STUDI KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSULTANSI KONSTRUKSI DI KOTA PEKANBARU DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS GAP
ARTIKEL
OLEH :
ANDRY KURNIAWAN NPM : 1110018312057
Tesis Ini Diajukan Untuk Melengkapi Sebahagian Persyaratan Menjadi Magister Teknik
PROGRAM PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2014
1
Andry Kurniawan1, Zaidir1, Yusrizal Bakar1 Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bunghatta E-mail :
[email protected] Abstract
Competition on contruction market in Indonesia is quite high. For that reason, it is important to know the need of consultant services, so that consultant company can give maximum services and fulfill customer needs. The research objective was to analyzed level application of consultant service variables and determined characteristic of consultant service using gap analysis. Research conducted on consultant at Pekanbaru city. Method analysis that used in this research was gap analysis with questionnaire as research instrument. Result of gap analysis on planning consultant shows that from 16 variables, there were 9 variables with quite high gap on level of application. In term of controlling consultant, from 10 variables, there were 5 variables with quite high gap on level of application. Based on gap analysis result, the final result pointed out that there were 5 characteristic need of consultant both of planning and controlling, they were availability on performance measurement system, training and education, have skill certification, availability of standard operation procedures, and training and education on managerial. Key words : Kano model, SERVQUAL Dimensions, Customer Satisfaction
1. Pendahuluan Industri konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan Pembangunan Nasional Indonesia dan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pembangunan bangsa. Dengan adanya jasa konstruksi dapat mendukung gerak roda perekonomian, industri dan berbagai kegiatan sosial di masyarakat dan pemerintah. Sektor konstruksi secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan baik sektor formal maupun informal dan menciptakan peluang pekerjaan. Terdapat banyak pihak yang terkait dalam industri konstruksi seperti jasa konsultansi, kontraktor, supplier dan sebagainya. Jasa konsultansi konstruksi memberikan bantuan pada kontraktor konstruksi dalam hal perencanaan, pelaksanan dan pengawasan. Menurut Lempoy dkk (2013), jasa konsultan merupakan suatu tim kerja yang memiliki keahlian dalam mengelola manajemen proyek sehingga diharapkan mampu mengatasi dan mengantisipasi penyimpangan serta masalah dalam suatu kegiatan proyek. Berdasarkan UU RI No. 18 Tahun 1999, menjelaskan bahwa jenis usaha konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi. Dalam pelaksanaannya terdapat jasa konsultan yang memberikan jasa pelayanan konstruksi terhadap perusahaan-perusahaan konstruksi baik untuk perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan.
Pertumbuhan sector konstruksi sangat penting mengingat perngaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Wakil Mentri Pekerjaan Umum Hermanto Dardak menyatakan bahwa pemerintah berusaha mendorong percepatan pertumbuhan konstruksi diantaranya dengan mendorong pertumbuhan sector konstruksi mencapai 10-15% per tahun. Sedangkan berdasarkan data BPPS, pertumbuhan sector konstruksi pada tahun 2012 baru sebesar 7.5%. BP Konstruksi Hediyanto Husaini menyatakan bahwa 85% nilai pasar konstruksi dikuasai oleh perusahaan non kecil sedangkan sisanya sekitar 15% diperebutkan oleh perusahaan skala kecil. Menurut Kepala Badan Pembina (BP) Konstruksi Bambang Goeritno, data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional, dari 6.605 konsultan yang ada di Indonesia, 5.892 (89%) merupakan konsultan kecil, sedangkan yang berklasifikasi besar dan sedang masing-masing 449 (7%) dan 264 (4%). Hal ini berarti bahwa 5.892 konsultan kecil tersebut memperebutkan pasar yang hanya 15%. Sedangkan sisanya sebanyak 713 merupakan konsultan besar menengah yang bersaing memperebutkan pasar yang 85%. Hal ini memperlihatkan bahwa persaingan pada tingkat konsultan sangat tinggi. Untuk bertahan dalam persaingan maka setiap perusahaan konsultan harus meningkatkan profesionalismenya. Salah satunya adalah dengan menyediakan jasa konsultansi yang sesuai dengan kebutuhan dari owner. Penting untuk diketahui kebutuhan jasa pelayanan konsultansi, agar perusahaan konsultan
