Dampak Penggunaan Bahan Bangunan pada Lingkungan Termal Studi kasus : Kota Bandung Surjamanto Wonorahardjo KK Teknologi Bangunan Prodi Arsitektur – SAPPK Institut Teknologi Bandung E-mail :
[email protected] Abstrak Banyak aspek yang mempengaruhi masyarakat untuk memilih bahan bangunan seperti harga, ketersediaannya dan bahkan status sosial. Pada saat ini masyarakat lebih suka menggunakan batu bata atau beton untuk rumah mereka dibanding bambu atau kayu karena rumah batu memiliki status sosial dan ekonomi yang lebih tinggi. Penelitian ini memberikan pertimbangan lain bagi pemilihan bahan bangunan yaitu dampaknya pada lingkungan termal. Untuk itu dilakukan perhitungan jenis dan jumlah bahan bangunan serta pengukuran temperatur udara di sedikitnya 10 kawasan di Bandung. Lebih lanjut pengukuran temperatur udara dilakukan pada seluruh kawasan dari pukul 07.00 hingga 17.00 dengan interval pengukuran satu jam. Analisis bivariate menunjukkan pengaruh buruk penggunaan bahan bangunan berat seperti batu bata dan beton pada temperatur udara kawasan dibanding bahan bangunan ringan seperti panil logam dan kaca. Kawasan yang memiliki bangunan yang banyak mengunakan bahan bangunan berat cenderung memiliki temperatur udara lebih tinggi dibanding kawasan yang banyak menggunakan bahan bangunan ringan. Hal ini terjadi karena bahan bangunan berat dapat menyerap dan menyimpan kalor dalam jumlah yang besar dan melepasnya kembali ke udara sehingga temperatur udara meningkat. Kata kunci : Bahan bangunan, temperatur udara, kawasan kota. Pendahuluan Dampak penggunaan bahan bangunan selalu dikaitkan dengan kerusakan lingkugan, eksploitasi sumber daya alam yang tak terbarukan, polusi dan penggunaan energi. Bahan bangunan yang umum dan populer digunakan masyarakat adalah batu bata, dan beton baik berupa bataco maupun panil dinding beton. Pengguna bangunan memilih bahan tersebut karena alasan harga, kekuatan, kepercayaan atau kelaziman pengunaan bahan tersebut dan tidak berani beralih pada bahan lain, serta ketidaktahuan. Bila mereka tidak mengunakan bahan bangunan tersebut mereka kawatir terhadap kekuatan bangunannya atau aspek lain seperti status sosial. Penelitian ini membahas dampak penggunaan bahan bangunan pada suatu kawasan terhadap temperatur udara kawasan, hal ini terkait dengan dugaan bahwa karakteristik bahan bangunan berat yang cenderung menyimpan kalor lebih besar dibanding bahan
bangunan ringan. Terlebih lagi sebagai daerah tropis yang memiliki lingkungan yang panas hampir sepanjang tahun.
Metoda Penelitian Untuk melaksanakan penelitian tersebut dilakukan perhitungan luas penggunaan bahan bangunan berat dan ringan pada lebih dari 10 kawasan yang tersebar di Bandung. Untuk memudahkan perhitungan luas bahan bangunan berat dan ringan tersebut digunakan foto satelit kawasan untuk melihat dimensinya. Untuk menghitung panjang dan lebar bangunan dilakukan transformasi foto satelit ke dalam gambar blok plan 2D berskala dengan software AutoCad. Dengan software tersebut sangat mudah menghitung panjang dan lebar bangunan secara akurat tanpa harus mengukur bangunan secara langsung.
Gambar 1 : Citra satelit kawasan Asia- frika dan survey lapangan
Selanjutnya dilakukan survey lapangan untuk mengambil informasi ketinggian dan bahan bangunan. Informasi ketinggian dan bahan bangunan direkam dengan foto. Hasil survey tersebut kemudian dituangkan dalam gambar 3D kawasan tersebut agar volume ruang juga dapat dihitung dengan mudah. Proses penggambaran ini disebut
digitasi kawasan Hasil penggambaran kawasan dapat dilihat pada gambar 2 di bawah ini..
Gambar 2 : Digitasi kawasan Asia-Afrika
Gambar 3D kawasan tersebut dapat memberikan informasi seperti aspect ratio, kelangsingan, luas dinding, luas atap, BC, FAR, luas jalan, luas material berat dan ringan yang digunakan dan sebagainya. Proses ini merupakan proses kuantifikasi kawasan. Hasil kuantifikasi dianalisis dengan statistik untuk mendapatkan karakteristik kawasan dari aspek yang diteliti.
