PT. PERTAMINA EP -PPGM
Bab-2
PENDEKATAN PENGELOLAAN
LINGKUNGAN
Program
pengelolaan
lingkungan
terhadap
komponen
lingkungan
yang
mengalami perubahan mendasar (dampak penting) baik positif maupun negatif sebagai akibat dari rencana kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok, dilaksanakan melalui
tiga pendekatan yaitu pendekatan teknologi, pendekatan ekonomi dan
pendekatan institusi atau kelembagaan untuk mencegah dan menanggulangi dampak lingkungan
negatif dan pengembangan dampak lingkungan positif. Pencegahan
merupakan upaya yang dilaksanakan untuk tidak memberikan kesempatan terjadinya dampak negatif karena telah dicegah sebelumnya. Upaya yang dilakukan dapat berupa penyesuaian
desain
proses
atau
pemilihan
peralatan
yang
ramah
lingkungan.
Penanggulangan dampak merupakan upaya tindakan penanganan dampak untuk tidak memberi kesempatan meningkat dan meluasnya dampak negatif tersebut. Dalam hal ini dapat berarti pula sebagai upaya memperkecil atau bahkan menghilangkan dampak negatif yang telah timbul . Selain mencegah dan menanggulangi dampak negatif, upaya pengelolaan lingkungan juga dilakukan dalam rangka program pengembangan dampak positif yang diperkriakan akan terjadi. 2.1. PENDEKATAN TEKNOLOGI 2.1.1. Teknologi Pengelolaan Limbah 2.1.1.1. Limbah dari Kegiatan Pemboran Sumur Pemboran A. Lumpur pemboran Lumpur bor yang digunakan merupakan lumpur bor berbahan dasar air (water
based mud) dan lumpur bor berbahan dasar minyak sintetik (synthetic oil based mud) yang terbuat dari minyak kelapa sawit (crude palm oil = CPO), sehingga kedua
jenis
lumpur
tersebut
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
dikategorikan
sebagai
lumpur
non-toksik. II-1
PT. PERTAMINA EP -PPGM
Penggunaan
lumpur
bor
non-toksik
ini
juga
mengurangi
kemungkinan
pencemaran air tanah apabila terjadi limpasan air hujan dari mud pit. Dampak dari kegiatan operasi pemboran sumur pengembangan terhadap kualitas air terjadi pada tahap operasi. Sumber dampak tersebut berasal dari kegiatan: Limbah pemboran berupa air bekas pemboran, lumpur sisa pemboran dan serbuk bor. Air sisa pemboran yang berasal dari pencucian: peralatan pemboran dan lantai rig selama kegiatan berlangsung diperkirakan ± 2.916 m3 (90 hari x 32,4 m3/hari). Pengelolaan lumpur bor yang sudah tidak terpakai lagi atau lumpur yang telah berulangkali disirkulasi ke dalam sumur bor, sehingga mencapai tingkat toleransi kandungan padatan yang tidak dapat dipisahkan lagi dengan alatalat pemisah (solids control). Berkurangnya lumpur akibat hilang lumpur (partial loss atau total loss circulation) ke dalam formasi selama lumpur disirkulasikan melewati anulus yang belum dipasang selubung dan saat penyambungan pipa diperkirakan ±10% dari jumlah total lumpur awal, maka sisa lumpur bor pada kegiatan pemboran sumur pengembangan adalah ± 970,1 m3. Limbah padat berupa serbuk bor (cutting ) yang dihasilkan dari proses pemboran yang diperkirakan sebanyak ± 538,9 m3, dihitung mulai dari permukaan sebagai berikut: -
Trayek 30” (0-30 m), dihasilkan serbuk bor sebanyak 3,14 x (18 x 0,0254 m)2 x 30 m = 19,7 m3
-
Trayek 20” (30-600 m), dihasilkan serbuk bor sebanyak 3,14 x (13 x 0,0254 m)2 x 570 m = 297,9 m3
-
