STUDI PENENTUAN KOEFISIEN BIODEGRADASI AIR LIMBAH DOMESTIK INFLUEN BOEZEM MOROKREMBANGAN
DETERMINATION OF BIODEGRADATION COEFFICIENT OF DOMESTIC WASTEWATER IN MOROKREMBANGAN BOEZEM INFLUENT RATNA GUMILANG DAN IDAA WARMADEWANTHI Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Jalan AR Hakim Sukolilo, Surabaya 60111
Abstrak : Boezem Morokrembangan merupakan muara dari saluran drainase yang ada di Kota Surabaya. Boezem ini telah mengalami pencemaran berat oleh limbah domestik sehingga kemampuan self purification-nya berkurang. Potensi self purification suatu badan air dapat dilihat dari nilai koefisien biodegradasi. Pada penelitian ini dilakukan analisis secara batch terhadap sampel air dari influen Boezem Morokrembangan untuk mendapatkan nilai koefisen biodegradasi. Analisis dilakukan dengan melihat hubungan antara perubahan konsentrasi substrat (nilai PV) dan biomassa (MLSS) setiap 3 jam selama 24 jam proses aerasi. Kondisi optimum aerasi dan rasio BOD5/COD didapatkan pada penelitian pendahuluan. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan rasio BOD5/COD sampel sebesar ± 0,5 dan kodisi optimum aerasi terjadi pada sampel air dengan konsentrasi BOD5 terendah dengan proses agitasi skala 6 magnetic stirrer. Nilai koefisien biodegradasi sampel air dengan PV awal 23,384 mg/L, 72,048 mg/L dan 293,88 mg/L berturut-turut adalah 0,015/jam, 0,00311/jam dan 0,002/jam. Kata kunci :
Aerasi, biomassa, Boezem Morokrembangan, koefisien biodegradasi, substrat.
Abstract : Morokrembangan Boezem is the estuary of drainage canal in the city of Surabaya. This boezem has been hardly polluted by domestic wastewater so that its self purification ability decreased. Self purification potential of a water body can be seen from biodegradation values. In this research, batch analysis is done toward water sample from
1
Boezem Morokrembangan influent to get biodegradation coefficient value. Analysis is done by seeing the relationship beetwen alteration of substrate concentration (PV value) and biomass (MLSS) every 3 hours during 24 hours aeration process. Optimum aeration condition and BOD5/COD ratio are determined during preliminary study. The results of preliminary study shows that the sample’s BOD5/COD ratio is about 0,5 and optimum aeration condition occur at water samples with lowest BOD5 concentration and the 6th scale agitated of magnetic stirrer. Biodegradation coefficient value of water samples with initial PV 23.384 mg/L, 72.048 mg/L dan 293.88 mg/L are 0.015/hour, 0.00311/hour and 0.002/hour, respectively. Keyword :
Aeration, biodegradation coefficient, biomass, Morokrembangan Boezem, substrate.
1. Pendahuluan Boezem Morokrembangan yang merupakan muara dari saluran drainase dan berfungsi sebagai pengendali banjir di Kota Surabaya, saat ini telah tercemar berat oleh limbah domestik. Hal ini mengakibatkan boezem tidak dapat bekerja dengan baik sesuai dengan fungsinya. Secara alamiah boezem memiliki kemampuan self purification dan kemampuan untuk mengolah bahan pencemar yang masuk kedalamnya, namun karena besarnya beban bahan pencemar yang masuk ke boezem menyebabkan kemampuan self purification berkurang. Salah satu parameter yang dapat menunjukkan kemampuan self purification suatu badan air adalah koefisien biodegradasi. Nilai koefisien biodegradasi merupakan parameter penting yang menunjukkan potensi fisik biokimia suatu badan air untuk memurnikan diri (self purification). Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berapa persentase jumlah bahan organik biodegradable pada air limbah influen Boezem Morokrembangan, bagaimana kondisi optimum aerasi yang akan digunakan pada penelitian ini, dan berapa nilai koefisien biodegradasi air limbah influen Boezem Morokrembangan. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui persentase jumlah bahan organik biodegradable yang terkandung dalam air limbah influen Boezem Morokrembangan dan mengetahui kondisi optimum aerasi yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Sedangkan tujuan 2
utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan nilai koefisien biodegradasi air limbah domestik influen Boezem Morokrembangan. Nilai koefisien biodegradasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi dalam evaluasi kinerja dari Boezem Morokrembangan. Air Boezem Morokrembangan memiliki karakteristik yang berfluktuasi setiap harinya, tergantung kualitas dan kuantitas air yang masuk ke dalamnya. Namun demikian, berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 02 Tahun 2004, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Boezem Morokrembangan diklasifikasikan dalam badan air kelas III yaitu air yang peruntukannya dapat dipergunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar dan air payau, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan/ atau peruntukan lain. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001, baku mutu kualitas badan air kelas III dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Baku Mutu Kualitas Badan Air Kelas III Parameter
Satuan
Baku Mutu
TSS
mg/L
400
pH
-
6-9
BOD
mg/L
6
COD
mg/L
50
DO
mg/L
3
Total fosfat sebagai P
mg/L
1
NO3 sebagai N
mg/L
20
Sumber : PP No.82 Tahun 2001
Biodegradasi adalah reaksi biologis, baik aerobik maupun anaerobik, yang mengubah senyawa organik pencemar menjadi karbondioksida ataupun substansi lain yang tidak lagi berbahaya. Proses biodegradasi dapat berlangsung secara efektif jika tersedia lingkungan yang sesuai untuk kehidupan mikroorganisme. Yang dimaksud dengan lingkungan yang sesuai antara lain adalah terpenuhinya kebutuhan nutrisi mikroorganisme dan faktor lingkungan seperti 3
temperatur dan pH yang sesuai, serta terpenuhinya kebutuhan oksigen untuk respirasi (Benefield and Randall, 1980). Kadang-kadang proses degradasi alamiah terjadi di lingkungan tercemar tanpa membutuhkan intervensi manusia, namun terkadang beberapa derajat intervensi dibutuhkan untuk menstimulasi biodegradasi (Alvarez and Illman, 2006). Salah satu bentuk intervensi manusia dalam menstimulasi biodegradasi adalah dengan memasukkan udara/ air kaya oksigen (aerasi) ke dalam badan air. Salah satu kegunaan dari aerasi pada pengolahan air limbah adalah memberikan suplai oksigen pada proses pengolahan biologi secara aerobik. Pengaruh lamanya waktu pada proses oksidasi akan mempengaruhi kemampuan mikroorganisme untuk mendegradasikan bahan organik yang terdapat dalam air buangan. Semakin lamanya waktu yang diberikan pada proses oksidasi maka akan memberi kesempatan bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan melakukan degradasi bahan organik. (Droste,1997). Pertumbuhan populasi sel pada suatu media batch selama periode inkubasi mengikuti kurva pertumbuhan seperti pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Fase pertumbuhan biomassa pada proses batch dengan perubahan pada substrat dan biomassa terhadap waktu.
4
Pada t=0, substrat dan nutrien berlimpah, dan keberadaan populasi biomassa sangatlah sedikit. Sebagai akibat dikonsumsinya substrat, empat fase pertumbuhan yang berbeda terjadi, yaitu: fase lamban (lag phase), fase pertumbuhan eksponensial (exponential growth phase), fase stasioner (stationary phase), dan fase kematian (death phase/ endogenous decay phase) (Metcalf and Eddy, 2003). Kinetika pertumbuhan mikroba menentukan oksidasi (penggunaan) substrat dan produksi biomassa, yang menyumbang konsentrasi TSS dalam reaktor biologis. Karena air limbah penduduk dan industri mengandung sejumlah substrat, konsentrasi senyawa organik paling sering ditunjukkan dengan nilai COD biodegradable atau uBOD, yang mana keduanya terdiri atas komponen biodegradable terlarut, koloid, dan partikulat (Metcalf and Eddy, 2003). Zat organik dalam air juga dapat diketahui dengan menentukan angka permangantanya. Yang dimaksud dengan nilai permanganat (KMnO4) adalah jumlah miligram Kalium Permanganat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik yang ada dalam air. Walaupun KMnO4 sebagai oksidator yang dipakai tidak dapat mengoksidasi semua zat organik yang ada, namun cara ini sangat praktis dan tepat pengerjaannya (Sutrisno, 2002). Satu kegunaan utama dari operasi biokimia adalah dalam mengurangi atau menghilangkan bahan organik terlarut yang dapat digunakan sebagai sumber makanan oleh mikroorganisme yang ada. Ketika hal ini terjadi, sebagian dari karbon diubah menjadi karbondioksida dan sisanya diubah menjadi materi sel yang baru. Karbondioksida terlepas sebagai gas dan materi sel dihilangkan dalam operasi fisik menjadikan air limbah terbebas dari bahan organik asli (Grady and Lim, 1980). Laju keseluruhan dari reaksi biologis tergantung pada aktivitas katalitis enzim dalam reaksi yang jelas. Kinetika enzim telah didefinisikan oleh Michaelis-Menten untuk reaksi tunggal yang meliputi substrat tunggal. Bentuk persamaan yang sama dapat digunakan pada banyak kasus untuk menunjukkan kinetika yang diobservasi dengan banyak substrat dan reaksi kultur campuran yang
5
terjadi di dalam proses pengolahan air limbah. Persamaan Michelis –Menten tersebut adalah sebagai berikut :
r=
(1)
Dimana :
-
r
= laju reaksi, per jam
-
Rmax = laju maksimum pembentukan produk, mg/L.jam
-
Km = konstanta Michaelis
-
[S] = konsentrasi substrat, mg/L
(Benefield and Randall, 1980)
Dalam meninjau ekspresi kinetika yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan substrat dan laju pertumbuhan biomassa, sangat penting diingat bahwa ekspresi yang digunakan dalam pemodelan proses biologis semuanya adalah empiris, berdasarkan nilai koefisien yang ditentukan melalui percobaan. Pada reaksi orde satu, umumnya terjadi pada konsentrasi substrat yang rendah, maka konsep Michaelis-Menten untuk reaksi orde satu semu dapat dituliskan :
.
= K.S
(2)
Integrasi dari persamaan (2) menghasilkan : Ln St = Ln So – K.X.t
(3)
Nilai K merupakan besarnya slope garis yang terbentuk oleh persamaan (3) di atas dengan plotting St sebagai ordinat dan X.t sebagai absis pada kertas semilog (Reynolds and Richards, 1996).
2. Metodologi Untuk mencapai tujuan penelitian ini, kerangka penelitian yang digunakan adalah merumuskan ide studi, melakukan peninjauan pada pustaka yang ada, melaksanakan penelitian
6
pendahuluan dan penelitian utama di laboratorium, mengolah data dan membahas hasil penelitian, serta menarik kesimpulan. ¾ Penelitian Pendahuluan Analisis untuk mengetahui persentase jumlah zat organik biodegradable dalam air limbah yang masuk ke Boezem Morokrembangan Selatan dilakukan di laboratorium dengan cara mengukur rasio konsentrasi BOD5 dan COD dari sampel air. Sampel air diambil dari masing-masing inlet boezem yaitu Saluran Purwodadi dan Saluran Greges. Analisis ini dilakukan selama 3 hari berturutturut. Analisis penentuan kondisi optimum aerasi bertujuan untuk membandingkan proses aerasi secara difusi dengan proses aerasi secara mekanik pada berbagai konsentrasi BOD5. Kondisi optimum ditentukan dengan memilih proses aerasi yang paling efektif dalam menaikkan dan menurunkan konsentrasi DO dalam sampel air dengan konsentrasi BOD5 yang bervariasi.
¾ Penelitian Utama Analisis penentuan koefisien biodegradasi dilakukan dalam skala laboratorium dengan proses batch dan dilaksanakan pada kondisi optimum aerasi yang telah ditentukan pada analisis sebelumnya. Prosedur analisisnya adalah sebagai berikut : -
dimasukkan sampel air dengan tiga konsentrasi PVs awal yang berbeda ke dalam tiga buah reaktor, dimana volume masing-masing reaktor adalah 1 L. Pada reaktor 1 dan reaktor 2 digunakan sampel air limbah asli dengan konsentrasi PVs awal berturut-turut adalah 23,384 mg/L dan 72,048 mg/L . Sedangkan pada reaktor 3 digunakan sampel air limbah asli dengan penambahan glukosa sehingga konsentrasi PVs awal menjadi 293,88 mg/L.
