STUDI PENETAPAN TARIF DASAR LISTRIK MINIMUM KELUARGA MISKIN di SURABAYA Panji Pamungkas Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Keputih Sukolilo Surabaya 60111 1.2 Permasalahan 1. Berapa besar pertumbuhan penduduk dan penduduk miskin di Kota Surabaya? 2. Berapa besar Rasio Elektrifikasi Kota Surabaya? 3. Siapa dan berapa besar tangga miskin yang harus mendapatkan subsidi listrik? subsidi dalam bentuk apa? 4. Bagaimana status Kota Surabaya dilihat dari sisi sosial-ekonomi?
Abstrak Energi listrik sangat penting peranannya dalam kehidupan manusia. Namun pada kenyataanya belum semua penduduk Indonesia khususnya kota Surabaya dapat merasakan energi tersebut. Hal ini mungkin dikarenakan harga jual energi listrik yang dirasakan cukup tinggi bagi beberapa kelompok masyarakat (penduduk miskin) dengan pendapatan sebulan yang hanya bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan dasar saja. Untuk itu perlu adanya peranan dari pemerintah bersama perusahaan listrk dalam memenuhi kebutuhan listrik kelompok masyarakat tersebut. Kata kunci : Energi listrik, harga jual listrik, masyarakat miskin
1.4 Batasan Masalah 1. Mengkaji pertumbuhan serta jumlah penduduk dan penduduk miskin di Kota Surabaya. 2. Meninjau Kota Surabaya dari kelistrikan rumah tangga. 3. Menganalisa dan memetakan Rumah Tangga Miskin berdasarkan pemakaian energi listrik serta memberikan rekomendasi sudsidi bagi Rumah Tangga Miskin. 4. Melihat Status Kota Surabaya dari sosial ekonomi.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur pada tahun 2007 sebesar 7.120.390. Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.720.156 jiwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 755.914 . Persentase penduduk miskin sebesar 9.07 persen (246.978 jiwa) atau urutan ke 9 (sembilan) kota dengan persentase penduduk miskin terendah di Jawa Timur. Berdasarkan salah satu indikator kemiskinan BPS, rumah tangga miskin tidak menggunakan listrik sebagai sumber penerangan, sehingga mereka menggunakan petromaks, lilin, pelita dan lain sebagainya sebagai alat penerangan. Rasio elektrifikasi kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 99,79 persen (695.348 rumah tangga pelanggan). Sisanya sebesar 0,21 persen adalah rumah tangga belum berlistrik dan rumah tangga yang masuk dalam daftar tunggu penyambungan baru listrik ( 2.360 calon pelanggan ). Subsidi tarif disarankan hanya untuk penggunaan listrik bagi kebutuhan dasar, sehingga batas konsumsi listrik yang disubsidi disarankan maksimal 30 kWh/bulan untuk golongan tarif S1, S2, R1, I1, dan B1 dengan daya terpasang 450 VA.Untuk itu pemerintah dalam hal ini PT.PLN wajib memberikan subsidi berupa subsidi pemberian listrik 30 kWh bagi pelanggan dengan daya terpasang 450 VA dan subsidi berupa alat penerangan seperti lampu dengan panel surya bagi penduduk yang belum menjadi pelanggan listrik PLN (Rumah Tangga sangat miskin).
