Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang 1)
Imam Santoso¹, Beni G. Wulandanu² FT Arsitektur Universitas Merdeka Malang:
[email protected] 2) FT Arsitektur Universitas Merdeka Malang
Abstract Kota Malang sebagai bagian dari pusat kekuasaan kerajaan Islam Jawa pada masa lalu, tidak bisa lepas dari model penataan dan perancangan serta tranformasi dari perubahan disain arsitektur yang ada ( Jawa / kolonial), baik yang menyangkut tata ruang maupun tipologi bangunan yang ada. Kampung Kauman Malang sebagai bagian dari ruang dalam kota secara tidak langsung terkena pengaruh dari transformasi disain Jawa ke kolonial pada masa itu dan tidak menutup kemungkinan akan mendapatkan pengaruh dari perubahan aktivitas masyarakat kota pada masa kekinian. Kampung Kauman Malang sesungguhnya berada pada suatu zona kawasan kota yang kian terdesak oleh semakin pesatnya aktivitas perekonomian perkotaan. Kampung kota seperti ini biasanya dicirikan dengan aktivitas kegiatan penduduk yang ramai, merupakan daerah yang padat, mahal serta berakulturasi tinggi.Kampung Kauman Malang pada masa kini tidak lagi banyak didiami oleh penduduk asli, karena pengaruh berbagai macam faktor, yaitu : faktor ekonomi, faktor pendidikan, akulturasi, hubungan perkawinan, sehingga menyebabkan kecenderungan perubahan pada karakter masyarakatnya. Meskipun demikian tatanan masyarakat islami masih dipertahankan dengan keterlibatan aparat pemerintah serta warga setempat untuk ikut melestarikan norma-norma yang telah ada dari zaman dahulu. Kampung Kauman identik dengan mayoritas masyarakat Muslim yang bertempat tinggal dalam sebuah kampung. Asal-usulnya berkaitan dengan sejarah perkembangan Islam yang tersebar pada beberapa kota di Jawa yang dimotori oleh kerajaan Islam Jawa. Tradisi masa lalu, mengisyaratkan bahwa dalam perancangan tata ruang kota pada zaman pra-kolonial oleh para Sultan kerajaan Islam Jawa, mengharuskan pembangunan suatu perkampungan dibelakang Masjid Agung sebagai tempat tinggal bagi para ulama serta santri untuk mengajarkan serta mendakwahkan Islam atas permintaan Sultan pada masa itu. Kawasan Kauman Malang yang memiliki aset historis dan budaya sejak masa lampau, memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah kota, untuk dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menjadi ikon lain bagi perkembangan pariwista Kota Malang. Keywords – Malang, kampung Kauman, tipologi
I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kampung Kauman identik dengan mayoritas masyarakat Muslim yang bertempat tinggal dalam sebuah kampung. Asal-usulnya berkaitan dengan sejarah perkembangan Islam yang tersebar pada beberapa kota di Jawa yang dimotori oleh kerajaan Islam Jawa. Adanya suatu tradisi dalam perancangan tata ruang kota pada zaman pra-kolonial oleh para Sultan kerajaan Islam Jawa, mengharuskan pembangunan suatu perkampungan dibelakang Masjid Agung sebagai tempat tinggal bagi para ulama serta santri untuk mengajarkan serta mendakwahkan Islam atas permintaan Sultan pada masa itu. Pada masa selanjutnya, dengan datangnya kolonial Belanda ke Indonesia banyak memberikan perubahan dalam perancangan tata ruang kota yang ada. Kontribusi yang disumbangkan oleh pemerintah Belanda dalam perancangan arsitektur baik yang berkaitan dengan tata ruang LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 10
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
maupun bangunan benar-benar telah merubah tipikal tata ruang yang ada pada masa kerajaan Islam Jawa dengan tetap menekankan fungsi Alun-alun yang merupakan warisan kerajaan Islam Jawa sebagai pusat perancangan dari tata ruang kota yang ada (sekitar abad 18). Lebih khusus lagi bangunan-bangunan yang di hadirkan pada masa kolonial tersebut, menghadirkan tipologi bangunan yang diadopsi dari bangunan yang ada di belanda pada umumnya. Corak serta langgam tipologi bangunan yang adapun semakin lebih berwarna dengan kedatangan para etnis Cina yang menghadirkan tipologi banguanan khas yang berasal dari negeri Cina. Kota Malang sebagai bagian dari pusat kekuasaan kerajaan Islam Jawa pada masa itu, tidak bisa lepas dari model penataan dan perancangan serta tranformasi dari perubahan disain arsitektur yang ada baik yang menyangkut tata ruang maupun tipologi bangunan yang ada. Kampung Kauman Malang sebagai bagian dari ruang dalam kota secara tidak langsung terkena pengaruh dari transformasi disain kolonial pada masa itu dan tidak menutup kemungkinan akan mendapatkan pengaruh dari perubahan aktivitas masyarakat kota pada masa kekinian. Kampung Kauman Malang sesungguhnya berada pada suatu zona kawasan kota yang mau tidak mau akan terdesak oleh semakin pesatnya aktivitas perekonomian perkotaan. Kampung kota seperti ini biasanya dicirikan dengan aktivitas kegiatan penduduk yang ramai, merupakan daerah yang padat, mahal serta berakulturasi tinggi. Kampung Kauman Malang pada masa kini tidak lagi banyak didiami oleh penduduk asli, karena pengaruh berbagai macam faktor, yaitu : faktor ekonomi, faktor pendidikan, akulturasi, hubungan perkawinan, sehingga menyebabkan kecenderunagn perubahan pada karakter masyarakatnya. Meskipun demikian tatanan masyarakat islami masih dipertahankan dengan keterlibatan aparat pemerintah serta warga setempat untuk ikut melestarikan norma-norma yang telah ada dari zaman dahulu. 1.2.
