Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
ETHNOMEDICINE TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL MASYARAKAT BALI STUDY OF BALINESE ETHNOMEDICINE Siti Fatimah Hanum dan Tri Warseno UPT BKT Kebun Raya “Eka Karya” Bali LIPI Candikuning,Tabanan, Bali E-mail:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan luaran yang tersusun secara sistematis mengenali pengetahuan penduduk lokal tentang tumbuhan obat dan mengoleksi beberapa tumbuhan obat untuk dikonservasikan di Kebun Raya Bali yang berasal dari Provinsi Bali yang diperoleh dari beberapa laporan penelitian dan pengembangan tumbuhan obat “Lontar Usada”. Dalam penelitian ini diambil sampel dari enam kabupaten dan tujuh kecamatan, yaitu Buleleng, Karangasem, Jembrana, Klungkung, Bangli, Gianyar, informasi diperoleh dari balian usada. Sebanyak 612 informasi tumbuhan dari 239 jenis yang digunakan sebagai obat telah dikoleksi. Kebanyakan tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah Zingiber officinale Roxb. (12), Alstonia scholaris (L.) R.Br. (9), Kalanchoe pinnata Pers (8), Phaleria macrocarpa Boerl (7), Languas galanga (L.) Stuntz (7), dan Catharanthus roseus G.Don (7). Pada umumnya bagian tumbuhan yang digunakan adalah daun. Sampai dengan Agustus 2014, Kebun Raya Bali telah mengoleksi sebanyak 335 jenis, 222 marga, dan 87 suku. Kata kunci: Ethnomedicine, Masyarakat Bali, tumbuhan obat.
ABSTRACT This study aims to make systematic output of the local knowledge (indigenous knowledge) on medicinal plants and to collect some medicinal plants to conserve at Bali Botanical Garden from Bali Province that were gained from several research and development of “Lontar Usada” medicinal plant reports. Sample of this study was taken of six regency and seventeen district namely Buleleng, Karangasem, Jembrana, Klungkung, Bangli, Gianyar, Information collected from balian usada. There are 612 information plants from 239 species used for medicine collected. Most plants used for medicine are Zingiber officinale Roxb. (12), Alstonia scholaris (L.) R.Br. (9), Kalanchoe pinnata Pers (8), Phaleria macrocarpa Boerl (7), Languas galanga (L.) Stuntz (7), and Catharanthus roseus G.Don (7). In general, part of plants used is the leaves. Until August 2014, the Bali Botanic Garden has collected 335 species, 222 genera, and 87 families. Keywords: Ethnomedicine, Balinese, medicinal plant.
905
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
Gambar 1. Lokasi Perjalanan Eksplorasi Tumbuhan Obat Lontar Usada Tahun 2006-2008 (Tanda Oranye)
PENDAHULUAN Ketergantungan manusia terhadap tumbuh-tumbuhan dalam hal pengobatan tidak dapat dipungkiri, meskipun pengobatan modern telah berkembang dengan pesat. Beberapa penelitian terbaru dan pengalaman praktik menunjukkan bahwa penggunaan tumbuhan obat lebih baik dibandingkan dengan obat allopathic, lebih aman disamping pengaruh synergistic (Pathan et al. 2012). Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam dalam hal pengobatan memberi peluang berkembangnya pengobatan herbal yang diyakini tidak berefek pada kesehatan. Hingga akhir tahun 2000-an, diperkirakan masyarakat Indonesia masih memanfaatkan tumbuhtumbuhan sebagai pengobatan alternatif. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia kaya beraneka jenis tumbuhan. Zuhud et al. 1994 dalam Zulnely 2004 menyatakan bahwa terdapat sekitar 30.000 flora hutan tropis Indonesia. Meski demikian terdapat 30 jenis tumbuhan obat Indonesia yang kini sulit ditemukan di alam (Rifai et al. 1992). Kebun Raya “Eka Karya” Bali menaruh perhatian yang besar terhadap upaya mempertahankan budaya lokal masyarakat Bali dalam hal pengobatan tradisional. Salah satunya pengobatan berdasarkan Lontar Usada Bali. Terkait dengan upaya tersebut, Kebun Raya “Eka Karya” Bali, melalui Sub Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Ekowisata Tumbuhan Obat Lontar Usada Bali sejak tahun 2006 telah merintis kegiatan penelitian yang pada akhirnya juga memperkaya jumlah koleksi tumbuhan
