HIDROLIKA FLUIDA PEMBORAN
Disusun oleh :
Nama
:Ceqy Tribagaskara
NIM
:1201211
Kelas
: Teknik Perminyakan NonReg B
S1 TEKNIK PERMINYAKAN SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI BALIKPAPAN 2014
HIDROLIKA LUMPUR PEMBORAN
Lumpur pemboran merupakan cairan yang berbentuk lumpur, dibuat dari pencampuran zat cair, zat padat dan zat kimia. Zat cair disini sebagai bahan dasar agar lumpur yang terjadi dapat dipompakan. Zat padat ada dua macam, yaitu untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur mempunyai kekentalan tertentu. Sedangkan zat kimia dapat berupa zat padat maupun zat cair yang bertugas untuk mengontrol sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan yang diinginkan. Sifat-sifat lumpur harus disesuaikan dengan kondisi lapisan yang ditembus. Karena sifat lapisa-lapisan atau formasi yang akan ditembus dan dilalui oleh lumpur bervariasi, maka kita selalu mengubah sifat lumpur dengan menambahkan zat kimia yang sesuai. Untuk itu sifat-sifat lumpur harus selalu diukur, baik lumpur yang mau masuk ke dalam lubang maupun lumpur yang baru keluar dari lubang sumur. 1.1. Komponen Lumpur Pemboran Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serpih pemboran (cutting). Lalu dengan berkembangnya pemboran lumpur mulai digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat lumpur, zat-zat kimia ditambahkan dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap bertahan. Lumpur pemboran memiliki beberapa komponen-komponen yang terbagi menjadi tiga fasa dasar, yaitu : air, padat dan kimia. Proporsi dari masing-masing fasa tersebut memberikan berbagai variasi sifat-sifat lumpur, sehingga komponenkomponennya merupakan faktor kunci dalam mengontrol fungsi lumpur pemboran. Dimana formulasi komponen yang akan digunakan untuk lumpur tegantung pada daerah operasi dan tipe formasi yang akan ditembus.
1.1.1. Fasa Cair Fasa cair diidentikan dengan air, yang merupakan fasa kontinyu dari fresh water maupun salt water, tergantung pada tersedianya air yang akan digunakan di lapangan. Fungsi utama dari fasa kontinyu cair adalah memberikan inisial viskositas yang selanjutnya dapat dimodifikasi untuk mendapatkan sifat rheologi lumpur yang diinginkan. Pada kondisi standard, yaitu pada 14.7 psi dan 60 °F, viskositas air sama dengan 1.1 cp. Fasa cair dari lumpur pemboran merupakan fase dasar dari lumpur yang mana dapat berupa air atau minyak atau pun keduanya yang disebut dengan emulsi. Emulsi ini dapat terdiri dari dua jenis yaitu emulsi minyak didalam air atau emulsi air didalam minyak. Fasa cair lumpur pemboran meliputi : 1.
Air Lebih dari 75% Lumpur pemboran menggunakan air, disini air dapat dibagi menjadi dua, yaitu air tawar dan air asin, sedangkan air asin sendiri dapat dibagi menjadi dua, air asin jenuh dan air asin tak jenuh. Untuk pemilihan air hal ini tentu disesuaikan dengan lokasi setempat, manakah yang mudah didapat dan juga disesuaikan dengan formasi yang akan ditembus.
2. Emulsi. Invert emulsions adalah pencampuran minyak dengan air dan mempunyai komposisi minyak 50-70% (sebagai fasa continyu) dan air 30-50% (sebagai fasa discontinyu) emulsi terdiri dari dua macam, yaitu : Water in oil Emulsion dan Oil in water emulsion. o Oil in Water Emulsion. Disini air merupakan fasa yang kontinyu dan minyak sebagai fasa yang terelmusi. Air bisa mencapai 70% volume sedangkan minyak sekitar 30% volume. o Water in Oil Emulsion. Disini yang merupakan fasa kontinyu adalah minyak sedangkan fasa yang terelmusi air. Minyak bisa mencapai sekitar 50-70% volume sedangkan air 30-50% volume.
3. Minyak. Kalau fasa cair ini berupa minyak, maka minyak yang digunakan merupakan minyak yang diolah (refined oil). Minyak disini harus mempunyai sifat: -
Aniline Number yang tinggi. Aniline number merupakan suatu angka yang menunjukkan kemampuan untuk melarutkan karet. Makin tinggi aniline number suatu minyak maka kemampuan melarutkan karet makin kecil. Dalam operasi pemboran banyak peralatan yang dilewati Lumpur berupa karet, seperti pada pompa Lumpur, packer, plug untuk penyemenan dan lain-lain.
-
Flash Point yang tinggi. Flash Point adalah suatu angka yang menunjukkan dimana minyak akan menyala. Makin rendah flash point suatu minyak, maka penyalaan akan cepat terjadi, atau minyak makin cepat terbakar.
-
Pour Point yang rendah Pour Point adalah suatu angka yang menunjukkan pada temperature berapa minyak akan membeku. Jadi kita tidak menginginkan Lumpur yang cepat membeku.
-
Molekul minyak yang stabil, dengan kata lain tidak mudah terpecahpecah.
-
Mempunyai bau serta fluorencensi yang berbeda dengan minyak mentah (crude oil). Kalau tidak demikian maka akan sulit nanti untuk menyelidiki apakah minyak berasal dari formasi yang dicari atau berasal dari bahan dasar dari lumpur. Viskositas air merupakan fungsi dari temperatur, tekanan dan konsentrasi
larutan
garam.
Dengan
meningkatnya
temperatur,
maka
volume
akan
mengembang dengan ditandai friksi molekul yang rendah sehingga terjadi resisten alirannya kecil, viskositas air menurun. Efek temperatur terhadap viskositas air dapat dilihat pada Gambar 3.1. dibawah ini. Sedangkan air jika mendapatkan tekanan, maka kenaikan resitansi aliran, akibat berkurangnya volume total, dapat diabaikan. Secara umum pengaruh temperatur dan tekanan pada fasa kontinyu cair sangat kecil sehingga normal diabaikan. Sedangkan viskositas air asin naik selain
dipengaruhi temperatur dan tekanan, juga dipengaruhi oleh kenaikan konsentrasi garam, dimana biasanya viskositasnya lebih besar 1.7 kali dari fresh water pada temperatur yang sama.
Gambar 3.1. Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas Air4)
Fungsi kedua fasa cair adalah sebagai suspensi reactive colloidal solid, seperti bentonite, dan inert solid, seperti barite. Air juga bekerja sebagai media transfer hydraulic horsepower dari permukaan untuk bit yang berada di bawah lubang sumur, disebut sebagai fungsi ketiga fasa cair yang dikenal dengan istilah jetting action. Air juga berfungsi sebagai penyerap (absorbing) panas massif yang terjadi di borehole selama proses pemboran. Selain itu juga sebagai media pelarut semua kondisi kimiawi yang ditambahkan dalam lumpur pemboran, terutama sifat pH dan salinitas air sangat berpengaruh terhadap efektifitas kimia yang ditambahkan. Beberapa fungsi lumpur pemboran merupakan fungsi dari air sebagai fasa cair. Seleksi dari tipe fasa cair yang digunakan untuk mengontrol lumpur adalah sebagai berikut :
1. Ketersediaan air (availability). Ketersediaan air sangat tergantung pada lokasi, seperti keberadaan fresh water yang berlimpah pada suatu daerah yang tidak tersedia di daerah yang lainnya. Misalnya pada pemboran offshore, air asin sangat sering sekali digunakan untuk menggantikan fresh water, karena memerlukan biaya dan peralatan yang banyak jika menggunakan fresh water. 2. Tipe formasi geologi. Karena beberapa tipr formasi yang dibor sangat sensitive terhadap fresh water, maka jika penggunaan fresh water masih terus digunakan akan menyebabkan kerusakan formasi dan memperbesar kerusakan lubang sumur. Filtrate fresh water juga menyebabkan partikel clay mengalami swelling dan bermigrasi sehingga dapat mengurangi permeabilitas permanent. 3. Tipe kimiawi. Kelarutan dan efektifitas kimiawi merupakan ukuran uatama untuk mempetimbangkan efisiensi mud conditioning. Salinitas dan pH dari fasa kontinyu cair yang berpengaruh besar tehadap kelarutan kimiawi mud conditioning. 4. Tipe sebagai media data-collecting. Beberapa peralatan logging umumnya bereferensi pada fasa kontinyu cair lumpur sebagai media operasi, seperti SP dan elektrik log. Akurasi dari hasil yang didapatkan adalah fungsi dari salinitas dan temperatur, sehingga kehatihatian dalam menyeleksi fasa kontinyu cair sangat penting. Kriteria seleksi diatas harus berhati-hati dalam mempertimbangkan agar tidak saling mengganggu. Faktor keekonomian merupakan faktor yang paling memainkan peranan seleksi air dalam tipe lumpur.
1.1.2. Fasa Solid Fasa solid merupakan fasa padatan yang ditambahkan dalam lumpur yang berfungsi untuk memberikan kenaikan berat jenis dan untuk membuat lumpur
mempunyai
kekentalan
tertentu.