Permasalahan 1. Apakah tingkat komersialisasi yang berkembang pesat di daerah Kauman Malang berimbas pada tipologi bangunan yang ada. 2. Apakah perlu adanya upaya pelestarian tipologi bangunan di daerah Kauman Malang, di tengah-tengah hadirnya tipologi bangunan komersial yang tidak terbendung.
1.3.
Tujuan 1. Melihat sejauh mana perubahan tipologi yang di akibatkan oleh berkembang pesatnya tingakat aktivitas komersil didaerah Kauman Malang. 2. Mengidentifikasi serta menganalisa elemen-elemen tipologi bangunan kolonial di daerah Kauman Malang, yang memiliki daya saing dengan tipologi bangunan komersial.
1.4.
Manfaat Sebagai acuan bagi pendisainan tata ruang kota, yang masih menginginkan adanya upaya pelestarian bagi bangunan bersejarah, ditengah himpitan bangunan komersil yang tidak terbendung.
II. 2.1.
TEORI & TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Pustaka
Teori Tipomorfologi Tipomorfologi merupakan metode untuk mengetahui bentuk-bentuk arsitektural. Menurut Moudon (1994), tipomorfologi adalah pendekatan untuk mengungkapkan struktur fisik dan keruangan yang mana studi tersebut merupakan gabungan dari studi tipologi dan morfologi. Menurut Schultz (1980) dikonsepkan bahwa tipomorfologi mendeskripsikan kelompok objek berdasarkan atas kesamaan sifat-sifat dasar yang berupa memilah ataupun mengklasifikasikan bentuk keragaman dan kesamaan jenis.
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 11
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Tipologi Tipologi adalah studi tentang tipe. Tipe adalah kelompok dari objek yang memiliki ciri khas struktur formal yang sama. Tipologi merupakan studi tentang pengelompokkan objek sebagai model, melalui kesamaan Bentuk dan Struktur. Tipologi adalah studi tentang tipe dengan kegiatan kategorisasi dan klasifikasi untuk menghasilkan tipe. Kegiatan kategori dan tipe tersebut sekaligus dapat dilihat keragaman dan keseragamannya (Iswati 2003: 124). 2.2.
Metoda Penelitian Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif. Yang mana secara garis besar metode yang dipakai digunakan untuk mendapatkan data dan informasi selengkapnya mengenai kondisi fisik dan non fisik adalah metoda pengamatan dan wawancara dengan pemilik bangunan/ rumah serta masyarakat sekitar lokasi yang dianggap dapat mewakili. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan metoda penelitian historis dan penelitian perkembangan. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Moleong (2000) mengemukakan bahwa dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu. 2.3.
Tahapan Penelitian -
2.4.
Penentuan lokasi penelitian (di Kauman Malang) yang dipakai sebagai studi kasus dan sekaligus menyiapkan alat (instrumen) untuk penelitian lapangan. Pengamatan lapangan. Pada tahap kompilasi data dan interpretasi, maka data observasi yang dilakukan menghasilkan data primer yang terdiri dari data hasil pengamatan (foto, gbr sketsa) dan pencatatan (ukuran2 pd sampel bangunan/ rumah). Melakukan analisis terhadap data-data (hasil amatan di lapangan) yang telah dikumpulkan. Membuat rekomendasi bagi peneliti dan akademisi terhadap penggunaan hasil penelitian selanjutnya. Penulisan laporan penelitian (report). Daerah Penelitian & Obyek Pengamatan
-
Obyek pengamatan yang akan direkam dan dikaji difokuskan pada: Kegiatan masyarakat di lingkungan (sebagai aspek pelaku). Site lingkungan (kampung) dan bangunan di kawasan Kauman. Kondisi pola jalan dalam lingkungan (kampung) Kauman. Kondisi Sarana dan Prasarana di Kauman. Skala, jarak (spatial) ruang dan bangunan dalam lingkungan Kauman. Kajian tipologi bangunan di lingkungan Kauman
III.
3.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan masyarakat di lingkungan (sebagai aspek pelaku).