Analisis Dampak Penggunaan Bahan Bangunan Analisis dampak penggunaan bahan bangunan dilakukan pada semua jenis bahan bangunan, tetapi dilakukan dalam 2 katagori berdasarkan kapasitas kalornya, yaitu bahan bangunan berat seperti batu bata dan beton, bahan bangunan ringan seperti kaca, dinding metal, atap genteng dan metal. Analisis dilakukan dengan cara menjumlahkan luas semua bahan bangunan dan dicari korelasinya dengan temperatur udara rata-rata di setiap kawasan. Analisis dilakukan dua kali yaitu pada bahan bangunan berat dan bahan bangunan ringan. Pada gambar tersebut dapat dilihat, kawasan Asia Afrika Timur dan STBA memiliki bahan bangunan terbanyak dibanding kawasan lain yang dikaji. Sedangkan perumahan di belakang gedung Sate dan PusAir menunjukkan penggunaan bahan bangunan berat paling sedikit.
Bahan Bangunan Berat
Penggunaan Bahan Bangunan Berat dan Ringan
Bahan Bangunan Ringan
ai r Pu s
bi
Se gi ti
ga
Em
as
Ko sa m
LI PI
IT B
As ia -A
f ri ka
f ri ka
Ba r
at
ST BA
al k
Pe um ah
an
As ia -A
Bl
k
G
d
C
iw
Sa te
sa ri Se tra
Ti m ur
2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Nama Kawasan di Bandung
Gambar 3 : Penggunaan bahan bangunan berat dan ringan Analisis bivariate dilakukan pada data temperatur udara rata-rata dan penggunaan bahan bangunan berat dan ringan. Pada gambar 4 di bawah ini terlihat kecenderungan pengaruh penggunaan bahan bangunan berat terhadap temperatur udara rata-ratanya seperti fungsi pada gambar tersebut. 2.5 2
T Rata-rata
1.5 1
Temperatur udara minimum
0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 -2
-1
0
1
2
3
4
Material Berat
Gambar 4 : Pengaruh bahan bangunan berat pada temperatur udara rata-rata kawasan Pengaruh penggunaan bahan bangunan berat terhadap temperature udara tersebut dapat didefinisikan sebagai fungsi kuadrat; T Rata-rata = -0.241871 - 0.2463133
Material Berat + 0.2465222 Material Berat^2, di mana gradient fungsi tersebut sebesar 0,24 yang menunjukkan besarnya pengaruh penggunaan bahan bangunan berat tersebut. Namun pengaruhnya pada temperatur udara bervariasi, penggunaan bahan bangunan berat dapat berakibat menurunkan temperatur udara rata-rata, tetapi dapat pula menaikkan temperatur udara rata-rata. Pada kawasan yang sudah banyak menggunakan bahan bangunan berat, penambahan bahan bangunan berat justru menaikkan temperatur udara rata-rata, tetapi pada kawasan yang masih sedikit mengunakan bahan bangunan berat, penambahan penggunaan bahan bangunan dapat menurunkan temperatur udara rata-ratanya.
Temperatur minimum dicapai pada
pengunaan material berat dengan skala 0.499 luas pengunaan bahan bangunan untuk dinding dan laintai pada kawasan tersebut sebesar 0.499 x luas zona. Bila luas zona yang dikaji adalah 10.000 m2 maka luas dinding dan laintai dari bahan bangunan berat yang digunakan paling optimum seluas 4990 m2. Bila penggunaan bangunan berat lebih luas dari nilai tersebut, maka dapat berdampak menaikkan temperatur udara. Analisis bivariate juga dilakukan terhadap data penggunaan bahan bangunan ringan dan temperatur udara rata-rata. Hasil analisis pengaruh penggunaan bahan bangunan ringan pada temperature udara menunjukkan angka yang tidak signifikan, sehingga dapat dikatakan penggunaanbahan bangunan ringan tidak mempengaruhi temperatur udara.