1.3 Tujuan 1. Mengetahui berapa besar laju pertumbuhan penduduk dan penduduk miskin di Kota Surabaya 2. Mengetahui Rasio Elektrifikasi Kota Surabaya . 3. Mengelompokkan Rumah Tangga Miskin penerima subsidi listrik dan bentuk subsidi yang diterima 4. Menunjukan status Kota Surabaya berdasarkan sosial ekonomi 2. KONSEP DAN DEFINISI 2.1 Penduduk Miskin Hingga saat ini memang kita hanya mengandalkan dua sumber data ketika membicarakan masalah kemiskinan. Data Susenas BPS dan data Keluarga (Pra-) sejahtera BKKBN. Dari kedua lembaga yang berbeda ini tentu kita akan mendapat informasi yang berbeda pula tentang data jumlah warga masyarakat miskin. Kedua versi data ini memang bisa dipercaya secara ilmiah namun sama-sama memiliki keterbatasan. BPS dalam pelaksanannya menggunakan metode tehnik sampling sehingga menjadi sulit untuk menentukan dimana letaknya warga atau keluarga miskin tersebut berada. Sedangkan BKKBN dengan mengandalkan petugasnya yang turun langsung ke lapangan namun data ini juga masih sulit untuk digunakan dalam hal lain karena spesifik hanya untuk tujuan para petugas BKKBN sendiri.
1
RUMAH TANGGA MISKIN adalah yang berpendapatan kurang dari Rp. 600.000 per bulan, yang jumlahnya 6 juta Rumah Tangga. 3) KATEGORI PENDUDUK MENDEKATI MISKIN adalah mereka yang kemampuan pemenuhan konsumsinya antara 2.100 – 2.300 kalori ditambah PNM atau setara denagn Rp. 175.000 per orang per bulan. RUMAH TANGGA MENDEKATI MISKIN adalah Rumah Tangga yang pendapatannya kurang dari Rp. 700.000 per bulan.
Ada juga standar kemiskinan internasional seperti yang terdefinisi miskin dalam kategori Millenium Development Goals (MDGs) adalah warga miskin yang berpendapatan di bawah $US1 setiap harinya. Bank Dunia juga mendifinisikan warga miskin yaitu sebesar $US2 perkapita perhari. Walaupun data dari BPS terlihat sulit dalam menentukan dimana letaknya warga miskin, namun sampai saat ini pemerintah masih menggunakannya pada program-program bantuan untuk mengentaskan kemiskinan. Adapun Indikator-indikator kemiskinan yang dipakai oleh BPS adalah sebagai berikut : 1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. 4. Fasilitas buang air besar /bersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan. 6. Sumber penerangan tidak menggunakan listrik. 7. Jenis bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari. 10. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun. 11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0,5 ha,buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD. 14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp. 500.000, seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya. Dari indikator-indikator diatas, akhirnya diperoleh kategori penduduk miskin yaitu : 1) KATEGORI PENDUDUK SANGAT MISKIN adalah penduduk yang konsumsinya kurang dari 1.900 kalori per orang per hari ditambah dengan Pengeluaran Non-Makan (PNM) atau senilai Rp. 120.000 per orang per bulan. RUMAH TANGGA SANGAT MISKIN adalah yang berpenghasilan kurang dari Rp. 480.000 per bulan. 2) KATEGORI PENDUDUK MISKIN adalah mereka yang kemampuan pemenuhan konsumsinya antara 1.900 – 2.100 kalori per orang per hari ditambah Pengeluaran Non Makan atau senilai Rp. 150.000 per orang per bulan,.
