| Nomor 07 | Tahun 2004 | Rp6.750 |
DaftarIsi
2 2 3 4 17 18 20 25 26 28 29 30 31 32
DariRedaksi SuratSurat InfoEksekutif Fokus Konsultasi StrategiHC HCTren TipsPraktis Kolega Kolom Kiat Kolom BursaKerja Rehal
F O K U S
MENGUPAS RENCANA
SUKSESI Suksesi kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan perusahaan untuk tetap eksis dan mencatat keberhasilan dalam waktu yang lama. Rencana suksesi (Succession Plan) penting tidak hanya untuk jabatan CEO atau direktur, tetapi juga untuk jabatan-jabatan lain yang vital bagi kelangsungan usaha perusahaan. Sejauh mana perusahaan Anda memiliki rencana suksesi? halaman
20
DANA KESEHATAN
DIKELOLA SENDIRI ATAU DISERAHKAN KE ASURANSI?
Semakin banyak perusahaan yang menyerahkan pengelolaan dana kesehatannya kepada perusahaan asuransi. Apa saja untung-ruginya bagi perusahaan maupun karyawan? Bagaimana jurus memilih perusahaan asuransi?
Dachriyanti: “Sebenarnya rencana suksesi berlaku di semua level. ..., ikan itu akan busuk di kepala dulu.” halaman 10
C. Heru Budiargo: “Bagaimana karyawan bisa berkembang mengembangkan potensi dan kompetensinya di perusahaan ....” halaman 8
Siti Asmah: “Meskipun pendidikan formal sangat penting, tapi live university juga sama pentingnya,”
Ciputra: “Sekarang adalah saat yang tepat untuk kembali melakukan ekspansi bisnis secara hati-hati,”
halaman 27
halaman 15
2
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
D a r i R e d a k s i
STRATEGI HC K
ita semua telah membaca Human Capital (HC) edisi lalu (HC 06). Sesuai dengan semangat kaizen yang pernah kami sampaikan dalam rubrik ini beberapa waktu lalu, dalam edisi HC 06 kami memperkenalkan satu rubrik baru, yaitu STRATEGI HC. Rubrik ini menyajikan strategi manajemen HC dari perusahaan-perusahaan terkemuka dan dikenal mempunyai kualitas sumberdaya manusia (SDM) yang mumpuni. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjadi contoh, referensi, maupun benchmarking bagi perusahaan lain di dalam pengelolaan SDM maupun bisnis secara keseluruhan. Kami meyakini, perusahaan-perusahaan hebat mempunyai strategi manajemen HC yang hebat pula. Kenapa kami lebih fokus pada strategi, tak lain karena strategi sangat menentukan keberhasilan setiap organisasi dalam mewujudkan visi, misi, dan tujuannya. Konsekuensi logis dari maksud dan tujuan dibukanya rubrik baru itu, maka perusahaan yang ditampilkan dalam rubrik tersebut harus memenuhi kriteria di atas: terkemuka di bidangnya dan dikenal mempunyai kualitas SDM yang mumpuni. Sekali lagi, agar ia bisa menjadi contoh bagi perusahaan lain. Kami memilih PertamaBank sebagai perusahaan pertama yang tampil dalam rubrik STRATEGI HC dilatarbelakangi sejumlah alasan. Pertama, eksistensi PermataBank dalam peta bisnis perbankan nasional cukup kuat kendati PermataBank adalah bank terakhir di bawah BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang melakukan merger. Proses merger legal dan operasional dari 5 bank sebelumnya menjadi PermataBank berhasil diselesaikan dalam kurun waktu 6 bulan saja. Waktu tersebut tergolong sangat singkat, karena umumnya bank-bank butuh waktu minimum 1 tahun untuk bisa menyelesaikan proses merger tersebut. Bahkan, ada bank hasil merger milik BPPN lainnya yang belum sepenuhnya menyelesaikan proses merger setelah beroperasi beberapa tahun. Terbukti, begitu banyak investor yang berminat dalam program divestasi 51% saham pemerintah di bank itu. Dari sisi laba usaha, agresifitas menggarap pasar, dan fokus bisnis
yang jelas, PermataBank patut diacungi jempol. Kedua, PermataBank memiliki strategi manajemen HR yang sangat komprehensif dan modern. Tidak semua strategi tersebut disusun sendiri oleh manajemen PermataBank. Sebagian dibantu oleh konsultan ternama seperti Hewitt, Accenture, TASS Consulting, dan sebagainya. Tetapi, tanpa kompetensi dan visi yang kuat dari jajaran pimpinan PermataBank, niscaya keterlibatan konsultan tersebut terwujud atau memberikan hasil optimal. Kehebatan PermataBank itu, antara lain, bisa dilihat dari tulisan di rubrik STRATEGI HC edisi lalu. Sesuai dengan tujuan diadakannya rubrik STRATEGI HC, maka di edisi ini dan berikutnya kami berusaha untuk terus menampilkan strategi manajemen SDM perusahaan-perusahaan terkemuka di Indonesia. Seperti pada edisi sekarang, rubrik STRATEGI HC menampilkan Bank BRI, sebuah bank yang memiliki kinerja hebat dalam beberapa tahun terakhir. Inilah bank yang dulu disebut ndeso dan kini telah menjadi bank dengan visi regional yang kuat. Bank dengan jaringan terluas di Indonesia ini ternyata juga ditopang oleh kualitas SDM yang membanggakan. Satu hal yang pasti, perusahaan-perusahaan unggul menempatkan manusia sebagai asset utama di antara berbagai asset yang mereka miliki. Mudah-mudahan hal ini juga memberi inspirasi bagi seluruh pemilik dan eksekutif perusahaan untuk juga berpikiran yang sama. Apa gunanya pabrik yang canggih tanpa manusia yang bisa mengelola dan mengembangkannya? Apa artinya uang berlimpah tanpa manusia yang bisa memutarnya secara efisien? Sebaliknya, manusia berkualitas bisa mendatangkan uang untuk kepentingan perusahaan dan bahkan menciptakan mesin-mesin yang lebih baik. Selamat membaca. Seluruh jajaran manajemen dan staf HC juga mengucapkan Selamat menunaikan ibadah suci Ramadhan bagi yang melaksanakannya. Semoga bulan suci ini benar-benar bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Amin… Redaksi
S u r a t S u r a t PENGADILAN HI YANG LEBIH MANUSIAWI Membaca fokus tulisan HC edisi 06 lalu dengan headline “Menyongsong Pengadilan HI”, perasaan kami sebagai karyawan/ pekerja masih campur aduk. Di satu sisi, adanya Pengadilan Hubungan Industrial (HI) lebih memberikan kepastian hukum. Namun, di sisi lain, tetap saja muncul kekhawatiran terhadap posisi tawar para karyawan/pekerja dalam setiap perselisihan ketenagekerjaan. Soalnya, meskipun sampai batas tertentu selama ini pemerintah cenderung mengambil kebijakan populis dalam hal ketenagakerjaan, namun dalam praktiknya tetap saja posisi tawar karyawan/pekerja sangat lemah. Bisa dibayangkan dampaknya bagi karyawan/pekerja bila kelak pemerintah
mengambil kebijakan yang tidak lagi populis. Kekhawatiran ini juga terkait dengan masih sulitnya kondisi perekonomian sehingga perusahaan akan “menghalalkan segala cara” dengan berlindung di balik hukum untuk memenangkan pertarungan terkait perselisihan ketenagakerjaan. Mohon perhatian pemerintah baru soal ini. Terima kasih. Hormat kami, A. Rifai. atas nama karyawan PT AACI Cilegon, Banten
MENANTI GEBRAKAN HC BERIKUTNYA Sejauh ini, apa yang dilakukan HC
sebagai media referensi manajemen SDM sangat bermanfaat bagi berbagai pihak yang peduli dengan masalah SDM. Sebagai praktisi manajemen SDM, kami menunggu gebrakan HC berikutnya sebagai bentuk komplementasi dari kegiatan media yang kini dijalankan. Misalnya, HC mengadakan seminar, training atau workshop yang memang sangat diperlukan di bidang SDM. Bisa juga seminar, training atau workshop itu mengambil tema-tema sajian HC terdahulu dan perlu pendalaman bagi para peminat SDM. Bila ini terwujud, kehadiran kelompok bisnis HC terasa lebih berarti bagi kemajuan pembangunan SDM di Indonesia. Salam, G. Wardhana Praktisi SDM Jakarta
Terima kasih atas dukungan Anda selama ini terhadap HC dan masukan di atas. Sesuai dengan saran Anda, kami sedang menyiapkan sejumlah program pengembangan layanan bagi komunitas HC maupun pihak-pihak peduli dengan SDM. Pada waktunya, hal itu akan kami umumkan kepada khalayak pembaca maupun publik lainnya. Kami berharap, layanan komprehensif itu sudah bisa kami gelar mulai awal 2005. Mohon dukungan dan masukan terus bagi kemajuan kita bersama. Sekali lagi, terima kasih. (Red.)
Pemimpin Umum: Farid Aidid Pemimpin Perusahaan: Iftida Yasar Pemimpin Redaksi: Syahmuharnis Redaktur Pelaksana: Malla Latif Wakil Pemimpin Perusahaan: P.M.Rizal Redaktur: Ratri Suyani, Vriana Indriasari Kontributor: Indraria Djokomono Artistik: Joel Totok Apriyanto Sekretaris Redaksi: Rizma Maulina Administrasi: Afiantomi Alamat Redaksi/Tata Usaha, Iklan & Promosi: Setiabudi Building 2, 3rd Floor. Suite 305 Jl. H. R. Rasuna Said Kav. 62 Jakarta 12920 Telp. 021-5220575 Fax. 021-52901024 E-mail:
[email protected] Bank: a/n PT. Bina Semesta Giartha Lestari, Citibank No. Rek. 8000494690 Pencetak: PT Temprint.
3
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
I n f o E k s e k u t i f
PERAN ORGANISASI HR KE DEPAN Revolusi outsourcing, menurut Hewitt dan berbagai konsultan HR terkemuka, merupakan komponen kunci dari gelombang perubahan yang melanda organisasi HR di dunia. Riset menunjukkan ada sejumlah kemampuan yang bakal menyelamatkan masa depan departemen HR. Organisasi HR yang paling sukses di masa depan adalah sebagai berikut: Pembangun jaringan sosial. Pentingnya manajemen pengetahuan (knowledge management) bagi organisasi masa kini tidak perlu diragukan lagi. Kecepatan dalam berbagi dan memanfaatkan pengetahuan akan menjadi semakin penting di masa depan. Manajemen pengetahuan yang efektif bukanlah menyangkut teknologi, tetapi lebih tentang menghubungkan manusia secara bersama-sama dalam sebuah percakapan. Manusia itu saling berkolaborasi. Masalahnya, bagaimana tenaga kerja outsourcing itu benar-benar memberikan yang terbaik demi perusahaan? Maklum saja, mereka bukanlah karyawan langsung dari perusahaan. Pertanyaan ini semakin penting karena pola outsourcing kini sudah bersifat lintas negara (sering juga disebut virtual workforce). Ke depan, tenaga kerja virtual ini akan menjadi kemampuan inti bagi departemen HR. Tanggung jawab pengelolaan mereka jelas berada di bagian
HR, bukan pada manajer lini. Manajer lini secara jelas memiliki beban tangung jawab setiap hari. Bagian HR akan menjadi strategis, desainer, dan pemecah masalah. Diramalkan, organisasi yang paling sukses ke masa depan akan mendorong akuntabilitas kepada unit-unit yang lebih kecil, di mana kejelasan tujuan lebih tampak dan tidak terlalu kompleks, rendah birokrasinya, dan keterlibatan pada pekerjaan lebih sederhana sifatnya. Jaringan lain di mana bagian HR berperan besar adalah dalam membangun tim lintas fungsi dalam organisasi. Dukungan teknologi akan sangat membantu tugas ini sehingga bagian HR harus berkolaborasi dengan bagian IT. Pentingnya membangun merek dengan nilai proposisi yang kuat untuk setiap segmen karyawan mengharuskan bagian HR harus bekerjasama dengan bagian pemasaran. Kolaborasi menjadi lebih penting dan bermakna. Pewujud ketangguhan. Pentingnya perubahan dalam upaya mendapatkan keunggulan kompetitif mendorong setiap perusahaan memperkenalkan prinsipprinsip manajemen perubahan. Adalah kecepatan perubahan yang menentukan keunggulan organisasi. Keselarasan (alignment) dalam setiap bagian organisasi sesuatu yang sangat kritikal. Ke depan, keselarasan dan ketangguhan (agility) akan dibutuhkan. Keselarasan saja tidaklah cukup. Keselarasan dan keselarasan ulang (re-alignment) yang cepat akan menjadi mantra sukses. Siklus strategi begitu cepat sehingga dibutuhkan dukungan keterlibatan penuh dari karyawan untuk mempercepat ekseku-
CHANGE MANAGEMENT TOOLKIT Perubahan telah menjadi ungkapan seharihari di Indonesia akhir-akhir ini, terutama sejak Pilpres II baru lalu. Bila perubahan itu menyangkut perusahaan atau organisasi, dewasa ini ada satu alat manajemen perubahan yang dianggap paling komprehensif, yaitu Prosci’s Change Management Toolkit. Alat manajemen perubahan ini bermanfaat bagi para eksekutif, manajer, tim proyek dan konsultan yang terlibat dalam manajemen perubahan. Dalam alat tersebut terdapat template berisi perencanaan detil, kajian kesiapan, dan panduan untuk mendapatkan dukungan penuh dari para eksekutif (sebagai sponsor) dan mengelola resistensi. Termasuk dalam templates adalah rencana komunikasi, rencana training, peta sponsor, rencana pelatihan, dan rencana manajemen resistensi. Produk Prosci ini disusun berdasarkan riset terhadap 700 perusahaan besar di Amerika dan Eropa. Alat ini adalah panduan pemimpin yang berisi templates dan panduan untuk membantu penerapan manajemen perubahan secara efektif dan menuliskan rencana manajemen perubahan
sinya dalam upaya mendapatkan peluang mendahului pesaing. Tidak ada lagi ruang untuk membangun birokrasi dan mekanisme kontrol. Perusahaan terbaik di masa depan akan mempertahankan kemampuannya untuk mendorong keselarasan dan terus memperkokoh ketangguhan perusahaan. Memungkinkan pemanfaatan teknologi. Teknologi telah memberikan pengaruh besar terhadap HR. Area kunci di mana teknologi benar-benar berperan, di antaranya, rekrutmen, komunikasi, training dan pengembangan, kompensasi dan benefit, dan berbagi layanan secara global. Hewitt meramalkan dalam 5 tahun ke depan, pada perusahaan yang tangguh, keterlibatan penuh karyawan diukur dan dikelola secara individu. Sistem dan teknologi pengukur kini sudah banyak tersedia. Pakar talenta dan kepemimpinan. HR di masa depan harus menjamin perusahaan mendapatkan talenta terbaik secara cepat dan efektif biaya. Mereka juga harus membangun alur karir talenta yang tangguh untuk menjamin lahirnya pemimpin di masa
depan dan kemampuan untuk mengendalikan strategi organisasi.. Jago kultur. Kultur organisasi sangat menentukan pencapaian tujuan. Dan, kultur tidak pernah netral. HR akan menjadi pakar pendiagnosa kultur, penyetelan dan penajaman praktik kultur yang menjamin lahirnya strategi, retensi talenta, dan pengembangan pemimpin. Guru pengukur. Manajemen HR seringkali disalahkan karena ketidakmampuan mereka mengukur kontribusi terhadap kesuksesan bisnis. Secara profesi, selama ini yang sering didengung-dengungkan halhal yang bersifat slogan, seperti “memberi tambahan nilai”, menjadi “mitra strategik”, dan “menentukan sukses perusahaan”. Menurut pakar manajemen HR terkemuka di dunia dari Harvard Business School Ulrich (dalam buku Human Resource Champion: The Next Agenda for Adding Value and Delivering Results), peran bagian HR akan terus berevolusi. Ke depan, peran HR adalah menjadi mitra strategik dalam bisnis, namun peran itu masih akan terus berevolusi entah ke mana lagi setelah itu■
MARI BERBUAT PAHALA, PARTISIPASI ANDA DITUNGGU!!! secara professional. Alat pengkajian dan panduan implementasi akan membantu Anda menerapkan strategi manajemen perubahan yang efektif. Alat manajemen perubahan ini memungkinkan Anda untuk: ● Mengelola karyawan dalam proses perubahan, bukan hanya sisi bisnisnya saja ● Mengembangkan sebuah strategi manajemen untuk proyek Anda ● Menciptakan rencana komunikasi ● Secara aktif mengelola resistensi terhadap proses perubahan yang independen ● Didesain sebagai proses proaktif untuk mendorong perubahan dan mengelola resistensi sebelum masalah muncul ● Menyediakan alat, templates, dan daftar periksa (checklist) yang terpadu dan mudah dipergunakan untuk mengelola perubahan di setiap level, dari eksekutif puncak hingga karyawan lini depan Didasarkan pada model pengetahuan yang mudah ditransfer sehingga memungkinkan untuk membangun kompetensi manajemen perubahan internal■
HC berencana untuk menampilkan rubrik baru JOKES AT WORK pada edisi-edisi mendatang untuk menghilangkan stress di tempat kerja. Rubrik ini berisi lelucon segar yang diharapkan membuat gembira para pembacanya. Kami mengundang partisipasi seluruh pembaca setia HC untuk mengirimkan l e l u c o n ( j o k e s) k e p a d a r e d a k s i H C m e l a l u i e m a i l :
[email protected] , faks. (021) 52901024, atau dikirim via pos ke alamat redaksi HC: Gedung Setiabudi 2 Lt. 3 (ruang 305), Jl. HR Rasuna Said Kav. 62, Kuningan, Jakarta Selatan. Lelucon tersebut syaratnya harus lucu (membuat ketawa), tidak porno maupun berbau SARA. Panjangnya mulai dari beberapa baris hingga beberapa paragraf maksimal 500 kata. Pemuatan lelucon menjadi hak penuh redaksi. Lelucon yang lulus seleksi akan dimuat, dan nama pengirimnya akan diterakan dalam setiap lelucon yang dimuat. Pada waktunya, pembaca akan dipersilakan menilai lelucon yang paling lucu. Dan, lelucon yang dinilai paling lucu, akan mendapatkan hadiah dari HC. Pemberitahuan mengenai hadiah menyusul. Bukankah membuat orang lain senang itu berpahala? Selamat mengirim…Kami tunggu. REDAKSI HC
4
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S
MENGUPAS RENCANA
SUKSESI Suksesi kepemimpinan sangat menentukan keberhasilan perusahaan untuk tetap eksis dan mencatat keberhasilan dalam waktu yang lama. Rencana suksesi (Succession Plan) penting tidak hanya untuk jabatan CEO atau direktur, tetapi juga untuk jabatan-jabatan lain yang vital bagi kelangsungan usaha perusahaan. Sejauh mana perusahaan Anda memiliki rencana suksesi?
A
pa perasaan Anda sebagai CEO bila puluhan tenaga potensial perusahaan Anda minggat ke perusahaan lain? Anda pasti cemas, gondok, dan entah apa lagi perasaan tidak enak lainnya. Robby Djohan, saat menjabat Presiden Direktur Bank Niaga, pernah mengalami langsung hal ini ketika 52 manajer Bank Niaga dibajak pesaing sejalan dengan tingginya kebutuhan tenaga pimpinan akibat Paket Deregulasi Perbankan Oktober 1988. Eksodus itu kembali terulang saat organisasi BPPN dibentuk 1998-1999. Kali ini yang eksodus lebih banyak. “Dalam
setahun ke luar 200 karyawan lebih,” ungkap C. Heru Budiargo, Executive Director Compliance, Risk Management Bank Niaga. Rupanya, bankir Bank Niaga sangat laku di pasar. Sebagai perusahaan yang telah membangun sistem kaderisasi yang cukup baik, Bank Niaga tetap kelimpungan ketika eksodus itu terjadi. Itu karena jumlah yang ke luar sangat banyak. Konsekuensinya, banyak posisi yang kosong dan harus segera diisi. “Terpaksa karyawan yang belum siap dikarbit,” lanjut Heru. Bagaimana jadinya jika hal semacam itu terjadi di perusahaan yang tidak sesiap Bank Niaga?
