STUDI PEMANFAATN KULIT PISANG KEPOK DALAM MENINGKATKAN KUALITAS AIR SUNGAI BONE KABUPATEN BONE BOLANGO (Suatu Penelitian di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo) Safrudin J Mohamad, Sunarto Kadir 1, Lia Amalia 2
[email protected] Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Salah satu sumber energi yang terpenting di dunia ini adalah air. Konsekuensi dari kebutuhan manusia akan air bersih untuk berbagai kegiatan yaitu ketersediaan air yang cukup secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Kondisi air baku yang tidak memenuhi persyaratan air bersih, memerlukan penanganan khusus sebelum dikonsumsi, dalam hal ini pencemaran merkuri (Hg) pada air sungai Bone. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, apakah pemanfaatan kulit pisang kepok dapat meningkatkan kualitas air sungai Bone di Kabupaten Bone Bolango? Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kualitas air sungai Bone secara fisik dan kimia meliputi warna, rasa, dan bau, serta kandungan logam berat merkuri (Hg). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan pengambilan sampel air sungai Bone menggunakan teknik Purposive Sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air secara fisik baik dan kimia tidak baik . Pemanfaatan media kulit pisang kepok dapat memperbaiki kualitas kimia air sungai Bone sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.82 tahun 2001 dengan hasil pemeriksaan, 0.00529 mg/l menjadi 0.00117 mg/l pada titik I, 0.00742 mg/l menjadi 0.00179 mg/l pada titik II, dan titik III 0.00420 mg/l menjadi 0.00206 mg/l. Sehingga disarankan bagi masyarakat yang menggunakan air sungai Bone sebagai sumber air untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari agar lebih memperhatikan kualitas air baik secara fisik, kimia dan biologi untuk mengurangi berbagai macam toksisitas dari logam berat. Kata Kunci : Kualitas air, Kulit Pisang Kepok, Air Sungai Bone
1
Safrudin J Mohamad Mahasiswa pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo, Dr. Sunarto Kadir. Drs., M.Kes dan Lia Amalia S.KM., M.Kes Dosen pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggitingginya. Salah satu sumber energi yang terpenting di dunia ini adalah air. Konsekuensi dari kebutuhan manusia akan air bersih untuk berbagai kegiatan yaitu ketersediaan air yang cukup secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas. Kondisi air baku yang tidak memenuhi persyaratan air bersih, memerlukan penanganan khusus sebelum dikonsumsi. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Sesuai dengan kegunaanya air dipakai sebagai air minum, air untuk mandi, dan mencuci, air unntuk pengairan pertanian, air untuk kolam perikanan, air untuk sanitasi dan air untuk transportasi, baik di sungai maupun di laut (Arya, 2004). Air adalah bagian dari kehidupan di permukaan bumi. Air bukan merupakan hal yang baru, karena kita ketahui bersama bahwa tidak ada satupun kehidupan dimuka bumi ini dapat berlangsung tanpa adanya air. Oleh karena itu, air dikatakan benda mutlak yang sangat diperlukan dalam kehidupan makhluk hidup. Volume air dalam tubuh manusia rata-rata 65% dari total berat badannya dan volume tersebut sangat bervariasi pada masing-masing orang, bahkan juga bervariasi pada bagian-bagian tubuh seseorang. Beberapa organ tubuh manusia yang mengandung banyak air antara lain : otak 74%, tulang 22%, ginjal 82,7%, otot 75,6% dan darah 83%. Menurut perhitungan World Health Organisation (WHO), di negara - negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter/hari. Sedangkan di Negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter/hari. Selain memenuhi syarat kuantitas, penyediaan air bagi masyarakat juga harus memenuhi syarat kualitas yang meliputi syarat fisik, syarat bakteriologis, syarat kimia dan syarat radiologis dan juga tidak melewati nilai ambang batas yang telah ditetapkan.
