Decentralized Basic Education 1: Manajemen dan Tata Kelola
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Law on Planning
Laws on Finance
Law on Regional Government
Law on CentralRegional Financial Balance
Law on Education
Edisi Kedua September 2009 Laporan ini adalah salah satu dari sejumlah laporan khusus yang disusun oleh Research Triangle Institute (RTI), Mitra Pelaksana untuk program USAID-funded Improved Quality of Decentralized Basic Education (IQDBE) di Indonesia
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Edisi Kedua September 2009 Daftar Isi Pengantar EDISI KEDUA..................................................................................................... 1 A. Pendahuluan ..................................................................................................................... 4 B. Pengenalan Sistem Pendidikan Indonesia ........................................................................ 6 C. Pengenalan Pengembangan dan Struktur Peraturan Perundang-undangan Indonesia ... 21 D. Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Pendidikan Dasar yang Didesentralisasi ................................................................................................................... 26 E. Analisa dan Kesimpulan ................................................................................................. 58 Bibliografi ........................................................................................................................... 67
List of Figures Gambar 1 Struktur Sistem Pendidikan Indonesia ............................................................... 10 Gambar 2 Kontribusi Sekolah Depag terhadap Angka Partisipasi ..................................... 11 Gambar 3 Angka Partisipasi Sekolah menurut Provinsi, 2007 ........................................... 12 Gambar 4 Angka Partisipasi Sekolah untuk Anak-Anak Usia SMP................................... 12 Gambar 5 Hubungan Inti Beberapa Undang-Undang Nasional yang Mengatur Pendidikan yang Didesentralisasi ....................................................................................... 26 Gambar 6 Arus Keuangan antara Pusat dan Daerah ........................................................... 39 Gambar 7 Proses Penyusunan Anggaran Belanja Pusat ..................................................... 43 Gambar 8 Proses Penyusunan APBD ................................................................................. 46
Daftar Tabel Tabel 1 Distribusi Guru PNS dan Non-PNS, 2008 ............................................................. 15 Tabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan ........................................................................ 16 Tabel 3 Standar Nasional Pendidikan ................................................................................. 17
Daftar Lampiran Lampiran 1 Sektor Pendidikan dalam Perencanaan Pembangunan Nasional (2005/2025) ......................................................................................................................... 68 Lampiran 2 BOS dan Dana Kompensasi Subsidi BBM ................................................ 90 Lampiran 3 Tinjauan terhadap Perubahan Konsep Pendidikan Gratis ............................. 106 Lampiran 4: Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pendidikan ..................... 114 Lampiran 5: Penjelasan Penghitungan DAU .................................................................... 125 Lampiran 6 Glosari dan Singkatan .................................................................................... 127
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia Edisi kedua - September 2009
Pengantar EDISI KEDUA Edisi pertama dari studi kerangka hukum sektor Pendidikan Dasar Indonesia diterbitkan pada tahun 2007. Sejak itu, terdapat sejumlah perubahan dan peraturan perundangundangan baru yang sangat mempengaruhi pendidikan dasar yang didesentralisasi. Peraturan perundang-undangan baru tersebut antara lain adalah: Peraturan-peraturan baru tentang arus keuangan dan mekanisme pendanaan untuk lebih menyelaraskan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah dengan prinsip dan praktek yang diperlihatkan dalam Undang-Undang No. 17/2003 tentang keuangan negara (yaitu anggaran pemerintah) Dikeluarkannya standar nasional pendidikan yang diwajibkan oleh UndangUndang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional Undang-Undang No. 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang, jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 48/2008 tentang pendanaan pendidikan, menjadi dasar hukum yang sama sekali baru bagi sekolah dan penyelenggara pendidikan lainnya. Edisi kedua ini meninjau perubahan-perubahan tersebut dan pengaruhnya terhadap penyelenggaraan pendidikan dasar yang didesentralisasi. Studi ini juga memuktahirkan atau merevisi beberapa analisa yang dilakukan dalam edisi tahun 2007.
Pengantar EDISI PERTAMA Uraian tentang kerangka hukum sektor pendidikan dasar Indonesia ini rumit karena dua alasan:
Sektor pendidikan Indonesia itu sendiri sudah rumit dan diatur dengan kerangka hukum yang juga rumit; Kerangka hukum Indonesia yang sebagian besar didasarkan pada “Sistem Kontinental” sangat berbeda dengan kerangka hukum yang didasarkan pada tradisi Anglo-Saxon seperti Amerika Serikat, dalam prinsip maupun praktek.
Butir pertama dibahas dalam dokumen ini. Pengantar ini juga akan mencoba membahas butir kedua secara singkat. Di Indonesia, pemerintah pusat dibentuk oleh para wakil dari CSOs (organisasi-organisasi masyarakat sipil) – terutama kelompok-kelompok pemuda – dari berbagai daerah geografis di Indonesia. Undang-Undang dasar mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang “terbagi menjadi” (bukan “terdiri dari”) daerah besar dan kecil.1 Jadi, desentralisasi pada dasarnya merupakan pendelegasian sebagian wewenang pemerintah pusat kepada provinsi dan kabupaten/kota, yang tidak mempunyai wewenang tersebut secara bawaan. Penjelasan2 Undang-Undang Dasar 1945
1
Gagasan Negara “federal” mengandung muatan emosi negative yang sangat besar. Pada tahun 1949, pemerintah kolonial Belanda setuju untuk “mengakui” kedaulatan Indonesia tetapi hanya dengan ketentuan bahwa Indonesia harus direorganisasi sebagai negara federal. Pada tahun 1950, berbagai daerah federal meminta agar konstitusi federal yang diberlakukan oleh Belanda dicabut dan agar Indonesia kembali ke negara persatuan. 2 Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dilampirkan sebagai bagian yang “integral dan tak terpisahkan” dari Undang-Undang Dasar dan secara hukum mengikat sampai amandemen terbaru pada tahun 2003-2004 mencabut Penjelasan tersebut. 1 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
menyatakan bahwa daerah dapat menjadi “[bagian yang] otonom atau hanya bersifat administratif” berdasarkan peraturan perundang-undangan.1 Para penganut tradisi politik “liberal” abad ke-18 cenderung menganggap negara sebagai kelompok orang yang “mengejar kebahagiaan” asalkan hal tersebut tidak mengganggu pengejaran kebahagiaan orang lain. Pemerintah merupakan sebuah “kontrak” antar warga negara untuk menyediakan pelayanan tertentu yang memungkinkan mereka mengejar kebahagiaan. Orang Indonesia, yang menganut tradisi politik “Rousseauian” abad ke-19 cenderung menganggap negara sebagai suatu keluarga dengan warga negara sebagai anggota keluarga dan pemerintah sebagai kepala keluarga. Pernyataan mula-mula tentang ideologi nasional (Pancasila) mencakup “kekeluargaan” sebagai salah satu dasar. Dalam rumusan akhir, Sila Kelima berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat.” UndangUndang Dasar menetapkan hubungan ini dalam pasal 33 yang berjudul kesejahteraan sosial. Ayat 1 berbunyi: perekonomian [nasional] disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan Penjelasan ayat ini menyatakan bahwa ini adalah “dasar demokrasi”. Pandangan masyarakat yang individualis cenderung melihat undang-undang sebagai perintah kepada orang-orang tentang apa yang harus mereka lakukan (sedikit mungkin) dan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Menurut pandangan ini, undang-undang harus sangat saksama dan peraturan pelaksanaannya digunakan untuk menetapkan prosedur pelaksanaan yang terperinci, seperti format pelaporan, dan sebagainya. Pandangan masyarakat tentang asas kekeluargaan Indonesia cenderung melihat undang-undang sebagai sarana untuk menetapkan tujuan dan mendefinisikan kerangka kerja di mana setiap warga masyarakat dapat memutuskan cara untuk memberikan kontribusi masingmasing dalam rangka mencapai tujuan bersama. Peraturan-peraturan pelaksanaan mempunyai dua tujuan: Peraturan pelaksanaan digunakan untuk menyediakan penjelasan yang terperinci mengenai apa yang dituntut oleh undang-undang, yaitu, peraturan pelaksanaan berfungsi sebagai undang-undang dalam tradisi Anglo-Saxon; Peraturan pelaksanaan menjelaskan maksud awal dari undang-undang jika pelaksanaannya tampaknya “menyimpang” dan kembali meluruskannya. Mengenai tujuan yang kedua, peraturan pelaksana mungkin kurang konsisten, terutama jika peraturan tersebut dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang berbeda yang mempunyai tanggung jawab yang berbeda atas pelaksanaan undang-undang yang semula. Gagasan lain yang asing bagi tradisi politik Indonesia adalah “pemerintahan berdasarkan hukum”. Penjelasan Undang-Undang Dasar sangat spesifik mengenai hal ini bahwa undang-undang tidak dapat dipisahkan dari orang-orang yang bertugas untuk melaksanakannya dan bahwa orang-orang baik dapat mengatasi pengaruh negatif bahkan dari undang-undang yang buruk: Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidupnya negara ialah semangat, semangat para penyelenggara negara, semangat para pemimpin pemerintahan. Meskipun dibikin Undang-Undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan,2 apabila semangat para penyelenggara
1 2
Penjelasan pasal 18. Sekali lagi perhatikan penekanan pada sifat kekeluargaan.
2 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
negara, Para pemimpin pemerintahan itu bersifat perorangan maka undangundang dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek. Sebaliknya, meskipun Undang-Undang Dasar tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat para penyelenggara pemerintahan itu baik, UndangUndang Dasar [yang tidak sempurna] itu tentu tidak akan merintangi jalannya negara. Jadi, yang paling penting ialah semangat. Penjelasan Umum, Butir IV Pengantar ini tidak dimaksudkan untuk membela tradisi, tetapi hanya untuk menjabarkannya. Pemahaman tentang tradisi dapat membantu pemangku kepentingan Indonesia maupun internasional mengembangkan strategi untuk menjalin kerjasama yang lebih baik dengan Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dasar di Indonesia. Patut diperhatikan bahwa dokumen ini merupakan revisi dan pemuktahiran dari studi yang semula (2007). Peraturan-peraturan baru telah ditambahkan dan beberapa peraturan terdahulu yang sebelumnya tidak digunakan telah ditambahkan jika memang diperlukan untuk memahami peraturan-peraturan yang baru. Informasi dalam dokumen ini lengkap dan akurat sampai pada tanggal ketika dicetak. Karena peraturan-peraturan baru digunakan secara berkelanjutan maka dokumen ini hendaknya tidak dianggap final setelah tanggal tersebut.