Orang sekaliber Bill Gates pun tak urung khawatir dengan masa depan raksasa piranti lunak Microsoft bila 20 orang terbaiknya cabut ke tempat lain. “Microsoft akan menjadi perusahaan yang tidak penting lagi,” ujarnya suatu kali. Ketika bertemu dengan Chandra Purnama, Wakil Direktur Utama Bank Permata yang membawahi sumberdaya manusia, bulan lalu, persoalan suksesi juga menjadi salah satu fokus perhatiannya. Kebetulan beberapa manajer level menengah Bank Permata baru saja pindah ke perusahaan lain karena dibajak. Yang membuatnya risau, mereka yang pindah itu adalah tenaga-tenaga penting di unit bisnis Bank Permata, khususnya di bidang ritel yang menjadi salah satu fokus bisnis bank tersebut. Kepindahan mereka mengancam pencapaian target bisnis yang telah disusun. Selama ini banyak orang yang menilai wacana suksesi hanya dalam konteks proses regenerasi pucuk pimpinan, semisal Presiden Direktur maupun Direktur. Fakta di atas menunjukkan proses suksesi di level-level kunci di bawah manajemen sama pentingnya dengan suksesi manajemen itu sendiri. Posisi manajerial menengah dalam organisasi tak kalah penting dibandingkan posisi direksi. Kedua posisi itu saling berbagi dan melengkapi dalam menjalankan roda perusahaan. Para eksekutif berperan dalam menyusun strategi dan kebijakan organisasi, sementara manajer lebih berperan pada aspek operasional yang bersifat teknis dan detil. Karenanya, penyusunan rencana suksesi untuk posisi kunci di bawah direksi tidak kalah pentingnya. Joseph Bataona, HR Director PT Unilever Tbk., menegaskan, suksesi tidak selalu berhubungan dengan posisi yang bisa dikatakan tinggi. Di level bawah pun, suksesi
itu juga terjadi dan perlu dibuatkan perencanaan suksesinya. Sebagai contoh, bulan lalu Unilever merayakan dan memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah bekerja paling tidak 15 tahun, 25 tahun, dan sudah akan pensiun. Total 282 orang. Dari jumlah itu, jumlah karyawan yang akan pensiun tahun ini 54 orang. Berarti Unilever harus sudah siap dengan orang-orang pengganti. Jumlah karyawan dengan masa kerja 25 tahun 214 orang, berarti orang itu akan segera memasuki pensiun sehingga perusahaan harus sudah siap pula dengan penggantinya. Merancang suksesi, mengembangkan sumberdaya manusia pengganti, dan mengeksekusi pergantian orang sebanyak itu akan menjadi persoalan besar bagi perusahaan yang tidak memiliki perencanaan suksesi yang berkualitas. Prinsip “gimana nanti sajalah”, jelas tidak bisa lagi diterapkan karena kompetisi bisnis sudah sangat tajam dan kebutuhan terhadap sumberdaya manusia berkualitas tidak bisa ditawar. “Rencana suksesi penting karena perusahaan beroperasi untuk jangka panjang. Bukan hanya untuk satu atau dua tahun saja,” lanjut Bataona. RENCANA SUKSESI Penyusunan rencana suksesi menuntut keterlibatan penuh manajemen perusahaan. Tanpa visi dan komitmen yang kuat dari jajaran manajemen, sebuah rencana suksesi tidak akan pernah terwujud. Kalaupun rencana suksesi itu jadi, hasilnya hanya sebatas oret-oretan di atas kertas, tidak bakal terlaksana di lapangan. Setiap organisasi wajib menyiapkan rencana suksesi tersebut karena jumlah orang yang berpotensi besar itu tidaklah banyak. Pada beberapa keahlian spesifik, bahkan jumlahnya sangat langka. Di industri perbankan, posisi kunci yang termasuk langka, di
5
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S antaranya, teknologi informasi, treasury atau dealer pasar uang, dan bagian hukum. Pekerjaan-pekerjaan tersebut, menurut C. Heru Budiargo, sangat spesifik dan membutuhkan pendidikan khusus. Rencana suksesi juga diperlukan karena proses kaderisasi di level manapun selalu butuh waktu. Tidak ada jalan pintas atau proses karbit. Kita berbicara selang waktu 10-15 tahun dengan sebuah proses yang runtut dimulai dari seleksi, identifikasi, dan pengembangan orang tersebut. Wajar bila Heru bergumam: “Mengembangkan lebih sulit daripada membeli.” Rencana suksesi juga penting bagi para karyawan karena menyangkut kepastian karir ke depan. Mereka yang bekerja profesional akan bisa memastikan bahwa sekian tahun lagi bakal menduduki posisi tertentu, begitu seterusnya. Kepastian semacam ini memang lebih banyak disediakan oleh perusahaan-perusahaan dengan manajemen kuat. Dalam keadaan yang sangat mendesak, proses pengkarbitan memang tidak terhindarkan. Tetapi, kondisi abnormal semacam itu tidak terlalu sering terjadi. Pilihan lain, jika sangat mendesak, adalah dengan merekrut orang luar untuk mengisi posisi yang diperlukan. “Itu pun sangat langka terjadi,” tegas Bataona lagi. Ia menam-
bahkan, jika semua rencana pengembangan sumberdaya manusia dilakukan secara benar, rasanya tidak akan ada masalah mengenai kelangkaan tenaga pimpinan untuk setiap level. Merekrut orang siap pakai dari pasar ada plus-minusnya. Plusnya, seperti diuraikan Dachriyanti, Senior Consultant Andrew Tani & Co., mereka siap pakai sehingga langsung bisa menjalankan tugasnya secara professional. Organisasi tidak butuh waktu dan tenaga terlalu banyak untuk membuat orang itu siap tempur. Pada beberapa kasus, seperti di Grup Astra, merekrut tenaga siap pakai dari luar juga dijadikan alat untuk mengintroduksikan ilmu dan pengetahuan baru yang selama ini diperoleh si manajer atau eksekutif saat bekerja di luar Astra. “Tentunya, setelah kami nilai orang yang kami rekrut dari luar itu memang sangat bermanfaat bagi perusahaan,” ujar Yulius Aslan, Chief HR, Grup Astra. Minusnya, antara lain, orang tersebut belum memahami budaya dan strategi organisasi sehingga dalam bekerja orang tersebut harus melakukan penyetelan diri, paling tidak semacam fine tuning begitu. Rekrutmen dari luar sering pula menimbulkan kecemburuan dan resistensi dari orang dalam, khususnya orang-orang di bagian tersebut. Masalah ini, menurut
Dachriyanti, sangat tergantung kepada kemampuan leadership orang tersebut. “Bila ia pemimpin yang baik, pasti bisa menangani hal-hal semacam itu,” jelasnya. Kepentingan bisnis banyak melatarbelakangi keputusan perusahaan merekut atau membajak para professional dari luar organisasi. Citibank, yang selama ini dikenal sebagai school of bankers dan pemasok kebutuhan eksekutif finansial, justru merekrut Barry Lesmana dari saingannya BCA yang bank lokal untuk memimpin unit perbankan konsumer yang sangat vital bagi Citibank di sini. Barry dikenal cukup sukses mengembangkan usaha perbankan konsumer semasa di BCA. Ia kini menjadi pemimpin tertinggi perbankan konsumer Citibank di Indonesia namun tetap melapor kepada 2 atasannya: pemimpin perbankan konsumer Citibank regional dan Country Manager Citibank Indonesia yang tetap diisi orang bule. Hal yang sama dilakukan Pertamina ketika merekrut Alfred Rohimone, eks Citibanker, untuk menjadi Direktur Keuangan melalui jasa executive search. Kompleksitas aspek keuangan Pertamina mengharuskan BUMN itu untuk mendatangkan orang yang lebih ahli dari luar. Terlepas dari plus-minus merekrut dari luar itu, sebagian besar perusahaan besar
lebih menyukai proses kaderisasi dari dalam dengan menyusun rencana suksesi yang komprehensif dan berjangka panjang. PT Caltex Pacific Indonesia (CPI), misalnya, memiliki sistem suksesi yang sangat baku, dimulai dengan penyeleksian High Potentials (Hipot), perencanaan pengembangan pegawai, dan penempatannya oleh PDC (Personnel Development Committee). Menurut GM HR CPI, Iwan Djalinus, PDC bertugas untuk melakukan penilaian dan pemilihan kandidat untuk posisi eksekutif dan posisi kunci lainnya. CPI adalah satu dari sedikit perusahaan raksasa migas yang posisi CEOnya sudah diisi oleh eksekutif lokal sejak lama. Sungguh beruntung karyawan yang terpilih masuk kategori Hipot karena jumlahnya pasti sangat terbatas dari total pegawai CPI 5.000 orang – kendati orang tersebut belum tentu tahu termasuk kelompok elit itu. Merekalah kader-kader pimpinan perusahaan di masa depan. Ada beberapa kriteria yang dipakai untuk menentukan seseorang potensial atau tidak, seperti kinerja, perilaku, wawasan, kepemimpinan, dan sebagainya. Mengidentifikasi calon pemimpin hal yang sangat penting dalam sebuah rencana suksesi. Kalau CPI mengenal istilah Hipot, maka Citibank memiliki apa yang disebut
6
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S dengan talent inventory – kumpulan orangorang yang memiliki talenta versi Citibank. Rupanya, istilah inventory tidak hanya berlaku pada barang-barang tidak bergerak saja. Apapun istilahnya, perusahaan profesional memiliki kumpulan orang-orang istimewa yang diharapkan menjadi pemimpin di masa depan. Bank Niaga memperkenalkan istilah karyawan pimpinan untuk orang-orang semacam itu. Mereka diseleksi dari lulusan universitas terkemuka dengan standar indeks prestasi tertentu. Jalur karyawan pimpinan diseleksi melalui program management trainee, yang juga berlaku di perusahaan-perusahaan lain. Karenanya, berbicara rencana suksesi, keberhasilannya ditentukan sejak saat proses rekrutmen staf dimulai. Menyeleksi calon pemimpin bukanlah pekerjaan mudah. Masalahnya, ada karyawan yang kinerjanya baik, namun potensinya kurang. Atau sebaliknya. Ada pula yang karyawan potensinya baik dan kinerjanya baik. Untuk mengetahui kualitas seseorang sekaligus memperkaya eksposur karirnya, perusahaan melakukan program pengembangan, serangkaian penugasan, dan mentoring. Di CPI, penugasan juga dilakukan sangat beragam (cross assignment), termasuk penempatan kerja internasional di perusahaan induk CPI, ChevronTexaco di Amerika Serikat, atau di anak perusahaan ChevronTexaco di negara lain. Unilever memiliki semacam professional skill dictionary yang berisi petunjuk pengetahuan yang harus dimiliki seseorang di
setiap level. Unilever membagi-bagi pengetahuan dalam kategori basic awareness, working knowledge, fully operational, dan terakhir leading act. “Kami selalu bandingkan kemampuan seseorang dengan persyaratan sebuah pekerjaan. Jika belum cocok, maka itu adalah area untuk pengembangan orang tersebut,” papar Bataona. Proses pengembangan orang tersebut dilakukan sendiri secara konsisten tanpa bantuan konsultan dalam bentuk human resources plan yang terintegrasi dengan business plan. Dengan perencanaan ini, perusahaan tidak akan terpengaruh bila tibatiba karyawan diambil perusahaan lain. Selanjutnya, orang tersebut terus dipantau dan dievaluasi oleh sebuah tim khusus, seperti PDC di CPI dan Komite Personalia di Bank Niaga. Lembaga ini memiliki jumlah anggota yang ganjil, 3, 5, 7 orang atau lebih. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan keputusan mayoritas dan obyektif dalam menilai setiap karyawan. Komite Personalia Bank Niaga tidak ada hanya di kantor pusat (direksi), tetapi juga ada di tingkat wilayah dan tingkat grup. Penilaian dilakukan secara obyektif dan adil. “Supaya yang naik pangkat bisa bangga karena memang ia berpotensi baik,” ujar Heru tertawa. MENGIDENTIFIKASI POSISI KUNCI Mengawali penyusunan rencana suksesi, pertama kali perusahaan harus mengidentifikasi posisi-posisi kunci di perusahaan kini dan mendatang. Identifikasi
ini akan melahirkan semacam peta posisi kunci. Posisi kunci itu lajimnya dihubungkan dengan visi, misi, fokus, dan strategi bisnis perusahaan. Sebagai contoh, Bank Permata yang memfokuskan bisnisnya pada perbankan ritel, khususnya konsumer, tentunya menempatkan unit pemberian kredit kepemilikan mobil sebagai unit bisnis yang penting. Otomatis pimpinan di unit itu merupakan posisi kunci. Bagi bank atau perusahaan yang fokus di target pasar berbeda, posisi kunci berbeda lagi. CPI mendefinisikan posisi kunci adalah level manajemen menengah ke atas karena semua posisi itu saling bekerjasama untuk menggerakkan roda perusahaan. Sejauh ini, tutur Iwan Djalinus, CPI memiliki tenaga potensial yang sangat memadai untuk 4-5 tahun mendatang. Sekarang pun, CPI sedang mempersiapkan tenaga-tenaga potensial untuk generasi berikutnya (5-10 tahun mendatang). Perusahaan perbankan lajimnya menempatkan posisi kunci itu mulai dari group head ke atas. Soal penamaan group head ini mungkin saja beda antar perusahaan. Ada bank yang menyebutnya hanya sebagai head of saja, dan menempatkan group head setingkat General Manager (GM). Esensinya tetap sama: tanpa mereka roda organisasi akan berjalan pincang. Setelah posisi kunci diketahui atau ditetapkan, tahap berikutnya adalah mengidentifikasi suksesor atau kader-kader terbaik di setiap unit itu. Mereka adalah karyawan yang memiliki kompetensi dan
kinerja kerja yang bagus serta bisa dikembangkan. Mungkin karena pengalaman buruk selama ini, Bank Niaga bahkan membuat sistem suksesi berlapis dengan 3 orang suksesor yang siap menggantikan atasannya. Jadi, bila seorang pemimpin cabang Bank Niaga pergi karena satu dan lain hal, maka setiap hari sudah ada setidaknya 3 orang suksesor yang siap menggantikannya. Peringkat suksesor itu pun telah disusun, meskipun tidak mesti peringkat 1 langsung menggantikan sang pemimpin yang pergi. Dengan segala perencanaan suksesi itu, tetap saja tidak ada jaminan 100% proses suksesi akan berjalan sesuai harapan perusahaan. Perkembangan kompetensi dan kinerja individu sangat tergantung kepada individu itu sendiri. Misalnya, ada saja kepala cabang bank yang tergiur menyalahgunakan wewenang dengan membobol dana nasabah seperti yang terjadi di BRI dan Bank Mandiri. Padahal, kinerja dan moral orang itu dinilai baik oleh perusahaan, dan oleh karena itu layak dipromosikan menjadi kepala cabang. “Itu kesalahan yang bersangkutan dalam memilih teman,” tegas Rudjito, Direktur Utama Bank BRI (baca rubrik STRATEGI HC, red). Heru Budiargo pun mengakui tetap saja ada orang yang telah dikembangkan berhenti di satu tempat, alias tidak bisa berkembang. “Tapi, memang tidak semua karyawan direkrut untuk menjadi direktur,” imbuhnya tersenyum■
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
A d v e r t o r i a l
7
8
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S
SUKSESI DI BANK NIAGA B
erbicara suksesi sebuah perusahaan, tidak hanya sekedar bicara masalah pergantian pemimpin semata. Setidaknya, ada 3 hal yang sangat berperan bagi kesuksesan sebuah suksesi. Pertama adalah komitmen untuk suksesi. Suksesi disiapkan dari dalam perusahaan karena konsistensi penting. Oleh sebab itu tantangannya bagaimana menciptakan kwalitas orang dalam dengan value yang sudah teruji. Karyawan dari dalam bisa memahami strategi perusahaan dan budaya dengan lebih baik, yang berarti, semua perencanaan suksesi akan ditata lebih baik. Kedua, perencanaan suksesi membutuhkan persiapan yang banyak, baik segi sistem, maupun dari segi pengembangan karyawan tersebut. Sehingga orang-orang yang terbaik yang harus ada dalam proses ini. Sistem tersebut bermula dari bagaimana rekrutmen itu terjadi. Maka, rekrutmen strategi menjadi sangat penting karena pola dari suksesi dasarnya adalah mengembangkan karyawan. Bukan “membeli” karyawan. “Bagaimana karyawan bisa berkembang mengembangkan potensi dan kompetensinya di perusahaan. Semua itu harus diseleksi dan diidentifikasi. Makanya, bicara suksesi sama dengan bicara tentang 1015 tahun ke depan,” papar C. Heru Budiargo, Executive Director Compliance, Risk Management Bank Niaga. Heru yang juga menjabat Direktur SDM menegaskan, suksesi merupakan satu proses satu kesatuan dengan satu organisasi, setiap orang dituntut untuk selalu siap. Posisi kunci harus teridentifikasi, posisinya apa, ada di mana, dan sebagainya. Dalam jangka panjang, suksesor-suksesor terbaik dengan performance-nya bagus akan dikembangkan kompetensinya. Sedang dalam jangka pendek, seorang suksesor harus menunjukkan performance dan kinerjanya sehari-hari. “Kan ada yang potensinya kurang baik, tapi prestasinya baik. Orang ini diidentifikasi dari pengembangan secara khusus, diberi kesempatan, diberi proyek, dipindahkan, supaya dapat pengalaman dan teruji kompetensi dan kinerjanya,” jelasnya panjang lebar. Ketiga, yaitu performance appraisal, penilaian seorang karyawan. Yang dinilai adalah kinerja dan kompetensi. Menurutnya, setiap perusahaan akan membutuhkan karyawan dengan 2 kriteria tersebut. “Tapi memang tidak mudah. Ada orang yang kinerjanya baik, tapi kompetensinya tidak bisa dikembangkan lagi. Atau sebaliknya. Artinya ada saja orang yang berhenti di suatu tempat,” cetus Heru lagi. Karena itu, tidak semua karyawan disiapkan dan direkrut untuk berada di level eksekutif. Strategi rekrutmen menurut Heru, selain menyangkut masalah kriteria calon karyawan yang akan menjadi karyawan Bank Niaga, juga mengupas masalah training atau pelatihan. Tidak hanya sekedar classical training, tapi juga day to day, pekerjaan karyawan sehari-hari. “Sistem belajar classical hanya menyumbang 20%, sisanya day to day,” papar Heru. Seorang karyawan akan
baik jika ia memiliki atasan yang baik. Rencana suksesi, baik di setiap lini dan setiap saat, bukanlah sesuatu yang mudah. Seseorang yang pergi, baik itu dikeluarkan, pensiun atau keluar dengan sendirinya, idealnya harus ada pengganti. “Bisa saja suatu saat ada posisi yang kosong, misalnya pemimpin cabang. Di kami, setiap orang setiap hari menyiapkan karyawannya untuk
biasanya diarahkan untuk menjadi seorang pimpinan hingga ke level eksekutif. Seorang karyawan yang akan mencapai level tersebut harus belajar untuk mengembangkan orang lain. “Poinnya bukan sukses itu sendiri, tapi mengembangkan dan mencetak orang-orang yang berkualitas,” tegasnya. Untuk menjadi junior officer, karyawan akan dididik selama 6-8 bulan. Kemudian dari level jun-
C. HERU BUDIARGO. Executive Director Compliance, Risk Management Bank Niaga menjadi suksesor.” Suksesor yang terdekat adalah satu tingkat di bawahnya dan tidak harus bawahan karyawan tersebut. Walau tidak tertutup kemungkinan Bank Niaga mengambil suksesor dari luar, tapi jumlahnya tidak terlalu besar. Saat ini, 80% karyawan yang direkrut Bank Niaga adalah fresh graduated, sisanya berasal dari perusahaan lain yang pindah ke Bank Niaga. Kecuali untuk posisi treasury, hukum dan teknologi yang dinilai Heru tergolong posisi langka di Bank Niaga. Yang memutuskan layak tidaknya seorang suksesor menjabat posisi di atasnya adalah Komite Personalia, yang terdiri dari beberapa anggota, bisa 3 orang, 5 orang atau 7 orang, tergantung daerah atau cabang masing-masing. Tujuannya, untuk mendapatkan keputusan yang paling maksimal dan terhindar dari subyektifitas. “Umumnya, setiap karyawan akan tahu jika ada salah satu karyawan dijadikan calon suksesor. Karena system yang transparan, kecemburuan bisa dikurangi yaitu setiap orang harus mengakui potensi dan kinerja si calon suksesor,” akunya. Sehingga yang naik jabatan bisa berbangga karena memang dia berpotensi dengan baik. Yang menjadi kendala Bank Niaga adalah memberikan poin buruk kepada bawahan yang dinilai. Kadang-kadang ada supervisor yang susah mengatakan bahwa si B itu tidak baik atau jelek. Mungkin karena adat timur,” Heru berujar. Jadi, jika ada supervisor yang memberikan penilaian yang tidak tepat, maka akan dirapatkan dalam rapat Komite. Di Bank Niaga, ada 2 kelompok karyawan, karyawan pimpinan dan bukan karyawan pimpinan. Kalau karyawan pimpinan
ior officer menjadi middle officer sekitar 5 tahun, middle officer menjadi senior officer sekitar 5 tahun Jika di level managerial ke bawah, penilaian dilakukan oleh Komite Personalia, maka untuk suksesi direksi, penilaian dilakukan oleh Komite Remunerasi dan Nominasi (KRN). KRN ini ada di level komisaris sehingga anggota Komite ini adalah beberapa anggota komisaris. “Di Bank Niaga, 90% Direksi berasal dari dalam karena umumnya jabatan direksi menjadi karir,” akunya. Bank Niaga pernah menghadapi situasi yang di luar rencana, pertama adalah pasca Pacto (Paket Oktober) 1983, yang membolehkan bank-bank baru dengan bebas membuka cabang, sehingga membuat sekitar 50 karyawan Niaga pindah. Kedua, saat krisis moneter terjadi pada tahun 19981999, saat dibentuknya Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kala itu, dalam tempo setahun, sekitar 100 karyawan pimpinan Bank Niaga melakukan eksodus ke BPPN. Hal ini diakui Heru sedikit menganggu kelancaran operasional. “Karena banyak posisi yang kosong, terpaksa yang belum siap harus ‘dikarbit’,” ujarnya. Proses evaluasi suksesi Bank Niaga dilakukan secara berkala minimal setahun 2 kali. “Suksesi bisa terlihat dari berkembangnya perusahaan. Jika berkembang baik, artinya suksesinya jalan,” tukas Heru yang membeberkan bahwa Bank Niaga tahun ini asetnya naik 30%, sehingga dalam tahun 2004 Bank Niaga menargetkan akan membuka 50 cabang di seluruh Indonesia dan merekrut karyawan sebanyak 900 orang■
K
emajuan sebuah perusahaan dipengaruhi oleh banyak aspek, mulai dari visi dan misi perusahaan, bisnis plan dan dalam edisi ini Human Capital akan membahas mengenai succession plan atau rencana suksesi. Untuk menggali pengalaman mengenai rencana suksesi ini rasanya sangat wajar jika kita coba berkaca pada perusahaan besar seperti PT. Unilever Indonesia tbk. Bagi PT. Unilever Indonesia tbk, rencana suksesi dianggap sangat penting karena berkaitan dengan kelangsungan perusahaan. “Rencana suksesi itu menurut saya sangat penting karena kami beroperasi jangka panjang bukan hanya operasi satu atau dua tahun,” tutur Joseph Bataona, Human Resources Director PT. Unilever Indonesia tbk. Menurut Joseph, kalau sebuah perusahaan beroperasi dalam jangka panjang, perusahaan tersebut harus mempunyai rencana yang jelas dalam jangka panjang tentang bagaimana mendorong bisnis dalam kaitannya dengan penyediaan tenaga kerja di berbagai level dengan capability yang diperlukan di periode yang berbeda-beda. Suksesi yang dilakukan PT. Unilever tidak selalu hanya berhubungan dengan posisi yang bisa dikatakan tinggi. “Unilever tadi malam merayakan dan memberi penghargaan bagi karyawannya yang sudah bekerja paling tidak 15, 25 dan sudah akan pensiun,” papar Joseph. Rencana suksesi dipersiapkan secara matang oleh Pt. Unilever. “Tahun ini saja mereka yang akan memasuki masa pensiun itu 54 orang, yang 25 tahun itu ada 214 orang, dan yang 15 tahun itu ada 14 orang, jadi total yang kami rayakan ada 282 orang. Jadi bayangkan bahwa untuk tahun ini saja kami harus menyediakan penggantian untuk mereka di berbagai level,” tambahnya. Yang memasuki masa kerja 25 tahun itu 214 orang itu berarti mereka juga akan segera masuk ke masa pensiun dan kita harus Persiapkan penggantinya dan itu di berbagai level. Yang kita lakukan itu memang terencana dan tidak ada yang dadakan. Artinya kita lihat ke depan dalam jangka panjang. Lalu kita plot pertahunnya. Jadi sudah kita diskusikan siapa yang akan pergi termasuk pertambahan karyawan seiring dengan pertumbuhan perusahaan. Secara teknis rencana suksesi PT. Unilever ke depan, seperti dijelaskan Joseph, pertama karena pertumbuhan perusahaan ke depan harus melihat apakah perusahaan akan punya karyawan yang sama atau mengalami pertambahan atau pengurangan, kedua apakah perusahaan mempunyai stock tenaga kerja dan apakah stock ini akan cukup atau perlu ditambah atau mungkin orangnya tetap sama tetapi perlu dididik lagi untuk memenuhi requirement di tahun mendatang. Dalam konteks unilever, sejak awal tahun 70-
9
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S
KEMATANGAN SUCCESION PLAN ALA UNILEVER an telah mempunyai program untuk merekrut fresh graduate dari perguruan tinggi. “Mereka yang direkrut adalah mereka yang punya potensi bisa naik setinggi mungkin di dalam organisasi ini. Kami didik mereka untuk bisa di posisi baik vertikal maupun horizontal,” jelas Joseph. “Hal ini memungkinkan mereka belajar, untuk bisa mengisi posisi yang ada baik disamping atau di atas mereka. Hasil dari itu saat ini direksi lokal kami adalah mantan management trainee yang kami rekrut saat masih fresh graduate,” ujarnya bangga. Selain itu, untuk mendukung rencana suksesi di perusahaan, PT. Unilever mempunyai buku panduan yang dinamakan ‘Professional Skill Dictionary’. “Masing-masing role di perusahaan ini mempunyai petunjuk pengetahuan apa yang harus dia punya untuk semua level. Di sini kami definisikan ada basic awareness, working knowledge, fully operational dan yang paling tinggi leading act,” papr Joseph. Jadi setiap karyawan selalu dibandingkan dengan requirement dari pekerjaannya, apakah cocok atau tidak, jika belum cocok yang akan dilakukan perusahaan adalah pengembangan orangnya. Rencana suksesi ini dilakukan juga
untuk menghadapi keadaan darurat seperti ketika karyawan yang tiba-tiba pindah ke perusahaan lain. Meski demikian tetap tidak menutup kemungkinan jika karyawan pengganti harus diambil dari luar perusahaan. “Mungkin dalam perkembangan perusahaan yang cepat ada yang setelah kami identifikasi ternyata kami tidak punya tenaga itu di dalam atau untuk menunggu pengembangan tenaga di dalam itu terlalu lama,” tukasnya. Sedangkan untuk mengukur keberhasilan rencana suksesi itu yang paling gampang adalah dengan menggunakan performance a phrasal. “Setiap tahun kami punya PA. Melalui PA kami diskusikan dengan si karyawan mengenai target yang harus dia capai dan mengenai pengembangan dirinya sendiri, karena pada awal tahun itu kami bukan hanya agree dengan target tapi juga development program,” jelasnya. “Dan lebih baik membantu seseorang untuk achieve dari pada memikirkan mengenai punishment, kalau sudah coba mengembangkan dia tapi masih gagal secara alami itu akan terseleksi dengan sendirinya, misalnya dia akan maju lebih lama dari pada temantemannya,” tegasnya ■
JOSEPH BATAONA. Human Resources Director PT. Unilever Indonesia tbk.
10
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S
PERLUNYA MENJAGA KESEIMBANGAN ANTARA KEPENTINGAN PRIBADI & BISNIS M engupas rencana suksesi menurut Dachriyanti tidak sekedar berbicara satu sesi saja. Namun bagaimana bisnis itu bisa berkesinambungan dan bisa mempertahankan diri tidak hanya di masa sekarang, tapi juga dimasa mendatang. Maka itu, menurut wanita yang menjabat sebagai Senior Consultant di perusahaan konsultan Andrew Tani & Co, diperlukan sebuah persiapan menuju pengelolaan dana organisasi. “Teknisnya bagaimana bisa bersaing dan mempersiapkan orang-orang yang handal,” kata Yanti, biasa wanita ini disapa. Dalam persiapan ini, yang menjadi utama adalah posisi kunci di sebuah organisasi. “Sebenarnya rencana suksesi berlaku di semua level. Namun perlu diingat, kalau kita bicara ikan, ikan itu akan busuk di kepala dulu. Jadi kalau kita bicara persiapan, akan dilihat bagaimana pemimpinnya dan pemimpin sangat berpengaruh terhadap organisasinya,” tukasnya. Langkah-langkah yang harus diambil dalam persiapan pengelolaan dana organisasi adalah menentukan apa dan bagaimana organisasi tersebut di kelola dengan baik. “Pertama kita harus melihat bisnis itu secara keseluruhan mau dibawa kemana dan apa yang harus diciptakan oleh orangorang di dalamnya supaya sampai ke sasaran,” Yanti menambahkan. Kemudian mempersiapkan orang-orang atau SDM dengan cara suksesi untuk meneruskan arah yang ingin dicapai organisasi. Yang perlu diingat, meski suksesi bisa menghadapi kendala dari luar dan dalam, tapi kendala utama biasanya datang dari dalam organisasi karena orang-orang di dalam organisasi tersebut lebih mengenal organisasinya. “Sense of ownership dari mereka cukup besar. Tapi seringkali, yang namanya sistem baik atau buruknya berjalan tergantung dari manusianya. Sistem, kami katakan tidak ada yang salah. Yang salah justru manusianya,” ujarnya. Ketidak konsistenan dalam menjalan-
kan sistem tersebut membuat seolah-olah organisasi tidak mempunyai kandidat untuk dikembangkan menuju masa depan organisasi. “Kalau organisasi tidak punya kandidat dari dalam, biasanya akan mengambil dari luar. Hal ini bisa menimbulkan kecemburuan karena yang di dalam merasa esisten terhadap pemimpin dari luar.” Namun, bukan berarti meng-hire dari luar tidak memiliki keuntungan buat organisasi. Organisasi justru mendapatkan orang yang siap pakai karena orang-orang yang dibutuhkan masih banyak terdapat di market. Keuntungan lain, waktu yang disediakan untuk mengembangkan orang relatif lebih sedikit. “Meskipun orang yang di-hire dari luar tidak mengenal dengan baik organisasi tersebut. Kalau organisasi bisa mengatasi dan mengarahkan dengan baik, maka orang tersebut bisa menjalankan organisasi dengan baik,” sambung Yanti. Seorang pemimpin, lebih terfokus kepada strategi bagaimana mengembangkan sebuah organisasi. Sementara strategi perusahaan untuk core kompetensi organisasi cenderung berasal dari dalam. “Yang namanya teknologi, manusia, dan sistem, semua harus dikenali dengan baik.” Karena, terkadang, secara kertas sistem dan teknologi sama, tapi bisa menghasilkan yang berbeda akibat striker atau pemimpin yang berbeda. Proses suksesi yang standar sebuah organisasi, lanjut Yanti, bisa memakan waktu 4-5 tahun. “Kalau prosesnya tidak normal, dalam kondisi tertentu bisa saja dipercepat,” ujarnya. Tapi jika proses berjalan normal, semua akan terencana dengan baik sehingga hanya tinggal di atas kertas terutama jika didukung mentor yang bagus dan monitoring yang baik. Untuk mencari mentor atau pemimpin yang baik, diperlukan orang yang berkemampuan tepat, mengetahui dan mengerti kebutuhan organisasi ini bisa didapat melalui rekrutmen awal. “Mengenai kriterianya, semua kembali kepada organisasi itu
sendiri. Organisasi membutuhkan orang yang bisa menyesuaikan kemampuan teknis dengan kemampuan yang ada,” paparnya antusias. Usai proses rekrutmen, akan dilanjutkan dengan proses pengembangan melalui 2 hal, di dalam kelas dan di luar kelas. Di dalam kelas biasanya lebih kepada seminar, training, workshop dan sebagainya. Sedangkan di luar kelas lebih kepada beban kerja seharihari. “Misalnya suksesor itu biasa mendapat beban A sampai D, sekarang mendapat beban A sampai G. Atau bisa pula on the job training. “ Jika orang itu bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik, maka kelak ia akan diharapkan menjadi penerus atasannya. Kesalahan dalam melakukan suksesi, berdasarkan penilaian Yanti, biasanya terjadi kontestan suksesor tidak hanya terdiri dari satu orang, kesiapan orang tersebut dan pemilihan diwarnai dengan subyektivitas. “Penilaian pribadi dari petinggi atau orang yang memberikan penilaian sering terjadi.” Maka itu, ini harus diimbangi dengan panel. Tidak hanya berdasarkan satu orang atau 2 orang, tapi sekelompok orang. Selama ini, Andrew Tani & Co melibatkan diri sebatas proses perencanaan atau sekedar memberikan saran. Saran itulah merupakan apa dan bagaimana mempersiapkan suksesi. Apa saja yang harus disiapkan terlebih dahulu dan apa yang dibutuhkan, harus dipetakan. Yang paling utama, orang-orang di organisasi harus menyadari kelebihan dan kekurangan mereka serta bagaimana mereka bisa memperkecil kekurangan yang ada. “Konsultan bisa ikut dalam proses penunjukkan suksesi, untuk menjaga netralitas supaya ada keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan usaha. Yang sering bentrok adalah hal-hal seperti ini. Kita sering dapat kenyataan, kita punya budaya seperti ini, tapi karena ada kebutuhan lain kita tidak tahu. Ini seolaholah dipaksakan,” katanya panjang lebar
DACHRIYANTI. Senior Consultant Andrew Tani & Co menyampaikan hal ini. Menurut Andrew Tani & Co, posisi kunci, terbagi menjadi 3 level, level bawah, level manager dan level eksekutif. Bicara level bawah adalah bicara kemampuan melakukan sesuatu dengan baik. Sedangkan Level managerial, adalah kemampuan mereka mengelola usaha dengan baik dan untuk level eksekutif adalah kemampuan melihat masa depan dari sisi bisnisnya. Tak heran jika level eksekutif menjadi posisi yang langka karena berperan untuk masa depan. “Karena bisa dibilang, kemampuan teknik itu bisa jadi penunjang. Tapi yang utama adalah insting bisnis. Dia harus bisa lihat kemampuan dia sehingga usaha bisnis bisa maju,” tandasnya. Perlu diingat, kata Yanti, level eksekutif sendiri terbagi menjadi 2 aspekn, aspek bisnis atau arahan ke depan dan aspek teknis. Jika proses suksesi telah berjalan, evaluasi diperlukan minimal 6 bulan sekali. Menurut Yanti, waktu enam bulan tersebut merupakan waktu yang tepat karena dari 6 bulan itu, seorang suksesor sudah bisa dilihat apakah dia berhasil atau tidak. Kedua, waktunya tidak terlalu panjang sehingga kalaupun ada kegagalan, tetap bisa diantisipasi■
11
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S
PROSES SUKSESI DI PT. CALTEX PASIFIC INDONESIA P
erencanaan suksesi di PT Caltex Pa cific Indonesia (CPI) berawal dari proses penilaian kinerja karyawan. Perusahaan yang kini mempunyai 5. 225 karyawan ini memiliki komite yang disebut PDC (Personnel Development Committee) yang melakukan penilaian dan pemilihan kandidat untuk posisi eksekutif dan posisi kunci lainnya. Menurut GM Human Resources, PT Caltex Pacific Indonesia, Iwan Djalinus, PDC ini terbagi atas Fungsional PDC, untuk menilai low level leader seperti posisi facility engineer, production engineer, earth scientist, dan human resources. Kedua, Fungsional PDC dengan persetujuan cross functional PDC untuk menilai mid level leader dan Executive PDC untuk penilaian bagi posisi Manajemen. Seluruh posisi di Mid Management Level ke atas adalah posisi kunci karena pada level tersebut seluruh komponen bekerja sama menggerakkan roda organisasi ke tujuan. “Kekurangan satu komponen akan menjadikan organisasi ini pincang.” Persiapan generasi penerus kepemimpinan, lanjut Iwan, melalui proses dari sistem yang telah baku, dari mulai penyeleksian high potentials (hipot), rencana pengembangan pegawai dan penempatannya oleh PDC. “Kriteria yang dipakai antara lain Leadership core criteria, termasuk di dalamnya Integritas yang tinggi, kemam-
puan komunikasi, kemampuan bisnis yang teruji, pengalaman dibidang minyak dan gas bumi di lingkungan CPI serta bukti-bukti keberhasilan,” lontarnya kembali. Selama ini suksesi selalu dilakukan dari dalam organisasi. Rencana pengembangan karyawan dilakukan berdasarkan usulan dari atasan setelah berdiskusi dengan karyawan yang bersangkutan. Rencana ini kemudian disetujui oleh PDC pada level yang lebih tinggi, dicatat dan dibuatkan rencana secara rinci. Dasar penentuan orang potensial adalah berdasarkan kinerja, perilaku, wawasan dan beberapa kriteria lainnya. Semuanya itu dilakukan oleh PDC yang biasanya terdiri dari 7 - 12 orang anggota. Selain penilaian kinerja yang tertata baik, paparnya lagi, karyawan juga mendapatkan delegasi otoritas, pelatihan langsung oleh atasan atau mentornya melalui suatu sistem mentoring, diberi penugasan yang beragam (cross assignment), termasuk di dalamnya penempatan kerja internasional di perusahaan induk CPI, ChevronTexaco di Amerika atau subsidiari ChevronTexaco di negara lain. Pelatihan-pelatihan di bidang soft skills juga senantiasa dilakukan. Semua program pengembangan SDM ini secara tidak langsung telah menjadi cara CPI untuk meretensi karyawannya. “Tenaga potensial yang ada di CPI diperkirakan masih dapat memenuhi
kebutuhan Perusahaan dalan jangka 4 - 5 lima tahun mendatang, dan kami sedang memperisapkan generasi berikutnya untuk kebutuhan setelah 5 tahun mendatang,” sambungnya. Namun, untuk beberapa posisi seperti Manager Security dan Manager Hubungan Industrial (HI), dinilai Iwan merupakan posisi kunci yang langka di CPI. “Sebenarnya ini hanya masalah pasar saja. Kebetulan di CPI sendiri Pekerjaaan ini sangat spesifik, dan posisi ini juga pada saat ini merupakan key manager,” tandasnya. Di CPI, Bagian Hubungan Industrial yang menangani masalah Serikat Pekerja pernah berjalan sekitar 20 tahun lalu. Kemudian, sekarang ini dengan berubahnya status dari KORPRI menjadi pegawai swasta kembali dan dimungkinkan dibentuknya Serikat Pekerja maka bagian hubungan Industrial menjadi sangat penting kembali seperti halnya di Perusahan Minyak yang lain akibatnya permintaan pasar terhadap orang yang memiliki kemampuan ini sangat tinggi. “ Akibat dari berubah status menjadi KORPRI sekitar 20 tahun lalu, maka kami tidak punya rencana suksesi yang baik,” tambah Iwan yang mengaku hingga kini posisi HI hanya dilakukan oleh satu orang sehingga tidak fleksibel secara manajerial. Padahal, Iwan mengaku HI tidak sekedar textbook thinking. oleh karena itu. CPI tidak bisa langsung merekrut dari luar karena
IWAN DJALINUS. GM Human Resources, PT Caltex Pacific Indonesia seorang suksesor untuk manager HI harus mengerti internal bisnis perusahaan dan masih banyak hal lain lagi. “Seorang HI tidak hanya cukup untuk mengerti tentang masalah peraturan saja, tapi juga memahami nature of the business, jadi betul-betul, tidak hanya sebatas peraturan.” Tak heran jika berbagai upaya CPI untuk melakukan suksesi terhadap posisi ini terus dilakukan. Mulai dari pemilihan calon suksesor serta mengirim ke luar negeri untuk belajar tentang HI yang berkaitan dengan minyak dan gas bumi. “Kebetulan pula, dulu ada pelaku-pelaku sejarah di CPI yang mengerti hal ini sehingga bisa menangani,” tutur Iwan yang mengaku CPI tidak bisa sembarang merekrut dari luar meski hal itu bisa saja terjadi. Terhadap proses suksesi ini, CPI melakukan evaluasi 3 bulan sekali. Dari evaluasi ini, akan diketahui, siapa yang akan berhak menggantikan pimpinan dalam kurun waktu 3 – 5 tahun ke depan. “Apalagi mengingat turn over CPI termasuk rendah yaitu hanya dibawah 1% diluar sekitar 130 orang per tahun yang pensiun. Itu normal. Kalaupun keluar dari CPI, paling hanya 2-3 orang. Paling banyak 5 orang,” papar Iwan mengakhiri perbincangan dengan Human Capital■
12
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S
SUKSESI DI PERUSAHAAN KELUARGA Berbeda dengan perusahaan non-keluarga, suksesi di perusahaan keluarga sangat kritikal karena seringkali berlangsung tidak mulus. Ungkapan “Generasi pertama membangun, Generasi kedua mengembangkan, dan Generasi ketiga menghabiskan” belum sepenuhnya hilang. Lantas, bagaimana pula nasib para professional yang bekerja di perusahaan keluarga?