Secara
garis
besar,
berdasarkan
daya
kerekatifannya terhadap komponen-komponen dalam lumpur dan kondisi formasinya, fasa solid lumpur pemboran dikelompokkan menjadi dua, yaitu : inert solid dan reactive solid. 1.1.2.1. Inert Solid Inert solid merupakan komponen padatan dari lumpur yang tidak bereaksi dengan fasa cair lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran inert solid berguna untuk menambah berat atau berat jenis lumpur, yang tujuannya untuk menahan tekanan dari formasi. Inert solid dapat pula berasal dari formasi-formasi yang di bor dan terbawa oleh lumpur seperti chert, pasir atau clay-clay non-swelling, dan padatan seperti ini bukan disengaja untuk menaikkan density lumpur dan perlu dibuang secepat mungkin (biasanya menyebabkan abrasi dan kerusakan pompa dll). Dengan alasan bahwa berat clay ditambah air dalam lumpur pemboran dianggap kurang mampu untuk menahan dan mengontrol tekanan formasi, maka berat material yang terkandung dalam lumpur harus ditambah untuk memperoleh berat lumpur yang diinginkan. Material pemberat adalah material yang secara kimiawi memilki berat jenis atau densitas cukup untuk mengimbangi tekanan hidrostatik yang berkembang. Beberapa material pemberat inert solid harus memberikan harga berat jenis yang tinggi dan memiliki watabilitas terhadap air. Material pemberat yang digunakan dalam lumpur harus water-wet sesuai dengan suspensi fasa kontinyunya. Lapisan film tebal yang terbentuk pada permukaan water-wet, seperti barite, akan meningkatkan daya melumasi (lubricant) lumpur. Penambahan material pemberat juga meningkatkan volume total lumpur yang merupakan fungsi berat jenis material tertentu. Berkembangnya volume total, hasil dari penambahan berat jenis lumpur yang besar, akan memerlukan penanganan lumpur di permukaan sehingga perhitungan dalam penambahan material pemberat merupakan prioritas permulaan yang harus diperhatikan. Inert solid yang memberikan kontribusi terhadap kandungan padatan dalam lumpur akan sangat berpengaruh terhadap sifatsifat lumpur pemboran.
Sebagai contoh yang umum digunakan sebagai inert solid dalam Lumpur bor adalah : -
Barite (BaSO4). Keuntungan menggunakan barite adalah murah harganya, barit jenis 4,2 bersih, tidak reaktif mengadung impurities silica sedikit, berwarna putih dan mempunyai kekerasan 2,5-3,5 skala mohs.
-
Oksida Besi (Fe2O3). Mempunyai sifat yang kurang sempurna bila dibanding dengan barit, karena barasif dan berwarna merah, selain itu biaya transportasi dan pengolahan selama proses pembuatannya mahal.
-
Calcium Carbonat (CaCO3). Digunakan terutama pada oil base mud dan mengakibatkan settling ratenya rendah, mempunyai berat jenis 2,7 dan dapat diperoleh dari kulit kerang atau shell yang dihaluskan kemudian dicuci dan dikeringkan.
-
Galena (PbS). Pada formasi yang mempunyai tekanan abnormal umumnya menggunakan galena, karena mempunyai berat jenis yang lebih besar yaitu 6,8 sehingga diharapkan dapat untuk mengimbangi tekanan normal formasi.
1.1.2.2. Reactive Solid Reactive solid atau fasa padatan yang bereaksi dengan sekelilingnya membentuk koloid yang merupakan suspensi yang reaktif terdispersi dalam fasa kontinyu (sifat koloid lumpur yang merupakan lembaran clay yang berukuran 1020 Amstrong dan terdispersi dalam fasa kontinyu air). Dalam hal ini clay akan menghisap fasa cair air dan memperbaiki lumpur dengan meningkatkan densitas, viskositas, gel strength serta mengurangi fluid loss. Mud engineer biasanya membagi clay yang digunakan ntuk lumpur menjadi tiga, yaitu : montmorillonite, kaolinite dan illite. Montmorillinite yang paling sering digunakan karena kemampuannya yang mudah swelling menghasilkan clay yang homogenous bercampur
dengan
fresh
water.
Dalam
literature
pemboran
manual,
montmorillonite direferensikan dengan bentonite, karena bentonite identik dengan
clay montmorillonite. Montmorillonite merupakan material berbentuk seperti plat atau lempengan tipis dengan ukuran partikelnya lebih kecil dari 0.1 mikron. Semakin kecil ukuran partikelnya, maka semakin luas bidang kontak antara partikel solid dengan media cairannya, sehingga interconnected properties (sifat saling berhubungan) dengan medianya besar, maka reaktifitasnya menjadi lebih tinggi terhadap fasa cair lumpur pemboran. Seperti yang dijelaskan oleh Roger, bentonite merupakan koloid yang sangat reaktif yang mempengaruhi sifat fisik dan kimiawi lumpur pemboran. Sedangkan clay attapulgite, yang dapat swelling dalam air asin, biasanya digunakan dalam kondisi lumpur salt water. Clay yang merupakan reactive solid dapat didefinisikan sebagai padatan yang diameternya kurang lebih 2 mikron yang mampu menyerap air sehingga mempunyai kemampuan swelling. Kemampuan swelling ini dipengaruhi oleh gaya differensial yang bekerja pada partikel clay, yang merupakan hasil dari gaya tolak-menolak antara ion-ion sejenis dan gaya tarik-menarik antara ion-ion tak sejenis di permukaan plat clay. Distribusi gaya-gaya tersebut ditentukan oleh sifat water-base mud yang dikontrol oleh jenis elektrolit yang terlarut dan derjat pH pada fasa gas, yaitu dengan menambahkan zat-zat additive lumpur pemboran. Kemampuan bentonite untuk hidrasi kemudian terdispersi akan mengurangi keberadaan elektrolit dalam air. Seperti yang ditunjukkan oleh Baroid, ketika bentonite ditambahkan fresh water terjadi empat kondisi kesetimbangan antara bentonite dengan air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2., yaitu: aggregation
(penggumpalan),
deflocculation.
flocculation,
dispersion
(menyebar),
dan
Gambar 3.2. Kondisi Kesetimbangan antara Clay Montmorillonite dengan Partikel Air 4)
Lantaran bentonite kurang begitu mampu menghidrasi pada kondisi dimana air mengandung elektrolit yang tinggi, maka clay jenis lainnya harus digunakan untuk memberikan sifat rheologi lumpur. Larutan elektrolit menghambat pertukaran antara ion-ion positif dengan negatif pada fasa gas. Clay attapulgate dipakai sebagai pengganti bentonite untuk memperbaiki sifat rheologi lumpur saat menemui air dengan kandungan elektrolit yang tinggi. Jenis clay ini berbeda dengan bentonite dalam hal bentuk partikel-partikelnya, yang kecil silindris dan menyerupai jarum daripada menyerupai plat. Viskositas yang dibentuk attapulgite sepenuhnya tergantung pada pertalian jalinan dari partikelpartikel menyerupai jarum tersebut. Pada permukaan formasi yang porous deposisi partikel tersebut akan mencegah pergerakan air. Karena dari beberapa jenis clay difungsikan untuk memberikan sifat rheologi lumpur, maka yield point clay mutlak diketahui untuk melakukan klasifikasi dan kualitas lumpur. Yield point clay didefinisikan sebagai sejumlah berat dalam barrel dari lumpur yang memiliki viskositas tertentu, biasanya memilki standard sebesar 15 cp, yang dibutuhkan oleh satu ton clay (bbl mud/ton clay). Penambahan clay akan menyebabkan kenaikan viskositas, sehingga
menaikkan harga yield pointnya. Umumnya clay digolongkan menjadi tiga, yaitu : high-yield clay (Na-montmorillonite, attapulgate dan asbestos), medium-yield clay (Ca-montmorillonite) dan low-yield clay (dry lake clay). Berdasarkan standard yang dipakai, high-yield bernilai 45 bbl mud/ton clay atau lebih besar dari 15 cp, medium-yield bernilai 20-40 bbl mud/ton claya dan low-yield bernilai 20 bbl mud/ ton clay. Persamaan berikut akan memudahkan dalam menentukan yield point : Yield (bblmud / tonclay ) =
2000 Wt f × γ m × 5.62 ....................................(3.1.)
dimana : Wtf = berat fraksi clay dalam lumpur. γm = berat jenis lumpur, lb/cuft. Secara terperinci spesifikasi bentonite sebagai berikut : Tabel 3.1. Spesifikasi Bentonite dari API
Requirement Viscometer Dial Reading at 600
API Standard 13A 30 cp minimum
RPM Yield Point, lb/100ft2
3X plastic viscosity maximum
Filteate
13.5 ml maximum
Wet screen analysis Residu on US
2.5 % maximum
Sieve No 200 Moisture
10 % maximum as shipped from point of manufacture
Yield
91.8 bbl of 15 cp mud per ton of dry bentonite
1.1.3 Fasa Kimia
Lumpur secara konvensional terdiri dari dua komponen fasa seperti yang telah disebutkan diatas, namun hingga sekarang telah dibuatkan formulasi secara kimawi dengan tujuan-tujuan tertentu, yang terdiri dari organic dan inorganic. Fasa kimia ini lazim dikenal dengan zat-zat additive untuk lumpur pemboran. Didalam lumpur pemboran selain terdiri atas komponen pokok lumpur, maka ada material tambahan yang berfungsi mengontrol dan memperbaiki sifat-sifat lumpur agar sesuai dengan keadaan formasi yang dihadapi selama operasi pemboran. Berikut ini akan disebutkan beberapa bahan kimia tersebut, yaitu untuk tujuan : menaikan berat jenis lumpur menaikkan filtration loss, dan lain-lain. 1. Bahan menaikkan berat jenis adalah sebagai berikut : -
Barite (BaSO4). Mempunyai specific gravity antara 4,25-4,35. Biasanya digunakan untuk operasi pemboran yang melewati zona gas yang bertekanan tinggi yang dangkal.