Masyarakat kauman dewasa ini telah bertransformasi menjadi komunitas yang majemuk dalam aspek budaya, yang terdiri dari berbagai macam pendatang dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, serta beragam profesi dan tingkat pendidikan yang beragam. Hal tersebut pada akhirnya mengakibatkan perbedaan cara pandang yang beragam terhadap suatu pengkajian masalah sekitar. Hal ini berbeda dari komunitas yang ada pada masa dahulu, dimana masyarakat kauman terdiri dari kaum santri yang memiliki satu kesamaan visi dan budaya yang bernuansa islami. Kini, kebudayaan yang ada pada masa dahulu, masih tetap dipertahankan oleh masyarakat setempat, seperti acara sholat berjamaah, mengaji sore di TPQ bagi anak-anak, acara dzikir serta tahlilan pada malam-malam tertentu, serta pengajian yang berskala kecil yang bersifat rutin, ataupun pengajian berskala besar yang bersifat temporal pada hari besar keagamaan. Sedangkan bagi sebagian kecil dari masyarakt kauman ada yang memiliki cara mereka sendiri dalam memaknai arti LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 12
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
kebudayaan, pandangan ini mayoritas di pegang oleh para remaja yang terkadang pada waktu-waktu tertentu lebih memilih untuk cangkruk atau gitaran disaat sebagian warga yang lain pergi menunaikan solat berjamaah. Nuansa perbedaan prilaku yang tampak kontras dalam perkampungan kauman dewasa ini, merupakan suatu bentuk prilaku yang lahir dari perbenturan kebudayaan yang bersifat islamis vis a vis kebudayaan yang bersifat hedonis, yang hadir dari semakin tingginya geliat kehidupan komersial di sekitar kampung kauman.
Gambar 1. Kegiatan Masyrakat (Sumber : Dokumen pribadi, Mei 2009)
3.2.
Site lingkungan (kampung) dan bangunan di kawasan Kauman.
Kampung kauman merupakan suatu kawasan yang berada pada jantung kota Malang, dan secara administratif masuk pada wilayah kecamatan Klojen. Kampung kauman dikelilingi oleh ruas jalan primer perkotaan dengan lebar mencapai 6 sampai 8 m dengan tingkat arus kendaraan bermotor yang cukup ramai baik pada waktu pagi, siang, maupun malam hari, dikarenakan kawasan perkotaan yang ada dipenuhi oleh kegiatan aktivitas perekonomian yang cukup banyak menyedot perhatian massa. Pada sisi sebelah utara, kampung kauman di batasi oleh jalan Arif Rahman Hakim, sisi sebelah timur dibatasi oleh jalan Merdeka Barat serta Alun-alun, pada bagian selatan dibatasi oleh jalan Kauman, sedangkan pada bagian sebelah barat dibatasi oleh Jalan K.H. Hasyim Anshari. Dewasa ini jalanan yang mengelilingi kampung kauman Malang, pada kedua sisi jalannya telah banyak mengalami perubahan. Pada kedua sisi jalan tersebut banyak di bangun bangunan yang bersifat komersial, dikarenakan tuntutan akan kebutuhan ruang sebagai tempat yang mewadahi aktivitas perekonomian semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah transaksi perekonomian dalam sektor komersil di lingkungan perkotaan kota Malang. Bangunan sarinah sebagai bangunan berskala besar untuk tipikal bangunan komersial berada pada titik persimpangan antara jalan A.R. Rahman Hakim dengan jalan Merdeka Barat yang turut andil untuk mepertegas transformasi tipologi bangunan asli yang berada disekitar kawasan kauman menuju arah perubahan desain tipologi bangunan komersial. Dibagian timur terdapat bangunan Masjid Jamik Malang yang bersebelahan dengan Gereja GPIB Imanuel yang masih mempertahankan corak tipologinya sebagai bangunan tipikal Eropa yang masih berada dalam satu kesatuan warna dengan tipologi asli bangunan kawasan kauman. Pada bagian tenggara yang merupakan pertigaan jalan antara jalan Merdeka Barat dengan jalan Kauman terdapat hotel Pelangi dan bank Mandiri yang masih mempertahankan tipologi bangunannya sebagai bangunan dengan gaya arsitektur kolonial yang ada sejak aman dahulu (Gambar 1 dan 2).
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 13
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Gambar 2. Lokasi Pengamatan Kawasan Kauman Malang (Sumber:Dokumen Pribadi Mei 2009)
Gambar 3. Suasana Jalan Sekitar Daerah Kauman (Sumber:Dokumen Pribadi Mei 2009) LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 14
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
3.3.
Kondisi pola jalan dalam lingkungan (kampung) Kauman. Bangunan yang ada pada kampung kauman terdistribusikan secara menyeluruh dengan pola grid. Jalan-jalan yang menjadi jalur sirkulasi pada perkampungan Kauman memiliki lebar 1 m sampai 1,5 m. Jalan ini bisa dikatakan sebagai jalan yang relatif sempit bagi suatu permukiman dengan tingkat kepadatan yang tinggi, dikarenakan permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi memerlukan akses sirkulasi yang cukup lebar untuk mendistribusikan para pejalan kaki dari satu tempat ke tempat lainnya tanpa ada hambatan dalam hal pencapaian sedikitpun. Sedangkan material penutup jalan menggunakan plat beton pada kebanyakan tempat, dan di beberapa tempat lainnya menggunakan paving kotak persegi yang dipolakan secara diagonal. Sebagai jalan perkampungan kota jalan-jalan yang melintas di kawasan kauman perlu mengalami perbaikan di beberapa tempat, dikarenakan material penutup banyak mengalami kerusakan di beberapa tempat, yang disebabkan oleh kualitas bahan penutup jalan yang kurang baik.
Gambar 4. Suasana Jalan didalam Daerah Kauman (Sumber : Dokumen pribadi Bpk. Imam Santoso, Februari 2009) 3.4.