2.2 Tarif Dasar Listrik 2.2.1 Prinsip Dasar Tarif Listrik Yaitu menentukan tingkat dan pola pembebanan kepada konsumen akibat penggunaan jasa Pelaku Usaha Ketenagalistrikan dan akan menghasilkan penerimaan yang dapat menutupi biaya operasi dan tingkat keuntungan yang wajar dari nilai investasinya (Return On Investment). Dasar dalam menentukan dan menghitung tarif adalah biaya pokok -penyediaan, yaitu biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai pelayanan yang dijanjikan/diberikan kepada konsumen. (biaya operasi dan biaya modal). Jumlah dari seluruh biaya penyediaan kepada tiap kelas konsumen sama dengan jumlah penerimaan yang diharapkan (Revenue Requirement). 2.2.2 Sifat Tarif Listrik Secara umum tarif listrik harus bersifat adil, praktis, baik bagi masyarakat dan stabil. Adapun maksud dari sifat listrik adalah sebagai berikut : a. Adil Semua pelanggan berkedudukan sama terhadap perusahaan lisrik. Tidak ada yang diistimewakan, sehingga peraturan yang ada berlaku untuk semua pelanggan. b. Praktis Sistem pentarifan harus praktis dan mempunyai maksud sebagai Berikut : 1. Mudah diukur, sehingga tidak memerlukan peralatan yang mahal dalam pengukuran. 2. Mudah dihitung, sehingga mudah juga dibuat kuitansinya, mengingat banyaknya pelanggan dan jenis pelanggan. 3. Membuat golongan pemakai yang dimaksud, akan mau menjadi langganannya. Hal ini untuk mengantisipasi pelanggan yang mempunyai alat-alat pembangkit sendiri agar lebih memilih untuk menjadi pelanggan perusahaan listrik tersebut. c. Baik bagi masyarakat Mempunyai pengertian harus dapat mencegah pemborosan terutama untuk bidang-bidang yang konsumtif, tetapi dilain pihak harus dapat memberikan dorongan pada bidang-bidang yang produktif. d. Stabil Tarif harus stabil, tidak sering ganti-ganti. Hal ini untuk bisa mencegah kebingungan dari pelanggan. 2
2.4.1 Sekilas Mengenai Lampu LED Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber cahaya yang efisien energinya. Lampu LED bertahan dari 40.000 hingga 100.000 jam tergantung pada warna. Lampu LED digunakan untuk banyak penerapan pencahayaan seperti tanda keluar, sinyal lalu lintas, cahaya dibawah lemari, dan berbagai penerapan dekoratif. Walaupun masih dalam masa perkembangan, teknologi lampu LED sangat cepat mengalami kemajuan dan menjanjikan untuk masa depan. Dalam lampu LED, biasanya memiliki kekuatan 2-5W masing-masing, memberikan penghematan yang cukup berarti dibanding lampu pijar dengan bonus keuntungan masa pakai yang lebih lama, yang pada gilirannya mengurangi perawatan. Usia pemakaian lampu LED sekitar 20 kali lampu bohlam dan 3 kali lempu neon, atau sekitar lebih dari 100.000 jam.
2.3 Subsidi Listrik Mike Crosetti (1999), seperti yang dikutip oleh Kadoatje (2002), mendefinisikan subsidi sebagai berikut: “All measures that keep prices for consumers below the market level, keep prices for producers above the market level, reduce costs for consumers or producers by giving direct or indirect financial support”. Subsidi merupakan kebijakan yang ditujukan untuk membantu kelompok konsumen tertentu agar dapat membayar produk atau jasa yang diterimanya dengan tarif di bawah harga pasar, atau dapat juga berupa kebijakan yang ditujukan untuk membantu produsen agar memperoleh pandapatan di atas harga yang dibayar oleh konsumen, dengan cara memberikan bantuan keuangan, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Agar subsidi dapat berjalan secara efektif, maka pengelolaan subsidi perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: • Transparan • Terarah (sasaran jelas dan sampai kepada sasaran secara langsung) • Tepat waktu • Dapat secara cepat diterapkan • Non By Passable (sasaran tidak dapat dikecualikan). Pada umumnya subsidi berasal dari pemerintah. Namun dalam prakteknya, subsidi dapat juga berasal dari perusahaan listrik, pelanggan, atau pihak lain. Subsidi dari pemerintah dapat berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Subsidi yang bersumber dari perusahaan listrik pada umumnya berupa subsidi dari perusahaan listrik milik pemerintah ke perusahaan listrik milik swasta, dalam rangka menarik minat perusahaan swasta agar bersedia melakukan investasi di industri listrik. Subsidi dari pelanggan pada umumnya berupa subsidi silang antar kelompok pelanggan, misalnya dari pelanggan industri ke pelanggan perumahan. Sementara itu, subsidi dari pihak lain dapat berupa sumbangan, hibah, atau grant yang diberikan kepada perusahaan penghasil energi listrik.