-
Galena (PbS). Mempunyai specific gravity antara 6,7-7,0 fungsi utamanya adalah untuk usaha mematikan sumur apabila tekanan dari formasi yang besar.
-
Calcium Carbonat (CaCO3). Mempunyai specific gravity sebesar 2,75 material ini digunakan untuk lumur jenis oil base mud. Calsium carbonate biasanya dipergunakan untuk operasi pemboran yang dalam.
2. Bahan untuk menaikkan visikositas sebagai berikut : -
Wyoming bentonite, merupakan matrial tambahan berfungsi utnuk menaikkan viscositas Lumpur jenis fresh water mud, dimana tiap penambahan material ini kedalam air sebanyak 20 lb/bbl akan dapat memberikan viscositas sebesar kurang lebih 36 detik marsh funnel.
-
Attapulgite, merupakan clay yang berfungsi untuk menaikkan viscositas pada Lumpur jenis salt water base mud.
-
Extra high yield bentonite
-
High yielding clay
3. Bahan-bahan untuk menurunkan viscositas antara lain :
-
Calsium ligno sulfonat, sangat baik untuk dipersant pada calcium treated muds ataupun lime treated muds.
-
Phosphat, dipakai sebagai thinner pada low pH muds dimana temperature tidak lebih dari 1800 F, karena pada suhu tersebut phosphate akan pecah menjadi orthophosphate dan sering juga dipakai untuk keadaan Lumpur yang terkontaminasi dengan semen.
-
SAPP (Sodium Acid Pyrophosphat), mempunyai pH kurang lebih 4, fungsinya utnuk memperbaiki keadaan Lumpur yang terkontaminasi dengan semen serta dapat digunakan untuk menurunkan viscositas lumpur.
-
Quebracho, dengan penambahan 2% dari volume Lumpur dapat memperbaiki lapisan dan menurunkanviscositas Lumpur.
-
Bahan penurun viscositas yang lainnya antara lain : Chrome ligno sulfonate, Processed lignite, Alkaline .
4. Bahan-bahan untuk menurunkan filtration loss -
Pregelatinized starch – Sodium poly crylate
-
Sodium carboxymethyl cellulose
5. Bahan untuk mengatasi lost sirkulasi -
Mica, merupakan matrial mica yang tidak mengikis peralatan dan mempunyai bentuk yang kasar
-
Kwik seal, matrial yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya Lumpur pada formasi porous
-
Mill-plug, merupakan matrial yang berbentuk butir yang mempunyai strength yang sangat tinggi yang berfungsi untuk menutup formasi yang pecah.
-
Bahan material loss yang lain seperti : fiber, wood fiber, Ground walnut hull.
6. Bahan-bahan chemical additive -
Gypsum (CaSO4), berupa material kering yang halus dipakai untuk persiapan pembuatan gypsum base mud.
-
Sodium Bicarbonat (NaHCO3), material yang berfungsi menyingkirkan atau mereduksir ion calcium dari Lumpur yang mempunyai pH 9, terutama yang terkontaminasi oleh semen.
-
Caustic Soda (NaOH), mempunyai kadar alcohol yang tinggi dan berfungsi mengontrol pH pada water base muds.
-
Soda Ash, adalah material kering yang dipergunakan untuk mengendapkan ion Ca++ pada water base muds.
7. Corrosion Control additive. -
Noxygen, berfungsi sebagai katalisator sodium sulfide yang berupa tepung, digunakan untuk membersihkan oksigen yang dapat menimbulkan korosi. Material ini biasanya dipakai secara menerus dalam operasi pemboran.
-
Noxygen L, mempunyai fungsi sebagai pembersih oksigen yang terdapat dalam Lumpur, adapun bentuk dari noxygen ini berupa larutan dengan konsentrasi 11,2 lb/bbl ammonium bisulfide.
8. Detergen additive Additive ini berfungsi untuk membersihkan endapan-endapan shale pada bit atau “balling up”, baik untuk Lumpur yang menggunakan bahan dasar air tawar maupun air asin. Contohnya : DD Compound dengan pemakaian normal antara 2-3 gallon tiap 100 barrel. 9. Bahan-bahan untuk emulsifier Elmusifier adalah fasa kimia untuk emulsi minyak dan air. Antara lain: -
Mogco Mul (buatan agcobar)
-
Trimulso (buatan Baroid)
-
Atlasol (buatan Mil White)
-
Imco-Ceox (buatan IMC)
10. Bahan-bahan sebagai Flocculant. Flocculan adalah fasa kimia yang berfungsi untuk mempercepat pengendapan serbuk bor. Fasa kimia tersebut adalah :
-
Floxit (buatan agcobar)
-
Baroflac (buatan Baroid)
-
Separan (buatan Mil White)
-
Imco floe (buatan IMC). Tabel III-3. Bahan-bahan Additif Lumpur Pemboran25)
BAHAN ADITIF Bentonit Barite Sodium Acid Pyrophosphate Caustic Soda (larutan alkali) Lignosulfonate; Quebracho Polyacrylates (CMC) Gypsum Garam Sodium Chlorida Minyak (emulsi)
FUNGSI Menaikkan viskositas. Menaikkan berat jenis. Menghambat kecepatan pengendapan bahan-bahan padat dari lumpur. Menstabilkan dan mengatur lumpur pemboran. – menaikkan pH alkalinitas. Mengencerkan dan mengatur filtrasi lumpur pemboran. Polimer organik yang berat Mengatur dan menstabilkan lumpur pemboran. Dipakai dalam pengeboran lapisan-lapisan garam. Mencegah kesulitan-kesulitan pelumasan pada temperatur yang tinggi, pipa sticking, pengelupasan shale dan mencegah pembasahan lapisan yang pekat terhadap air.
1.2. Sifat Fisik Lumpur Pemboran Komposisi dari lumpur pemboran akan menentukan sifat-sifat fisik dan performance dari lumpur itu sendiri. Tiga sifat fisik dasar yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu operasi pemboran adalah densitas, viskositas dan gel strength lumpur pemboran. Sifat-sifat tersebut memerlukan perhatian dalam pemonitoran dan pengontrolan untuk menjaga fungsi-fungsi tertentu dalam operasi pemboran. 1.2.1. Densitas
Densitas lumpur pemboran atau berat lumpur didefinisikan sebagai perbandingan berat per unit volume lumpur. Sifat ini berpengaruh terhadap pengontrolan tekanan subsurface dari formasi, sehingga dalam operasi pemboran densitas lumpur harus selalu dikontrol terhadap kondisi formasinya agar diperoleh performance atau kelakuan lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor. Pengaturan densitas lumpur merupakan faktor penunjang keberhasilan pemboran. Densitas lumpur yang relatif terlalu berat bagi suatu formasi memungkinkan terjadinya lost circulation, sebaliknya densitas lumpur yang relatif terlalu kecil akan menyebabkan terjadinya blow out. Pengontrolan densitas lumpur dapat dilakukan dengan jalan penambahan zat-zat aditif yang umum dipakai untuk memperbesar harga densitas antara lain yaitu : barite (SG = 4.3), limestone (SG = 3.0), galena (SG = 7.0) dan bijih besi (SG = 7.0). sedangkan untuk memperkecil atau mengurangi densitas lumpur pada umumnya dipakai aditif seperti air dan minyak. Cara lain untuk memperkecil densitas adalah dengan jalan pengurangan kadar padatan lumpur di pemukaan. Penambahan densitas lumpur dilakukan pada satu siklus sirkulasi viscositasnya harus kecil karena dengan penambahan berat lumpur ini akan terjadi kenaikan viscositas. Densitas lumpur dipengaruhi oleh temperatur, densitas akan tururn jika temperaturnya naik. Satuan densitas dapat pula dinyatakan dalam gradient tekanan dengan satuansatuan yang umum dipakai adalah : o Pounds per gallon, ppg lb/gallon o Pounds per cubic feet lb/cuft o Psi per 100 feet depth psi/1000ft o Specific gravity (SG) Tiga jenis denistas lumpur yang biasa digunakan dalam perhitungan lumpur yaitu : static, equivalent circulating dan annular. Static atau densitas permukaan ditentukan pada kondisi permukaan dengan peralatan mud balance. Sedangkan densitas equivalent circulating mengacu pada berat kolom lumpur pada saat disirkulasi. Densitas ini pada kedalaman tertentu merupakan fungsi kehilangan tekanan di annular yang berkaitan dengan faktor circulation rate dan
kondisi lubang lumpur. Perhitungan densitas equivalent circulating sebagai berikut : equivalentcirculationweight = mudspecificweight +
annularpressuredrop ....(3.2) 0.052 × depth
Densitas quivalent circulating biasanya akan lebih besar 1 – 1.5 lb/gal daripada densitas static, tergantung dari besarnya annular pressure drop. Densitas annular merupakan total tekanan actual bottomhole pada formasi yang dibor. Densitas annular memiliki harga paling besar dibandingkan dua densitas lainnya, khususnya ketika laju pemboran tinggi dan kedalaman sumur yang mengandung cutting yang tinggi. Densitas annular didefinisikan sebagai berikut : annularspecificweight = staticspecificweight +
annularpressuredrop depth
............................................(3.3)
+ additionalpressureweightofcutting × ( 1 / depth )
Perbedaan jenis lumpur pemboran memiliki range dalam penggunaan densitas yang merupakan fungsi densitas dasar lumpur dan sifat gelstrenght pada pencampuran mixture lumpur. Gel stenght mempunyai hubungan secara langsung dengan kemampuan fluida dalam menahan berat material dan cutting pemboran ketika sirkulasi dihentikan. Besarnya densitas akan menentukan tekanan hidrostatik kolom lumpur pemboran seperti ditunjukkan pada persamaan berikut : Pm =
ρm × 0.433 Depth ..............................................................(3.4) 8.33
Pm = 0.052 × ρm × Depth ................................................................(3.5)
dimana : Pm = tekanan hidrostatik kolom lumpur, psi. ρm = densitas lumpur, ppg. D
= Depth, ft.