Trayek 13 3/8” (600-1500 m), dihasilkan serbuk bor sebanyak 3,14 x (8,75 x 0,0254 m)2 x 900 m = 93,0 m3
-
Trayek 9 5/8” (1500-2900 m), dihasilkan serbuk bor sebanyak 3,14 x (6,125 x 0,0254 m)2 x 1400 m = 106,4 m3
-
Trayek 7” (2900-3.500 m), dihasilkan serbuk bor sebanyak 3,14 x (4,25 x 0,0254 m)2 x 600 m = 21,9 m3
Volume bak penampung 1.500 m3 cukup untuk menampung bila terjadi curah 3
2
hujan sebanyak 612 m (luas tanah penangkap air hujan 10.000 m , curah hujan maksimum 68 mm, durasi hujan satu jam dan koefisien limpasan bangunan bak penampung = 0,9). Skema pengelolaan limbah padat dan cair ini disajikan pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-2
PT. PERTAMINA EP -PPGM
B. Penanganan/Pengelolaan Setelah pemboran selesai, cuttings material diuji Toxicity Characteristic Leaching
Procedure (TCLP) dengan parameter Ba, Cd, Hg, Pb, Ag, Cr 6+, Zn dan Cu. Jika berdasarkan uji TCLP menunjukkan limbah padat memenuhi syarat untuk dibuang maka used mud akan dicampur dengan limestone (batugamping) dan bak penampung akan ditutup dengan tanah pucuk (top soil). Jika berdasarkan uji TCLP menunjukkan bahwa limbah padat tidak memenuhi syarat, maka pengelolaan limbah akan mengacu pada PP No. 18/1999 jo PP No. 85/1999 dan peraturan pelaksanaannya. Pengelolaan limbah pemboran: a. Pengelolaan lumpur bor segar (fresh mud) yang akan dilakukan adalah menggunakan MSDS dan menganalisis tingkat racun (toksisitas) lumpur segar sebelum dipergunakan untuk pemboran. b. Pengelolaan terhadap limbah pemboran yang terdiri dari cair dan padat (air limbah, lumpur sisa dan serbuk bor) mengacu pada Peraturan ESDM No. 045 Tahun 2006. Beberapa bak atau kolam yang akan digunakan antara lain: Kolam pengendapan cutting/Ground Pit 1 (15 m x 4,5 m x 4 m) digunakan untuk memisahkan limbah padat (serbok bor). Bak Oil Cathcher/Ground Pit 2 (5,6 m x 4,6 m x 1,5 m) berfungsi sebagai tempat memisahkan minyak dan limbah air pemboran. Apabila bak terdapat minyak maka minyak tersebut diambil/diisap dengan skimmer dan dibakar di burn pit. Bak koagulasi/Ground Pit 3 (4,2 m x 35 m x 1,5 m) yang berfungsi sebagai bak untuk membantu proses penggumpalan material, dimana pada kondisi tertenti ditaburkan kapur tohor dan tawas. Bak Water Disposal/Ground Pit 4 (11 m x 3 m x 1 m), pada bak ini terdapat ijuk, kerikil dan arang kayu yang digunakan untuk menghilangkan partikel padat yang lebih halus dan menghilangkan bau serta menjernihkan air. Setelah kegiatan selesai, air limbah terakhir yang dihasilkan akan dianalisa TCLP, dimana dari hasil analisa bila air limbah terakhir tersebut mengandung limbah B3 maka akan dikelola sesuai ketentuan yang berlaku, tetapi apabila air limbah tidak mengandung limbah B3 atau masih berada di dalam baku mutu maka air akan dibuang ke aliran sungai terdekat. Sedangkan padatan
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-3
PT. PERTAMINA EP -PPGM
yang ada di kolam cutting dan bak pengolahan akan ditimbun dengan tanah dan di atasnya dilakukan revegetasi. Skema pengelolaan lumpur bor secara lebih detil ditunjukkan pada Gambar 2.1, sedangkan desain detil Ground pit , bak oil carcher, bak koagulasi, dan bak water sisposal disajikan pada Lampiran 3. c.