M
ungkin Anda pernah melihat tayangan iklan Telkom Flexy di sejumlah TV swasta. Iklan itu bercerita tentang seorang ayah yang harus memilih satu di antara dua puteranya untuk menjadi eksekutif puncak perusahaannya. Lalu muncul tayangan kebiasaan anaknya dalam berkomunikasi yang berbeda. Yang satu memakai Telkom Flexy, satu lagi memakai telepon seluler biasa. Akhirnya, sang ayah memilih anaknya yang memakai Telkom Flexy. Alasannya? “Karena yang bersangkutan pintar mengelola uang dengan memilih telepon yang irit,” kira-kira begitulah jawaban sang ayah. Untungnya, anak yang satu tidak protes. Mungkin dia tahu ayahnya sangat berpenghitungan soal uang. Padahal, dia sudah mau protes, sebab ia memilih operator seluler lain karena layanan telepon Flexy masih sering terputus-putus sehingga mengganggu pembicaraan bisnisnya dengan orang lain. Artinya, gara-gara kualitas sambungan telepon itu, peluang bisnis tidak bisa dia dapat. Begitulah, proses suksesi di perusahaan keluarga bukanlah hal yang mudah. Faktor selera sang ayah atau Ibu sebagai pimpinan masih sangat menentukan siapa yang akhirnya dinobatkan sebagai pimpinan penerus. Padahal, tanpa kriteria yang jelas, pemilihan pemimpin generasi berikutnya bisa menimbulkan kehancuran perusahaan. Misalnya, si anak terpilih karena kejujuran dan kasih sayangnya kepada orang tua, sementara ia lemah dalam kompetensi dan kepemimpinan. Lebih repot lagi bila jumlah anaknya cukup banyak sehingga potensi untuk tidak akur sangat besar. Salah-salah memilih, akibatnya seperti ungkapan di atas: “Generasi penerus justru hanya bisa menghancurkan perusahaan.” Menurut AB Susanto, Managing Partner The Jakarta Consulting Group (JCG), suksesi di perusahaan keluarga jauh lebih sulit dibandingkan perusahaan non-keluarga. Perusahaan non-keluarga, baik perusahaan swasta maupun BUMN, bebas menentukan siapa yang layak menjadi suksesor berdasarkan kompetensinya. Sementara di
perusahaan keluarga, ada kesan diteruskan ke generasi berikutnya. “Yang menjadi pertanyaan, apakah generasi penerus mampu melanjutkan usaha dengan baik,” tanyanya. Oleh sebab itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan generasi penerus terlebih dahulu. Karena lebih sulit, keterlibatan intens dari sang ayah/ibu mempersiapkan proses suksesi menjadi prasyarat mutlak. Di sinilah dilemanya. Tidak semua pengusaha memiliki waktu dan perhatian yang cukup dalam mempersiapkan anak-anaknya. Mereka umumnya lebih hebat dalam berbisnis, namun merasa tidak punya kemampuan merancang program suksesi. Akhirnya, proses suksesi dibiarkan terjadi secara alamiah. Sebagian pengusaha yang sadar soal pentingnya suksesi ini kemudian menyerahkan penyusunan rencana suksesi ini kepada konsultan. JCG memiliki sebuah program perencanaan suksesi yang diberi nama JCG Octagon. Program ini memuat pula langkah persiapan suksesi setidaknya 5 tahun di depan. Juga dibuat kriteria suksesor dan proses pencalonan yang hampir mirip dengan pemilihan Presiden. “Semua anak diperbolehkan mencalonkan diri,” ungkapnya. Tujuan perencanaan suksesi ini adalah untuk mendapatkan pemimpin yang sesuai, bisa berkomunikasi dan memberi dampak positif bagi orang lain. Itu sebabnya, pimpinan yang dicari harus mempunyai visi yang jelas dan mampu mengkomunikasikan visi tersebut. Ia juga harus pandai memilih bawahan (tim) dalam bekerja dan mempunyai hubungan yang luas. Cara yang ditempuh oleh pengusaha Mugijanto adalah dengan meminta bantuan konsultan terkemuka Gede Prama, CEO Dynamic Consulting, untuk menjadi executive coach bagi anak tertuanya. Program executive coaching ini dirancang 6 bulan-9 bulan, di mana Gede rutin melakukan diskusi, memberikan penugasan, dan mengevaluasi implementasinya di perusahaan. “Program ini sesuatu yang baru di Indonesia,” tutur Gede Parama. Mugijanto
menilai positif program tersebut setelah melihat dampaknya pada sang anak. “Dia semakin sistematis membuat laporan,” tukasnya. Pak Mugi dan Gede enggan menyebut honor jasa executive coaching ini. “Kami tidak terlalu hitung-hitungan,” ungkap mereka di tempat terpisah.
P
ROSES SUKSESI di Blue Bird Group (BBG) kini sedang berlangsung dari generasi kedua (Purnomo Prawiro dan Chandra Suharto) ke anak-anak mereka (generasi ketiga). Dewasa ini, 2 anak Purnomo (Noni Sri Ayati dan Adrianto Djokosoetono) dan 2 anak Chandra (Kresna Djokosoetono dan Sigit Djokosoetono) bergabung di BBG. Noni, Kresna, dan Sigit menjabat Vice President, sedangkan Andri masih menjabat manajer karena belum lama bergabung di BBG. “Prinsip kami adalah menempatkan the right people on the right place,” ungkap Purnomo Prawiro. Masingmasing memilih bidang sesuai dengan minatnya. Noni membawahi pengembangan bisnis, Kresna audit, Sigit reservasi, dan Andri teknologi informasi. Keempat anak pemilik itu mengawali karirnya di BBG sejak dari bawah. Hal ini sesuai dengan prinsip Purnomo dan Chandra, seseorang tidak bisa langsung duduk di atas. Ia benar-benar harus mulai dari bawah agar mengerti dan menghayati pekerjaannya sehingga dalam mengambil keputusan hasilnya juga bagus. Sejak kecil, anak-anak Purnomo memang telah dilibatkan dalam bisnis ini. Purnomo tidak terlalu mengkhawatirkan potensi konflik di antara anak-anak mereka kelak. Meski ada anak-anaknya maupun Chandra yang bergabung, mereka sudah merencanakan sebuah proses penentuan siapa yang kelak berada di puncak tahta. “Sebaiknya ada pihak independen yang ikut memberikan penilaian,” ujarnya. Caranya, BBG berencana mengundang masuk investor independen melalui proses go public atau pola investor strategis. “Kami cenderung memilih pola investor strategis,” tambahnya. Sadar betapa crucial-nya proses suksesi, salah satu taipan properti Indonesia Ir. Ciputra benar-benar terlibat penuh memikirkan dan merancang konsep suksesi terbaik bagi keempat anak-menantunya dalam Grup Ciputra. Ia tidak ingin, bisnis Grup Ciputra dan hubungan persaudaraan hancur kelak di tangan generasi penerus (Rina, Juanita, Candra, dan Cakra Ciputra serta pasangan masing-masing). Seluruh anak-anak dan menantunya memang dilibatkan dalam bisnis Grup Ciputra.
“Mereka memiliki pendidikan yang sangat berkaitan dengan bisnis Grup Ciputra, di samping juga mempunyai pengalaman praktis dalam industri real estate,” ungkap Ciputra, 73. Setelah melakukan pengkajian dan perenungan panjang, Ciputra membedakan model regenerasi grupnya saat ini dan di masa depan. Saat ini, seluruh anak dan menantunya berada dalam jajaran manajemen Grup Ciputra. Ke depan, ia membentuk struktur Grup Ciputra, di mana keempat anak & menantunya memiliki dan memimpin Grup Ciputra sebagai perusahaan induk (holding), namun masing-masing keluarga anaknya diperbolehkan mengembangkan grup usaha baru. Dengan cara ini, Ciputra berharap persatuan di antara keluarga anakanaknya tetap terjaga, namun aspirasi bisnis masing-masing juga tersalurkan. Sebab, setiap keluarga telah mendapat saham yang sama besar di Grup Ciputra.
B
ANYAKNYA anak-anak pemilik yang ikut mengelola perusahaan keluarga menimbulkan pertanyaan sejauh mana peluang para profesional untuk bisa berkarir di sana. “Posisi kunci di Grup Ciputra terbuka bagi keluarga maupun professional,” tukas Ciputra. Ia menjelaskan, saat ini jumlah keluarga kandung maupun jauh yang bekerja di Grup Ciputra atau bahkan di posisi-posisi kunci perusahaan jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah kaum professional. Kesan dominannya keluarga dalam manajemen perusahaan mungkin berdasarkan kenyataan manajemen PT Ciputra Development Tbk. dan PT Ciputra Surya Tbk., 2 anak perusahaan Grup Ciputra yang telah go public. Candra Ciputra, 40, menjabat CEO PT Ciputra Development, sementara Rina Ciputra, Budiarsa Sastrawinata, Juanita Ciputra, Harun Hajadi, dan Cakra Ciputra menjabat Direktur. Di luar mereka terdapat 2 direktur profesional murni: Tanan Herwandi Antonius dan Tulus Santoso Brotosiswojo. Di PT Ciputra Surya Tbk., Harun Hajadi bertindak sebagai CEO, sedangkan anak-anak & menantu menduduki jabatan direktur. Di perusahaan ini terdapat 2 direktur professional murni, yaitu Sutoto Yakobus dan Nanik J. Santoso. Tentang kesan dominansi ini, Ciputra berujar: “Sebagai perusahaan publik, kami harus mempertanggungjawabkan kinerja dan hasil akhirnya kepada pemegang saham publik. Tentu mereka menginginkan sebuah cara kerja profesional dan hasil bisnis yang memuaskan. Untuk itu, Grup Ciputra harus
13
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S memiliki sumberdaya manusia profesional dan unggul. Apakah mereka keluarga atau profesional, bukanlah kriteria pertama. Kriteria pertama adalah kompetensi profesional yang dibutuhkan dalam posisi tersebut.” Jumlah eksekutif profesional di jajaran manajemen BBG memang lebih banyak dibandingkan pihak keluarga. Eksekutif tertinggi diisi oleh Purnomo Prawiro, di bawahnya ada direktur profesional Handang Agusni yang telah bekerja puluhan tahun di BBG. Level di bawah Handang ditempati 9 Vice President, di mana hanya 3 VP yang merupakan keluarga kandung pemilik. Di berbagai posisi lainnya, praktis diisi oleh
profesional. “Sebisanya kami tidak menerima anggota keluarga besar di BBG. Yang boleh bekerja di sini hanya anak kandung, sedangkan suami/isteri mereka sama sekali dilarang. Keluarga jauh bisa saja bergabung selama lulus seleksi masuk,” tutur Purnomo. Pembatasan jumlah anggota keluarga yang boleh bergabung di BBG dilakukan untuk mencegah adanya klik keluarga dan non-keluarga. Seolah-olah jabatan penting hanya untuk keluarga. Kondisi ini tentu tidak baik. Pertama, hubungan keluarga itu langsung dikaitkan dengan hubungan dalam perusahaan ataupun sebaliknya. Bentrok di perusahaan akhirnya bentrok pula
di keluarga. Kedua, yang bukan keluarga merasa dirinya tidak punya peluang untuk naik sehingga tidak termotivasi untuk bekerja maksimal. Ia menambahkan, perusahaan membutuhkan para professional untuk memperkuat barisan manajemen. Perekrutan profesional dilakukan melalui dua jalur: cepat dan lambat. Yang dimaksud jalur cepat adalah program Management Trainee, khusus untuk lulusan S1 ke atas. Sedangkan jalur lambat adalah perekrutan karyawan nonsarjana. Peluang berkarir bagi profesional akan semakin baik sejalan dengan kian berkembangnya usaha tersebut, seperti yang terjadi
pada grup-grup besar (Salim, Sinar Mas, CCM, Hanson, dan sebagainya). Perkembangan usaha yang cepat tidak mungkin ditangani sepenuhnya oleh keluarga. Sebaliknya, seperti di Grup Ciputra, perusahaan terus membuka proyek-proyek baru di pulau Jawa dan luar Jawa untuk memberi kesempatan bagi pemimpin bisnis baru untuk mendapatkan posisi. Lagi pula, kebanyakan perusahaan keluarga telah menerapkan sistem manajemen profesional sejalan dengan tuntutan persaingan bisnis yang semakin tinggi. Bukankah sebagian besar perusahaan besar sekarang tadinya juga perusahaan milik keluarga?■
AB SUSANTO
Managing Partner Jakarta Consulting Group
R
Di BUMN ada yang namannya fit and proper test, bagaimana pendapat Anda mengenai hal ini? Fit and proper test sifatnya hanya membantu. Ini bisa dijalankan dengan baik asal yang mengevalusi pandai, pertanyaan benar bisa membawa banyak masukan. Selama ini yang saya lihat harus ada tiga kombinasi, pertama masalah kompetensi, kedua track record, selama ini bagaimana, dia telah melakukan apa saja, pernah melakukan kesalahan apa saja, ketiga kesiapan menghadapi tantangan di pekerjaan yang baru.
encana suksesi banyak dipersiapkan perusahaan besar dalam rangka menghadapi perkembangan zaman dan pertumbuhan perusahaan di masa mendatang. Mengingat pentingnya succession plan atau rencana suksesi dalam perkembangan perusahaan, berikut Tanya jawab Human Capital dengan AB Susanto, Managing Partner dari Jakarta Consulting Group Menurut Anda, seberapa penting suksesi dalam sebuah perusahaan? Suksesi adalah proses alamiah dan tidak bisa dipisahkan dalam perubahan sebuah perusahaan. Tidak itu saja keberadaannya amat penting dalam menentukan pemimpin dan kelanjutan perusahaan masa datang. Apakah ada perbedaan antara suksesi di perusahaan swasta dengan yang di perusahaan keluarga? Ada perbedaannya, perusahaan non keluarga bebas saja memilih orang yang mempunyai kompentensi sementara di perusahaan keluarga ada kesan harus diteruskan oleh generasi berikutnya. Yang perlu dipikirkan apakah generasi penerusnya mampu melanjutkan dengan baik. Itu berarti dinasti selanjutnya tersebut harus dipersiapkan.terlebih dahulu. Jakarta Consulting Group sendiri telah mempunyai program untuk suksesi di perusahaan namanya JCG Octagon. Bagaimana kondisi suksesi di perusahaan keluarga di Indonesia? Kalau kondisi di Indonesia, masih banyak yang belum mempersiapkan suksesi dengan baik. Kalau klien Jakarta Consulting Group, JCG sudah mempersiapkan jauh-jauh hari, malah lima tahun sebelumnya kita sudah mempersiapkannya. Membuat criteria yang prosesnya mungkin hampir sama dengan pemilihan presiden. Semuanya boleh mencalonkan diri. Kita mengharapkan orang yang sesuai tetapi juga orang tersebut adalah orang yang bisa berkomunikasi dan berdampak pada bagian lain.
Boleh tahu siapa saja klien perusahaan keluarga JCG? Banyak, cuma kita membiasakan diri mengikuti etika bisnis yang berlaku. Apa di perusahaan keluarga Indonesia selalu memakai konsultan bila mau suksesi? Belum semuanya, kebetulan saja JCG banyak mendapat klien karena faktor usia. JCG yang sudah 21 tahun otomatis recordnya panjang. Klien kita banyak perusahaanperusahaan mapan, tetapi kita juga mempunyai porsi kecil. Bila tertarik dengan perusahaan kelas menengah yang mempunyai potensi tumbuh pasti kita bantu. Bagaimana Suksesi di BUMN? Di perusahaan BUMN lebih sederhana karena berpatokan pada kompetensi saja. JCG mempunyai program executive assessment, dengan nama popular JCG Octagon. Ini kita gunakan untuk BUMN dan swasta. Di BUMN kami selalu menganjurkan untuk selalu direncanakan, baik dari dalam atau dari luar, tapi harus ada perencanaan yang jelas tentang suksesi. Baik di perusahaan swasta terbuka, tertutup dan BUMN tetap saja harus ada perencanaan yang matang tentang suksesi.
Tahap apa saja yang harus dilakukan dalam sebuah suksesi? Tahapannya yaitu pertama menyusun corporate plan rencana perusahaan, lalu membuat misi, perusahaan ini mau ke mana. Terus mencari orang-orang yang mempunyai kemampuan bisa menjalankan misi perusahaan. Masalah lainnya dari pihak pengganti itu sering datang dengan dua permasalahan, pertama mempunyai kemampuan yang berbeda, kedua mempunyai kemampuan, tetapi tingkat pengalaman tidak memadai. Dan kalau belum memadai harus diberikan pelatihan. Kalau sudah berbicara kemampuan setelah itu bicara kemauan, tertarik atau tidak? Untuk level CEO, biasanya kreteria seperti apa yang layak untuk pengganti? Harus mempunyai visi yang jelas dan dia harus pandai mengkomunikasikan visinya tersebut. Kedua harus pandai memilih orang (bawahan), karena dia kan tidak akan bekerja sendiri. Ketiga mempunyai hubungan yang luas. Bagaimana mengidentifikasi seseorang untuk bisa menjadi pengganti pemimpin dalam sebuah perusahaan? Kami mempunyai alat, pertama human resources potential assessment, (HRPA). Ini bukan hanya untuk melihat seberapa bagus potensi seseorang, tetapi juga potensinya untuk apa? Orang itu ada yang cocok untuk konseptor, ada juga yang cocok untuk penggerak di lapangan. Kedua
potensi tersebut assesment melalui JCG Octagon. Ini salah satunya alat ala Indonesia, yang memperkaitkan dengan budaya Indonesia. Cara ini sudah dipakai selama lima tahun di Indonesia. Kalau sebagai konsultan, siapa yang mengajukan kandidat, perusahaan atau konsultan? Biasanya bekerja sama, kita membuat kriteria. Ada dua pekerjaan, pertama merencanakan kedua memilih. Ada yang dilakukan dengan wawancara, melihat bisnis plan, terus meminta dia presentasi. Itu kita lakukan bersama-sama dengan orang perusahaan. Dari klien Anda, biasanya pengganti berasal dari dalam atau luar? Dari dalam, tapi ada juga dari luar bila dari dalam memang tidak ada. Kami juga mempunyai executive search bersifat sebagai head hunter, misalnya mencari direktur kita mempunyai orang khusus yang bagiannya cukup besar. Tapi kami tidak mendorong orang untuk memilih dari luar. Bagaimana mengukur keberhasilan sebuah suksesi? Ada dua cara, pertama dari tingkat acceptance, sejauh mana orang tersebut diterima oleh lingkungan. Bukan hanya lingkungan internal tetapi juga lingkungan bisnis. Yang kedua, setelah satu atau dua tahun bagaimana hasil bisnisnya, bagaimana perubahan yang telah dilakukan dengan keberadaan orang tersebut. Ada tips untuk menjalankan suksesi yang baik? Pertama merencanakan suksesi sedini mungkin, kedua suksesinya harus dipersiapkan dengan matang, jangan sampai tidak mempersiapkan, tiba-tiba ada keributan. Ketiga harus disadari bahwa suksesi merupakan pengembangan dari perusahaan menuju perusahaan yang lebih professional. Perusahaan yang melakukan suksesi lebih mapan dan lebih bagus dari pada yang tidak melakukan suksesi■
14
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S
SUKSESI DI BLUE BIRD GROUP Didirikan 32 tahun yang silam, Blue Bird Group (BBG) kini berkembang menjadi perusahaan transportasi darat terkemuka di Indonesia dengan karyawan 20.000 orang lebih dan memiliki 13.000 kendaraan. Dewasa ini, transisi kepemimpinan terus berlangsung dari generasi kedua ke generasi ketiga. Bagaimana strategi suksesi di BBG?
