Pengaruh Orientasi Bangunan pada Temperatur Udara Kawasan Studi kasus : Kota Bandung Surjamanto Wonorahardjo KK Teknologi Bangunan Prodi Arsitektur – SAPPK Institut Teknologi Bandung E-mail :
[email protected] Abstrak Aspek orientasi bangunan seringkali diabaikan dalam penataan kawasan, karena dianggap pengaruhnya hanya pada kenyamanan termal ruang dalam bangunan tersebut. Terlebih orientasi bangunan lebih diatur oleh struktur jalan dan kondisi topografi atau faktor lain yang dianggap lebih menentukan. Penelitian ini membahas pengaruh orientasi bangunan terhadap temperatur udara kawasan tersebut. Untuk itu dilakukan pengukuran orientasi bangunan dan temperatur udara di sedikitnya 6 kawasan yang tersebar di Bandung. Pengukuran orientasi dilakukan untuk mengukur luas dinding Timur dan Barat serta Utara dan Selatan. Lebih lanjut pengukuran temperatur udara dilakukan pada seluruh kawasan dari pukul 07.00 hingga 17.00 dengan interval pengukuran satu jam. Analisis bivariate menunjukkan hubungan yang sangat signifikan antara orientasi bangunan pada temperatur udara kawasan. Kawasan yang memiliki bangunan yang cenderung berorientasi Timur – Barat cenderung memiliki temperatur udara lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena dinding Timur dan Barat lebih banyak menerima radiasi matahari sehingga memanaskan udara melalui radiasi balik dibanding dinding Utara dan Selatan. Kata kunci : Orientasi bangunan, temperatur udara, kawasan Pendahuluan Orientasi bangunan selalu dikaitkan dengan kenyamanan termal dan penggunaan energi bangunan. Orientasi bangunan Timur–Barat pada penelitian ini berarti sisi bangunan yang terbesar menghadap Timur dan Barat. Hal ini berakibat kedua sisi tersebut mendapat radiasi matahari pagi dan sore yang relatif berpotensi memanaskan ruang-ruang di dalamnya dan menimbulkan ketidaknyamanan termal. Pengguna bangunan dapat terganggu dan membutuhkan berbagai asesoris bangunan seperti pembayang matahari dan pengkondisisan udara buatan agar dapat menggunakan ruang tersebut dengan baik. Berbeda dengan bangunan yang berorientasi Utara dan Selatan, bangunan tidak mendapatkan radiasi matahari sebesar sisi Timur dan Barat, sehingga ruang-ruang yang menghadap Utara dan Selatan lebih nyaman untuk digunakan dan tidak membutuhkan pembayang matahari yang besar atau pengkondisian udara buatan.
Orientasi bangunan ini merupakan salah satu aspek dalam penataan bangunan yang harus dipertimbangkan dengan baik tetapi seringkali kondisinya memaksakan bangunan tersebut beorientasi Timur dan Barat. Beberapa aspek yang memaksa bangunan berorientasi Timur dan Barat adalah struktur jalan, harga tanah, topografi atau aspek lainnya. Penelitian ini berusaha membahas pengaruh orientasi bangunan pada suatu kawasan terhadap temperatur udara kawasan, hal ini terkait dengan dugaan bahwa karakteristik sudut datang horisontal dan vertikal radiasi matahari di daerah katulistiwa sepanjang tahun pada pagi dan sore dominan dari arah Timur dan Barat. Terlebih lagi sebagai daerah tropis, memiliki lingkungan yang panas hampir sepanjang tahun.
Metoda Penelitian Untuk melaksanakan penelitian tersebut dilakukan perhitungan luas dinding Timur– Barat dan Utara-Selatan pada lebih dari 10 kawasan yang tersebar di Bandung. Untuk memudahkan perhitungan luas dinding digunakan foto satelit kawasan untuk melihat orientasi masa bangunan, bentuk serta dimensinya. Untuk menghitung panjang dan lebar bangunan dilakukan transformasi foto satelit dalam gambar blok plan 2D berskala dengan software AutoCad. Dengan software tersebut sangat mudah menghitung panjang dan lebar bangunan secara akurat tanpa harus mengukur bangunan secara langsung.