Pengelolaan serbuk bor yang menggunakan lumpur minyak akan dilakukan uji kandungan minyak dan atau uji TCLP pada serbuk bor (oil on cuttings). Pengelolaan serbuk bor dan sisa lumpur bor (limbah padat) akan mengacu kepada Peraturan Menteri ESDM No. 045 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor pada Kegiatan Pengeboran Minyak dan Gas Bumi, dan Tata Kerja Individu Penanganan Limbah Pemboran
Di
darat
Pemboran
sumur
PT
yang
PERTAMINA-EP menggunakan
No. lumpur
C-003/EP5000/2006-S0. bor
berbahan
dasar
minyak/sintetis (oil base mud) tidak dibuang ke lingkungan tetapi direkondisi untuk keperluan pemboran selanjutnya. C. Limbah cair Pengolahan air limbah pemboran dilakukan secara fisika dan kimia. Air limbah lain yang berasal dari kamar mandi akan ditampung dalam septic tank , sedangkan air hujan disalurkan ke saluran umum melalui parit. D. Limbah domestik Limbah domestik ditekankan pada limbah yang berasal dari kegiatan hunian tenaga kerja di lokasi kegiatan seperti mandi, mencuci dan memasak. Limbah domestik dapat berupa limbah padat maupun cair. Dengan jumlah pekerja yang cukup banyak serta kondisi morfologi lingkungan sekitar, maka limbah domestik berpotensi menjadi sumber dampak.
Limbah domestik baik cair maupun padat berasal dari kegiatan hunian dan aktivitas tenaga kerja serta bekas pembungkus ( packing) makan, minuman dan material pemboran. Upaya pengelolaan terhadap limbah tersebut adalah dengan membuat tempat penampungan yaitu: Untuk limbah biologis tenaga kerja (MCK) akan ditampung di septic tank (1,5 m x 2 m x 2 m) Untuk
limbah
padat
dari
aktivitas
tenaga
kerja
dan
bekas
pembungkus/packing material yang mudah terurai (pembungkus makanan, minuman, sak lumpur, sak semen dan packing kayu/karton) akan ditampung
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-4
PT. PERTAMINA EP -PPGM
dan dibakar di bak sampah (0,75 m x 0,75 m x 1 m). Sedang untuk material yang tidak mudah terurai (drum plastik dan plastik) dikumpulkan pada tempat tertentu di lokasi kegiatan. Setelah kegiatan selesai pada bak-bak tersebut dilakukan penimbunan dan untuk bekas pembungkus material yang tidak mudah terurai dibawa keluar lokasi untuk dibuang pada tempat pembuangan akhir (TPA) terdekat. E. Emisi gas Emisi gas dari kegiatan uji kandung lapisan (DST) akan dikelola dengan cara sebagai berikut : Pembakaran gas di flare pit setelah dipisahkan melalui separator, sehingga gas yang bersifat racun seperti H2 S akan terurai dan tidak bersifat toksik. Kondensat/minyak yang terproduksi disalurkan ke tangki penampung.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-5
Gambar 2.1. Sketsa Pengelolaan Lumpur Bor
PT. PERTAMINA EP -PPGM
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-6
PT. PERTAMINA EP -PPGM
6 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Ground Pit #1 Oil Catcher Ground Pit #2 Bak Koagulasi Ground Pit #3 Bak Filtrasi Ground Pit #4 Bak Air Bersih VSP Flare Pit Bak Cadangan
7
5 4
WELL WELL
3
9
10
8
2
1
11
Gambar 2.2. Skema Alir Limbah Cair/Lumpur Water Base Gas H2 S yang keluar dari formasi bersama lumpur bor pada saat kegiatan pemboran akan dikelola sebagai berikut : Gas H2S yang terkandung dalam lumpur bor dilarutkan dengan suspensi kalsium hidroksida ( Ca(OH)2 ) di bak lumpur, sehingga terbentuk garam sulfida. Untuk gas H 2S bebas yang tidak bisa diperkirakan jumlahnya, maka salah satu tindakan yang dilakukan adalah menghentikan sementara kegiatan pemboran dan evakuasi seluruh pekerja pemboran dan masyarakat yang berada di sekitarnya. Evakuasi terhadap masyarakat hanya dilakukan apabila arah angin menunjukkan bahwa angin menuju ke permukiman.