T
ahun ini, BBG merayakan ulang tahun ke-32 dan ulang tahun ke-7 Pusaka Group, perusahaan anak dari BBG. Siapapun tidak akan pernah membayangkan BBG akan menjadi sebesar sekarang. Cikal perusahaan ini diawali saat Ibu Mutiara Siti Fatimah Djokosoetono, SH. (kini almarhumah) bersama anak-anaknya menjalankan usaha taksi “gelap” untuk menghidupi keluarga setelah sang suami Prof. Djokosoetono, SH. wafat. Mobil yang dijadikan usaha taksi adalah mobil-mobil peninggalan Pak Djokosoetono. Kala itu, seluruh keluarga ikut berperan serta dalam usaha taksi tersebut, mulai dari pemasaran dan penerima order hingga menjadi pengemudi. Chandra Suharto (anak tertua), misalnya, bertugas sebagai operator telepon, sedangkan Purnomo Prawiro (anak ketiga/bungsu) sebagai pengemudi. Untuk menambah jumlah mobil, Ibu Mutiara bekerjasama dengan janda-janda pahlawan dengan memanfaatkan mobil-mobil mereka untuk menjadi taksi. Bermodalkan pengalaman usaha taksi itu, Ibu Mutiara kemudian memberanikan diri untuk meminta ijin taksi resmi dari Gubernur DKI Ali Sadikin. Pada awalnya, permintaan tersebut ditolak karena latar belakang beliau hanya seorang ibu rumah tangga dan tidak berpengalaman dalam bisnis yang keras ini. Sedangkan, perusahaan taksi lainnya yang ada sudah banyak makan asam garam bisnis transportasi, seperti Gamya, Morante, dan lainnya. Ibu Mutiara tetap gigih memperjuangkan ijin itu. Ia mengumpulkan berbagai rekomendasi dari hotel dan sejumlah pelanggan lain, dan semua itu cukup ampuh meyakinkan Gubernur DKI sehingga ijin usaha taksi itu ke luar. Setelah ijin ke luar, tantangan berikutnya muncul, yaitu mendapatkan pinjaman bank untuk membeli mobil baru. Bank enggan memberikan pinjaman. Rumah satu-satunya milik Ibu Mutiara yang berlokasi di Jl. HOS Cokroaminoto akhirnya dijaminkan berikut 24 mobil yang dijadikan taksi. Maka, lahirlah perusahaan taksi Blue Bird dengan warna biru yang teduh. Tantangan demi tantangan muncul silih berganti, tetapi sejarah menjadi saksi betapa kegigihan dan keteguhan sikap Ibu Mutiara bersama anak-anaknya tidaklah sia-sia. Dari 24 taksi, kini BBG mengelola 13.000 unit kendaraan dan 20.000 karyawan lebih. Saat berdiri, pangsa pasar Blue Bird hanya 15% dari 7 perusahaan taksi yang ada di Jakarta. Sekarang, BBG menguasai 54% pangsa pasar dengan jumlah perusahaan taksi yang
naik menjadi 45 buah. BBG menjelma menjadi perusahaan transportasi darat terkemuka dan paling sehat di Indonesia. Tak hanya itu, beberapa perusahaan taksi yang pada saat awal memandang Blue Bird sebelah mata, akhirnya diselamatkan BBG dari kebangkrutan. Bank-bank pun kini berlomba menawarkan pinjaman dengan jaminan mobil yang dibeli. Kehidupan menjadi serba terbalik. Berkat usaha taksi itu pula, Ibu Mutiara berhasil menghantarkan ketiga anaknya meraih gelar sarjana. Setelah 28 tahun membangun dan membesarkan BBG, akhirnya wanita yang murah senyum itu dipanggil Yang Maha Kuasa. Almarhum sudah mempersiapkan kedua puteranya DR. Chandra Suharto, MBA. dan dr. Purnomo Prawiro untuk mengambil tongkat estafet kepemimpinan di BBG. Chandra menjabat Presiden Komisaris BBG dan Purnomo menduduki posisi Managing Director. Namun, proses suksesi dari generasi satu setengah ini (begitu Purnomo menyebut dirinya dan kakaknya Chandra karena mereka telah ikut merintis usaha ini bersama Ibu Mutiara sebagai generasi pertama, red) suatu saat harus pula berlangsung karena usia mereka yang terus bertambah. Mereka sedang mempersiapkan generasi ketiga – anak-anak mereka – sebagai penerus kepemimpinan BBG. Dewasa ini, 2 anak Purnomo (Noni Purnomo, B.Eng., MBA. dan Ir. Adrianto Djokosoetono, MBA) dan 2 anak Chandra (Kresna Djokosoetono dan Sigit Djokosoetono) bergabung di BBG. Noni, Kresna, dan Sigit menduduki posisi Vice President (sebutan baru sebagai pengganti jabatan Senior Manager, red) untuk posisi yang berbeda. Noni VP untuk bidang pengembangan bisnis, Kresna membawahi audit, dan Sigit memimpin bidang reservasi. Sebagai anak paling bungsu, Andri (panggilan Adrianto) sekarang masih menjabat manajer di bidang teknologi informasi. Pembagian bidang tugas tersebut, menurut Purnomo Prawiro, dilakukan atas minat dan kompetensi masing-masing, bukan atas pembagian jabatan antara Purnomo dan Chandra. Penempatan anakanak itu didasarkan pada prinsip the right man/woman on the right place. Satu puteri Purnomo lainnya, Sri Adriyani Lestari Purnomo yang dokter memilih untuk mengambil spesialisasi kebidanan. Kendati kini telah memegang posisi, anak-anak tersebut harus memulai karir dari bawah. “Kalau langsung duduk di atas, mereka seperti diawang-awang. Ibarat di
Purnomo Prawiro atas awan, seakan-akan di bawah semuanya mulus dan tanpa gejolak, padahal tertutup oleh awan,” tukas dokter lulusan Fakultas Kedokteran UI 1974 itu. Tidak hanya mengerti tentang pekerjaan, anak-anak dituntut untuk menghayati pekerjaan. Misalnya, jadi staf itu seperti apa, atau jadi orang bagian operasi shift 3 itu seperti apa? Begitu pula jadi manajer menengah. Mereka harus tahu apa saja masalah yang dihadapi setiap level bagian atau sehingga bisa mengambil keputusan yang tepat. Noni, anak tertua pasangan Purnomo dan Hj. Endang Basuki Purnomo, misalnya, sudah terlibat dengan bisnis ini sejak berusia 5 tahun. Ia ikut mempersiapkan gulungan-gulungan yang berisi perhitungan komisi setiap pengemudi. Berlanjut saat SMP dan SMA, ia bekerja paruh waktu menjadi data entry selama masa liburan sekolah. “Itu pun saya dites sebelum diterima,” ujar ibu satu puteri berusia 5 tahun itu. Ia tidak merasa diistimewakan karena harus menyelesaikan beban pekerjaan sesuai target. Menurut Noni, perbedaannya paling saat meminta bantuan karyawan lain bila ia tidak mengerti. “Karyawan senior akan cepat datang membantu,” tuturnya, sambil menambahkan, “Anak-anak memang sudah dibiasakan untuk bekerja saat liburan sekolah.” Saat kuliah Teknik Industri di University of Newcastle, Australia, Noni mengambil tesis tentang efisiensi untuk memperbaiki kinerja bengkel Blue Bird. Pulang dari Australia setelah meraih gelar bachelor tahun 1994, Noni tidak langsung kembali ke BBG. Ia memilih bekerja di bidang pemasaran pada PT Jakarta Convention Beureau. “Saya ingin mempelajari teknis pemasaran karena waktu itu di BBG belum ada pemasaran. Yang ada hanya bagian penjualan,” katanya. Pekerjaan itu dijalaninya setahun. Itu pun sambil bekerja malam di BBG dengan jabatan setingkat supervisor. Jadi, sepulang dari kantor lain, Noni bekerja lagi di BBG.
Kemudian, ia meneruskan sekolahnya dengan mengambil program MBA di University of San Francisco dengan major di bidang pemasaran dan keuangan selama setahun lebih (1996-1997). Setelah menggondol gelar MBA, Noni bergabung kembali ke BBG dengan memimpin Divisi Pengembangan Bisnis. “Inilah enaknya sebagai anak pemilik. Bidang yang tidak ada bisa diadakan,” katanya terkekeh. Bidang pengembangan bisnis sendiri diakui Purnomo sangat penting buat BBG. “Yang paling benar dan gampang memimpin bagian ini, ya keluarga pemilik,” tukasnya juga sambil tertawa. Tugas Noni mencakup pengembangan bisnis secara internal dan eksternal. Secara internal, Noni bertanggung jawab untuk pengembangan sistem, misalnya aspek Total Quality Management. Secara bertahap, BBG menerapkan tahapan menuju sertifikasi ISO 9002. “Kami memilih untuk mencoba pendekatan berbeda, tidak langsung mengambil sertifikat ISO,” tuturnya. Pengembangan bisnis eksternal dilakukan dengan menyusun strategi pemasaran, termasuk strategi membangun citra perusahaan baik dengan iklan langsung maupun program public relations (PR) internal. Program PR internal dilakukan untuk membuat para pengemudi sebagai frontliners puas. Tampilnya 4 anak pemilik di jajaran pimpinan BBG tidak berarti peluang karir bagi professional tertutup. Dari 9 jabatan VP, hanya 3 yang diisi keluarga pemilik. Di jajaran direksi – di atas ketiga anak pemilik dan VP lainnya – ada seorang direktur profesional yang telah berkerja sekitar 20 tahunan di BBG (H. Handang Agusni). H. Handang memulai karirnya dari bawah sekali sebagai staf operasi. Ia bertanggung jawab mengelola operasi harian usaha transportasi, sedangkan Purnomo bertanggung jawab pada aspek kebijakan operasi usaha transportasi dan memimpin sayap usaha non-transportasi dari BBG (seperti usaha
15
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S Hotel di Lombok dan sejumlah usaha patungan dalam bidang karoseri, depo kontainer, mobil pemadam kebakaran, dan usaha freight forwarding). “Saya kira, lingkungan kerja untuk profesional di sini cukup kondusif,” tegas Purnomo. Purnomo dan Chandra telah memasang rambu-rambu yang jelas kepada keluarga besarnya soal keterlibatan di BBG. Pertama, yang boleh ikut dalam perusahaan hanya anak-anak pemilik. Pasangannya (suami atau istri) tidak diperbolehkan. Kedua, sedapat mungkin tidak menerima anggota keluarga lain – keponakan, sepupu, dan sejenisnya - untuk bergabung. Purnomo mengaku, lebih senang menghubungi temannya untuk mencarikan tempat bekerja bagi saudara ketimbang meneri-
manya di BBG. Kalaupun ada saudara yang ingin bekerja di BBG, ia menyerahkan sepenuhnya proses seleksi kepada manajer HRD. “Kami tidak ikut campur,” ulasnya. Selama hasil tesnya bagus dan di atas yang lain, dia layak diterima. Setelah masuk bekerja, orang itu diusahakan tidak berada langsung di bawah mereka. “Ini untuk menghindari berbagai dampak buruknya. Misalnya, masalah pekerjaan bisa menyebabkan keretakan dalam keluarga dan sebaliknya,” tambahnya. Hingga kini, di luar anak-anaknya, sedikit sekali saudara jauh pemilik yang bergabung di BBG. Sadar usia terus bertambah, Purnomo dan Chandra berencana untuk pensiun sebagai pimpinan dan cukup sebagai pemilik saja. Ia berharap pada usia 60 tahun
(3 tahun lagi) hal itu bisa terwujud. Kelak, ia cukup datang sekali seminggu ke kantor dan bisa mengerjakan aktivitas lain yang bermanfaat, semisal kegiatan sosial. Penghasilannya cukup dari dividen sebagai pemilik, karena hingga kini sebagian saham masih atas nama dirinya (sebagian lagi sudah diserahkan kepada anak-anak). “Untuk berjaga-jaga supaya nanti saya tidak mengemis-ngemis dari anak-anak minta uang,” katanya terbahak. Siapa di antara anak-anak yang bakal menggantikan posisi pimpinan di BBG, tidak terlalu dirisaukan oleh Purnomo meskipun ia melihat hal itu sangat strategis untuk kemajuan BBG ke depan. Menurutnya, harus ada orang luar yang netral untuk ikut memikirkan suksesi kepemimpinan di BBG
di luar keluarga pemilik. Sebaiknya, papar Purnomo, ada pemegang saham dari pihak luar supaya penilaiannya lebih obyektif. Caranya bisa dengan go public ataupun dengan mengundang strategic investor. “Saya sendiri menilai, pilihan strategic investor lebih baik,” ungkapnya. Rencana ini masih digodok, bisa saja investor strategik itu adalah salah mitra usaha BBG dalam sejumlah usaha patungannya (dari Jerman, Malaysia, Spanyol, dan sebagainya). Satu hal yang pasti, semua pemilik sudah bersepakat untuk terus mengembangkan BBG sehingga menjadi grup usaha penuh di bidang logistik terkemuka di Indonesia dan kawasan ini. “Jangan sampai generasi ketiga hanya menghabiskan uang saja,” katanya serius di depan Noni■
KONSEP SUKSESI GRUP CIPUTRA Ciputra, salah satu tokoh properti dan real estate Indonesia, telah berhasil mengalihkan estafet kepemimpinan Grup Ciputra kepada anak-anak dan menantunya. Ia juga membuka kemungkinan anak dan menantunya membangun usaha sendiri di luar Grup Ciputra. “Tetapi, semuanya tetap harus bersatu mendukung holding Grup Ciputra,” tukasnya bersemangat.
E
nergi kreativitas Ciputra tidak pernah habis-habisnya. Setelah sukses menjadi CEO PT Pembangunan Jaya, dengan sejumlah proyek monumental macam Ancol, Pondok Indah, Bintaro Jaya, Pantai Indah Kapuk, WTC, Park Royale Apartments, Hotel Horison dan Hotel Mandarin,
pada tahun 1981 ia mulai membangun grup sendiri melalui PT Citra Habitat Indonesia (developer Perumahan Citra di Jakarta Barat). Semenjak itu, Grup Ciputra terus berkembang dimotori oleh Ciputra dan dibantu oleh keempat anak dan menantunya. Dewasa ini, Grup Ciputra memiliki
sejumlah anak perusahaan di bidang properti, infrastruktur dan media, dua perusahaan di antaranya telah go public, yaitu PT Ciputra Development Tbk. dan PT Ciputra Surya Tbk. PT Ciputra Development Tbk. didirikan 22 Oktober 1981 dan telah go public sejak 28 Maret 1994. Perusahaan ini menjadi pengembang perumahan CitraRaya, Citra Indah dan Citra Harmoni di samping Ciputra Mall dan Hotel, proyek terpadu Ciputra Golden Triangle di dekat Mega Kuningan Jakarta, dan Klub Golf di Surabaya. Sedangkan, Ciputra Surya menggarap sejumlah proyek properti di kota Surabaya dan sekitarnya. Krisis ekonomi sempat membuat usaha Grup Ciputra terpukul. Namun, Grup Ciputra berhasil melewati masa yang paling sulit itu
CIPUTRA. melalui proses konsolidasi usaha yang kini telah selesai. “Sekarang adalah saat yang tepat untuk kembali melakukan ekspansi bisnis secara hati-hati,” ujar Ciputra kepada Human Capital. Sejak berumur 70 tahun (3 tahun silam), Ciputra sudah tidak aktif lagi sebagai eksekutif perusahaan. Ia memilih menjadi Presiden Komisaris saja. Mempersatukan keempat anak (Rina Ciputra, 49 tahun; Junita Ciputra, 43 tahun; Candra Ciputra, 40 tahun; dan Cakra Ciputra 40 tahun) dan para menantu laki-lakinya (Budiarsa Sastrawinata, 49 tahun., dan Harun Hajadi, 43 tahun) dalam satu kapal bernama Grup Ciputra merupakan salah satu kehebatan suami Dian Sumeler ini. Baginya, persatuan keluarga sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Membagi peran anak dan menantu sebanyak itu tentu bukan pekerjaan mudah. Candra menjadi CEO Ciputra Development, Harun menjadi CEO Ciputra Surya, Rina memimpin broker properti Century 21. Budiarsa yang sebelumnya menjadi CEO PT Bumi Serpong Damai kini kembali bergabung dalam grup sebagai direktur di samping
16
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
F O K U S mulai aktif di politik. “Posisi ditetapkan berdasarkan minat dan keahlian mereka,” ungkap Ciputra sambil menambahkan, “Setiap anak dan menantu saya memiliki latar belakang pendidikan yang sangat berkaitan dengan bisnis Grup Ciputra dan mereka juga memiliki pengalaman praktis dalam industri real estate.” Selain mengembangkan proyek inovatif, energi kreatif Ciputra tampak pula pada perhatiannya terhadap proses suksesi kepemimpinan dalam Grup Ciputra. Ia mengembangkan konsep regenerasi berdasarkan kerangka besar VISI, MISI, STRATEGI, RENCANA AKSI, dan IMPLEMENTASI. Sebagai sebuah bisnis keluarga, ia mendambakan terwujudnya VISI usaha bisnis yang, (1) Inovatif dan mampu bertumbuh terus melewati jaman-jaman yang berbeda dan mampu berkembang di banyak tempat; (2) Mempererat persaudaraan di antara keluarga, dan (3) Memanfaatkan keahlian dari masing-masing anggota keluarga. Untuk mewujudkan VISI itu, maka dikembangkan MISI atau sistem dasar untuk melaksanakannya. Dalam proses regenerasi untuk Grup Ciputra, maka Ciputra telah menetapkan MISI sebagai berikut: Semua anak-anak memiliki saham baik di perusahaan induk maupun di anak perusahaan; memberikan hak yang sama
kepada semua anak, laki-laki atau perempuan; memperlakukan menantu sama seperti anak sendiri; menciptakan keadilan di antara keluarga; memberikan keleluasaan kepada setiap keluarga (anak, menantu, dan cucu) untuk mengembangkan unit bisnis baru bersama keluarganya. Kemudian, Ciputra menetapkan STRATEGI regenerasi dengan membagi konteks waktu sekarang dan masa datang. Dalam konteks sekarang, perannya di perusahaan hanya sebagai vision developer dan grand policy maker. Seluruh saham perusahaan telah dan akan dibagi kepada anak-anak dan menantu, Yayasan Sosial Keluarga Ir. Ciputra, dan Trust Fund untuk para cucu yang dapat dipergunakan bila mereka membutuhkan. Keberadaan Trust Fund ini makin meneguhkan perhatian dan kecintaan Ciputra terhadap keluarga dan keturunannya ke depan. Secara operasional, bisnis Grup Ciputra saat ini terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu kelompok bisnis komersial (mal, hotel, apartemen, dan lainnya), kelompok bisnis dalam negeri, dan kelompok bisnis luar negeri. Dalam setiap kelompok ini (subholding), anak dan menantunya menjadi pimpinan. “Saya berharap, pertumbuhan ketiga subholding ini yang masing-masing memiliki tim profesional dan spesialis akan menyokong pertumbuhan Grup Ciputra di
masa sekarang,” tuturnya. Namun, di masa depan, struktur tersebut perlu disesuaikan. Ciputra telah membuat konsep struktur organisasi yang menurutnya lebih pas mengakomodasikan dinamika perubahan di masa depan. Nantinya akan ada holding Grup Ciputra ditopang oleh 4 keluarga anak-cucunya, di mana masing-masing keluarga anaknya bisa membentuk grup usaha baru milik mereka. “Ini adalah sebuah solusi yang sangat logis dibandingkan dengan memaksakan semua anggota keluarga berada dalam perahu yang sama,” tegas pria yang mendapat gelar Si Pengembang itu. Setidaknya, ada 5 hal yang menjadi pertimbangan Ciputra dalam menyusun konsep masa depan itu. Pertama, perusahaan induk (holding) Grup Ciputra mungkin akan menjadi terlalu sesak bila harus diisi oleh seluruh anggota keluarga dan keturunannya. Kedua, ia mengharapkan anak/ menantu dan cucu untuk bergabung dalam holding, tetapi perlu mengantisipasi munculnya sebuah bisnis baru dari salah satu keluarga namun belum tentu cocok atau didukung oleh anggota keluarga lain. Ketiga, ia perlu mengantisipasi munculnya bisnis-bisnis baru di dekade-dekade yang akan datang dan belum tentu cocok dengan bisnis utama Grup Ciputra namun perusahaan induk Grup Ciputra tetap akan menjadi
wadah untuk berkumpul dan bersatu. Keempat, Ciputra ingin keseluruhan keluarga besar bisnis Grup Ciputra tetap gesit dan inovatif sehingga ukurannya yang utama bukan dari besarnya holding Grup Ciputra semata. Kelima, persaudaraan dan keterkaitan satu sama lain dapat tetap terpelihara karena memang dalam induk Grup Ciputra masing-masing keluarga telah mendapat saham yang sama besar. Dengan cara ini, perhatian anak-anak dan para menantu kepada Grup Ciputra sebagai induk akan tetap terpelihara, dan pada saat bersamaan mereka juga memiliki peluang untuk mengembangkan bisnis bersama keluarga mereka masing-masing. Ciputra belajar sekali dari pengalaman banyak perusahaan keluarga yang gagal mempersatukan generasi penerus. Kegagalan tersebut berdampak pada kemunduran perusahaan dan perpecahan keluarga yang seharusnya tidak boleh terjadi. Keberhasilan implementasi pemikiran Ciputra yang jauh ke depan ini tentunya sangat ditentukan komitmen seluruh anak-menantunya di masa depan. Masalahnya, membuat bersatu itu lebih sulit dibandingkan dengan membuat perpecahan. Hal kecil saja mudah “membakar” kebersamaan dan persatuan yang telah dibangun bersusah payah selama ini■
Formulir Berlangganan Pembaca yang terhormat, z Tabloid Human Capital ( HC ) merupakan media pertama di Indonesia yang berfokus pada berita dan informasi seputar Sumber Daya Manusia dan penyajian informasi sangat informatif serta disain tabloidnya sangat menarik. HC ditujukan bagi berbagai kalangan dan terbuka bagi siapa saja yang tertarik pada sumber daya manusia. z Dengan ragam rubrikasi yang sangat menarik untuk pengembangan karir, kiat sukses, isu permasalahan dan alternatif solusi di bidang sumber daya serta rubrik lainnya. z HC merupakan media komunikasi potensial bagi para pengguna iklan untuk memasarkan produk maupun corporate image mengingat pembaca tabloid HC adalah kalangan menengah, menengah atas
Mohon dikirim tabloid HC Nama Perusahaan / instansi Alamat Telp Alamat Rumah
z
Untuk itu, kami memberikan penawaran yang menarik & mudah kepada Anda guna mendapatkan Tabloid Human Capital (HC) setiap terbit / edisi dengan cara berlanggan. z Cukup dengan menghubungi nomor telepon telepon (62-21) 5220575 - 52901022 atau mengirimkan form langganan ke faksimili (62-21) 52901024. Kami pastikan Tabloid Human Capital (HC) akan hadir tepat waktu di alamat yang Anda kehendaki. Terima kasih. z
Telp E-mail Pesanan tiap edisi
HumanCapital, untuk dan atas nama kami : : …………………………………….. : …………………………………….. Jabatan : ……………………………….……. Kota : ……………………………….……. Kode pos : …………………………………….. Faks : ……………………………….……. : ……………………………….……. Kota Kode pos : ……………………………….…….. Faks : ……………………………….…….. : …………………… Eksemplar Mulai edisi : ……………….… s/d ………
: ……………………………… : ……………………………… : ……………………………… : ……………………………… : ……………………………… : ……………………………… : ………………………………
Daftar Harga Langganan (per-eksemplar) Harga : Rp. 6.750,- / Eksemplar Periode 2 tahun (24 edisi) 1 tahun (12 edisi)
Harga Normal Rp. 162.000,Rp. 81.000,-
Diskont 20% (Rp.32.400,-) 10% (Rp.8.100,-)
Harga Pelanggan Rp. 129.600,Rp. 72.900,-
* Untuk Pelanggan di luar Jakarta tambah ongkos kirim Pembayaran :
………, ………………………………. 2004 Hormat kami,
Transfer a/n PT. Bina Semesta Giartha Lestari, Citibank No. Rek. 8000494690 (bukti transfer dikirim melalui faksimili) ( ………………………………)
PENAWARAN KHUSUS Lengkapi referensi Anda dengan Tabloid HC 1, 2, dan 3. Tiga edisi hanya Rp15.000,- (di luar ongkos kirim). Hubungi TOMY untuk pemesanan di telp. 021-5220575; fax. 021-52901024
17
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
Konsultasi Ketenagaker jaan S t r a t e Hukum g i H C
Diasuh oleh: A. Kemalsjah Siregar
Putusan PTTUN Kasus PT DI PUTUSAN PTTUN KASUS PT DI Bapak Kemal Yth 1. Apa alasan pengadilan menolak gugatan mantan pekerja PT. DI? 2. Kabarnya hanya sekitar 3000 mantan pekerja yang tetap bersikukuh untuk meneruskan gugatan mereka karena sisanya sudah mengambil pesangon akibat desakan ekonomi. Bagaimana tanggapan Bang Kemal? 3. Bisa tolong diceritakan mengapa PT. DI mem-PHK pekerjanya dan kini hanya memperkerjakan pekerja kontrak ? Apakah karena remunerasinya bisa lebih murah atau ada alasan lain ? Nama Pengirim ada pada redaksi Jawab: 1. Karena kami belum menerima salinan Putusan PTTUN sehingga belum dapat membacanya secara teliti maka kami tidak dapat memberikan jawaban mengenai alasan PTTUN menolak gugatan mantan pekerja PT. DI. Namun, menurut perkiraan kami PTTUN menilai bahwa proses PHK sejak bipartite hingga keluarnya Putusan P4P telah berjalan sesuai mekanisme dalam UU No. 22/1957, UU No. 12/64 dan UU No. 13/
2003 sehingga tidak ada alasan untuk membatalkan Putusan P4P. 2. Kalau tidak salah dengar, dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim PTTUN menyatakan bahwa dari 6561 pekerja tinggal 818 pekerja yang belum mengambil pesangon mereka sesuai Putusan P4P. Dari 818 pekerja tersebut ada sekitar 230 an pekerja yang pernah menerima bea siswa dari PT DI dan menurut perkiraan saya mereka tidak akan mempermasalahkan PHK mereka. Karenanya, yang betul-betul belum mengambil pesangon dengan berbagai alasan tinggal 588 pekerja. Kalau benar ada sekitar 3000 an pekerja yang tetap bermaksud terus berjuang ke Mahkamah Agung, pertanyaan saya adalah apakah yang mereka inginkan. Menurut saya, hanya 588 pekerja yang tetap belum mengambil pesangon mereka yang dapat mengajukan kasasi. Bagi mereka yang telah mengambil pesangon mereka maka dengan telah diterimanya pesangon tersebut berarti mereka dengan sadar dan sukarela telah menerima Putusan P4P yang memberikan ijin PHK kepada PT DI. Kalau mereka menolak Putusan P4P tersebut, seharusnya mereka konsisten
dengan tidak mengambil pesangon mereka. 3. Alasan PT. DI mem-PHK ke 6561 pekerjanya adalah karena jumlah pekerja yang sangat berlebihan sementara yang diperlukan hanya sejumlah kurang lebih 3000 an pekerja untuk mempertahankan usahanya. Dasar hukum PHK nya adalah efisiensi dalam Pasal 164 (3) UU No. 13/ 2003 Karena mengecilnya beban kerja PT DI maka tidak ada lagi pekerjaan bagi ke 6561 pekerja tersebut sehingga dengan sangat terpaksa mereka harus di PHK. Setahu saya PT DI tidak mempekerjakan pekerja yang ada saat ini atas dasar kontrak karena yang masih bekerja adalah yang tidak ikut di PHK dan mereka adalah pekerja tetap. KESIAPAN PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Bapak Kemal Yth Berdasarkan ketentuan Pasal 126 UU No. 2/2004 maka UU No. 2/2004 akan berlaku satu tahun sejak diundangkannya. Menyimak ucapan Ketua Mahkamah Agung baru-baru ini mengenai maraknya keinginan mendirikan peradilan khusus termasuk peradilan hubungan industrial kami me-
minta pendapat Bapak mengenai kesiapan pengadilan hubungan industrial mengingat batas waktu akan dimulainya berlakunya tinggal 4 bulan lagi. Susan, Jakarta Jawaban Secara pribadi saya tidak yakin bahwa pada saat berlakunya UU No. 2/2004 pada Januari 2005 Pengadilan Hubungan Industrial dan semua perangkat kelengkapannya telah tersedia dan siap memulai tugasnya. Menurut saya apabila ini yang terjadi maka pemerintah harus segera menerbitkan Perpu yang menunda keberlakuan UU No. 2/2004. Hal ini bisa dilakukan dan pernah dilakukan sebagaimana terjadi pada UU No. 25/1997 yang tidak pernah berlaku karena kemudian diganti oleh UU No. 13/2003. Kalau ini terjadi maka ini merupakan catatan buruk dari pemerintah yang tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan amanat UU. Kirimkan pertanyaan Anda ke Redaksi Human Capital
A. Kemalsjah Siregar Partner Kemalsjah Cembyn & Affriline Attorneys At Law
18
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
S t r a t e g i H C
Sukses BRI Mentransformasikan Organisasi Berangkat dari citra bank ndeso, Bank BRI sukses mentransformasikan diri menjadi organisasi perbankan yang tangguh. Bank ini mengadopsi serangkaian praktik manajemen SDM terbaik, termasuk program pengembangan karir yang jelas dan program ESOP/MSOP. Apa target BRI?
