Study Of Bentos Community Based On Diversity And Similarity Index In Cengklik Dam Boyolali Ajeng Tri Purnami, Sunarto, Prabang Setyono
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Sebelas Maret University Surakarta
Abstract Cengklik Dam is a multifungtion fresh water teritory. The important think how to know bentos community are actual ecology condition indicatore some teritory and also as an information about wealth on. The aims of this reaserch were to know influences water quality and bentos community stucture and also to know bentos community structure based on diversity and similarity index in Cengklik Dam Boyolali. The observation was done on some point zonation which different characterly habitat from water teritory Cengklik Dam. This reserch was hold from Juli uo to Oktober 2008. Steps on this research are bentos sampling, water sampling, soil (substrate) sampling and decision, bentos analisis and identifikation, and measurement abiotic environment factor. From the data wich be received then it are to compare with qualities standard, counted diversity index and similarity index, and also analysis correlation and regretion between some variable of environment factor with index diversity. Water and soil qualities (temperature, purity, pH, DO, phospat, and calcium), based on study and bentos community structure analisis in the water ecosystem at Cengklik Dam, Boyolali to support aquatic organism (bentos) life so that it areal suitable developed for aquaculture. Result showed that bentos community at increase water quality area with scratch a way (station I and V) better than “karamba” area and out let (station II and VI) wich were pointed by species number, medium diversity index, and 100% similarity index. Keywords : bentos community, diversity index, similarity index, Cengklik dam. PENDAHULUAN Waduk Cengklik merupakan salah satu bentuk daerah perairan tawar multifungsi. Pengembangan kegiatan terutama wisata, perikanan dan pertanian di kawasan Waduk Cengklik merupakan sumber limbah utama bahan organik dan nutrien ke lingkungan perairan. Menurut Barg (1992) limbah tersebut dapat menyebabkan hipernutrifikasi yang diikuti oleh peningkatan sedimentasi, siltasi, hipoksia, perubahan produktivitas, dan struktur komunitas bentos. 50
Bentos merupakan kelompok organisme yang hidup di dalam atau di permukaan sedimen dasar perairan. Bentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah, mudah ditangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran bentos dalam keseimbangan suatu ekosistem perairan dapat menjadi indikator kondisi ekologi terkini pada kawasan tertentu (Petrus dan Andi, 2006). Ekosistem dengan tingkat keragaman jenis yang tinggi akan lebih stabil Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
Ajeng, Sunarto dan Prabang
standar Ca). 5. Pengukuran Phosfat : Contoh uji, larutan amonium molibdat, ser buk asam askorbat, air suling. 6. Pengukuran Magnesium : Benda uji, larutan penyangga pH 10, in dikator EBT, larutan EDTA 0,01 M. B. Metode Pengambilan sampel di obyek penelitian dilakukan pada beberapa titiktitik zonasi yang mewakili karakter habitat yang berbeda dari wilayah perairan Waduk Cengklik, yakni: Stasiun I, yakni daerah aliran masuk/mulut sungai yang berasal dari Sungai Centhing dengan skala aliran kecil. Stasiun II, yakni daerah keramba. Stasiun III, terletak di daerah tengah Waduk. Stasiun IV, terletak di daerah air terperangkap/tidak ditemukan arus air. Stasiun V, terletak di daerah litoral/daerah dengan penetrasi cahaya mampu mencapai dasar perairan. Stasiun VI, terletak di daerah aliran keluar/pintu air. Dalam penelitian melalui beberapa tahapan, yaitu: pengambilan sampel bentos dengan menggunakan eickman grab, pengambilan sampel air dengan water sample, pengambilan dan penentuan tipe sedimen, pengamatan dan identifikasi bentos dengan buku Standart Methods for Bahan dan Metode The Examination of Water and Waste WaA. Bahan ter oleh Clesceri, et al., (1998) serta buku 1. Pengambilan Sampel Benthos : limnology karangan Goldman dan Horne formalin 4%. (1983), pengukuran parameter fisika dan 2. Pengambilan Sampel dan Penen kimia kualitas prairan (pH, temperatur, tuan Tipe Sedimen (Substrat) : H2O2 50%, HCl 2 N, HCl 0,2 N, DO, Kejernihan, nitrat, phospat, kalsium, dan magnesium). NaOH 1 N. Seluruh data yang dihasilkan di3. Pengukuran Nitrat : larutan kumpulkan dan dibuat tabel sehingga me NaCl, asam Sulfat, larutan campuran brusin dan asam sulfat. mudahkan proses perhitungan dan analisa yang meliputi: kualitas perairan, perhitun4. Pengukuran Kalsium : NaOH 1 N, KCN 1%, larutan indikator gan Indeks Keanekaragaman dan Indeks Similaritas, uji Korelasi dan Regresi, Uji Mureksid/serbuk indika Anava pada tingkat signifikasi α = 0,05 dan tor Mureksid Triturat/ serbuk dilanjutkan dengan DMRT 5%, jika terda EBB-R, larutan EDTA 0,01 M, (HNO3 pekat, sampel air, larutan pat beda secara signifikan. dan kurang terpengaruh oleh tekanan dari luar dibandingkan dengan ekosistem dengan keragaman yang rendah (Boyd, 1999). Keragaman jenis merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat kestabilan yang mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan suatu komunitas. Menurut Widodo (1997), faktor utama yang mempengaruhi jumlah bentos, keragaman jenis, dan dominasi, antara lain adanya kerusakan habitat alami, pencemaran kimiawi, dan perubahan iklim. Arti penting mengetahui struktur komunitas bentos antara lain sebagai indikator kondisi ekosistem terkini suatu kawasan tertentu dan juga sebagai informasi tentang kekayaan yang terkandung di Waduk Cengklik. Atas dasar latar belakang masalah, maka dilakukan penelitian dengan judul ”Studi Komunitas Bentos Berdasarkan Keanekaragaman dan Indeks Similaritas di Waduk Cengklik Boyolali” untuk mengetahui struktur komunitas bentos yang ada di Waduk Cengklik Boyolali sebagai informasi pendukung yang akan digunakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dalam upaya pengelolaan dan pengembangan potensi wilayah yang dimilikinya.