Dalam Permenkes RI No.416/Menkes/PER/IX/1990 tercantum syarat-syarat yang harus di penuhi agar air yang dikonsumsi masyarakat pada umumnya tidak berdampak buruk bagi masyarakat, misalnya dapat menimbulkan penyakit, gangguan teknis, ataupun dalam segi estetika. Maksud dari peraturan ini dibuat karena air mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sekarang ini dalam pelaksanaan pengawasan tentang kualitas air telah di perbaharui dalam Permenkes RI No.429/Menkes/PER/VI/2010 tentang syarat-syarat kualitas air minum, di dalam peratruran ini tertulis lebih detail tentang tata laksana pengawasan kualitas air yang layak konsumsi. Menurut permenkes syarat kualitas air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dapat langsung diminum. Selama ini sudah banyak kita lihat kegiatan industri dimana-mana, ini merupakan salah satu faktor yang menimbulkan tercemarnya air yang di akibatkan oleh limbah dari hasil kegiatan manusia tersebut, baik sisa dari limbah rumah tangga, limbah pabrik ataupun kegiatan industri lainnya. Dalam menentukan syarat kesehatan untuk air meliputi beberapa persyaratan yaitu, syarat fisik, kimia dan biologi. Dalam syarat fisik ada bebrapa aspek yang harus di perhatikan dalam menggunakan ataupun mengkonsumsi air yang meliputi rasa, bau, dan kekeruhan. Begitupula dengan syarat kimia air yang meliputi pH, dan beberapa logam berat yang terkandung di dalam badan air terutama Merkuri (Hg). Dan persyaratan biologi mencakup keberadaan bakteri dan patogen yang terdapat dalam air itu sendiri. Dari persyaratan diatas haruslah menjadi perhatian untuk kita, karena dapat menimbulkan berbagai permasalahan yang serius terutama bagi kesehatan. Untuk itu peneliti akan melakukan pengujian terhadap pemanfaatan tanaman penjernih air dalam meningkatkan kualitas air sungai baik secara fisik dan kimia. Air sungai adalah salah satu air permukaan yang sampai sekarang ini menjadi sumber air bagi masyarakat. Sebagai salah satu contoh, di Provinsi Gorontalo air sungai digunakan sebagai sumber air yang diolah menjadi air PAM dan di salurkan ke sebagian besar masyarakat Gorontalo. Kabupaten Bone Bolango salah satunya
yang memiliki instalasi PAM yang menggunakan aliran sungai Bone sebagai sumber air untuk diolah dan disebarkan ke masyarakat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi yang dimuat dalam buku “Status Lingkungan Hidup Provinsi Gorontalo 2007” mendeskripsikan tentang kualitas air sungai Bone yang menyebutkan pada beberapa titik daerah aliran sungai Bone seperti kualitas air sungai di Bendungan Alale tidak memenuhi syarat Baku mutu air kelas untuk seluruh parameter. Kadar air Merkuri 4 kali lebih tinggi dari baku mutu. Total Coliform mencapai 24 kali dari yang di persyaratkan untuk kelas II. Di instalasi PDAM Kabila, kadar air Merkuri 6 kali lebih tinggi dari baku mutu. Di outlet PDAM Kabila kadar air Merkuri 2 kali lebih tinggi dari baku mutu (Rushtamin, 2008). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan media tanaman penjernih air alami, yaitu kulit pisang. Media tersebut akan digunakan dalam mejernihkan air sungai yang telah tercemar akibat dari penambangan, baik diukur dari parameter fisik maupun kimia. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gustavo Carlo, salah seorang ilmuwan di Universitas Sao Paulo Brazil mengemukakan bahwa kulit pisang dapat menjernihkan air karena mengandung atom nitrogen, sulfur dan bahan-bahan organik seperti asam carboxilyc yang dapat mengikat logam dalam air. Para peneliti ini menemukan potongan-potongan kulit pisang yang bisa memindahkan timah dan tembaga dari air yang ada di sungai Prana, Brazil. Menurut mereka, penjernih dari kulit pisang ini dapat digunakan hingga 11kali. Bahan-bahan sintetis bisa di gunakan beberapa kali, namun bahan alami jauh lebih murah dan tidak membutuhkan proses kimia untuk membuatnya (Faisal, 2012). Dalam penelitian lain juga yang berjudul “Efektifitas Kulit Pisang Kepok Sebagai Teknologi Filter Penjernihan Sederhana Terhadap Air Yang Tercemar Cu dan Timah” menyebutkan bahwa permasalahan pencemaran air yang diakibatkan oleh logam berat dapat diatasi dengan teknologi filter sederhana berbahan kulit pisang kepok (Endra, 2014). Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air sungai Bone setelah pemanfaatan kulit pisang kepok.