M
au jago soal micro banking, belajarlah ke Bank BRI. Agaknya pernyataan ini bergema luas di kalangan perbankan internasional. Maka, mereka silih berganti berkunjung dan belajar dari Bank BRI tentang spesialisasi yang satu ini. Bank BRI layak bangga dengan kehebatannya di bidang micro banking. Karena spesialisasi itu membuat nama BRI menjulang di dunia; karena fokus di micro banking itu membuat kinerja bisnis BRI relatif mengkilap. Bank BRI kini merupakan bank terbesar di dunia dalam micro banking dengan 4100 kantor BRI Unit yang melayani nasabah di berbagai wilayah nusantara. Selama ini, nama BRI mungkin kalah populer dengan Gramen Bank, sebuah bank asal Bangladesh yang disebut-sebut sukses dalam bidang micro financing. Tetapi, layanan micro financing itu berbeda dengan micro banking. Layanan micro financing tidak mempedulikan dari masa asal pendanaan untuk kredit mikro tersebut sehingga tidak murni bersifat komersial. Sebagian besar pendanaannya merupakan dana bersubsidi dari pemerintah. Sementara pendanaan micro banking sepenuhnya berasal dari bisnis komersial. Jaringan layanan BRI Unit yang begitu luas memungkinkan BRI memberikan layanan langsung kepada mayoritas masyarakat. Dewasa ini, menurut Direktur Utama BRI Rudjito, BRI memiliki jumlah akun (account) lebih dari 31 juta buah sehingga bisa disimpulkan BRI merupakan bank dengan nasabah terbesar di Indonesia. “Kalau ada bank lain yang terpilih sebagai bank pilihan masyarakat, maka itu bisa dipertanyakan,” ujarnya berseloroh. Jumlah akun BCA, bank yang sering terpilih sebagai bank pilihan masyarakat misalnya, hanya sekitar 9,5 juta – jauh lebih kecil dari BRI. BRI Unit menjadi pilar bisnis yang penting dan strategis buat BRI, baik dari sisi finansial maupun transformasi organisasi. Setelah sukses dengan proyek percontohan di Yogyakarta, BRI Unit kemudian dikembangkan dengan mengkloning BRI Unit di Yogyakarta itu. Menurut Rudjito, ada 3 hal yang menjadi kunci keberhasilan kemajuan BRI saat ini, termasuk BRI Unit. Pertama, human capacity building. Prosesnya dimulai
Direktur Utama Rudjito, SE (duduk tengah), Direktur Ahmad Askandar, SE, Ir. Wayan Alit Antara, Ir. Krisna Widjaja, MM, Ir. Gayatri Rawit Angreni, MBA, Ir. Hendrawan Trenggana, MBA, Drs. Akhmad Amien Mastur, MBA
sejak saat rekrutmen hingga pengembangan SDM melalui training terus menerus. Kepada mereka juga diperkenalkan reward yang dikaitkan dengan pencapaian target sesuai fokus program perusahaan. Perkembangan BRI Unit ini juga mengimbas positif ke cabang-cabang BRI. Kedua, institutional building. Organisasi layanan harus dibuat sederhana dan dekat dengan masyarakat. Jumlah karyawannya minimum 4 orang dan maksimum 11 orang. Organisasi ini harus mampu mendukung pengembangan komunitas dan memiliki program supervisi yang jelas (cascading supervision). Makanya di BRI ada jabatan penilik yang bertugas mengawasi BRI Unit. Setiap cabang membawahi 12 BRI Unit. Supervisi tingkat berikutnya adalah In-
JARINGAN KANTOR BRI Kantor wilayah
13
Kantor inspeksi
11
Kantor cabang
324
Kantor cabang pembantu
147
BRI Unit Pos pelayanan desa
4.049 199
Kantor cabang syariah
8
Kantor cabang luar negeri
1
19
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
S t r a t e g i H C spektur Wilayah yang melakukan audit hingga tingkat cabang dan BRI Unit. Sekarang BRI memiliki 11 Inspektorat Wilayah di seluruh Indonesia. Ketiga, technology building. Sesederhana apapun, BRI Unit di desa sudah menggunakan teknologi. Paling tidak memiliki 1 PC, 1 printer, dan alat bantu generator set. Kalaupun belum ada telepon, akses informasi dilakukan melalui VSAT. Umumnya seluruh jaringan BRI sudah online, meskipun belum semuanya realtime. Pengembangan teknologi informasi (TI) BRI berjalan sejak proses rekap tahun 2000. Investasi tersebut terus berkembang. Kini, mayoritas jaringan BRI (324 cabang, 13 kantor wilayah, 11 kantor inspeksi, 147 kantor cabang pembantu, dan sebagian BRI Unit) sudah terhubung secara online dan realtime. Teknologi sangat penting bagi kemajuan sebuah bank. “Tanpa dukungan teknologi, bank sulit bersaing,” tukasnya. Kendati fokus melayani segmen middle- low income, kebutuhan terhadap teknologi itu juga besar. Dengan dukungan teknologi itu, BRI bisa memberikan layanan terbaik kepada berbagai lapisan masyarakat sesuai dengan target BRI untuk memfokuskan 80% bisnis di usaha mikro, kecil dan menengah. Penguatan jaringan itu bermanfaat pula mendukung dinamika perekonomian daerah akibat implementasi otonomi daerah. KETELADANAN PEMIMPIN Kuatnya kualitas kepemimpinan Rudjito sangat berperan dalam mempercepat transformasi organisasi BRI. Ketika ditanya apa resep kepemimpinannya, Rudjito mengulang kembali 3 pesan pertamanya kepada seluruh pimpinan BRI saat dilantik beberapa tahun lalu. Pertama, mengembangkan komunikasi interaktif. Rudjito meminta setiap karyawan untuk berhubungan langsung dengan dirinya melalui telepon atau email. “Dan, hal itu berjalan,” tuturnya. Awalnya memang ada kesan malumalu, tetapi setelah tahun kedua dan seterusnya menjadi terbiasa. Ia mengaku, sebelum akhir tahun, sudah bisa mengontrol pembukuan akhir tahun melalui SMS. Pesan kedua, lanjutnya, adalah mengajak berpikir positif. Kalau ada usul dari anak buah, jangan langsung dibantah, tetapi dengarkan terlebih dulu. Ketiga, kerjasama yang benar-benar bekerjasama. Ketiga pesan itu berjalan efektif karena Rudjito sendiri konsisten untuk memberikan sikap keteladanan dengan tindakan nyata dan transparan. Standar dan penilaian pegawai dibuat lebih terbuka. Salah satu yang diatasi secara cepat adalah menghentikan kebiasaan rumor mutasi personil. “Selama ini, sebelum seseorang pindah, rumor dulu yang berkembang. Di era saya, itu tidak boleh lagi ada,” tukasnya serius. Mutasi pertama yang ia lakukan adalah mempromosikan Pemimpin Wilayah Padang, Sumbar, untuk menjadi kepala divisi operasional di Jakarta. Pejabat tersebut dipanggil ke Jakarta, dan ia siap memberikan laporan dengan setumpuk map. Selesai melapor, yang bersangkutan langsung ditunjuk menjadi Kepala Divisi yang kebetulan waktu itu lowong. Sejak itu, rahasia
mutasi menjadi terjaga, tidak ada orang yang tahu. Baru kemudian Direktur Personalia memberitahu Kepala Divisi SDM untuk membuatkan SK-nya. Praktik itu terus dijalankan hingga kini. “Setiap keputusan mutasi tidak pernah tersebar ke mana-mana,” katanya, sambil menambahkan, “Banyak juga yang mencoba menebak-nebak, tetapi tebakannya keliru.” Pengiriman nota mutasi biasanya dikirim malam hari ke wilayah, sehingga mereka baru tahu keesokan harinya. Dulu, lanjutnya, orang segan memindahkan keluarga direksi ke luar Jakarta. Di era kepemimpinan Rudjito, hal seperti itu tidak boleh lagi. Ini demi karir yang bersangkutan. Mutasi pejabat di BRI adalah kehendak organisasi yang harus dipatuhi setiap karyawan. Kalau membangkang, kepada mereka diberikan sanksi. Pengecualian terhadap hal ini tetap ada, misalnya anak yang bersangkutan sakit tertentu yang pengobatannya hanya bisa di Jakarta. “Tapi, kalau alasannya karena isteri menjadi pejabat tinggi di satu instansi, itu tidak bisa diterima. Waktu mulai bekerja di sini, isterinya ‘kan belum menjadi pejabat,” ungkapnya tertawa. Praktik ini memberikan kepastian buat pegawai yang baik. “Tidak ada niatan direksi untuk menghambat karir karyawan,” tambahnya. Penempatan seseorang menjadi pimpinan telah melalui kajian mendalam dari direksi BRI. Menurut penilaian direksi, mereka yang dipromosikan itu memiliki track record dan moral yang bagus. Toh semua itu tidak menjamin para pimpinan mampu menjalankan tugasnya secara profesional menurut aturan perusahaan. Seperti yang terjadi pada Kepala Cabang BRI Senayan dan Senen di Jakarta yang menyalahgunakan dana nasabah dan kasusnya terungkap ke media massa. Saat ini, kasus tersebut sedang disidangkan. Menurut Rudjito, faktor yang sangat berperan mengubah orang adalah pertemanan. “Mereka memilih berteman dengan maling sehingga pikirannya jadi pendek. Untuk itu, mereka layak diberi sanksi keras.” Selama ini, penyalahgunaan wewenang di bank milik pemerintah terkesan lebih menonjol ketimbang bank swasta. Rudjito sendiri tidak tahu kenapa bisa seperti itu. Tetapi, ia mensinyalir, praktik fraud seperti itu juga banyak terjadi di bank swasta. Bedanya, kasus-kasus seperti itu ditutupi oleh pemiliknya dengan memecat orang tersebut dan mengganti kerugian dari kocek sendiri. “Lha, kami mau menutup dari mana? Kami ini hanya pegawai bank,” ujarnya setengah bertanya. PERBAIKAN REMUNERASI Sejalan dengan perbaikan manajemen dan kinerja bisnis BRI, kesejahteraan pegawai BRI yang berjumlah 34.719 orang (Desember 2003) kini jauh lebih baik. Kerja keras seluruh jajaran BRI layak mendapat ganjaran setimpal. Dalam periode dua tahun sebelum go public, manajemen BRI telah membagikan insentif direksi kepada pekerja berdasarkan penilaian kinerja individu (performance appraisal). Karyawan yang kinerjanya biasa-biasa saja mendapat insentif normal, kinerja bagus memperoleh lebih, dan kinerja di bawah standar mendapat
VISI BRI Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah
SASARAN BRI 2005 ● Menjadi bank sehat dan salah satu dari lima bank terbesar dalam asset dan keuntungan ● Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah ● Menjadi bank terbesar dan terbaik dalam pengembangan agribisnis ● Menjadi salah satu bank go public terbaik ● Menjadi bank yang melaksanakan good corporate governance secara konsisten ● Menjadikan budaya kerja BRI sebagai sikap dan perilaku semua insane BRI
insentif lebih rendah. Sedangkan, insentif direksi untuk direksi tidak ada. Bentuk insentif lainnya adalah bonus tahunan yang dulu dikenal dengan istilah jasa produksi. Insentif ini diperjuangkan direksi saat RUPS. Karena kinerja keuangan BRI 2003 yang bagus, untuk pertama kalinya, karyawan memperoleh bonus lebih dari satu kali. Mereka layak mendapatkan bonus tersebut karena laba BRI terutama berasal dari penyaluran pinjaman, bukan dari bunga obligasi seperti yang banyak terjadi pada bank rekap lainnya. Pemberian insentif itu memberikan motivasi lebih buat karyawan BRI. Kegembiraan karyawan BRI makin bertambah dengan digelarnya program ESOP (Employee Stock Ownership Program)
pada saat go public tahun lalu. Jumlah saham yang dibagikan kepada karyawan mencapai 10% dengan batasan masa kerja maksimal 15 tahun. Karyawan yang memiliki masa kerja lebih dari 15 tahun harus ikut aturan 15 tahun itu. Sebab, ESOP itu bertujuan untuk mendorong pegawai bekerja lebih professional sehingga tidak terlalu banyak manfaatnya bagi perusahaan bila dibagikan kepada pegawai dengan masa kerja yang semakin mendekati pensiun. Saham ESOP ini baru boleh diperdagangkan setelah 2 tahun. Karyawan membeli saham ESOP dari bonus kinerja 2003 setelah disahkan dalam RUPS. Selain itu, karyawan bisa pula membeli saham dengan diskon 3% seperti yang diberlakukan untuk nasabah. Diskon itu dibayar oleh BRI. Saham ini bisa diperjualkan setelah periode lock up 6 bulan. Untuk jajaran manajerial, BRI memperkenalkan MSOP (Management Stock Options Program) – sifatnya boleh beli dan boleh tidak. Harga pembeliannya 20% di atas harga perdana Rp 875 per saham dengan periode lock up 2 tahun. Terlalu mahal? Tidak juga. Sekarang saja harga saham BRI sudah lebih dari 100% dari harga perdana. “Hasilnya akan sangat luar biasa jika harga saham BRI naik terus, misalnya sampai ke angka Rp 3000 per lembar,” gumam Rudjito. Jumlah saham yang dialokasikan untuk MSOP sebanyak 5%, tetapi jumlah itu tidak langsung dihabiskan karena disisakan untuk dibagi lagi pada periode 2 tahun berikutnya. Kebijakan ini bertujuan agar mereka yang belum naik pangkat masih berhak membeli lagi saham MSOP. Serangkaian praktik manajemen yang berkualitas ini berkontribusi besar terhadap kinerja bisnis BRI yang semakin baik. “Investor masih bullish dengan saham BRI,” ungkap sejumlah analis pasar saham kepada HC. Dewasa ini, investor publik menguasai 40,5% saham BRI dan sisanya dimiliki pemerintah RI■
20
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n d
DANA KESEHATAN DIKELOLA SENDIRI ATAU DISERAHKAN KE ASURANSI?
Semakin banyak perusahaan yang menyerahkan pengelolaan dana kesehatannya kepada perusahaan asuransi. Apa saja untung-ruginya bagi perusahaan maupun karyawan? Bagaimana jurus memilih perusahaan asuransi?
S
utanto Margono, sebut saja begitu, pusing tujuh keliling. Karyawan bagian pemasaran perusahaan elektronika itu harus menjalani rawat inap setelah didiagnosa kena penyakit demam berdarah dengue. Pusing karena perusahaan tempatnya bekerja hanya menyediakan dana kesehatan yang sangat minim setahun, dan repotnya anggaran kesehatan itu sudah habis dipakai dalam 6 bulan saja.
Otomatis, ayah 2 anak itu tidak lagi bisa menyandarkan harapan kepada perusahaan. Tabungan juga tidak punya. Akibatnya, isterinya harus pontang-panting meminjam uang untuk perawatan dirinya. Kasus yang terjadi pada Sutanto banyak pula dialami karyawan lainnya. Tidak seorangpun yang ingin sakit, namun sakit adalah musibah yang tidak pernah bisa diduga. Ia bisa terjadi kapan saja. Akan
sangat merepotkan bila musibah itu terjadi saat kita lagi tidak punya uang. Ketersediaan fasilitas kesehatan kini telah menjadi bagian integral dari benefit yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya. Berbagai survei membuktikan bahwa benefit kesehatan adalah komponen benefit yang sangat diperhatikan seseorang dalam memutuskan untuk bergabung atau bertahan di satu perusahaan. Dalam piramida remunerasi, program kesehatan adalah benefit terpenting (lihat grafik). Karena pentingnya benefit kesehatan, sejumlah perusahaan mengadakan program kesehatan yang menarik sebagai faktor diferensiasi dengan perusahaan-perusahaan lainnya. Penyelenggaraan program kesehatan
berlangsung dengan gradasi program yang sangat bervariasi antar perusahaan. Semakin profesional sebuah perusahaan, makin berkualitas program kesehatannya. Kecenderungan terbesar saat ini, semakin banyak perusahaan yang menyerahkan pengelolaan program kesehatannya kepada perusahaan asuransi. “Repot kalau harus mengurus sendiri,” ucap Fini Margarina, HR Representative Accenture. Accenture, menurut Fini, menyerahkan pengelolaan klaim kesehatannya kepada asuransi karena terbatasnya tenaga untuk memproses klaim kesehatan karyawan dan biayanya pun lebih murah. Setelah diperhitungkan secara cermat, lanjutnya, dana yang harus disediakan jika mengelola sendiri lebih besar dibandingkan dengan menye-
21
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n
rahkannya kepada pihak ketiga. “Biayanya lebih hemat 30% bila diserahkan kepada perusahaan asuransi,” tukasnya. Seluruh karyawan Accenture yang berjumlah 200 orang memperoleh fasilitas kesehatan berupa rawat inap, rawat jalan, dan rawat gigi. Perbedaan hanya terjadi pada limit biaya dan kualitas layanan kesehatan. Accenture membagi fasilitas kesehatan menjadi dua jenis: Plan I untuk karyawan level manajer ke atas, dan Plan II untuk karyawan level senior assistant hingga consultant. Sayang Fini tidak menjelaskan lebih rinci fasilitas kesehatan tersebut. Drs. Wawan Juanta, AAK., Presiden Direktur PT Quiex International yang bergerak dalam usaha konsultan kesejahteraan karyawan, mengatakan pengelolaan program kesehatan harus memperhatikan kepentingan perusahaan maupun karyawan secara seimbang. Perusahaan berkeinginan mengendalikan biaya kesehatan supaya anggarannya tidak besar. Sebaliknya, karyawan berkeinginan untuk mendapatkan benefit kesehatan yang lebih baik. Menyerahkan pengelolaan klaim kesehatan kepada perusahaan asuransi merupakan salah satu pilihan untuk keuntungan perusahaan maupun karyawan. Pilihan lain adalah mengelola sendiri dana kesehatan tersebut. Terdapat beberapa pola umum yang diterapkan perusahaan bila
mengelola sendiri dana kesehatan itu. Pertama, memberikan plafon biaya kesehatan yang dikaitkan dengan gaji pokok per tahun. Karyawan berhak menagihkan setiap pengeluaran medis dirinya kepada perusahaan sampai batas limit itu – ada juga perusahaan yang mengizinkan pemanfaatan fasilitas itu oleh isteri dan anak-anak karyawan. Terutama untuk karyawan lajang, plafon biaya kesehatan itu biasanya tidak habis terpakai setiap tahunnya. Sebagian perusahaan dengan pola ini menerapkan kebijakan untuk membagikan sisa dana kesehatan itu di awal tahun berikutnya, namun sebagian lagi menganggap uang kesehatan sisa itu hangus. “Karyawan lebih menyukai pola pembagian uang kesehatan tersisa tersebut,” tutur Ahmad Farhan, Manajer Keuangan sebuah perusahaan kecil di bilangan Kemayoran, Jakarta. Dalam kasus yang umum, pola plafon dana kesehatan itu terasa menguntungkan bilamana karyawan tidak terkena sakit yang memerlukan rawat inap. Biaya rawat inap – biaya kamar, dokter, obat-obatan, dan lainnya – tentu saja tidak sedikit jumlahnya. Bisabisa nilainya melampaui plafon biaya kesehatan karyawan itu setahun. Untuk membantu meringankan beban karyawan yang harus dirawat inap, biasanya perusahaan memberikan bantuan sejumlah dana
yang besarnya tidak tentu. “Namanya juga kebijakan. Itupun dilihat juga kondite kerja yang bersangkutan maupun tingkat pemanfaatan biaya kesehatan selama ini,” lanjut Ahmad. Semakin baik kondite dan kontribusi kerja yang bersangkutan serta semakin sedikit dana kesehatan yang selama ini terpakai, maka jumlah uang kebijakan itu semakin besar. Kedua, pola ganti rugi, khususnya untuk rawat inap. Misalnya seorang karyawan harus dirawat di sebuah rumah sakit dan biaya perawatannya Rp 10 juta, maka perusahaan kemudian mengganti biaya itu setelah prosedur penagihan dilengkapi. Ketiga, pola pemberian dana tunai tetap per bulan (cash allowance), contohnya Rp 150.000 per orang per bulan. Apapun penyakitnya, biaya itu tetap Rp 150.000 sebulan. Uang itu juga tetap menjadi hak karyawan kendati tidak sakit. “Cara ini tidak mendidik karena karyawan kemudian menjadikannya sebagai sumber pendapatan. Cara ini juga menunjukkan bahwa perusahaan tidak peduli dengan kesehatan karyawan,” tegas Wawan Juanta. Di luar ketiga pola umum itu masih ada sejumlah pola lain yang diterapkan perusahaan dalam mengelola sendiri dana kesehatan karyawan. Namun, pola-pola lain itu lebih kepada variasi dari ketiga pola itu ketimbang membentuk pola tersendiri.
MEMAKAI JASA ASURANSI Mengelola dana kesehatan sendiri seringkali merepotkan. Tidak terlalu jadi masalah jika jumlah karyawan hanya 20-30 orang. Jumlah karyawan yang lebih dari itu mengharuskan perusahaan merekrut tenaga khusus untuk mengurusi klaim dana kesehatan. “Akibatnya, biaya menjadi lebih mahal,”tambah Fini dari Accenture. Kondisi ini menjadi pendorong utama perusahaan untuk kemudian beralih memakai jasa asuransi. Kasis Iskandar, HIA., FSAI., Managing Director BRIngin Life, menilai tren pemanfaatan jasa asuransi akan semakin kuat dari hari ke hari. Selain tak perlu repot mengelola dana kesehatan karyawan, perusahaan akan memiliki anggaran kesehatan yang pasti, rutin, dan jumlahnya menentu. “Soal jumlah yang pasti sangat perlu bagi perusahaan sehingga bisa dianggarkan setiap tahun,” jelasnya. Perusahaan pun tak perlu lagi pusing, lanjutnya, karena ada kepastian bahwa di bidang ini perusahaan asuransi lebih punya keahlian ketimbang perusahaan itu sendiri. Berbeda dengan kesan umum bahwa menyerahkan pengelolaan klaim kesehatan kepada asuransi menimbulkan biaya lebih mahal, ternyata tidak juga. Seperti dijelaskan oleh Ahmad dan Burhan Santosa dari perusahaan lain, mereka khawatir dana
KIAT MEMILIH ASURANSI KESEHATAN UNTUK KARYAWAN E
fisiensi selalu menjadi alasan utama bagi sebuah perusahaan untuk mengalihkan program kesehatan bagi karyawannya kepada pihak perusahaan asuransi. Hal ini dilakukan perusahaanperusahaan guna mendapatkan hasil yang maksimal untuk mensejahterakan karyawannya, namun tanpa mengeluarkan biaya yang berlebihan. Namun alasan efisiensi itu bisa berbalik menjadi pemborosan jika salah mengambil atau memilih produk asuransi. “Kami merancang produk sesuai dengan kebutuhan perusahaan,” Jelas Drs.Wawan Juanta,AAK, President Director PT.Qiuex International, sebuah perusahaan konsultan dibidang program-program asuransi untuk karyawan seperti asuransi kesehatan, asuransi jiwa dan kecelakaan dan program pensiun. Menurut Wawan, perusahaan asuransi sekarang sudah mempunyai program yang sifatnya tailor made. Maksudnya adalah bahwa pihak asuransi bisa menyediakan suatu program asuransi sesuai dengan permintaan klien. Pada dasarnya semua program asuransi bisa dikatakan bagus, namun yang terpenting saat ini adalah bahwa program tersebut sudahkah memenuhi keinginan dan kebutuhan perusahaan. “Perlu disadari setiap perusahaan mempunyai kebutuhan berbeda-beda,” ujarnya tegas. Tidak semua perusahaan juga perlu
DRS.WAWAN JUANTA,AAK President Director PT.Qiuex International untuk mengalihkan pengelolaan program kesehatan karyawannya kepada pihak asuransi. Jika cara swakelola (self managed) dirasa lebih baik, kenapa tidak?. “Semua tergantung, perlu diingat perusahaan lebih concern bagaimana mengendalikan dan menghemat biaya kesehatan agar tidak membengkak. Sedangkan concern karyawannya, bagaimana mendapatkan benefit kesehatan yang lebih baik daripada yang sebelumnya,” tuturnya. Dalam pengelolaan program kesehatan, beberapa cara dapat dilakukan perusahaan. Bisa dengan swakelola, dikelola
oleh pihak ketiga (administration service only), dialihkan resikonya ke asuransi, dan sebagainya. Jika ingin dialihkan ke pihak asuransi, perusahaan dalam hal ini sebagai customer dan karyawannya dalam hal ini sebagai end-user harus melakukan azas kehati-hatian dalam memilih. Perusahaan disarankan paling sedikit mengundang lima perusahaan asuransi untuk mengajukan proposal penawaran. Biasanya apa yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi ada kecenderungan over promise sementara harapan karyawan akan bentuk layanan kesehatan cenderung over expectation. Sehingga timbullah gap antara harapan dan kenyataan pelayanan di lapangan. Semakin jauh gap tersebut maka bentuk kekecewaan atau ketidakpuasan terhadap layanan asuransi akan semakin besar. Untuk memperkecil gap-gap tersebut atau mungkin meniadakan gap itu, perusahaan harus mampu melakukan rating kepada perusahaan asuransinya maupun terhadap produk asuransi kesehatannya. Rating dapat dilakukan secara tehnis dan non tehnis. Aspek tehnis lebih memfokuskan terhadap rancangan produk yang ditawarkan (product design), kondisi dan persyaratan polis (terms and conditions) dan premi yang ditawarkan (premium). Sementara aspek non tehnis dititikberatkan kepada sistem administrasi dan pelayanan klaim (administration and claim procedures), jumlah
jaringan rumah sakit dan klinik yang dimiliki (providers network), daftar nasabah, portfolio bisnisnya dan yang tak kalah penting adalah kondisi keuangan perusahaan asuransinya atau istilahnya Risk Based Capital (RBC). Sebagai contoh bagaimana memperkecil gap yang mungkin terjadi pada aspek kondisi dan persyaratan polis. Komplikasi kehamilan seperti mual-mual dan darah tinggi yang mengharuskan rawat inap umumnya tidak dijamin dalam paket Rawat Inap, sementara karyawan sebagai end-user berasumsi ini dijamin. Begitu halnya dengan penyakit hernia yang terjadi pada anak umumnya tidak dijamin oleh paket asuransi. Oleh karenanya perusahaan harus dapat melakukan bargaining dengan pihak asuransi agar kasus-kasus seperti tadi dapat dijamin sehingga permasalahan kelak tidak terjadi. Disamping itu carilah perusahaan asuransi yang memilki jurusjurus pengendalian biaya yang baik (cost containment) dan mampu melakukan kontrol pelayanan kesehatan yang benar terhadap peserta, dokter, klinik maupun rumah sakit. Sebagai contoh ada rumah sakit yang mengharuskan seorang peserta asuransi dirawat inap, padahal mungkin secara medis masih cukup rawat jalan saja. Dengan adanya kontrol dari pihak asuransi, maka perawatan seperti itu yang mungkin over service dan over budget dapat dicegah■
22
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n d
kesehatan akan membengkak bila memakai jasa asuransi. “Memang kami belum pernah secara spesifik membuat hitungannya,” aku mereka jujur. Kasus di Accenture di atas bisa menjadi referensi berguna. Bahkan, pengelolaan dana kesehatan menjadi lebih hemat 30%. Penghematan pengelolaan dana kesehatan oleh asuransi terjadi karena prinsip hukum bilangan besar (the law of larger numbers) yang menjadi prinsip usaha asuransi. Ini ibarat tanggung renteng. Semakin banyak yang menanggung beban orang yang sakit akan lebih baik. Itu sebabnya, tutur Vice President Business PT MLC Life Indonesia Ferry Kaligis, harus ada jumlah minimal kepesertaan pertanggungan asuransi kumpulan. Di MLC, jumlah peserta minimal 25 karyawan. “Apabila pertanggungan kurang 25 karyawan, maka perusahaan cenderung merugi karena nilai klaim lebih besar daripada premi yang dibayarkan,” ungkapnya didampingi Ivan Taufiza, People & Culture Director PT MLC Life Indonesia.