-
Dilakukan proses aerasi terhadap ketiga reaktor tersebut secara kontinyu selama 24 jam
-
Disampling pada masing-masing reaktor dan dilakukan analisis terhadap parameter PVs dan MLSS pada t aerasi =.0, 3 jam, 6 jam, 9 jam, 12 jam, dan 24 jam. 7
-
Kondisi operasi dalam reaktor dijaga agar volumenya tetap 1 L, pH antara 6-8, dan konsentrasi DO > 2 mg/L. Dari hasil analisis di atas, dilakukan pengolahan data hingga diperoleh nilai koefisien
biodegradasi. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dari keselruhan analisis yang telah dilaksanakan.
3. Hasil dan Pembahasan ¾ Penelitian Pendahuluan Rasio BOD5/COD air limbah menunjukkan persentase jumlah bahan organik biodegradable dari jumlah bahan organik total yang terkandung di dalam air limbah tersebut. Menurut Alaerts dan Santika (1984), perbandingan rata-rata antara BOD5 dan COD juga dapat menunjukkan jenis dari air limbah. Perbandingan rata-rata BOD5 dan COD untuk bermacam-macam jenis air dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Perbandingan Rata-rata antara BOD5 dan COD untuk Bermacam-macam Jenis Air Rasio BOD5/COD
Jenis Air
0,4 sampai 0,6
Air buangan penduduk
0,6
Air buangan penduduk setelah pengendapan primer
0,2
Air buangan penduduk sesudah diolah secara biologis
0,1
Air sungai yang tidak tercemar
0,6 sampai 0,65
Air beracun industri organis tanpa keracunan
0,0 sampai 0,2
Air buangan industri inorganis atau beracun
Sumber : Alaerts dan Santika, 1984
Selain itu, jika rasio BOD5/COD untuk air limbah yang tidak terolah adalah 0,5 atau lebih, limbah tersebut dianggap sebagai limbah yang mudah terolah secara biologis. Jika rasionya di bawah kira-kira 0,3 maka ada dua kemungkinan, yaitu bahwa limbah tersebut mengandung
8
komponen toksik atau diperlukan mikroorganisme yang telah diaklimatisasi dalam proses stabilisasinya (Metcalf and Eddy, 2003). Pada penelitian ini pengukuran konsentrasi BOD5 dan COD dilakukan di laboratorium selama tiga hari berturut-turut, dimana pengambilan sampel dilakukan saat kondisi cuaca tidak sedang hujan. Dari penelitian yang dilakukan selama tiga hari berturut-turut terhadap sampel air dari influen Boezem Morokrembangan didapatkan data-data seperti yang tercantum pada Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Awal Air Limbah Influen Boezem Morokrembangan
Lokasi Sampling
Saluran Greges
Saluran Purwodadi
Tanggal Analisis
[BOD5] (mg/L)
[COD] (mg/L)
Rasio BOD5/COD
2 Mei 2010
12
24
0.500
3 Mei 2010
38
80
0.475
4 Mei 2010
65
136
0.478
2 Mei 2010
23
48
0.479
3 Mei 2010
19
40
0.475
4 Mei 2010
30
64
0.469
Rasio rata-rata BOD5/COD
0.484
0.474
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium
Dari hasil analisis laboratorium di atas diketahui bahwa perbandingan rata-rata BOD5/COD air limbah influen Boezem Morokrembangan, baik di Saluran Greges maupun Purwodadi menunjukkan nilai yang hampir sama yaitu mendekati 0,5. Data ini menunjukkan bahwa hampir 50% kandungan bahan organik dalam air limbah influen Boezem Morokrembangan bersifat biodegradable. Data ini juga menunjukkan bahwa air limbah yang masuk ke boezem, baik dari Saluran Greges maupun Purwodadi termasuk kategori air buangan penduduk yang belum terolah, dan tidak tercemar oleh air buangan industri baik organik maupun anorganik. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa metode pengolahan yang cocok digunakan untuk mengolah air boezem adalah dengan pengolahan biologis (untuk mengolah kandungan bahan organik biodegradable) yang dikombinasikan dengan pengolahan secara fisik. Sedangkan pengolahan secara kimia kurang cocok digunakan untuk mengolah air boezem karena salah satu kerugian signifikan dari pengolahan secara kimia
9
adalah sludge yang dihasilkan besar (Metcalf and Eddy,2003). Hal ini dapat mempercepat terjadinya pendangkalan pada boezem. Kerugian lainnya adalah diperlukannya penanganan lebih lanjut terhadap sludge yang dihasilkan dari pengolahan secara kimia.