dapat memberikan pelayanan yang maksimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa. Hal ini akan berdampak pada tingkat kepercayaan pengguna jasa dan kemampuan perusahaan untuk dapat bertahan dalam persaingan. Dengan mengetahui kebutuhan jasa pelayanan konsultansi, maka perusahaan konsultan dapat meningkatkan mutu dan kinerja perusahaannya sehingga dapat memenuhi harapan pelanggan. Berdasarkan hasil tersebut diatas, tujuan penelitian ini digunakan untuk menganalisis tingkat pelaksanaan Standar SKKNI kebutuhan jasa konsultan dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan di kota Pekanbaru dan menentukan karakteristik kebutuhan konsultan dengan menggunakan analisis gap. 2. Tinjauan Literatur 2.1. Kebutuhan Konsumen Voice of customer (VOC) atau yang biasa disebut dengan suara pelanggan, berisikan hal-hal yang diinginkan, diharapkan atau dibutuhkan oleh seorang konsumen terhadap suatu produk atau jasa. VOC berisi daftar kebutuhan konsumen (customer needs) terhadap produk atau jasa yang sedang direncanakan (Cohen, 1995). Fase ini juga menggunakan diagram affinitas dan kemudian disusun secara hirarki dengan tingkat kebutuhan paling rendah hingga tingkat paling tinggi. Kebanyakan tim pengembang mengumpulkan suara pelanggan melalui melalui interview atau wawancara dan penyebaran kuesioner. 2.2. Kinerja Perusahaan Kinerja (Performance) juga merupakan fungsi dari struktur pasar, lingkungan bisnis makro dan profil perusahaan atau yang lebih sederhana bahwa laba yang merupakan tujuan pokok perusahaan adalah fungsi dari pangsa pasar dan pertumbuhan permintaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa Kinerja (Performance) adalah laba yang merupakan tujuan pokok Perusahaan. Wibisono 2006) menggambarkan bahwa kebutuhan akan system manajemen kinerja dipengaruhi oleh perubahan lingkungan bisnis maupun kebijakan global. Harisis dan Ogbonna (2001) dan Bae Lawler (2001), menyatakan bahwa kinerja merupakan ukuran keberhasilan atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan yang diukur tiap kurun waktu tertentu. Kinerja perusahaan adalah pencapaian usaha sebagaimana tujuan perusahaan tersebut didirikan yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-
besarnya untuk dapat menopang pertumbuhan dan perkembangan. 2.3. Kompetensi Konsep kompetensi pertama kali diperkenalkan oleh David Mc Clelland pada tahun 1973. Mc Clelland mendifinisikan sebagai kompetensi adalah karakteristik yang mendasar yang memiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap, atau dapat memperdiksi kinerja yang sangat baik. Dasar dari kompetensi adalah membandingkan antara kompetensi yang dimiliki seorang personil pada saat ini dengan kompetensi yang disyaratkan suatu pekerjaan, karenanya keberhasilan penilaian kompetensi tergantung kepada keakuratan dari pengukuran kompetensi manajer proyek konstruksi dan keakuratan dari pendefinisian varabel kompetensi (yaitu kompetensi terpenting yang disyaratkan pada seorang manajer proyek kontruksi agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sangat baik). Kemampuan kerja, adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Berdasarkan pasal 9 UU no.18/1999 tentang jasa kontruksi, bahwa orang yang bekerja sebagai perencana, pengawas,pelaksana, atau tenaga keja haruslah memiliki sertifikat keahlian. Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, ketrampilan dan/atau keahlian serta sikap kerja yang relevan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Standar kompetensi adalah rumusan tentang persyaratan kemampuan minimal yang harus dimilki untuk melaksanakan perkerjaan yang di dasarkan atas penegetahuan, ketrampilan dan sikap kerja. 