Dan SGmud =
Wmud ( ppg ) ................................................................(3.6) W freshwater ( ppg )
karena densitas air tawar adalah konstan, yaitu 8.33 ppg maka persamaan diatas dapat berubah menjadi : Wmud = 8.33 × SG mud ......................................................................(3.7)
Pengontrolan densitas lumpur pemboran tergantung pada maksud tujuan jenis lumpur tersebuat akan digunakan dalam operasi pemboran. 1.2.2. Viskositas Viskositas didefinisikan sebagai tahanan lumpur pemboran untuk mengalir saat dipompakan yakni perbandingan tegangan (shear stress) dengan regangan (shear strain) yang diukur dengan Marsh funnel atau rational viscometer. Viskositas merupakan sifat penting bagi lumpur karena berpangaruh terhadap efisiensi kemampuan pengangkatan. Karena cutting maupun material lainnya secara kontinyu terproduksi bersama dengan lumpur selama operasi pemboran sehingga diharapkan sesampainya di permukaan dapat dibersihkan sebelum disirkulasikan kembali dengan perlatan mud screen, desanding devices, centrifugal
concentrator
dan
sebagainya
yang
sengaja
dipasang
untuk
membersihkan solid dalam lumpur. Viskositas juga melibatkan perhitungan kehilangan tekanan (pressure drop) di annulus pada aliran laminar dengan menggunakan persamaan Bingham. Viskositas merupakan fungsi dari empat faktor, yaitu : 1. viskositas lumpur dasar. 2. ukuran, bentuk dan jumlah partikel solid per unit volume. 3. gaya antar partikel. 4. derajat emulsifikasi oil in water atau water in oil dan kestabilan emulsi. Temperatur berpengaruh terhadap viskositas lumpur dasarnya, yaitu : minyak, air atau keduanya. Disebabkan spasi ruang antar molekul kecil sedangkan kohesi molekul sangat kuat, maka dengan adanya kenaikan temperatur, kohesi molekul menurun sehingga menurunkan viskositas lumpur. Temperatur sangat berpengaruh terhadap viskositas minyak dibandingkan dengan air yang memiliki viskositas lebig rendah dari minyak.
Besaran area kontak antara partikel solud dengan fasa cair mempengaruhi plastic viskositas akibat friksi mekanik. Plastik viskositas meningkat dengan naiknya daerah permukaan yang dibasahi fasa cair. Total daerah yang dibasahi meningkat dengan penurunan ukuran partikel, meningkatnya jumlah partikel solid per satuan volume, dan perubahan bentuk partikel dari membulat menjadi flat. Viskositas lumpur pemboran yang terlalu tinggi menyebabkan : o Penetration rate menurun kerana viskositas yang tinggi memilki kohesi partikel yang kuat sehingga menghalangi efektifitas penembusan oleh bit. o Pressure loss karena sebagian distribusi tekanan digunakan untuk memompakan dan menentang resistansi lumpur. o Lumpur sukar melepaskan gas, cutting dan pasir dalam sirkulasi di permuakaan. o Beban pompa bertambah dengan bertambahnya luas kontak dengan partikel sehingga efek friksi dan resistansi lumpur menjadi sangat besar. Sebaliknya viskositas yang terlalu kecil dapat menimbulkan : o Pengangkatan cutting menjadi tidak efektif karena lifting capacity partikelpartikel lumpur terlau kecil untuk menahan berat cutting. o Terjadinya flokulasi padatan. Treatment lumpur yang dilakukan untuk mengontrol viskositas lumpur pemboran dilakukan dengan penambahan zat-zat aditif. Untuk mempertinggi viskositas lumpur, zat-zat aditif yang digunakan antara lain : bentonite pada water base mud dan asphalt pada oil base mud. Sedangkan untuk menurunkan viskositas lumpur pemboran digunakan zat-zat aditif seperti air atau thinner yang berfungsi untuk mengencerkan lumpur. 1.2.3. Gel Strength Gel strength merupakan sifat statik lumpur pemboran yang merupakan suatu bentuk padatan dalam lumpur yang sirkulasinya dihentikan. Faktor penyebab terbentuknya gel strength yaitu adanya gaya tarik-menarik dari partikelpartikel plat clay sewaktu tidak ada sirkulasi. Gel strength didefinisikan sebagai
gaya dalam gram yang diperlukan untuk memecah standard gel menjadi lumpur. Sistem satauan yang umum yang digunakan untuk gel strength adalah : o Gram dyne/cm2, gr dyne/cm2. o Gram pound/sgft, gr lb/ft2. Komponen-komponen pembentuk atau komponen aktif pembentuk lumpur yang dapat menyebabkan gel strength antara lain : clay, shale dan bentonite yang sudah memilki gaya tarik-menarik partikel platnya. Dalam suatu operasi pemboran, gel strength dikontrol agar mendapatkan suatu performance lumpur yang sesuai dengan fungsi yang diharapkan terhadap formasi yang dibor. Untuk standarisasi pengukuran gel strength dilakukan dua kali, yaitu pda initial time yaitu 0 menit atau tepat pada saat setelah sirkulasi lumpur dihentikan dan yang kedua yaitu setelah 10 menit sirkulasi dihentikan. Hubungan gel dengan thixotropic, yaitu sifat adanya gejala gel yang pecah dan menjadi lumpur pemboran kembali, kondisi ini bersifat reversible. Untuk mengetahui gel strength dalam lumpur pemboran dapat dipakai persamaan sebagai berikut : G=
G ' KT .....................................................................................(3.8) 1 + KT
dimana : G
= gel strength pada waktu T, gr lb/sgft.
G’ = gel strength maksimum, gr lb/sgft. T
= waktu, menit.
K
= konstanta rate.
Adapun fungsi gel strength dalam lumpur adalah untuk menahan cutting dan material solid dalam suspensi serta melepaskannya di permukaanya, sehingga gel strength merupakan faktor penting dalam mekanisme pengangkatan cutting. Ketidaknormalan yang relatif besar dari harga gel strength akan mengganggu jalannya operasi pemboran, karena menyebabkan masalah-masalah seperti : o Terganggu pompa untuk memulai sirkulasi karena membutuhkan tenaga pompa yang besar.