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
51
Study Of Bentos Community
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kualitas Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Waduk Cengklik sebagai salah satu bentuk ekosistem perairan tak luput dari permasalahan pencemaran ekosistem perairan. Parameter lingkungan habitat perairan Waduk Cengklik, Boyolali yang
Ajeng, Sunarto dan Prabang
diukur dalam penelitian ini meliputi: suhu, kejernihan, tekstur tanah sedimen, pH, DO, kandungan Nitrat, Phospat, Kalsium, dan Magnesium. Seperti ditunjukkan pada tabel 2 mengenai parameter faktor lingkungan baik fisik maupun kimia yang diukur pada tiap stasiun pengamatan di wilayah perairan Waduk Cengklik, Boyolali.
Tabel 1. Data Parameter fisika dan Kimia di Waduk Cengklik, Boyolali
Parameter fisik (suhu) dapat menjadi faktor penentu atau pengendali kehidupan flora dan fauna akuatik. Pada penelitian kali ini pengukuran dilakukan pada hari yang sama dan rentang waktu yang tidak terlampau besar serta secara composite. Pengukuran yang dilakukan lebih awal yakni pada pukul 9.30 WIB menghasilkan besaran suhu 25-30°C sedangkan pengukuran suhu pada stasiun II pukul 10.30 WIB melebihi 30°C, yakni 32°C. Suhu perairan Waduk Cengklik, berarti masih berada di dalam ambang batas yang ditentukan dalam Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas II. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran suhu air tersebut di atas, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang cukup baik. Pengukuran kejernihan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan cahaya matahari dapat menembus 52
kedalaman perairan. Besarnya cahaya matahari yang masuk ke perairan juga dapat meningkatkan suhu perairan tersebut, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan akuatik seperti yang diungkapkan sebelumnya. Tingkat kejernihan tidak tercantum, di dalam Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air karena dianggap tidak atau kurang memadai untuk digunakan sebagai indikator kualitas air. Parameter kimia (pH) air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks pencemaran. pH pada perairan Waduk Cengklik berkisar antara 7,45-8,49 , berdasarkan pada Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas dua, kisaran pH tersebut masih aman bagi perikanan dan pertanian yakni berada diantara 6-9. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran pH air, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang cukup baik. Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
Pengukuran DO menurut Odum (1993) dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan biologi, besarnya oksigen terlarut dalam air umumnya tidak melebihi dari 10 ppm. Berdasarkan hasil pengukuran DO di perairan Waduk Cengklik yaitu berkisar antara 5,13-7,33 ppm yang nampak pada tabel 1 tersebut di atas, menurut Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air masih berada di dalam kisaran 4-9 ppm. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran DO air, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang cukup baik. Berdasarkan hasil pengukuran kandungan nitrat di perairan Waduk Cengklik yaitu antara 190,92-1941,88 ppm yang nampak pada tabel 2 tersebut di atas, menurut Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas dua sudah melampaui ambang batas yakni 10 mg/L. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran nitrat tersebut di atas, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang kurang baik. Hasil pengukuran kandungan phospat di perairan Waduk Cengklik berdasarkan yang tertera dalam tabel 1 yakni berkisar antara 0,07-0,27 ppm, masih berada di bawah ambang batas yang ditentukan dalam Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kelas dua, yakni 0,2 mg/L. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran phospat tersebut di atas, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang cukup baik.