906
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
obat. Hasil penelitian yang dilaksanakan dari tahun 2006‒2008 telah banyak menghimpun informasi pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di beberapa kabupaten di Bali, sekaligus memperkaya jumlah koleksi tumbuhannnya. Sebagian besar informasi tersebut masih berupa laporan perjalanan yang terpisah-pisah. Agar informasi yang dikumpulkan bermanfaat dan lebih bernilai maka perlu dilakukan upaya yang sistematik dengan cara mengompilasi dan mengevaluasi sehingga akan dihasilkan luaran yang lebih bernilai. Tujuan penelitian ini selain untuk mengetahui keanekaragaman jenis tumbuhan yang dikenali masyarakat Bali, juga sekaligus mengevaluasi keterkaitan jenis tumbuhan tersebut dengan macam penyakit. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Januari‒Mei 2013 dengan data primer berasal dari
Gambar 2. Frekuensi Penggunaan Tumbuhan Obat
Gambar 3. Sepuluh Suku Tumbuhan Obat yang Paling Sering Digunakan
907
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
Tabel 1. Lima Besar Jenis Tumbuhan Obat yang Paling sering Dimanfaatkan Masyarakat Bali PeringNama kat Tumbuhan (umum/ lokal) 1. Jahe Bang
2
Pule
3
Kayu urip,cocor bebek
4
Mahkota dewa
4 4
Nama Ilmiah
Suku
Frekuensi
Bagian yang digunakan
Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae
12
Rimpang
Alstonia Apocynaceae scholaris (L.) R.Br.
9
Kulit batang
Kalanchoe pinnata Pers
daun daun
Crassulaceae
8
Phaleria Thymelaceae macrocarpa Boerl Isen kapur Languas Zingiberaceae galanga (L.) Stuntz Tapak dara Catharan- Apocynaceae thus roseus G.Don
7
Buah masak
7
rimpang
7
daun bunga buah daun
5
Delima
Punica granatum L.
Punicaceae
6
5
Jeruk nipis
Rutaceae
6
buah daun
5
Kemerakan
Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle Caesalpinia pulcherrima (L.) Sw.
Fabaceae
6
5
Daun landep
Barleria prionitis L.
Acanthaceae
6
Kulit batang daun akar daun
5
Blimbing wuluh
Averrhoa bilimbi L.
Oxalidaceae
6
akar buah
5
Jangu
Acorus calamus L.
Araceae
6
Daun
908
Kegunaan Rematik,mual dan penghangat tubuh,obat batuk, sesak napas, liver, bengkak pada kaki/ tangan Beri-beri,badan lesu, sakit pinggang/ tulang,sakit kepala Penurun panas,batuk Penurun panas, panas dalam, muntah darah,penyakit kulit,borok,luka Menurunkan tekanan darah,penghilang bau badan,kencing manis Sakit kepala, batuk, panu, diare,penurun panas,rematik Diabetes, hipertensi, leukemia, luka baru,bisul/bengkak Kanker,bisul/bengkak jantung Sesak napas, batuk, luka dalam Batuk, Kepala,perut Kejang, kusta, demam,panas Kepala sering pusing Penyakit dalam Rematik, sakit kepala, sakit pinggang, sakit gigi, gusi nyeri dan berdarah,demam, sakit perut, kending sedikit Luka, kurap, panu Menurunkan hipertensi,maag, penyakit dalam, batuk Penurun panas, sakit perut,kulit
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
laporan perjalanan eksplorasi Sub Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Ekowisata Tumbuhan Obat Lontar Usada dari tahun 2006‒2008. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan perjalanan Sub-kegiatan Penelitian dan Pengembangan Ekowisata Tumbuhan Obat Lontar Usada Bali yang meliputi Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng; Kecamatan Selat, Rendang dan Sideman Kabupaten Karangasem; Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana; Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung; Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng; Kecamatan Abang dan Sideman, Kabupaten Karangasem; Kecamatan
Gambar 4. Persentase Bagian Tanaman yang Digunakan untuk Pengobatan