2.4. Faktor-faktor Peningkatan Kinerja Industri Konstruksi Berdasarkan standar kompetensi yang tercantum dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 9 beberapa faktor yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan jasa pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pengguna jasa yaitu dokumen kontrak, rekayasa lapangan, metode pelaksanaan, perhitungan biaya konstruksi, perencanaan dan pengendalian mutu,waktu, biaya, administrasi proyek, teknik negosiasi dan hubungan masyarakat, pengadaan
sumber daya dan evaluasi hasil pelaksanaan pekerjaan. Hasil penelitian Vivi (2011) terhadap kompetensi kerja manajer proyek, diketahui bahwa terdapat 3 standar kompetensi yang paling mempengaruhi jabatan manajer proyek yaitu: Keahlian dan pengetahuan manajer dalam hal dokumen kontrak, negosiasi, metode dan teknik analisis dan evaluasi pelaksanaan pekerjaan, Keahlian dan pengetahuan manajer dalam hal pengendalian dampak lingkungan, keamanan dan pengadaan sumber daya dan Keahlian dan pengetahuan dalam hal administrasi proyek. Hasil penelitian Silaen (2011) mengidentifikasi 6 faktor yang dapat mempengaruhi keterlambatan proyek yaitu perencanaan/penjadwalan, organisasi, pelaksanaan, pengawasan dan factor lainnya. Hasil penelitian Lempoy (2013) pada perusahaan konsultan di Manado, terdapat 15 peranan konsultan manajemen konstruksi. Hasil penelitian Pamulu (2013) juga memperlihatkan bahwa permasalahan yang ditemui adalah terjadinya keterlambatan dalam pengiriman material serta kurangnya peran dari konsultan dalam mengatasi masalah tersebut. Sedangkan hasil penelitian Sudarto (2007) memperlihatkan terdapat empat faktor internal yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasil penelitian Adi dan Wibowo (2010) memperlihatkan bahwa terdapat 5 hal penting yang mendasari kinerja stakeholder dalam pembinaan keterampilan tenaga kerja konstruksi, yaitu kepuasan, kontribusi, strategi, proses dan kapabilitas. Asa dkk (2008) melakukan penelitian tentang faktor-faktor kritis system manajemen mutu untuk meningkatkan daya saing perusahaan. Abduh dkk (2007) mengembangkan model penilaian kinerja untuk industry
konstruksi. Hasil Adianto dkk (2006) tentang penerapan construcability pada perusahaan kontraktor menunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang mempengaruhi pelaksanaan constructability, diantaranya yaitu pelatihan terhadap karyawan, komitmen manajemen, dokumentasi hasil pekerjaan, proses pembelajaran dan perbaikan berkelanjutan, metode konstruksi proyek, spesifikasi yang dipakai untuk proyek, brainstorming untuk mencari solusi masalah dan kerjasama tim. 2.5. Variabel Kebutuhan Jasa Konsultan untuk Memenuhi Kepuasan Owner sebagai Pengguna Jasa Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masih sangat sedikit penelitian yang dilakukan pada perusahaan konsultan terutama sekali yang membahas mengenai apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh owner dari pihak konsultan. Penelitian dilakukan Lempoy dkk (2013) pada perusahaan konsultan hanya membahas mengenai peranan konsultan pada tahap pelaksanaan konstruksi, tapi belum membahasnya dari sisi apa yang dibutuhkan oleh owner. Penelitian lainnya lebih banyak dilakukan pada perusahaan konstruksi dan lebih difokuskan pada mengatasi keterlambatan atau mengukur kinerja. Selain itu juga di ambil dari literature mengenai kinerja oleh Wibisono (2006, 2011). Meskipun begitu variable-variabel peningkatan kinerja pada penelitian sebelumnya dapat dirangkun menjadi variable kebutuhan jasa konsultan. Oleh karena itu, variable penelitian ini di rangkum berdasarkan hasil penelitian Lempoy dkk (2013), Sudarto (2007), Abduh dkk (2007), Asa dkk (2008), Adianto dkk (2006), SKKNI dan Wibisono (2006, 2011) seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Variabel Kebutuhan Jasa Konsultan Konstruksi No Variabel