3 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
A. Pendahuluan 1. Dokumen ini berisi uraian dan analisa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sektor pendidikan dasar Indonesia dengan berfokus pada penyelenggaraan pendidikan dasar yang didesentralisasi termasuk pendanaan pendidikan dasar. Studi ini menyimpulkan bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini menyediakan kerangka yang praktis untuk mendukung interaksi demokratis yang semakin meningkat di bidang tata kelola pendidikan dengan menghemat dan meningkatkan pendanaan lokal untuk pendidikan dasar serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di sektor pendidikan. Namun, keberhasilan kerangka hukum akan bergantung pada pelaksanaan yang tepat. 2. Dua masalah berikut ini seringkali disebut sebagai penghambat pendidikan dasar yang didesentralisasi di Indonesia: Peraturan perundang-undangan yang relevan dalam beberapa kasus tidak ditulis/didefinisikan dengan jelas Peraturan perundang-undangan yang relevan dimandatkan tanpa menyediakan sumber daya untuk melaksanakannya dengan tepat. Analisa yang lebih mendalam tentang kerangka peraturan saat ini terkait dengan pendidikan dasar menyimpulkan bahwa meskipun masalah pertama di atas masih relevan, pemerintah telah membuat kemajuan yang besar dalam memperbaiki peraturan-peraturan versi sebelumnya sehingga masalah-masalah tersebut tampaknya lebih berlaku bagi versi sebelumnya (1999) dari undang-undang otonomi daerah dan sistem anggaran yang lama (sebelum tahun 2004) dan sebagian besar telah teratasi dalam peraturan perundangundangan saat ini. Sumber daya pendidikan terus meningkat selama beberapa tahun terakhir sebagai hasil dari dilaksanakannya ketentuan Konstitusional agar 20% anggaran pemerintah dialokasikan untuk pendidikan. Masalah mandat yang belum didanai sedang diselesaikan dengan melaksanakan ketentuan tersebut secara bertahap dan secara tegas mencoba melaksanakannya berdasarkan sumber daya yang tersedia. Dengan kata lain, Indonesia sedang membuat kemajuan yang besar dalam melaksanakan dan melembagakan desentralisasi. 3. Dokumen ini menguraikan dan menganalisa kerangka peraturan perundang-undangan di Indonesia yang melaksanakan desentralisasi sebagai latar belakang kontekstual untuk memperkuat manajemen, pembiayaan dan tata kelola pendidikan dasar. Analisa ini terbatas pada relevansi sektor pendidikan dasar dalam konteks desentralisasi dan demokratisasi. 4. Dokumen yang telah direvisi bulan September 2009 ini merupakan pemuktahiran versi analisa sebelumnya bulan September 2007. Ada tiga bidang perubahan utama yang muncul dalam dua tahun terakhir: Peraturan-peraturan baru tentang arus keuangan dan mekanisme pendanaan untuk lebih menyelaraskan realisasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah dengan prinsip dan praktek yang diperlihatkan dalam Undang-Undang No. 17/2003 tentang keuangan negara (yaitu anggaran pemerintah) Dikeluarkannya standar nasional pendidikan yang diwajibkan oleh UndangUndang No. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional Undang-Undang No. 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang, jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No. 48/2008 tentang pendanaan 4 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
pendidikan, menjadi dasar hukum yang sama sekali baru bagi sekolah dan penyelenggara pendidikan lainnya. Bagian B secara singkat memperkenalkan sistem pendidikan Indonesia sedangkan Bagian C menjabarkan kerangka dan proses pembuatan dan pelaksanaan peraturan perundangundangan. Penjabaran proses pembuatan undang-undang memberikan latar belakang untuk lebih memahami analisa yang dilakukan selanjutnya. Bagian D menjelaskan empat kelompok peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pendidikan yang didesentralisasi: undang-undang yang terkait dengan desentralisasi atau otonomi daerah, keuangan, perencanaan pembangunan nasional dan regional, dan pendidikan. Sangat penting bagi pembuat kebijakan dan pengelola sektor pendidikan untuk memahami bagaimana berbagai peraturan perundang-undangan tersebut mempengaruhi sektor pendidikan. Analisa di Bagian E mengidentifikasi masalah-masalah utama dan menarik kesimpulan bahwa kerangka peraturan perundang-undangan memang mendukung dasar untuk meningkatkan pendidikan melalui desentralisasi, dan juga mengidentifikasi masalah-masalah utama yang harus diatasi untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dimaksudkan oleh undang-undang tersebut. Lampiran 1 menyajikan rangkupan pasal-pasal dari undang-undang tentang rencana pembangunan jangka panjang nasional (UU 17/2007) yang berhubungan dengan posisi pendidikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025). Rencana ini masih relevan karena, meskipun Presiden dan Wakil Presiden yang baru terpilih (Juli 2009) akan merumuskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (5 tahun) mereka sendiri, jangka menengah secara konseptual adalah bagian dari jangka panjang. Lampiran ini juga berisi rangkuman Rencana Pembangunan Pendidikan Jangka Panjang (2005-2025) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).1 Lampiran 2 meninjau program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memberikan peningkatan yang besar pada pendanaan sekolah sehingga mempunyai dampak yang dramatis terhadap peningkatan akses ke dan perbaikan kualitas pendidikan dasar. Lampiran 3 berisi latar belakang pembahasan saat ini tentang pendidikan “gratis”. Lampiran 4 berisi Lampiran Peraturan Pemerintah No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan di Sektor Pendidikan. Lampiran 5 menjabarkan metode transfer tahunan ke anggaran pendapatan dan belanja daerah. Lampiran 6 adalah daftar istilah dan singkatan.
1
Penting untuk diperhatikan bahwa dokumen tersebut disusun oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dokumen tersebut tidak dapat dianggap sebagai rencana pembangunan jangka panjang sektor pendidikan karena tidak mencakup sekolah-sekolah di bawah Departemen Agama (Depag). Desain Utama untuk Mencapai Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun untuk tahun 2006 - 2009 (2006) merupakan rencana sektor pendidikan yang komprehensif karena, meskipun disusun dan diterbitkan oleh Depdiknas, dokumen tersebut secara jelas mencakup penyelenggaraan pendidikan di bawah Depag. 5 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
B. Pengenalan Sistem Pendidikan Indonesia 5. Bagian ini menguraikan beberapa ciri sistem pendidikan Indonesia untuk menetapkan latar belakang analisa kerangka peraturan perundang-undangan terkait dengan pendidikan dasar yang didesentralisasi. 6. Sistem pendidikan Indonesia menanggung beban yang berat dari harapan sosial dan politik. Pembukaan Undang-Undang Dasar1 menyatakan bahwa salah satu dari empat alasan Indonesia ingin menjadi bangsa yang merdeka adalah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”2 yang selalu ditafsirkan sebagai mandat dasar komitmen nasional di bidang pendidikan.3 Garis-Garis Besar Haluan Negara4 1999 – 2004 menganggap bahwa sistem pendidikan bertanggung jawab atas “”intoleransi terhadap keragaman” yang dipandang sebagai penyebab kekerasan tahun 1998 dan kekerasan di masyarakat yang terjadi setelahnya.5 Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional yang sedang berjalan (2005 – 2025) berisi delapan misi nasional, termasuk mencapai masyarakat yang: berakhlak mulia, bermoral, etis, berbudaya, dan beradap; mampu bersaing di tingkat dunia; dan demokratis6 – semuanya dicapai melalui pendidikan. 7. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003), setelah mengutip Pembukaan Undang-Undang Dasar, menetapkan tujuan sistem pendidikan nasional yaitu: mengembangkan potensi penuh peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,7 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.8 Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 berkomitmen agar sistem pendidikan mendukung tujuan jangka panjang nasional (2005 – 2025) untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing dengan sumber daya manusia dari negara lain dalam rangka mempersiapkan Indonesia menghadapi tantangan dan manfaat dari kesempatan yang ditawarkan melalui globalisasi.9 Struktur Sistem 8. Sistem pendidikan yang bertanggung jawab untuk mencapai cita-cita tersebut adalah jaringan yang kompleks dari sub-sub sistem yang saling berkaitan. Ada dua departemen (kementerian) utama yang bertanggung jawab untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan: Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan Departemen Agama 1
Dianggap sangat mendasar bagi identitas bangsa sehingga muncul konsensus di Majelis Permusyawartan Rakyat (MPR) bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar tidak akan diubah selama proses amandemen batang tubuh Undang-Undang Dasar. 2 Mencerdaskan kehidupan bangsa. 3 Juga perhatikan bahwa UU Law 9/2009 tentang badan hokum pendidikan menyatakan secara tegas bahwa penyelenggara pendidikan dan pemangku kepentingan ikut memikul tanggung jawab pemerintah untuk menyelenggarakan pendidikan dalam rangka “mencerdaskan kehidupan bangsa”(pasal 4). 4 Garis-garis Besar Haluan Negara. Selama jangka waktu sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar yang ketiga pada tahun 2001, GBHN, yang diterbitkan setiap lima tahun, merupakan wewenang hukum tertinggi setelah Undang-Undang Dasar. 5 Bab 2, Ketentuan Umum, hal. 4. 6 Bab 3, Hal. 39. 7 Beriman dan bertakwa, secara aksara berarti percaya kepada Tuhan Y.M.E. dan memenuhi semua kewajiban agama. 8 Pasal 3. 9 Bab 1 Pendahuluan, Hal. 3.
6 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
(Depag). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU 20/2003)1 mengharuskan integrasi semua sekolah2 ke dalam sebuah sistem nasional tunggal. Depdiknas ditunjuk sebagai departemen pelaksana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tetapi wewenang administratif dan saluran pendanaan masih tetap terpisah. Wewenang peraturan – secara teori – dipadukan dengan memindahkannya dari kedua departemen ke badan otonom yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (bandingkan paragraf 12, hal. 9 di bawah ini). Meskipun ada kerjasama yang baik di antara kedua departemen tersebut, terutama di tingkat pusat berupa komite dan tim bersama, namun dalam prakteknya kedua sistem tersebut masih dikelola secara terpisah. 9. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengakui pendidikan formal, yang didefinisikan sebagai pendidikan yang tersusun dan terbagi menjadi jenjang pendidikan dasar, menengah dan tinggi, pendidikan nonformal3 dan pendidikan informal. Pendidikan dasar dan menengah formal menjadi tanggung jawab Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas. Meskipun program nonformal yang dikembangkan oleh pemerintah sebagai program kesetaraan pendidikan dasar dan menengah formal (yang disebut Paket A di jenjang sekolah dasar; Paket B di jenjang sekolah menengah pertama dan Paket C di jenjang sekolah menengah atas) dianggap sebagai kebijakan strategis untuk mencapai tujuan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, pendidikan informal yang dikelola bersama dengan pendidikan nonformal, didefinisikan sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang dilakukan secara mandiri. Meskipun undang-undang tersebut menyatakan bahwa pendidikan informal dapat diakui setelah peserta didik lulus dari ujian berdasarkan standar nasional pendidikan, namun belum ada peraturan pelaksanaan ataupun program pemerintah (anggaran kegiatan) untuk jenis pendidikan ini. Program-program pendidikan nonformal dan informal dikelola oleh Direktorat Jenderal yang berbeda dalam Depdiknas (Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal) dan tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini.4
1
