua atau lebih variabel X sebagai
85
variabel independen (bebas) dengan variabel Y sebagai variabel dependen. Dalam penelitian ini, analisis regresi linear berganda dilakukan agar mengetahui koefisien regresi atau besarnya pengaruh variabel independen yaitu good corporate governance dan investment opportunity set sebagai X terhadap variabel dependen yaitu manajemen laba sebagai Y. Dari hasil output di sistem SPSS V21 yang ditampilkan TABEL 4.8, diperoleh data hasil perhitungan persamaan regresi linear berganda sebagai berikut : DA = 0,464 - 0,493Kind + 0,001FRKA - 0,160Kins + 0,091IOS + ε Berdasarkan
persamaan
regresi
tersebut
dapat
dianalisa
pengaruh masing masing variabel independen terhadap manajemen laba sebagai berikut : a. Komisaris Independen (X1) memiliki nilai koefisien regresi sebesar-0,493
yang berarti komisaris independen
memiliki
hubungan negatif dengan manajemen laba. Hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% dari komisaris independen akan menyebabkan penurunan tindakan manajemen laba sebesar -0,493 dengan asumsi variabel komisaris independen adalah konstan. b. Frekuensi Rapat Komite Audit (X2) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,001 yang berarti variabel frekuensi rapat komite audit memiliki hubungan yang positif dengan manajemen laba. Hal ini
86
menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% dari frekuensi rapat komite audit akan menyebabkan peningkatan tindakan manajemen laba sebesar 0,001 dengan asumsi variabel frekuensi rapat komite audit adalah konstan. c. Kepemilikan Institusional (X3) memiliki nilai koefisien regresi sebesar -0,160 yang berarti variabel kepemilikan institusional memiliki hubungan yang negatif terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% dari kepemilikan institusional akan menyebabkan penurunan tindakan manajemen laba
sebesar
-0,160
dengan
asumsi
variabel
kepemilikan
institusional dengan asumsi variabel kepemilikan institusional adalah konstan. d. Investment Opportunity Set (X4) memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,091 yang berarti variabel investment opportunity set memiliki hubungan yang positif terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukan bahwa setiap kenaikan 1% dari investment opportunity set akan menyebabkan peningkatan tindakan manajemen laba sebesar 0,091 dengan asumsi variabel IOS adalah konstan.
87
E.
Pembahasan Hasil analisis pengujian dengan cara regresi linear berganda untuk mendeteksi adanya pengaruh antara komisaris independen, komite audit, kepemilikan institusional, dan investement opportunity set terhadap manajemen laba pada perusahaan property dan real estate yang terdaftar di BEI adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh komisaris independen terhadap manajemen laba Dalam penelitian ini proporsi dewan komisaris independen berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat diartikan bahwa peranan dewan komisaris independen terhadap manajemen perusahaan berjalan optimal dengan melakukan pengawasan secara
intens
terhadap pengelolaan
perusahaan yang dilakukan
manajemen. Hal ini dapat terjadi karena pada dasarnya dewan komisaris independen
ikut
campur
tangan
dalam
pengambilan
keputusan
operasional perusahaan. Keputusan yang diambil oleh dewan komisaris independen tidak dapat diganggu gugat mengingat keputusan yang diambil bersifat independen tanpa intervensi dari pihak dalam perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Made (2012) yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal tersebut disebabkan karena dengan adanya pengawasan dari dewan komisaris independen maka proses pembuatan laporan keuangan
88
perusahaan makin berkualitas dan manajemen dituntut untuk melakukan transparasi dalam membuat laporan keuangan perusahaan. Nasution dan Setiawan (2007) juga turut menguatkan hasil yang ditemukan oleh peneliti bahwa semakin banyak dewan komisaris independen maka akan menekan tindakan manajemen laba dikarenakan dewan komisaris independen turut mengawasi proses pengelolaan perusahaan. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil yang dikemukakan oleh Yusriati Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti (2010) yang menemukan bahwa dewan komisaris independen tidak memiliki
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
manajemen
laba.