Payangan dan Tegallalang Kabupaten Gianyar; Kecamatan Bangli, Susut, Kintamani Kabupaten Bangli, dan Kecamatan Sawan dan Banjar, Kabupaten Buleleng. Metode yang digunakan dalam tiap laporan perjalanan adalah melakukan survei tempat penelitian dan responden (key information). Responden yang dicari adalah Balian Usada yang bisa mengobati orang sakit. Tahap selanjutnya adalah wawancara untuk menggali informasi dari responden tersebut. Informasi yang dikumpulkan adalah kegunaan tanaman obat, bagian yang digunakan. Beberapa laporan disertai dengan informasi pemakaiannya. Analisis data dalam kegiatan ini adalah deskriptif kualitatif terhadap jenis-jenis tumbuhan yang paling sering dimanfaatkan sebagai obat. Beberapa data dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan persentase. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Tumbuhan Obat yang Paling Banyak Dimanfaatkan oleh Masyarakat Bali. Dalam penelitian ini terkumpul 612 informasi tanaman yang berkhasiat obat dari 239 jenis dan 86 Suku. Sebanyak 41 informasi tanaman belum dapat terdeterminasi
909
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
Tabel 2. Jumlah Perolehan Koleksi Tumbuhan Obat dari Setiap Perjalanan Eksplorasi Subkegiatan Penelitian dan Pengembangan Ekowisata Tumbuhan Obat Lontar Usada dari Tahun 2006‒2008 No
Lokasi eksplorasi
1.
Kecamatan Sukasada, KabupatenBuleleng (Desa Alasangker, Selat, Silangjana, Pancasari) Kecamatan Rendang, Sideman dan Selat, Kabupaten Karangasem Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung (Desa Selat,Tegak) Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng (Desa Pacung, Les, Tejakula, Sembiran, Bon dalem, Sambiranteng dan Tembok) Kecamatan Abang dan Sideman, Kabupaten Karangasem Kecamatan Payangan dan Tegallalang, KabupatenGianyar (Desa Puhu, Keliki, Melinggih, Kelusa, Keliki) Kecamatan Bangli, Susut dan Kintamani Kabupaten Bangli (Desa Tiga, Penglumbaran, Kubu, Pengotan dan Batur Selatan) Kecamatan Sukasada dan Banjar Kabupaten Buleleng (Desa Wanagiri, Munduk, Gobleg) Kecamatan Sawan dan Sukasada Kabupaten Buleleng (Desa Suwug, Galungan, Gitgit, Sinabun)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Perolehan material koleksi Jenis Marga Suku 33 29 54
45
34
43 54
31 -
23 31
52
43
28
56
51
30
47
-
32
51
-
25
67
50
33
54
43
30
hingga jenisnya, hanya diketahui nama daerahnya. Sebagian besar tanaman diperoleh di pekarangan, tegalan, dan kebun. Penggunaan tanaman obat bisa tunggal ataupun digabung dengan bahan yang lain menjadi ramuan. Dari 612 informasi tanaman yang berkhasiat obat, diketahui bahwa penggunaan tanaman obat yang tunggal adalah yang paling banyak yaitu 539 informasi tanaman obat, kemudian yang penggunaannya digabung menjadi ramuan sebanyak 38 buah sedangkan 35 buah tidak diperoleh informasi penggunaannya. Ketiadaan informasi penggunaan tumbuhan obat ini dikarenakan ada laporan yang hanya mengumpulkan informasi kegunaan tumbuhan obat saja tanpa dilengkapi dengan penggunaannya. Tanaman dari suku Zingiberaceae merupakan tanaman obat yang paling banyak digunakan masyarakat karena mudah dibudidayakan dan diperoleh di sekitar pekarangan rumah penduduk (Gambar 3.). Bagian tanaman yang dipergunakan dalam pengobatan usada menurut Tengah et al. (1995) 3,8% adalah daun, batang, akar, buah, biji, bunga, kulit batang, kerikan kulit batang, dan getah walaupun kadang-kadang juga digunakan keseluruhan pohon
910
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
tersebut. Bagian tanaman yang paling banyak digunakan untuk pengobatan adalah daun (48%) dan yang paling sedikit adalah getah (3,8%) (Gambar 4). Masyarakat yang menggunakan pengobatan tradisional mungkin tidak memahami alasan ilmiah dari obat mereka, tetapi mereka mengetahuinya dari pengalaman individu bahwa tanaman tertentu dapat berkhasiat secara efektif jika digunakan dalam therapeutic doses. Tanaman obat secara khusus mengandung campuran bahan kimia yang berbeda yang dapat bertindak individual, additively, atau insinergy untuk memperbaiki kesehatan. (Van Wijk et al. 2004).