Gambar 2.1 Lampu LED Solar Energy
Dari segi penghematan energi, energi yang digunakan oleh LED sekitar 1/10 dari lampu bohlam, dan 1/2 dari lampu neon. Kelebihan lampu LED yang lain adalah directivity, yaitu hanya menerangi daerah tertentu bergantung dari sudut pancarannya juga panas yang dipancarkan relatif kecil, lebih tahan goncangan karena tidak menggunakan gas dan filamen, menggunakan arus searah sehingga lebih hemat listrik, rangkaian listrik relatif lebih simple dan lain sebagainya. Pada gambar 2.1 menunjukan lampu LED yang dihubungkan pada modul surya yang dijemur sekitar 8-10 jam per hari untuk dipakai pada waktu malam hari dengan waktu 6-8 jam, lampu ini juga disebut lampu LED solar energy yang lagi populer di Bangladesh.
2.4 Modul Surya dan Lampu LED 2.4.2 Sekilas Mengenai Modul Surya .Modul surya adalah Solar photovoltaik, yang merubah cahaya menjadi listrik yang dapat dsimpan dalam baterei sehingga listrik dapat diambil/digunakan kapan saja. Modul surya menghasilkan listrik DC (Direct current) atau arus searah, apabila dibutuhkan listrik AC, modul surya harus dilengkapi dengan inverter (pengubah arus DC ke AC). Listrik yang dihasilkan dapat digunakan untuk segala macam keperluan, mulai dari lampu penerangan , penyejuk ruangan, alat elektronik, bahkan dipakai untuk menggerakan mobil/pesawat terbang dan kapal fery.
3. GAMBARAN KOTA SURABAYA TAHUN 2007 3.1 Ditinjau Dari Letak Geografis Kota Surabaya terletak pada garis Lintang Selatan antara 7° 9’ – 7° 21’. dan 112° 36’ – 112° 57’ Bujur Timur. Luas wilayah adalah ± 52.087 Ha dengan 63,45 persen atau 33,048 ha dari luas total wilayah merupakan daratan dan selebihnya sekitar 36,55 persen atau 19.039 ha merupakan wilayah laut
3
milyar (1,33 persen) sedangakan Air Bersih menyumbangkan Rp.190,8 milyar (0,28 persen). Untuk pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya selama 5 tahun, naik sebesar 2,02 persen yaitu pada tahun 2003 sebesar 4,29 persen menjadi 6,31 persen pada tahun 2007. 7 6 6
5 4
6.33
6.35
6.31
2005
2006
2007
4.29
3
Gambar 2.2 Peta penyebaran kecamatan di Kota Surabaya
2
Secara administratif wilayah kota Surabaya terbagi terbagi atas 5 wilayah yaitu Surabaya Pusat, Surabaya Utara, Surabaya Selatan, Surabaya Timur dan Surabaya barat dengan 31 kecamatan dan 163 kelurahan.
1 0 2003
2004
Gambar 2.4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Surabaya tahun 2003-2007
3.2 Ditinjau dari Sosial Ekonomi 3.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pada tahun 2007, nilai IPM Kota Surabaya adalah sebesar 74,36 dengan Indeks Kesehatan sebesar 74,5; Indeks Pendidikan sebesar 87,47, Indeks Daya Beli sebesar 61,12 dan Reduksi Shortfall sebesar 5,6 Nilai ini berada diatas nilai rata-rata Jawa Timur dan Indonesia. UNDP membagi status pembangunan manusia dalam empat kategori dengan kriteria sebagai berikut : ¾ Rendah bila angka IPM < 50 ¾ Menengah Bawah bila angka 50 < IPM < 66 ¾ Menengah Atas bila angka 66 < IPM < 89 ¾ Tinggi bila angka IPM >80 Status pembangunan manusia Kota Surabaya masuk dalam status menengah keatas. Badan Pusat Statistik menetapkan kota Surabaya peringkat ke 37 dari 456 kota di Indnesia berdarsarkan nilai IPM.