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk mendeteksi adanya gas H2S bebas sedini mungkin adalah : Melengkapi instalasi pemboran dengan alat penghembus udara yang besar
(fan) yang arahnya searah dengan arah angin. Memasang sensor gas H 2S di tempat tertentu seperti pada : shaleshaker, tangki lumpur dan lantai bor. Mengatur sensor gas H2 S pada konsentrasi yang dapat membahayakan jiwa manusia (ambang batas H2 S = 10 ppm). Tersedianya Breathing Apparatus (BA) dan personal detector gas H2S di lokasi pemboran untuk keselamatan manusia.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-7
PT. PERTAMINA EP -PPGM
G. Pengelolaan Pipa Yang Ditanam Terhadap Bencana Gempa Bumi Di daerah penelitian terdapat adanya beberapa pusat gempa dan juga telah terjadi kegiatan gempa. Ada kemungkinan pula gempa terjadi di waktu yang akan datang. Hal ini ada kemungkinan akan mempengaruhi stabilitas dan keutuhan pipa transmisi yang nantinya telah dipasang oleh Pertamina EP-PPGM. Oleh karena itu di dalam pemasangan pipa transmisi hendaknya PT Pertamina EP-PPGM mengantisipasi terhadap proses gempa tersebut dengan melindungi pipa transmisi sehingga gempa yang terjadi tidak akan mengganggu kestabilan posisi dan keutuhan pipa yang telah ditanam. Adapun pengelolaan untuk melindungi pipa tersebut adalah: a. Pipa harus dilengkapi dengan pelindung/pengaman tambahan (casing) yang tidak terputus-putus (monolite), b. Pada lubang galian pipa diberi material pasir, sehingga selubung terluar dari pipa yang ditanam adalah timbunan pasir yang matriknya mempunyai sifat mudah menyesuaikan bentuk dan posisi terhadap perubahan pola dan bentuk tempat dimana pasir ditimbun. 2.1.1.2. Limbah dari Kegiatan Pembangunan dan Operasional Kompleks Gas
Processing Facilities (GPF) A. Limbah cair Setelah kegiatan instalasi unit-unit proses dan pipa selesai, maka akan dilakukan uji hidrostatik terhadap pipa dan bejana-bejana proses. Uji hidrostatik ini akan membutuhkan air yang akan diambil dari air permukaan (air sungai). Air bekas uji hidrostatik akan dibuang ke sungai terdekat. Apabila dianggap perlu, air bekas uji hidrostatik akan dicek untuk mengetahui terpenuhinya kualitas air sesuai dengan baku mutu yang berlaku (sesuai Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi). Limbah cair dari operasional Gas Processing Facilities (GPF) berasal dari sistem pemisahan air formasi. Limbah tersebut mengandung beberapa polutan terutama kondensat/minyak, senyawa sulfur, dan padatan suspensi. Untuk dapat dibuang ke lingkungan (sungai) limbah tersebut harus diolah dengan alat waste water
treatment atau water injection (sumur injeksi). Limbah domestik cair dari para pekerja konstruksi akan ditampung dalam septic
tank.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-8
PT. PERTAMINA EP -PPGM
B. Limbah padat Limbah padat seperti kemasan bekas makanan, kaleng dan lainnya akan dikumpulkan dan dibuang pada tempat pembuangan akhir (TPA) terdekat di wilayah Kabupaten Banggai. Limbah domestik para pekerja di Gas Processing
Facilities (GPF) akan ditampung dalam septic tank. Limbah padat sisa pembangunan Gas Processing Facilities (GPF) akan dikumpulkan dan dibawa kembali oleh kontraktor PT. PERTAMINA EP - PPGM. C. Emisi gas Fasilitas produksi Gas Processing Facilities (GPF) mempunyai 5 sumber buangan gas, yaitu compressor gas, Low Pressure (LP) vent, High Pressure (HP) flare ,
heating medium heater dan power plant . Dari kelima sumber tersebut, HP flare merupakan sumber yang bersifat intermiten (tidak terus menerus). Akan tetapi berdasarkan jenis polutannya hanya LP vent yang mengandung gas H 2S, sedangkan yang lain mengandung CO2. Upaya pengelolaan dilakukan melalui desain peralatan proses yang disesuaikan dengan standar gas buang yang berlaku (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 129 tahun 2003). Empat hal berikut merupakan bahan pertimbangan didalam merancang flare : 1. Kecepatan gas keluar, yang langsung berkaitan dengan diameter atas untuk mendapatkan kecepatan antara flashback dan blow out atau pada lift-
off tertentu; 2. Intensitas radiasi, yang berkaitan dengan lokasi penyebaran kalor pembakaran; 3. Dispersi gas sisa pembakaran, yang berkaitan dengan lokasi penyebaran gas sisa pembakaran; 4. Posisi dari peralatan proses yang berkaitan dengan letak peralatan proses dengan minimum jarak sejauh 90 m dari sumber bahaya. D.