KONSULTAN PERENCANA X1 Kemampuan dalam memahami dan menguasai dokumen kontrak X2 Kemampuan dalam memahami dan menguasai spesifikasi teknik X3 Kemampuan dalam memahami dan menguasai gambar teknik X4 Menguasai kaji ulang desain X5 Memahami dan menguasi Undang-undang Jasa Konstruksi X6 Kemampuan dalam analisis dan evaluasi hasil survey X7 Menguasai value engineering X8 Kemampuan menyusun program untuk K3 X9 Menguasai teknik penghitungan biaya konstruksi X10 Kemampuan dalam membuat perencanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya X11 Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas X12 Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak
No Variabel X13 Kemampuan dalam negosiasi X14 Penguasaan teknologi terbaru X15 Kemampuan komunikasi X16 Kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan KONSULTAN PENGAWAS X17 Menguasai metode kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi X18 Menguasai upaya pengendalian dampak lingkungan X19 Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya X20 Kemampuan dalam mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya X21 Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan sumber daya dan fasilitas X22 Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas X23 Kemampuan membuat laporan proyek X24 Memiliki moral dan etika yang baik X25 Kemampuan dalam menangani permasalahan X26 Kemampuan dalam pengambilan keputusan
3. Metodologi Penelitian
4. Hasil dan Pembahasan Responden pada penelitian ini adalah team leader perencana, supervise engineer (leader pengawas) dan direktur. Kuesioner disebarkan terhadap 125 responden dengan pengembalian sebanyak 125 kuesioner, sehinga response rate
untuk tingkat pengembalian kuesioner adalah 100%. Dari 125 kuesioner yang kembali hanya 111 yang layak untuk untuk diolah dan dianalisis. Sehingga response rate untuk kuesioner yang bisa diolah adalah 88.8%. Sebanyak 11.2% kuesioner tidak dapat diolah dikarenakan jawaban yang
tidak lengkap ataupun adanya jawaban ganda untuk beberapa pertanyaan. Hasil uji validitas terhadap kuesioner memperlihatkan bahwa semua variabel penelitian valid dimana semua nilai Sig. α<0.05. Hal ini berarti bahwa semua variabel ini layak menjelaskan kebutuhan jasa konsultan. Hasil uji reliabilitas memperlihatkan bahwa nilai cronbasch alpha adalah 0.855. Hal ini berarti bahwa kuesioner memiliki tingkat kehandalan yang tinggi. Menurut Nunnaly nilai cronbach alpha >0.7 menyatakan bahwa kuesioner reliable (handal). 4.1.Analisis Tingkat Pelaksanaan Kebutuhan Jasa Konsultan Konstruksi Analisis gap (kesenjangan) dilakukan untuk melihat apakah variable kebutuhan jasa konsultan telah dilaksanakan sesuai dengan kondisi yang diharapkan atau tidak. Pada penelitian ini gap dilihat berdasarkan perbedaan nilai antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaan. Tingkat kepentingan merupakan kondisi yang diharapkan dari setiap variable kebutuhan. Sedangkan tingkat pelaksanaan memperlihatkan kondisi riil yang ada dilapangan. Prinsip kesenjangan (gap) yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model ServQual (Service Quality) yang dikembangkan
oleh Parasuraman dkk (Tjiptono dan Chandra, 2005). Kriteria dalam menilai gap dibagi dalam 4 kategori, sedangkan untuk menilai rata-rata jawaban dibagi dalam 5 kategori. Pembagian kategori berdasarkan prinsip distribusi frekwensi. Kategori 1 2 3 4
Gap <0.33 0.33 - < 0.67 0.67 - < 1 >= 1
Kategori
Rata-rata
1 2 3 4 5
1.00 – 1.75 1.76 – 2.55 2.56 – 3.35 3.36 – 4.15 4.16 – 5.00
Keterangan Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Tk. Kepentingan Tidak Penting Kurang Penting Cukup Penting Penting Sangat Penting
Tk. Pelaksanaan Tdk Pernah Jarang Cukup Sering Sering Selalu
4.1.1.Tingkat Pelaksanaan Variabel Kebutuhan Konsultan Perencana Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas, terdapat 16 variabel kebutuhan konsultan perencana.Tabel 2 memperlihatkan rangking gap kebutuhan konsultan perencana untuk setiap variable kebutuhan.