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Ajeng, Sunarto dan Prabang
Kalsium (Ca) dalam perairan, terutama pada penelitian ini diduga mempengaruhi keadaan organisme bentos. Berdasarkan hasil pengukuran, kandungan kalsium dalam perairan Waduk Cengklik 155,52-279,01 ppm, kondisi tersebut dapat dikatakan masih cukup baik dan sesuai dengan jumlah batas zat-zat kimia dan zatzat beracun yang diperkenankan dalam The Indian Council of Medical Research dalam Michael (1994), yakni antara 75-200 ppm. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran kandungan kalsium tersebut di atas, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang cukup baik. Tabel 1 menggambarkan kandungan magnesium perairan Waduk Cengklik sekitar 106,31-523,33 ppm, yang berarti telah melampaui ambang batas zat-zat kimia yang ditentukan dalam The Indian Council of Medical Research dalam Michael (1994), yakni antara 50-150 ppm. Berdasarkan penjelasan mengenai hasil pengukuran kandungan magnesium, berarti perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki kualitas perairan yang kurang baik. Tekstur tanah sedimen merupakan perbandingan komposisi fraksi-fraksi penyusun tanah sedimen. Berdasarkan sampel sedimen yang telah ditentukan persent komposisi partikel penyusunnya, tekstur tanah sebagai substrat tempat hidup bentos di perairan Waduk Cengklik umumnya bertipe lempung berliat. Perbedaan karakteristik tekstur (pasir, liat, dan debu) berhubungan erat dengan dinamika erosi dan endapan. Selanjutnya tekstur tanah berhubungan dengan pertumbuhan pakan alami termasuk bentos yang hidup di dasar perairan
53
Study Of Bentos Community
Ajeng, Sunarto dan Prabang
Gambar 1. Histogram Tekstur Tanah Sedimen di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali G ra fik Te k st ur T a n a h S e dim e n d i P e ra i ra n W a du k Ce n gk li k, Boy ol a li
50 45 40 35 30
P as ir (% )
25 20 15
Li at (% ) D ebu (% )
10 5 0 S tasi un S ta siun S tas iun S tas iun I II III IV
S ta siun S tas iun V VI
Tabel 2. Data Tekstur Tanah Sedimen Waduk Cengklik, Boyolali
Masuknya bahan pencemar baik dari limbah rumah tangga, pertanian, perikanan, dan / atau industri ke dalam perairan dapat mempengaruhi kualitas perairan. Parameter lingkungan abiotik yang umum di jadikan perwakilan diantaranya seperti yang diukur dalam penelitian ini, yakni parameter suhu, kejernihan, dan substrat sebagai perwakilan parameter fisik serta pH, DO, Nitrat, Kalsium, Phospat, dan Magnesium sebagai perwakilan parameter kimia. Perbedaan kualitas perairan pada tiap stasiun membentuk karakter habitat tersendiri serta dapat mempengaruhi jumlah dan distribusi dari organisme akuatik di dalamnya. Dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi keanekaragaman bentos pada tiap stasiun 54
dan struktur komunitasnya. B. Struktur Komunitas Bentos Struktur komunitas bentos dapat dicirikan oleh indeks biologi yang berupa indeks keanekaragaman. Keanekaragaman atau diversitas bentos pada suatu perairan, mempunyai karakteristik komunitas. Dari 6 stasiun pengambilan sampel di perairan Waduk Cengklik, Boyolali seperti yang nampak pada tabel 3, ditemukan sebelas jenis bentos yang berasal dari lima phylum. Jenis yang ditemukan adalah Tubifex sp, Pheritima sp (cacing tanah) dari phylum Annelida; Schistosoma haematobium (cacing darah) dan Acanthomacrostamum sp dari Phylum Platyhelmintes; Helix pomatia (sumpil), Bellamy javanica (tutut), dan Pila scutata (keong sawah/ Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
Gondang Undak) dari phylum Molusca; Cambarus virilis (udang), Parathelpusa maculata (yuyu), dan Spesies x dari Phy-
Ajeng, Sunarto dan Prabang
lum Arthropoda; dan Stentor sp dari Phylum Protozoa.