METODE PENELITIAN Penelitian menggunakan kulit pisang terhadap air dilaksanakan di sungai Bone Kabupaten Bone Bolango, sedangkan untuk mendapatkan media yang digunakan yaitu kulit pisang, menggunakan limbah kulit pisang kepok dari industri rumahan. Dan untuk pengukuran kualitas air secara fisik dan kimia, dilaksanakan di Laboratorium Pembinaan dan Penyuluhan Mutu Hasil Perikanan. Pada penelitian ini pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan pada beberapa titik yang mewakili aktifitas masyarakat dengan berbagai macam penggunaan air sungai Bone. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 26 Februari sampai 14 Maret 2014, diawali dengan pengambilan data sampai dengan pengukuran kualitas air sungai. Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskrpitif, yaitu menggambarkan atau mendiskripsikan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat. Dengan menggunakan analisis univariat, yaitu penyajian data dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menggambarkan variabel yang dalam penyajian berbentuk tabel distribusi frekuensi dan analisa presentase. Kelompok variabel yaitu kualitas air (parameter fisik dan parameter kimia), dan penggunaan kulit pisang sebagai penjernih air. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup, setiap makhluk hidup memerlukan air dalam kehidupan sehari-hari. Sungai merupakan salah satu sumber air terbesar di muka bumi yang dapat di olah menjadi untuk dikonsumsi oleh masyarakat umum, misalnya di Kabupaten Bone Bolango dan Kota Gorontalo sebagian yang menggunakan sungai Bone sebagai sumber air yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk disalurkan sebagai air yang dapat dikonsumsi masyarakat. Oleh Karen itu secara alamiah air tidak pernah dijumpai dalam keadaan benar-benar jernih dan murni, tapi selalu ada zat-zat yang mempengaruhi kualitas air.Untuk mengetahui kualitas air sungai Bone baik secara fisik dan kimia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Bone Berdasarkan Parameter Fisik dan Kimia Sebelum Perlakuan Hasil Pemeriksaan Parameter Satuan Baku Mutu Titik I Titik II Titik III Fisika Warna
-
Tdk berwarna
Rasa Tdk berasa Bau Tdk berbau Kimia Hg Mg/l 0,002 mg/l Sumber : Data Primer, 2014
Tidak berwarna Tidak berasa Tidak berbau
Tidak bewarna Tidak berasa Tidak berbau
Berwarna
0,00529
0,00724
0,00420
Berasa Berbau
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan tiga sampel air sungai yang dianalisis sebelum dilakukan perlakuan, berdasarkan parameter fisik hasilnya cukup baik, namun pada titik pengambilan sampel yang ketiga warna air sungai teridentifikasi keruh. Pada umumnya kualitas fisik air sungai Bone masih dapat dikatakan memenuhi syarat, tetapi jika dilihat dari hasil pengukuran kimia dengan pemeriksaan kadar Hg dalam air menunjukkan bahwa pada semua lokasi pengambilan sampel teridentifikasi bahwa kandungan logam berat merkuri memiliki jumlah yang melebihi baku mutu. Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Bone Berdasarkan Parameter Fisik dan Kimia Setelah Perlakuan Hasil Pemeriksaan Parameter Satuan Baku Mutu Titik I Titik II Titik III Fisika Warna Tdk berwarna Rasa Tdk berasa Bau Tdk berbau Kimia Hg Mg/l 0,002 mg/l Sumber : Data Primer, 2014
Berwarna Asam Berbau
Berwarna Asam Berbau
Berwarna Asam Berbau
0,00117
0,00179
0,00206
Setelah mendapatkan perlakuan dengan media kulit pisag kepok kualitas air sungai mengalami perubahan. Dari sebelumnya memiliki kualitas yang tidak baik secara kimia berubah menjadi baik. Berdasarkan tabel 1 kualitas fisik dan kimia air menunjukkan bahwa unsur yang melebihi nilai baku mutu adalah parameter kimia yaitu kandungan Hg.