Tabel 2. Ranking Gap Kebutuhan Konsultan Perencana
Hasil pengolahan data pada table 2 memperlihatkan bahwa selain variable X10, X12,
X13, X14 dan X16, rata-rata tingkat kepentingan variable jasa konsultan berada pada kategori 4
yang berarti bahwa variable-variabel tersebut penting untuk dimiliki oleh setiap konsultan perencana agar mampu memenuhi harapan owner sebagai pengguna jasa. Untuk variable X10 (kemampuan dalam membuat perencanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya) merupakan variable yang sangat penting bagi pengguna jasa untuk dimiliki oleh konsultan perencana. Kemampuan ini dapat ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan maupun ketersediaan system dan prosedur standar pada perusahaan konsultan. Begitu juga untuk kemempuan dalam membuat dokumen kontrak (X12) dan kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan (X16) menjadi variable penting yang harus dimiliki oleh konsultan perencana. Hal ini dapat tercapai apabila terdapat system dan prosedur standar dalam pembuatan dokumen kontrak dan system pengarsipan yang baik, rapid an terinci untuk setiap dokumen dan pekerjaan. Sedangkan untuk kemampuan negosiasi (X13) dan penguasaan teknologi baru (X14) dapat ditingkatkan melalui berbagai pelatihan. Dari segi pelaksanaan, table 2 memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan berkisar antara 3.59-3.89. Hal ini berarti bahwa tingkat pelaksanaan berada pada kategori 4, yang berati bahwa variable kebutuhan yang diharapkan oleh owner telah banyak dimiliki oleh jasa konsultan. Hanya saja dalam pelaksanaannya, masih ada kebutuhan yang belum memenuhi harapan yang diharapkan oleh owner, sehingga dalam pelaksanaannya, beberapa kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh konsultan perencana masih memerlukan beberapa perbaikan. Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa dari segi gap terlihat bahwa nilai gap berkisar antara 0.25-0.51, yang berarti bahwa gap berada pada kategori rendah sampai dengan sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan berkisar antara 87.90% sampai dengan 93.52%. dari 16 variabel kebutuhan konsultan perencana, 9 diantaranya termasuk dalam kategori gap sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan berkisar antara 87.90%-91.25%. Hal ini berarti bahwa ke 9 variabel ini akan menjadi kebutuhan jasa konsultan yang masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya. 4.1.2. Tingkat Pelaksanaan Variabel Kebutuhan Konsultan Pengawas Hasil uji validitas dan reliabilitas memperlihatkan bahwa terdapat 10 variabel yang menjadi kebutuhan konsultan pengawas. Semua
variable ini harus ada pada konsultan pengawas dikarenakan semua variable ini merupakan kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh konsultan pengawas oleh owner. Sehingga denga adanya kemampuan ini konsultan pengawas dapat memenuhi harapan dari pengguna jasa yaitu owner. Tabel 3 memperlihatkan bahwa untuk ratarata kepentingan kebutuhan konsultan pengawas berada pada kategori 4 (penting) kecuali untuk variable X24 dan X26 yang berada pada kategori 5 (sangat penting). Hal ini berarti bahwa semua variable ini penting untuk ada pada konsultan pengawas sehingga mampu memenuhi harapan dari owner sebagai pengguna jasa. Variable X24 (memiliki moral dan etika yang baik) dan variable X26 (kemampuan dalam pengambilan keputusan) merupakan variable yang sangat penting dimiliki oleh konsultan pengawas. Moral dan etika yang baik sangat penting dimiliki oleh konsultan pengawas dikarenakan konsultan pengawas banyak berhubungan dengan berbagai macam orang dengan berbagai level jabatan. Kemampuan dalam pengambilan keputusan juga sangat penting dimiliki oleh konsultan pengawas dikarenakan dalam melakukan pengawasan pekerjaan konstruksi di lapangan seringkali diperlukan tindakan cepat dan tepat untuk mengatasi masalah. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan manajerial bagi konsultan pengawas. Dari segi tingkat pelaksanaan, Tabel 3 memperlihatkan bahwa rata-rata tingkat pelaksanaan kebutuhan konsultan pengawas berada pada kategori 4 (sering dilaksanakan). Hal ini berarti bahwa kebutuhan yang diharapkan oleh owner dimiliki oleh konsultan pengawas telah dimiliki oleh konsultan pelaksana saat ini, hanya saja untuk beberapa kebutuhan masih memerlukan tindakan perbaikan dikarenakan gap dalam pelaksanaan yang cukup tinggi. Dilihat dari segi gap pelaksanaan kebutuhan pada Tabel 3 terlihat bahwa nilai gap berkisar antara 0.11-0.49, yang berarti bahwa gap pelaksanaan berada pada kategori 1 (rendah) dan 2 (sedang). Hal ini berarti bahwa ada beberapa kebutuhan yang masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya. Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari 10 kebutuhan konsultan pengawas yang teridentifikasi pada awal penelitian, terdapat 5 variabel kebutuhan dengan nilai gap sedang. Ini berarti bahwa 5 variabel kebutuhan ini masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya.