Tabel 3. Jenis-jenis dan Jumlah Individu serta Indeks Diversitas (ID) Bentos pada Dasar Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
Terdapat perbedaan jumlah spe- ini mungkin disebabkan oleh adanya pensies pada tiap stasiun. Jumlah spesies bentos garuh lingkungan ataupun faktor-faktor terkecil pada stasiun II, yakni sebanyak 26 fisika kimia yang ada termasuk juga jenis spesies dan jumlah spesies bentos terbesar substrat yang tergolong lumpur berliat. Sepada stasiun I, yakni sebanyak 399 spesies. lain makrobentos, jenis-jenis mikrobentos Besarnya frekuensi kehadiran bentos jenis juga jarang ditemukan di perairan Waduk meso atau meiobentos adalah mungkin Cengklik. Hal ini mungkin karena mikdisebabkan karena banyaknya jumlah sera- robentos memiliki ukuran tubuh yang sansah dan jenis partikel substrat yang ada di gat kecil, tidak stabil pada perairan berarus dasar perairan. Dengan jumlah meiobentos dan tidak dapat beradaptasi terhadap konyang besar diduga besar pula kesempatan disi lingkungan dengan baik. Indeks keanekaragaman bentos lingkungan dalam proses dekomposisi seh- ingga mampu mengendalikan jumlah lim- di perairan Waduk Cengklik, Boyolali bah yang terakumulasi di dalam sedimen. berkisar antara 0,87-1,76. Hal ini menunBentos jenis makro tidak banyak dijumpai jukkan bahwa perbedaan karakter habitat, pada dasar perairan Waduk Cengklik. Hal kondisi perairan, dan sistem pengelolaan 55 Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
yang beragam diduga dapat menjadikan indeks diversitas yang bervariasi. Variasi
Ajeng, Sunarto dan Prabang
indeks diversitas yang ada pada perairan Waduk Cengklik nampak pada gambar 2.
Nilai Indeks Keane karagaman (ID) Be ntos di Perairan Waduk Ce ngklik, Boyolali 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
ID
Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun Stasiun I II III IV V VI
Gambar 2. Histogram Nilai Indeks Keanekaragaman Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Stasiun I merupakan daerah aliran masuk atau mulut sungai yang berasal dari Sungai Centhing. Keanekaragaman bentos di stasiun I sebesar 1,42. Menurut nilai tolak ukur keanekaragaman Restu (2002) dalam Fitriana (2006), nilai indeks tersebut termasuk memiliki keanekaragaman bentos sedang. Seperti diungkapkan oleh Raharjo (2005), bahwa habitat yang memiliki kondisi yang baik, maka jenis organisme yang mampu bertoleransi dan beradaptasi lebih besar, sebaliknya habitat yang kondisi lingkungannya kurang baik menjadikan faktor pembatas bagi kehidupan dalam habitat perairan tersebut. Stasiun II, merupakan daerah perairan Waduk Cengklik yang diperuntukkan sebagai kawasan karamba atau budidaya perikanan. Indeks keanekaragaman bentos di stasiun II sebesar 0,99. Menurut nilai tolak ukur keanekaragaman Restu (2002) dalam Fitriana (2006), stasiun II termasuk memiliki keanekaragaman bentos rendah. Hal ini disebabkan oleh masuknya limbah 56
baik dari limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah dari budidaya ikan. Stasiun III, merupakan daerah tengah waduk. Nilai indeks keanekaragaman bentos di stasiun ini sebesar 1,26. Menurut nilai tolak ukur keanekaragaman Restu (2002) dalam Fitriana (2006), stasiun III termasuk memiliki keanekaragaman bentos sedang. Hal ini karena pada daerah tengah waduk belum dimanfaatkan secara keseluruhan, sehingga belum banyak mendapatkan dampak dari aktifitas manusia. Stasiun IV, merupakan daerah air terperangkap. Nilai indeks keanekaragaman bentos di stasiun IV sebesar 1,53. Menurut nilai tolak ukur keanekaragaman Restu (2002) dalam Fitriana (2006), stasiun IV termasuk memiliki keanekaragaman bentos sedang. Hal ini karena pada daerah utara waduk pada musim kering maupun musim penghujan memiliki volume yang cukup. Hal ini seperti keterangan PonkMasak (2006), bahwa kondisi komunitas Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
moderat (sedang) merupakan kondisi komunitas yang mudah berubah hanya dengan terjadinya pengaruh lingkungan yang relatif kecil. Nilai indeks keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik yang paling tinggi, yaitu stasiun V sebesar 1,76. Hal ini disebabkan oleh pengerukan atau pengurangan jumlah sedimen serta telah mengalami perbaikan mutu kualitas perairan. Dalam Wulandari (2006) menjelaskan bahwa bentos yang merupakan bottom feeder biasanya mengalami kerugian akibat adanya sedimentasi, meskipun mungkin ada sedikit keuntungan bagi bentos, keuntungan tersebut kalah dari kerugiannya. Nilai indeks keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik yang paling rendah, yaitu stasiun VI sebesar 0,87. Rendahnya keanekaragaman pada sta-
Ajeng, Sunarto dan Prabang
siun VI mungkin disebabkan oleh kondisi perairan yang cenderung telah mengalami pencemaran bagi kehidupan organisme bentos. Oleh karena itu perlu suatu kebijakan untuk pembukaan lahan pertanian dan pengelolaan lahan perikanan budidaya yang sesuai dengan daya dukung lingkungan. C. Indeks Similaritas Indeks similaritas merupakan salah satu bentuk indeks biologi yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesamaan struktur komunitas satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini struktur komunitas bentos di perairan Waduk Cengklik yang terdiri dari enam stasiun pengamatan. Indeks similaritas yang digunakan adalah rumus Jaccard yang dikembangkan oleh Sorensen pada tahun 1984.