Informasi selengkapnya tentang judul, nomor dan tahun pengesahan suatu undang-undang hanya diberikan pada saat pertama kali undang-undang tersebut disebutkan. Selanjutnya, hanya judulnya saja yang digunakan. 2 Secara aksara: satuan pendidikan (education units). Bahasa hukum Indonesia dan penggunaannya sehari-hari mempunyai beberapa istilah yang memaksudkan lembaga penyelenggara pendidikan. “Sekolah umum” adalah istilah bahasa Indonesia yang digunakan oleh Depag untuk memaksudkan sekolah-sekolah Depdiknas. Depdiknas menggunakan istilah “sekolah” tanpa disertai kata sifat. Sekolah-sekolah Depag tidak disebut dengan kata “sekolah”, melainkan madrasah (bahasa Arab yang berarti “sekolah.”). Sebagai jalan kompromi, dalam dokumen ini, istilah “sekolah” tanpa kata sifat memaksudkan sekolah umum maupun madrasah. Apabila disebutkan secara spesifik maka departemen sektoral (Depdiknas atau Depag) digunakan sebagai pemberi sifat, atau kata sifat “umum” dilekatkan pada kata sekolah untuk sekolah-sekolah Depdiknas dan “madrasah” sebagai kata sifat dilekatkan pada kata sekolah untuk sekolah-sekolah Depag. 3 Yang didefinisikan sebagai “pendidikan di luar pendidikan formal, yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dengan jenjang-jenjang.” Undang-Undang 20/2003 tentan Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat 11, 12. Sebenarnya, pendidikan formal adalah pendidikan yang ditawarkan oleh sekolah-sekolah dan menghasilkan surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh pemerintah; pendidikan nonformal ditawarkan oleh lembaga-lembaga di luar sekolah dan surat tanda tamat belajar dikeluarkan oleh lembaga yang menawarkan pelatihan/kursus. Khusus pendidikan kesetaraan nonformal (Paket A, B dan C) peserta didik dapat mengikuti ujian kelulusan nonformal nasional dan menerima surat tanda tamat belajar nonformal dari pemerintah. 4 Pendidikan nonformal secara spesifik juga tidak dimasukkan dalam ketentuan Undang-Undang No. 9/2009 tentang badan hukum pendidikan. 7 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
10. Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan di bawah Depag berada di tingkat direktorat jenderal. Pada tahun 2005, Depag1 menata kembali direktorat ini agar dapat memberikan dukungan dan pengawasan yang lebih baik terhadap pendidikan. Direktorat jenderal ini sekaran bernama “Direktorat Jenderal Pendidikan Islam” (sebelumnya “Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam”) dan terdiri dari empat direktorat: Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren2 Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Direktorat Pendidikan Islam pada Sekolah Umum. Subdirektorat di bawah Direktorat Pendidikan Madrasah diselenggarakan menurut fungsinya3: kurikulum, kesiswaan, guru, fasilitas, organisasi dan kelembagaan, pengawasan dan evaluasi yang secara garis besar paralel dengan pembagian urusan dalam Depdiknas. 11. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan dua lembaga nondepartemen yang langsung berada di bawah wewenang Presiden untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan undang-undang yang berlaku bagi sekolah umum maupun madrasah4: Badan Standar Nasional Pendidikan dan Badan Akreditasi Nasional Sekolah. Lembagalembaga tersebut ditetapkan dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional5 dan anggotaanggotanya dipilih oleh sebuah tim yang terdiri dari para pejabat senior Depdiknas. Instruksi dan keputusan dari lembaga-lembaga tersebut dikeluarkan dalam bentuk peraturan Menteri Pendidikan Nasional. Pedoman teknis untuk melaksanakan keputusan dari lembaga-lembaga tersebut dikeluarkan oleh Depdiknas.6 12. Sistem pendidikan formal terdiri dari tiga jenjang7: 1
Peraturan Pemerintah 63/2005. Mulanya, kedua jenis sekolah ini berbeda dalam pengaturan kurikulum (namun bukan isinya): madrasah diniyah dibagi menjadi tingkat-tingkat atau “kelas-kelas” dengan mata pelajaran (Islam) yang ditetapkan untuk setiap kelas sedangkan Pondok Pesantren mengajarkan berbagai mata pelajaran (Islam) dan para peserta didik dapat memilih sendiri kecepatan dan urutan belajar mereka. Dewasa ini, banyak pondok pesantren dibagi menjadi tingkat-tingkat dengan kurikulum yang ditetapkan untuk setiap kelasnya. Semua madrasah diniyah dan pondok pesantren adalah sekolah swasta. Madrasah diniyah maupun pondok pesantren saat ini didorong untuk memberikan program minimum mata pelajaran pendidikan dasar sekuler (30% dari total kurikulum nasional) selain kurikulum Islam tradisional dan menyertakan peserta didiknya untuk mengikuti ujian akhir pendidikan dasar dan menengah pertama guna mendapatkan surat tanda tamat belajar sekolah dasar dan menengah pertama. Program ini disebut Program Wajib Belajar 9 Tahun (Wajar Dikdas) di Pesantren dan didanai melalui Depag. 3 Sebelumnya, pengorganisasian ini didasarkan pada tingkat pendidikan: sekolah dasar, menengah pertama (SMP), menengah atas (SMA), pendidikan tinggi, madrasah diniyah dan pondok pesantren. 4 Madrasah didefinisikan sebagai “sekolah [umum] yang berciri khas Islam. Madrasah menawarkan kurikulum yang hampir sama seperti sekolah-sekolah Depdiknas (70% harus sama), dengan menggunakan kuota mata pelajaran pilihan mereka untuk mata pelajaran tambahan Islam. “Tambahan” karena agama adalah mata pelajaran wajib di semua sekolah di setiap jenjang pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Dalam prakteknya saat ini, madrasah diniyah dan pondok pesantren tidak terikat dengan ketentuan undangundang pendidikan. 5 Peraturan Mendiknas No. 29/2005 tentang Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah dan Peraturan Mendiknas No. 40/2005 tentang Badan Nasional Standar Pendidikan. Versi sebelumnya dari dokumen ini secara keliru menyebutkan bahwa badan-badan tersebut dibentuk melalui keputusan Presiden. 6 Bandingkan tugas-tugas yang diberikan kepada Subdirektorat Kurikulum (salah satu dari Standar Nasional Pendidikan/NES) dan Subdirektorat Evaluasi dan Akreditasi (NES lainnya) di Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar dan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Peraturan Mendiknas No. 14/2005 dan Peraturan Mendiknas No. 25/2006. 7 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat 11. Undang-undang pendidikan ini mendefinisikan pendidikan TK/prasekolah sebagai pendidikan nonformal. 2
8 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Pendidikan dasar (sekolah dasar 6 tahun, usia 7 sampai 12 tahun, dan sekolah menengah pertama 3 tahun, usia 13 sampai 15 tahun)1 Pendidikan menengah (3 tahun, usia 16 sampai 18 tahun) Pendidikan tinggi (program 3 dan 4 tahun di tingkat sarjana; program pasca sarjana di tingkat Magister dan Doktor). Analisa dalam dokumen ini akan berfokus pada pendidikan dasar dan menyinggung pendidikan menengah bilamana berhubungan. Tantangan dan masalah pendidikan tinggi sangat berbeda dengan tantangan dan masalah pendidikan di bawahnya yang tidak akan dibahas lebih lanjut. 13. Sekolah-sekolah Depdiknas maupun Depag mempunyai banyak murid yang dilayani oleh penyelenggara pendidikan swasta yang kurang (Depag) lebih (Depdiknas) diatur secara ketat oleh departemen sektoral. Error! Reference source not found., di halaman berikut ini, memperlihatkan struktur sistem pendidikan dan partisipasi2 di setiap bagian sistem. Ketika peserta didik memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sekolahsekolah Depag menjadi kurang menonjol sedangkan sekolah-sekolah swasta di bawah Depdiknas menjadi lebih menonjol. Di tingkat sekolah dasar, 90% dari total siswa mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah Depdiknas dan 92% di antaranya mengikuti pendidikan di sekolah negeri. Sekolah dasar negeri di bawah Depdiknas mencapai hampir 50% dari total angka partisipasi sistem (total system enrolment). 14. Di tingkat sekolah menengah pertama (SMP), 78% siswa mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah Depdiknas dan 74% di antaranya mengikuti pendidikan di sekolah negeri. Meskipun ukuran subsektor Depag lebih kecil di tingkat SMP daripada di tingkat SD (2,1 juta siswa SMP dibandingkan dengan 23,1 juta siswa SD), namun kontribusi Depag untuk total angka partisipasi masih lebih besar: 22% angka partisipasi SMP dibandingkan dengan 11% angka partisipasi SD. Sekolah-sekolah SMP Depag memainkan peranan yang sangat penting dalam melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar universal di tingkat SMP karena banyak orang tua memilih untuk menyekolahkan anak remaja mereka di lingkungan sosial Islam: 72% partisipasi siswa kelas 1 di SMP-SMP Depag adalah lulusan dari sekolah-sekolah dasar Depdiknas. 15. Sekolah-sekolah Depag sebagian besar merupakan sekolah swasta di semua tingkat: 87% di tingkat SD; 75% di tingkat SMP; dan 66% di tingkat SMA. Sekolah-sekolah swasta juga mencapai 67% angka partisipasi di sekolah-sekolah SMA di bawah Depdiknas. 16. Sekolah-sekolah swasta – Depdiknas maupun Depag – dimiliki dan dijalankan oleh badan hukum yang disebut “yayasan”3 yang dapat bertanggung jawab atas satu atau 1
Meskipun struktur organisasi Depdiknas dan dinas pendidikan provinsi dan kabupaten masih mencerminkan pembagian pra undang-undang sistem pendidikan nasional menjadi jenjang SD (6 tahun), SMP (3 tahun) dan SMA (3 tahun), pendidikan tinggi tidak termasuk dalam desentralisasi karena lembagalembaga pendidikan tinggi mempunyai (berbagai tingkat) otonomi langsung dari kantor pusat departemen (Depdiknas dan Depag). 2 Analisa struktur sistem Depag cenderung menggunakan jumlah sekolah daripada angka partisipasi. Karena sekolah-sekolah Depag jauh lebih kecil dibandingkan dengan sekolah-sekolah Depdiknas (ukuran rata-rata berkisar dari 75% di tingkat SD sampai 50% di tingkat SMP dan SMA), hal ini cenderung menggelembungkan persentase kontribusi sekolah-sekolah Depag terhadap total sistem. 3 Istilah yayasan dalam Bahasa Indonesia mencakup jenis lembaga yang sama seperti istilah “foundation” dalam Bahasa Inggris. Pendidikan hanyalah salah satu dari banyak kemungkinan kegiatan politik, sosial dan/atau amal yang dilakukan oleh yayasan. 9 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
banyak sekolah dan dapat beroperasi di kawasan geografis yang terbatas atau secara nasional.1 Sekolah swasta mengajarkan kurikulum yang sama seperti sekolah negeri dan siswanya mengikuti ujian akhir yang sama. Organisasi-organisasi keagamaan dapat mendirikan yayasan untuk menjalankan sekolah swasta. Misalnya, ada banyak sekolah swasta di bawah pengawasan Depdiknas yang dioperasikan oleh yayasan Muslim2 maupun yayasan-yayasan yang didirikan oleh organisasi keagamaan Kristen, Hindu dan Budha.
Gambar 1 Struktur Sistem Pendidikan IndonesiaEducation System Structure of the Indonesian 30,000,000
25,000,000
MORA private MORA government MONE private
20,000,000
MONE government
15,000,000
10,000,000
5,000,000
-
Primary
JSE
SSE
Post Secondary
Level of School
Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2007/2008
Variabilitas 17. Angka-angka yang disajikan di atas merupakan total secara nasional, namun situasi di tingkat lokal sangat beragam. 18. 19. Gambar 2 memperlihatkan persentase kontribusi sekolah Depag terhadap total angka partisipasi di tingkat provinsi. Provinsi-provinsi disusun secara berurutan dari barat ke timur. Garis-garis menunjukkan kontribusi sekolah Depag terhadap angka partisipasi di setiap jenjang pendidikan (garis abu-abu di tingkat SD; garis hitam pekat di tingkat SMP; garis putus-putus di tingkat SMA). Peranan dominan Depag di tingkat SMP dengan jelas memperlihatkan (garis hitam pekat cenderung jauh lebih tinggi daripada garsi-garis lainnya). 20. Tetapi segi yang paling menonjol dari gambar ini adalah perbedaan di antara provinsiprovinsi. Misalnya, di Jambi (ke-5 dari kiri di Sumatra), sekolah-sekolah dasar Depag mencapai 27% angka partisipasi, lebih besar daripada 24% untuk SMP dan di Sulawesi 1
Hal ini akan berubaha ketika UU No. 9/2009 dilaksanakan. Bandingkan pembahasan dalam paragraph 142, hal. 52 di bawah ini. 2 Inilah sebabnya mengapa sekolah-sekolah “Muslim” atau “Islam” bukan terjemahan yang tepat untuk istilah madrasah.
10 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Barat (ke-5 dari kiri di Sulawesi), sekolah-sekolah SMA Depag mencapai 17% angka partisipasi, lebih besar daripada 16% untuk SMP. Selanjutnya, provinsi-provinsi tetangga bisa mempunyai kondisi yang sangat berbeda: misalnya, Jakarta dan Yogyakarta memberikan kontribusi yang jauh lebih rendah dari sektor madrasah sehingga sangat berbeda dengan provinsi tetangga mereka Banten dan Jawa Barat (untuk Jakarta), Jawa Tengah dan Jawa Timur (untuk Yogyakarta); Nusatenggara Barat memberikan kontribusi yang jauh lebih tinggi dari sektor madrasah sehingga sangat berbeda dengan Bali dan Nusatenggara Timur; dan demikian pula, Kalimantan Selatan sangat berbeda dengan provinsi-provinsi lainnya di Kalimantan; dan Maluku Utara sangat berbeda dengan Maluku dan dua provinsi Papua dan Irian Barat.