Tabel 3. Rangking Gap Kebutuhan Konsultan Pengawas
4.2. Customer Needs dan Karakteristik Kebutuhan Jasa Konsultan Karakteristik kebutuhan jasa konsultan di dapat melalui hasil analisis gap. Secara keseluruhan tingkat kesesuaian pelaksanaan variabel kebutuhan jasa konsultan rata-rata diatas 90%. Hal ini berarti bahwa pelaksanaan variabelvariabel tersebut secara keseluruhan sudah cukup baik. Hanya saja untuk beberapa variabel, terdapat kesenjangan (gap) yang cukup besar antara pelaksanaan dan kepentingan. Hal ini memperlihatkan bahwa dalam pelaksanaannya terdapat beberapa variabel yang masih memerlukan perbaikan. Hasil analisis gap untuk variabel yang berada dalam kategori sedang, merupakan variabel yang memerlukan perbaikan dalam pelaksanaanya. Tingkat keinginan pengguna jasa diperoleh dari rata-rata jawaban responden untuk tingkat kepentingan kebutuhan konsumen. Nilai tingkat kepentingan didapatkan berdasarkan pengkategorian rata-rata tingkat kepentingan variabel berdasarkan tabel dibawah ini: Kategori 1 2 3 4 5
No. 1.
Rata-rata 1.00 – 1.75 1.76 – 2.55 2.56 – 3.35 3.36 – 4.15 4.16 – 5.00
Tk. Kepentingan Tidak Penting Kurang Penting Cukup Penting Penting Sangat Penting
4.2.1. Analisis Karakteristik Kebutuhan Konsultan Karakteristik kebutuhan konsultan dijabarkan berdasarkan suara kebutuhan konsumen (customer needs) yang diperoleh berdasarkan hasil analisis gap. Pada bagian ini akan dilakukan analisis berdasarkan literatur, wawancara dan kondisi lapangan, sehingga diketahui apa saja yang dibutuhkan oleh konsultan untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Hasil akhir dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan literature, wawancara dan kondisi riil perusahaan konsultan, maka didaptkan 5 karakteristik kebutuhan konsultan untuk mewujudkan keinginan konsumen, yaitu: 1. Pendidikan dan pelatihan Berdasarkan kebutuhan konsumen pada VOC, maka pendidikan dalan pelatihan bagi konsultan, baik konsultan perencana dan konsultan pengawas penting untuk dilakukan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan konsultan baik baik dalam hal penggunaan metode, analisis, kebijakan dan perkembangan terbaru dalam dunia konstruksi.
Tabel 4. Kebutuhan Konsultan Perencana untuk Memenuhi Customer Needs Karakteristik Kebutuhan Konsultan Customer Needs yang dipenuhi Pendidikan dan pelatihan dalam hal: KONSULTAN PERENCANA
No.
2.
3
Karakteristik Kebutuhan Konsultan a. pembuatan dokumen kontrak b. metode dan teknik-teknik terbaru dalam konstruksi c. gambar teknik d. spesifikasi teknik e. teknologi konstruksi dan informasi terbaru f. perencanaan sumber daya dan fasilitas g. pembuatan laporan proyek h. pengendalian pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya i. evaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas
Customer Needs yang dipenuhi Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak Menguasai value engineering Kemampuan dalam memahami dan menguasai gambar teknik Penguasaan teknologi baru Kemampuan dalam memahami dan menguasai spesifikasi teknik Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas
KONSULTAN PENGAWAS Kemampuan membuat laporan proyek Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas
Pendidikan dan pelatihan manajerial untuk meningkatkan kemampuan manajerial dari konsultan perencana seperti kemampuan negosiasi, komunikasi, pengambilan keputusan, etika kerja dan problem solving.