3.3 Ditinjau Dari Kependudukan 3.3.1 Pertumbuhan Penduduk Rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 0,1172 dari tahun 2006 dengan jumlah penduduk sampai dengan bulan Desember 2007 adalah sebesar 2.720.156 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 755.914. Kota Surabaya adalah ibukota dan sentra kegiatan ekonomi di Jawa Timur yang memiliki faktor penarik untuk menjadi daerah tujuan bagi para pencari kerja, pertumbuhan penduduknya sudah semakin jenuh, hal ini disebabkan karena pendatang pada umumnya mencari domisili dikabupaten/kota sekitarnya. 3.3.2 Pertumbuhan Penduduk Miskin Jumlah penduduk miskin kategori 2 dan 3 di Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 9,07 persen (246.178 jiwa), mengalami penurunan sebesar 1,31 persen dari tahun 2006. Jumlah Rumah tangga miskin sebesar 68.561.
74.36 72.8
72.84
70.01 68.06 16 14 12 10 8 6 4 2 0
66.87
Indonesia
Propinsi Jawa Timur
IPM Tahun 2006
Kota Surabaya
IPM Tahun 2007
13.48 12
2003
Gambar 2.3 Perbandingan Nilai IPM Indonesia, Jawa Timur, dan Kota Surabaya tahun 2006-2007
2004
11.7
2005
10.38
2006
9.07
2007
Persentase Pertumbuhan Penduduk Miskin
Gambar 2.5 Persentase pertumbuhan Penduduk Miskin kategori 2 dan 3 tahun 2003-2007
3.2.2 Besaran PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Besaran PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun 2007 mencapai (PDRBADHB) Rp.128.729,04 milyar, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (PDRBADHK) sebesar Rp.67.695,82 milyar. Dari sektor Sekunder pada PDRBADHK, Gas memberikan kontribusi terbesar yaitu Rp.964,68 milyar (1,43 persen), Listrik menyumbang sebesar Rp.897,28
3.4 Ditinjau Dari Kelistrikan Kota Surabaya masuk dalam wilayah kerja PT.PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur dengan 3 Area Pelayanan dan Jaringan (APJ), yaitu : APJ Surabaya Selatan, APJ Surabaya Utara dan APJ Surabaya Barat.
4
Rasio elektrifikasi kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 99,79 persen (695.348 rumah tangga pelanggan) dengan jumlah pelanggan rumah tangga daya terpasang minimum 450 VA sebesar 118.428 rumah tangga. Sampai pada tahun 2006 masih ada sekitar 2.766 rumah tangga non PLN yang memanfaatkan energi listrik sebagai sumber penerangan dan ada pula sebanyak 3.621 rumah tangga yang memakai petromaks, pelita dan obor sebagai sumber penerangan rumah mereka.
dikonsumsi para pelanggan maksimum 30 kWh per bulan. Kebijakan subsidi khususnya listrik dalam APBN disalurkan melalui PT PLN berupa subsidi harga kepada kelompok masyarakat tidak mampu, yaitu kelompok pelanggan dengan daya terpasang sampai 450 VA. (Surat Menteri ESDM kepada Menteri Keuangan No. 4019/36/MEM.S/2002). Selanjutnya, kelompok pelanggan tersebut dipertegas oleh Departemen Keuangan melalui KMK No. 00/KMK.01/2002, yaitu hanya kelompok pelanggan yang menggunakan listrik sampai dengan 60 kWh per bulan. Berdasarkan kajian tarif listrik regional Kota Surabaya tahun 2005 oleh Pusat Energi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pada Masyarakat (LPPM-ITS), Ada 4 kategori kelompok miskin listrik, yaitu : 1) Kategori Rumah Tangga Sangat Miskin dan Belum Berlistrik Adalah Rumah Tangga Miskin yang belum menggunakan energi listrik sebagai sumber penerangan. Kelompok tersebut masih menggunakan petromaks, pelita, obor dan sebagainya sebagai alat penerangan dengan bahan bakar minyak tanah. Jika setiap bulan menggunakan sebanyak 5 liter minyak tanah dengan harga per liter = Rp.4000, maka biaya yang dikeluarkan untuk penerangan adalah Rp.20.000/bln.