Penelitian pendahuluan berikutnya adalah penentuan kondisi optimum aerasi. Pada penelitian ini, digunakan aerator tipe diffuser, yaitu menggunakan air pump yang dilengkapi dengan air diffuser dan aerator tipe mekanik (mechanical aerators), yaitu dengan menggunakan magnetic stirrer untuk aerasi dengan cara agitasi (memanfaatkan turbulensi). Aerasi dengan melepaskan gelembung udara dilakukan dengan tiga variasi debit udara yaitu 1,5 ml/menit, 3 ml/menit, dan 4 ml/menit. Sedangkan aerasi dengan cara agitasi menggunakan magnetic stirrer dilakukan dengan dua variasi kecepatan yaitu pada skala 6 dan skala 8. Variasi sistem aerasi ini diterapkan pada air limbah influen boezem dengan tiga variasi konsentrasi BOD5 yaitu 12 mg/L, 18 mg/L dan 37 mg/L. Kondisi optimum aerasi ditentukan dengan cara membandingkan tiap variasi berdasarkan laju kenaikan kadar oksigen terlarut saat aerasi dan laju penurunannya saat aerasi dihentikan. Laju kenaikan kadar DO ditentukan dengan membagi kenaikan kadar DO awal hingga mencapai jenuh dengan waktu tercapainya kadar DO jenuh tersebut. Sedangkan laju penurunan kadar DO dihitung dengan membagi penurunan kadar DO sejak aerasi dihentikan dengan waktu selama aerasi dihentikan. Kapasitas air dalam menampung DO (konsentrasi DO jenuh) tergantung pada temperatur, salinitas, dan tekanan parsial oksigen saat kontak dengan air. Menurut Metcalf and Eddy (2003), oksigen akan lebih mudah terlarut dalam air dengan temperatur yang lebih rendah. Pada penelitian ini temperatur awal air boezem adalah ± 30oC, dimana tipikal konsentrasi DO jenuhnya , menurut Benefild and Randall (1980), adalah 7,63 mg/L pada konsentrasi Cl- nol dan tekanan udara 1 atm. Namun demikian, dalam penelitian ini konsentrasi DO jenuh ditentukan berdasarkan pengamatan selama beberapa waktu dimana konsentrasi DO sudah tidak mengalami kenaikan walaupun dilakukan aerasi secara kontinyu. 10
Perbandingan laju kenaikan dan penurunan kadar DO pada berbagai variasi debit aerasi dan kecepatan agitasi serta konsentrasi BOD5 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Perbandingan Laju Kenaikan Kadar Dissolved Oxygen (DO) pada Berbagai Kondisi Aerasi Konsentrasi BOD5
BOD = 12 mg/L
BOD = 18 mg/L
BOD = 37 mg/L
Jenis aerasi
Laju kenaikan DO (mg/L.menit)
Laju penurunan DO (mg/L.menit)
agitasi1
1,04
0,0033
agitasi 2
1,08
0,0089
aerasi 1 aerasi 2
0,255 0,208
0,0047 0,004
aerasi 3
1,04
0,00625
agitasi1
0,11
0,06
agitasi 2
0,4267
0,0614
aerasi 1
0,29
0,0843
aerasi 2
0,4
0,1057
aerasi 3
0,31
0,0857
agitasi1
0,075
0,0425
agitasi 2 aerasi 1
0,3 0,076
0,0356 0,467
aerasi 2
0,228
0,024
aerasi 3
0,59
0,0978
Sumber : Hasil perhitungan.
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa laju kenaikan DO yang paling besar terjadi pada kondisi aerasi dengan agitasi 2, dimana kecepatan agitasinya adalah pada skala 8 magnetic stirrer. Laju kenaikan DO tertinggi ini terjadi pada sampel air boezem dengan konsentrasi BOD5 terendah yaitu 12 mg/L. Sedangkan laju penurunan DO terendah yang terjadi setelah penghentian proses aerasi, dialami oleh sampel yang sebelumnya diaerasi pada kondisi aerasi dengan agitasi 1 (yaitu pada kecepatan agitasi skala 6 magnetic stirrer). Laju penurunan DO terendah ini juga terjadi pada kondisi sampel dengan konsentrasi BOD5 terendah yaitu sebesar 12 mg/L.
