STUDI SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS KEGIATAN IMUNISASI DI PUSKESMAS Se-KOTA GOROTALO Sity Rahma Junus, Rany A. Hiola, Lia Amalia1 Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRAK Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan medis, termasuk kegiatan imunisasi. Aktifitas pelayanan menghasilkan limbah medis sisa kegiatan imunisasi. Limbah medis ini termasuk dalam kategori infeksius / limbah benda tajam yang senantiasa memungkinkan terjadinya penularan penyakit. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sistem pengelolaan limbah medis kegiatan imunisasi di Puskesmas Se-Kota Gorontalo. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis dan metode survai yang mengambil lokasi di puskesmas se-Kota Gorontalo. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 29 orang yang terdiri dari 1 petugas sanitarian Dinas Kesehatan, 1 pengelola program imunisasi Dinas Kesehatan, 9 kepala puskesmas, 9 petugas sanitasi, dan 9 pengelola program imunisasi puskesmas se-Kota Gorontalo. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa proses pengelolaan limbah medis kegiatan imunisasi dilihat dari kegiatan minimasi limbah telah terlaksana dengan baik. Sedangkan dalam hal kegiatan pemilahan, pewadahan, penampungan, pengangkutan, dan pemusnahan masih kurang maksimal. Kendala paling besar terletak pada proses pemusnahan akhir. Disarankan untuk puskesmas mengatur jadwal pengiriman limbah, menyediakan foster-foster informasi, merencanakan dan melakukan pembenahan manajemen sistem pengelolaan limbah dan memilih tahapan sistem pengelolaan yang praktis.
Kata Kunci : Limbah Medis, Kegiatan Imunisasi, Puskesmas.
1
Sity Rahma Junus Mahasiswi Pada Jursan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo : Dra.Rany A.Hiola, M.Kes dan Lia Amalia, S.KM, M.Kes Dosen Pembimbing Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo
Pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari tujuan dan upaya pemerintah dalam memberikan arah pembangunan ke depan bagi bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan harus
dilaksanakan secara
terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai tahapannya, guna tercapai tujuan yang dimaksud. Upaya mempercepat pencapaian sasaran-sasaran MDGs pada tahun 2015 merupakan entry point (titik masuk) menuju pembangunan kesehatan yang lebih baik. Pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “ paradigma sehat” yaitu pembangunan kesehatan yang mengutamakan pada upaya pelayanan peningkatan
kesehatan
(promotif)
dan
pencegahan
penyakit
(preventif)
dibandingkan dengan upaya pelayanan penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Harahap, 2010). Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan medis hingga rawat jalan, termasuk kegiatan imunisasi yang saat ini dilakukan dalam skala besar. Salah satu upaya untuk mendukung pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif) adalah dengan penyediaan program pelayanan imunisasi di puskesmas. Pelaksanaan program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat penyakit yang
dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I). Penyakit-penyakit yang saat ini masuk dalam program imunisasi adalah tuberculosis, difteri, pertusis, polio, hepatitis B, dan tetanus. Namun di sisi lain setiap kali ada aktifitas pelayanan tentunya akan menghasilkan limbah medis sisa kegiatan imunisasi. Limbah medis ini termasuk dalam kategori infeksius / limbah benda tajam yang senantiasa memungkinkan terjadinya penularan penyakit, karena pada umumnya limbah medis yang dihasilkan oleh sarana pelayanan kesehatan dianggap sudah terkontaminasi oleh bakteri, virus ataupun kuman penyakit lainnya (Depkes RI, 2006). Benda tajam khususnya jarum suntik meskipun dalam jumlah sedikit, tetapi dapat menghasilkan dampak yang sangat besar terhadap kesehatan. Pada tahun 2000, WHO mencatat kasus infeksi akibat tusukan jarum yang terkontaminasi diperkirakan mengakibatkan terinfeksi virus Hepatitis B sebanyak 21 juta (32%