o Kecenderungan dari lumpur untuk lost circulation. o Pelepasan cutting, material solid dan pasir ke permukaan akan tidak efektif lagi sehingga dapat mempertinggi abrasifitas lumpur terhadap peralatan di permukaan, seperti pompa lumpur. o Filtration loss merupakan kehilangan fasa cair lumpur yang masuk ke formasi permeable yang diukur dengan peralatan standard filter press yang merupakan hasil pada kondisi statik (sirkulasi dihentikan). 1.3. Sifat Kimia Lumpur Pemboran Sifat kimia lumpur pemboran merupakan tingkat reaktifitas lumpur terhadap kondisi formasi yang ditembus, terutama berkaitan dengan kandungan kimiawi partikel-partikelnya. Seperti sifat fisik lumpur, sifat kimia juga sangat menentukan fungsi lumpur, karena performance lumpur dapat berubah dengan adanya pengaruh dari efek kimia partikelnya. Perubahan sifat kimia yang tidak sesuai maksud tujuan pemboran akan menyulitkan pengontrolan lumpur sehingga treatment terhadap sifat kimia harus selalu diperhatikan selama sirkulasi dilakukan. Semua sifat kimia diharapkan mempu memberikan keuntungan yang menunjang fungsi lumpur pemboran. Cara penanggulangan kerusakan lumpur yang diakibatkan oleh ion chlor antara lain adalah : o Jika mud cake terlalu tebal dan filtration loss terlalu besar dapat diperbaiki dengan menambah organic koloid. o Jika pH dibawa dibawah 8, maka perlu preserfatif untuk menahan fermentasi starch. o Jika padatan sukar dicapai karena fluktuasi oleh clay suspensi dapat diperbaiki dengan penggunaan attapulgite sebagai pengganti bentonite. 1.4. Jenis Lumpur Pemboran Penamaan lumpur pemboran yang diberikan oleh Zaba dan Doherty (1970) merupakan klasifikasikan berdasarkan fasa fluidanya, yaitu :
1. Water Base Drilling Mud 2. Oil Base Drilling Mud 3. Emulsion Drilling Mud 4. Gasseous Drilling Mud Gasseous drilling mud masih belum umum digunakan sangat sulit dalam penggunaan dan perawatannya. 1.4.1. Water Base Mud Bila bahan dasar lumpur adalah air maka lumpur disebut dengan water base mud. Air yang digunakan dapat berupa air tawar mauouan air asin. Lumpur yang mempunyai bahan dasarnya air disebut dengan Fresh Water Mud dan jika bahan dasarnya adalah air asin lumpur tersebut disebut Salt Water Mud. 1.4.1.1. Fresh Water Mud Fresh water muds adalah lumpur yang fase cairannya adalah air tawar dengan (kalau ada) kadar garam yang kecil (kurang dari 10000 ppm = 1 % berat garam). Fresh water mud dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain : o Spud Mud Spud mud digunakan untuk membor formasi bagian atas bagi conductor casing. Fungsi utamanya mengangkat cutting dan membuka lubang dipermukaan (formasi atas). Volume yang diperlukan biasanya sedikit dan dapat dibuat dari air dan bentonite (yield 100 bbl/ton) atau clay air tawar yang lain (yield 35-50 bbl/ton). Tambahan clay atau bentonite perlu dilakukan untuk menaikkan viscositas dan gel streght bila membor pada zone-zone loss. Kadang-kadang perlu lost circulation material. Density yang diperlukan harus kecil.
o Natural Mud Natural mud dibentuk dalam bentuk pecahan-pecahan cutting dalam fase air. Sifat-sifatnya bervariasi tergantung dari formasi yang dibor. Umumnya tipe
lumpur ini digunakan untuk pemboran yang cepat seperti pemboran pada surface casing (permukaan). Dengan bertambahnya kedalaman pemboran sifat-sifat lumpur yang lebih baik diperlukan dan natural mud ini di treated dengan zat-zat kimia dan additive-additive koloidal. Beratnya sekitar 9.1 – 10.2 ppg, dan viscositasnya 35-40 detik. o Bentonite – Treated Mud Lumpur jenis ini mencakup hampir semua jenis lumpur air tawar. Bentonite adalah material yang paling umum digunakan untuk membuat koloid inorganis untuk mengurangi filter loss dan mengurangi ketebalan mud cake. Bentonite juga menaikkan viscositas dan gel strength yang dapat dikontrol dengan thinner. o Phospate –Ttreated Mud Mengandung polyphospate untuk mengontrol viscositas dan gel strength. Penambahan zat ini akan berakibat terdispersinya fraksi-fraksi clay cooid padat sehingga densitas lumpur cukup besar tetapi viscositas dan gel strengthnya rendah. Ia mengurangi filter loss dan mud cake dapat tipis. Tannim biasa ditambahkan bersama-sama polyphospate untuk pengontrolan lumpur. Polyphospate tidak stabil pada temperatur tinggi (sumur-sumur dalam) dan akan kehilangan efeknya sebagai thinner (polyphonspate akan rusak pada kedalaman 10.000 ft dan temperatur 160-180
o
F, karena berubah ke
orthophospate yang malah menyebabkan terjadinya flokulasi). Phospate mud juga sulit dikontrol pada densitas lumpur tinggi (yang sering berhubungan dengan pemboran dalam). Dengan penambahan zat-zat kimia dan air, densitas lumpur dapat dijadikan 9-11 ppg. Polyphospate mud juga menggumpal jika terkena kontaminasi NaCl, Calcium sulfate dan kontaminasi semen dalam jumlah cukup banyak. o Organic Colloid Treated Mud Terdiri dari penambahan pregelatinized starch atau Carboxy Methyl Cellulose pada lumpur. Karena organic colloid tidak terlalu sensitif terhadap flokulasi
seperti clay, maka kontrol filtratnya pada lumpur yang terkontaminasi dapat dilakukan dengan organic colloid ini baik untuk mengurangi filtration loss pada fresh water mud. Dalam kebanyakan lumpur penurunan filter loss lebih banyak dilakukan dengan organic colloid daripada inorganic. o
“Red” Mud Red mud mendapatkan warnanya dari warna yang dihasilkan dari treatment dengan cautic dan guobracho (merah tua). Istilah ini tetap digunakan walaupun nama-nama colloid yang dipakai mungkin menyebabkan warna abuabu kehitaman. Umumnya istilah ini digunakan untuk lignin-lignin tertentu dan hunic thinner selain untuk tannim di atas. Suatu jenis lumpur lain ini adalah alkaline tannate treatment dengan penambahan polyphospate untuk lumpur-lumpur dengan pH di bawah 10. perbandingan alkaline, organic dan polyphospate dapat diatur dengan kebutuhan setempat. Alkaline-tannate treated mud mempunyai range pH 8-11. Alkaline-tannate dengan pH kurang dari 10 terhadap flokulasi karena kontaminasi garam. Dengan menaikkan pH maka sukar untuk flokulasi. Untuk pH lebih dari 11.5, pregelatinized starch dapat digunakan tanpa bahaya fermentasi. Di bawah pH ini, preservative harus digunakan untuk mencegah fermentasi (meragi) pada fresh water mud. Jika diperlukan densitas lumpur yang tinggi lebih murah bila digunakan treatment yang menghasilkan calcium treated mud dengan pH 12 atau lebih
o Calcium Mud Lumpur ini mengandung larutan calcium (disengaja). Calcium bisa ditambah dengan slaked lime (kapur mati), semen plaster (CaSO4) dipasaran atau CaCl2, tetapi dapat pula karena pemboran semen, anhydite dan gypsum.
a. Lime Treatted Mud Komposisi lumpur ini terdiri dari cautic soda, organic dispersant, lime dan fluid loss additive. Lumpur ini menghasilkan viscositas dan
gel strength yang rendah, baik digunakan untuk pemboran dalam serta untuk memperoleh densitas yang besar. Tetapi lumpur ini mempunyai kecenderungan untuk memadat pada temperatur tinggi, sehingga tidak boleh tertinggal dalam annulus casing dan tubing pada saat dilakukan penyeleseaian sumur (well completion). Maka diperlukan zat kimia tertentu untuk mengurangi efek dari padatan lumpur tersebut. b. Gypsum Treated Mud Digunakan untuk membor formasi gypsum dan anhydrite, terutama bila formasinya inter bedded (selang-seling antara garam dan shale). Treatmentnya adalah dengan mencampur base mud (lumpur dasar) dengan plaster (CaSO4) sebelum formasi anhydite dan gypsum di bor. viscositas dan gel strength yang berhubungan dengan formasi ini dapat dibatasi, yaitu dengan mengontrol rate penambahan plaster. Setelah clay di lumpur bereaksi dengan ion Ca, tak akan terjadi pengentalan lebih lanjut pada pemboran gypsum dan garam. Filter loss pada penggunaan gypsum treated mud ini dapat dikontrol dengan organic colloid dan karena pH-nya rendah, preservative harus ditambahkan untuk mencegah fermentasi. Suatu modifikasi dari gypsum treated mud yaitu dengan penggunaan chrome lignosulfonate deflocullant yang memberikan kontrol pada karakteristik flate gel pada lumpur tersebut. Lumpur gypsum chrome lignosulfonate ini mempunyai sifat yang sama baik dengan lime treated mud, karena itu dapat digunakan pada daerah yang sama baik dengan lime treated mud. Penggunaan non-ionic surfactant dalam gypsum chhrome lignosulfonate mud menghasilkan pengontrolan yang lebih baik pada filter loss dan low propertiesnya. Selain toleransinya yang besar terhadap kontaminasi garam. c. Calcium Salt Selain hydrate salt dan gypsum telah digunakan tetapi tidak meluas, juga zat-zat kimia yang memberi suplai kation multivalent
untuk base exchange clay (pertukaran ion-ion pada clay) seperti Ba (OH)2 telah digunakan.