Pembahasan Penggunaan bahan bangunan umumnya dibahas dalam wacana eksploitasi sumber daya alam yang tak terbarukan, pencemaran dan kerusakan alam, penggunaan energi, dan lain sebagainya. Pengunaan bahan bangunan berat seperti bata dan beton selalu mendapat perhatian yang terkait dengan kerusakan lahan pertanian dan embodied energy bahan tersebut, sehingga penggunaannya disarankan untuk dikurangi atau dibatasi. Pada analisis di atas penggunaan bahan bangunan berat menunjukkan pengaruh yang unik pada temperatur udara. Pada penggunaan dalam jumlah kecil penggunaan bahan bangunanberat justru menurunkan temperatur udara, tetapi pada penggunaan dalam jumlah besar berdampak buruk menaikkan temperatur udara ratarata. Berdasarkan hasil analisis tersebut didapatkan penggunaan bahan banguan berat yang optimum yaitu pada titik temperatur udara minimum. Oleh karena itu pengunaan
bahan bangunan berat pada suatu kawasan harus dikendilkan agar tetap berada pada daerah optimum tersebut. Hal ini dapat terwujud bila terdapat mekansme pengendalian pengunaan bahan bangunan di setiap kawasan atau kota. Tentu saja penataan penggunaan bahan bangunan berat di kawasan kota tidak dapat berdiri sendiri karena kinerjanya dengan aspek lain seperti orientasi dan bentuk bangunan. Oleh karena itu usaha penataan lingkungan termal kawasan harus dilakkan secara terpadu dari berbagai aspek. Pengendalian temperatur udara kawasan pada bangunan baru relatif mudah dilakukan karena terkait dengan perolehan ijin mendirikan bangunan atau IMB. Berbeda halnya dengan bangunan-bangunan lama, harus dilakukan usaha khusus untuk melindungi dinding Timur-Barat agar tidak menyerap dan menyimpan kalor terlalu banyak. Selain itu dapat pula dilakukan dorongan untuk menggunakan bahan-bahan bangunan ringan seperti panil dinding berinsulasi , beton ringan, hollow brick, bata ringan yang tidak menyerap dan menyimpan kalor dalam jumlah besar. Kesimpulan Penggunaan bahan bangunan berat berpengaruh pada temperatur udara kawasan sehingga aspek tersebut harus diperhatikan dalam proses penataan kawasan. Namun pengendalian temperatur udara kawasan tidak hanya dipengaruhi oleh penggunaan bahan bangunan berat saja, tetapi juga oleh aspek lain seperti orientasi dan bentuk bangunan. Penataan penggunaan bahan bangunan dapat membantu mengoptimalkan penataan orientasi dan bentuk yang kurang baik. Secara rinci pengaruh penggunaan bahan bangunan berat dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Sedapat mungkin penggunaan bahan bangunan berat tidak melebihi titik optimumnya sehingga penggunaan bahan bangunan tidak berdampak buruk pada temperatur udara.
2.
Pada daerah tropis, kebijakan pengunaan bahan bangunan berat adalah untuk mencapai temperatur udara terendah pada siang hari.
3.
Pengunaan bahan bangunan berat dapat berdampak baik maupun buruk pada lingkungannya dengan penjelasan sebagai berikut; a. Penggunaan bahan bangunan berat dalam jumlah sedikit dapat menurunkan temperatur udara karena bahan bangunan berat menyerap energi kalor yang diperoleh dari matahari, sehingga memberikan efek pendinginan.
b. Penggunaan bahan bangunan berat dalam jumlah yang berlebih justru berdampak buruk berupa pemanasan lingkungan karena bahan bangunan berat menerima, menyerap dan melepaskan kembali kalor yang diterima sehingga menaikkan temperatur udara c. Penggunaan bahan bangunan berat yang optimum adalah seluas 0.499 x luas kawasan. Lebih dari nilai tersebut, penggunaan bahan bangunan berat menaikkan temperatur udara, dan lebih kecil dari nilai tersebut penggunaan bahan bangunan berat menurunkan temperatur udara. 4.
Pengaruh penggunaan bahan bangunan ringan yang berkapasitas kalor kecil terhadap temperatur udara kawasan tidak signifikan, sehingga bahan bangunan ringan tersebut dapat digunakan untuk pengganti bahan bangunan berat.
Daftar Pustaka Akbari Hashem (1999) : Characterizing the Fabric of the Urban Environment: A Case Study of Sacramento, diakses tanggal 20 Desember 2005 di website http://eetd.lbl.gov/HeatIsland/PUBS/2000/44688rep.pdf Emmanuel (2000) : Assesment of Impact of Land Cover Changes on Urban Bioclimatic: The Case of Colombo, Sri Lanka, diakses tanggal 10 Mei 2006 di website http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-2864630/Assessment-of-impact-ofland.html HIG (2004) : Trees and Vegetation, diakses tanggal 20 Desember 2005 di website http://www.epa.gov/heatisland/strategies/vegetation.html Patz Jonathan A. (2004) : The Potential Health Impacts of Climate Variability and Change for the United States: Executive Summary of the Report of the Health Sector of the U.S. National Assessment, diakses tanggal 10 Mei 2006 di website http://www.ehponline.org/members/2000/108p367-376patz/108p367.pdf R honda M. Ryznar (1998) : Using Remotely Sensed Imagery to Detect Urban Changes Viewing Detroit from Space , diakses tanggal 7 April 2006 di website. http://musicalheaven.com/store/asinsearch_B0008I5Y2I.html UNEP WorldConservation ( 2003) : Biodiversity and Climate Change Programme, MonitoringCentre, Cambridge, United Kingdom, diakses tanggal 10 Oktober 2005 di website http://www.unep-wcmc.org/climate/home.htm Voogt, James A. (2004) : Urban Heat Islands: Hotter Cities, diakses tanggal 10 Oktober 2005 di website http://www.actionbioscience.org/environment/voogt.html Wong Nyuk Hien (2002) : The Thermal Effects of Plants on Buildings, diakses tanggal 2 Februari 2006 di website http://goliath.ecnext.com/coms2/gi_0199-2295133/Thethermal-effects-of-plants.html