Gambar 2 Kontribusi Sekolah Depag terhadap Angka Partisipasi
Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2004/2005
21. Gambar 3Sumber lain dari variasi lokal diilustrasikan dalam Gambar 3, di halaman berikut, yang memperlihatkan angka partisipasi sekolah rata-rata1 untuk usia SD (7 – 12 tahun) dan usia SMP (13 – 15 tahun) di daerah perkotaan dan perdesaan. Sekali lagi, provinsi-provinsi disusun secara berurutan dari barat ke timur. Perhatikan bahwa, untuk beberapa provinsi seperti Lampung, Kepulauan Riau, Yogyakarta, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara, hampir tidak terdapat perbedaan angka partisipasi perkotaan dan perdesaan di tingkat sekolah dasar sedangkan semua provinsi mempunyai perbedaan yang menonjol pada angka partisipasi perkotaan dan perdesaan di tingkat SMP. Perbedaan perkotaan-perdesaan ini begitu besar bagi Irian Jaya Barat dan Papua sehingga angka partisipasi SMP perkotaan sebenarnya lebih tinggi daripada angka partisipasi SD perdesaan. 22. Gambar 4, di halaman berikut, menunjukkan angka partisipasi sekolah untuk anakanak usia SMP menurut kabupaten. Sebagaimana pada gambar-gambar sebelumnya, kabupaten disusun secara berurutan dari barat ke timur dalam provinsi, dan provinsiprovinsi disusun secara berurutan dari barat ke timur. Bukan hanya perbedaan absolut 1
Persentase anak dari kelompok usia tertentu yang terdaftar di suatu tingkat sekolah. Nilai maksimum adalah 100%. Berbagai definisi rasio partisipasi dijelaskan dalam daftar kata Lampiran 6. 11 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
antar kabupaten yang sangat besar, berkisar kurang dari 50% sampai hampir 100% pada angka partisipasi, melainkan juga perbedaan antar kabupaten di provinsi yang sama hampir sebanding besarnya: meskipun kisaran rata-rata adalah 70% sampai 95% di sebuah provinsi, Sulawesi Selatan mempunyai kisaran 49% (Kabupaten Bantaeng) sampai 90% (Kabupaten Enrekang) dan Kalimantan Selatan mempunyai kisaran 55% (Kabupaten Hulu Sungai Selatan) sampai 91% (Kota Banjar Baru). School Sekolah Participation Rate Provinsi, by Province, 2007 Gambar 3 Angka Partisipasi menurut 2007 100
95
Sumatra
Java
Kalimantan Sulawesi
SPR (percent)
90
85
80
Urban primary
75
Rural primary
Papua, Bali, Maluku, NTB, NTT N.Maluku
Urban JSE Rural JSE 70
Sumber: Survei Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 2007
Gambar 4 Angka Partisipasi Sekolah untuk Anak-Anak Usia SMP 100% 90% Percent Participation Rate
80% 70% 60% 50%
40%
Sumatra Java
Kalimantan Bali & Nusaten ggara
30% 20%
Sulawesi
10% 0%
District JSE
Primary
Sumber: Survei Susenas oleh Badan Pusat Statistik (BPS), 2005, data terakhir yang tersedia
12 of 140
Maluku &Papua
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
23. Tingkat variasi yang sama juga ditemukan pada variabel-variabel sosial lain seperti keaksaraan penduduk dewasa dan kesehatan, dan variabel-variabel ekonomi seperti pekerjaan dan penghasilan. Analisa statistik1 memperlihatkan bahwa hanya sekitar 17% dari total variabilitas nasional terjadi antara provinsi-provinsi sedangkan sisa variabilitas 83% terjadi antara kabupaten-kabupaten dalam sebuah provinsi. Analisa berdasarkan data tingkat nasional atau provinsi tidak mungkin menghasilkan petunjuk yang tepat mengenai kondisi lokal sebagai dasar untuk perencanaan atau pengembangan kebijakan. 24. Variabilitas kondisi lokal juga terdapat pada penggunaan inisiatif kebijakan nasional yang seragam. Di masa lalu, masalah ini diatasi dengan pendekatan kebijakan nasional yang seragam dengan implementasi lokal. Namun implementasi lokal terhambat oleh peraturan pelaksanaan dan aturan teknis nasional yang seragam. Otonomi daerah di tingkat kabupaten memberikan peluang kepada kabupaten untuk menetapkan prioritasnya sendiri. Inisiatif pusat seperti “pembinaan” tahunan dari Departemen Dalam Negeri (Depdagri) mengenai prioritas sektoral untuk anggaran kabupaten2 melemahkan potensi pemerintah kabupaten untuk mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik kabupaten. Misalnya, pengentasan kemiskinan menjadi prioritas utama dalam pedoman penyusunan APBD tahun 20073, yang relevan di tingkat nasional tetapi sulit menjadi prioritas utama untuk kota-kota seperti Den Pasar (Bali), Banjarmasin (Kalimantan Selatan) dan Bukittingi (Sumatra Barat) yang hanya 3% dari penduduknya berpenghasilan di bawah garis kemiskinan dibandingkan dengan rata-rata nasional sebesar 16%.4 Sekali lagi, akses dan kualitas yang lebih baik di bidang pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas ketiga dalam instruksi Depdagri, meskipun akses ke pendidikan bukan prioritas utama bagi kabupaten Toba Samosir (Sumatra Utara) dengan angka partisipasi 99% untuk siswa usia sekolah dasar dan menengah pertama dan 93% untuk siswa usia sekolah menengah atas (dibandingkan dengan rata-rata nasional masing-masing 97%, 83% dan 53%).5 Pembagian tanggung jawab 25. Tanggung jawab atas berbagai aspek pelayanan pendidikan didistribusikan ke seluruh sistem yang kompleks ini: penyelenggaraan pelayanan pendidikan formal menjadi tanggung jawab sekolah dan masyarakat (manajemen berbasis sekolah, dimandatkan oleh undang-undang Sistem Pendidikan Nasional) manajemen penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah Depdiknas menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten, secara langsung untuk sekolahsekolah negeri, dan secara tidak langsung melalui perizinan dan peraturan6, untuk
1
Analisa varian/ANOVA. Prioritas ini didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, 2004 – 2009. 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri 26/2006. 4 Data Susenas 2004. 5 Data Susenas 2004. 6 Dahulu, alat peraturan utama untuk sekolah swasta adalah akreditasi. Untuk mencapai tingkat akreditasi yang lebih tinggi (dengan skala 4 tingkat), sekolah swasta harus memenuhi lebih banyak kriteria. Sekolah dengan status akreditasi yang lebih tinggi diizinkan melaksanakan lebih banyak tugas sendiri, misalnya menyusun dan melaksanakan ujian akhir sendiri. Untuk sekolah-sekolah yang memiliki status akreditasi lebih rendah, tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh sekolah negeri yang ditunjuk. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional memandatkan sebuah sistem akreditasi untuk semua jenis sekolah (negeri dan swasta; Depdiknas dan Depag). 2
13 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
sekolah-sekolah swasta; tanggung jawab ini dilaksanakan melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota1. manajemen penyelenggaraan pelayanan pendidikan di sekolah-sekolah Depag menjadi tanggung jawab hirarki vertikal Depag yaitu kantor wilayah (Kanwil) di tingkat provinsi dan kantor departemen (Kandep) di tingkat kabupaten/kota, secara langsung untuk sekolah-sekolah negeri dan secara tidak langsung untuk sekolahsekolah swasta2. menetapkan kebijakan dan standar pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat; selain lembaga-lembaga pusat yang disebutkan di atas dalam paragraf 11, Hal. 9, Depdiknas maupun Depag mempunyai kantor-kantor untuk melaksanakan tanggung jawab ini.3
26. Guru sekolah negeri (Depdiknas maupun Depag) berstatus sebagai PNS pemerintah pusat meskipun beberapa sekolah negeri juga mengangkat guru non-PNS dan membayar gaji mereka dari anggaran sekolah. Depdiknas dan Depag mendapatkan kuota tahunan untuk mengangkat guru PNS baru, berdasarkan musyawarah antara Badan Kepegawaian Negara (pusat), Departemen Keuangan (Depkeu) dan DPR mengenai ketersediaan anggaran. Untuk guru sekolah Depdiknas, kuota ini kemudian didistribusikan kepada kabupaten-kabupaten yang melaksanakan rekruitmen sesuai dengan persyaratan dan pedoman nasional. Depag merekrut di tingkat pusat, tetapi pengajuan surat lamaran dan penyelenggaraan tes dilaksanakan di tingkat kabupaten. Tenaga baru yang direkrut secara hukum dipekerjakan oleh departemen di pusat dan mendapatkan nomor induk pegawai dari departemen di pusat (NIP berawalan 13 untuk Depdiknas dan 15 untuk Depag). Guru sekolah Depdiknas dengan sendirinya ditugaskan ke kabupaten yang merekrut mereka sedangkan guru sekolah Depag yang direkrut cenderung ditugaskan ke kabupaten di mana lamaran kerja mereka diajukan dan diproses. Gaji guru PNS Depdiknas dibayar oleh pemerintah pusat melalui dana alokasi umum (DAU) dari APBN ke APBD.4 Guru PNS Depag digaji langsung melalui anggaran Depag pusat dengan dana yang disalurkan melalui hirarki vertikal Depag. Anggaran departemen pusat juga menanggung tunjangan tertentu yang melekat pada gaji yang diwajibkan oleh Undang-Undang No. 14/2005 tentang guru dan dosen, bandingkan paragraf, 135 hal. 54 di bawah ini. 27. Kabupaten berwenang untuk mengangkat PNS kabupaten, termasuk guru. PNS kabupaten mendapatkan nomor induk pegawai kabupaten (berawalan 51) dan gaji mereka dibayar melalui APBD kabupaten tetapi tidak ditanggung oleh dana alokasi umum (DAU).
1
Dinas mungkin mempunyai nama yang berbeda di kabupaten-kabupaten yang berbeda. Dalam beberapa kasus, dinas masih disebut dengan nama departemen yang lama yaitu Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud). Peraturan Pemerintah No. 38/2007 menguraikan pembagian tanggung jawab yang lebih terperinci di antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Namun, ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini tidak mengubah tanggung jawab dinas kabupaten/kota untuk mengelola penyelenggaraan pendidikan dasar, seperti yang dinyatakan dalam isinya. 2 Yang harus ditekankan adalah bahwa status hukum dan birokratis dinas dan kandep tidak sama atau serupa. Dinas adalah bagian dari pemerintah kabupaten/kota yang otonom dan tidak mempunyai hubungan hirarki dengan Depdiknas di pusat; Kandep adalah bagian dari Depag di puast dan tidak mempunyai hubungan hukum dengan Dinas meskipun mungkin ada kerjasama antara Kandep dan Dinas. Dinas didanai melalui APBD kabupaten (desentralisasi); Kandep didanai melalui anggaran Depag di pusat. 3 PP 38/2007 memberikan tanggung jawab kepada Dinas provinsi dan kabupaten/kota untuk menetapkan kebijakan “operasional sesuai dengan kebijakan nasional”. 4 Untuk perincian perhitungan DAU, lihat Lampiran 5.