Tabel 2.1 Perkembangan Neraca Daya Energi di Kota Surabaya Tahun 2003-2007 (MWh)
TAHUN SIAP DIJUAL 2003 5,830,238 2004 6,149,377 2005 6,463,847 2006 6,528,073 2007 6,888,815
TERJUAL 5,696,670 6,213,890 ########## ########## ##########
SELISIH 133,568.00 -64,513.06 -9,999.91 -1.70 1.53
Daya terpasang untuk pelanggan rumah tangga adalah sebesar 2.817,92 MVA serta energi listrik terjual untuk rumah tangga sebesar 6.888.813,47 MWh. Tarif listrik pelanggan rumah tangga yang berlaku sampai saat ini adalah Tarif Dasar Listrik tahun 2004 yang ditetapkan oleh Presiden dalam Keppres RI No.104 tahun 2003 tanggal 31 Desember 2003 . Adapun tarif dasar listrik untuk pelanggan rumah tangga dapat dilihat pada tabel berikut :
2) Kategori rumah tangga sangat miskin dan berlistrik Adalah Rumah Tangga Miskin dengan konsumsi listrik dibawah 30.000 Wh (30 kWh) per bulan atau senilai kurang atau sama dengan 1.000 Wh per hari. Kelompok rumah tangga ini biasanya bukan merupakan pelanggan listrik PLN namun menyambung listrik dari pelanggan listrik PLN dengan membayar sesuai kesepakatan bersama, biasanya rata-rata perbulan yang harus dibayar adalah sebesar Rp.25.000. 3) Kategori rumah tangga miskin berlistrik Adalah Rumah Tangga dengan pemakaian listrik antara 30.001 – 45.000 Wh per bulan (>30 kWh – 60 kWh), atau senilai antara 1.001 Wh – 1.500 Wh per hari. 4) Kategori rumah tangga mendekati miskin berlistrik Adalah Rumah Tangga dengan pemakaian listrik antara 45.001 – 60.000 Wh per bulan (>45 kWh – 60 kWh), atau senilai rata-rata antara 1.501 Wh – 2.000 Wh per hari. Pengeluaran untuk listrik pada Rumah Tangga Miskin Kategori 1) dan 2) jauh lebih mahal dari harga listrik PLN. Dengan pemakaian 30 kWh/bulan pelanggan rumah tangga PLN dengan daya tersambung 450 VA hanya membayar sebesar Rp.16.070 (biaya beban =Rp.11.000 + Biaya 30 kWh =Rp.5070). Sebagai solusi, pemerintah bisa memberikan SUBSIDI berupa peralatan penerangan dengan memanfaatkan energi terbarukan sebagai bahan bakar, sebagai contoh
Tabel 2.2 Tarif Dasar Listrik Pelanggan Rumah Tangga
Untuk harga Biaya Pokok Penyediaan, berdasarkan audit dari Badan Pengawas Keuangan (BPK) tahun 2007 adalah sebesar Rp.842,98/kWh, dengan harga jual rata-rata sebesar Rp.624,58/kWh. Sehingga subsidi listrik yang didapatkan dari pemerintah adalah sebesar Rp.224,21/kWh. 4. ANALISA RUMAH TANGGA MISKIN DAN SUBSIDI Dalam konteks ketenagalistrikan di Indonesia, subsidi listrik merupakan sejumlah dana yang dibayar oleh Pemerintah Indonesia kepada PT. PLN (Persero) yang dihitung berdasarkan selisih antara harga pokok penjualan untuk tegangan rendah dengan tarif dasar listrik tahun 2001 dikalikan dengan jumlah kWh yang
5
Daya Beli sebesar 61,12 dan Reduksi Shortfall sebesar 5,6. Besaran PDRB atas dasar harga berlaku (PDRBADHB) pada tahun 2007 mencapai Rp.128.729,04 milyar, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (PDRBADHK) sebesar Rp.67.695,82 milyar. Dari sektor Sekunder pada PDRBADHK, Gas memberikan kontribusi terbesar yaitu Rp.964,68 milyar (1,43 persen), Listrik menyumbang sebesar Rp.897,28 milyar (1,33 persen) sedangakan Air Bersih menyumbangkan Rp.190,8 milyar (0,28 persen). Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya sebesar 6,31 persen. Dari data-data diatas menunjukan bahwa Status pembangunan manusia Kota Surabaya masuk dalam status menengah keatas.