Gambar 1 : Citra satelit kampus ITB dan survey lapangan
Selanjutnya dilakukan survey lapangan untuk mengambil informasi ketinggian dan bahan bangunan. Informasi ketinggian dan bahan bangunan direkam dengan foto. Hasil survey tersebut kemudian dituangkan dalam gambar 3D kawasan tersebut agar volume ruang juga dapat dihitung dengan mudah. Proses penggambaran ini disebut digitasi kawasan Hasil penggambaran kawasan dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini..
Gambar 2 : Digitasi kawasan ITB dan perumahan di belakang gedung Sate
Gambar 3D kawasan tersebut dapat memberikan informasi seperti aspect ratio, kelangsingan, luas dinding, luas atap, BC, FAR, luas jalan, luas material berat dan ringan yang digunakan dan sebagainya. Proses ini merupakan proses kuantifikasi kawasan. Hasil kuantifikasi dianalisis dengan statistik untuk mendapatkan karakteristik kawasan dari aspek yang diteliti.
Analisis Orientasi Analisis orientasi dilakukan pada luas dinding Timur-Barat dan Utara-Selatan. Pada ratio tersebut dapat dilihat perbandingan luas dinding Timur –Barat dan dinding Utara-Selatan. Bila ratio tersebut lebih besar dari 1 (satu), berarti dinding Timur-Barat lebih luas dibanding dinding Utara-Selatan. Bila ratio tersebut lebih kecil dari 1(satu) berarti dinding Timur-Barat lebih kecil dibanding dinding Utara-Selatan. Semakin kecil nilai ratio tersebut berarti semakin kecil dinding Timur-Barat dibanding dinding Utara-Selatan. Semakin besar nilai ratio tersebut berarti semakin luas dinding TimurBarat dibanding dinding Utara-Selatan. Ratio perbandingan tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Pada gambar tersebut dapat dilihat, kawasan ITB dan Ruko Setrasari memiliki dinding Timur – Barat terecil dibanding dinding Utara-Selatannya. Sedangkan kawasan Asia Afrika Barat menunjukkan luas dinding Timur-Barat hampir sama dengan luas dinding Utara-Selatan. Berbeda dengan kawasan Asia Afrika Timur yang memiliki dinding Timur-Barat lebih luas dibanding dinding Utara-Selatan,
Ratio Dinding T-B / U-S 1.2 1 0.8
TB / US
0.6 0.4 0.2 0 Ruko Setrasari
Perumahan Asia Afrika Timur Asia Afrika Barat belakang gedung Sate
ITB
Segitiga Emas Kosambi
Nama Kawasan
Gambar 3 : Ratio Dinding Timur-Barat / Utara – Selatan Analisis bivariate dilakukan pada data temperatur udara rata-rata dan ratio dinding Timur-Barat / Utara-Selatan. Pada gambar 4 di bawah ini terlihat bahwa semakin besar nilai ratio dinding Timur-Barat terhadap dinding Utara-Selatan maka semakin tinggi pula temperatur udara rata-ratanya. Hal ini berarti kawasan dengan ratio dinding T-B /U-S kecil memiliki temperatur udara rata-rata harian yang lebih rendah dari kawasan lain yang memiliki ratio lebih tinggi. 2.5 2
T Rata-rata
1.5 1 0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2
-1
0
1
2
3
TB / US
Gambar 4 : Pengaruh orientasi bangunan pada temperatur udara rata-rata kawasan
Pengaruh orientasi bangunan terhadap temperature udara tersebut dapat didefinisikan sebagai fungsi linier; T Rata-rata = 1.71e-10 + 0.5325422 TB / US, di mana gradient fungsi tersebut sebesar 0,5325422 yang menunjukkan besarnya pengaruh orientasi bangunan tersebut. Bila rata-rata perbandingan luas dinding T-B dibagi U-S bangunan-bangunan di suatu kawasan lebih besar 1 (satu) dibanding kawasan lain, maka kawasan tersebut memiliki temperatur udara lebih tinggi 0.53°C. Analisis bivariate juga dilakukan terhadap data ratio dinding dan kecepatan temperature udara naik pada pagi hari. Analisis ini dilakukan karena kecepatan naik temperature udara mempengaruhi temperature udara rata-rata harian kawasan tersebut. Hasil analisis pengaruh orientasi bangunan pada kecepatan naik temperature udara dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.