14 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
28. Guru PNS juga “diberikan” kepada sekolah-sekolah swasta, dan gaji mereka dibayar dari anggaran pemerintah melalui dana alokasi umum (untuk guru Depdiknas) atau anggaran personil (untuk guru Depag). Namun, sebenarnya, yang biasanya terjadi adalah bahwa sekolah swasta mencalonkan guru-guru yang ada yang memenuhi syarat sebagai PNS untuk direkrut sebagan PNS melalui proses rekruitmen reguler. Gaji guru disetorkan ke anggaran sekolah dan realisasi gaji bersih guru ditetapkan melalui kesepakatan antara guru yang bersangkutan dengan sekolah. Dalam kebanyakan kasus, guru PNS mendapatkan gaji yang sama seperti guru non-PNS yang setara di sekolah sehingga “penyediaan” guru PNS sebenarnya merupakan subsidi anggaran untuk sekolah swasta. Tabel 1 di bawah ini memperlihatkan distribusi guru PNS dan non-PNS di sekolahsekolah Depdiknas dan Depag. Data Depag tidak dipisahkan menurut sekolah negeri dan swasta namun persentasenya tampaknya memperlihatkan bahwa angka ini memaksudkan total sekolah negeri dan swasta. 29. Sekolah-sekolah swasta mempunyai dua kategori guru lain: tetap dan tidak tetap. Guru tetap adalah karyawan tetap yayasan, dengan semua hak karyawan tetap yang sah.1 Mereka menerima gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji dan insentif berdasarkan jumlah jam pengajaran yang sebenarnya. Guru tetap berhak mendapatkan tunjangan yang melekat pada gaji berdasarkan Undang-Undang No. 14/2005 dan tunjangan tersebut ditanggung oleh anggaran Depdiknas dan Depag di pusat. Semua guru PNS adalah karyawan tetap yayasan. Guru tidak tetap dipekerjakan berdasarkan kontrak tahunan atau lebih dari setahun.2 Mereka biasanya mendapatkan gaji pokok (yang rendah), tanpa tunjangan, dan sebagian besar pendapatan mereka berasal dari insentif berbasis jam pengajaran. Sebagian besar guru tidak tetap mempunyai beban pengajaran penuh. Sekitar 63% guru di sekolah dasar swasta Depdiknas dan 37% guru di sekolah SMP swasta Depdiknas berstatus tidak tetap (2006/2007, data terakhir yang tersedia). Guru PNS dari sekolah negeri Depdiknas seringkali merangkap sebagai guru tidak tetap di sekolah swasta Depdiknas. Tabel 1 Distribusi Guru PNS dan Non-PNS, 2008 Tipe sekolah Depdiknas Negeri SD SMP Swasta SD SMP Depag SD SMP
PNS
Non PNS
985.913 guru 74,9% 290.327 guru 71,5%
330,196 guru 25,1% 115,845 28,5%
16.691 guru 12,9% 15.166 guru 8,0%
112,332 guru 87,1% 174,403 guru 92,0%
41.896 guru 17,3% 16.974 guru
242,175 guru 82,7% 95,436 guru
1
Mereka adalah guru yang dimaksud dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “purna waktu” dalam statistik Depdiknas dan Depag. Istilah bahasa Indonesianya lebih tepat yaitu: guru tetap. 2 Mereka adalah guru yang dimaksud dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “paruh waktu dalam statistik Depdiknas dan Depag. Sekali lagi, istilah bahasa Indonesianya lebih tepat yaitu: guru tidak tetap. 15 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
15,1%
84,9%
Sumber: Rangkuman Statistik Sekolah Indonesia; Statistik Pendidikan Agama, 2007/2008
30. Ada kelompok guru lain yang disebut “guru kontrak”. Mereka adalah guru yang dipekerjakan oleh dan dibiayai melalui anggaran pendidikan kabupaten tetapi bukan PNS pemerintah kabupaten. Pemerintah kabupaten, dengan berbagai tingkat keberhasilan, berupaya untuk menyertakan guru kontrak agar berhasil direkrut dalam kuota tahunan kepegawaian Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 43/2007, yang merevisi Peraturan Pemerintah No. 48/2005 tentang rekruitmen pegawai kontrak sebagai pegawai negeri sipil menyebutkan guru sebagai prioritas utama untuk direkrut, yang diikuti oleh tenaga kesehatan, penyuluh pertanian dan personil “lainnya” (pasal 3). 31. TabelTabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan di bawah ini meringkaskan jenis guru dan sumber pendanaan untuk setiap jenis guru.1 32. Guru tidak tetap yang bekerja berdasarkan kontrak di sekolah negeri maupun swasta serta guru kontrak kabupaten, perlu dibedakan dengan guru peserta “program guru kontrak”. Program guru kontrak dimulai sebagai kegiatan dalam proyek-proyek bantuan donor di mana sejumlah besar guru didatangkan dari sekolah-sekolah dalam rangka mengikuti program pelatihan dinas atau pendidikan tinggi untuk waktu yang lama.2 Proyek-proyek tersebut kemudian membiayai guru pengganti yang dipekerjakan melalui anggaran proyek departemen pusat. Semua kontrak diadakan dengan jangka waktu setahun, tetapi kontrak cenderung diperpanjang untuk jangka waktu bertahun-tahun, karena guru yang semula tersebut didaftarkan dalam program pendidikan tinggi yang berlangsung selama bertahun-tahun ataupun karena penggantinya dimutasi dari posisi jangka pendek ke posisi lain dan bukan mengangkat guru kontrak baru untuk menggantikan peserta yang telah menyelesaikan pelatihan. Ketika pendanaan donor terhenti di akhir proyek, secara politik sangat sulit untuk memberhentikan guru-guru tersebut,3 yang beberapa di antaranya telah bekerja di sekolah selama beberapa tahun. Akibatnya, anggaran Depdiknas di pusat terus mendanai mereka.4 Sejak tahun 2005, pemerintah pusat membuat komitmen untuk memberikan status PNS kepada semua guru kontrak yang ada yang telah melayani sebagai guru kontrak selama 10 tahun atau lebih. Tabel 2 Jenis Guru dan Sumber Pendanaan Sekolah Negeri
1
Depdiknas PNS pusat (NIP 13) Gaji dari DAU melalui anggaran kabupaten
Depag PNS pusat (NIP 15) Gaji dari anggaran Depag
Hal ini akan berubah ketika Undang-Undang No. 9/2009 dilaksanakan. Bandingkan paragraf 142, hal 55 di bawah ini. 2 Di awal proyek (1970an), di mana “program guru kontrak” dimulai, semua peserta pelatihan guru adalah guru pegawai negeri sipil yang ditugaskan ke sekolah-sekolah program melalui “surat penugasan” Depdiknas pusat yang secara hukum mengikat guru dan sekolah. Di proyek-proyek berikutnya yang memberikan pelatihan kepada guru non-PNS dari sekolah swasta, semua peserta pelatihan adalah guru tetap yang secara hukum terikat pada sekolah mereka dengan status karyawan “tetap”. 3 Pada tahun 2004, di hari Pendidikan Nasional, sebanyak 250.000 guru kontrak membentuk Forum Komunikasi Guru Kontrak Indonesia untuk melobi status pegawai negeri sipil. 4 Melalui kegiatan dalam anggaran “pembangunan” (dengan format anggaran lama). Sebagian besar guru tersebut dipekerjakan untuk proyek-proyek yang didanai melalui Depdiknas, bukan Depag. Pendanaan proyek berbasis Depag masih relatif baru yang dimulai dengan Proyek Pendidikan Dasar ADBs tahun 1996 – 2002.
16 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
PNS kabupaten (NIP 51) Gaji dari anggaran kabupaten Guru kontrak pusat Gaji dari anggaran pusat
Guru kontrak pusat Gaji dari anggaran pusat
Guru kontrak kabupaten/kota Gaji dari anggaran kabupaten/kota
Swasta
Non-PNS Gaji dari anggaran sekolah Pemerintah menyediakan beberapa tunjangan PNS pusat (NIP 13) Gaji dari DAU melalui anggaran kabupaten ke anggaran sekolah tetapi penghasilan guru dari anggaran sekolah
Non-PNS Gaji dari anggaran sekolah Pemerintah menyediakan beberapa tunjangan PNS pusat (ID 15) Gaji dari anggaran Depag ke anggaran sekolah tetapi penghasilan guru dari anggaran sekolah
Non-PNS: tetap Gaji dari anggaran sekolah Pemerintah menyediakan beberapa tunjangan
Non-PNS: tetap Gaji dari anggaran sekolah Pemerintah menyediakan beberapa tunjangan
Non-PNS: tidak tetap Gaji dari anggaran sekolah
Non-PNS: tidak tetap Gaji dari anggaran sekolah
Konteks Akademis 33. Landasan untuk konteks akademis pendidikan Indonesia adalah standar nasional pendidikan (SNP) yang dimandatkan oleh undang-undang sistem pendidikan nasional. (SNP hendaknya tidak dikacaukan dengan standar pelayanan minimum/SPM urusan pendidikan yang diwajibkan oleh undang-undang otonomi daerah, bandingkan paragraf 55, hal. 28 di bawah ini.) Peraturan Pemerintah No. 19/2005 mengidentifikasi delapan (kelompok) standar yang diwajibkan oleh undang-undang: isi proses kompetensi lulusan pendidik dan tenaga kependidikan sarana dan prasarana manajemen pendanaan evaluasi pendidikan. Standar-standar ini telah diterbitkan dalam bentuk Peraturan-Peraturan Menteri Pendidikan Nasional sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 3. Perhatikan bahwa standar pendanaan pendidikan diterbitkan dalam bentuk peraturan pemerintah dengan wewenang hukum yang jauh lebih tinggi daripada peraturan menteri. Tabel 3 Standar Nasional Pendidikan
17 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Peraturan Perundangundangan Isi Permen 22/2006
Permen 13/2007 Proses Permen 41/2007 Permen 3/2008 Kompetensi lulusan Permen 23/2006 Diubah dengan Permen 6/2007 Tenaga kependidikan Permen 12/2007 Permen 13/2007 Permen 16/2007 Permen 24/2008 Permen 25/2008 Sarana dan prasarana Permen 24/2007
Manajemen Permen 19/2007
Permen 49/2007 Permen 50/2007
Pokok bahasan
Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
Keterangan Petunjuk pelaksanaan dalam Permen 24/2006 Diubah dengan Permen 6/2007
Isi untuk Pendidikan kesetaraan Proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah Proses pendidikan kesetaraan Kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
Petunjuk pelaksanaan dalam Permen 24/2006
Pengawas Kepala sekolah Guru Tenaga administrasi Teknisi laboratorium sekolah Sarana dan prasarana untuk satuan pendidikan dasar dan menengah Pengelolaan pendidikan sekolah dasar dan menengah
Peraturan ini tidak berisi “manajemen berbasis sekolah” tetapi kegiatankegiatan yang diwajibkan oleh peraturan yang merupakan manajeman berbasis sekolah. Lihat paragraf 131, hal 53 di bawah ini.
Pengelolaan pendidikan kesetaraan Pengelolaan pendidikan oleh pemerintah kabupaten/kota
Pendanaan Peraturan Pemerintah 48/2008 Evaluasi Permen 20/2007
34. Standar isi dan kompetensi lulusan menjadi dasar kurikulum. Semua sekolah Depdiknas dan Depag, negeri dan swasta, menggunakan kurikulum dasar yang sama (meskipun sekolah madrasah menambahkan mata pelajaran agama tambahan). Depdiknas telah mengeluarkan pedoman teknis yang terperinci dan “model” untuk kurikulum ini. Tanggung jawab untuk mengembangkan silabus dan rencana pelajaran sekarang berada di tangan guru di bawah pengawasan kepala sekolah dan pengawas meskipun pedoman dari
18 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Depdiknas mencantumkan contoh-contoh nyata tentang apa yang diajarkan dan cara mengajar.1 35. Pemerintah2 mengeluarkan surat tanda tamat belajar untuk peserta didik dari empat tipe sekolah. Kelulusan didasarkan pada keberhasilan dalam ujian akhir di akhir setiap jenjang pendidikan.3 Ujian akhir untuk jenjang pendidikan dasar menjadi tanggung jawab dinas pendidikan kabupaten/kota, yang membentuk tim yang beranggotakan para kepala sekolah, guru dan pengawas, serta dosen (di beberapa kabupaten) dan boleh menyertakan wakil dari sekolah madrasah.4 Setiap tim dari kabupaten merancang, menyelenggarakan dan menilai tesnya sendiri,5 dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan/soal-solah ujian dari database ujian nasional Depdiknas.6 Ujian nasional untuk jenjang SMP dan SMA dikembangkan dan dilaksanakan oleh Pusat Penilaian Pendidikan Depdiknas di tingkat pusat. 36. Siswa pondok pesantren dan madrasah diniyah yang tidak memiliki sekolah Depdiknas atau Depag di kampus tetapi menawarkan program pendidikan dasar minimum (bandingkan catatan kaki 2, hal. 8), diizinkan untuk mengikuti ujian akhir tingkat sekolah dasar dan SMP dan memenuhi syarat untuk mendapatkan surat tanda tamat belajar dari pemerintah. 37. Penyediaan buku pelajaran diatur dalam Permendiknas No. 2/2008. Pada prinsipnya, buku pelajaran diproduksi oleh sektor swasta dan guru diizinkan untuk memilih dari daftar buku pelajaran yang telah diteliti oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.7 Peraturan tersebut juga mengizinkan Depdiknas, Depag dan pemerintah derah utnuk membeli hak cipta dari penulis buku pelajaran (pasal 3) dan mencetak buku untuk dijual kepada sekolah (pasal 8) secara langsung ataupun melalui penerbit swasta. Peraturan tersebut mengutip UU No. 5/1999 yang melarang monopoli sebagai salah satu referensinya dan mengharuskan agar buku yang digunakan di satu sekolah berasal sedikitnya dari dua penerbit yang berbeda (pasal 6).