11
Dengan pertimbangan bahwa dengan kecepatan agitasi skala 6 maka energi yang digunakan untuk mixing lebih kecil dan laju penurunan kadar DO-nya pun merupakan yang paling kecil, meskipun laju kenaikan kadar DO-nya bukan merupakan yang paling besar (hanya berbeda sedikit dari agitasi skala 8 yang memiliki laju kenaikan oksigen terbesar), maka ditentukan bahwa kondisi optimum proses aerasi adalah pada skala 6 magnetic stirrer. Dari analisis ini diambil kesimpulan bahwa kondisi optimum aerasi terjadi pada agitasi 1 dimana kecepatan agitasi berada pada skala 6 magnetic stirrer, dan pada konsentrasi BOD5 sampel sebesar 12 mg/L yang merupakan konsentrasi terendah dari sampel yang diuji. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi BOD5 berbanding terbalik dengan laju kenaikan DO, dan berbanding lurus dengan laju penurunannya.
¾ Penelitian Utama Penelitian untuk menentukan koefisien biodegradasi air limbah domestik influen Boezem Morokrembangan ini dilakukan di bawah kondisi optimum aerasi yang telah ditentukan pada penelitian pendahuluan, yaitu dengan agitasi sampel pada skala 6 magnetic stirrer dan konsentrasi BOD5 sebesar 12 mg/L, namun sebagai bahan perbandingan maka penentuan koefisien biodegradasi juga dilakukan pada air boezem dengan konsentrasi bahan organik yang lebih tinggi. Pada penelitian ini digunakan tiga buah reaktor, dimana reaktor pertama dan kedua berisi sampel air limbah asli tanpa penambahan glukosa (dengan konsentrasi PVs awal yang berbeda) dan reaktor ketiga berisi sampel air limbah asli dengan penambahan glukosa. Penambahan glukosa dilakukan untuk menaikkan konsentrasi bahan organik sampel air. Dalam penentuan koefisien biodegradasi dilakukan proses aerasi terhadap sampel air secara kontinyu selama 24 jam, dengan pengambilan sampel pada reaktor setiap interval waktu 3 jam untuk dianalisa parameter PVs (sebagai subtrat) dan MLSS (sebagai biomassa). Hasil analisisnya dapat dilihat pada Tabel 5, Tabel 6 dan Tabel 7 serta Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4. 12
Tabel 5. Hasil analisis PVs dan MLSS pada sampel air di reaktor pertama (tanpa penambahan glukosa) dengan proses agitasi selama 24 jam
t (jam ke-)
PV s (sbg S) dalam mg/L
ln St
MLSS (sbg X) dalam mg/L
X rerata
Xrerata.t
0
23.384
3.152052028
4
4
0
3
18.012
2.891038202
11
7.5
22.5
6
11.692
2.458904847
12
8
48
9
9.164
2.215282765
10
7
63
12
8.532
2.143823801
8
6
72
24
6.952
1.939029388
2
3
72
Sumber : Hasil analisis laboratorium
Dari hasil analisis seperti terlihat pada Tabel 5 di atas diketahui bahwa dengan proses agitasi selama 24 jam konsentrasi PVs mengalami penurunan dari 23,384 mg/L hingga mencapai 6,952 mg/L atau turun sekitar 70% dari konsentrasi PVs awal. Sedangkan kadar MLSS mengalami kenaikan pada awal proses agitasi, namun kemudian menurun sampai konsentrasinya lebih kecil dari konsentrasi awalnya. Dari Tabel 5 diatas, selanjutnya dibuat grafik hubungan antara perubahan konsentrasi PV terlarut terhadap perubahan konsentrasi MLSS dan waktu seperti terlihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Grafik hubungan antara perubahan konsentrasi PV terlarut dengan perubahan konsentrasi MLSS dan waktu pada reaktor pertama (tanpa penambahan glukosa).
13
Dari grafik pada gambar diatas dapat dihitung besarnya nilai koefisien biodegradasi (k) yang merupakan slope dari grafik tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Untuk x = 0 Æ y = (-0,015*0)+3,194 = 3,194 Untuk x = 60 Æ y = (-0,015*60)+3,194 = 2,294 Sehingga Slope dari grafik pada gambar di atas adalah : = 0,015/jam
k=-
Nilai koefisien biodegradasi ini menunjukkan jumlah substrat yang dapat di biodegradasi oleh biomassa per satuan waktu. Nilai koefisien biodegradasi sebesar 0,015/jam menunjukkan bahwa kemampuan biomassa alamiah yang terkandung dalam
sampel air Boezem Morokrembangan
dalam mereduksi bahan organik biodegradable pada boezem cukup kecil.