dari semua infeksi baru), terinfeksi virus Hepatitis C sebanyak 2 juta (40% dari semua infeksi baru), infeksi HIV sebanyak 260.000 (5% dari seluruh infeksi baru) (Pruss. A, 2005). Limbah yang dihasilkan puskesmas terutama limbah tajam imunisasi dapat membahayakan seperti misalnya sampah benda-benda tajam dapat menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan yang serius, diantaranya bahaya kematian yaitu dengan membiarkan semprit dan jarum bekas berada di tempat atau tanah terbuka menimbulkan resiko bagi masyarakat. Paling sering, anak-anak menjadi korban terkena luka tusukan jarum akibat pembuangan jarum yang di lakukan sembarangan. Selain itu juga membuang semprit dan jarum bekas di sungai dapat mengotori air yang digunakan untuk minum dan mencuci (Depkes RI, 2006). Kota Gorontalo merupakan ibukota provinsi Gorontalo, secara geografis mempunyai luas 79,03 km2. Kota Gorontalo di bagi 9 kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan dan memiliki 9 unit puskesmas. Dimana kegiatan pelayanan imunisasi di lakukan setiap hari baik dilaksanakan perkelurahan maupun di puskesmas itu sendiri. Kegiatan imunisasi ini menghasilkan limbah medis berupa jarum suntik, disposable, flakon, ampul, kapas, dan handscoon. Pada awal tahun 2005 - 2008 dinas kesehatan kota mempunyai Incinerator untuk pengolahan dan pemusnahan limbah medis dari puskesmas, incinerator ini dapat mengcover limbah medis yang ada di puskesmas, tetapi memasuki tahun 2008 kondisi incinerator rusak sehingga terjadi penumpukkan sampah medis di puskesmas. Tahun 2009 - 2010 ada pengadaan incinerator kecil di tingkat puskesmas yaitu wongkaditi, limba, dungingi, dan buladu, tetapi kondisinya rusak tidak dapat dipergunakan lagi sampai sekarang (Dikes PL Kota Gorontalo, 2012). Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran sistem pengelolaan limbah medis kegiatan imunisasi berdasarkan minimasi limbah, pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang limbah medis, tempat penampungan sementara, pengangkutan, dan pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir. METODE PENELITIAN Penelitian ini telah di lakukan di sembilan puskesmas se-Kota Gorontalo dan di Dinas keshatan Kota Gorontalo. Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 11
November – 11 Desember Tahun 2013. Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, selain itu juga menggunakan metode survai yang menjelaskan sistem pengelolaan limbah medis kegiatan imunisasi se-Kota Gorontalo. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci dan informan biasa yang merupakan tenaga kesehatan yang berada di puskesmas dan dinas kesehatan Kota Gorontalo. Keseluruhan jumlah informan yaitu 29 orang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari menggunakan pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Mengenai kehadiran peneliti dalam lapangan, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, peneliti menggunakan tape recorder dan catatan lapangan sebagai alat bantu. Tehnik analisis data menggunakan analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Tehnik pengecekan keabsahan data yang digunakan peneliti adalah ketekunan pengamatan dan triangulasi. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1) Minimasi limbah Tahap minimasi limbah telah dilakukan oleh seluruh puskesmas yang ada di Kota Gorontalo. Kegiatan tahap minimasi limbah yang dilakukan antara lain kegiatan perawatan dan pembersihan, penggunaan bahan produksi lebih awal, dan pengecekan tanggal kadaluarsa. Dari ke-9 puskesmas yang ada, seluruh kegiatan minimasi limbah yang telah disebutkan di atas dilakukan oleh seluruh puskesmas tersebut. Dalam kegiatan perawatan dan pembersihan, dalam hal ini untuk vaksin imunisasi perlu diperhatikan pengelolaan peralatan vaksin. Pada pengelolaannya, untuk menjaga kualitas vaksin, vaksin harus disimpan pada waktu dan tempat, dan kendali suhu tertentu sesuai peraturan yang tertuang dalam Kepmenkes RI No. 42 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi. Dari sembilan puskesmas yang ada untuk kepemilikan peralatan vaksin sudah memenuhi tapi untuk puskesmas Dumbo raya belum memiliki lemari es untuk menyimpan vaksin dan sementara waktu di titipkan di Puskesmas Tamalate. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh salah satu informan
“torang sudah melakukan perawatan vaksin tapi untuk lemari es kami belum memiliki, untuk sementara vaksin di titipkan di Puskesmas Tamalate”(ibu Ek, pengelola program imunisasi Puskesmas Dumbo Raya). Untuk ke sembilan puskesmas yang menjadi lokasi penelitian ini, sudah melakukan proses minimasi limbah dengan cara mengelola penggunaan vaksin lebih awal dan mengecek tanggal kadaluarsa vaksin. Jika masih ditemukan vaksin yang sudah kadaluarsa di puskesmas, maka akan dilakukan pemusnahan dengan cara lebih dulu mengirimkan surat ke gudang farmasi yang disusul oleh pengiriman vaksin yang sudah kadaluarsa untuk dilakukan pemusnahan di gudang farmasi. Ini berdasarkan hasil wawancara dengan seorang informan yang mengatakan bahwa “untuk vaksin yang kadaluarsa kami membuat berita acara”.(Ibu Ht, pengelola program imunisasi Puskesmas Limba B) 2) Proses Pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali dan daur ulang Tahap pemilahan telah diakukan oleh seluruh puskesmas meskipun dalam pelaksanaannya masih tejadi pencampuran antara limbah medis dan limbah medis non medis. Hal ini berdasarkan hasil wawancara dari salah satu informan dari puskesmas Dumbo Raya yang menyatakan bahwa “untuk pemilahan limbah medis sudah dilakukan tetapi tidak bisa dipungkiri itu masih juga terjadi pencampuran.” (Ibu Ek, Pengelola program Imunisasi Puskesmas Dumbo Raya). Pada tahap pemilahan ini untuk limbah jarum suntik/ disposable seluruh puskesmas dipisahkan dengan limbah lainnya. Limbah yang telah dipilah-pilah berdasarkan jenisnya dimasukkan ke wadah yang disesuaikan dengan jenis limbah hasil pemilahan. Pewadahan yang dilakukan harus menggunakan wadah berupa safety box dengan simbol biohazard, hal ini telah sesuai dengan Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit yaitu benda tajam sebaiknya ditampung menggunakn safety box atau terbuat dari bahan yang kuat. Sedangkan untuk pemilahan limbah berupa flakon, ampul, kapas, handscoon telah dilakukan pemilahan yaitu dipisahkan dengan limbah non medis namun dalam hal ini wadah yang digunakan masih belum sesuai dimana
beberapa
puskesmas
yaitu
Puskesmas
Sipatana,
Dungingi,
Wongkaditi
menggunakan safety box sebagai tempat untuk membuang limbah. Di Puskesmas Buladu pewadahannya menggunakan kantong plastik tanpa simbol biohazard sebagai wadah flakon, ampul, kapas, handscoon dan di Puskesmas Tamalate, Dumbo Raya, Pilolodaa, Limba B, Dulalowo hanya menggunakan keranjang sampah biasa sebagai wadah untuk menampung limbah. Menurut Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 penggunaan kantong plastik dan keranjang sampah sebagai wadah menampung limbah belum sesuai. 3)
Tempat Penampungan Di Puskesmas Wongkaditi limbah yang dipilah ditampung di dalam gudang
incinerator, dengan ukuran 2 x 2 meter. Ukuran gudang tempat penampungan ini sudah sesuai dengan banyaknya limbah yang dihasilkan. Lokasi gudang yang dijadikan tempat penampungan ini terpisah dari gedung utama puskesmas sehingga
tidak
menggangu
aktifitas
pelayanan
puskesmas.