Kondisi Sarana dan Prasarana di Kauman. Sebagai suatu kawasan permukiman dengan tingkat aktivitas yang beragam, kampung kauman tentunya memiliki berbagai macam prasarana yang di bangun pada permukiman setempat sebagai penunjang aktivitas kegiatan yang ada, meskipun sarana dan prasarana yang ada tidak selengkap apa yang dimiliki oleh kawasan perumahan lainnya. Beberapa sarana yang dimaksud diantaranya adalah, Masjid , langgar, tempat mengaji yang merupakan bangunan penunjang utama dari kegiatan kampung kauman yang khas yang berlatar belakang kebudayaan serta tradisi islami. Dari pengamatan yang dilakukan bangunan-bangunan tersebut bisa dikatakan termasuk bangunan baru yang di adakan, dikarenakan dahulunya segala bentuk kegiatan keagamaan yang ada dipusatkan di Masjid Jamik Alun-alun. Sedangkan untuk prasarana yang tersedia seperti jalan, sungai, serta perabot dari lingkungan kampung masih bisa dikatakan dalam kondisi yang masih bisa serta layak digunakan, meskipun dari segi bahan material, besaran dan penataan masih dirasa cukup kurang untuk menaungi segala bentuk aktivitas yang ada di dalam kawasan permukiman kampung. 3.5.
Skala dan spatial ruang serta bangunan dalam lingkungan Kauman. Ketika kita mencoba menelusuri kawasan permukiman yang ada di kampung kauman, maka akan kita temukan proporsi ruang terbuka (open space) yang begitu kecil dibandingkan dengan ruang tertutup. Hal ini merupakan suatu hal yang lumrah bagi perkampungan kota pada umumnya yang menuntut pemanfaatan lahan secara maksimal,dikarenakan tingkat kebutuhan yang tinggi akan kebutuhan ruang. Jarak antara bangunan hunian yang satu dengan yang lainnya relatif berdekatan hampir-hampir tidak ada batasan sedikitpun pada beberapa tempat, serta dibatasi oleh lorong sempit pada bagian yang lainnya. Fenomena yang barang kali luput dari perencanaan yang telah ada adalah kurangnya ruang terbuka didalam perkampungan kauman yang bisa dijadikan sebagai common activity space (ruang bersama), untuk kegiatan yang bersifat non formal, seperti tempat bermain anakanak waktu sore, atau kegiatan olah raga bagi warga yang menempati permukiman yang ada, atau dari aspek ekologis ruang terbuka yang ada mampu menjadi resapan air serta filter udara yang menguntungkan bagi warga permukiman kampung kauman Malang. 3.6.
Kajian tipologi bangunan Kolonial di lingkungan Kauman. Permukiman orang-orang Belanda dibangun dengan gaya yang diadopsi dari negara asal dengan adanya penyesuaian terhadap iklim tropis basah di Indonesia. Penyesuaian terhadap iklim LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 15
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
tropis basah tersebut sangat mempengaruhi corak arsitektur kolonial di Kota Malang. Rumah tinggal kolonial Belanda memiliki ciri khas pada bukaan bangunannya. Bukaan pada bangunan seperti pintu dan jendela merupakan suatu elemen penting pada suatu ruang. Rancangan pintu dan jendela, serta dimensi dan tata letaknya dalam suatu ruang juga akan mempengaruhi sirkulasi bangunan tersebut dan aktivitas di dalamnya. Pintu tidak hanya sebagai pembatas antar ruang, tetapi juga sebagai akses masuk, transisi ruang, penghubung antar ruang, dan sekaligus pengaman. Oleh karena itu, rancangan desain pintu harus disesuaikan dengan fungsinya dan peletakannya. Peranan pintu sebagai penghubung antar ruang juga mempengaruhi visual penghuni bangunan, meskipun antar ruang memiliki keterkaitan, tetapi ada batasan-batasan yang melingkupinya. Jendela merupakan elemen bukaan pada rumah tinggal yang memiliki peranan penting memberikan kenyamanan pergantian sirkulasi udara, memasukkan cahaya ke dalam ruang, penghubung visual dari sisi dalam maupun luar rumah, dan jendela dapat mempercantik rumah. Jendela pada rumah tinggal kolonial memiliki karakteristik yang unik dari segi fungsi, material, maupun rancangannya. Studi tipologi rancangan pintu dan jendela rumah tinggal kolonial ini perlu dilakukan analisis, karena arsitektur kolonial Belanda mempunyai ciri khas, yaitu adaptif dengan iklim setempat. Oleh karena itu, rancangan bukaan rumah tinggal sangat penting untuk diperhatikan, karena memegang peranan penting terhadap kenyamanan penghuni rumah, dan desain bukaannya juga menambah nilai estetis pada suatu bangunan. Ragam dan jenis daun pintu memiliki estetika tersendiri dalam mempermanis suatu bangunan, selain itu daun pintu juga berfungsi untuk menyaring gangguan-gangguan. Daun pintu punya fungsi penyaringan terhadap empat jenis gangguan atau sumber daya yang ingin