1
“Kekakuan” seperti ini sering dikritik oleh akademisi dan pakar pendidikan, namun hal tersebut menjadi sarana pendukung yang sangat penting bagi banyak guru yang belum berpengalaman sehingga belum mampu mengembangkan silabus dan rencana pelajaran mereka sendiri. Hal tersebut menjadi tingkat kualitas minimum dalam hal ini. 2 Pemerintah kabupaten (Kandep Depag untuk madrasah) untuk TK, SD, SMP dan SMA. Di jenjang pendidikan tinggi, lembaga pendidikan bersangkutan mengeluarkan ijazah namun hak untuk mengeluarkan ijazah tersebut bergantung pada izin dari departemen teknis di pusat (Depdiknas atau Depag). 3 Ujian terdiri dari sejumlah mata pelajaran. Keputusan akhir lulus/gagal dibuat berdasarkan total nilai (seluruh mata pelajaran) yang memungkinkan nilai tinggi di salah satu mata pelajaran menutupi nilai rendah di mata pelajaran yang lain. Sebelumnya, nilai ujian siswa selama semester/tahun ajaran juga dipertimbangkan dalam memutuskan apakah siswa memenuhi syarat untuk lulus atau tidak. Hal ini menghasilkan istilah “nilai asli” atau “nilai murni” yaitu nilai ujian akhir dari lulusan sebelum nilai ulangan rapor diperhitungkan. Penggunaan nilai ujian tunggal telah diajukan ke pengadilan (Pengadilan Negeri Jakarta bulan Mei 2007) sebagai pelanggaran hak asasi siswa karena nilai ujian tunggal tidak mencerminkan seluruh prestasi siswa. Pengadilan mengabulkan tuntutan penggugat dan memerintahkan Depdiknas untuk mengubah system. Pada saat dokumen ini ditulis, Depdiknas sedang mempertimbangkan apakah akan mengajukan banding atau tidak terhadap keputusan itu. 4 Wakil yang ditunjuk oleh Kandep Depag bertanggung jawab untuk menyusun ujian agama untuk semua agama, tidak hanya Islam. 7
Daftar ini diterbitkan secara berkala dalam bentuk Permendiknas. 19 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
38. Sekolah-sekolah diwajibkan menyediakan buku pelajaran yang memadai di perpustakaan sekolah bagi semua murid,1 meskipun guru-guru juga diperbolehkan untuk “menganjurkan” agar siswa yang mempunyai kemampuan keuangan yang memadai membeli buku pelajaran. Dalam hal ini, peraturan tersebut mewajibkan agar buku dibeli langsung dari pengecer. Hal ini dimaksudkan untuk menghapuskan praktek sekolah yang mewajibkan siswa untuk membeli buku pelajaran dari sekolah (seringkali dengan penggelembungan harga jauh di atas harga pasar eceran). 39. Peralatan dan media kegiatan belajar mengajar diproduksi oleh sektor swasta. Proyekproyek yang didanai oleh donor membeli peralatan dan media kegiatan belajar mengajar di pasar dan menyerahkannya kepada sekolah-sekolah yang juga dapat membeli di pasar dari anggaran sekolah sendiri. Depdiknas, dinas pendidikan kabupaten dan Depag melakukan pengadaan berdasarkan pedoman pengadaan barang/jasa pemerintah.
1
Beberapa dinas pendidikan kabupaten menyediakan dana buku pelajaran bagi sekolah-sekolah.
20 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
C. Pengenalan Pengembangan dan Struktur Peraturan Perundangundangan Indonesia 40. Produk hukum Indonesia disusun menurut hirarki kewenangan sebagai berikut:1 Undang-Undang Dasar 1945, termasuk amandemen yang disahkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)2 Undang-Undang (UU)3 yang disahkan oleh DPR Peraturan Pemerintah (PP)4 yang dikeluarkan oleh Presiden Perintah Eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden o Peraturan Presiden (Perpres) o Instruksi Presiden (Inpres)5 o Surat Keputusan Presiden (SK Presiden) Undang-undang juga mengakui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu dikeluarkan oleh Presiden dan mempunyai kedudukan hukum yang setara dengan undang-undang yang disahkan oleh DPR. Perppu terbatas pada keadaan darurat (secara hukum) yang tidak tercakup dalam undang-undang yang ada. Perppu harus diajukan dalam sidang berikutnya dari DPR di mana Perppu akan diterima – sehingga menjadi undang-undang – atau ditolak, di mana DPR harus mengeluarkan suatu undangundang untuk menghapuskan Perppu tersebut. Pada saat pemuktahiran ini, tidak ada Perppu yang secara langsung berhubungan dengan sektor pendidikan sehingga masalah Perppu tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini. 41. UU No. 10/2004 pasal 7 juga menjadi landasan hukum bagi Peraturan Menteri yang memperbolehkan jenis produk hukum “lain” jika diperlukan oleh produk hukum yang secara spesifik disebutkan dalam UU tersebut. Peraturan menteri yang disebutkan dalam tinjauan ini memenuhi kriteria tersebut. 42. Produk hukum diidentifikasi menurut jenisnya yang diikuti oleh nomor dan tahun dikeluarkan, misalnya UU 20/2003, Peraturan Pemerintah 58/2006, dsb. Perintah Eksekutif Menteri juga mencantumkan nama Menteri yang mengeluarkannya, misalnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16/2006. Judul formal undang-undang dan Peraturan 1
Undang-Undang 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (produk hukum). Undangundang ini tidak menyebutkan instrumen eksekutif seperti peraturan menteri/lembaga, instruksi, surat edaran dan surat-surat yang akan terus dikeluarkan dan, secara umum, dipatuhi. Fakta bahwa instrumen-instrumen tersebut tidak disebutkan dalam undang-undang ini telah mendorong beberapa pemangku kepentingan menyimpulkan bahwa instrumen-instrumen tersebut tidak mengikat secara hukum sehingga secara selektif dapat diabaikan. 2 MPR terdiri dari semua anggota DPR ditambah anggota tambahan yang ditunjuk untuk mewakili berbagai “kelompok fungsional” (kelompok pemangku kepentingan). MPR mempunyai kekuasaan untuk memakzulkan Presiden dan Wakil Presiden dan mengeluarkan Ketetapan MPR. 3 Daftar (glosari) istilah dan singkatan dicantumkan sebagai Lampiran 6. Glosari ini terlalu panjang jika ditempatkan di bagian awal dokumen ini. Oleh karena itu, jika suatu istilah teknis digunakan untuk pertama kalinya maka nama lengkap dalam bahasa (Inggris maupun) Indonesia serta singkatan-singkatan akan disebutkan. Penyebutan berikutnya hanya menggunakan nama atau singkatan yang umum. 4 Peraturan Pemerintah dengan status sebagai undang-undang yang disebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dapat dikeluarkan oleh Presiden dalam situasi yang memerlukan solusi hukum yang cepat. Peraturan tersebut harus disahkan sebagai undang-undang oleh DPR dalam sidang berikutnya, atau menjadi batal. Peraturan Presiden juga dapat dikeluarkan sebagai pengganti undang-undang dengan ketentuan yang sama. 5 Instruksi dan Surat Keputusan Presiden tidak secara tegas disebutkan dalam UU 10/2004 tetapi tetap akan dikeluarkan dan dipatuhi. 21 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Pemerintah1 juga mencantumkan frase “tentang ...”, misalnya UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk sebutan yang kurang formal, produk hukum disebutkan dengan singkatan jenis, nomor dan tahun, misalnya PP 58/2006, Permendagri 16/2006 (“permen” adalah singkatan untuk peraturan menteri dan “dagri” adalah singkatan Dalam Negeri/Depdagri; Singkatan untuk Peraturan Menteri Pendidikan Nasional adalah Permendiknas). 43. Setiap produk hukum yang lebih rendah harus mengacu kepada produk hukum yang lebih tinggi untuk legitimasinya, misalnya, undang-undang harus mengacu kepada ketentuan dalam Undang-Undang Dasar; peraturan pemerintah harus mengacu kepada undang-undang; peraturan/keputusan/instruksi presiden harus mengacu kepada undangundang atau peraturan pemerintah, dan sebagainya. 44. Setiap undang-undang menyebutkan departemen yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya. 45. Daerah2 juga mempunyai produk hukumnya sendiri:3 o Peraturan Daerah (Perda) disahkan oleh DPRD o Peraturan Walikota/Bupati atau Keputusan Walikota/Bupati atau Instruksi Walikota/Bupatei dikeluarkan oleh Kepala Daerah4 Peraturan daerah berbeda dengan peraturan perundang-undangan di pusat di mana peraturan daerah harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan di pusat. Maka peraturan daerah harus menjadi peraturan pelaksanaan di tingkat daerah untuk peraturan perundang-undangan di pusat. Permendagri 16/2006 membatasi peraturan daerah pada dua fungsi: mengatur sesuatu dan menetapkan sesuatu yang baru. Banyak kabupaten telah mengesahkan peraturan daerah tentang pendidikan. Selain itu, peraturan daerah harus diajukan kepada Depdagri untuk mendapatkan persetujuan. Daftar peraturan yang diajukan dan keputusan Depdagri mengenai setiap peraturan yang diajukan dapat dilihat di website Depdagri. 46. Peraturan daerah yang terpenting adalah peraturan tentang anggaran belanja daerah (APBD) yang mencakup anggaran belanja tahunan, perubahan anggaran belanja tahunan dan realisasi anggaran belanja akhir. Persetujuan atas peraturan anggaran belanja daerah diberikan oleh gubernur untuk kabupaten/kota yang ada di provinsi dan oleh Depdagri untuk provinsi-provinsi. 1
Dalam pembahasan berikut ini, peraturan perundang-undangan akan disebutkan dengan nama dalam bahasa (Inggris). Istilah-istilah dapat dijadikan referensi silang dalam glosari Lampiran 6. Peraturan Menteri disebutkan dengan nama (atau singkatan) dari Menteri yang mengeluarkannya yang diikuti dengan kata-kata “Peraturan Menteri” dan nomor. 2 Dalam pembahasan hukum dan politik di Indonesia, lawan kata “pusat” (pemerintah pusat) adalah “daerah”, yang mencakup Provinsi dan Distrik yang terdiri dari Kabupaten dan Kota (sebelumnya Kotamadya). Dalam peraturan perundang-undangan, istilah pemerintah tanpa kata sifat selalu memaksudkan pemerintah pusat. Dalam pembahasan ini, bila istilah “daerah” digunakan, istilah ini mencakup provinsi maupun kabupaten/kota. Ketika istilah “distrik” (kabupaten/kota) digunakan, istilah ini mencakup Kota dan Kabupaten. 3 Didefinisikan dan ditetapkandalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15/2006. 4 Kepala Pemerintahan Provinsi adalah Gubernur; Kepala Pemerintahan Kota adalah Walikota dan Kepala Pemerintahan Kabupaten adalah Bupati. Seperti halnya dengan perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh pimpinan lembaga pusat (menteri), perintah eksekutif daerah juga tidak secara spesifik disebutkan dalam UU 10/2004 namun tetap akan dikeluarkan dan dipatuhi.