Frekuensi
penampungan yang ada di puskesmas ini telah melebihi batas waktu yang telah direkomendasikan yaitu ≤ 27 jam. Artinya untuk penampungan limbah yang ada sudah mengalami penumpukan. Hal ini terjadi diakibatkan oleh incinerator yang dimiliki puskesmas telah rusak. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu informan Sudah lama ditumpuk diruangan incinerator sebagai tempat penampungan sementara karena tidak diangkut (Ibu Rp,petugas sanitasi Puskesmas Wongkaditi) Untuk tempat penampungan sementara di Puskesmas Dumbo Raya, limbah di tampung dalam sebuah ruangan yang berada di dalam puskesmas, tercampur dengan limbah lain berupa kardus kosong. Ruangan yang digunakan tidak terkunci sehingga memungkinkan masuknya hewan pengerat atau serangga. Sedangkan untuk lama penampungan telah >27 jam dan terjadi penumpukan karena Puskesmas Dumbo Raya tidak memiliki alat pemusnah limbah. Hal ini seperti yang pernyataan salah satu informan
“Jemputan dari dinas belum ada, sehingga limbah medis masih menumpuk dipuskesmas” (Ibu Lu, Petugas Sanitarian Puskesmas Dumbo Raya) Sementara di Puskesmas Tamalate tidak memiliki tempat penampungan sementara limbah. Dari hasil observasi ditemukan bahwa limbah yang dihasilkan dari kegiatan imunisasi di letakkan dibawah tangga yang ada di puskesmas, dan lama penampungan limbah sudah >27 jam karena puskesmas tidak memiliki incinerator. Selanjutnya tempat penampungan limbah yang dihasilkan dari kegiatan imunisasi di Puskesmas Limba B, untuk limbah yang dihasilkan diletakkan di salah satu ruangan staf, diletakkan didekat lemari es untuk penyimpanan vaksin. Di Puskesmas Limba B ini sudah memiliki incinerator tapi alat ini tidak berfungsi lagi, lama penampungan limbah ini sudah >27 jam. Hal ini juga seperti peryataan dari salah satu informan “karena tidak ada pengangkutan berarti sudah lama tertumpuk di ruang penampungan” (Ibu Zd,Petugasa sanitasi Puskesmas Limba B) Di Puskesmas Pilolodaa tidak memiliki tempat penampungan limbah. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan imunisasi ini langsung dibawa dan di masukkan ke tempat sampah medis yang kemudian dibakar. Lain halnya di Puskesmas Buladu yang memiliki incinerator
namun sudah tidak berfungsi lagi. Untuk tempat
penampungan limbahnya digunakan ruangan incinerator yang jika dilihat dari segi kelayakan tempat sudah sesuai. Tapi dari hasil observasi, masih juga ditemukan limbah medis berupa jarum suntik/disposable yang berserakan di tanah yang berada di samping ruangan incinerator. Untuk Puskesmas Dungingi, tempat penampungan limbah digunakan ruangan incinerator tapi ruangan ini tidak terkunci dan sudah ada limbah yang berserakan atau keluar dari ruangan tersebut. Hal ini diakibatkan terjadi banjir di Puskesmas Dungingi yang berhasil menerobos masuk ke dalam tempat penampungan sehingga safety box yang dijadikan sebagai wadah unruk menampung limbah menjadi basah dan rusak. Jadi keadaan didalam ruangan penampungan sudah
tidak teratur dengan baik. Di puskesmas ini sudah memiliki incinerator tapi sudah tidak berfungsi lagi sehingga terjadi penumpukan limbah dengan lama penampungan >27 jam. Untuk Puskesmas Dulalowo tempat penampungan limbah berada di daerah sekitar puskesmas. Ruangan yang digunakan ini hanya ditutupi dengan terali besi, sehingga dapat dikatakan bahwa ruangan ini merupakan ruang terbuka yang memungkinkan serangga atau hewan pengerat dapat masuk keruangan tersebut. Di puskesmas ini juga tidak memiliki incinerator dan lama penampungan limbah yang dilakukan sudah melebihi dari apa yang ditentukan. Sedangkan di Puskesmas Sipatana tidak memiliki tempat atau ruangan khusus untuk menampung limbah. Tempat yang digunakan sebagai tempat penampung hanya meminjam bangunan kantor yang berada di depan puskesmas. Walaupun sudah memiliki tempat penampungan, tapi ruangan ini dibiarkan terbuka. Sehingga masih dalam kualifikasi tempat yang belum sesuai. Puskesmas ini juga merupakan salah satu puskesmas yang tidak memiliki incinerator, yang mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah. Hal ini juga disebabkan oleh karena lama penampungan yang sudah >27 jam dari apa yang ditentukan. Mengacu