kita hindari atau hendak kita tetap biarkan masuk, yaitu penglihatan dan suara yang umumnya berhubungan dengan masalah privasi, serta sumber daya angin dan cahaya alam yang berhubungan dengan kondisi suasana (ambience) dalam ruangan rumah kita. Menurut Kindangen (2003: 159) ada banyak variasi jendela yang sering digunakan secara luas dan ada di pasaran umum. Tipe jendela dapat diklasifikasikan ke dalam satu atau kombinasi dari beberapa tipe dasar terutama dalam hubungannya dengan pengaturan aliran udara. Jendela dapat dikelompokan dalam empat kategori, sebagai berikut: 1. Tipe putar, putar horisontal dan vertikal; 2. Tipe gantung, gantung-samping, atas atau bawah; 3. Tipe lipat; dan 4. Tipe sorong atau geser, geser secara vertikal dan horisontal. Rumah tinggal yang menunjukkan ciri-ciri rumah kolonial menggunakan pengamatan tampang rumah (Fasade). Menurut Prijotomo et al. (1987) membedakan beberapa tampang rumah, sebagai berikut: 1. Tampang rumah tipe kolonial pertama, dengan ciri-ciri tampang bangunan ornamental penggarapan atau penyelesaian detil cermat (tapi bukan ruwet), pintu dan jendela tinggi sehingga terkesan menegak (vertikal) yang kuat, penataan unsur dan komponen tampang cenderung setangkup; 2. Tampang tipe tahun 1950-an (tipe jengki), memiliki ciri-ciri menghilangkan ornamen, menampilkan dekorasi berupa garis geometrik, penyelesaian detil lugas, harafiah, pintu dan jendela masih senada dengan tipe kolonial, penataan sudah tidak setangkup, tetapi pintu rumah telah bergeser ke pinggir; 3. Tampang tipe ketiga adalah tipe tahun 1970-an, yaitu tipe rumah dengan ciri-ciri tidak menampilkan ornamen atau dekorasi, penyelesaian detil tidak khusus, lebih harafiah, pintu dengan jendela lebar atau dengan jendela nako, penataan seperti tipe 1950-an; dan 4. Tipe terakhir adalah tipe campuran, yaitu penggabungan antara tipe 1970-an dengan salah satu tipe yang ada (tipe kolonial atau 1950-an). Cirinya adalah bagian pintu-jendela, yakni tubuh bangunan menunjukkan tipe 1970-an sementara bagian kepala bangunan dari tipe kolonial atau 1950-an. Tipe ini hadir sebagai hasil peremajaan (vermaakt) bangunan lama. Selain ciri-ciri tersebut di atas, pengamatan terhadap warna cat, tekstur bahan dan ventilasi juga bisa memperlengkap ciri-ciri masing-masing tipe (arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008, 158) Berikut adalah daftar sampling rumah yang dijadikan sebagai acuan dalam mengkaji tipologi bangunan hunian pada kawasan pengamatan studi.
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 16
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 1. Urutan Kasus Bangunan Berdasarkan Tahun Berdirinya (Sumber : arsitektur e-Journal, Volume 1 Nomor 3, November 2008, 158) Nama Pemilik Lokasi Tahun Bu Naily Bpk Habib Salih Bu Wahyu Suparno Bu Indah Bu Ana Ning Suci Bu Sutopo Bu Siti Bu Hauw Hien Nio Bu Rahardjo Bu Susiati Bu Yuris Bu Toha
Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg VI/ 988 Malang Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg IV/ 942 Malang Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg VII/ 29 Malang Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg VI/ 974 Malang Jl. Arif Rahman Hakim Gg IV/ 193 Malang Jl. Semeru Gg IV/ 23 Malang Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg VIII/ 5 Malang Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg VIII/ 90, Malang Jl. Arif Rahman Hakim Gg IV/ 835 Malang. Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg IIA/ 505 Malang Jl. Jendral Basuki Rahmad Gg IIC/ 1193, Malang Jl. Jendral Basuki Rahmat Gg VI/ 962 Malang
1870 1870-an 1900-an 1900-an 1924 1928 1929 1920-an 1920-an 1920-an 1920-an 1930-an
3.7.
Analisis rancangan elmenen bangunan kolonial Belanda ditinjau dari aspek ruang Pintu merupakan elemen arsitektur yang penting dalam sebuah hunian atau rumah tinggal, karena pintu merupakan media yang menghubungkan antar ruang. Pintu merupakan media penghubung atau transisi ruang. Fungsi pintu sebagai transisi ruang, maksudnya adalah pintu sebagai penghubung, sehingga ada keterkaitan antar ruang, tetapi ada batas yang melingkupinya. Pintu memberikan kemudahan bagi penghuni rumah untuk mencapai satu ruangan dengan ruang lainnya. Klasifikasi pintu dibedakan berdasarkan atas fungsinya. Jenis pintu berdasarkan fungsi ruang, antara lain sebagai berikut (Gambar 3): a. Pintu utama rumah; b. Pintu kamar; c. Pintu ruang lain dalam rumah (ruang makan, dapur, ruang keluarga); d. Pintu kamar mandi/ WC; dan e. Pintu belakang atau pintu samping.