22 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
47. Indonesia mempunyai dua sistem “hukum” yang paralel:1 pengadilan umum dan pemerintah (badan eksekutif). Hukum pidana dan perdata berjalan melalui sistem pengadilan umum, termasuk kejaksaan yang, bersama-sama dengan hakim, adalah pegawai negeri sipil di Departemen Kehakiman. Sistem pemerintahan terdiri dari hukum administrasi (tata usaha) negara, yaitu peraturan pemerintah dan perintah eksekutif yang tidak termasuk pidana ataupun perdata. Sistem hukum administrasi mempunyai pengadilannya sendiri di mana kasus-kasus yang melibatkan pelaksanaan peraturan dan perintah diajukan terhadap lembaga eksekutif pemerintah oleh warga masyarakat (yang diwakili oleh pengacara). Hukum administrasi mengikat organisasi masyarakat sipil yang berada dalam lingkup yurisdiksi hukum ini, yaitu sekolah swasta, tetapi sanksi-sanksinya bersifat administratif, bukan pidana, yaitu penurunan pangkat atau penundaan kenaikan gaji berkala untuk pegawai; pengurangan transfer anggaran pusat ke anggaran kabupaten/kota; hilangnya izin atau penutupan sekolah, dan sebagainya. 2 48. Undang-undang Indonesia dirumuskan sebagai pernyataan prinsip umum, yang diikuti dengan instruksi: pelaksanaan lebih lanjut dari prinsip ini akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Laporan Inventarisasi yang disusun oleh DRSP menyatakan: Juga ada kecenderungan untuk menyusun undang-undang yang sangat mengandalkan peraturan pemerintah turunannya; tanpa pemikiran yang memadai tentang isi dari peraturan tersebut; masalah-masalah konseptual dan praktis dalam undang-undang hanya disebutkan setelah undang-undang tersebut disahkan sehingga menghambat penyusunan peraturan tindak lanjut yang berguna. Laporan Inventarisasi, 2006, Hal 8 Seperti dijelaskan di bawah ini, ada alasan yang telah berakar dalam sistem hukum maupun alasan pelaksanaan praktis untuk keadaan ini. Undang-undang Indonesia tidak dimaksudkan untuk dapat dilaksanakan secara langsung: Justru melalui peraturan pelaksanaan maka prinsip-prinsip politik dan sosial yang dinyatakan oleh DPR diterjemahkan ke dalam tindakan nyata atau larangan. Undang-undang dasar, sebagai model untuk semua peraturan perundang-undangan, sangat spesifik tentang apa yang seharusnya dikatakan dan tidak boleh dikatakan dalam undang-undang: … hanya memuat aturan-aturan pokok ... sedangkan aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada [peraturan perundang-undangan yang lebih rendah] … Penjelasan Umum, Butir IV Gagasan di balik pendekatan pembuatan undang-undang ini adalah: 1
Sebenarnya, ada tiga jika pengadilan agama disertakan. Tetapi pengadilan agama hanya menangani urusan rumah tangga (perkawinan, perceraian, warisan, dan sebagainya) sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap sistem pendidikan kecuali jika suatu sekolah madrasah swasta dibangun di atas tanah yang mempunyai hak yang sah di pengadilan agama dan bukan di sistem pendaftaran tanah sekuler sehingga bukan di yurisdiksi pengadilan sekuler. 2 “Grand Design” (atau “Strategi”) desentralisasi (2005) yang disampaikan oleh Depdagri, “Rencana Aksi Nasional untuk Desentralisasi Fiskal” (2005), “Grand Design” pendidikan (2006) yang disampaikan oleh Depdiknas dan Depag, serta “Buku Pedoman Pelaksanaan Pemerintahan Daerah” yang diterbitkan setiap tahun oleh Bappenas tidak mempunyai status hukum. 23 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar tertulis sedangkan, selain undang-undang dasar itu, berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis1, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan terpeliharan dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak ditulis. Penjelasan Umum, Butir I Maka penjelasan ini menarik kesimpulan dari keberadaan hukum tertulis dan tidak tertulis yang paralel: Maka telah cukup jikalau [peraturan perundang-undangan] ... hanya memuat aturan-aturan pokok sebagai instruksi kepada pemerintah ... Memang sifat aturan yang tertulis itu mengikat. Oleh karena itu, makin supel sifatnya [elastic, istilah bahasa Inggris dalam teks asli], aturan itu makin baik. Penjelasan Umum, Butir IV 49. Selain itu, DPR maupun departemen sektoral tidak menganggap DPR mempunyai kemampuan teknis untuk menetapkan rincian pelaksanaan. Itulah sebabnya ada departemen-departemen sektoral di pemerintahan.2 Peraturan pelaksanaan juga memberikan kelentukan karena lebih mudah mengganti peraturan pelaksanaan daripada mengesahkan peraturan perundang-undangan yang baru.3 50. Karakteristik undang-undang Indonesia sebagai pernyataan prinsip umum juga menyebabkan “tumpang tindih” pokok persoalan di antara banyak undang-undang itu sendiri, yang seringkali dikritik tidak konsisten. Salah satu contoh yang jelas adalah sejumlah undang-undang yang disahkan pada tahun 2003 dan 2004 (dalam urutan kronologis): undang-undang keuangan negara (anggaran pemerintah); undang-undang perencanaan pembangunan; undang-undang pemerintahan daerah (desentralisasi); undangundang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah (keuangan daerah). Undangundang keuangan negara menetapkan struktur dan mekanisme anggaran pemerintah di semua tingkatan (pusat dan daerah) dan mengharuskan anggaran didasarkan pada rencana seperti yang diatur dalam undang-undang perencanaan pembangunan (juga di semua tingkatan). Undang-undang pemerintahan daerah menetapkan sumber pendanaan untuk tanggung jawab pemerintah daerah – anggaran pusat dan daerah, yang diatur dalam undang-undang keuangan negara – serta sistem perencanaan untuk menyusun anggaran belanja. Undang-undang keuangan daerah juga mengatur penyusunan rencana dan anggaran belanja. Prinsip-prinsip dasar yang dinyatakan dalam semua undang-undang ini sama tetapi konteks yang melekat pada prinsip-prinsip dasar itu berbeda. 1
Perlu diperhatikan bahwa hukum yang tidak tertulis tersebut bukan “preseden” dalam arti bahwa istilah ini digunakan dalam sistem pengadilan Anglo-Saxon. Ini adalah prosedur pelaksanaan yang dianggap mengikat karena prosedur tersebut dipatuhi. 2 Dari sejarahnya, hal ini terbentuk dengan dua cara. Pertama, sistem hukum administratsi berbeda dengan sistem berbasis hukum umum yang terdiri dari hukum perdata dan pidana di mana peraturan pemerintah berisi sanksi-sanksi pidana. Kedua, Rezim Orde Baru (1966 – 1998) mendefinisikan hukum sebagai “kebijakan” yang menyatakan “aspirasi masyarakat” dan Departemen-Departemen sebagai “pelaksana”. Sebagian besar orang yang menduduki posisi senior/menengah di lembaga eksekutif dan legislatif merupakan produk dari masa Orde Baru. 3 Mengubah undang-undang yang berlaku belakangan ini hanya menjadi bagian dari budaya politik Indonesia.
24 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
51. Faktor yang sangat penting dalam kasus-kasus di atas adalah undang-undang spesifik yang menjadi acuan bagi peraturan pelaksanaannya. Seperti dinyatakan di atas, tanggung jawab untuk melaksanakan setiap undang-undang diserahkan kepada menteri tertentu: undang-undang keuangan negara menjadi tanggung jawab Departemen Keuangan (Depkeu); undang-undang perencanaan pembangunan menjadi tanggung jawab Ketua Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas); undang-undang pemerintahan daerah dan keuangan daerah menjadi tanggung jawab Departemen Dalam Negeri (Depdagri)1 meskipun salah satunya mengenai keuangan. Undang-undang tertentu yang menjadi acuan bagi peraturan pelaksanaan akan menentukan departemen mana yang bertanggung jawab atas koordinasi, pengawasan, pelaksanaan, pemantauan, pelaporan, dan sebagainya, terhadap aspek prinsip umum yang dimuat dalam semua undang-undang tersebut. Misalnya, undang-undang keuangan negara, perencanaan pembangunan dan pemerintahan daerah semuanya mewajibkan “rencana kerja” tahunan sebagai dasar untuk anggaran belanja tahunan. Pengawasan terhadap pelaksanaan diatur dengan dua peraturan yang berbeda: Peraturan Pemerintah 20/2004 mengacu kepada undang-undang keuangan negara, jadi pelaporan kepada dan pengawasan oleh Menteri Keuangan; sedangkan Peraturan Pemerintah 39/2006 mengacu kepada undang-undang perencanaan pembangunan, jadi pelaporan kepada dan pengawasan oleh Bappenas – dengan tembusan kepada Depkeu dan Depdagri. 52. Ada banyak faktor penyebab ketidakkonsistenan dan tumpang tindih pada peraturan tetapi salah satu faktor terpenting adalah kurangnya dukungan profesional di tingkat menengah untuk penyusunan perundang-undangan. Kebanyakan peraturan pelaksanaan awalnya disusun oleh tim teknis dari departemen pelaksana sehingga mencerminkan bidang dan kebutuhan teknis. Draft tersebut kemudian diedarkan ke biro-biro lain dalam departemen bersangkutan agar dapat ditinjau, sekali lagi oleh personil teknis. Biro hukum dari departemen tersebut memberikan sangat sedikit masukan dalam proses penyusunan peraturan pelaksanaan. Dinas di biro hukum itu sendiri bukan jenjang karir yang sangat diminati. Ada beberapa database komputerisasi peraturan dan database yang ada tidak dapat diakses oleh orang awam – dibutuhkan jasa programer yang profesional. Tim penyusun dari satu departemen jarang mempunyai akses yang mudah ke arsip hukum departemennya sendiri – karena biro hukum merupakan bagian dari Sekretariat Jenderal sedangkan tim penyusun berasal dari Direktorat Jenderal – dan tidak pernah mempunyai akses ke arsip hukum departemen-departemen lain. Jika dilihat dari luar, pekerjaan tim penyusun tampaknya kurang kompeten dan kurang logis tetapi masalahnya adalah masalah sistem – kurangnya staf pendukung yang kompeten dan profesional dan kurangnya akses ke arsip hukum – bukan masalah individual.
1
Yang membentuk sebuah Direktorat Jenderal Keuangan Daerah yang baru untuk melaksanakan undangundang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. 25 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
D. Peraturan Perundang-undangan terkait dengan Pendidikan Dasar yang Didesentralisasi 53. Gambar 5 memperlihatkan hubungan inti beberapa undang-undang nasional yang terkait dengan tata kelola dan pembiayaan pendidikan. Gambar 5 Hubungan Inti Beberapa Undang-Undang Nasional yang Mengatur Pendidikan yang Didesentralisasi
UU Perencanaan Pembangunan
UU Keuangan Negara
UU Pemerintahan Daerah
UU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
UU Pendidikan
54. Ada lima undang-undang (atau paket undang-undang) yang secara langsung mempengaruhi pendidikan yang didesentralisasi.1 Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan tanggung jawab atas “pengelolaan penyelenggaraan pendidikan” kepada pemerintah kabupaten/kota.2 Dalam undang-undang ini, juga disebutkan tanggung jawab pemerintah provinsi atas urusan-urusan dengan “skala” provinsi. Tanggung jawab tersebut didefinisikan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 38/2007 (bandingkan paragraf 60 - 61, hal. 28 di bawah ini dan Lampiran 4). UndangUndang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah memberikan pengaturan pembiayaan agar pemerintah kabupaten/kota dapat memenuhi kewajibannya berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Undang-undang tentang perencanaan pembangunan dan keuangan negara menetapkan sistem perencanaan dan penganggaran untuk lembaga-lembaga pendidikan pusat maupun daerah. Tiga undang-undang mengenai pendidikan secara langsung mengatur sektor pendidikan itu sendiri.
1
Pembahasan ini selanjutnya dibatasi pada pendidikan dasar (SD dan SMP). Pembahasan terutama berfokus pada sekolah-sekolah yang berada di bawah kewenangan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) yang secara tidak langsung menyinggung sekolah-sekolah yang berada di bawah kewenangan Departemen Agama (Depag), sekolah madrasah. 2 Sekolah-sekolah (secara aksara berarti “satuan penyelenggara pendidikan” dalam Undang-Undang Pendidikan) bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan.