pemberian Lampu LED SOLAR ENERGY (Lampu SOLAR ENERGY ini adalah Lampu Komplit dengan Panel Surya dan dijemur sekitar 8-10 jam per hari untuk dipakai pada waktu malam hari dengan waktu 6 – 8 jam maksimal). Pada kategori rumah tangga miskin 3) dan 4) biasanya kelompok tersebut sudah menjadi pelanggan listrik PLN dengan daya terpasang sampai dengan 450 VA, diberikan Subsidi listrik sebesar 30 kWh namun untuk pemakaian diatas 30 kWh tarif listrik bukan lagi tarif bersubsidi melainkan diberikan tarif sama seperti harga jual rata-rata per kWh. . 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 1. Rata-rata pertumbuhan penduduk Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 0,1172 dengan jumlah penduduk sebesar 2.720.156 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 755.914. Jumlah penduduk miskin kategori 2 dan 3 di Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 9,07 persen (246.178 jiwa), mengalami penurunan sebesar 1,31 persen dari tahun 2006. Jumlah Rumah tangga miskin sebesar 68.561. 2. Rasio elektrifikasi kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 99,79 persen (695.348 rumah tangga pelanggan) dengan jumlah pelanggan rumah tangga daya terpasang minimum 450 VA sebesar 118.428 rumah tangga. 3. Ada 4 kategori kelompok miskin listrik, yaitu : 1) Kategori Rumah Tangga Sangat Miskin dan Belum Berlistrik. yang memakai petromaks, pelita dan obor sebagai sumber penerangan jumlah kelompok tersebut sekitar 3.621 rumah tangga rumah. 2) Kategori Rumah Tangga Sangat Miskin berlistrik dengan konsumsi listrik dibawah 30.000 Wh (30 kWh) per bulan atau senilai kurang atau sama dengan 1.000 Wh per hari. Jumlah kelompok ini sekitar 2.766 rumah tangga. 3) Rumah Tangga Miskin Berlistrik dengan pemakaian listrik antara 30.001 – 45.000 Wh per bulan (>30 kWh – 60 kWh), atau senilai antara 1.001 Wh – 1.500 Wh per hari.. 4) Rumah Tangga mendekati miskin berlistrik dengan pemakaian listrik antara 45.001 – 60.000 Wh per bulan (>45 kWh – 60 kWh), atau senilai rata-rata antara 1.501 Wh – 2.000 Wh per hari. Jumlah dari Rumah Tangga kategori 3 dan 4 adala sama dengan jumlah pelanggan listrik PLN dengan dengan daya tersambung 450 VA yaitu sebesar 118.428 rumah tangga. 4. Nilai IPM Kota Surabaya pada tahun 2007 adalah sebesar 74,36, dengan Indeks Kesehatan sebesar 74,5; Indeks Pendidikan sebesar 87,47, Indeks