Sulphur Recovery Unit (SRU) Pemisahan sour gas dari senyawa impurities yang dilakukan oleh CO 2/H 2S
removal akan menghasilkan gas buang yang sebagian besar terdiri dari gas CO2 dan H2 S, oleh karena gas H2 S merupakan gas beracun maka perlu dibangun
Sulphur Recovery Unit (SRU) yang akan mengolah gas H2 S menjadi sulphur dalam bentuk padat atau tepung (powder). Diperkirakan jumlah sulphur yang dihasilkan per hari adalah 110 ton. Sulphur tersebut akan ditampung di tempat khusus penampungan sulphur selanjutnya dipasarkan. RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-9
PT. PERTAMINA EP -PPGM
E. Contaminated drainage water Di sekeliling kompleks Gas Processing Facilities (GPF)
akan dibangun parit
berukuran 60 x 30 cm sepanjang 8 km untuk menampung larian air hujan, sedangkan air larian yang mungkin terkontaminasi dengan minyak dari kompleks
Gas Processing Facilities (GPF) akan ditampung dan diproses dalam waste water treatment. Kondensat/minyak yang terperangkap dalam waste water treatment akan dihisap dan dipompakan kembali ke tangki. Air limbah dari waste water
treatment akan dibuang ke kolam di sekeliling Gas Processing Facilities (GPF), Air yang telah diproses memenuhi standar baku mutu yang berlaku (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2007) sebelum dibuang ke lingkungan. F. Fire fighting agents Bahan pemadam kebakaran yang akan digunakan adalah bahan yang tidak mengandung unsur halon (Non-Ozone Depleting Substances/Non-ODS ) karena dapat merusak lapisan ozon. G. Spent completion fluid dari production wells and completion activities Limbah cair dari air terproduksi yang mengandung garam-garam anorganik dan hidrokarbon akan disalurkan ke waste water treatment dan dibuang ke lingkungan setelah memenuhi baku mutu yang berlaku (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2007). H. Lumpur minyak ( oily sludge) Sesuai dengan SK Pertamina No. Kpts-074/C00000/2001-S0 tentang Pedoman Pengelolaan Limbah Sludge pada Kegiatan Operasi Pertamina, bahwa lumpur minyak dapat dimanfaatkan kembali, diolah atau dijual dengan persetujuan dari Pertamina. Pengolahan lumpur minyak dengan kandungan minyak diatas 20% berat dilakukan secara fisika-kimia, dimana minyak hasil pemisahan dapat dimanfaatkan kembali, sedangkan padatannya terlebih dahulu dilakukan TCLP. Bila hasil dari TCLP di bawah baku mutu akan dilakukan solidifikasi atau land fill , dan kalau di atas ambang batas akan diolah oleh pihak ke tiga.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-10
PT. PERTAMINA EP -PPGM
2.1.1.3. Limbah dari Kegiatan Pembangunan Pipa Transmisi Gas (pipeline) A. Limbah cair Limbah domestik cair dari para pekerja konstruksi akan ditampung dalam septic tank . Uji hidrostatik pipa akan dilakukan setelah kegiatan pemasangan pipa selesai dilakukan. Air untuk uji hidrostatik akan diambil dari air permukaan terutama air sungai terdekat. Air bekas uji hidrostatik akan dibuang ke sungai. Apabila dianggap perlu, air bekas uji yang sebelumnya akan dicek untuk mengetahui terpenuhinya kualitas air sesuai baku mutu yang berlaku (sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2007). B. Limbah padat Limbah padat yang berasal dari sisa-sisa potongan pipa, kaleng bekas dan lainnya akan dikumpulkan dan ditangani oleh kontraktor PT. PERTAMINA EP - PPGM. Limbah domestik pekerja akan ditampung dalam septic tank. Prinsip pengelolaan limbah adalah zero discharge sehinggaseskan untuk membuat atau menyediakan tempat-tempat penampungan limbah padat konstruksi dan sedikit mungkin bahkan tidak ada limbah yang akan dibuang ke lingkungan. Dalam hal ini kontraktor
diwajibkan
untuk
membuat
atau
menyediakan
tempat-tempat