2 1.5 1 T Naik
0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2
-1
0
1
2
3
TB / US
Gambar 5 : Pengaruh orientasi bangunan pada kecepatan temperatur udara naik pada pagi hari. Pengaruh orientasi bangunan terhadap kenaikan temperatur udara pagi hari dapat dirumuskan sebaga fungsi linier T Naik = 4.122e-11 + 0.3091626 TB / US. Hal ini berarti bila suatu kawasan memiliki rata-rata perbandingan luas dinding T-B dan U-S lebih tinggi 1 (satu) dibanding kawasan lain, maka temperatur udara pagi hari di kawasan tersebut lebih cepat naik sebesar 0.31 °C / jam. Perbedaan kecepatan naik temperatur udara pagi hari ini sangat berpengaruh pada temperatur udara rata-rata harian dan besarnya temperatur maksimum yang dicapai pada hari tersebut.
Sedangkan waktu terjadinya temperatur maksimum dapat dilihat pada gambar 6 di bawah ini. Terlihat bahwa semakin luas dinding baik U-S maupun T-B maka waktu terjadinya temperatur maksimum semakin tertunda. Pada analisis ini terlihat orientasi bangunan tidak berpengaruh pada waktu terjadinya temperature udara maksimum. Hal ini dapat dijelaskan bahwa seluruh dinding baik T-B dan U-S banyak menyerap, menyimpan kalor dan melepas kembali setelah dapatan radiasi mengecil sehingga
2
2
1
1 Waktu T Maks
Waktu T Maks
terjadi radiasi balik dengan efek penundaan terjadinya temperatur udara maksimum.
0 -1 -2
0 -1 -2
-3
-3 -2
-1.5
-1
-0.5
0
.5
1
Luas DInding T-B
1.5
2
-2
-1.5
-1
-0.5
0
.5
1
1.5
Luas DInding U-S
Gambar 6 : Pengaruh orientasi pada waktu terjadinya temperatur maksimum Hubungan luas dinding T-B dan U-S terhadap waktu terjadinya temperatur maksimum menunjukkan fungsi yang hampir sama yaitu ; Waktu T Maks = -1.9e-11 + 0.285144 Luas Dinding T-B dan Waktu T Maks = 2.776e-11 + 0.2775846 Luas Dinding U-S. Keduanya mempunyai gradient pengaruh yang kurang lebih sama yaitu sebesar 0.28 terhadap luas dinding. Hal ini berarti bila suatu kawasan memiliki luas dinding T-B / volume ruang atau U-S / volume ruang yang lebih besar 1 (satu) dibanding kawasan lain maka waktu terjadinya temperatur udara maksimum tertunda 0.28 x 60 menit atau 16.8 menit.