Oleh karena hal tersebut maka penelitian ini memilih kulit pisang sebagai media guna untuk menurunkan kadar Hg yang terkandung dalam air sungai Bone. Penggunaan kulit pisang kepok termasuk dalam penjernihan air sederhana dengan menggunakan tanaman penjernih. Cara ini merupakan salah satu alternatife untuk memperbaiki kualitas air sungai Bone yang terkandung logam berat. Untuk lebih jelas perbedaan kualitas air sebelum dan setelah perlakuan, dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kualitas Air Sungai Bone Sebelum dan Sesudah Perlakuan Menggunakan Kulit Pisang Kepok Sampel Titik I Titik II Titik III
Sebelum Perlakuan Warna Tdk berwarna Tdk berwarna berwarna
Rasa Tdk berasa Tdk berasa Berasa
Bau Tdk berbau Tdk berbau Berbau
Hasil Analisis Sesudah Perlakuan Hg 0,00529
Warna berwarna
Rasa Asam
Bau Berbau
Hg 0,00117
0,00742
berwarna
Asam
Berbau
0,00179
0,00420
Berwarna
Asam
Berbau
0,00206
Sumber : Data Primer,2014 Berdasarkan hasil pemeriksaan yang disajikan dalam tabel 3 menunjukkan bahwa ada perbedaan kualitas air baik secara fisik maupun kimia sebelum diadakan perlakuan dan setelah perlakuan dengan menggunakan media kulit pisang kepok. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, pengukuran kualitas air sungai Bone secara fisik dan kimia baik sebelum perlakuan dan setelah perlakuan dengan media penelitian dapat terlihat jelas perbedaannya. Sesuai dengan PERMENKES NO.416 Tahun 1990 tentang standar kualitas fisik air bahwa jika ditinjau dari parameter fisik sungai Bone pada beberapa titik masih memenuhi baku mutu, tapi dalam pemeriksaan parameter kimia teridentifikasi bahwa kandungan logam berat merkuri melebihi baku mutu yang diatur dalam PerMen No.82 Tahun 2001. Pemeriksaan kualitas fisik air sungai Bone sebelum perlakuan dengan media penjernih air terlihat pada tabel 1 bahwa air sungai Bone pada beberapa titik (titik I dan II) lokasi pengambilan sampel masih terlihat jernih, tidak berasa dan tidak berbau, tapi pada titik lainnya kualitas fisik air sungai Bone sangat berbeda yaitu berasa, berbau dan berwarna, hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhi fisik air. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut pada umumya adalah manusia, kurangnya kesadaran dari masing-masing individu bahwa pentingnya menjaga lingkungan agar tidak tercemar belum ada, terlihat dari tercemarnya badan air pada lokasi pengambilan sampel yang ke tiga yang diambil di muara, dimana banyaknya aktifitas manusia yang membuang limbah dan sampah rumah tangga di pinggiran sungai Bone. Tapi pada tabel 2 menunjukkan perbedaan tentang kualitas fisik setelah dilakukannya perlakuan dengan menggunakan media kulit pisang. Menururt Hewwet et al, menyebutkan bahwa kulit pisang kepok (Musa acuminate balbisiana C) didalamnya mengandung beberapa komponen biokimia antara lain selulosa, hemiselulosa, pigmen klorofil dan zat pectin yang mengandung asam galacturonic, arabinosa, galaktosa dan rhamnosa. Asam galacturonic menyebabkan kuat untuk mengikat logam berat. Limbah kulit pisang yang dicincang dapat dipertimbangkan untuk penurunan kekeruhan dan ion logam berat pada air yang terkontaminasi. Hanya butuh waktu sekitar 20 menit untuk mencapai keseimbangan. Pada penelitian lain juga Oleh Castro et al, kulit pisang dapat dimanfaatkan dalam mengikat tembaga dan timah dari air sungai Parana Brasil yang tercemar dengan tembaga dan timah. Hasilnya pun lebih baik dibandingkan dengan bahan penyaring yang biasa digunakan seperi karbon dan silika. Kulit pisang ini dapat digunakan hingga 11 kali proses penjernihan (Endra 2013). Dari penjelasan sebelumnya bahwa penggunaan kulit pisang dapat menurunkan sifat fisik dan kimia air namun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kulit pisang kepok merubah kualitas fisik air dikarenakan terjadinya kesalahan perlakuan, dimana waktu perendaman kulit pisang pada sampel air terlalu lama, kulit pisang yang terendam lama dalam air menjadi sangat lembek dan mengeluarkan serat-serat halus. Sehingga merubah sampel air menjadi berwarna, berasa dan berbau. Hal lain juga yang dapat mempengaruhi hasil yaitu keterbatasan penelitian berupa kurangnya alat dan bahan penelitian yang digunakan, penggunaan alat dan bahan yang kurang efektif dalam pengambilan sampel, dan kemungkinan kesalahan dalam pemeriksaan hasil sampel yang dilakukan oleh laboran. Identifikasi kimia kualitas air sungai Bone yang menunjukkan bahwa pencemaran logam berat merkuri yang ada dibadan air sungai sangat tinggi.