penampungan limbah padat konstruksi dan tenaga kerja. Limbah yang tidak mudah terurai dikumpulkan terlebih dahulu di tempat tertentu untuk kemudian dibuang di TPA bekerjasama dengan pihak Pemerintah Kabupaten setempat. 2.1.2. Teknologi untuk Mengatasi Kerusakan J alan Sebelum kegiatan mobilisasi kendaraan berat untuk mengangkut peralatan dan material pemboran, PT. PERTAMINA EP - PPGM dengan instansi Pemda terkait akan melakukan survei jalan untuk memastikan klas, kondisi dan stabilitas jalan yang akan dilalui kendaraan berat. Jalan/jembatan yang kondisinya kurang memadai, akan ditingkatkan kondisinya sehingga sesuai dengan beban kendaraan dan muatannya seperti Jembatan Sungai Batui dan jembatan kecil lainnya yang menuju areal pemboran. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif mencegah kerusakan jalan. Bila terjadi kerusakan jalan/jembatan akibat kegiatan PT. PERTAMINA EP - PPGM, maka jalan/jembatan tersebut akan diperbaiki, sehingga kembali seperti kondisi semula. 2.1.3. Teknologi Pemasangan Pipa pada Perlintasan Sungai Pipa darat yang melintasi sungai dan jalan raya akan dipasang menggunakan sistem pemboran horizontal/memanjang ( horizontal directional drilling). Jarak dari tepi RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-11
PT. PERTAMINA EP -PPGM
sungai ke awal dan akhir pipa keluar adalah 100 - 150 m. Pipa akan ditanam di dasar sungai dengan kedalaman 2 m tergantung dari kondisi material dasar sungai. Dengan diameter pipa 26” inchi, ketebalan pipa mencapai 0,456” inchi dan penggunaan selubung luar (casing), diharapkan kemungkinan terjadinya kebocoran sangat kecil. Untuk melindungi pipa dari proses korosi, maka akan dipasang internal dan external corrotion
protection, yaitu chemical inhibitor dan cathodic protection. Dengan sistem pemasangan semacam ini, dampak kegiatan terhadap air sungai dan gangguan lalulintas
dapat dicegah. Sistem pemboran horizontal disajikan pada
Gambar 2.3. 2.1.4. Teknologi Pendeteksian Kebocoran pada Pipa Untuk mendeteksi adanya kebocoran pipa pada saat operasi, akan digunakan metode normal untuk pendeteksian kebocoran melalui instrumentasi yang dapat memonitor tekanan aliran dan suhu, yaitu leak detection system yang terinterkoneksi dengan sistem SCADA ( Supervisory Control and Data Acquisition). Operator akan memantau kondisi ini, sehingga bila terjadi fluktuasi aliran gas yang tidak normal, akan segera diinvestigasi untuk memastikan adanya kebocoran. 2.1.5. Pengendalian Kebisingan dan Emisi Kebisingan selama kegiatan operasional Gas Processing Facilities (GPF) dapat berasal dari kompresor gas, power plant dan alat proses lainnya. Secara teknis, pengendalian kebisingan yang dilakukan adalah sebagai berikut : Mengatur jarak fasilitas pemrosesan dengan pemukiman terdekat, Sedapat mungkin menggunakan peralatan yang lower noise emission, Membangun housing yang dapat meredam kebisingan pada peralatan yang menjadi sumber kebisingan, Menggunakan pengkedap suara (silencer) yang dipasang pada saluran pembuangan (exhaust) mesin-mesin pembakaran (combustion engine) dan turbin gas, Memasang insulator akustik ( acoustic insulation) pada cerobong asap dan pipa, Menanami zona penyangga dengan tanaman yang mampu menyerap kebisingan.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-12
PT. PERTAMINA EP -PPGM
2.1.6. Penanganan Bahan Kimia Bekas Pengelolaan bahan kimia yang akan dilakukan adalah : Pemesanan sesuai dengan kebutuhan proses, sehingga kemungkinan adanya bahan kimia sisa sangat kecil; Setiap bahan kimia yang dipesan harus memiliki MSDS (Material Safety Data
Sheet); Tata cara penyimpanan, pengumpulan, pengolahan dan penimbunan bahan kimia bekas sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Keputusan Kepala BAPEDAL
No.