1.4.1.2. Salt Water Mud Lumpur ini digunakan untuk membor garam massive (salt dome) atau salt stringer (lapisan formasi garam) dan kadang-kadang bila ada aliran garam yang terbor. Filtrate lossnya besar dan mud cakenya tebal bila tidak ditambah organic colloid. PH lumpur dibawah 8, karena itu perlu dipresentative untuk mencegah fermentasi starch. Jika slat mudnya mempunyai pH yang lebih tinggi, fermntasi terhalang oleh basa. Suspensi ini dapat diperbaiki dengan penggunaan antapulgate sebagai pengganti bentonite. o Unsaturated Salt Water Mud Air laut dari laut lepas atau teluk sering digunakan untuk lumpur yang jenuh kegaramannya (unsaturated salt water mud). Kegaraman (salinity) lumpur ini ditandai dengan : 1. Filtrate loss besar kecuali ditereated dengan organic colloid 2. Medium sampai tinggi pada gel strength kecuali ditreated dengan thinner. 3. Suspensi yang tinggi kecuali ditreated dengan attapulgite atau organic colloid Lumpur
ini
biasa
mengalami
“foaming”,
yaitu
berbusa
(gas
menggelembung) yang bisa diredusir dengan : 1. Menambah soluble surface active agent 2. Menambah zat kimia untuk menurunkan gel strength Lumpur yang terkena kontaminasi garam juga ditreated seperti pada sea water ini.
o Saturated Salt Water Mud Fasa cair lumpur ini dijenuhkan dengan NaCl. Garam-garam lain dapat pula berada disitu dalam jumlah yang berlainan. Saturated salt water mud
dapat digunakan untuk membor formasi-formasi garam dirongga-rongga yang terjadi karena pelarutan garam dapat menyebabkan hilangnya lumpur, dicegah dengan penjenuhan garam terlebih dahulu pada lumpurnya. Lumpur ini juga dibuat dengan menambahkan air garam yang jenuh untuk pengenceran dan pengaturan volume. Filtrate loss yang rendah pada saturated salt organik colloid mud menyebabkan tidak perlunya memasang casing di atas salt beds (farmasi garam). Filtrate lossnya bisa dikontrol sampai 1 cc API dengan organic colloid. Saturated salt water mud dapat dibuat berdensitas lebih dari 19 ppg. Dengan menambahkan organic colloid agar filtration lossnya kecil, lumpur ini bisa untuk membor formasi dibawah salt beds, walaupun restivitinya yang rendah buruk untuk electical log. Gabungan dari non-ionic surfactant menyebabkan pengontrolan filtrasi dan flow propertiesnya lebih mudah dan murah, terutama pada densitas tinggi. Saturated salt water mud dapat pula dibuat dari fresh water atau brine mud. Jika dari fresh water mud maka paling tidak separoh dari lumpur harus dibuang, diperlukan untuk pengenceran dengan air tawar dan penambahan lebih kurang 125 Ibs garam/bbl lumpur. Jika dikehendaki pengontrolan filtration loss, suatu organic colloid dan presentative dapat ditambahkan. Jika lumpur dibuat dari saturated brine (air garam yang jenuh) sekitar 20 Ib/bbl attapulgite ditambahkan bersama dengan organic colloid dan mungkin presentative. Densitas lumpur ini 103 ppg dan akan naik sekitar 11 ppg selama pemboran berlangsung. Pemeliharaannya jenis lumpur ini, termasuk penambahan air asin untuk mengurangi viscositas, attapulgite untuk menambah viscositas, gel dan filtrasi dapat diperoleh dengan penambahan alkaline-tannate solution atau sedikit lime (kapur). o Sodium Silicate Mud
Fasa cair Na-Silicate mud mengandung sekitar 65% volume larutan Na silicate dan 35% larutan garam jenuh. Lumpur ini digunakan untuk pemboran heaving shale, tetapi telah terdesak penggunaannya oleh lime treated mud, gypsum lignosilfonate, shale control dan surfactant muds (lumpur yang diberi DAS dan DME) yang lebih baik, murah dan mudah dikontrol sifat-sifatnya. 1.4.2. Oil in Water Emulsion Mud Untuk lumpur jenis ini minyak merupakan fase tersebar (emulsi) dan air sebagai fasa contiou. Jika pembuatannya baik, filtratnya hanya air. Sebagai dasar dapat digunakan baik fresh maupun salt water mud. Sifat-sifat fisis yang dipengaruhi emulsifikasi hanyalah berat lumpur, volume filtrat, tebal mud cake dan pelumasan. Segera setelah emulsifikasi, filtrate loss berkurang, filter cake menjadi tipis dan torque putaran drillstring benyak berkurang. Keuntungannya adalah bit yang lebih tahan lama, penetration rate baik, pengurangan korosi pada drill string, perbaikan pada sifat-sifat lumpur (viscositas dan tekanan pompa boleh/dapat dikurangi, water loss turun, mud cake turun (mud cake tipis) dan mengurangi bailling (terlapisnya alat oleh padatan lumpur) pada drill string. Viscositas dan gel lebih mudah dikontrol bila emulsifiernya juga bertindak sebagai thinner. Umumnya oil in water emultion mud dapat bereaksi dengan penambahan zat dan adanya kontaminasi sama seperti lumpur aslinya. Semua minyak (crude) dapat digunakan, tetapi lebih baik bila digunakan minyak refinery (refinery oil) yang mempunyai sifat-sifat sbb : 1. Uncracked (tidak perpecah-pecah molekulnya) supaya stabil 2. Flash point tinggi, untuk mencegah bahaya api 3. Aniline number tinggi (lebih dari 155) agar tidak merusakan karet-karet dipompa/circulation system 4. Pour point rendah, agar bisa digunakan untuk bermacam-macam temperatur
Keuntungan lainnya adalah bahwa karena bau serta fluorecensinya lain dengan crude oil (mungkin yang berasal dari formasi), maka ini berguna untuk pengamatan cutting oleh geolog dalam menentukan adanya minyak di pemboran tersebut. Adanya karet-laret yang rusak dapat dicegah dengan penggunaan karet sintesis 1.4.2.1. Fresh Water in Water Emulsion Mud. Fresh water oil in water emultion mud adalah lumpur yang mengandung NaCl sampai sekitar 60.000 ppm. Lumpur emultion ini dibuat dengan menambahkan emulsifier (pembuat emulsi) ke water base mud diikuti dengan sejumlah minyak yang biasanya 5-25% volume. Jenis emulsifier bukan sabun lebih disukai karena ia dapat digunakan dalam lumpur yang mengandung larutan Ca tanpa memperkecil emulsifiernya dalam hal efesiensi. Emulsifikasi minyak dapat bertambah dengan agitasi (diaduk) dan penjagaannya secara periodic ditambahkan minyak dan emulsifier. Maintenancenya terdiri dari penambahan minyak dan emulsifier secara periodik. Jika sebelum emulsifikasi lumpurnya mengandung persentase clay yang tinggi, pengenceran dengan sejumlah air perlu dilakukan untuk mencegah kenaikan viscositas. Karena keuntungan dalam pemboran dan mudahnya pengontrolan maka lumpur ini disukai orang. 1.4.2.2. Salt Water Oil in Water Emulsion Mud Salt water oil in water absorption mud mengandung paling sedikit 60.000 ppm NaCl dalam fasa cairnya. Emulsifikasi dilakukan dengan emulsifier agentorganik. Lumpur ini biasanya mempunyai pH dibawah 9, dan cocok untuk digunakan pada daerah dimana perlu dibor garam massive atau lapisan-lapisan garam. Emulsi ini mempunyai keuntungan-keuntungan seperti juga pada fresh water emultion : pertama densitasnya kecil, kedua filtration loss sedikit dan mud cake tipis dan lubrikasi lebih baik. Lumpur demikian mempunyai tendensi untuk foaming yang bisa dipecahkan dengan penambahan surface active agent tertentu.
Maintenance lumpur ini sama dengan salt mud biasa kecuali perlunya menambah emulsifier, minyak dan surface active defoamer (anti foam).