Tabel 4. Indeks Similaritas (IS) (%) Komunitas Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali
Dari hasil analisa indeks similaritas komunitas bentos yang disajikan pada tabel 4 di atas terlihat bahwa perairan Waduk Cengklik, Boyolali memiliki perbedaan yang sangat besar. Hal ini ditunjukkan oleh nilai IS yang tertinggi yakni antara stasiun I dan V sebesar 100% dan nilai IS yang terendah yakni antara stasiun II dan III sebesar 16,67%. Kawasan pada stasiun I dan V tergolong baru, karena telah mengalami pengerukkan (pengurangan sedimen). Keduanya mengalami pergantian air yang cukup cepat. Hal ini karena stasiun I sebagai daerah in let dan stasiun V berada dekat dengan daerah in let (stasiun I) dan out let Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
(stasiun VI). Nilai IS yang rendah mungkin terjadi karena perbedaan karakter habitat antar stasiun yang sangat menonjol dilihat dari jumlah kandungan senyawa kimia yang terukur seperti nitrat dan magnesium yang lebih tinggi pada stasiun II daripada stasiun III. Hal tersebut karena pemanfaatan stasiun II yang sebagian besar kawasannya digunakan sebagai karamba. Dengan demikian struktur komunitas bentos antara stasiun satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan yang cukup jelas dengan daya dukung lingkungan pada masing-masing stasiun yang berbeda pula. Hal ini mungkin disebabkan karena 57
Study Of Bentos Community
Ajeng, Sunarto dan Prabang
stasiun-stasiun tersebut mendapat pengelolaan dan pemanfaatan yang berbeda. D. Hubungan Komunitas Bentos dengan Faktor Lingkungan Abiotik
G raf ik H u b u n g an An tara S u h u d e n g an In d e ks K e an e kar ag am an ( ID ) B e n to s d i P e r air an W ad u k C e n g k lik, B o yo lali
2
Indeks Keanekaragaman (ID)
Keanekaragaman Bentos di perairan Waduk Cengklik dengan faktor lingkungan abiotik cenderung membentuk pola hubungan regresi tertentu.
1, 5
I
V IV III
1
II
VI
0, 5 0 0
5
10
15
20
25
30
35 S t as iun
S uh u
Gambar 3. Grafik Hubungan antara Suhu dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Berdasarkan grafik hubungan antara suhu dengan indeks keanekaragaman (ID) bentos, selisih suhu yang kecil dapat mempengaruhi keadaan komunitas bentos. Suhu perairan yang lebih
tinggi cenderung mengurangi jumlah dan keanekaragaman jenis organisme, seperti yang terjadi pada stasiun II. Pada suhu di atas 30°C terjadi penurunan keanekaragaman jenis bentos.
G r af ik H u bun gan Anta ra K e je rn ih an de ngan Ind e ks K e ane kar aga man ( ID ) B e n to s di Pe ra ir an Wa duk C e n gklik, B o yola li 2
Indeks Keanekaragaman (ID)
V IV
1, 5
I
III
1
II VI
0, 5 0 0
5
10
15
20
25
Kej erni h an (cm )
30
35
40
45 S tasiun
Gambar 4. Grafik Hubungan antara Kejernihan dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Berdasarkan grafik hubungan ini karena keterkaitan antara banyaknya antara kejernihan dan indeks keanekaraga- intensitas cahaya yang mampu lolos jatuh man bentos di atas, menunjukkan semakin di badan air dengan material unsur muatan tinggi tingkat kejernihan perairan indeks sedimen yang saling berbanding terbalik. keanekaragaman semakin menurun. Hal 58 Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
Indeks
Keanekaragaman (ID)
2
Ajeng, Sunarto dan Prabang
G arfik H ubungan Antara pH de ngan Inde ks K e anekaragaman (ID ) B e ntos di P e rairan Waduk C engklik, B oyolali V
1,5
I
IV
II VI
1
III
0,5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
pH
S tas iun
Gambar 5. Grafik Hubungan antara pH dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Berdasarkan grafik hubungan antara pH dengan indeks keanekaragaman (ID) bentos tersebut di atas menunjukkan bahwa secara umum pH perairan dapat mempengaruhi kehidupan organisme akua-
G ra fik H ub un g an An tar a D O d e n g an Ind e k s K e a ne k ar a ga ma n (ID ) B e n tos di Pe r air a n Wa d uk C e n g klik, B oyo la li
Indeks
2
Keanekaragaman (ID)
tik (bentos). Pada grafik hubungan antara pH dengan indeks keanekaragaman, pH yang lebih dari 7 hingga mendekati 9 dapat menurunkan nilai indeks keanekaragaman bentos.