KONSULTAN PERENCANA Kemampuan dalam negosiasi Kemampuan komunikasi
Tersedianya prosedur kerja standar
KONSULTAN PERENCANA Kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak Penguasaan teknologi baru Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas
KONSULTAN PENGAWAS Kemampuan dalam pengambilan keputusan Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas Memiliki moral dan etika yang baik
KONSULTAN PENGAWAS Kemampuan membuat laporan proyek Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas 4.
Tersedianya sistem penilaian kinerja
KONSULTAN PERENCANA Kemampuan dalam dokumentasi pekerjaan Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak Kemampuan dalam negosiasi Kemampuan dalam memahami dan menguasai gambar teknik Kemampuan dalam memahami dan menguasai spesifikasi teknik Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas Kemampuan komunikasi KONSULTAN PENGAWAS Kemampuan membuat laporan proyek
No.
Karakteristik Kebutuhan Konsultan
5.
Memiliki sertifikat keahlian
Customer Needs yang dipenuhi Kemampuan dalam pengambilam keputusan Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas Memiliki moral dan etika yang baik
KONSULTAN PERENCANA Kemampuan dalam membuat dokumen kontrak Menaguasai Value Engineering Kemampuan dalam memahami dan menguasai spesifikasi teknik Kemampuan dalam membuat perencanaan sumber daya dan fasilitas KONSULTAN PENGAWAS Kemampuan membuat laporan proyek Kemampuan dalam mengendalikan pelaksanaan pekerjaan, mutu, waktu dan biaya Kemampuan dalam mengevaluasi penggunaan sumber daya dan fasilitas
2. Sertifikat Keahlian Sertifikat keahlian penting untuk eimili oleh konsultan baik konsultan pengawas maupun konsultan perencana. Sertifikat keahlian merupakan sebuah saran untuk menjamin bahwa konsultan memang memiliki keahlian dan kemampuan dalam bidangnya. 3. Pelatihan Manajerial Pelatihan manajerial perlu diberikan pada konsultan baik konsultan perencana maupun konsultan pengawasan. Pelatihan manajerial ini akan meningkatkan kemampuan dari konsultan baik dalam hal kemampuan negosiasi, kemampuan komunikasi, pengambilan keputusan, cara mengatasi masalah, etika kerja dan problem solving. Hal ini diperlukan karena dalam pelaksanaannya kosultan berhubungan dengan berbagai pihak dengan berbagai level jabatan. 4. Pembuatan system dan prosedur kerja standar Pembuatan system dan prosedur kerja standar sangat penting dilakukan oleh perusahaan konsultan. System dan prosedur kerja standar ini akan menjamin bahwa setiap pekerjaan dilakukan secara tersturktur dengan spesifikasi kerja yang jelas. System dan prosedur kerja standar ini akan menjamin bahwa pekerjaan akan
dilaksanakan dengan tingkat kesalahan yang seminimal mungkin sehingga kualitas pekerjaan akan terjamin. 5. Pembuatan system penilaian kinerja Pembuatan system penilai kinerja juga sangat penting dilakukan. Hal ini dikarenakan penilaian kinerja akan menjamin bahwa setiap pekerjaan dikerjakan sesuai dengan standard an target yang diharapkan. Pada penilaian kinerja, indicator kesuksesan untuk setiap pekerjaan dan aktivitas akan telihat dengan jelas. 5. Kesinmpulan Nilai gap untuk konsultan perencana berkisar antara 0.25-0.51, yang berarti bahwa gap berada pada kategori rendah sampai dengan sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan berkisar antara 87.90% sampai dengan 93.52%. Dari 16 variabel kebutuhan konsultan perencana, 9 diantaranya termasuk dalam kategori gap sedang dengan tingkat kesesuaian pelaksanaan berkisar antara 87.90%-91.25%. Nilai gap untuk konsultan pengawas terlihat bahwa nilai gap berkisar antara 0.11-0.49, yang berarti bahwa gap pelaksanaan berada pada kategori 1 (rendah) dan 2 (sedang). Hal ini berarti bahwa ada beberapa kebutuhan yang masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya. Dari 10 kebutuhan konsultan pengawas yang