5.2 Saran Untuk mencapai mutu pelayanan yang baik dan 100 persen rasio elektrifikasi di Jawa Timur khususnya Kota Surabaya, PT.PLN Distribusi Jawa Timur dan Pemerintah Kota Surabaya harus memperhatikan beberapa aspek, seperti: 1) Pemberian Subsidi secara tepat dan terarah kepada Rumah Tangga Miskin berlisrik maupun yang belum berlistrik dengan memperhatikan daya beli serta hemat pemakaian energi listrik dari masyarakat.. 2) Pemberian subsidi Rumah Tangga Sangat Miskin berlistrik maupun belum berlistrik dapat berupa lampu LED SOLAR ENERGY, sedangkan untuk Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Mendekati Miskin berlistrik diberikan Subsidi listrik sebesar 30 kWh namun untuk pemakaian diatas 30 kWh tarif listrik bukan lagi tarif bersubsidi melainkan diberikan tarif sama seperti harga jual rata-rata per kWh. DAFTAR PUSTAKA [1] BPS Jakarta, “Indeks Pembangunan Manusia”, Tahun 2005-2006. [2] BPS Jawa Timur,”Pelaksanaan Pendataan Rumah Tangga Miskin”, tahun 2005. [3] BPS Jawa Timur, ”Analisa Penyusunan Kinerja Makro Ekonomi dan Sosial Jawa Timur”, tahun 2003-2007. [4] BPS Kota Surabaya,”Produk Domestik Regional Bruto Kota Surabaya” ,Tahun 2007. [5] Aep Rusmana, S.Sos., M.Si,”Kajian Indeks BPS Tentang Kemiskinan”. Bandung, 2006. [6] Pemerintah Kota Surabaya ,”Peraturab Daerah Kota Surabaya No.3 Tahun 2007 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya”, Surabaya, 2007. [7] Pemerintah Kota Surabaya ,”Informasi Laporan Penyelenggaran Pemerintah Daerah (ILLPD)”, Surabaya, 2007. [8] PT.PLN (Persero) Dist.JATIM,”Statistik PLN” Tahun 2007.
6
[9] Badan Pemeriksa Keuangan, “Hasil Pemeriksaan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik PT.PLN (PERSERO) Tahun 2006”, 2006. [10] Purwoko, “Analisa Peran Subsidi bagi Industri dan Masyarakat Pengguna Listrik”, Tahun 2003. [11] Menko Perekonomian, “ Kajian Awal Evaluasi Kebijakan Pelayanan Umum (PSO)” Tahun 2007, Jakarta,2007. [12] Presiden RI, “Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan”, Jakarta 1985. [13] Presiden RI, “Lampiran III Keppres RI Nomor 104 Tahun 2003 Tentang Tarif Dasar Lisrik Untuk Kepeeluan Rumah Tangga”, Jakarta 2003. [14] The Institute of International Education Electricity Restructuring Activities Group (IIE/ERAG), “ Tarif Listrik : Prinsip Dasar dan Pola Penyusunan”, Tahun 2004. [15] Lembaga Peneliatian dan Pengabdian pada Masyarakat-ITS (LPPM-ITS),” Seminar Kajian Tarif Listrik Nasional” , Surabaya,Tahun 2005. [16] http://www.tempointeraktif.com,”Penetapan Tarif Listrik Sendiri Melanggar UndangUndang”, , Kamis, 31 Januari 2008 [17] http://www.kompas.com,”Sulitnya Mendapat Jaringan Listrik Baru”, Senin 20 Juni 2005. DAFTAR RIWAYAT HIDUP Panji Pamungkas dilahirkan di Jayapura 8 April 1983. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 3 Jayapura pada tahun 2001, lalu melanjutkan pendidikan di Jurusan Jeknik Elektro, Bidang Studi Sistem Tenaga di Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, Jawa Timur .
7