IV III
1,5 1
II
V I VI
0,5 0 0
2
4 DO (p p m )
6
8 s t as iu n
Gambar 6. Grafik Hubungan antara DO dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Berdasarkan grafik hubungan antara DO dengan indeks keanekaragaman (ID) bentos pada perairan Waduk Cengklik membentuk pola hubungan menyerupai parabola. Dimana stasiun V sebagai puncak dengan nilai DO 6,33 ppm dan
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
indeks keanekaragaman bentos 1,76. Hal ini dimungkinkan bahwa perairan Waduk Cengklik memiliki DO optimum bagi keanekaragaman bentos pada kisaran 6 ppm.
59
Indeks
Keanekaragaman (ID)
Study Of Bentos Community
2
Ajeng, Sunarto dan Prabang
G r af ik H u b u n g an An ta r a N it r at d e n g an In d e ks K e an e k a ra g a m a n ( ID ) B e n t o s d i P e r a ir a n W a d u k C e n g k lik , B o yo la li V
IV
1 ,5
I
III 1
II
VI
0 ,5 0 0
500
1 00 0
15 00
2 00 0
2 5 00
Ni tra t (p pm )
S t as iun
Gambar 7. Grafik Hubungan antara Nitrat dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Berdasarkan grafik hubungan antara kandungan nitrat dan indeks keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik, besarnya kandungan nitrat cend-
G r afik H u b un g a n An ta r a K a lsiu m d e n ga n In d e k s K e an e k ar a ga m a n (ID ) B e n to s d i Pe r a ir a n Wa d uk C e n gk lik , B o yo la li
Indeks
2
Keanekaragaman (ID)
erung meningkatkan keanekaragaman bentos. Hal ini nampak, dimana garis naik lebih banyak dibanding menurun.
V 1,5
I
1
IV III
II VI
0,5 0 0
50
100
150 200 K a lsiu m (p p m )
250
300
S tas iu n
Gambar 8. Grafik Hubungan antara Kalsium dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Terjadi peningkatan keanekaragaman yang sangat jelas antara stasiun VI dan II ke stasiun V. Kandungan kalsium pada stasiun VI dan II kurang lebih 150 ppm, memiliki keanekaragaman kurang dari 1,00. Stasiun V memiliki kandungan
60
kalsiun 168,78 ppm dan keanekaragaman bentos 1,76. Kandungan kalsium yang besar, seperti pada stasiun III yakni sebesar 279,01 ppm dalam perairan dapat menyebabkan kondisi kesadahan serta meningkatkan kebasaan perairan.
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
Ajeng, Sunarto dan Prabang
Indeks
Keanekaragaman (ID)
G r af ik H ub u n ga n Ant ar a M ag n e s iu m ( M g) (p p m ) d e n ga n In d e k s K e a n e k a ra ga m an ( ID ) B e n to s d i P e r ai ra n W ad u k C e n g kl ik , B o yo la li 2
1, 5
III
I
V
IV
1
II
VI
0, 5 0 0
10 0
20 0
3 00
4 00
50 0
60 0
M a g n e siu m (p p m )
S ta s iu n
Gambar 9. Grafik Hubungan antara Magnesium dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Grafik menunjukkan, tingginya kandungan magnesium dalam perairan mampu meningkatkan keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik dan kandungan magnesium yang melampaui ambang batas dapat menurunkan indeks keanekaragaman. Stasiun VI, meskipun memiliki kandungan magnesium kurang
dari 500 ppm, memiliki keanekargaman bentos yang rendah. Hal ini disebabkan karena keanekaragaman bentos tidak hanya dipengaruhi oleh besarnya kandungan magnesium melainkan kondisi habitat dengan faktor lingkungan lain yang saling berkaitan.
G raf ik H ub u ng an An tara P asir (% ) d en g an In de ks K e ane karag aman (ID ) B en to s d i Pe rairan Wadu k C e n gklik, B oyo lali
Indeks Keanekaragaman (ID)
2
V 1, 5
I
1
IV
III VI
II
0, 5 0 0
5
10
15
20
Pa sir (%)
25
30
35 St as iun
Gambar 10. Grafik Hubungan antara Pasir dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Kandungan pasir di perairan Waduk Cengklik, dapat mengindikasikan pertumbuhan pakan alami yang cukup melimpah. Hal ini didukung oleh Kahar et. al., (1991) dalam Ponk-Masak (2006), bahwa Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
pakan alami yang melimpah di perairan memiliki kandungan bahan organik yang cukup tinggi (>16%). Dengan demikian dapat meningkatkan jumlah dan keanekaragaman bentos di perairan tersebut. 61
Study Of Bentos Community
Ajeng, Sunarto dan Prabang
G r afik H u b u n g an An ta ra L iat ( % ) d e n g an In d e k s K e an e kara g aman (ID ) B e n to s d i P e rairan Wad u k C e n g klik, B o yo lali Indeks Keanekaragaman (ID)
2
IV
1,5
V I
III
II VI
1 0,5 0 0
10
20
30
40 S t as iun
Li a t (%)
Gambar 11. Grafik Hubungan antara Liat dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Perilaku ini sebagai upaya pelindungan diri dari organisme tingkat tinggi seperti ikan. Kejadian tersebut berarti memungkinkan peningkatan jumlah dan tingkat keanekaragaman bentos serta organisme perairan lainnya.