Menurutnya keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia hanya untuk memenuhi tuntutan regulasi. Hal ini dapat terjadi karena tidak semua perusahaan mampu memenuhi standar minimum yang ditetapkan untuk proporsi dewan komisaris independen sebesar 30%. Penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih SY dan Cholis (2012) dan Dian Agustia (2013) juga bertolak belakang dengan peneliti. Dian Agustia (2013) berpendapat bahwa pengangkatan dewan komisaris independen hanya didasari hubungan kekeluargaan, kekerabatan, ataupun penghargaan sehingga walaupun perusahaan tersebut memiliki dewan komisaris independen namun dalam praktiknya dewan komisaris tidak benar benar independen dalam melaksanakan tugasnya.
89
2. Pengaruh komite audit terhadap manajemen laba Dalam penelitian ini keberadaan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini dapat terjadi karena pengangkatan komite audit mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan good corporate goverance. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusriati Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti (2010) yang menyatakan bahwa komite audit tidak terbukti berpengaruh terhadap manajemen laba. Begitu pula dengan hasil yang didapat oleh Dian Agustia (2013). Menurut mereka keberadaan komite audit di perusahaan hanya untuk memenuhi tuntutan regulasi saja sehingga terhindar dari sanksi. Oleh karena itu, kinerja dari komite audit menjadi kurang efektif dan optimal dalam mengembangkan dan menerapkan proses pengawasan untuk meminimumkan tindakan manajemen laba. Namun hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) yang menemukan bahwa keberadaan komite audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ratnaningsih SY dan Cholis (2012) yang juga menemukan bahwa komite audit memiliki hubungan yang positif terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan komite audit sudah
90
memenuhi tugasnya dalam mengawasi pengelolaan laporan keuangan dengan menerapkan prinsip prinsip corporate governance. 3. Pengaruh kepemilikan institusional terhadap manajemen laba Dalam penelitian ini kepemilikan institusional berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen. Hal ini menandakan semakin banyak saham yang dimiliki oleh institusi maka pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional semakin intens terhadap manajemen perusahaan sehingga adanya investor institusional dalam perusahaan mampu mengurangi tindakan manajemen laba. Hasil ini tidak sesuai dengan hasil yang ditemukan oleh Yusriati Farida, Yuli Prasetyo, dan Eliada Herwiyanti (2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Menurutnya tidak semua perusahaan memiliki kepemilikan institusional di struktur modalnya. Hasil peneliti juga tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh I Gusti Ayu Made (2012) dan Dian Agustia (2013). Hal ini
dikarenakan
investor
institusional
tidak
berperan
sebagai
sophisticated investor yang memiliki lebih banyak kemampuan untuk membatasi manajer dalam melakukan manipulasi laba. Namun hasil peneliti sejalan dengan hasil yang ditemukan Tarjo (2007) yang menyatakan bahwa sebuah perusahaan jika memiliki investor institusional biasanya akan menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap manajemen laba karena dengan adanya investor dari luar
91
perusahaan diharapkan mampu mengawasi kecenderungan manajer untuk memanipulasi laporan keuangan. 4. Pengaruh investment opportunity set (IOS) terhadap manajemen laba Dalam penelitian ini investment opportunity set berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti perusahaan yang mempunyai investment opportunity set yang tinggi cenderung melakukan manajemen laba. Semakin tinggi investment opportunity set yang dimiliki perusahaan maka perusahaan mempunyai asset in place yang rendah dengan maksud agar investor tidak menuntut adanya pembagian dividen. Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Ferdinand A Gul, Sydney Leung, & Bin Srinidhi (July,2003) dan Henggar
Watiningsih (2011).
Henggar
Watiningsih
berpendapat
perusahaan yang mempunyai peluang tumbuh yang tinggi cenderung melakukan manajemen laba. Ken Y. Chen, Randal J. Elder, dan Shengmin Hung (2010) juga menemukan hubungan yang positif terhadap manajemen laba. Tetapi hasil peneliti tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zaenal Fanani (2006), J.C Shanti, Yudhayanti, dan Bintang Hari (2007), . Menurut mereka pertumbuhan perusahaan terjadi bukan karena adanya manajemen laba dalam perusahaan, melainkan karena perusahaan tersebut benar benar tumbuh.