Setiap perusahaan asuransi tentu telah memiliki hitung-hitungan sendiri dalam memasarkan produk asuransi kesehatan. Mereka telah menghitung peluang dari setiap karyawan untuk sakit dan melakukan klaim – berdasarkan pengalaman selama ini – sehingga bisa menyusun sebuah penawaran yang menarik bagi perusahaan maupun individu. Kasus-kasus ekstrim memang ada, misalnya ada peserta yang membutuhkan biaya pengobatan yang sangat mahal, tetapi kasus-kasus seperti itu termasuk jarang. Oleh karena itu, perusahaan asuransi bisa memberikan layanan yang lebih lengkap dan menarik dengan biaya lebih kompetitif . BRIngin Life termasuk perusahaan asuransi yang agresif menggarap pasar asuransi kesehatan kumpulan maupun individu melalui serangkaian produknya. Anak perusahaan Bank BRI ini menyediakan produk rawat inap dengan minimal peserta per perusahaan 50 orang. Sedangkan untuk produk rawat jalan, BRIngin Life menyediakan dua jenis produk. Yakni, produk
dengan sistem klaim (reimbursement) dengan syarat peserta minimal 100 karyawan dan produk sistem provider dengan minimal peserta 200 karyawan. Untuk peserta kategori terakhir, kepada mereka diberikan kartu anggota yang tinggal ditunjukkan kepada petugas saat berobat di rumah sakit maupun dokter anggota BRIngin Life tanpa perlu membayar. Memanfaatkan jasa asuransi kedengarannya enak, meskipun dalam praktiknya tidak selalu berjalan mulus. Erna Retnowati, karyawan sebuah perusahaan multimedia yang menjadi peserta sistem provider, mengaku kecewa dengan layanan kesehatan yang diperolehnya. “Rumah sakit dan kliniknya terbatas sehingga merepotkan,” katanya. Kebetulan rumah sakit dan klinik dokter yang menerima kartu berada jauh dari lokasi rumahnya di kawasan Serpong, Tangerang. Lain lagi keluhan Yusuf Sofyan, karyawan perusahaan yang sama. “Saat menunjukkan kartu anggota, secara psikologis terkesan layanannya dinomorduakan ketimbang pasien yang membayar tunai,”
ungkapnya prihatin. Keluhan dengan sistem ganti-rugi pun tak kalah banyak, mulai dari administrasi yang berbelit hingga waktu pencairan yang lama. Fini mengaku, masih banyak masalah yang muncul antara karyawan dan perusahaan asuransi. “Dalam hal ini, bagian human resources lah yang harus menengahi,” ujarnya pasti. Perusahaan asuransi menyadari soal pelayanan ini masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Upaya meningkatkan kepuasan peserta harus berjalan simultan antara kegiatan yang bersifat pembenahan layanan internal perusahaan asuransi dengan kegiatan pembenahan eksternal seperti layanan di rumah sakit dan klinik dokter tadi. Secara internal, misalnya, BRIngin Life komit mempercepat proses pencairan klaim. “Paling lambat 2 minggu. Biasanya 1 minggu kami sudah bayar klaim,” papar Kasir Iskandar. Bahkan, berobat ke rumah sakit yang bukan anggota BRIngin Life pun tetap akan diganti sesuai perjanjian sehingga anggota BRIngin Life bisa berobat
TREN ASURANSI UNTUK EFISIENSI M
endekati era pasar bebas, untuk dapat ikut bersaing, perusahaan dituntut untuk lebih meningkatkan produktivitasnya. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan melakukan outsourcing untuk beberapa kegiatannya yang dirasakan memakan waktu dan biaya yang lebih besar jika dilakukan sendiri. Namun demikian outsourcing tersebut harus tetap berdampak positif bagi perusahaan. Tuntutan peningkatan produktivitas ini juga tidak boleh mengakibatkan terabainya hak dan kewajiban dari karyawan perusahaan terkait. Misalnya penyediaan fasilitas kesehatan bagi karyawan. Fasilitas ini sangat penting untuk menunjang kemajuan perusahaan melalui peningkatan semangat kerja dari karyawannya. Namun fasilitas ini dirasakan banyak perusahaan cukup menyita waktu dan biaya. Di mana mungkin perusahaan harus menyediakan suatu divisi khusus yang membidangi masalah ini. Penyediaan divisi khusus ini berkaitan dengan penambahan karyawan dan alat kerja yang pasti juga akan meningkatkan pengeluaran keuangan. Ditambah dengan klaim yang diajukan karyawan yang setiap bulannya mungkin jumlahnya akan selalu berubah-ubah, bisa menurun atau juga meningkat. Yang kini menjadi tren dilakukan perusahaan menyangkut hal tersebut adalah outsourcing fasilitas ini kepada pihak yang lebih professional, yaitu perusahaan asuransi. Dengan program outsourcing ini diharapkan dapat menghasilkan efisiensi dan dapat menekan biaya. Di samping itu yang paling penting adalah hak yang diperoleh karyawan jauh lebih jelas dan pasti. Salah satu perusahaan asuransi yang kini sering melayani klaim kesehatan karyawan dari perusahaan-perusahaan
KASIR ISKANDAR, HIA, FSAI. Managing Director BRIngin Life besar di Indonesia adalah BRIngin Life. Menurut Kasir Iskandar, Managing Director BRIngin Life, sebagian besar perusahaan yang menjadi kliennya memiliki tiga alasan, pertama, tidak ingin repot untuk mengelola kesehatan untuk karyawannya sendiri, kedua, anggaran yang dikeluarkan sudah pasti dan rutin, ketiga, ada kepastian bahwa perusahaan asuransi memang mempunyai keahlian dibandingkan dengan perusahaan untuk mengelola klaim kesehatan. Perusahaan yang telah menjalankan bisnis asuransi sejak 1994 ini mulai tahun 1995 masuk ke pasar asuransi kesehatan. Sistem outsourcing untuk asuransi ini bukan tanpa syarat. Perusahaan harus memenuhi beberapa syarat misalnya ada batasan jumlah premi pertahun atau jumlah peserta. “Misalnya untuk program hari tua minimal 15 peserta sudah boleh,
untuk asuransi jiwa berjangka 25 peserta boleh,” ujar Kasir. “Untuk rawat inap, minimal perusahaan memiliki karyawan 50 pegawai peserta. Untuk rawat jalan, jumlah karyawan minimal 100,” tambahnya lagi. Produk asuransi memiliki banyak sistem, ada sistem reinburse, ada juga sistem profider. Yang dimaksud dengan sistem reinburse adalah sistem ganti rugi, di mana peserta berobat dengan uangnya terlebih dahulu baru kemudian akan diganti pihak asuransi, sedangkan sistem profider, setiap peserta memegang kartu yang memungkinkan peserta berobat dan tidak perlu mengeluarkan uang terlebih dahulu. “Dengan sistem profider, peserta cukup membawa kartu ke rumah sakit atau ke dokter untuk berobat tanpa membayar. Ini bisa kami terima minimal karyawanya 200 peserta,” tukas Kasir. Mengenai pemilihan produk asuransi
bersifat bebas, maksudnya adalah perusahaan bisa mengambil produk yang disenangi dan sesuai dengan kebutuhannya. “Untuk asuransi kesehatan misalnya, boleh mengambil rawat inap saja, jika tidak mau mengambil rawat jalan. Tetapi perusahan tidak boleh mengambil rawat jalan, dia harus mengambil rawat inap dulu baru me rawat jalan. Karena ada tingkatan,” jelas Kasir. Dalam perkembangannya, banyak pihak yang takut untuk terlibat dengan pihak asuransi karena proses pengajuan klaimnya yang bertele-tele. “Untuk pengajuan klaim, pertama harus mempunyai kartu, kalau belum mempunyai kartu kami akan memberikan surat keterangan untuk ke pihak rumah sakit. Setelah itu baru diadakan penghitungan biaya dan ganti rugi oleh pihak asuransi. Untuk sistem reinburse atau bayar sendiri, mengajukan berkas diajukan ke BRIngin Life. Cuma dua minggu, satu minggu saja biasanya kami sudah menggantinya,” jelas Kasir. “BRIngin Life tidak akan mempersulit anggota,” tambahnya pasti. Diakui Kasir, BRIngin Life memiliki kerja sama dengan banyak rumah sakit. “Dalam pembayaran ke rumah sakit kami membayar bukan berdasarkan kelas rumah sakit tempat berobat tetapi berdasarkan nominal anggota. Anggota membayar kecil, tidak akan mungkin berobat inap di rumah sakit mahal dan kamar berkelas,” tambahnya lagi. Melihat perkembangan asuransi, setiap rumah sakit akan menggandeng asuransi karena keberadaan asuransi dirasakan amat diperlukan. Untuk kepuasan klien, menurut Kasir, setiap bulan BRIngin Life mengadakan pertemuan dengan klien. “Hal ini dilakukan untuk membahas keluhankeluahan klien”■
23
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n
PermataBank JASA ASURANSI MENGURANGI FUNGSI ADMINISTRASI
M
enggunakan jasa asuransi kini sudah banyak dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Selain karena efisien dan fleksibel, juga mengurangi fungsi-fungsi administrasi perusahaan. Menurut Dewi Nuzulianti, Head of Performance & Reward PermataBank, alasan PermataBank memakai jasa asuransi karena divisi HR PermataBank tidak mempunyai keahlian khusus untuk menangani asuransi karyawannya. “Bayangkan, jika kami harus mengurus 6.000 karyawan ditambah keluarganya yang totalnya berjumlah 16.000 orang. Kalau kami kerjakan sendiri, biayanya pasti lebih mahal,” tukas Dewi. Belum lagi untuk mengecek klaim itu benar atau salah. “Diperlukan dokter untuk mengecek hal itu dan kami tidak punya dokter sendiri,” aku Dewi yang menganggap kompetensi mengelola kesehatan karyawan dan keluarganya adalah kompetensi pihak asuransi. Senada dengan Dewi, Virda Setiani, Design, Policy, & Procedure Manager PermataBank mengakui bahwa penyerahkan pengelolaan kesehatan itu juga untuk menekan fungsi-fungsi administrasi di PermataBank. “Itu suatu pekerjaan yang bisa di outsource, yang memang memiliki potensi untuk itu,” papar Virda sambil menjelaskan bahwa PermataBank sudah sejak tahun 2003 menggunakan jasa asuransi Credit Suisse. Menurutnya, pemilihan perusahaan asuransi Credit Suisse sebagai klien PermataBank, berdasarkan proses. Beberapa perusahaan asuransi yang bagus dilihat dan dinilai kemampuan dan pengalamannya menangani perusahaan lain yang mempunyai jumlah karyawan banyak. “Klien mereka juga menjadi perbandingan kami karena kemampuan mereka untuk menangani jumlah karyawan juga menjadi
di rumah sakit mana saja. Agak berbeda halnya dengan sistem provider, di mana kartu anggota hanya di terima di rumah sakit terdaftar. Rumah sakit rujukan BRIngin Life kini terus bertambah di seluruh Indonesia. Mayoritas rumah sakit di Jakarta, umpamanya, telah menjadi anggota BRIngin Life. Anehnya, RS Ciptomangunkusumo tidak termasuk rumah sakit rujukan. “Karena mayoritas peserta tidak menghendaki ke situ karena pelayanannya kurang bagus,” tambah Kasir, sambil menambahkan, “Mungkin karena rumah sakit milik pemerintah.” Dari sisi luasnya cakupan jaringan layanan rumah sakit, PT Askes (Persero) yang kini juga melayani asuransi kesehatan perusahaan swasta memiliki jaringan rumah sakit rujukan terbesar di Indonesia. Sadar akan pentingnya kualitas layanan, Askes menempatkan 1 orang staf didukung seperangkat komputer di rumah sakit
VIRDA SETIANI. Design, Policy, & Procedure Manager dan DEWI NUZULIANTI. Head of Performance & Reward PermataBank dasar pertimbangan mengapa kami memilih Credit Suisse,” tukas Dewi menimpali. PermataBank juga melihat dari segi premi, kompetitif atau tidak, serta kemampuan untuk meng-customize produk. “Produknya sesuai atau tidak dengan yang kami mau.” Karena itu, meski kini menggunakan jasa perusahaan Credit Suisse, tidak tertutup kemungkinan PermataBank akan menggunakan jasa perusahaan asuransi lain. “Kontrak dengan credit Suisse berakhir April 2005. Biasanya, menjelang akhir tahun kontrak, kami me-review semuanya. Kami pun melihat perusahaan asuransi lain. Kalau ada yang lebih baik, kami akan pikirkan juga,” tandas Virda yang menyebutkan premi PermataBank secara keseluruhan bernilai RP25 miliar per tahun. Manfaat asuransi yang diberikan kepada karyawan PermataBank adalah
rujukan untuk mempercepat proses administrasi penagihan. Staf itu ditempatkan di rumah sakit yang banyak menjadi rujukan para peserta Askes. Strategi ini, diakui Direktur Utama Askes Orie Andari, sangat membantu meningkatkan kepuasan layanan kepada peserta maupun kepada rumah sakit anggota. MLC Life, menurut Ivan Taufiza, tidak mau terlalu jor-joran untuk mengembangkan jaringan provider, khususnya untuk rawat jalan. “Saat ini, kami masih membatasi pada produk rawat inap saja. Pengembangan provider layanan rawat jalan perlu dipertimbangkan sangat hati-hati mengingat bisnis asuransi kesehatan sangat berisiko akibat klaim yang tinggi,” tukasnya. Dukungan rumah sakit dan dokter untuk kepuasan peserta dan tertib administrasi klaim asuransi menjadi prasyarat mutlak. Kebanyakan keluhan peserta asuransi muncul pada saat berobat ke dokter ataupun
rawat jalan, rawat inap, kacamata, rawat gigi, kehamilan dan persalinan, dengan batas limit manfaat yang berbeda setiap karyawan, tergantung tingkatannya. Di PermataBank, dibagi menjadi 5 tingkatan, yaitu non staf, asisten, officer, manajer, dan Head of & General Manager. Yang menjadi masalah umum bagi karyawan adalah masalah waktu pembayaran kepada karyawan atas klaimnya. Menurut Virda, ada flow-flow yang membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengurus klaim. Namun, karena di awal kerjasama banyak terjadi penyesuaian, maka menyebabkan adanya perubahanperubahan dalam kerjasama. Untuk proses klaim rawat jalan, batas penerimaan klaim yang diajukan oleh pihak Credit Suisse adalah 10 hari. Namun, pihak PermataBank mencoba agar minimal 7 hari karyawan sudah bisa menerima pembayaran klaim. “Kami selalu mensosialisasikan
rumah sakit, bukan pada saat berurusan dengan perusahaan asuransi. Praktik pemeriksaan dokter yang sebetulnya tidak perlu masih terjadi, kendati kecenderungannya terus menurun. Atau, pasien yang harusnya rawat jalan harus dirawat inap maupun sebaliknya. Perusahaan asuransi mencoba mengatasi hal ini dengan mengadakan pertemuan rutin dengan pihak rumah sakit membahas berbagai keluhan dan hambatan di lapangan. Rumah sakit sangat berkepentingan untuk proaktif meningkatkan layanan kesehatan bagi peserta asuransi karena pada akhirnya nanti rumah sakit akan menggandeng asuransi seperti yang terjadi di negara-negara maju. Suatu saat nanti, mayoritas pengelolaan dana kesehatan perusahaan maupun individu akan diserahkan sepenuhnya kepada perusahaan asuransi. Hal yang perlu diingat, perluasan
kepada karyawan bahwa batas pembayaran klaim minimal 7 hari dan maksimal 10 hari.” Untuk rawat inap, Dewi mengungkapkan bahwa sebagian besar RS di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia, dimana PermataBank membuka cabang, menjadi provider mereka. “Di awal kerjasama, kami memberi syarat, semua cabang PermataBank di Indonesia harus ada RS provider.” Ini untuk menghindari karyawan yang diharuskan rawat inap tidak perlu pusingpusing lagi memikirkan biaya yang harus dikeluarkan. “Ini komitmen PermataBank untuk kesejahteraan karyawan, Karyawan akan lebih diuntungkan dengan menggunakan jasa asuransi karena jika mereka sakit dan harus dirawat inap, tidak perlu memikirkan biaya lagi. Biaya rawat inap kan biasanya besar.” Besarnya manfaat yang diterima setiap karyawan berkisar Rp50.000 hingga Rp700.000 untuk kamar, tergantung dari harga kamar RS yang ada. “Semua ini tergantung juga dengan daerahnya. Kalau RS di kota-kota kecil ada yang harga kamarnya Rp50 ribu untuk kelas III. Kalau ini diterapkan di Jakarta kan tidak mungkin,” tambah Virda sambil tersenyum. Asuransi kesehatan ini berlaku untuk karyawan percobaan dan karyawan tetap. Kalau ada karyawan yang berhenti di tengah jalan atau sudah tidak bekerja lagi di PermataBank, pihak PermataBank akan melaporkan kepada pihak asuransi sehingga akan ada refund dana. Sementara untuk karyawan yang sudah berkeluarga, PermataBank membatasi jumlah anak hingga 3 orang, itu berlaku untuk semua paket. Bahkan untuk kehamilan dan persalinan, kami batasi juga 3 kali■
jaringan rumah sakit itu tidak berarti peserta juga akan bisa bersikap bebas. Besarnya premi sangat menentukan rumah sakit dan kelas kamar yang bisa mereka pergunakan untuk berobat. Peserta yang membayar premi dalam jumlah kecil jangan bermimpi bisa berobat inap di rumah sakit mahal dan kamar berkelas. Toh, menikmati layanan kesehatan yang hanya mimpi bila dikelola perusahaan, tidak lagi sepenuhnya mimpi berkat bantuan perusahaan asuransi. Sebagai contoh, untuk satu kasus rawat inap, peserta MLC Life akan mendapatkan dana minimal Rp 2.580.000 dan maksimal Rp 19.800.000. Sementara untuk rawat jalan, minimal mendapat penggantian Rp 146.000 dan maksimal Rp 1.550.000. Untuk mendapatkan semua fasilitas layanan tersebut peserta hanya membayar beberapa ratus ribu saja setahun.
24
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
H C
T r
e n d
PT. MLC Life Indonesia KLAIM RAWAT JALAN LEBIH BERESIKO P
erusahaan yang berdiri sejak tahun 1994 ini merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia. MLC Indonesia merupakan bagian dari kelompok usaha jasa keuangan multinasional The National Australia Group (NAG) yang terintegrasi di bidang asuransi, dana pensiun serta investasi bagi individu dan grup. MLC beroperasi di 3 benua dan 7 negara serta memiliki 2,4 juta nasabah yang dilayani lebih dari 3000 karyawan di seluruh dunia. Menurut Ivan Taufiza, People & Culture Director PT. MLC Life Indonesia, banyak manfaat bagi perusahaan jika menggunakan jasa perusahaan asuransi kesehatan. Di antaranya adalah adanya budget yang tetap (fix cost) dan tidak variabel cost dari segi perusahaan, dan adanya yang melakukan akseptasi dan administrasi klaim secara profesional. “Di samping itu, nilai klaim yang ada boleh dibilang tidak terbatas untuk plafon setahunnya walaupun ada inner limit di setiap itemnya dan bagi karyawan adanya kepastian rasa aman karena sudah dicover asuransi,” papar Ivan menjelaskan. MLC Life Indonesia menawarkan paket asuransi kesehatan untuk perusahaan, dengan minimal jumlah karyawan 25 orang yaitu asuransi kesehatan inap, rawat jalan, perawatan gigi, kacamata dan santunan melahirkan, asuransi jiwa group (group term) dan asuransi kecelakaan diri (group term). Saat ini menurut Ferry Kaligis, VP Corporate Business PT. MLC Life Indonesia, jaringan layanan kesehatan yang diberikan MLC masih terbatas pada provider untuk rawat inap saja. Ini mengingat bisnis asuransi kesehatan sangat berisiko dengan klaim yang tinggi, maka kemungkinan untuk pelayanan jaringan provider untuk rawat jalan perlu dipertimbangkan dengan sangat hati-hati yang dilihat dari jumlah perusahaan, peserta,
nilai premi, kondisi klaim yang ada dan sebagainya. Sedangkan batas minimum karyawan sebanyak 25 orang, Ferry menegaskan bahwa jika jumlah karyawan di bawah 25 orang, maka hal ini akan terjadi kecenderungan kerugian (loss) dimana bisa terjadi jumlah klaim lebih besar dari premi yang dibayarkan. “Semakin besar jumlah karyawan maka semakin baik untuk pertanggungan group insurance. Ini sesuai dengan hukum bilangan besar (the law of the Large number),” imbuhnya kembali. Dan biasanya untuk satu group yang besar diatas 500 karyawan dengan premi diatas 100 juta, ada beberapa pertimbangan khusus yang diberikan, seperti manfaatmanfaat tambahan yang mereka minta dapat dipertimbangkan. Sementara itu, untuk fasilitas rawat inap tersedia rumah sakit provider, untuk lainnya klaim dilakukan dengan reimbusment. menambahkan, setiap peserta yang mengajukan klaim diharuskan mengisi formulir klaim, dan melampirkan kwitansi klaim. Sedangkan lamanya pengajuan klaim maksimal 10 hari kerja. Benefit yang diterima karyawan, diakui Ferry, tergantung dari plan yang diambil perusahaan. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dengan mengambil produk Rawat Inap pada kelas kamar MC100 dan Rawat Jalan RJ 20, dengan asumsi premi standart yaitu jumlah karyawan 25 orang mengambil plan MC100 dan RJ20, jumlah karyawan pria 15 orang dan wanita 10 orang. Maka, premi plan MC100 untuk pria Rp255.000 dan untuk wanita Rp319.000. Premi plan RJ20 karyawan pria sebesar Rp292.000 dan wanita Rp394.000. Untuk satu kasus rawat inap, MLC memberikan klaim minimal sebesar Rp 2.580.000 hingga Rp19.800.000. “Hal ini pun tergantung kepada jenis penyakitnya,” lontar Ivan. Sementara untuk rawat jalan, MLC memberikan klaim berkisar Rp146.000 hingga Rp1.550.000■
Ivan Taufiza. People & Culture Director PT. MLC Life Indonesia
HATI-HATI MELANGKAH Mencermati banyak keuntungan pengelolaan jaminan kesehatan oleh perusahaan asuransi, maka kegiatan swakelola program kesehatan akan makin banyak ditinggalkan perusahaan. Sebelum mengambil keputusan untuk memakai jasa asuransi, Wawan Juanta mengingatkan perusahaan untuk berhati-hati. Berdasarkan kajiannya sebagai konsultan benefit, pengelolaan jaminan kesehatan oleh asuransi masih oke bila karyawan berjumlah puluhan hingga ratusan orang. “Kalau jumlah karyawan ribuan, perlu kajian yang lebih dalam,” katanya. Hal ini bukan berarti hukum bilangan besar tidak berlaku, namun harus dilihat dulu Teliti latar belakang perusahaan dan sebelum jenis usahanya. membeli, Ia menyaranagaknya perlu kan perusahaan menjadi yang baru berdiri pegangan dan punya karyaperusahaan wan ribuan orang dalam memilih untuk memakai perusahaan jasa asuransi kaasuransi rena sudah memkesehatan. punyai anggaran pasti. Sebaliknya, perusahaan yang sudah lama berdiri dan memiliki ribuan karyawan, bisa saja setengah karyawan memakai jasa asuransi dan setengah lagi tidak. Pada dasarnya, tukasnya, harus dilihat dulu kebutuhan dan kemampuan perusahaan. Analisis yang dalam perlu dilakukan pula mengingat selama ini banyak perusahaan manufaktur dengan ratusan atau ribuan karyawan mendirikan poliklinik sendiri di kawasan pabrik dengan dukungan dokter. Di sana para karyawan yang sakit bisa mendapatkan layanan rawat jalan. Perusahaan semacam ini mungkin hanya perlu jasa asuransi untuk program rawat inap. Di sisi lain, perlu juga dipertimbangkan, batasan anggaran perusahaan yang bisa dialokasikan untuk membayar premi asuransi mengingat jumlah karyawan yang begitu besar. Juga keterbatasan keuangan karyawan bila premi harus dibagi bersama antara perusahaan dan karyawan. Langkah berikutnya, setelah memutuskan untuk memakai jasa asuransi, adalah menyeleksi perusahaan asuransi yang akan menjadi mitra. Mintalah penawaran dari sejumlah perusahaan asuransi kesehatan supaya ada pembanding. Wawan Juanta mengatakan minimal 10 perusahaan asuransi. Penawaran tersebut kemudian dicocokkan dengan kebutuhan perusahaan. Lakukan penilaian aspek teknis dan nonteknis terhadap setiap perusahaan asuransi tersebut (selengkapnya soal ini, baca ”Wawan Juanta…”). Teliti sebelum membeli, agaknya perlu menjadi pegangan perusahaan dalam memilih perusahaan asuransi kesehatan. Maklum, yang dipertaruhkan adalah citra perusahaan dan harapan karyawan yang begitu tinggi. Sekali diserahkan kepada perusahaan asuransi, tidak berarti manajemen perusahaan melepas kontrol sepenuhnya. Kontrol dan monitoring tetap perlu dilakukan untuk menjamin agar objektif memakai perusahaan asuransi itu tercapai■
Accenture
FUNGSI HR MENJADI PENENGAH ANTARA PIHAK ASURANSI DAN KARYAWAN
Y
ang mendasari Accenture menyerahkan klaim kesehatan kepada pihak asuransi adalah terbatasnya tenaga untuk memproses klaim kesehatan karyawan. Seperti diungkapkan Fini Margarina, HR Representative PT. Accenture, penyerahkan klaim kesehatan tersebut juga didasari setelah diperhitungkan dana yang harus disediakan. “Jika mengelola sendiri dana kesehatan, maka biayanya akan lebih besar dibandingkan dengan menyerahkannya ke pihak ketiga. Makanya kami menyerahkan ke perusahaan asuransi kesehatan,” ujar Fini kepada Human Capital. Hingga kini, seluruh karyawan Accenture diikutsertakan dalam program ini mencapai 200 karyawan untuk semua level. “Untuk perusahaan kami, premi tahunan yang kami bayarkan adalah lebih kecil sekitar 30% dibandingkan jika perusahaan mengelola dana kesehatannya sendiri.” Kendati dari sisi kelebihan pengalihan pelaksana program ini adalah menghemat tenaga dan biaya, namun pihak Accenture mengakui masih ada sisi kekurangannya, yaitu dari sisi HR. Sebenarnya, lanjutnya, kekurangan dari sisi ini tidak akan ada kalau program tersebut dilaksanakan dengan baik oleh pihak asuransi maupun karyawan. “Tetapi pada kenyataannya tidak begitu, banyak masalah yang timbul antara 2 pihak tersebut dan dalam hal ini HR-lah yang harus menengahinya,” papar Fini kembali. Yang pasti dalam menentukan pilihan perusahaan asuransi, Fini memaparkan, adalah perusahaan yang reputasinya bagus, baik skala nasional maupun regional. “Yang kedua adalah perusahaan asuransi yang dapat mengakomodir fasilitas-fasilitas yang telah disepakati perusahaan untuk diberikan ke karyawan. Kemudian, kami akan melihat fasilitas penunjang yang mereka tawarkan untuk memudahkan perusahaan dan karyawan di dalam menjalankan program ini,” jelasnya panjang lebar. Fasilitas kesehatan yang diterima karyawan Accenture menurutnya adalah Rawat Inap, Rawat Jalan dan Rawat Gigi. menurut Fini, perusahaan hanya membedakan 2 kelas dalam fasilitas tersebut, yaitu Plan I dan Plan II. Untuk Plan I, ditujukan bagi karyawan yang berada di level manajer ke atas. Sedangkan Plan II, ditujukan untuk karyawan yang berada di level senior assistant sampai dengan konsultan■
25
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
T i p s P r a k t i s
BAGAIMANA JIKA BOS ANDA ‘RAMAH’? P
unya bos ramah memang menyenangkan. Tapi kalau ramahnya kelebihan alias rajin menjamah, bisa jadi perkara. Kasus pekerja yang mengalami pelecehan seperti ini kerap kali muncul tak bisa dihindari. Mulai dari pelecehan ringan, seperti ucapan-ucapan tak senonoh hingga colak-colek kecil sampai ke kasus berat seperti ajakan kencan. Dan untuk catatan, bukan hanya karyawan perempuan yang mengalami ini. Laki-laki juga ada. Celakanya lagi, banyak dari mereka yang dilecehkan tak mengerti harus bagaimana. Mau mengadu, takut merusak hubungan dengan boss, yang akan berdampak pada penilaian boss terhadap dirinya. Atau yang punya niat mengadu, tidak tahu mengadu pada siapa. Padahal sebenarnya dalam perundangan tenaga kerja di Indonesia, jika kasus seperti ini diperkarakan oleh karyawan dan diangap sebagai penghinaan, karyawan berhak mengajukan pengunduran diri dengan mendapatkan pesangon penuh dari perusahaan. Berikut ini adalah pendapat beberapa nara sumber yang pernah mengalami pelecehan. Siapa tahu bisa memberikan gambaran pada Anda bagaimana menghadapi hal tersebut. WINDY, ASISTEN KONSULTAN Sebagai konsultan tidak bisa dihindari saya sering kerja hingga larut dengan atasan. Apalagi kalau sudah dekat deadline. Saya sempat punya atasan laki-laki yang sudah tersiar repuasi kegenitannya hingga seringkali asistennya yang perempuan tidak betah bekerjasama dengan dia. Saya menyikapinya dengan konsisten bertindak judes kalau