Kep-01/BAPEDAL/09/1995
sampai
dengan
Kep-
05/BAPEDAL/09/1995 dan PP No. 18 tahun 1999 jo PP No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun berikut petunjuk teknis pelaksanaannya.
Gambar 2.3. Sistem Pemboran Horizontal untuk Pemasangan Pipa
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-13
PT. PERTAMINA EP -PPGM
2.2. PENDEKATAN EKONOMI Dalam pengelolaan lingkungan, Pemrakarsa akan bekerjasama dengan instansi pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk menanggulangi dampak sosial, ekonomi dan budaya yang timbul akibat kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok. Adapun bentuk kerjasama yang memungkinkan adalah sebagai berikut : 1. Keringanan bea masuk pengadaan peralatan pengelolaan lingkungan, misalnya oil
separator, gas scrubber, gas filter, incinerator, silencer, desulfurization , dsb. 2. Proses pembebasan lahan ditempuh dengan mengacu pada UU dan peraturan yang berlaku, terutama PP No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 3. Memberikan kesempatan pada penduduk lokal untuk meraih kesempatan kerja dan berusaha yang timbul akibat kegiatan proyek Pengembangan Gas Matindok, dengan memperhatikan kualifikasi dan kebutuhan yang ada. Membantu pemberdayaan masyarakat setempat sebagai bagian dari program pengembangan masyarakat (community development) PT. PERTAMINA EP-PPGM. Pertamina PPGM memiliki komitmen untuk melaksanakan tanggungjawab perusahaan di bidang sosial serta lingkungan sesuai dengan prinsip pengembangan lingkungan yang berkelanjutan. Semua kegiatan dilaksakan secara tanggungjawab baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. Pertamina PPGM bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang harmonis dengan lingkungan dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk mendukung pertumbuhan perusahaan. Memberikan kontribusi dalam memecahkan permasalahan sosial. Meningkatkan nilai dan budaya perusahaan yang terintegrasi dengan strategi bisnis perusahaan. Bagian dari upaya membangun citra dan reputasi perusahaan di sekitar daerah operasi serta bekerjasama dengan pemerintah untuk memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. Dalam pengelolaan usaha Gas Bumi di Area Pengembangan Gas Matindok, pelaksanaan Community Development meliputi beberapa rencana kegiatan antara lain: a. Pertamina PPGM dan Pendidikan, “Cerdas Bersama Pertamina” 1) Beasiswa Pertamina Bantuan biaya untuk pendidikan Mendukung program wajib belajar membantu masyarakat mencapai pendidikan yang tinggi
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-14
PT. PERTAMINA EP -PPGM
Pertamina memberikan beasiswa bagi calon sarjana yang tidak mampu namun berprestasi Program beasiswa ini diharapkan dapat menekan tingkat anak putus sekolah dari tingkat SD sampai SMA khususnya di daerah-daerah operasi Pertamina. Disamping untuk pendidikan dasar dan menengah. 2) Rehabilitasi sekolah dan bantuan peralatan Program ini untuk mendukung terciptanya suasana kegiatan belajar yang lebih kondusif sehingga
dapat
meningkatkan prestasi
siswa
selaras
dengan
pembangunan SDM Indonesia yang berkualitas. Bantuan rehabilitasi gedung sekolah yang rusak Bantuan peralatan sekolah bagi sekolah-sekolah di sekitar kegiatan operasi Pertamina Menyediakan perpustakaan/buku-buku bacaan untuk perpustakaan/taman bacaan
b. Pertamina dan Kesehatan 1) Pembinaan Posyandu Membina Posyandu untuk mendukung program pemerintah dan menunjang swadaya masyarakat dalam memelihara tingkat gizi dan kesehatan anak serta ibu khususnya di daerah-daerah operasi Pertamina. Bantuan antara lain: Peningkatan kualitas fasilitas Posyandu (bangunan dan peralatan) Penyuluhan kesehatan dan gizi SDM yang kuat dan cerdas 2) Bakti sosial Bakti sosial kesehatan berupa: Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan masal/gratis bagi masyarakat di sekitar kegiatan operasi Pertamina. Konsultasi dan pengobatan ditujukan kepada penderita penyakit ringan. 3) Donor darah Kegiatan kemanusiaan keluarga besar Pertamina sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama yang membutuhkan pertolongan darah.