pada
persyaratan
tempat
penampungan
yang
telah
direkomendasikan oleh WHO, dari ke sembilan puskesmas yang menjadi tempat penelitian tidak ada satu pun yang memenuhi syarat yang telah direkomendasikan. Keadaan seperti ini harus diperhatikan oleh instansi yang bersangkutan untuk perbaikan dan kelayakan sistem penampungan yang ada di masing-masing puskesmas. 4) Pengangkutan (Transportasi) Untuk pengangkutan jarum suntik/disposable ini diseluruh puskesmas yang ada tidak menggunakan wadah atau tempat untuk mengumpulkan limbah melainkan jarum suntik/disposable yang sudah berada di dalam safety box diangkut ke tempat penampungan sementara maupun ke tempat penangan akhir limbah. Berdasarkan wawancara dengan salah satu informan di puskesmas Wongkaditi mengatakan :
“Untuk mengangkut jarum suntik/disposable tidak menggunakan wadah lain tapi langsung safety box itu di angkat dan dipindahkan ke gudang incinerator karena safety box itu sudah aman ” (Ibu RP, Petugas sanitasi Puskesmas Wongkaditi) Sedangkan untuk pengangkutan flakon, ampul, kapas, handscoon di beberapa puskesmas berbeda, seperti misalnya di puskesmas Dumbo Raya, Dungingi, Sipatana, dan Wongkaditi, diangkut menggunakan safety box yang digunakan untuk menampung limbah tersebut. Untuk puskesmas Tamalate, Limba B, Pilolodaa, Buladu, Dulalowo menggunakan tempat sampah untuk mengangkut limbah tersebut ke tempat penampungan maupun tempat pemusnahan. Rata-rata untuk petugas yang menangani limbah di puskesmas melekat pada tugas dari petugas sanitasi yang ada dipuskesmas. Namun di puskesmas Tamalate dan Pilolodaa yang bertugas mengangkut limbah adalah cleaning service, sehingga banyak kendala yang dihadapi dalam pengangkutan limbah.. Hanya di Puskesmas Dumbo Raya, Tamalate, Limba B, dan Buladu yang menggunakan handscoon disaat menangani limbah. Itu pun belum sesuai karena handscoon yang digunakan masih saja bisa ditembus oleh benda tajam. Jadi untuk pengangkutan limbah, di Sembilan puskesmas ini belum memperhatikan hal-hal atau standar yang ditentukan dalam pengangkutan, karena masih banyak hal-hal yang belum sesuai seperti alat yang digunakan untuk mengangkut serta alat pelindung yang digunakan. 5) Pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah medis padat Untuk penanganan akhir jarum suntik/disposable di Puskesmas Dumbo Raya dan Limba B pernah dimusnahkan dengan cara dibakar/ditimbun ada juga yang dibuang ke TPA. Hal ini disebabkan karena puskesmas ini tidak memiliki fasilitas atau alat untuk memusnahkan limbah atau mamiliki alat namun sudah tidak dapat difungsikan. Namun saat ini penanganan seperti ini tidak dilajutkan lagi karena lahan yang digunakan untuk penimbunan dan pembakaran sudah tidak ada lagi sehingga terjadi penumpukan. Di Puskesmas Dulalowo pemusnahannya hampir sama dengan puskesmas Dumbo Raya dan Limba B. Bedanya di puskesmas sama sekali tidak memiliki
alat pemusnah limbah. Kondisi ini didukung dengan adaya pernyataan dari salah satu informan yaitu “Karena limbah medis di puskesmas paling banyak adalah jarum suntik sehingga penanganannya sederhana, tidak memerlukan peralatan dan tenaga yang fungsional, seharusnya limbah itu dimusnahkan lewat incinerator tapi incinerator di kota tidak ada jadi kita hanya menggunakan galian dan dibakar” (Bpk Al, Kepala Puskesmas Dulalowo) Cara penanganan yang seperti ini tidak sesuai dengan Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004
bahwa benda tajam harus diolah