Jumlah Tumbuhan Obat yang Berhasil Dikonservasi di Kebun Raya “Eka Karya” Bali. Selain mengonservasi kearifan lokal masyarakat Bali dalam hal pengobatan, kegiatan ini juga mengumpulkan tumbuhan obat yang selanjutnya akan diangkat menjadi koleksi untuk melengkapi Taman Usada. Data dari registrasi koleksi hingga akhir bulan Agustus 2014, jumlah koleksi tumbuhan obat di Taman Usada adalah sebanyak 335 jenis, 222 marga, dan 87 suku. Berikut adalah informasi beberapa tumbuhan yang paling sering digunakan sebagai obat di masyarakat Bali. Zingiber officinale Roxb. Merupakan tanaman herba tahunan, tegak, dengan rhizome yang tebal dan berdaging berwarna kuning pucat, beraroma. Batang tegak, tidak bercabang, berwarna hijau pucat, kadang kemerahan di pangkalnya. Perbungaan langsung dari rimpang (Sutarno et al. 1999). Tanaman ini yang paling banyak digunakan adalah rimpang. Di beberapa lokasi di Bali dikenal sebagai jahe bang. Di Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Z. officinale ini digunakan masyarakat untuk mengobati sakit batuk atau sesak napas. Caranya umbi ditumbuk kemudian dicampur air matang dan diminum. Di Kabupaten Bangli umbinya dimanfaatkan untuk mengobati rematik dan mengatasi mual serta menghangatkan tubuh. Selain berfungsi sebagai obat, seluruh bagian tanaman Z. officinale dapat digunakan sebagai penolak roh jahat oleh masyarakat di Kabupaten Buleleng. Menurut Sutarno et al. (1999) umbi Z. officinale digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit diantaranya mual, diare, disentri, gangguan gastro-intestinal lainnya, demam, dan batuk. Lanjutnya rimpang Z. officinale memiliki kandungan diaphoretic, diuretic, anti-inflammatory, anti-emetic dan sialogogic dan digunakan sebagai emmenagogue, abortifacient dan vermifuge, dimana ini dapat berfungsi sebagai aphrodisiac. Alstonia scholaris (L.)R.Br. Habitus berupa pohon dengan tinggi 10‒50 m. Batang tegak, berkayu, percabangan menggarpu, dan berwarna hijau gelap. Daun tunggal, bentuknya lanset, ujungnya 911
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
membulat, dan pangkalnya meruncing, tepinya rata, panjang daun 10‒20 cm dan lebar 3‒6 cm, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, panjang tangkai ±1 cm dan warnanya hijau. Bunga majemuk, bentuknya malai, terdapat di ujung batang, bentuk kelopak bunga bulat telur, panjang tangkainya 2,5‒5 cm, berambut, dan warnanya hijau. Benang sari melekat pada tabung mahkota dengan panjang tangkai putik 3‒5 mm, kepala putik meruncing, bakal buah berbulu, dan berwarna putih. Bentuk tabung mahkota bunga bulat telur dengan panjang 7‒9 mm dan berwarna putih kekuningan. Buah bumbung dengan bentuk pita dan panjangnya 20‒50 mm, warnanya putih. Biji kecil dengan panjang 1,5‒2 cm dan berwarna putih. Akar tunggang dan berwarna cokelat. Berdasarkan hasil penelitian farmakologi senyawa dalam tumbuhan ini memberi efek antidiabetik, antihiperlipidemik, antibakterial, antioksidan, antikanker, antiinflamatori dan analgesik, imunostimulating, antitussif, antiasmatik, ekspektoran, hepatoprotektif, dan antidepresan (Pankti et al. 2012). Di Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana, kulit batang Alstonia dapat digunakan sebagai obat beri-beri. Masyarakat di Kabupaten Bangli juga menggunakan kulit batang A. scholaris sebagai obat bengkak dan sakit pinggang/tulang. Daunnya dimanfaatkan sebagai obat penurun panas, caranya daun direbus dan diminum airnya sekali dalam seminggu. Daun A. scholaris juga dimanfaatkan masyarakat di Kabupaten Karangasem untuk mengobati sakit batuk.