Tabel 6. Hasil analisis PV dan MLSS pada sampel air di reaktor kedua (tanpa penambahan glukosa) dengan proses agitasi selama 24 jam
t (Jam ke-)
PVs (sbg S) dalam mg/L
Ln St
MLSS (sbg X) dalam mg/L
Xrerata
Xrerata.t
0
72.048
4.277332564
8
8
0
3
66.36
4.195094465
11
9.5
28.5
6
62.252
4.131190663
13
10.5
63
9
56.564
4.03537274
17
12.5
112.5
12
52.772
3.965980747
12
10
120
24
39.5
3.676300672
7
7.5
180
Sumber : Hasil analisis laboratorium
Dari hasil analisis seperti terlihat pada Tabel 6 di atas diketahui bahwa dengan proses agitasi selama 24 jam konsentrasi PV terlarut mengalami penurunan dari 72,048 mg/L hingga mencapai 39,5 mg/L atau turun sekitar 45% dari konsentrasi PV awal. Sedangkan kadar MLSS mengalami kenaikan pada awal proses agitasi, namun kemudian menurun sampai konsentrasinya lebih kecil dari konsentrasi awalnya. Dari Tabel 6 diatas, selanjutnya dibuat grafik hubungan antara perubahan 14
konsentrasi PV terlarut terhadap perubahan konsentrasi MLSS dan waktu seperti terlihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Grafik hubungan antara perubahan konsentrasi PV terlarut dengan perubahan konsentrasi MLSS dan waktu pada reaktor kedua (tanpa penambahan glukosa).
Dari grafik pada gambar diatas dapat dihitung besarnya nilai koefisien biodegradasi (k) yang merupakan slope dari grafik tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Untuk x = 0 Æ y = (-0,00311*0)+4,30834 = 4,30834 Untuk x = 60 Æ y = (-0,00311*150)+ 4,30834 = 3,84184 Sehingga Slope dari grafik pada gambar di atas adalah : k=-
= 0,00311/jam
Nilai koefisien biodegradasi untuk sampel air dengan konsentrasi PV
terlarut
awal 72,048 mg/L
adalah sebesar 0,00311/jam. Nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan koefisien biodegradasi sampel air pada reaktor pertama dengan konsentrasi PVterlarut awal yang lebih rendah.
15
Tabel 7. Hasil Analisis PV dan MLSS pada sampel air di reaktor ketiga (dengan penambahan glukosa) dengan proses agitasi selam 24 jam
t (jam ke-)
PVs (sbg S) dalam mg/L
Ln St
MLSS (sbg X) dalam mg/L
X rerata
Xrerata.t
0
293.88
5.683171521
44
70
0
3
287.56
5.661431534
12
54
162
6
173.8
5.157905213
32
64
384
9
66.36
4.195094465
40
68
612
12
60.04
4.095011007
16
56
672
24
31.6
3.453157121
0
48
1152
Sumber : Hasil analisis laboratorium
Hasil analisis terhadap sampel air dengan penambahan glukosa menunjukkan bahwa setelah proses agitasi selama 24 jam, konsentrasi PV terlarut sampel mengalami penurunan dari 293,88 mg/L menjadi 31,6 mg/L atau menurun hampir 90% dari konsentrasi awal. Sedangkan konsentrasi MLSS mengalami proses turun dan naik hingga pada akhir proses aerasi diketahui bahwa konsentrasi MLSS adalah 0 mg/L. Hasil analisis pada Tabel 7 diatas, selanjutnya dibuat dalam bentuk grafik hubungan antara perubahan konsentrasi PV terlarut terhadap perubahan konsentrasi MLSS dan waktu seperti terlihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Grafik Hubungan antara perubahan konsentrasi PV terlarut dengan perubahan konsentrasi MLSS dan waktu pada reaktor ketiga (dengan penambahan glukosa). 16
Dari grafik pada gambar diatas dapat dihitung besarnya nilai koefisien biodegradasi (k) yang merupakan slope dari grafik tersebut. Perhitungannya adalah sebagai berikut : Untuk x = 0 Æ y = (-0,002*0)+5,791 = 5,791 Untuk x = 1000 Æ y = (-0,002*1000)+5,791 = 3,791 Sehingga Slope dari grafik pada gambar di atas adalah : k=-
= 0,002/jam