Indeks
Keanekaragaman (ID)
Kandungan liat dalam sedimen tidak banyak dibahas dalam suatu penelitian secara khusus. Keberadaan liat sebagai substrat, merupakan kamungkinan bagi organisme terutama jenis mesobnetos untuk dapat dengan mudah mengubur dirinya.
2
G r a f ik H u b u n g a n An t a r a D e b u ( %) d e n g a n In d e k s K e a n e k a r a g a m a n ( ID ) B e n t o s d i P e r a ir a n W a d u k C e n g k lik , B o yo l a li
IV
1,5
II
1
V III
I VI
0,5 0 0
5
10
15
20
25
De b u (%)
30
35
40
45 S tas iu n
Gambar 12. Grafik Hubungan antara Liat dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Grafik hubungan antara persen debu dengan keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik, Boyolali menggambarkan adanya suatu garis lurus antara stasiun V, I, dan VI. Besarnya kandungan debu pada stasiun tersebut disebabkan oleh beberapa kemungkinan, diantaranya berasal dari pemukiman penduduk yang dilalui 62
Sungai Centhing, dari jalan yang ada di sekitar waduk, serta kandungan debu alami ynag sudah ada pada dasar waduk. Tingkat keanekaragaman bentos tidak terpengaruh dengan besarnya kandungan debu. E. Korelasi dan Regresi Nugroho (1991), menyatakan bahwa jika Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
koefisien korelasi lebih dari atau sama dengan 0,500 terdapat hubungan diantara dua variabel yang dibandingkan. Jika koefisien
Ajeng, Sunarto dan Prabang
korelasinya kurang dari atau sama dengan 0,500 dianggap adanya hubungan linier yang kurang meyakinkan.
Tabel 5. Hasil Analisa Korelasi AntaraVariabel Indeks Keanekaragaman Bentos dengan Variabel Faktor Lingkungan Abiotik
Hubungan yang paling kuat dan signifikan pada penelitian ini nampak pada tabel 5. Korelasi antara indeks keanekaragaman dengan phospat yakni sebesar 0,815 yang bersifat negatif (-). Hal ini menjelaskan bahwa kandungan phospat pada sediment mempunyai hubungan berbanding terbalik dengan indeks keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik, Boyolali. Kenaikan kandungan phospat akan menjadikan indeks keanekaragaman bentos
menurun. Sebaliknya penurunan phospat akan meningkatkan indeks keanekaragaman bentos. Hubungan antara kandungan nitrat dengan indeks keanekaragaman bentos bersifat positif (0,637). Hal ini menjelaskan bahwa kandungan total nitrat berpengaruh terhadap besarnya indeks keanekaragaman bentos di perairan Waduk Cengklik, Boyolali.