5 6
3 2
4
1
Keterangan: 1. Pintu utama (entrance) 2. Pintu ruang keluarga 3. Pintu samping (side entrance) 4. Pintu kamar 5. Pintu dapur 6. Pintu kamar mandi
Gambar 5. Jenis pintu berdasarkan fungsi ruang. LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 17
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Adapun dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan maupun penambahan ruang pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda di Kauman, hal ini akan berpengaruh terhadap pola sirkulasi, akses, dan tata letak pintu dan jendela. Kasus tersebut antara lain sebagai berikut (Gambar 4 dan Gambar 5): a. Penutupan teras. Teras yang dulu berfungsi sebagai ruang tamu terbuka, karena pertimbangan faktor keamanan kemudian teras menjadi ruang tamu tertutup yang diberi pembatas dengan ruang luar berupa dinding. Letak teras berada di posisi paling depan pada sebuah rumah, maka diberi penambahan pintu masuk dan jendela depan (Kasus bangunan rumah Bu Wahyu dan Bu Ana). b. Penambahan dan perubahan lorong atau koridor samping rumah yang berupa lompongan mulai dibangun. Salah satu ciri rumah tinggal kolonial Belanda, yaitu memiliki koridor atau lorong di samping rumah, sehingga dapat menjadi akses pintu samping. Kebutuhan ruang yang meningkat sejalan dengan bertambahnya penghuni rumah maka lorong samping rumah mulai dibangun sebagai penambah fungsi ruang dalam suatu hunian. c. Penambahan ruang usaha. Pada awalnya berfungsi sebagai rumah tinggal, karena desakan ekonomi, maka diberi penambahan ruang usaha untuk menambah pemasukkan perekonomian keluarga. Hal ini berpengaruh terhadap tata letak jendela pada fasade dan pintu sebagai akses masuk. Perubahan fungsi terjadi pada teras dan ruang tamu, karena ruang usaha pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan berada di depan rumah, maka teras mengalami perubahan fungsi sebagai tempat untuk memajang etalase (kasus rumah Bu Naily). d. Penambahan lantai bangunan menjadi bertingkat. Rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan menggunakan pola sirkulasi horisontal karena hanya berlantai satu. Ketika ada penambahan ruang atas pada lantai dua maka pola sirkulasinya juga berpengaruh, sirkulasi berupa sirkulasi horisontal dan sirkulasi vertikal yang dihubungkan oleh tangga (kasus rumah Bu Toha). Penambahan ruang pada bagian atas berpengaruh pada bentuk fasade, denah, dan tata letak pintu dan jendela.
Jendela dan pintu depan merupakan penambahan pada tahun 1980. Dulu bagian paling depan rumah ini merupakan ruang teras terbuka.
Jendela dan pintu depan merupakan penambahan pada tahun 1980. Dulu bagian paling depan rumah ini merupakan ruang teras terbuka.
Gambar 6. Fasade rumah Bu Ana Ning Suci (Sumber : Dokumen Pribadi Mei 2009).
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 18
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Zona servis terletak di bagian belakang rumah.
Pintu rangkap ciri khas rumah tinggal kolonial Belanda.
Pola sirkulasi berupa pola linier, pintu terletak pada satu garis lurus (pintu utama-pintu r. keluargapintu belakang).
Jendela rangkap pada fasade rumah.
Keterangan Publik Semi Publik Privat
Penambahan pintu masuk dan jendela depan tahun 1980.
Service
Gambar. 7. Ilustrasi rumah Bu Ana Ning Suci. LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 19
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Berdasar pengamatan setiap kasus bangunan dan analisis rancangan pintu kasus rumah tinggal kolonial Belanda di Kayutangan antara lain sebagai berikut: • •
• •
Pada bagian fasade rumah terdapat pintu utama yang terletak di antara dua buah jendela. Letak rumah pasti lebih tinggi daripada ketinggian jalan. Pada beberapa rumah di bawah pintu utama terdapat trap 2-3 buah anak tangga. Jika memasuki sebuah teras juga sebelumnya melewati trap anak tangga terlebih dahulu. Ada perbedaan tinggi lantai di setiap zona ruangnya. Penataan ruang tersekat-sekat. Antara zona publik dan semi publik (ruang tamu dan ruang keluarga terdapat pintu penghubung dengan model pintu ganda (dua buah daun pintu). Terdapat ruang transisi antara jalan dengan rumah. Ruang tersebut berupa halaman atau teras rumah. Di perkampungan kota jarang yang mempunyai halaman di depan rumahnya. Ruang transisi yang paling banyak ditemukan pada kasus bangunan adalah teras rumah.
Pola sirkulasi pada setiap rumah, yaitu pola linier. Pada kasus rumah tinggal kolonial di Kayutangan ditemukan beberapa pintu yang terletak satu garis, sehingga membentuk sebuah jalur sirkulasi. Menurut Titisari (2006:21) pola ruang yang mengandung konsep publik-privat yang menunjukkan konsep hubungan sosial lebih mampu bertahan dibandingkan bentuk fisiknya. Hubungan antar zona ruang berpengaruh terhadap ukuran setiap pintu. Pintu–pintu dalam suatu hunian di desain berbeda-beda sesuai kebutuhannya. Ukuran lebar pintu kamar lebih kecil daripada pintu utama, dan setiap pintu samping yang teletak di ruang makan menggunakan model pintu model Belanda, yaitu pintu bagian bidang atas dan bawah dapat dibuka dan ditutup secara terpisah (Gambar 6). Material pintu juga mempengaruhi fungsi dan letak suatu pintu pada suatu ruang (arsitektur eJournal, Volume 1 Nomor 3, November 2008, 164).
Pintu kamar terdiri dari 2 buah daun pintu (pintu ganda)
Pintu utama terdiri dari 4 buah daun pintu (pintu rangkap/ dua lapis)
Pintu samping (Pintu model Belanda).
Gambar 8. Jenis pintu utama, pintu kamar, dan pintu samping.