dengan incinerator . Lain halnya dengan Puskesmas Pilolodaa yang melakukan pemusnahan jarum suntik menggunakan nidle destroyer untuk menghancurkan jarum suntik ini sudah tepat dan untuk dispo dibakar dengan limbah lainnya di tempat sampah medis yang telah disediakan di puskesmas. Sedangkan untuk Puskesmas Tamalate, Buladu, Dungingi, Sipatana, dan Wongkaditi tidak melakukan pemusnahan, dimana limbah dibiarkan menumpuk di tempat penampungan sementara karena puskesmas tidak memiliki fasilitas yang mendukung pengelolaan limbah dan ada juga incinerator yang mereka miliki sudah tidak berfungsi lagi. Hal ini dibenarkan dari hasil wawancara Kepala Puskesmas Dungingi yang menyatakan bahwa “sarana tidak bisa difungsikan lagi, sehingga limbah medis menjadi tertumpuk”. (Ibu Lp, Kepala Puskesmas Dungingi) Jadi dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa hampir seluruh puskesmas di Kota Gorontalo belum melakukan pemusnahan limbah dengan baik, kecuali Puskesmas Pilolodaa. Untuk penanganan akhir flakon, ampul, kapas, handscoon di Puskesmas Dumbo
Raya,
Pilolodaa,
dan
Wongkaditi
dimusnahkan
dengan
cara
dibakar/ditimbun seperti hasil wawancara dengan salah satu informan yang mengatakan “untuk flakon, ampul, kapas, handscoon dimusnahkan dengan dengan cara dibakar di dalam tempat sampah medis”.(Bpk, My, Petugas Sanitasi Puskesmas Pilolodaa)
Hal ini tidak sesuai dengan Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa untuk limbah infeksius sebaiknya di musnahkan menggunakan incinerator, karena ampul dan flakon terbuat dari bahan kaca/tajam maka tidak akan cepat musnah jika tidak dilakukan pembakaran dengan suhu yang tepat. Hal ini dibenarkan oleh informan dari Dinas Kesehatan Kota Gorontalo “pembakaran yang dilakukan mesti diawasi dan dijaga sampai hancur karena ini kaca tidak cepat membaur dengan tanah, itu pentingya incinerator karena semua limbah flakon, ampul yang dimasukkan semuanya dibakar habis”.(Ibu Fm, Kepala seksi surveilans dan imunisasi dinas kesehatan Kota Gorontalo) Sedangkan untuk Puskesmas Limba B yang membuang limbah ke TPA. Untuk puskesmas lainnya seperti Puskesmas Buladu, Tamalate, Dungingi, Dulalowo, Sipatana, untuk limbah ini tidak dilakukan pemusnahan tetapi dibiarkan menumpuk di tempat penampungan atau ruang incinerator. Jadi untuk cara pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah medis padat di Sembilan puskesmas se-Kota Gorontalo belum sesuai dengan apa yang di rekomendasikan dalam Permenkes RI 1204/MENKES/SK/X/2004. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil Penelitian menunjukkan bahwa proses pengelolaan limbah medis kegiatan imunisasi dilihat dari kegiatan minimasi limbah telah terlaksana dengan baik. Sedangkan dalam hal kegiatan pemilahan, pewadahan, penampungan, pengangkutan, dan pemusnahan masih kurang maksimal. Kendala paling besar terletak pada proses pemusnahan akhir. Saran Saran bagi puskesmas harus mengatur jadwal pengiriman limbah tidak lebih dari 72 jam (3 hari) waktu tampung, harus merencanakan dan melakukan pembenahan / menata kembali manajemen sistem pengelolaan limbah medis yang masih terbatas dari segi sumber daya dan fasilitas, puskesmas dapat memilih tahapan-tahapan sistem pengelolaan yang praktis dengan menyesuaikan kuantitas limbah yang dihasilkan seperti pengadaan autoclave, needle cutter, needle burner sebagai alat pemusnah limbah. Dan untuk Dinas Kesehatan di sarankan juga untuk
segera melakukan perbaikan incinerator yang sudah rusak serta perlu menyediakan poster-poster informasi mengenai hal-hal yang dapat menimbulkan resiko pajanan limbah medis bagi petugas yang menangani limbah.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Kesehatan Penyehatan Lingkungan. 2012. Profil Dinas Kesehatan Kota Gorontalo. Gorontalo: Dinas Kesehatan Kota Gorontalo Harahap, Y. 2010. Efektivitas Metode Diskusi dan Ceramah Terhadap Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Membuang Limbah Medis Padat Di Puskesmas Kota Medan. Tesis, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Kementrian Kesehatan Indonesia. 2013. Kepmenkes RI No. No. 42 Tahun 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI Kementrian Kesehatan Indonesia.
2006. Modul materi dasar 1 kebijakan
program imunisasi Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas. Jakarta: Depkes RI Kementrian Kesehatan Indonesia. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI Pruss A, Giroul T, Rushbrook. 2005. Pengelolaan Aman Limbah Layanan Kesehatan. Jakarta :EGC