Pembahasan Orientasi bangunan umumnya dibahas dalam wacana kenyamanan termal ruang dalam dan penggunaan energi. Sisi Timur dan Barat bangunan selalu mendapat perhatian yang terkait dengan radiasi matahari pagi dan sore hari, sehingga pada sisisisi tersebut disarankan untuk ditutup oleh dinding agar sinar matahari langsung tidak masuk ke dalam bangunan. Pada analisis di atas dinding Timur dan Barat berpotensi menyimpan kalor dan melepaskannya kembali dengan efek mempercepat pemanasan
udara pada pagi hari sehingga menaikkan temperatur udara kawasan serta menunda waktu terjadinya temperatur maksimum. Oleh karena itu orientasi bangunan juga harus dipandang sebagai masalah penataan kawasan kota kota khususnya lingkungan termal dan tidak lagi hanya dipandang sebagai wacana kenyamanan termal ruang dalam bangunan saja. Penataan orientasi bangunan di kawasan kota tidak dapat berdiri sendiri karena kinerja orientasi terkait dengan penggunaan bahan bangunan. Oleh karena itu usaha penataan orientasi bangunan harus didampingi dengan penataan penggunaan bahan bangunan. Untuk pengendalian temperatur udara kawasan dibutuhkan penataan orientasi bangunan yang ada di kawasan tersebut terutama bangunan baru. Usaha penataan tersebut dapat efektif terlaksana bila dikaitkan dengan perolehan ijin mendirikan bangunan atau IMB. Pada bangunan-bangunan lama, harus dilakukan usaha khusus untuk melindungi dinding Timur-Barat agar tidak menyerap dan menyimpan kalor terlalu banyak. Seringkali tidak dapat dihindari sisi Timur dan Barat bangunan lebih luas dibanding sisi Utara dan Selatan, sehingga sifat bahan bangunan yang digunakan di sisi Timur dan Barat harus berbeda dengan sisi Utara dan Selatan. Sisi Timur dan Barat harus menggunakan bahan bangunan yang tidak menyerap dan menyimpan kalor dalam jumlah besar.
Kesimpulan Orientasi bangunan berpengaruh pada temperatur udara kawasan sehingga aspek tersebut harus diperhatikan dalam proses penataan kawasan. Namun pengendalian temperatur udara kawasan tidak hanya dipengaruhi oleh orientasi bangunan saja, tetapi juga oleh bahan penyusun dinding yang berperan sebagai penerima dan penyimpan kalor. Penataan penggunaan bahan bangunan dapat membantu mengoptimalkan penataan orientasi yang kurang baik. Secara rinci pengaruh orientasi bangunan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Sedapat mungkin sisi panjang bangunan menghadap Utara-Selatan dan sisi pendeknya menghadap Timur-Barat. a. Semakin pendek sisi bangunan yang menghadap Timur-Barat, maka semakin rendah temperatur udara kawasan tersebut. b. Semakin pendek sisi bangunan yang menghadap Timur-Barat, maka kecepatan naik temperatur udara pagi hari lebih rendah
2.
Pengaruh orientasi bangunan terhadap temperatur udara kawasan dapat dikurangi bila digunakan bahan bangunan yang berkapasitas kalor rendah terutama pada sisi Timur –Barat bangunan.
Daftar Pustaka Akbari Hashem (1999) : Characterizing the Fabric of the Urban Environment: A Case Study of Sacramento, diakses tanggal 20 Desember 2005 di website http://eetd.lbl.gov/HeatIsland/PUBS/2000/44688rep.pdf Emmanuel (2000) : Assesment of Impact of Land Cover Changes on Urban Bioclimatic: The Case of Colombo, Sri Lanka, diakses tanggal 10 Mei 2006 di website http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-2864630/Assessment-of-impact-ofland.html HIG (2004) : Trees and Vegetation, diakses tanggal 20 Desember 2005 di website http://www.epa.gov/heatisland/strategies/vegetation.html Patz Jonathan A. (2004) : The Potential Health Impacts of Climate Variability and Change for the United States: Executive Summary of the Report of the Health Sector of the U.S. National Assessment, diakses tanggal 10 Mei 2006 di website http://www.ehponline.org/members/2000/108p367-376patz/108p367.pdf R honda M. Ryznar (1998) : Using Remotely Sensed Imagery to Detect Urban Changes Viewing Detroit from Space , diakses tanggal 7 April 2006 di website. http://musicalheaven.com/store/asinsearch_B0008I5Y2I.html UNEP WorldConservation ( 2003) : Biodiversity and Climate Change Programme, MonitoringCentre, Cambridge, United Kingdom, diakses tanggal 10 Oktober 2005 di website http://www.unep-wcmc.org/climate/home.htm Voogt, James A. (2004) : Urban Heat Islands: Hotter Cities, diakses tanggal 10 Oktober 2005 di website http://www.actionbioscience.org/environment/voogt.html Wong Nyuk Hien (2002) : The Thermal Effects of Plants on Buildings, diakses tanggal 2 Februari 2006 di website http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-2295133/Thethermal-effects-of-plants.html