3.8.
Analisis rancangan elmenen bangunan kolonial Belanda ditinjau dari aspek bentuk. Pada kasus rumah tinggal kolonial Belanda, penataan pintu dan jendela utama (fasade) ditemukan memiliki kecenderungan dominan, yaitu tatanannya setangkup (simetris). Jenis pintu dan jendela utama yang cenderung dominan pada fasade rumah objek penelitian adalah penggunaan pintu dan jendela rangkap (dua lapis), yaitu menggunakan empat buah daun pintu/jendela. Kecenderungan dominan daun pintu/jendela lapis depan menggunakan panil masif dari kayu jati dengan hiasan kayu-kayu kecil pada bagian permukaannya. Panil masif kayu jati digunakan pada bagian lapis depan karena bahan ini kuat dan kokoh sebagai pelindung pertama rumah tinggal kolonial Belanda di Kauman. Pada bagian lapis dalam kecenderungan dominan daun pintu/jendela menggunakan kombinasi perpaduan antara panil masif kayu dengan kaca (Gambar 7).
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 20
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Jendela dan pintu utama jenis rangkap. Pintu lapis luar menggunakan panil masif kayu dengan sedikit hiasan ornamen kaca es. Pada pintu lapis dalam menggunakan perpaduan bagian daun pintu bagian tengah ke bawah berupapanilmasifkayujatisedangkandaunpintu
Jendela dan pintu utama jenis rangkap. Pintu lapis luar menggunakan panil masif kayu dengan sedikit hiasan ornamen kaca es. Pada pintu lapis dalam menggunakan perpaduan bagian daun pintu bagian tengah ke bawah berupapanilmasifkayujatisedangkandaunpintuJendela dan pintu utama jenis rangkap. Daun pintu lapis pertama menggunakan bahan panil kayu jati berkisikisi/ krepyak, sedangkan lapis bagian dalam menggunakan perpaduan panil kayu jati dan kaca transparan.
Gambar 9. Rancangan pintu dan jendela fasade rumah tinggal kolonial Belanda di Kauman, Malang (dok. Pribadi Mei 2009). 3.9.
Detail arsitektural pada elemen bangunan kolonial di Kauman Malang. Angin-angin besi tempa motif sulursuluran Daun pintu dalam membuka ke arah dalam
Daun pintu krepyak/ berkisi-kisi
Daun pintu luar membuka ke arah luar
Daun pintu dalam menggunakan bahan penyusun kayu jati dan kaca es
Gambar 10. Bentuk rancangan pintu utama rumah tinggal kolonial Belanda. LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 21
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Kisi-kisi pintu kamar
Gambar 11. Variasi Pintu Kamar.
Jendela Rangkap dengan penutup Kayu dan Kaca
Jendela Rangkap dengan penutup Kayu dan Teralis
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 22
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Variasi Jendela penutup Kaca patri
Variasi Jendela Rangkap Atas Bawah dengan penutup Kaca dan Teralis Gambar 12. Variasi Jendela.
3.10.
Usulan perancangan kawasan kauman sebagai kawasan kota bersejarah yang bernuansa religi.
Perancangan kawasan kauman Malang menjadi suatu kawasan yang memiliki karakteristik khusus sebagai icon yang bisa ditampilkan untuk wisata cagar budaya atau sejenisnya, memang bukan perkara yang mudah. Hal ini dikarenakan keberadaan kawasan kauman itu sendiri yang pola serta spasial ruang kawasannya begitu terbatas, serta tidak adanya suatu peninggalan cagar budaya ataupun hal lainnya yang mampu menjadi daya tarik massa untuk mengunjungi kawasan tersebut. Apabila kita meninjau kawasan kauman di daerah lain seperti misalnya kawasan Ampel Surabaya, kita bisa melihat adanya sesuatu yang khas disana yang mampu menyedot perhatian massa, seperti misalnya keberadaan makam Sunan Ampel, sehingga kawasan tersebut bisa dijadikan semacam kawasan wisata ziarah yang mampu menjadi tema bagi pendisainan kawasan setempat. Tidak dipungkiri bahwa kawasan ampel juga merupakan kawasan yang padat akan massa bangunan, akan tetapi masih memungkinkan bagi perencanaan lainnya seperti keberadaan pasar souvenir yang mampu menjadi bagian dari perencanaan kawasan wisata ziarah makam. Begitu pula halnya dengan keberadaan kawasan kauman Jogja, keterbatasan pola serta spasial ruang yang dimilikinya masih memungkinkan untuk menempatkan semacam pasar jajanan tradisional pada bulan Ramadhan bagi para pengunjung, disamping kunjungan lain berupa pengajian Ramadhan pada Pesantren serta Masjid di kawasan setempat. Meskipun demikian, sebagai kawasan bersejarah yang telah ada sejak puluhan bahkan sampai ratusan tahun yang lalu. Kawasan kauman harus tetap dimunculkan sebagai aset sejarah dengan format perancangan yang menyangkut aspek fisik maupun non fisik, sebagai bagian sejarah masa lalu kota Malang. Perancangan dalam artian fisik yang dimaksud adalah perancangan kawasan kauman sebagai kawasan yang memiliki guideline yang bertipologi kolonial sebagai penghormatan terhadap tipologi bangunan bersejarah yang telah ada pada zaman dahulu. Sedangkan perancangan dalam artian non fisik adalah pelestarian nilai budaya yang telah dianut oleh masyrakat Kauman sejak dahulu, sebagai bagian dari khazanah kebudayaan bangsa yang tetap harus dilestarikan. Kedua aspek tersebut jika di wujudkan dalam bentuk perancangan akan mampu mendongkrak citra kawasan Kauman yang selama ini terlupakan sebagai kawasan yang penuh dengan nilai sejarah. Menindak lanjuti perancangan aspek fisik yang telah disebutkan diatas, maka penulis mengusulkan agar format perancangan guideline yang terdapat pada kawasan Kauman, Kayutangan, LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 23