Kalanchoe pinnata (Lam.)Per. Merupakan anggota suku Crassulaceae. Herba tahunan ini berasal dari Madagaskar, kemudian tersebar diseluruh daerah tropis lainnya. Tanaman berbatang basah, daun tebal karena banyak mengandung air, bentuk daunnya lonjong atau bundar panjang, panjang 5‒20 cm, lebar 2,5‒15 cm, ujung daun tumpul, pangkal membundar, pinggirannya beringgit permukaan daun gundul, warna hijau sampai hijau keabuabuan. Bunga berkelompok di bagian ujung percabangan. Bunga berbentuk tabung memberikan kombinasi warna hijau dan merah pada helaian kelopak dan mahkotanya (Hidayat et al. 2008). Daunnya dapat dibuat bubur yang merupakan obat yang baik untuk mendinginkan bagian-bagian badan yang panas (Heyne 1987). Daunnya digunakan untuk mengobati demam dan bisul oleh masyarakat disekitar hutan Tabo-tabo (Hamzari 2008). Kalanchoe pinnata merupakan tanaman untuk mengobati segala penyakit oleh masyarakat lokal Amazon, Suku Creole menggunakan daun yang dipanggang matahari untuk kanker dan inflamasi; daun Kalanchoe umum digunakan untuk meredakan demam (panas tinggi); akarnya juga digunakan sebagai infusion dan digunakan untuk epilepsy. Hasil penelitian fitokimia Kalanchoe pinnata menunjukkan kehadiran bahan alkaloids, flavonoids, karbohidrat, saponin, triterpines, phytosterols, tannin, glikosid, protein, asam amino, dan fenolik (Matthew et al. 2013). Kandungan 912
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
farmakologi meliputi antidiabetik, anti-neoplastic, antioxidant, immunomodulation, antilipidaemik, anti-allergic (Majaz et al. 2011). Penggunaan K. pinnata sebagai penurun panas di Kabupaten Bangli yang digunakan batang dan daun. Caranya daun ditumbuk dan dioleskan pada dada dan di bawah ketiak, sedangkan di Kabupaten karangasem yang digunakan adalah daunnya. Daun K. pinnata juga dimanfaatkan untuk pereda panas dalam, mengobati penyakit kulit, borok, dan luka.
Phaleria macrocarpa Boerl. Tumbuhan berbentuk pohon, berumur panjang (perenial), tinggi 1‒2,5 m. Akar tunggang. Batang berkayu, silindris, tegak, warna cokelat, permukaan kasar, percabangan simpodial, arah cabang miring ke atas. Daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun berhadapan (folia oposita), warna hijau tua, bentuk jorong hingga lanset, panjang 7‒10 cm, lebar 2‒ 2,5 cm, helaian daun tipis, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan menyirip (pinnate), permukaan licin, tidak pernah meluruh Bunga tunggal, muncul di sepanjang batang dan ketiak daun, bertangkai pendek, mahkota berbentuk tabung (tubulosus) berwarna putih. Buah bulat, panjang 3‒5 cm, buah muda berwarna hijau setelah tua menjadi merah, bentuk dengan biji bulat, keras berwarna cokelat, daging buah berwarna putih berserat, dan berair perbanyakan generatif (biji). Informasi masyarakat di Kecamatan Sukasada dan Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng buah yang masak dapat digunakan sebagai obat tekanan darah tinggi. Daging buah diiris kemudian diseduh air panas dan diminum. Selain itu juga dapat menghilangkan bau badan. Di Kabupaten Bangli, buah masak yang sudah dikeringkan dapat digunakan untuk mengobati kencing manis. Di dalam kulit buah mahkota dewa terkandung senyawa alkaloid, saponin, dan flavonoid, sementara dalam daunnya terkandung alkaloid, saponin, serta polifenol. Gotama et al. (1999) juga melaporkan bahwa senyawa saponin diklasifikasikan berdasarkan struktur aglikon ke dalam triterpenoid dan steroid saponin. Kedua senyawa tersebut mempunyai efek anti inflamasi, analgesik, dan sitotoksik, sedangkan hasil