teridentifikasi pada awal penelitian, terdapat 5 variabel kebutuhan dengan nilai gap sedang. Ini berarti bahwa 5 variabel kebutuhan ini masih memerlukan perbaikan dalam pelaksanaannya. Berdasarkan hasil analisis gap terhadap customer need, maka didapatkan karakteristik kebutuhan jasa konsultan sebagai berikut tersedianya system penilaian kinerja, pendidikan dan pelatihan bagi konsultan, tersedianya prosedur kerja standar, memiliki sertifikat keahlian dan pendidikan dan pelatihan manajerial. 6. Daftar Pustaka Abduh, Muhamad, Soemardi, Biemo W, dan Wirahadikusuma, Reini D, 2007, Sistem Informasi Kinerja Industri Konstruksi Indonesia, Kebutuhan akan Benchmarking dan Integrasi Informasi, Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atmajaya Yogyakarta, 11-12 Mei 2007. Adi, Henny Pratiwi dan Wibowo, M. Agung, 2010, Evaluasi Kinerja Stakeholders dalam Pembinaan Keterampilan Tenaga Kerja Konstruksi dengan Metode Performance Prism, Media Teknik Sipil, Volume X edisi Juli 2010, pp. 106-112. Adianto, Yohanes L.D; Gunawan, Danu Tirta dan Linna, 2006, Studi Pemahaman dan Penerapan Constructability Kontraktor di Bandung, Jurnal Teknik Sipil Volume 7 No. 1, Otober 2006, pp. 27-29. Akao, Y. (1990), Quality Function Deployment, Productivity Press, Cambridge, MA. Carlo Nasfryzal, Abdul Hakim Mohammed, dan Muhd Zaimi Abd Majid, Budaya Kualitas (Mutu) dalam Perusahaan Jasa Konstruksi, International Conference on Construction Industry, Padang 21-24 Juni 2006, pp.7-10. Cohen. L 1995 Quality Function Deployment : How To Make QFD Work For You, Addison Wesley Publishing Company, Massachusetts. Djastuti, Indi, 2011, Pengaruh Karakteristik Pekerjaan Terhadap Komitmen Organisasi Karyawan Tingkat Managerial Perusahaan Jasa Konstruksi di Jawa Tengah, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 13 No 1, April 2011, pp. 1-19. Hadihardaja, Joetata, 2005, Membangun Industri Konstruksi Indonesia Menjadi Kelas Dunia, Media Komunikasi Teknik Sipil, Volume 13, No. 2, Edisi XXXII Juni 2005, pp. 11-19.
Kirom, Bahrul, 2009, Mengukur Kinerja Pelayanan dan Kepuasan Konsumen, Bandung, Pustaka Reka Cipta. Lempoy, Victor Michael Tyson, G.Y. Malingkas, B.F. Sompie dan D.R.O Walangitan, 2013, Peranan Konsultan Manajemen Konstruksi pada Tahap Pelaksanaan (Studi Kasus: Pembangunan Star Square), Jurnal Sipil Statik Vol 1. No. 3, Februari 2013, pp. 215218. Porter, Michael E., 1980, Competitive Strategy, Techniques for Analyzing Industries and Competitors, New York, The Free Press Sudarto, 2007, Identifikasi Permasalahan pada Faktor Internal yang Mempengaruhi Kinerja Perusahaan Jasa Konstruksi di Indonesia, Jurnal Teknologi, Edisi No. 2 Tahun XXI, Juni 2007, pp. 102-110. Teng, M, 2002, Corporate Turnaround, Prentice Hall Inc, Singapore. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999, Tentang Jasa Konstruksi. Wibisono, Dermawan, 2006, Manajemen Kinerja: Konsep, Desain, dan Teknik Meningkatkan Daya Saing Perusahaan, Jakarta, Erlangga. Wibisono, Dermawan, 2011, Manajemen Kinerja Korporasi dan Organisasi, Panduan Penyusunan Indikator, Jakarta, Erlangga. Wiyana, Yustinus Eka, 2012, Analisis Kegagalan Konstruksi dan Bangunan dari Perspektif Faktor Non Teknis, Wahana Teknik Sipil Vol. 17 N0. 1 Juni 2012, pp. 54-60.