1.4.5. Oil Base and Oil Base Emulsion Mud Lumpur ini mengandung minyak sebagai fasa kontinunya. Komposisinya diatur agar kadar airnya rendah (3 - 5% volume). Relatif lumpur ini tidak sensitif terhadap kontaminant. Tetapi airnya adalah kontaminan karena memberi efek negatif bagi kestabilan lumpur ini. Untuk mengontrol viscositas, menaikan gel strength, mengurangi efek kontaminan air dan mengandung filtare loss, perlu ditambahkan zat-zat kimia. Fungsi oil base mud didasarkan pada kenyataan bahwa filtratnya adalah minyak karena itu tidak akan menghidratkan shale atau clay yang sensitif baik terhadap formasi biasa maupun formasi produktif (juga untuk kompletion mud). Fungsi terbesar adalah pada completion dan work over sumur. Kegunaan lain adalah untuk melepaskan drill pipe yang terjepit, mempermudah pemasangan casing dan liner. Oil base mud ini harus ditempatkan pada suatu tanki besi untuk menghindarkan kontaminasi air. Rig harus dipersiapkan agar tidak kotor dan bahaya api berkurang. Oil base emultion dan lumpur oil base mempunyai minya sebagai fasa kontinu dan air sebagai fasa tersebar. Umumnya oil base emulsion mud mempunyai faedah yang sama seperti oil base mud, yaitu filtratnya minyak dan karena menghidratkan shale/clay yang sensitif. Perbedaan utamanya dengan oil base mud bahwa air ditambahkan sebagai tambahan yang berguna (bukan kontaminasi). Air yang teremulsi dapat antara 15 - 50% volume, tergantung density dan temperatur yang diinginkan (dihadapi dalam pemboran). Karena air merupakan bagian dari lumpur ini, maka lumpur-lumpur ini mempunyai sifat-sifat lain dari oil base mud yaitu ia dapat mengurangi bahaya api , toleran terhadap air, dan pengontrolan flow propertisnya dapat seperti pada water base mud. 1.4.5. Gaseous Drilling Fluid
Digunakan untuk daerah-daerah dengan formasi keras dan kering dengan gas atau udara dipompakan pada annulus, salurannya tidak boleh bocor. Keuntungan cara ini adalah penetration rate lebih besar, tetapi adanya formasi air dapat menyebabkan bit bailing (bit dilapisi cutting/padatan-padatan) dan pipe sticking yang merugikan. Juga tekanan formasi yang besar tidak membenarkan digunakannya cara ini, tapi sebaliknya formasi dengan tekanan kecil cocok dengan cara ini. Penggunaan natural gas membutuhkan pengawasan yang ketat pada bahaya api. Lumpur ini juga baik untuk completion pada zonezone dengan tekanan rendah. Telah dibuktikan dengan data-data dari lapangan dan laboratorium, bahwa udara dan gas merupakan drilling fluid yang lebih baik dari pada cairan seperti lumpur, daam hal penetration rate, mupun dalam menanggulangi lost circulation dan untuk well completion. Penetration rate dapat naik, terutama disebabkan oleh tidak adanya kolom lumpur yang besar pada formasi yang mana menyebabkan formasi menjadi liat dan sulit dibor, selain itu penggunaan udara menyebabkan formasi mudah menjadi pecah serta cutting mudah dibersihkan, hanya cara ini tidak dapat digunakan pada pemboran wild cat atau eksplorasi. Suatu cara pertengahan antara lumpur cair dengan gas adalah aerated mud drilling dimana sejumlah besar udara (lebih dari 95%) ditekan pada sirkulasi lumpur untuk memperendah tekanan hidrostatik (untuk lost circulation zone), mempercepat pemboran dan mengurangi biaya pemboran.
1.5. Fungsi Lumpur Pemboran Meskipun hingga sat ini sangat banyak diperoleh berbagai merek lumpur pemboran yang dikomersilkan untuk tujuan pemboran dalam berbagai kondisi, fungsi utama lumpur adalah sebagai fluida yang berperan untuk keberhasilan suatu program penyelesaian sumur. Sifat-sifat lumpur pemboran harus dapat memberikan keamanan dan rate pemboran serta mampu mencapai komplesi sumur dengan kapasitas produksi maksimum. Penggunaan lumpur dikontrol oleh sifat-sifat yang sering dijumpai di lapangan yang akan menjadi obyek untuk
proyek pemboran dengan pertimbangan tersedianya biaya yang akan dianggarkan untuk penggunaan dan perawatan lumpur. Dimana pengeluaran harus sesuai dengan perencanaan dan efisien jika dilakukan penggunaan lumpur dengan fungsi yang dibutuhkan. Dengan penilaian demikian dapat diperoleh faktor yang harus dicapai agar fungsi lumpur dapat berjalan secara optimal. Walaupun semua lumpur memiliki fungsi yang sama, sifat-sifat lumpur sangat dipengaruhi oleh pertimbangan untuk memfasilitasi keperluan rate, keamanan dan program penyelesaian suatu sumur. Fungsi lumpur meliputi : o Mengangkat cutting ke permukaan o Mendinginkan dan melumasi bit dan drillstring o Memberi dinding pada lubang bor dengan mud cake o Mengontrol tekanan formasi o Membawa cutting cutting dan material pemberat pada susupensi jika sirkulasi lumpur dihentikan sementara o Melepaskan cutting dan pasir di permukaan o Menahan sebagian berat drillpipe dan casing o Mengurangi efek negative pada formasi o Mendapatkan informasi dari mud logging o Media logging Diharapkan semua fungsi lumpur diatas dapat berjalan sesuai dengan yang tujuan pemboran dan kondisi formasi yang akan dibor, karena program pemboran dikatakan berhasil jika fungsi lumpur bisa memberikan hasil optimum dan dapat mengatasi segala kendala selama proses pemboran. Tabel III-2. Sifat Fisik Beberapa Jenis Clay4)
Jenis Montmorillonite Illite Kaolinite Chlorite
Luas Permukaan (surface area) (m2/gram) 82 113 22 -
Rentang Cation Exchange Capacity (CEC) 80 – 150 10 – 40 3 – 15 10 – 40
Kemampuan mengembang (swelling) yang besar diantara tipe lempung yang lainnya, Montmorillonite clay akan membentuk suatu larutan dengan viscositas yang cukup besar, hal ini penting untuk pembersihan dasar. Fresh water sebagai fasa kontinyu dalam water base mud, invasi mud filtrat menyebabkan lempung mengembang di dalam pori batuan sehingga poripori batuan mengalami clay blocking. Telah dijelaskan sebelumnya, jika dengan fresh water akan bereaksi. Untuk ini maka diperlukan pengertian dan lempung. Lempung (clay) adalah material dan tanah dengan ukuran colloid yang mengembang bila basah dan bersifat mengabsorbsi terhadap air. Oleh karena itu disebut “hydrophilic”. Sedangkan perbedaan clay dengan shale adalah kalau clay bersifat hydrophilic sedangkan shale bersifat hydrophobic yang kurang bisa menghidrat. Bentuk partikel lempung adalah mirip timbunan dan plat-plat datar yang tipis yang bentuknya menyerupai mika. Plat-plat ini terdiri atas lapisan molekul yang terikat satu di atas lainnya. Kisi-kisinya terikat secara kovaleri dan sulit terputuskan. Untuk berbagai kation Na dan Ca atau ion-ion lainnya terikat lemah diantara plat-plat tersebut. Ikatan antar ion terjadi karena adanya gaya Van Der Wall yang begitu lemah dan mudah berputar sehingga menyebabkan molekul-molekul air masuk ke dalam ruang antar plat-plat. Hal ini menyebabkan partikel-partikel clay akan terdispersi bila bertemu dengan air. Proses ini menyebabkan terhidrasi dan mengembang pada clay. Air yang terperangkat di antara plat-plat, begitu terikat akan mengandung sebagian besar dari total air yang ditahan oleh sistem colloid clay. Banyaknya air yang diserap oleh pertikel clay tergantung pada sifat-sifat ikatan ionnya. Na adalah kation monovalen oleh karena itu, ion-ion ini terikat begitu lemah pada batasbatas permukaan sehingga memungkinkan masuknya air lebih banyak bila ikatan lebih kuat seperti ikatan divaleri pada kalsium.