Tersebarnya logam berat merkuri bisa melalui berbagai jalur, seperti pembuangan limbah pertambangan yang berada di pegunungan suwawa baik limbah padat maupun limbah cair yang di buang dibadan air sunagi Bone. Pencemaran logam berat ini dapat menimbulkan berbagai macam penyakit bagi yang menggunakan air sungai tersebut. Penyakit yang ditimbulkan memang tidak secara langsung menyerang, tapi dapat menimbulkan efek dalam jangka panjang jika logam berat merkuri semakin banyak, baik dilingkungan maupun di dalam tubuh manusia. Pencegahan merupakan cara yang tepat untuk mengurangi pencemaran, salah satunya dengan mengggunakan kulit pisang kepok dalam meningkatkan kualitas air, terutama dalam meningkatkan kualitas kimia air. Dari hasil penelitian dapat dibuktikan bahwa untuk mengurangi kadar merkuri dalam air dengan menggunakan media kulit pisang kepok juga bekerja dengan efektif, dari hasil pembacaan sampel air sungai bahwa sifat kimia logam berat di air dapat dikurangi, tapi identifikasi kualitas fisik air sungai Bone berubah akibat dari penjernihan dengan kulit pisang, dikarenakan terlalu lamanya perendaman media kulit pisang, sehingga serat-serat kulit pisang keluar dan bercampur dengan air dan merubah warna, rasa dan bau. Setelah perlakuan dengan kulit pisang warna air menjadi keruh, air berasa asam dan berbau. Berdasarkan sifat fisik yang berubah tersebut maka dapat dikatakan media kulit pisang kepok tidak dapat memperbaiki kualitas fisik air sungai, tapi hanya bisa memperbaiki kualitas kimia air sungai yaitu dapat menurunkan kadar merkuri dalam air sungai. Keterbatasan Penelitian Selain faktor alam hal-hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan kualitas air sungai Bone yaitu keterbatasan penelitian seperti kekurangan alat dan bahan, dimana dalam pengambilan sampel air sungai diperlukan kertas lakmus untuk mengukur tingkat keasaman air sungai setelah sampel diberi asam, namun pada penelitian ini ketersediaan kertas lakmus hanya terbatas, begitu juga dengan asam nitrat pekat yang digunakan untuk mengikat logam berat pada sampel air. Kemudian juga pada wadah pengambilan sampel air sungai yang digunakan, hanya menggunakan botol bekas air minum kemasan yang kondisinya belum tentu steril
karena hanya dicuci dengan aquades, seharusnya dalam pengambilan sampel air sungai menggunakan wadah yang bisa disterilkan dengan cara dipanaskan. Inti dari penelitian ini adalah penggunaan kulit pisang kepok yang terbukti tidak dapat memperbaiki kualitas fisik air, namun hanya dapat memperbaiki kualitas kimia. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kualitas air sungai ditinjau dari parameter fisik setelah perlakuan dengan kulit pisang kepok menunjukkan bahwa terjadi perubahan warna, rasa dan bau dikarenakan oleh lamanya perendaman media kulit pisang pada sampel air. 2. Kualitas kimia air sungai setelah perlakuan dengan media kulit pisang menunjukkan turunnya kadar logam berat merkuri (Hg) pada air sungai yang tercemar dari 0.00529 mg/l menjadi 0.00117 mg/l pada titik I, 0.00742 mg/l menjadi 0.00179 mg/l pada titik II, dan titik III 0.00420 mg/l menjadi 0.00206 mg/l. Saran 1. Bagi masyarakat yang menggunakan air sungai Bone sebagai sumber air untuk dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari haruslah memperhatikan kualitas air baik secara fisik, kimia dan biologi untuk mengurangi berbagai macam akibat dari toksisitas logam berat. 2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar dapat melanjutkan penggunaan media kulit pisang dalam meningkatkan kualitas air dan bisa lebih baik lagi dalam memperhatikan lamanya perlakuan dengan media kulit pisang, agar tidak mempengaruhi dan merusak kualitas fisik air. DAFTAR PUSTAKA Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta: ANDI. Akuba, Rushtamin H. dkk 2008. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Gorontalo 2007. Gorontalo: Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi. Endra, 2013. Efektifitas Kulit Pisang Kepok Terhadap Logam Berat. http/:endrajuniharja.blogspot.com (diakses pada tanggal 4 Desember 2013) Faisal, 2012. Kulit Pisang Untuk Penjernih Air. http://wasurezaki-kun.blogspot.com. (diakses pada tanggal 13 September 2013). Mulia, R. M. 2005. Kesehatan lingkungan. Jakarta: Graha Ilmu