penelitian Ali et al. (2012) ini membuktikan adanya antidiabetes dari pericarp buah P. macrocarpa. Languas galanga (L.) Stuntz Tanaman herba tahunan hingga ketinggian 3‒5 m, dengan rimpang yang berwarna merah terang atau kuning pucat, beraroma, diameter 2‒4 cm. Daun alternate, perbungaan di ujung,tegak, banyak bunga, racemosa (Scheffer and Jansen 1999). Tanaman ini dikenal sebagai isen kapur di Kabupaten Bangli dimanfaatkan rimpangnya untuk mengobati sakit panas dan rematik. Di Kabupaten Karangasem rimpangnya dimanfaatkan sebagai obat panu yaitu dengan cara menggosok rimpangnya pada bagian kulit yang ada panunya dan sebagai obat batuk dengan cara rimpang diparut, ditambah garam dan jeruk lengis, lalu direbus di air mendidih kemudian diminum. 913
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
Rimpang L. galanga menurut Scheffer and Jansen (1999), digunakan untuk mengatasi penyakit kulit, gangguan pencernaan, kolik, disentri,pembesaran limpa, penyakit pernafasan, kanker mulut dan perut. Menurut Kaushik et al. (2011), L. galanga memiliki fungsi anti-imflammatori dan analgesik, berpotensi sebagai antikanker dan antimelanogenik, antileishmanial, dan antimikrobial.
Catharanthus roseus G.Don Habitus berupa tumbuhan semak, tahunan, tegak dengan tinggi 1‒2 m. Batang berkayu, bulat, bercabang, beruas dan berwarna hijau. Daun tunggal, letaknya silang berhadapan, berbentuk bulat telur dengan ujung terdapat getah dan pangkal tumpul, tepi rata, mengilat, tangkai panjang 2‒6 cm, lebar 1‒3 cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau. Bunga tunggal, terletak di ketiak daun, mahkota berbentuk terompet, tangkai panjang 2,5‒3 cm, kelopak bertajuk lima, bentuk runcing. Benang sari lima, kepala sari berwarna kuning, tangkai putik putih. Buah kotak dengan bentuk pipih, saat masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna cokelat. Biji kecil, keras, dan berwarna cokelat. Akar berupa akar tunggang dan berwarna putih. Berdasarkan penelitian Ibrahim et al. (2011), ekstrak tumbuhan C. roseus memiliki aktivitas antibakterial dan antidiabetik. Di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, daunnya C. roseus dapat dimanfaatkan untuk obat hipertensi, diabetes, dan leukemia, caranya daun direbus dan diminum airnya selain itu daunnya juga dapat digunakan sebagai obat luka baru dan bisul atau bengkak, caranya daun ditumbuk hingga halus dan dioleskan di bagian yang luka. Informasi di Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng bunga C. roseus dapat dimanfaatkan sebagai obat bisul/bengkak dengan cara dibuat boreh dan ditempel di bagian yang sakit. KESIMPULAN Dari penelitian di atas diperoleh informasi bahwa terdapat 612 informasi kegunaan tanaman obat dari 239 jenis tanaman obat yang berhasil dikumpulkan dari 10 laporan perjalanan Sub Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat “Lontar Usada” Bali. Tanaman obat yang paling banyak digunakan adalah Zingiber officinale Roxb. (12), Alstonia scholaris (L.)R.Br. (9), Kalanchoe pinnata Pers (8), Phaleria macrocarpa Boerl (7), Languas galanga (L.) Stuntz (7), dan Catharanthus roseus G. Don (7). Bagian tumbuhan obat yang paling banyak digunakan adalah daun. Hingga Agustus 2014, koleksi tanaman obat Kebun Raya “Eka Karya” Bali sebanyak 335 jenis, 222 marga, dan 87 suku. DAFTAR PUSTAKA Ali, R., B. I. J. Atangwho, N. Kuar, I A. H. Mohamed, A. J. Mohamed, M. Z. Asmawi & R. Mahmud. 2012. “Hypoglycemic and Anti-Hyperglycemic Study of Phaleria Macrocarpa Fruits Pericarp.” Journal of medicinal Plants Research 6 (10), 1982‒1990.