Nilai koefisien biodegradasi sebesar 0,002/jam menunjukkan bahwa kemampuan biomassa alamiah yang terkandung dalam sampel air Boezem Morokrembangan dalam mereduksi bahan organik biodegradable setelah penambahan glukosa mengalami penurunan. Dari hasil analisis terhadap nilai koefisien biodegradasi air limbah domestik yang masuk ke Boezem Morokrembangan dengan konsentrasi PVs awal yang berbeda-beda di atas, didapatkan besarnya nilai koefisien biodegradasi yang berbanding terbalik dengan besarnya konsentrasi PVs awal. Hal ini bertolak belakang dengan konsep persamaan Michaelis-Menten yang menggambarkan bahwa semakin besarnya konsentrasi substrat sampai tak terhingga, akan mengakibatkan mikroorganisme tumbuh dengan laju maksimumnya. Perbedaan antara hasil analisis dengan teori tersebut terjadi karena tidak diperhatikannya rasio F/M dalam reaktor, sehingga mikroorganisme alamiah yang terkandung dalam sampel air boezem tidak dapat menguraikan kelebihan substrat tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa mikroorganisme alamiah yang terkandung dalam air boezem memiliki karakteristik kurang aktif dalam menguraikan pencemar organik.
4. Kesimpulan dan Saran ¾ Kesimpulan dari penelitian ini adalah : -
Persentase jumlah bahan organik biodegradable yang terkandung dalam air limbah influen Boezem Morokrembangan, baik di inlet Saluran Greges maupun inlet Saluran Purwodadi adalah sebesar ± 50%. Hal ini menunjukkan bahwa air limbah yang masuk ke Boezem 17
Morokrembangan termasuk jenis air limbah buangan penduduk yang tidak terkontaminasi oleh buangan industri, baik organik maupun anorganik dan metode pengolahan yang paling cocok adalah secara biologis. -
Kondisi optimum proses aerasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses aerasi dengan sistem agitasi menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan skala 6, dan konsentrasi BOD5 sebesar 12 mg/L yang merupakan konsentrasi BOD5 sampel yang terendah.
-
Nilai koefisien biodegradasi air limbah domestik influen Boezem Morokrembangan yang diperoleh dari analisa pada tiga reaktor dengan PVterlarut awal 23,384 mg/L, 72,048 mg/L dan 293,88 mg/L berturut-turut adalah 0,015/jam, 0,00311/jam dan 0,002/jam. Nilai ini menunjukkan bahwa mikroorganisme alami yang terkandung dalam air boezem memiliki karakter kurang aktif dalam mendegradasi bahan pencemar organik.
¾ Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan dari penelitian ini adalah : -
Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya diperhatikan rasio F/M yang terbaik untuk pertumbuhan mikroorganisme sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat, terutama karena laju pertumbuhan mikroorganisme akan semakin cepat terjadi ketika jumlah substrat yang tak terhingga.
-
Untuk penelitian selanjutnya, dilakukan percobaan dengan metode lainnya yaitu secara aliran kontinyu maupun pilot plant sebagai komparasi.
Daftar Pustaka Alaerts, G., dan Santika, S. S. (1987). Metoda Penelitian Air. Surabaya : Usaha Nasional. Alvarez, P. J. J., and Illman, W. A. (2006). Bioremediation and natural Attenuation : Process Fundamentals and Mathematical Models. New Jersey : John Wiley and Sons, Inc.
18
Benefild, L. D., and Randal, C. W. (1980). Biological Process Design for Wastewater Treatment. New York : Prentice-Hall, Inc. Droste, R. L. (1997). Theory and Practice Of Water and Wastewater Treatment. United State of America : John Wiley & Sons, Inc. Grady, C. P. L., and Lim, H. C. (1980). Biological Wastewater Treatment Theory and Application. New York : Marcel Dekker, Inc. Metcalf and Eddy. (2003). Wastewater Engineering : Treatment and Reuse (Fourth Edition). New York : McGraw-Hill Companies, Inc. Peraturan Pemerintah (PP) No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Penemaran Air. Reynolds, T. D., and Richards, P. A. (1996). Unit Operations and Processes in Environmental Engineering (Second Edition). Boston : PWS Publishing Company. Sutrisno, T. 2002. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
19