c. Pertamina dan Lingkungan Program reboisasi dan penghijauan Program reboisasi dan penghijauan dilaksanakan sebagai bentuk tanggungjawab perusahaan dalam memelihara kelestarian lingkungan. Penghijauan dilaksanakan di lahan krisis bekerjasama dengan institusi pendidikan atau institusi lainnya yang RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-15
PT. PERTAMINA EP -PPGM
memiliki kepedulian terhadap lingkungan di lahan kosong bekas dari kegiatan proyek. Berbagai jenis pohon ditanam, mulai tanaman produktif dan perindang sampai mangrove yang ditanam di tepi pantai. d. Pertamina dan Pemberdayaan Masyarakat Selaras dengan semangat perusahaan untuk tumbuh dan berkembang bersama masyarakat, Pertamina mengembangkan kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar daerah operasi. Upaya ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan kemandirian. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi: Pelatihan untuk masyarakat pekerja lokal, petani dan peternak. Bantuan modal usaha yang diberikan kepada masyarakat petani, nelayan, dan urban melalui program kemitraan PKBL (Program Kemitraan Bina Lingkungan) Memberikan kesempatan berusaha dan bekerja bagi pekerja lokal Sebelum
program
Community
Development
tersebut
dilaksanakan
PT PERTAMINA EP-PPGM akan berkoordinasi dengan pihak Pemerintah kabupaten setempat untuk menetapkan rencana kegiatan di lapangan dan menyelaraskan dengan program pemerintah serta kebutuhan warga masyarakat. Diharapkan melalui koordinasi ini tidak akan terjadi tumpang tindih program antara PT PERTAMINA EP-PPGM dengan pihak pemerintah kabupaten. Community Development ini akan dilaksanakan dengan melibatkan instansi terkait sehingga diharapkan dapat tepat sasaran dan manfaatnya dapat dirasakan oleh warga masyarakat di sekitar daerah operasi PPGM. 2.3. PENDEKATAN INSTITUSI Untuk meminimalkan dampak-dampak yang diprakirakan timbul dari kegiatan Proyek Pengembangan Gas Matindok, terutama dampak sosial, ekonomi dan budaya, maka Pemrakarsa akan melakukan koordinasi dengan instansi terkait, antara lain: 1. Kementerian Lingkungan Hidup selaku instansi pengawas; 2. Direktorat Jenderal MIGAS, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai pengawas kegiatan terutama yang berkaitan dengan komponen lingkungan fisik-kimia dan biologi; 3. Direkturat Jendral Perhubungan Darat dan Laut Departemen Perhubungan terkait dengan kegiatan pemipaan gas dan pengangkutan LNG melalui Pelabuhan Khusus; 4. Gubernur Propinsi Sulawesi Tengah terkait dengan pengawasan pengelolaan lingkungan hidup, terutama dibidang ketenagakerjaan; RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-16
PT. PERTAMINA EP -PPGM
5. Bapedalda Propinsi Sulawesi Tengah terkait dengan pengawasan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; 6. Dinas Perhubungan Propinsi Sulawesi Tengah terkait dengan kegiatan mobilisasi peralatan dan material yang menggunakan jalan yang sudah ada; 7. Bupati
Banggai
terkait
dengan
kegiatan
rencana
pemboran
sumur
pengembangan serta pembangunan Block Station, GPF, kompleks Kilang LNG,
dan Pelabuhan Khusus serta
pembangunan jalur transmisi gas (pipeline) untuk
Proyek Pengembangan Gas Matindok; 8. Bapedalda Kabupaten Banggai terkait dengan pengawasan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup; 9. Kepolisian Resort (Polres) Kabupaten Banggai terkait dalam penanganan kamtibmas dan aksesibilitas saat kegiatan penggelaran pipa serta mobilisasi dan demobilisasi peralatan dan material; 10. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan raya terkait dalam penanganan masalah aksesibilitas; 11. Aparat pemerintahan setempat (Camat dan Kepala Desa) didalam batas wilayah proyek, terkait dengan ketenagakerjaan, pembebasan lahan dan kamtibmas.
RKL Proyek Pengembangan Gas Matindok
II-17