3.9. Kondisi-kondisi yang Mempengaruhi Lumpur Pemboran Kondisi-kondisi disini merupakan suatu keadaan yang mungkin timbul dan sangat mempengaruhi proses pemboran, terutama yang berkaitan dengan perencanaan lumpur pemboran. Dengan kata lain dapat disebut sebagai jenis-jenis permasalahan pemboran yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain bisa disebabkan oleh pengaruh karakteristik batuan dan kondisi formasi atau bisa juga disebabkan oleh proses-proses pemboran itu sendiri. Sehingga sebelumnya diperlukan suatu study secara menyeluruh tentang sifat-sifat maupun perilaku formasi yang akan ditembus juga akibat-akibat yang mungkin timbul selama dilakukannya proses pemboran dalam rangka optimasi dari fungsi lumpur pemboran yang sesuai dengan kondisi-kondisi lapangan yang sebenarnya. Berdasarkan pada pengaruh utama dari kondisi yang berperan terhadap perencanaan lumpur pemboran, maka dapat dikelompokkan menjadi dua jenis kondisi, yaitu yang dipengaruhi oleh karakteristik batuan dan yang dipengaruhi oleh proses pemboran. 3.9.1.4. Temperatur Tinggi Temperatur bottom-hole memiliki range antara 80° sampai 460° F. Umumnya temperatur akan naik dengan bertambahnya kedalaman sumur, meskipun gradient temperatur sangat bervariasi. Kehilangan panas lumpur ke atmosfer selama di permukaan menyebabkan lumpur menjadi lebih dingin daripada batuan formasi dan hal ini berlangsung terus selama proses sirkulasi. Sifat rheologi lumpur pemboran pada kondisi bawah permukaan akan sangat berbeda dengan temperatur terukur di permukaan. Temperatur sangat bergantung pada gradient geothermal, dan akan mungkin berharga lebih dari 500°F atau 260°C saat berada di bawah permukaan selama dilakukan kegiatan round trip. Dan meskipun temperature layak untuk dipertimbangkan terhadap rheologi lumpur, namun sulit sekali diprediksi signifikasi efeknya. Temperatur yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya daya tarik-menarik antar partikel, yang ditunjukkan dengan meningkatnya harga gel strength, sedangkan viskositas efektif lumpur dipengaruhi oleh tenaga antar partikel
tersebut. Semakin besar daya tarik antar partikel, sedangkan luas ruang untuk partikel tetap, maka gesekan-gesekan pertike-partikel akan semakin intens pula sehingga menyebabkan kenaikan temperature jenis materialnya. Tingginya temperature dapat mempengaruhi rheologi lumpur pemboran antara lain : 1. Secara fisik, naiknya temperature akan menurunkan viskositas fasa cair (air) lumpur pemboran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.15. 2. Secara kimiawi, semua hidroksida akan bereaksi dengan mineral clay pada temperature diatas 200°F, tetapi dengan menggunakan lumpur yang mengandung alkalinitas yang rendah, seperti lignosulfonate, efek terhadap rheologi lumpur dapat direduksi. 3. Secara
elektro-kimiawi,
dengan
bertambahnya
temperature
akan
meningkatkan aktifitas ion elektrolit, dan solubilitas salt akan naik pula jika terdapat dalam lumpur; sehingga besarnya perubahan dari efek elektro-kimiawi sangat bervariatif terhadap rheologi lumpur. Kenaikan temperatur formasi menimbulkan efek yang mengganggu kinerja lumpur pemboran. Fluid filtration yang lolos dari mud cake adalah berbanding terbalik dengan viskositas lumpur, sedangkan viskositas akan turun dengan bertambahnya temperatur. Bertambahnya temperatur juga dapat meningkatkan sifat-sifat reaktif kimiawi lumpur pemboran, sperti semen, gypsum dan garam. Untuk mengatasi permasalahan tingginya
temperature, diperlukan
pengontrolan lumpur berdasarkan fungsinya yaitu mengurangi efek negative yang ditimbulkan formasi. Secara fisik, efek negative temperature yang tinggi, dapat direduksi dengan menentukan jenis atau tipe lumpur pemboran yaitu dengan menggunakan oil-base mud, karena jenis lumpur ini mempunyai kemempuan yang baik tahan terhadap pengaruh temperature, viskositasnya tidak mudah berubah-ubah atau lebih konsisten dibandingkan dengan water-base mud. Secara kimiawi, dapat dilakukan dengan membuat lumpur dengan alkalinitas rendah, dengan menambahkan caustic tannate atau lignosulfonate, karena sifatnya yang dapat mengurangi reaksi antara hidroksi dengan meniral clay pada temperature tinggi.
Gambar 3.15. Pengaruh Temperatur terhadap Viskositas Air20)
Efisiensi pengangkatan dan pelepasan cutting atau pasir ke permukaan harus memperhatikan sifat-sifat lumpur pemboran terutama berkaitan dengan sifat berikut ini : 1. Densitas lumpur pemboran, dengan menaikkan densitas lumpur maka akan menaikkan gaya buoyancy, yaitu gaya pertikel yang berlawanan dengan arah gravitasi, sehingga menaikkan kemampuan mengangkat material ke permukaan dengan syarat lumpur mempunyai tekanan pompa di permukaan yang besar untuk sirkulasi lumpur ditambah volume padatannya. 2. Viskositas dan gel strength, lumpur yang memiliki viskositas dan gel strength yang rendah akan memberikan persen berat partikel yang besar dengan waktu sirkulasi yang sama, sehingga partikel akan cenderung mengendap (settling) kembali di bottomhole. Sehingga viskositas dan gel strength perlu dinaikkan untuk mencegah pengendapan kembali oleh partikel dengan diimbangi tekanan pompa lumpur yang memadai untuk mengangkat partikel-partikel padatan yang besar.
3.9.2. Pengaruh Proses-proses Pemboran Dalam operasi pemboran, berbagai problem berkaitan dengan sifat-sifat lumpur pemboran muncul. Beberapa problem tersebut musti harus diperhatikan dan tidak mungkin dihindari, hanya bisa dilakukan meminimalisasikan efek-efek yang lebih merugikan berakibat fatal. Hal ini lebih disebabkan karena lumpur pemboran
tidak
mampu
memberikan
fungsinya
dalam
mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan akibat negatif suatu kegiatan pemboran, dimana bukan teknis pemborannya yang perlu dikoreksi, tapi cukup hanya memperbaiki dan mengatur sifat-sifat lumpur pemboran. 3.10. Pemeliharaan Lumpur Pemboran Maksud dari pemeliharaan lumpur pemboran adalah mempertahankan lumpur dengan baik sesuai dengan fungsinya dalam operasi pemboran agar diperoleh produksi minyak yang optimal tanpa mengalami hambatan-hambatan, oleh karena itu perbaikan tidak harus menunggu lumpur mengalami kerusakan atau tidak berfungsi secara maksimal. Perawatan disini tidak harus emnggunakan metode tertentu, karena biasanya zona-zona pemboran mempunyai pengaruh yang berlainan satu dengan yang lainnya. Salah satu cara adalah melakukan kontrol lumpur, sehingga secara ilmiah yang dikombinasikan dengan pengatahuan dari pengalaman diharapkan dapat mengatasi gejala-gejala adanya perubahan-perubahan sifat lumpur pemboran. Hal tersebut perlu diperhatikan karena perubahan-perubahan sifat lumpur dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan yang sangat merugikan, baik yang berasal dari pengaruh karakteristik batuan dan kondisi formasi ditembus maupun dari pengaruh proses-proses pemboran. Biasanya lumpur pemboran sering dipengaruhi oleh lapisan-lapisan batuan formasi yang pda saat itu dibor. Beberapa contoh langkah yang dapat dijadikan pedoman untuk merawat lumpur pada suatu daerah yang sudah pernah dilakukan pengeboran adalah sebagai berikut : o Memasukkan additif pengencer lumpur pemboran pada waktu akan menembus lapisan kapur.
o Memasukkan additif pengental lumpur pemboran jika akan menembus lapisan tanah liat. o Memasukkan caustic soda kedalam lumpur pemboran jika akan menembus lapisan tanah liat. o Memasukkan additif untuk mengurangi filtration loss pada waktu membor lapisan yang mengandung minyak. Intinya jika suatu pemboran akan menembus suatu lapisan formasi tertentu, maka lumpur pemboran sebaiknya dikontrol dengan menambahkan zat-zat additif sesuai dengan fungsi lumpur yang diinginkan dan sesuai dengan kondisi lapangan yang akan dobor agar tidak terjadi kerusakan akibat kesalahan perencanaan lumpur pemboran untuk suatu formasi tertentu, berikut beberapa additif sesuai dengan fungsinya yang berkaitan dengan sifat-sifat lumpur pemboran. Jika terjadi hal-hal bersifat mendadak (accidental) dan tidak terduga sebelumya serta mengakibatkan perubahan sifat pada lumpur pemboran maka lumpur lumpur harus segera diberikan treatment dengan tepat agar lumpur tidak rusak sama sekali sehingga diperlukan biaya besar, misalnya : o Lumpur pemboran yang terkena pengaruh kapur akan mendadak mengental dan harus dilakukan treatment dengan memeberikan additif pengencer. o Lumpur yang terkena pengaruh semen akan terjadi penggumpalan harus segera diberikan additif natrium bicarbonate. o Lumpur yang terkena pengaruh air akan menjadi encer dan merusak air tapisan, maka harus dilakukan treatment dengan additif pengental emulsi minyak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam treatment lumpur pemboran antara lain sebagai berikut : o Bentonite biasa dimasukkan langsung kedalam lumpur pemboran sedikit demi sedikit. o Minyak (emulsi) dimasukkan terlebih dahulu kedalam bak lumpur.
o Calgon harus dihancurkan dan dilarutkan dahulu dalam air, kemudian sedikit demi sedikit kedalam lumpur di bak. o CMC dimasukkan kedalam lumpur dalam bak lumpur dengan takaran tertentu. o Myrtan dihancurkan dahulu dalam larutan NaOH, kemudian dimasukkan kedalam bak lumpur. o Calcium carbonat dapat rusak oleh asam sehingga harus diketahui bahwa lumpur tidak asam. o Bahan-bahan seperti : sodium axid phyrophospate dan sodium hexa methaphospate, sodium tetraphospate dan sodium phyrophospate tidak stabil pada temperatur yang tinggi. o Additif yang tahan terhadap temperatur yang tinggi adalah minyak lignite yang dimasukkan bersama-sama caustic soda. o Memasukkan additif selama sirkulasi dan diaduk terus-menerus dengan lumpur yang ada pada bak lumpur, dimana hal ini dimaksudkan agar pengaruh dari additif yang ditambahkan tersebut merata. Pengendalian additif saat persiapan dan selama operasi pemboran berlangsung harus terus dilakukan.
Tabel 1.1 Koefisien Rate
Tabel 1.2 Koefisien Loss Peralatan Permukaan
Tabel 1.3 Koefisien Loss Drill Collar
Tabel 1.4 Koefisien Loss Drill Pipe