Tabel 6. Hasil Analisis Regresi Antara Variabel indeks keanekaragaman (ID) dengan Variabel Parameter Lingkungan Abiotik
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
63
Study Of Bentos Community
Ajeng, Sunarto dan Prabang
Indeks Keanekaraman (ID)
G raf ik H u b u n g an a n t ara P h o sp a t d en g a n In d e k s K e a n e ka ra g a m a n ( ID ) B e n t o s d i P era iran W a d u k C e n g k lik , B o y o la li 2, 00 1, 80 1, 60 1, 40 1, 20 1, 00 0, 80 y = -0 ,0 3 1 5 x + 1 ,7 6 4 3 R 2 = 0 ,6 6 3 7
0, 60 0, 40 0, 20 0, 00 0
5
10
15
20
25
30
P h o sp a t ( g /g )
Gambar 13. Grafik Hubungan antara Phospat dengan Indeks Keanekaragaman (ID) Bentos di Perairan Waduk Cengklik, Boyolali Berdasarkan analisis regresi dari data penelitian didapatkan persamaan model hubungan antara indeks keanekaragaman (ID) bentos dengan Phospat sebagai berikut : y = - 0,0315 x + 1,7643 dengan R2 = 0,6637, tingkat signifikasi 0,048 atau kurang dari 0,05 serta membentuk pola regresi linier. Berdasarkan persamaan model hubungan tersebut berarti, setiap kandungan phospat bertambah satu maka indeks diversitas akan berkurang sebesar 0,0315. Koefisien 1,7643 sebagai titik awal ketika tidak terdapat phospat yang berarti nilai indeks diversitas sebesar 1,7643. Dengan kata lain, semakin naik nilai kandungan phospat maka semakin turun indeks diversitas bentos yang ada di perairan Waduk Cengklik, Boyolali. Dengan R2 sebesar 0,6637 dapat diartikan bahwa sebesar 0,6637 dari seluruh variasi total indeks diversitas dipengaruhi oleh phospat dan masih ada sebesar 0,3363 lagi yang tidak dapat diterangkan hubungannya oleh model yang digunakan. Bagian sisa 0,3363 tersebut mungkin disebabkan oleh faktor lain yang gagal diperhitungkan oleh model. 64
PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan studi dan analisis struktur komunitas bentos di perairan Waduk Cengklik, Boyolali dapat ditarik kesimpulan, sebagai beikut : 1. Kualitas air dan sedimen di perairan Waduk Cengklik cukup baik berdasarkan parameter suhu, kejernihan, pH, DO, phospat, dan kalsium, sehingga masih layak untuk dapat digunakan sebagai habitat organisme akuatik (bentos) atau peruntukan lain yang mempersyaratkan Baku mutu air PPRI no. 82 Th. 2001 kelas dua. 2. Komunitas bentos pada daerah dengan perbaikan kualitas air melalui pengerukkan (stasiun I dan V) lebih baik dibandingkan daerah karamba dan pintu air keluar (out let) (stasiun II dan VI), yang ditunjukkan oleh besarnya jumlah individu, tingkat keanekaragaman dan indeks similaritas. B. Saran Setelah didapatkan hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Penelitian lebih lanjut tentang komunitas bentos di perairan Waduk CengkJurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Study Of Bentos Community
lik, Boyolali secara periodik. 2. Diadakan kegiatan yang dapat memberikan pengertian kepada masyarakat sekitar Waduk Cengklik agar menjaga keberadaan waduk tersebut sebagai habitat yang baik bagi biota akuatik. DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay. 2001. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Barg, U. C. 1992. Guildelines of the promotion of enviromental management of coastal aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 328 FAO, Rome. Boyd, C. E. 1999. Code of practice for responsible shrimp farming. Global Aquaculture Alliance, St. Louis, MO USA. Clesceri, L. S., A. E. Greenberg and A. D. Eaton. 1998. Standart Methods for the Examination of Water and Waste Water, 2nd edition. Washington DC : American Public Health Association. Fitriana, Y. R. 2006. ”Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoobentos di Hutan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali”. Biodiversitas. Vol.7 no.1 : 67 – 72. Goldman, C R. and A. J. Horne. 1983. Limnology. Auckland : Mc Graw Hill International Book Company. Kahar, A. Hanafi, F. Cholik dan S. Tonnek. 1991. Evaluasi Produktivitas Perairan Pantai Bagi Pengembangan Tata Ruang Pantai dalam Suparno, S. Wibowo, A. M. Angawati, dan R. Arifudin (Eds). Prosiding Pertemuan Teknis Pelestarian Lingkungan Hidup Perikanan. Jakarta, 11 Februari 1991. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 2 | Juli 2010
Ajeng, Sunarto dan Prabang
Perikanan. Departemen Pertanian. Jakarta. Hal. 35-49. Michael, P. 1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Jakarta : Penerbit UI. Odum, P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Permana, D.;P. Setyono dan K. Winarno. 2003. “Keanekaragaman Makro Bentos di Bendungan Bapang dan Bendungan Ngablabaan Sragen”. Enviro. Vol 3 No 1 : 18-27. Pong-Masak, Petrus Rani dan Andi Marsambuana Pirzan. 2006. Komunitas Makrozoobentos pada Kawasan Budidaya Tambak di Pesisir Malakosa Parigi-Moutong, Sulawesi Tengah. Biodiversitas. Vol. 7 No. 4 hal. 354-360. Restu, I. W. 2002. Kajian Pengembangan Wisata Mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai Wilayah Pesisir Selatan Bali. Tesis. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sastrawijaya. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Widodo, J. 1997. Biodiversitas Sumber Daya Perikanan Laut Peranannya dalam Pengelaolaan Terpadu Wilayah Pantai,dalm hal. 136-141 : Malawa, A., R. Syam, N. Naamin, S. Nurhakim, E. S. Kartamihardja, A. Purnomo, dan Rachmansyah (Eds). Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II, Ujung Pandang 2-3 Desember 1997. Wiryanto dan Pitoyo, Ari. 2002. “Produktivitas Primer Perairan Waduk Cengklik Boyolali”. Biodiversitas. vol. 3, nomor 1, hal. 189-195. Surakarta : Jurusan Biologi FMIPA UNS.
65