dia mulai mengarah pada pelecehan. Baik itu berupa omongan atau tindakan. Saya selalu tunjukkan kalau saya tidak suka diperlakukan begitu. Pernah sekali waktu saya tepis tanganya yang saat itu sempat m,enyentuh rambut saya. Syukur Alhamdullillah akhirnya dia paham kalau saya tidak bisa diperlakukan begitu. Hingga sekarang saya aman saja tuh… LILA, HR OFFICER Kalau dibilang mengalami pelecehan sih nggak juga. Hanya saya memahami sepenuhnya kalau boss saya yang laki-laki suka memperlakukan anak buahnya dengan tidak senonoh dalam arti pelecehan. Jadi ketika saya dipindahkan menjadi bawahannya, secara khusus saya minta waktu untuk berbicara dengan dia. Seperti halnya bawahan, saya menyatakan bersedia bekerja membantu dia dengan seluruh komitmen dan profesionalisme saya. Tapi saya katakan padanya bahwa saya adalah orang yang tidak bisa mentolerir pelecehan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Kalau dia mau marah dan mempertanyakan kemampuan saya mengenai pekerjaan tidak apaapa, tapi kalau dia mencoba memperlakukan saya dengan tidak senonoh di non pekerjaan, saya akan bertindak tegas. Saya paham peraturan tenaga kerja dan saya punya pengetahuan mengenai hukum. Boss saya sempat terlihat kaget, tapi dia menerima pernyataan saya. Dan akhirnya kami bisa bekerjasama dengan baik dan proporsional. RINI, SEKRETARIS Kalau ingat itu, rasanya saya marah sekali. Saya mengalami itu dengan atasan saya sebelum ini. Awalnya saya anggap dia
memang supel dan mudah bergaul. Seringkali mengajak saya ngobrol dan bercanda. Memang sih… seringkali bercandanya ‘menjurus’. Tapi biasanya tidak saya tanggapi. Paling saya senyum saja. Sampai kemudian dia mulai suka menyentuh tangan saya, misalnya kalau dia selesai memberikan instruksi dan saya mau kembali ke meja, dia suka menarik tangan saya dan bertanya, mau ke mana. Saya biasanya menolak dengan mengatakan banyak pekerjaan. Hingga suatu ketika boss saya itu berkilah meminta bantuan saya menemaninya mencari souvenir untuk seorang pejabat dari perusahaan kolega. Betul sih kami memang pergi ke mall waktu itu, tapi setelah selesai belanja dia bersikeras mau mengantar saya pulang hingga saya sulit menolak. Anehnya waktu mau pulang saya baru sadar ternyata dia sudah memerintahkan supirnya pulang terlebih dahulu. Dan puncaknya sewaktu di mobil dia mulai menyetuh tangan saya. Di situ saya menolak halus, saya bilang ‘jangan begitu Pak, tidak pantas.’ Eh, malah dia jawab: “Saya cuma
mau menggenggam tangan kamu yang halus. Tenang saja, saya gak akan bilang siapa-siapa.” Pas di lampu merah, tanpa banyak omong, saya turun dan pulang dengan taxi. Besoknya saya langsung menghadap ke personalia. Saya sudah marah sekali dan tidak peduli jika saya yang harus keluar gara-gara itu. Ternyata di personalia saya ditanggapi dengan baik sekali. Mereka mengatakan akan segera menindaklanjuti pengaduan saya. Sebulan kemudian boss saya dipindahkan ke kota lain. Dan sepengetahuan saya, di sana dia diberi asisten laki-laki semua. Belakangan saya tahu bahwa ternyata kisah pelecehan yang dilakukan boss saya itu sudah lama beredar, tetapi hanya saya seorang yang berani mengadukannya. Tapi itu lumayan menjadi bukti buat manajemen untuk memberi pelajaran pada orang itu. SOFYAN, ACCOUNT OFFICER Sebenarnya saya malas menceritakan masalah itu lagi. Intinya pelecehan itu sangat menyebalkan. Yang membuat saya heran, bisa-bisanya ada perempuan yang berani secara langsung mengajak kencan. Memang sejak awal kami suka bercanda. Tidak bisa dipungkiri lah kalau lagi bergurau beramai-ramai topik suka menjurus ke masalah seksual. Tapi sama sekali tidak mengira jika suatu hari, ketika saya menghadap ke ruangannya, dia minta pintu ruangannya ditutup, kemudian dengan gayanya yang mengundang, dia memuji fisik saya dan menyatakan ingin mengajak saya kencan. Saya sempat terpana, tapi kemudian saya menolak dengan tegas. Saya tidak ingat lagi, apakah penolakan saya itu sopan atau tidak. Yang saya ingat saya lalu keluar dari ruangannya. Memerlukan waktu seminggu untuk saya bertindak wajar pada boss saya itu. Saya pikir situasi itu tidak sehat. Akhirnya saya menghadap boss saya dan mengungkapkan pikiran saya mengenai tingkahnya waktu itu. Saya katakan, saya menghormati dia sebagai boss yang memiliki kompetensi tinggi dibidangnya, hanya saya sulit menerima pelecehannya pada saya hingga berniat pindah bagian saja. Boss saya itu lalu minta maaf. Dia tidak menyetujui keinginan saya pindah bagian serta berjanji akan bersikap profesional. Akhirnya hubungan kami pun kembali seperti biasa■
Kepra Dan Ampuuuuuun … Iklannya
26
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
K o l e
g a
Eppy Kartadinata Kebesaran Tuhan Bagi
Si P
Kecap Bango
ersaingan di bisnis kecap kian hari semakin seru. Semenjak PT. Unilever Indonesia tbk. mengakuisisi merek Kecap Bango pada tahun 2000, hal ini berhasil menaikkan nama Kecap Bango. Keberhasilan Kecap Bango sudah bukan rahasia lagi, namun tidak banyak yang tahu latar belakang pihak yang memproduksi kecap yang namanya kini tidak bisa dianggap remeh lagi. PT. Sakura Sentral Usaha adalah sebuah perusahaan keluarga yang merupakan produsen dari Kecap Bango. Perusahaan ini sudah berdiri sejak tahun 1924. Eppy Kartadinata, President Commissioner PT. Sakura Sentral Usaha adalah generasi ketiga dari pemilik saham yang kini menjalankan usaha tersebut sejak tahun 1971. PERJALANAN HIDUP SANG PRES-KOM Di awal usahanya, Eppy, banyak mengalami kendala yang terbilang tidak mudah. Anak keempat dari lima bersaudara ini harus menjalankan usaha di tengah krisis keluarga yang sangat kacau. PT. Sakura Sentral Usaha adalah perusahaan warisan yang turun dari keluarga sang Ibu. Sejak ibunya meninggal dunia, keadaan menjadi kacau, manajemen perusahaan pun menjadi kacau. Perusahaan yang telah dicoba diturunkan kepada anak pertama, kedua dan ketiga ini tidak berjalan lancar hingga akhirnya jatuh ke tangan Eppy sebagai anak keempat. Perusahaan dalam keadaan kacau dan Eppy harus bisa untuk memperbaiki keadaan tersebut. Meski tekanan dari pihak keluarga sudah cukup memberatkan namun ppy tetap harus menghadapi tekanan yang berasal dari persaingan bisnis. Karena keadaan yang demikian, Eppy pun menderita penyakit darah tinggi. Penyakit ini diidapnya selama kurang lebih 18 tahun dan dirasakan sangat menyiksa karena terkadang mencapai tingkatan cukup parah. Eppy menganggap bahwa semua ini tidak lepas dari kekuasaan Tuhan YME. Disadari olehnya bahwa dalam kehidupan itu bukan hanya jasmani tetapi juga terkait dengan rohani. “Sejak saya mengenal Tuhan dan pola pikir saya lalu dirubah. Inilah
yang menguatkan saya,” tuturnya. “Semua ini adalah milik dia bukan milik kita,” tambahnya lagi. Dikatakan Eppy, kini dia sudah jauh lebih tenang dan dampak positif yang sangat dirasakan adalah tekanan darahnya sudah kembali normal. “Kalau bicara Tuhan, ini yang membuat hidup saya sempurna,” tegasnya. AKUSISI KE UNILEVER Perkembangan yang kini terlihat jelas adalah akuisisi Kecap Bango ke Unilever, di mana mengenai penjualan Kecap Bango yang ditangani oleh PT. Unilever. “Saya pikir
itu memang sudah waktunya,” komentar Eppy keetika ditanya mengenai kondisi demikian. Keadaan yang mengharuskan Eppy menyerahkan praktek penjualan Kecap Bango yang diproduksinya kepada pihak Unilever adalah dipengaruhi juga oleh ambisinya dalam berbisnis. Hal itu berawal ketika Eppy berinvestasi secara besarbesaran dan tidak lama kemudian krisis ekonomi menimpa Asia, tidak terlepas juga Indonesia. “Waktu krisis, saya itu terlalu berambisi di tahun 1997. Saya invest lalu tiba-tiba krisis dan terkena bunga bank yang
tinggi,” terangnya. Dalam masa krisis dan harus memikul bunga bank yang sangat tinggi membuat Eppy merasa kurang sanggup. Dalam proses akuisisi ini, konflik keluarga yang sebelumnya cukup rumit, dapat dihindari untuk terjadi lagi. “Tidak pernah ada konflik karena itu, meski ini milik keluarga,” ujar Eppy. Kini bagi Eppy dan keluarga, yang terpenting adalah perusahaan mereka bisa tetap berjalan, bisa menghidupkan karyawan dan dengan proses ini negara pun tidak dirugikan. “Kami berhubungan saling menghormati,” ujarnya menanggapi hubungan yang terjalin antara PT. Sakura Sentral Usaha dan PT. Unilever Indonesia tbk. Bisa dikatakan sejak ditangani oleh Unilever, praktis kegiatan Eppy pun dapat berkurang atau paling tidak lebih ringan. Dan sejak masa yang dia sebut ‘setelah bertobat’, Eppy lebih banyak menghabiskan waktunya dalam kegiatan-kegiatan sosial, “Saya sekarang lebih banyak bergerak dibidang social,” katanya. Kegiatan sosial yang dimaksud Eppy contohnya adalah dalam bidang pendidikan. “Saya melihat banyak anak-anak yang tidak bisa pergi sekolah, saya membayangkan kalau itu adalah anak kita sendiri sedangkan zaman terus berkembang,” paparnya Eppy tergabung dalam sebuah perkumpulan pengusaha-pengusaha yang menurutnya ‘sudah bertobat’. “Perkumpulan saya punya anak didik sekitar 500 orang, sebagian di Kalimantan, Irian dan banyak tempat lagi,” tuturnya. Selain sibuk di perkumpulannya, Eppy mempunyai hobi jalan kaki dan memancing. “Saya memancing di tempat yang tidak tentu,” tukasnya. “Dengan memancing itu membuat kita melihat bahwa Tuhan itu membuat suatu tempat yang indah kenapa kita tidak cicipi keindahan itu,” jelasnya. Menurut Eppy, dekat dengan Tuhan itu juga berarti dekat dengan alam. “Dengan melihat laut itu merupakan peringatan buat kita bahwa kita itu tidak ada apa-apanya,” paparnya di akhir wawancara■
27
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
K o l e
g a
Siti Asmah
E
Menekankan Nilai Kejujuran Kepada Bawahan
nggan menjadi orang bodoh dan miskin, membuat sosok wanita berusia 37 tahun ini mencoba menggeluti berbagai usaha yang menurutnya memiliki peluang baik. “Saya tidak mau menjadi orang bodoh dan miskin. Berangkat dari ketidaknyamanan itu, saya mencoba memanfaatkan yang ada,” ujar Siti Asmah, Direktur sekaligus Founder Arrisalah Group dengan antusias. Menjadi seorang entepreneur bukanlah hal yang mudah. Namun, peluang sekecil apapun ia coba raih agar bisa mereguk kepuasan, baik dari sisi batin maupun dari sisi materi. “Yang penting semangat tidak boleh surut,” aku ibu tiga anak yang memang sudah menggeluti dunia usaha sejak masih duduk di bangku sekolah. Berbagai usaha yang digeluti, mulai dari sanggar senam, garment, pendidikan, restoran, percetakan, minimarket hingga klinik ia coba dan semuanya mendatangkan laba tak kurang dari Rp100 juta per bulannya. Awal karir, dimulai sejak ia menikah
dengan Dr. Sukarliono tahun 1990 saat masih menetap di Lampung. Ia melihat masih minimnya klinik di daerahnya tersebut sehingga ia mendirikan Klinik 24 Jam, yang memang ditujukan untuk kalangan menengah ke bawah. “Bukan karena suami dokter, saya membuka klinik. Tapi karena saya sendiri senang bekerja. Ditambah kondisinya mendukung dan biaya tersedia,” tukas lulusan Ekonomi Manajemen Universitas Lampung. Hingga kini, kliniknya sudah bertambah hingga mencapai 20 unit yang tersebar di Surabaya, Lampung, Jakarta, dan Palembang. Dalam mengelola usahanya, biasanya ia mendiskusikan kepada manager atau kepala divisi apa saja yang harus dilakukan. Setelah itu, ia menyerahkan semua pengelolaannya kepada manager atau kepala divisi tersebut untuk mengurus sendiri. “Hanya sesekali saya memantau saja apakah yang dijalankan manager tersebut sudah baik atau tidak. Jika ada keluhan atau kesulitan, barulah saya turun tangan.” Nilainilai yang ia tekankan kepada karyawannya
adalah kejujuran, disiplin dan semangat yang tinggi. Namun, jika karyawannya ternyata tidak bisa dipercaya dan memiliki nilai tersebut, ia dengan tegas akan mengeluarkan karyawan tersebut. Bahkan, sudah 4 tahun terakhir ini, memanage sendiri sang suami, Dr. Karli, dengan mendirikan Natural Healing Center,
sebuah klinik yang berada di jalur pengobatan alternatif melalui terapi cuci usus, pemberian suplemen, food combining dan relaksasi. Klinik ini memang dikhususkan untuk kalangan atas mengingat biaya yang harus dikeluarkan pasien tidak kurang dari Rp3 juta per paket. “Saya kira perlu ada keseimbangan karena saya juga mendirikan klinik untuk kalangan menengah ke bawah,” tambahnya, seraya menyebutkan beberapa mantan menteri kabinet orde baru sebagai pasien suaminya. Banyak suka duka yang diterimanya, mulai dari dibohongi oleh karyawannya, ijin yang dipersulit, lokasi yang kurang strategis hingga tidak dibayar oleh pasien. “Saya angap itu resiko orang berbisnis. Makanya, sekarang kalau mau buka usaha, saya selalu selalu analisa terlebih dulu,” aku Asmah yang meluangkan waktu bersama keluarga dengan jalan-jalan. Baginya, menjadi orang yang luar biasa lebih baik ketimbang menjadi orang biasa. Di samping itu, “Meskipun pendidikan formal sangat penting, tapi live university juga sama pentingnya,” tegasnya■
Markus R.A. Prasetyo
B
Kepra Dan Ampuuuuuun ... Iklannya
agi para penonton setia televisi pasti sangat akrab dengan iklan. Terkadang iklan bisa terasa sangat mengganggu ketika harus muncul di selasela acara yang disenangi. Namun ternyata perjuangan dari orang-orang kreatif yang akhirnya menghasilkan iklan-iklan tersebut. PT. Saka Infosa Communications, merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan iklan. President Director PT. Saka Infosa Communications, Markus R.A. Prasetyo menceritakan perjalanan perusahaan yang dipimpinnya hingga dapat menghasilkan iklan –iklan yang kini akrab di telinga kita seperti salah satu slogan yaitu Kartunya Satu ATM nya Banyak.. Kepergian sang bapak di tahun 1983, meninggalkan sebuah usaha yang baru dirintis bersama teman menjadi terbengkalai. Usaha yang dinamakan PT. Saka Utama Putra yang bergerak di bidang kontraktor ini sengaja didirikan setelah sang bapak tidak lagi menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar tidak mengganggu konsentrasi, namun belum lagi usahanya berjalan, sang bapak jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. “Lalu saya dipanggil temannya untuk menggantikan bapak disitu sebagai Presiden Direktur dan pemegang saham,” ujar Markus. “Alasan dia mengangkat saya meski anak bapak bukan hanya saya, adalah karena saya aktif di kemahasiswaan, dia lihat saya ada leadershipnya,” tambah pria yang juga pernah terjun ke dunia entertaint sebagai pembawa acara. Menurut Markus, saat dijadikan sebagai President Director, ia baru
berusia 26 tahun. “Waktu itu saya berumur 26 tahun dan saya belum lulus kuliah, masih tinggal skripsi,” terang pria yang dikenal dengan nama Kepra. AWAL LANGKAH SAKA INFOSA COMMUNICATIONS Ketika Markus terlibat di dalamnya, PT. Saka Utama Putra, merupakan usaha benarbenar harus mulai dari nol. “Saat itu usaha ini benar-benar usaha yang merintis dari bawah dan tidak ada duitnya. Kami sempat
dapat proyek dari pemerintah tapi cash flow nya berantakan,” tuturnya. Namun ketika disadari bahwa itu bukan keahliannya, Markus memutuskan untuk kembali ke bidangnya. “Tahun 1985 saya ingin kembali ke bidang saya, kreatif,” katanya. Lalu Markus mendirikan perusahaan yang diberi nama PT. Saka Inforindo Sarana yang disingkat dengan PT. Saka Infosa. “Waktu itu kami lebih ke graphic design sehingga akhirnya menjurusnya ke percetakan,” jelasnya. Diakui Markus, saat itu perusaha-
annya lebih banyak menangani aktivitas komunikasi below The line. “Tapi yang akhirnya membuat saya percaya diri untuk masuk above the line,, karena usulanusulan kami di below the line akhirnya banyak dipakai klien,” jelasnya bangga. Pada tahun 1988-1990, dengan perjuangan yang cukup sulit, PT. Saka Infosa akhirnya berubah menjadi Saka Infosa Communications. Kalau bicara tentang komunikasi, menurut Markus tidak akan jauh dari iklan. “Iklan itu menyampaikan sebuah kebenaran ke publik, menyampaikan informasi lalu bagaimana kita mengemasnya secara kreatif”. Ide kreatif untuk itu, masih menurut Markus, bukan hanya muncul dari orang kreatif saja tapi mungkin juga muncul dari orang di divisi lain. “Kami punya mazhab kreatif yaitu Tebing Monas Monas”. “Setiap hari kita lewat Monas, nengok aja tidak. Jadi iklan itu diibaratkan kita lewat monas, yang cuma lewat aja,” jelasnya. Jadi Markus berharap iklan-iklannya tidak bernasib seperti Monas. Di saat semua orang menganggapnya cukup sibuk, di luar dugaan, Markus justru menganggap setiap hari adalah hari liburnya. Namun untuk jadwal liburnya, itu merupakan tugas istri. “Kalau soal itu adalah urusan istri. Karena anak saya ada yang sekolah di luar kota, maka setiap tahun istri saya sudah buat program di Desember dan Juli untuk berlibur selama seminggu atau dua minggu bersama keluarga,” terangnya mengakhiri■
28
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
K O L O M
MENCIPTAKAN ORGANISASI BELAJAR
[Strategi Mempertahankan Eksistensi Perusahaan] OLEH : ROEBING GUNAWAN BUDHI*
D
alam sebuah diskusi bertema “Fi nancing Human Development in In donesia” di Jakarta, akhir Juli 2004, Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Kwik Kian Gie, menekankan perlunya Indonesia memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia. Masih menurut Kwik, hal tersebut, selain untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara Indonesia juga untuk meletakan dasar yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin kelangsungan demokrasi jangka panjang. Pada akhirnya, Kwik, berkesimpulan bahwa Pemerintah harus lebih banyak berinvestasi pada program pembangunan manusia untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Penuturan Kwik di atas sangat jelas memfokuskan kepada urgensi atau peran SDM di dalam suatu negara. Dalam cakupan yang lebih mikro, fungsi SDM sangat penting di semua unit organisasi atau perusahaan. Di saat situasi dan kondisi usaha yang sangat hypercompetitive dan berketidakpastian, sebagaimana yang diungkap oleh Richard D’ Aveni, maka SDM menjadi jawaban kunci bagi semua organisasi atau perusahaan untuk dapat tetap survive sekaligus winning the future, jika tidak ingin mengalami kejadian sebagaimana yang dilansir oleh Arie de Geus dari Royal Dutch/ Shell: Banyaknya perusahaan yang tumbang (bangkrut) disebabkan karena tidak mampu belajar dan non-adaptif, gagal menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Menurut Geus, rata-rata umur perusahaan yang terdaftar pada Fortune 500 dari berdiri hingga mati berkisar antara 40-50 tahun saja, namun ada juga yang berusia ratusan tahun. Perbedaannya terletak pada beberapa faktor sebagaimana disebutkan di atas. Karenanya tak berlebihan jika pakar manajemen terkemuka, James Stapleton dalam “Executive’s Guide To Knowledge Management”, mengemukakan bahwasanya knowledge (pengetahuan) dan SDM adalah satusatunya “senjata” yang masih tersisa pada saat ini untuk dapat menciptakan keunggulan kompetitif. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh Maha Guru Manajemen, Peter F. Drucker dalam “The Post Capitalist Society” bahwa keunggulan saat ini sangat ditentukan oleh “Proses Belajar”. Siapa yang lebih cepat belajar dan mampu memanfaatkan keadaan, maka akan muncul sebagai pemenang. Drucker mengingatkan bahwasanya organisasi tidak ubahnya seperti layaknya makhluk hidup (organisme) yang harus beradaptasi untuk dapat bertahan hidup. Dalam skala internasional, kesuksesan Bill Gates dengan Microsoft-nya telah membuktikan hal tersebut atau di Indonesia dapat diambil contoh ide brilliant dari Tirto Utomo melalui air mineral Aqua-nya. Gary Hamel dan C. Prahalad di dalam “Competing for The Future” telah mengingatkan kita bahwasanya competition for the future is competition to
create, learn, and dominate emerging opportunities. Era efisiensi dan era kualitas sekarang telah bergeser menjadi era informasi sekaligus inovasi, di mana setiap organisasi atau perusahaan dituntut untuk cepat beradaptasi, seperti yang digambarkan oleh Felix Janszen dalam “The Age of Innovation”. Realitas dari argumentasi di atas dapat kita buktikan dari keunggulan perusahaan-perusahaan Jepang di dunia internasional. Selain kuatnya dorongan untuk terus berkreasi dan inovasi, organisasi atau perusahaan di negeri “Matahari Terbit” tersebut juga menekankan organisasi bisnis mereka agar menjadi “The Knowledge Creating Company”, sebagaimana yang telah dijalankan oleh berbagai perusahaan besar , seperti : Sharp, Matsushita, Honda, dll. Tentunya upaya mendongkrak kualitas atau daya saing SDM suatu organisasi dapat dikenali dari sejumlah indikator yang ada, di mana salah satunya yang akan dibahas pada saat ini adalah Organisasi Belajar (The Learning Organization) atau terkadang diistilahkan juga sebagai Knowing Organization. Adalah Peter M. Senge yang menjadi tokoh yang mempopulerkan terminology di atas melalui karyanya “The Fifth Discipline: The Art and Practice of The Learning Organization” (1990). Dalam pandangan Senge, organisasi belajar dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi di mana para anggota dari suatu organisasi secara terusmenerus memperluas kemampuannya untuk terus berkeinginan belajar dan mengembangkan potensi diri (team learning). Menurut Senge, belajar dan oganisasi belajar adalah inti sukses masa depan, Organisasi atu perusahaan yang akan bertahan adalah perusahaan yang mampu menumbuhkan komitmen bagi seluruh insan di dalam organisasi tersebut untuk belajar dan terus belajar. Senge mengibaratkan sebuah organisasi agar berperan sebagaimana layaknya spon penyerap, yang tiada henti menyerap segala perkembangan yang terjadi di dalam dan di luar organisasi tersebut. Masih menurut Senge, suatu perusahaan atau organisasi yang selalu siap belajar dikategorikan sebagai perusahaan yang berada di tahapan antara invention dan implementation. Selain dari hal di atas, Senge juga menekankan kepada 4 (empat) disiplin lainnya, yakni : segi berpikir sistematik (systems thinking), penguasaan pribadi (personal mastery), model mental (mental models), dan membangun visi bersama (building shared vision), Pengertian mana ditambahkan juga oleh Mike Padler sebagai suatu organisasi di mana di dalamnya terdapat fasilitas belajar untuk seluruh anggota organisasi. Tentu saja yang dimaksud belajar oleh kedua tokoh ini bukan saja terbatas di dalam korelasi pendidikan formal namun juga informal, sebab sebagaimana filsafat yang kita kenal selama ini di dalam masyarakat, bahwa pendidikan itu berlaku seumur hidup serta tidak ada batas
untuk belajar. Belajar bisa diimplementasikan dalam berbagai bentuk dan tindakan. Diharapkan di dalam aplikasi belajar, terjadi suatu aspek psikomotorik (ketrampilan) atau know-how yang unggul, yang mampu menggabungkan antara implementasi kognitif (aspek intelektual) dan afektif (aspek penguasaan emosional) , sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan derajat dan kompetensi individu, organisasi, dan pada akhirnya eksistensi suatu bangsa di mata dunia internasional. Sebagai contoh, pada saat ini, kita masih harus prihatin dengan kondisi kualitas SDM Indonesia yang ditempatkan dalam rangking 111 dunia untuk peringkat Human Development Index (HDI) dari Lembaga UNDPPBB. Rangking negara kita jauh tertinggal dari beberapa negara ASEAN lainnya. Memang dibandingkan tahun lalu, posisi negara kita sudah beranjak 1 (satu) posisi lebih baik dan telah dapat mengungguli Vietnam. IDENTIFIKASI Disadari bahwa peningkatan kualitas SDM di dalam suatu organisasi atau perusahaan mudah diucapkan namun sulit untuk dipraktekkan, karena hal ini bersifat multikompleks. Bilamana kita ingin menerapkan sebuah organisasi belajar, maka kita perlu terlebih dahulu mengidentifikasi beberapa aspek yang menjadi ciri bahwa suatu perusahaan telah melaksanakan atau masuk dalam proses mengimplementasikan sebuah organisasi belajar. Beberapa catatan yang dimaksud antara lain, adalah : 1. Apakah ada keinginan untuk memperbaiki praktek/performance perusahaan dari kondisi sebelumnya? 2. Apakah ada keteraturan pola pikir dan tindakan di dalam organisasi tersebut? 3. Apakah ada arus informasi yang “mengalir” antara anggota di dalam suatu organisasi? Daniel Tobin (1993) melengkapi hal di atas dengan ungkapannya bahwa di dalam learning organization terdapat beberapa prinsip, seperti : setiap anggota organsisasi adalah pelajar, setiap orang saling belajar satu dengan yang lainnya, dan belajar merupakan investasi dan bukannya biaya. Tentu saja kita perlu menyadari bersama bahwasanya hasil dari sebuah organisasi belajar tidak dapat secara instant kita raup. Upaya-upaya untuk melaksanakan organisasi belajar merupakan the never ending journey. Jika kita berbicara masalah organisasi belajar, maka kita berhadapan dengan sebuah kontekstual yang bersifat long term(jangka panjang). Diperlukan berbagai kiat, daya upaya, dan terobosan untuk melaksanakan hal tersebut, terutama untuk merubah paradigma dan pola pikir, serta sikap mental seluruh anggota organisasi. Satu hal yang menjadi catatan penting, bahwa di dalam penerapan organisasi belajar
ini maka faktor drive (dorongan) dan motivasi dari setiap individu di dalam organisasi atau perusahaan menjadi penentu kemajuan sebuah organisasi. Organisasi belajar akan berjalan jika ada proses pembelajaran individu di dalamnya selain juga adanya transformasi komunikasi untuk saling belajar di antara inidviduindividu yang ada. Seperti yang dikemukan oleh Senge, team atau organisasi akan maju jika diisi oleh individu-individu yang bersedia melepaskan sentimen keindividuannya dan berusaha seoptimal mungkin untuk meleburkan diri ke dalam ide pemikiran kolektif disertai komunikasi yang terbuka, yang memungkinkan tercapainya tingkat penetrasi dan inovasi yang tidak akan dapat dijangkau oleh para anggota secara individual. Hal inilah yang ditekankan oleh Schon & Arygris dari Harvard dalam “Organizational Learning”. Diharapkan jika setiap individu mempunyai minat dan ambisi untuk maju melalui learning organization maka pada gilirannya organisasi atau perusahaan akan maju. Tentu saja keinginan untuk maju dan berkembang saja tidak akan berhasil, tanpa didukung oleh suasana yang kondusif untuk terus belajar di dalam suatu organisasi. Di sinilah peran pihak manajemen dituntut untuk berperan aktif, di dalam mewujudkan organisasi belajar. Bahkan tidak berlebihan jika pihak manajemen dapat meniru apa yang dilakukan oleh Jack Welch, CEO General Electric, yang langsung turun tangan menjadi tenaga pengajar di pusat pelatihan SDM mereka di Crottonville, New York. Di dalam event seperti ini akan menjadi ajang bagi para CEO guna dapat menyampaikan visi dan missinya kepada seluruh anggota dari organisasi yang dipimpinnya. Ini menjadi momentum bagi para CEO untuk melaksanakan change management sekaligus visionary leadership, empowerment , dan pembudayaan proses belajar (learning process). Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwasanya dari saat ini, baik kita sebagai individu maupun organisasi di mana kita bekerja harus mempunyai paradigma belajar jika tidak ingin terlindas oleh perubahan situasi dan kondisi. Belum terlambat untuk memulai dan seperti yang dicetuskan oleh Confucius, satu perjalanan panjang dimulai dengan satu langkah awal, karenanya marilah kita mulai hari ini memulai langkah kita dengan belajar dan belajar tiada henti, agar kompetensi individu, organisasi, dan bangsa Indonesia dapat meningkat dan beradaptasi dengan kemajuan zaman. Patut diingat, tantangan ke depan bukan semakin ringan melainkan justru semakin berat, cepat, dan tidak mengenal lagi toleransi■
* Penulis adalah seorang praktisi SDM di sebuah perusahaan tekstil di Batujajar, Kab. Bandung
29
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
K i a t
Enam Hukum Kepemimpinan Konflik K