914
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
Gotama, I.B.I., S. Sugiarto, M. Nurhadi, Y. Widiyastuti, S. Wahyono, I.J. Prapti. 1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid V, 147-8. Jakarta: Departemen Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hamzari. 2008. “Identifikasi Tanaman Obat-obatan yang Dimanfaatkan oleh Mayarakat Sekitar Hutan Tabo-Tabo.” Jurnal Hutan dan Masyarakat 3 (2), 111‒234. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II dan III. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. Hidayat, S., S.Wahyuni & S. Andalusia. 2008. Seri Tumbuhan Obat Berpotensi Hias (1). Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Ibrahim, M., S. S. Mehjabeen & M.L. Narsu. 2011. “Pharmacological Evaluation of Catharanthus Roseus.” Journal of Pharmaceutical Applications 2 (3), 165‒173. Kaushik, D., J. Yadav, P. Kaushik, D. Sacher, & R. Rani. 2011. “Current Pharmacological and Phytochemical Studies of the Plant Alpinia galanga.” Journal of Chinese Integrative Medicine 9 (10), 1061–1065. Majaz, Q., A.U. Tatiya, M. Khurshid, S. Nazim & S. Siraj. 2011. “The Miracle Plant (Kalanchoe Pinnata): A Phytochemical and Pharacological Review.” Journal of Research in Ayurveda and Pharmacy 2 (5), 1478V‒1482. Matthew, S., K.K. Khosia, C. Mattewand, & D. Bhowmik. 2013. “Preliminary Phytochemical Studies of Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers.” Journal of Medicinal Plants Studies. Pankti K., G. Payal, C. Manodeep, & K. Jagadish. 2012. A Phytopharmacological Review of Alstonia scholaris: A Panoramic Herbal Medicine. Pathan, R.K., P.R. Gali, P. Pathan, T.Gowtham & S. Pasupuleti. 2012. “In Vitro Antimicrobial Activity of Citrus aurantifolia (Christm. & Panz.). Swingle Andids Phytochemical Screening.” Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 5328‒5331. Rifai, M.A., Rugayah, & E. A. Wijaya. 1992. Tiga puluh Tumbuhan Obat Langka Indonesia, 27. Penggalang Taksonomi Tumbuhan Indonesia. Scheffer, J.J.C. & P.C.M. Jansen. 1999. “Alpinia galanga (L.) Willd. de Guzman, C.C. and Siemonsma, J.S.(Eds).” Plant Resources of South-East Asia, 13, Spices, 65-68. Leiden: Backhuys publishers. Sutarno, H., E. A. Hadad & M. Brink. 1999. “Zingiber officinale” Roscoe. de Guzman, C.C. and Siemonsma, J.S.(Eds). Plant Resources of South-East Asia, 13, Spices. Leiden: Backhuys publishers. Tengah, I G.P., I W. Arka, N. M. Sri Tamin, I B. Indra Gotama, & H. Sihombing. 1995. Studi Tentang: Inventarisasi, Determinasi dan Cara Penggunaan Tanaman Obat pada Lontar Usada di Bali. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI Jakarta. Van Wijk, b-Erik and M. Wink. 2004. Medicinal Plants of the World: An Illustrated Guide to Important Medicinal Plants and Their Uses. Times edition. Singapura. Zulnely, E.S., Sumadiwangsa, E. Dahlian dan U. Kulsum. 2004. “Komponen Aktif 20 Jenis Tumbuhan Obat di Taman Nasional Gunung Halimun.” Jurnal penelitian Hasil Hutan 22(1), 43‒50.
915
Ekspose dan Seminar Pembangunan Kebun Raya Daerah
Membangun Kebun Raya untuk Penyelamatan Keanekaragaman Hayati dan Lingkungan Menuju Ekonomi Hijau
916