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Talun atau secara garis besar kawasan-kawasan yang berada dalam wilayah Klojen, menggunakan format guidline yang mengangkat tipologi bangunan kolonial, mengingat kawasan Klojen banyak memiliki bangunan-bangunan yang bercorak kolonial yang masih bertahan hingga kini. Akan tetapi memang geliat sektor komersil di kawasan perkotaan pada umumnya, serta kawasan Kauman pada khususnya mengikis corak tipologi bangunan kolonial yang sudah ada. Bangunan ruko yang terus menerus dibangun tanpa memperhatikan konteks kawasan sekitar, lambat laun akan mengikis karakteristik kawasan kauman, sebagai kawasan konservasi bangunan bersejarah. Peran serta pemerintah kota untuk memperkuat tata aturan tentang kawasan konservasi perlu semakin ditingkatkan, serta ketegasan sikap terhadap pembangunan yang tidak memperhatikan kaidah kawasan sekitar perlu lebih dioptimalkan lagi, demi mencapai pola tata ruang kota yang penuh dengan nuansa historis tanpa menafikan fungsi kota sebagai bagian dari sentra kegiatan bisnis. Sedangkan untuk menjauhkan kesan monoton pada tata ruang yang bercorak kolonial an-sich pada beberapa kawasan, maka perlu juga ada perencanaan ruang yang memiliki guideline dengan corak modern atau selainnya pada kawasan ruang yang lain. Dikarenakan hal tersebut akan mampu menjadi semacam perbandingan disamping mampu memecah kesan monoton pada perancangan tata ruang yang ada. Dalam hal ini penulis mengusulkan Buring (kecamatan Kedungkandang) sebagai kota dengan guidline bercorak modern untuk mengatasi permasalahan yang dimaksud. Di karenakan kawasan buring secara tipologi masih kosong untuk menerima langgam atau corak apapun sebagai guideline untuk perencanaan tata ruang kotanya. Jika tata ruang kota yang ada tidak direncanakan secara tegas dan jelas, maka lambat laun akan terjadi dekodifikasi pada nuansa bangunan yang telah hadir sejak zaman dahulu sebagai warisan sejarah yang keberadaannya harus dilestarikan.
Kec. Lo wokwa ru
Kec. Blimbing
Usulan kawasan yang memiliki guidline dengan corak bangunan kolonial
Kec. Kl ojen
Gambar 13. Peta Kawasan Malang Raya
Kec. Sukun Kec. Kedung Kandang
Usulan kawasan yang memiliki guidline dengan corak bangunan Modern atau selainnya.
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 24
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Gambar 14. Usulan Kawasan bercorak kolonial Pada Daerah Kauman dan Sekitarnya.
Gambar 15. Usulan tipologi guideline bercorak kolonial (Sumber: dok. Pribadi Mei 2009)
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 25
Volume: III, Nomor: 2, Halaman: 10 - 26 , Juli 2011. Studi Pengamatan Tipologi Bangunan pada Kawasan Kauman Kota Malang, Imam Santoso Bani G. Wulandanu
Gambar 16. Beberapa kegiatan di seputar Kawasan Kauman (Sumber: dok. Pribadi Juni 2009)
IV. KESIMPULAN a. Perlu adanya aturan yang mengatur kebijakan-kebijakan pola disain / guideline bangunan baru di kawasan kota yang memiliki warisan bangunan historis (termasuk Kauman), sebagai upaya memperkuat keberadaan bangunan yang telah ada sejak zaman dahulu sebagai aset budaya. b. Guideline/ pola disain dan fasade bangunan komersial disekitar jalan Kauman haruslah bertipologi kolonial, tanpa harus mengabaikan kepentingan unsur komersialisasi dalam perancangan bangunan yang ada, demi mencapai satu kesatuan guidline pada wilayah kota. c. Kawasan Kauman Malang yang memiliki aset historis dan budaya sejak masa lampau, memerlukan perhatian yang serius dari pemerintah kota, untuk dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menjadi ikon lain bagi perkembangan pariwista Kota Malang.
DAFTAR PUSTAKA [1] Hersanti, Nova Juwita, N.J, Pangarsa, W.G., Antariksa, 2008, Tipologi Rancangan Pintu dan Jendela Rumah Tinggal Kolonial Belanda di Kayutangan Malang, Arsitektur e-Journal, 1(3): 157-171 [2] Moleong, J., (2007), Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. [3] Santoso, Imam, 2009, Laporan Hibah Penelitian PHA2 Kauman, Malang: Jurusan Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang. [4] Sumalyo, Yulianto, 1993, Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
LOCAL WISDOM-JURNAL ILMIAH ONLINE, ISSN: 2086-3764 26