onflik dalam organisasi tidak selamanya negatif. Menurut Prof. Michael Feiner dari Columbia Univer sity Graduate School of Business, konflik ibarat kolesterol. Ada kolesterol yang baik (HDL) dan ada yang bersifat jahat (LDL). Setiap orang memiliki kedua tipe kolesterol itu. Setiap orang yang sadar pada kesehatan berupaya meningkatkan HDL dan menurunkan LDL. Begitu pula pada organisasi. Kita selalu merasa konflik dalam organisasi sesuatu yang jahat dan merugikan. Sejatinya, organisasi memerlukan konflik – tentunya konflik jenis yang baik – untuk bertumbuh dan menjadi sejahtera. Pemimpin yang baik berusaha menciptakan konflik yang sehat, karena dari sebuah perdebatan dan pertukaran ide maka keputusan terbaik bisa dibuat, inovasi terjadi, dan perubahan yang diperlukan berlangsung. Semuanya ini esensial bagi pertumbuhan organisasi. Berikut adalah sejumlah hukum kepemimpinan konflik yang berisi cara menghindarkan konflik jahat dan mendorong konflik baik. 1. THE LAW OF INTERDEPENDENCE Pemimpin tidak bisa sepenuhnya mengandalkan kekuatan pada jabatan atau otoritas formal. Mereka tak henti berada dalam keadaan interdependensi dengan bos yang lebih tinggi, dengan kolega, dan dengan bawahan. Hukum ini mengingatkan kita bahwa pengandalan berlebihan pada kekuasaan justru memunculkan konflik, karena orang terpaksa mengikutinya. Bila terlalu mengandalkan otoritas formal, dan gagal untuk menghargai interdependensi yang melekat pada hubungan pekerjaan, orang-orang akan cenderung bermuka dua: di depan umum mengatakan mendukung, namun secara pribadi malah tidak mendukung. 2. THE LAW OF BUILDING A CATHEDRAL Untuk membuat orang selalu fokus pada kebersamaan ketimbang pada perbedaan satu sama lain, pemimpin secara kontinu harus selalu mengingatkan orang-orang bahwa mereka sedang membangun rumah ibadah, bukan sedang memotong batu. Bila berbagai intrik dan konflik lainnya mulai mendominasi tim, maka yang terjadi adalah tujuan bersama ditentukan oleh pendapat individu. Membangun rumah ibadah juga ibarat vaksin yang digunakan secara regular mencegah penyakit sehingga pemimpin bisa membatasi konflik agar tidak meluas. 3. THE LAW OF OPTIONS Banyak yang menangani konflik dengan dua pendekatan: meredam konflik itu hingga seluruhnya habis atau berkonfrontasi langsung. Tetapi, pemimpin jenius mengetahui opsi apa saja yang tersedia di dalam krisis sekaligus tahu bagaimana menerapkannya. Ada beberapa gradasi tindakan yang bisa diambil dalam menangani konflik. Hanya saja, opsi apa saja yang dipergunakan untuk setiap kejadian sepenuhnya sangat terbantung dari penilaian individu. Tidak ada hukum dan aturan yang pasti soal ini. Bagian tersulit adalah mengetahui opsi apa saja yang tersedia dalam setiap situasi. Opsi pertama yang tersedia ketika berhadapan dengan situasi konflik umumnya ada dua: Opsi 1: Menghindar Seorang pemimpin bisa memilih untuk menghindarkan konflik bila terlibat langsung, atau memilih untuk memisahkan pihak-pihak yang bertikai. Opsi 2: Berkonfrontasi Yakin akan posisinya, pemimpin bisa memilih untuk mendorong terwujudnya objektif, dengan menggunakan teknik persuasi untuk memenangkan kasus. Selain kedua
kemungkinan bagi Anda untuk menjadi mediator. Anda harus membangun sikap positif pada masing-masing pihak terhadap yang lainnya. Sebab, selalu ada keahlian atau atribut dari seseorang yang dihormati pihak lain, seberapapun hebatnya konflik tersebut. Kadang-kadang bekerja secara individu dan kadang-kadang dengan melibatkan kedua pihak yang berseteru, Anda bisa mengurangi friksi dan membangun kebersamaan. Akan tetapi, pendekatan semacam ini tidak selalu berhasil, karenanya sering pemimpin meminta orang untuk mengatasi sendiri konflik tersebut. Atau, sang pemimpin meminta untuk mematuhi resolusi yang dia pilih. opsi umum itu, masih ada opsi-opsi lain. Opsi 3: Berkompromi Di sini pemimpin mencoba mencari solusi yang adil untuk kedua pihak yang berkonflik. Caranya dengan menanggalkan perbedaan yang ada. Selama substansi konflik tidak terkait masalah pribadi, tetapi lebih ke isu, sebuah solusi kompromi akan lebih baik. Dalam situasi seperti ini, lebih baik menggunakan metode alternatif untuk menghapus setiap konflik antar pribadi, dan berusaha untuk mencari konflik yang lebih berdasarkan pada isu. Opsi 4: Mendelegasikan Di sini, pemimpin meminta bawahan untuk mengatasi konflik atas nama dirinya. Selama anak buah memiliki prestasi yang baik dalam mengatasi konflik, cara ini bisa efektif untuk mendayagunakan kekuatan tim. Ini juga bermanfaat karena tidak semua konflik harus sampai kepada bos. Opsi 5: Berkolaborasi Pendekatan ini berupaya untuk mendiskusikan secara terbuka ketidaksepakatan dan bersama-sama mencarikan jalan ke luar. Terdengar sederhana, hal ini mensyaratkan orang-orang yang terlibat tidak bersikap emosional dalam memperjuangkan sikapnya. Salah satu kunci kolaborasi adalah mengakui secara terbuka perbedaan di antara mereka, misalnya dengan ungkapan: “Kami secara jelas merasakan perbedaan tentang isu ini. Tolong jelaskan kembali kenapa Anda membaca situasi seperti itu?” Pendekatan seperti itu diterapkan dalam situasi di mana dua departemen berkonflik, bisa antara bagian kredit dan penjualan, atau antara pemasaran dan produksi. Dalam konflik semacam ini, bersikap terbuka terhadap dampak negatifnya bagi organisasi bisa menjadi pembuka pembicaraan yang baik. Kolaborasi mungkin bukan opsi tercepat, tetapi hasilnya terbaik dan bersifat lebih langgeng. Opsi 6: Mengakomodasikan Kadang-kadang pemimpin memutuskan untuk mendiamkan saja konflik yang ada, terutama jika menjaga hubungan itu tidak banyak berpengaruh terhadap pencapaian objektif organisasi dan tidak menghancurkan organisasi. 4. THE LAW OF THE CONSCIENTIOUS OBJECTOR Dalam kasus di mana terjadi rivalitas antar departemen, bos berperan sangat besar dalam mengatasinya. Bila Anda ingin bos menang, maka Anda sebaiknya tidak berusaha melindunginya dari serangan orang lain. Tetaplah menunjukkan komitmen professional kepada bos, tetapi lakukan hal itu dengan pekerjaan berkualitas. Bukan dengan mengkritik orang lain. Cara terbaik untuk menunjukkan loyalitas dan sikap mendukung adalah dengan bekerja sebaik-baiknya. 5. THE LAW OF THE LAST CHANCE SALOON Sulit sekali menghindarkan terjadinya konflik yang tidak sehat. Seringkali terjadi, dua orang yang bekerja dalam satu organisasi bermusuhan habis. Dalam situasi ini, terbuka
6. THE LAW OF HEALTHY CONFLICT Konflik sehat – konflik ide – mestinya didorong. Ibarat kolesterol jenis baik yang harus terus ditingkatkan, konflik ide membuat organisasi tetap sehat. Debat, diskusi, ketidaksetujuan, dan dialog adalah energi kehidupan bagi perusahaan tangguh dan adaptif. Karena itu, pemimpin yang hebat membangun konflik ide sebagai sebuah nilai kultural. Debat dan diskusi di mana suara yang berkembang sangat beragam pada akhirnya bisa menghasilkan kesamaan pendapat. Semakin banyak debat dan diskusi semakin baik. Metode seperti ini menghindarkan adanya suara vokal dalam setiap tim tentang satu subjek. Pendekatan lain yang bertujuan untuk meningkatkan konflik sehat memanfaatkan desain proses pengambilan keputusan tertentu. Lajimnya dalam teknik ini ditunjuk satu orang atau grup untuk menjadi advokat dalam posisi berseberangan. Kadang-kadang, pemimpin menunjuk “advokat jahat” yang memiliki posisi agak ekstrim dengan menantang pandangan kelompok mayoritas. Di lain kesempatan, pemimpin membagi tim menjadi dua kelompok, di mana masing-masing menjalankan tugas advokasi yang telah ditentukan. Dengan kedua pendekatan itu, konflik ide yang sehat bisa tumbuh subur di dalam organisasi. Penting pula diingat bahwa setiap tim yang “berkonflik” setuju sejak semula bagaimana keputusan final dibuat, sehingga pengambilan keputusan itu menjadi proses yang relatif netral secara emosional. Bilamana proses yang dipergunakan secara eksplisit melahirkan pandangan dan penilaian yang saling bertentangan (berkonflik), penting dirancang sejauh mana konflik itu diselesaikan dalam keputusan final. Pemimpin biasanya menunggu hingga satu pendekatan mendapat dukungan dari mayoritas atau hingga tercapai sebuah konsensus, sehingga konflik itu terselesaikan sendiri. Pemimpin kemudian mengumumkan keputusan akhir yang dibuatnya dan membiarkan sejumlah konflik tetap belum terselesaikan. Antusiasme kedua kelompok yang memiliki pandangan berbeda dalam mendapatkan keputusan akhir memungkinkan terlaksananya keputusan tersebut dengan dukungan penuh mereka. Perhatian besar perlu diberikan dalam menyeleksi proses pemunculan konflik agar prosesnya sesuai dengan situasi. Upaya menggali pandangan-pandangan berbeda berguna untuk menjamin bahwa keputusan final telah memperhitungkan sebanyak mungkin data, dan telah melalui pengujian. Ironisnya, pendekatan semacam ini lebih penting apabila masa depan kurang pasti, dan tatkala keputusan yang diambil berisiko lebih tinggi. Bilamana waktu yang tersedia cukup banyak, lingkungan kompetitif cukup jelas, dan bilamana keputusan tidak begitu beragam, maka konflik sehat tidak begitu penting. Namun, tatkala nilai dan risiko keputusan semakin meningkat, maka debat berkualitas semakin penting pula. Ringkasnya, semakin penting pilihan yang harus diambil, semakin besar kebutuhan untuk berkonflik sehat■
30
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
K O L O M
DIVISI TRAINING JAC INDONESIA “The Baby Among Big Brothers” OLEH : MARDIANA SARASWATI*
S
aat ini training semakin marak diselenggarakan oleh lembagalembaga Training dan Consulting. Lihat saja lembar-lembar majalah bisnis terkenal di Jakarta, semuanya menawarkan dan menjanjikan ”resep” menghadapi tantangan pasar. Menu-menu istimewa dan terkini semakin innovative mengangkat issues yang sedang in dengan judul-judul yang menarik dan menggelitik, seperti misalnya ”Bagaimana Business Anda Sedahsyat Goyang Inul” atau ”Membidik Pasar dengan Senjata Jitu”. Baik itu public ataupun corporate target, jika mampu melakukan approach dengan tepat, maka rupiah tidak menjadi masalah. Nara sumber dengan reputasi menonjol baik didalam maupun diluar negeri dapat dijadikan sebagai asset yang menentukan “harga jual” dan positioning yang tinggi. Nama mereka dapat dijadikan sebagai jaminan atau bahkan menjadi brand yang menentukan kelas dan kualitas training yang diikuti. Diantara sekian brand yang memiliki jam terbang cukup tinggi tersebut, JAC Indonesia muncul dan ikut serta memainkan perannya, dengan strategi yang berbeda. Divisi Training JAC Indonesia terbilang baru. Awalnya adalah ketika JAC Indonesia – yang core businessnya adalah Rekrutmen – tidak menghentikan kegiatan komunikasi dan konsultasinya sebatas penempatan kandidat diperusahaan klien. Rekrutmen sangat erat hubungannya dengan Human Resource atau Sumber Daya Manusia (SDM). Pembicaraan kemudian mengarah kepada hal-hal tentang pentingnya people development dan people empowerment, yang pada akhirnya menyangkut training issue.
Dari sinilah JAC Indonesia mulai memainkan perannya. Berbagai in-house training (dan juga seminar) yang sesuai dengan kebutuhan dan permintaan klien tersebut telah dilakukan, diantaranya Horenso, 5-S Management, Cross Culture, dan Kaizen. Pada kenyataannya, peran JAC Indonesia dalam in-house training di perusahaanperusahaan Jepang, lebih merupakan “bridging” atau “mediating”, bukan sekedar memberikan kuliah satu arah. Issue yang timbul di perusahaan klien biasanya terjadi karena benturan budaya dan latar belakang expatriate Jepang dengan pekerja Indonesia yang jelas berbeda. Dalam sesi role-play, kedua belah pihak akan dipertemukan, diberi contoh kasus, dan kemudian diajak berpikir untuk mencarikan solusinya dari sudut pandang yang sama demi kepentingan bersama. Kebutuhan training menyangkut bisnis dan manajemen Jepang, ternyata tidak menjadi komoditi mayoritas perusahaan Jepang saja. Perusahaan-perusahaan lokal maupun PMA lainnya ada juga yang menghubungi JAC Indonesia dan meminta in-house training, karena adanya minat dan ketertarikan mereka terhadap pasar dan bisnis Jepang. Materi serta modul pelatihanpun berkembang, karena harus disesuaikan dengan kebutuhan klien non-Jepang tersebut, diantaranya Japanese Social and Culture that Affect the Japanese Business, The Key of Success Dealing with Japanese, Japanese Business Manners & Etiquettes, How to Deal with Japanese Expatriate, dan lain-lain. Minat klien non-Jepang ini menjadi kisah yang menarik, karena JAC Indonesia sendiri sebelumnya tidak pernah menyadari bahwa peluang dan kesempatan tersebut
akan “menghampiri”. Ternyata training dalam kemasan Jepang menjadi “etalase” unik, yang membedakan JAC Indonesia dengan training provider lainnya saat ini. Konsultan JAC Indonesia, yang semula hanya menangani bisnis rekrutmen saja, mulai terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan. Karena training ini berkaitan dengan bisnis dan manajemen Jepang, maka konsultan yang terlibat adalah mereka yang memiliki kualifikasi, kompetensi serta kecakapan khusus. Diantaranya, adalah seorang konsultan yang berasal dari Jepang, yang merupakan tamatan perguruan tinggi nasional di Jepang dibidang Pendidikan, serta pernah mempelajari Linguistik di AS dan mengikuti Inter-Cultural Communication Program di Denmark. Sebelum bergabung dengan JAC Indonesia, konsultan ini memiliki pengalaman kerja selama 7 tahun di Jepang, dimana ia pernah mengikuti Japanese Business Manner Training yang diselenggarakan oleh perusahaan tersebut. Ia juga memiliki communication skills dan interpersonal skills yang baik, dan ternyata latar belakangnya ini mampu mempertemukan Divisi Training JAC Indonesia dengan klien non-Jepang. Ada juga konsultan lainnya, yang semula berkutat dengan kegiatan rekrutmen, namun akhirnya turut membantu divisi training, karena ia memenuhi persyaratan dan kapasitas sebagai nara sumber. Konsultan ini adalah keturunan Indonesia–Jepang ini menguasai bahasa Jepang, Inggris dan Indonesia dengan baik. Ternyata kemampuan berbahasa asing memegang peranan penting dalam komunikasi, lebih dari sekedar memahami sosial dan budaya bangsa-bangsa yang berbeda. Dengan
pemahaman yang cukup, maka tercipta pengertian yang lebih baik, yang akhinya akan mempengaruhi business manner. Konsultan ini telah beberapa kali menjadi pembicara seminar dan memberikan roleplay yang menarik. Divisi Training JAC Indonesia berada dibawah payung JAC Indonesia, perusahaan yang bergerak dibidang jasa rekrutmen, yang berdiri sejak tanggal 1 Juli 2002. Dalam kurun waktu 2 tahun (2002-2004), JAC Indonesia telah memiliki 475 klien yang 95% nya adalah perusahaan Jepang yang berada di Indonesia, sedang menurut statistik JETRO (Japan External Trade Organization) jumlah perusahaan Jepang di Indonesia adalah sekitar 1,000 hingga tahun 2004. JAC Indonesia adalah bagian dari Tazaki Group, yaitu JAC Recruitment, yang berdiri pertama kali tahun 1975 di London, dan merambah ke Asia, termasuk Yokohama, Tokyo, Osaka, Kyoto, Nagoya, Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok dan Indonesia.. Divisi Training JAC Indonesia memang ”the baby among big brothers” jadi perlu kerja keras untuk dapat segera berlari dan mengejar – tanpa perlu meninggalkan budaya kejepangannya yang unik untuk memenangkan pasar. *Mardiana Saraswati adalah Assistant Manager HR & Legal Consulting Edutainment Program for Training, Seminar & Workshop Spinindo Building 1st and 2nd floor Jl. KH Wahid Hasyim No. 76 Jakarta 10340 Phone +6221 3159504/06 ext. 110 Fax +6221 3159520 Mobile 0815-813-3615 e-mail :
[email protected] http://www.jacindonesia.com A member of Tazaki Group http:// www.tazakigroup.com
GRATIS BAGI PELANGGAN
Bagi perusahaan atau organisasi yang ingin memasang iklan lowongan kerja di rubrik BURSA KERJA Human Capital, maka silakan menghubungi kami melalui telepon (021) 522-0575, Fax (021) 5290102 atau e-mail
[email protected]. Program pemasangan iklan tersebut masih gratis bagi perusahaan/organisasi yang tercatat sebagai pelanggan HC, dan diskon 75% bagi perusahaan/organisasi yang belum menjadi pelanggan HC. Program ini berlaku hingga edisi Desember 2004. Mulai Januari 2005 kami akan berlakukan tarif komersial. Materi iklan bisa disampaikan melalui CD dengan program MS Words (teks saja) dan Tiff (teks dan image), melalui fax (teks saja), dan bisa pula melalui alamat e-mail di atas (teks dan image).
TARIF IKLAN BURSAKERJA
Rp10.000 per (lebar milikolom per kolom 58mm)
Segera hubungi bagian iklan HumanCapital
Telp. 021-5220575
Fax.021-5290102
E-mail :
[email protected]
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
B u r s a K e r j a
| S TA R T |
YOUR CAREER WITH US We are global leader in outsourcing company. Our client is one of Indonesia’s premier banking industry, the company is seeking ‘Innovative and Driven Individuals’ to fill this challenging positions: ADMINISTRATION (ADM) / DATA ENTRY (DE) You will be responsible to creates or set up file management system, input data, and manage all relevant data and records. You should hold min. D1 degree from reputable university, with min GPA of 2.75. You should have high attention to detail and hands on with standard computer packages. CALL CENTER (CC) You will be responsible to handle incoming call and complain from customer. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. Ideally, you have min. 2 years experience as call center, preferably in banking industry. You must have excellent communication skill with pleasant voice, high tolerance for stress, and willing to work on shift schedule. CREDIT OFFICER (C0) As Credit Officer, you will responsible for processing loan transaction (e.g appraisal, document verification, loan agreement and disbursement, provide reporting internal & BI). You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. Ideally, you have min. 1 years experience demonstrated top performance in mass market credit management role in fields such as BPR, BRI unit Desa, mass market consumer goods (low end electronic). You should be a team player, concern for excellent, following procedure and able to building relationship. CUSTOMER SERVICE (CS) You will responsible to serve and handle complain from customer. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. You should have excellent communication and interpersonal skill, good administration skill and high attention to detail. You should also have excellent customer orientation. MARKETING / SALES (MKT/SLS) Your main responsibility will be to offer and sell our client’s product. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75. Ideally, you have min. 2 years experience in the same position, preferably for banking industry. You should also have excellent communication and negotiation skill. An open-minded professional with high initiative and creativity are highly preferred.
SUPPORT OFFICER (SO) You will responsible to seek and open new channel for new outlet. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2.75 located in Karawang, Bandung, Tasikmalaya, and Surabaya. You should have excellent communication and interpersonal skill, good analyzing skill and high attention to detail, and experienced in banking industry preferably in BPR or BRI unit Desa min. 1 year. TELLER (TLR) / GREETER (GRT) As Teller / Greeter, you will be responsible to serve cash and non cash transaction, including to handle incoming customer. You should have min. 2 years experience in the same position, preferably in banking industry. Ideally, you hold min. D3 degree from Economy, Accountancy or Finance with min. GPA of 2.75. You must have high attention to detail and integrity, and able to learn new things. UNIT MANAGER (UM) As Unit Manager, you will responsible for P & L of our unit focused on micro businesses, small businesses and lower income consumers. Manages sales, books and operations. Can approve loans up to IDR50M. You should hold min. S1 degree from reputable university with min. GPA 2.75 and with 3 years experience in management role of Sub Branch, BPR or BRI unit Desa. You must have high integrity, able to demonstrate core values of DSP, good leadership skill and target oriented. Your location must be in Rengasdengklok. VERIFICATION (VER) As Verification Staff, You will be responsible to verify data, based on incoming application. You should hold min. D3 degree from reputable university with min. GPA 2,75. Ideally, you have min. 2 years experience as verificator, preferably in banking industry. You must have excellent communication skill and good analytical thinking.
The successful candidate will be offered competitive remuneration package and opportunity to work for well-known company. To apply, please submit your complete application with brief description about your achievement & job description, within 2 weeks to:
PT. Perdana Perkasa Elastindo PO BOX 8231 JKS SB
Please indicate the position applied on upper left of your envelope.
31
32
| HumanCapital | Nomor 07 | Tahun 2004 |
R e h a l
INFEKSI SINDROM ‘FIEFDOM’ Judul The Fiefdom Syndrome Penulis Robert J. Herbold Penerbit Currency Doubleday Halaman 258, termasuk indeks
I
stilah fiefdom sangat asing bagi telinga masyarakat, bahkan di negara Amerika sekalipun. Bahkan, istilah itu juga sulit ditemukan di kamus-kamus bahasa Inggris. Oleh sebab itu, tatkala membaca buku berjudul The Fiefdom Syndrome karya Robert J. Herbold, ada rasa penasaran dan keingintahuan terhadap buku tersebut. Herbold, mantan Chief Operating Officer (COO) Microsoft periode 1994-2001, dalam pengantarnya juga tidak secara zakelijk menjelaskan makna dari fiefdom. Istilah itu diberikannya terhadap satu penyakit individu dan organisasi yang bisa mengakibatkan kerusakan lebih parah ketimbang penurunan ekonomi, gonjang-ganjing manajemen, atau pergeseran bisnis global. Hingga saat
TUNGGU EDISI BERIKUTNYA
ini, tulisnya, penyakit infeksi itu tidak punya nama. Istilah fiefdom itu sendiri muncul pertama kali di Abad Pertengahan, saat mana kaum feodal menguasai teritorial dan kehidupan masyarakat di Eropa. Sindrom ini mulai terjadi tatkala individu, grup, atau divisi dari organisasi – akibat rasa takut dan khawatir berlebihan – berusaha membuat diri mereka vital bagi organisasi, yang tanpa disadari atau kadang-kadang berusaha mati-matian untuk melindungi kekuasaan mereka atau membentuk lingkungan untuk mendapatkan kontrol atas proses yang terjadi sebesar mungkin. Perangai semacam itu telah menjadi bawaan setiap manusia, bahkan sejak manusia dilahirkan. Bilamana tendensi manusiawi ini tidak dikelola secara benar, kerusakan yang ditimbulkan fiefdom ini akan sangat membahayakan perusahaan. Herbold menegaskan, pembiaran terhadap fiefdom akan mematikan hal-hal yang sebenarnya bisa membuat organisasi kuat dan vital. Sindrom fiefdom berakar pada sikap manajer dan karyawan yang terlalu terpatok pada aktivitas rutin, karir, dan teritorial mereka atau berusaha menunjukkan kuasa terhadap lingkungan di sekitarnya. Orangorang yang menciptakan fiefdom menjadi
Nomor
08 Th. 2004 SAATNYA MEMILIKI ASSESMENT CENTER
Metode evaluasi karyawan berdasarkan perilaku (behaviour) makin banyak dipakai oleh perusahaan. Hasilnya, diyakini lebih baik ketimbang metode evaluasi tradisional. Hal ini mendorong perusahaan mendirikan assesment center yang benar-benar berkualitas. Dibutuhkan komitmen penuh jajaran manajemen dan dukungan pembiayaan untuk mewujudkan sebuah assesment center. Bagaimana strategi terbaik membangun assesment center? Apa saja persyaratannya, dan sejauh ini seberapa efektif assesment center? Bagaimana potret assesment center sejumlah perusahaan terkemuka? HC TREND Simak jawaban tuntasnya di rubrik FOKUS. BERLOMBA MERAIH SERTIFIKASI PROFESIONAL Plus banyak artikel menarik dan penting lainnya. Para professional semakin rajin mencari sertifikasi professional untuk kesuksesan karir. Aneka pendidikan professional bersertifikat tersedia untuk setiap profesi. Apa saja program bersertifikasi favorit? Bagaimana cara mendapatkannya, dan seberapa mahal? Sejauh mana hal itu menambah bobot professional mereka?
MEDIA SATU-SATUNYA MENGUPAS TUNTAS MASALAH SDM
pribadi yang terisolasi, kehilangan perspektif terhadap apa yang terjadi pada dunia lain di luar kontrol mereka. Mereka juga kehilangan kemampuan untuk bertindak konsisten untuk mendapatkan hasil yang lebih atau dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi secara keseluruhan. Seringkali mereka resisten terhadap situasi dan perubahan baru. Kecenderungan lain, pribadi fiefdom ingin menguasai sumberdaya sebanyak mungkin. Mereka akan melakukan pekerjaan dengan cara mereka, seringkali menyebabkan tumpang tindih dan komplikasi bagi organisasi. Hal ini menimbulkan biaya yang tinggi, birokrasi, dan respons waktu yang lambat. Organisasi yang terinfeksi sindrom ini menyebabkan matinya kreativitas dan munculnya freeze factor: jika organisasi menjadi beku dan mandeg di tempat, maka pesaing akan menyalipnya. Uniknya, sindrom fiefdom terjadi hampir di setiap organisasi: perusahaan besar ataupun kecil, pemerintahan maupun partai politik, organisasi berorientasi laba hingga nirlaba. Herbold telah membuktikan sendiri hal ini, baik dari pengalamannya sebagai eksekutif di Procter & Gamble dan Microsoft, maupun pengalamannya sebagai konsultan bagi berbagai organisasi. Selepas dari Microsoft, Herbold mendirikan The Herbold Group LLC, perusahaan konsultan manajemen. Oleh karena penyakit itu sangat manusiawi, maka tantangan yang dihadirkannya bersifat universal. Sindrom ini, menurut penulis, tidak terkait dengan kondisi bagus atau buruknya perekonomian atau pendekatan tertentu dari manajemen. Ia bisa
muncul dalam berbagai kondisi lingkungan. Seorang sekretaris, misalnya, akan berusaha menunjukkan kuasanya dengan membuat prosedur pertemuan dengan bosnya yang berbelit-belit. Seorang country manager bersikap lebih sebagai CEO perusahaan di negara mereka ketimbang menjalankan fungsi utamanya di bidang penjualan dan pemasaran. Sebutlah berbagai jabatan dan profesi lainnya, sindrom fiefdom akan selalu terjadi. Namun tetap ada sejumlah cara untuk mengatasi sindrom fiefdom. Dan, cara-cara itu harus diambil secara tegas agar infeksi ini tidak membuat organisasi Anda kurus kering dan akhirnya mati. Herbold membeberkan kajiannya tentang sindrom fiefdom dari pengalaman nyata sebagai eksekutif dan konsultan. Pada Bab IV dari buku ini, ia memaparkan cara mengatasi sindrom fiefdom dengan fokus kepada keseimbangan pada disiplin dan kreativitas, berusaha meraih disiplin tetapi pada saat yang sama mendorong tumbuhnya kreativitas dalam organisasi. Pada bagian akhir (Bab IV), penulis tak lupa membahas topik perubahan besar dan kaitannya dengan sindrom fiefdom. Sungguh sebuah buku yang wajib dibaca seluruh pelaku organisasi, perusahaan maupun bukan perusahaan, besar atau kecil. Di sini Anda bisa belajar bagaimana mencegah dan memerangi sindrom fiefdom, sebuah penyakit manusiawi yang tidak boleh dibiarkan■
Buku ini bisa diperoleh, antara lain, di jaringan toko buku QB World Books. (Red.)