26 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
55. Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah1 dan UndangUndang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua undang-undang ini dan peraturan-peraturan pelaksanaannya sangat penting dalam menetapkan desentralisasi urusan-urusan untuk melaksanakan dan mengelola pendidikan dasar dan mekanisme pendanaan pendidikan yang didesentralisasikan. Paragraf 55 sampai 84 di bawah ini berfokus pada urusan berbagai tingkat pemerintahan serta prinsip penyaluran dana di antara berbagai tingkat pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan desentralisasi, sedangkan paragraf 85 sampai 97 menjelaskan peraturan-peraturan tentang mekanisme pendanaan yang didesentralisasikan. 56. Undang-undang pemerintahan daerah membagi “urusan-urusan”2 pemerintahan menjadi tiga jenis: Urusan yang dipertahankan, yang terdiri dari enam sektor (misalnya, urusan luar negeri, pertahanan, kebijakan moneter dan fiskal) di mana tanggung jawab atas urusan ini dipertahankan pada pemerintah pusat – sektor agama adalah salah satunya dan itulah sebabnya mengapa sekolah-sekolah madrasah tidak didesentralisasikan; “Urusan wajib”, yang terdiri dari 15 sektor3 di mana tanggung jawab atas urusan ini dengan tegas diserahkan kepada kabupaten – sektor pendidikan adalah salah satunya; Urusan pilihan, di mana kabupaten dapat memilih untuk menerima atau menyerahkannya kepada pusat, berdasarkan kepentingan dan kemampuan kabupaten itu sendiri. 57. Semua sektor yang menjadi urusan wajib diatur oleh standar pelayanan minimum (SPM) yang berada di bawah wewenang Depdagri namun ditetapkan oleh departemen sektoral yang bertanggung jawab atas sektor tersebut setelah berkonsultasi dengan Depdagri dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Di sektor pendidikan, departemen sektoral yang bertanggung jawab di sektor tersebut adalah Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Peraturan Pemerintah No. 65/2005, yang mengacu kepada Undang-Undang Pemerintahan Daerah, berisi petunjuk-petunjuk untuk mengembangkan dan mengeluarkan SPM. SPM berlaku selama dua tahun yang kemudian akan disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang baru. Peraturan Mendiknas No. 6/2007 memberikan petunjuk teknis untuk mengembangkan SPM. 58. Depdiknas telah menerbitkan daftar awal SPM pada tahun 20044 sebelum Peraturan Pemerintah No. 65/2005 disahkan. Daftar awal ini mencakup, misalnya, angka partisipasi 1
Undang-undang ini telah diubah sebanyak dua kali. Perubahan pertama adalah dengan Undang-Undang No. 8/2005 yang menetapkan prosedur untuk kasus-kasus ketika pemilihan gubernur, bupati dan walikota tertunda. Perubahan kedua adalah dengan Undang-Undang No. 12/2008 yang menetapkan tanggung jawab wakil gubernur, bupati, walikota dan DPRD serta ketentuan-ketentuan tambahan untuk pemilihan kepala daerah. Perubahan-perubahan tersebut tidak mempengaruhi hal-hal yang dibahas dalam dokumen ini. 2 Istilah ini adalah istilah bahasa Inggris (function) yang diperkenalkan oleh masyarakat donor selama pembahasan awal undang-undang tersebut pada tahun 1999. Istilah sebenarnya dalam bahasa Indonesia yang digunakan dalam peraturan perundang-undangan secara aksara berarti “urusan” bukan dalam arti “kegiatan produksi ekonomi” melainkan dalam arti “bidang/sektor”, seperti dalam ungkapan “bukan urusan anda”. Istilah yang paling cocok dalam bahasa Inggris untuk konteks ini sebenarnya adalah “sektor” tetapi karena kata “urusan” (function) sekarang sudah umum digunakan maka istilah tersebut akan dipertahankan dalam dokumen ini. 3 Semula ada 15 sektor, namun sekarang ada 26 sektor, bandingkan: Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 13/2006. 4 Keputusan Menteri Pendidikan Nasional 129a/U/2004. 27 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
sekolah, angka putus sekolah dan nilai ujian yang memuaskan. Daftar awal tersebut tidak secara resmi diumumkan oleh Depdagri. Saat ini, Bank Pembangunan Asia sedang mendanai sebuah tim untuk mengembangkan SPM pendidikan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang baru, dan sebuah naskah diskusi sedang diedarkan di lingkungan Depdiknas.1 59. Pelaksanaan SPM menjadi tanggung jawab dinas dan ini dapat mencakup, misalnya, memastikan bahwa angka partisipasi sekolah sasaran tercapai (termasuk sekolah negeri dan swasta di bawah Depdiknas maupun Depag).2 60. Peraturan Pemerintah 38/2007 bertujuan untuk melakukan pembagian tugas dan tanggung jawab secara lebih terperinci antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Saat ini ada 26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan.3 Sejumlah lampiran memberikan daftar kegiatan yang terperinci yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Lampiran peraturan pemerintah yang menguraikan pembagian tanggung jawab atas sektor pendidikan dicantumkan sebagai Lampiran 4 dalam dokumen studi ini. Sebelum adanya peraturan pemerintah ini, pemerintah provinsi tidak memahami hak dan tanggung jawabnya atas sektor-sektor yang didesentralisasi. Peraturan pemerintah ini bertujuan untuk membantu memperjelas situasinya, terutama sehubungan dengan bagaimana kegiatan pendidikan didanai dari anggaran provinsi. 61. Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 menguraikan urusan-urusan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tetapi, pembagian urusan di sektor pendidikan belum meningkatkan dukungan provinsi dalam pemberian pelayanan pendidikan dasar di provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang disurvei untuk studi ini (yaitu sekitar 50 kabupaten/kota yang termasuk dalam proyek Decentralized Basic Education (DBE) dukungan USAID)4. Ada 23 urusan yang menjadi urusan provinsi maupun kabupaten/kota. Dari urusan-urusan tersebut, enam di antaranya persis sama (misalnya mengawasi dan memfasilitasi sekolah bertaraf internasional dalam penjaminan kualitas untuk memenuhi standar internasional). Delapan urusan sangat serupa kecuali bahwa provinsi berfokus pada pendidikan menengah atas (misalnya, mengkoordinasikan dan mengawasi pengembangan kurikulum untuk pendidikan menengah atas (provinsi) dan pendidikan dasar (kabupaten/kota). Sembilan urusan sama kecuali untuk “skala” urusan (misalnya, mensosialisasikan dan melaksanakan standar nasional pendidikan di tingkat provinsi (provinsi) dan di tingkat kabupaten/kota (kabupaten/kota). Tanggung jawab untuk menyelenggarakan dan mendanai pendidikan dasar terutama terletak pada kabupaten sedangkan provinsi mempunyai peranan yang kurang jelas dalam bidang koordinasi dan 1
UU 25/2009 tentang pelayanan publik secara spesifik mencakup pendidikan dan pengajaran dalam daftar pelayanan publik yang tercantum dalam pasal 5 dari undang-undang ini. Menteri yang bertanggung jawab untuk melaksanakan undang-undang ini adalah Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (MenPAN). Pasal 15 dari undang-undang ini mengharuskan penyelenggara pendidikan untuk menyusun “standar pelayanan” atas pelayanan mereka. 2 Sekolah Depdiknas maupun Depag wajib mengikuti standar nasional pendidikan, bandingkan paragraf 25, hal. 14. 3 Ibid., Paragraf 7. 4 Edisi 2009 “Pemuktahiran 2009 tentang Inventarisasi Reformasi Desentralisasi Terbaru Indonesia” sebagian menyatakan: “Dalam hal daftar/pengaturan PP 38/2007 itu sendiri, terdapat kekurangan sebagai berikut: Jelas terdapat penyerahan urusan yang sama (kadang-kadang satu urusan diserahkan kepada ketiga tingkat pemerintahan) tetapi masih belum jelas apakah penyerahan urusan yang sama ini memang disengaja dan bagaimana melaksanakannya. Perbedaan antara urusan wajib dan pilihan tidak jelas atau tidak praktis ... perumusan urusan mengandung banyak konstruksi yang cacat, tidak berguna, tidak jelas, berputar-putar atau berbelat-belit (misalnya, „... berskala nasional ...‟ ) (hal.36)
28 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
pengawasan; peranan provinsi yang lebih jelas adalah menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional. Beberapa perbedaan besar dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota dan provinsi adalah sebagai berikut: Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengelola dan menyelenggarakan pelayanan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah atas dan pendidikan nonformal; provinsi bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan pengelolaan dan penyelenggaraan pelayanan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pendidikan dasar dan menengah atas antar kabupaten/kota. Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengeluarkan dan mencabut izin pendirian sekolah dasar dan menengah atas serta pusat/penyelenggara pendidikan nonformal; peran provinsi dalam urusan ini tidak disebutkan. Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk memberikan dukungan/bantuan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah atas, serta pendidikan nonformal sesuai dengan bidang tugasnya; provinsi bertanggung jawab untuk memberikan dukungan/bantuan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang tugasnya. Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk merencanakan kebutuhan tenaga kependidikan bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah atas, dan pendidikan nonformal sesuai dengan bidang tugasnya; provinsi bertanggung jawab untuk merencanakan kebutuhan tenaga kependidikan bagi pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang tugasnya. Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengangkat dan menempatkan pegawai negeri sipil (PNS) kependidikan bagi pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan menengah atas, dan pendidikan nonformal sesuai dengan bidang tugasnya; provinsi bertanggung jawab untuk mengangkat dan menempatkan PNS kependidikan bagi pendidikan bertaraf internasional sesuai dengan bidang tugasnya. Kabupaten/kota bertanggung jawab untuk mengawasi dan memfasilitasi sekolah anak usia dini, sekolah dasar dan menengah atas, dan pusat-pusat pendidikan nonformal dalam penjaminan kualitas untuk memenuhi standar nasional pendidikan; peran provinsi dalam urusan ini tidak disebutkan. 62. Provinsi-provinsi dapat menggunakan anggaran mereka (APBD provinsi) untuk mendanai dinas-dinas pendidikan beserta personilnya maupun memberikan dukungan dana untuk kegiatan-kegiatan di kabupaten, misalnya, langsung ke sekolah, guru, beasiswa peserta didik, dan sebagainya. Selain mengelola anggaran belanjanya sendiri, dinas pendidikan provinsi juga mengelola pendanaan dekonsentrasi atas nama gubernur, seperti dijelaskan di bawah ini. 63. Perubahan terpenting yang diperkenalkan oleh Peraturan Pemerintah 38/2007 adalah pembagian tanggung jawab perencanaan. Pemerintah pusat mengembangkan sebuah rencana “strategis” nasional di bidang pendidikan.1 Pemerintah provinsi mengembangkan rencana “strategis” provinsi di bidang pendidikan di provinsi dan pemerintah kabupaten/kota mengembangkan “program operasional” pendidikan di kabupaten/kota. Terminologi dalam peraturan pemerintah ini tidak selaras dengan undang-undang 1
Sesuai dengan UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. 29 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
perencanaan pembangunan nasional, yang mengharuskan dinas pendidikan provinsi maupun kabupaten/kota menyusun rencana “strategis” pendidikan untuk provinsi dan kabupaten/kota bersangkutan. Terminologi dalam Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 secara spesifik menempatkan rencana operasional kabupaten/kota di tingkat yang lebih rendah daripada rencana strategis provinsi, sehingga rencana kabupaten/kota harus “sesuai” dengan rencana strategis pusat dan provinsi. Terminologi baru ini sangat sesuai dengan pemikiran saat ini dari Bappenas maupun Depdagri,1 (bandingkan paragraf 112, hal. 47 di bawah ini). 64. Karena peraturan ini baru diundangkan pada bulan Juli 2007 dan karena rencana strategis dikembangkan oleh gubernur dan bupati/walikota yang baru terpilih, yaitu setiap 5 tahun menurut jadwal berkala yang bergantung pada kapan pilkada diadakan;2 maka masih perlu dilihat sejauh mana kabupaten siap untuk tunduk kepada pembatasan ini dan sejauh mana provinsi bersedia dan dapat melaksanakannya. Jika yang digunakan adalah pedoman lama maka kabupaten/kota akan bebas mengutip dari rencana nasional dan provinsi, kemudian menyusun rencananya berdasarkan kebutuhan dan prioritas setempat. Misalnya, beberapa kabupaten/kota masih menyusun apa yang mereka sebut rencana strategis sesuai dengan peraturan lama dan bukan menyusun “program operasional” sesuai dengan peraturan baru. 65. Ketika mempertimbangkan peraturan ini, perlu diingat bahwa tujuan utama dari peraturan ini adalah kesaksamaan atau konsistensi anggaran, bukan logika, sehubungan dengan undang-undang pemerintahan daerah. Pembagian tugas dalam peraturan ini menjadi dasar untuk menyetujui usulan anggaran oleh berbagai tingkat pemerintahan daerah karena Peraturan Mendagri 59/2007 mengharuskan setiap unit sektoral pemerintahan daerah menyusun tugas-tugas yang akan dibiayai dengan dana yang diminta, berdasarkan tugas-tugas yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah 38/2007. 66. Pengalaman awal dalam melaksanakan otonomi daerah berdasarkan paket undangundang yang semula tahun 1999 meyakinkan pemerintah pusat bahwa pemerintah daerah perlu mendapatkan pengawasan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Peraturan Pemerintah 79/2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah mendefinisikan peranan Depdagri sebagai pengawas kegiatan pemerintahan daerah. Peraturan Mendagri 23/2007 tentang pedoman tata cara pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, menguraikan proses dan menyediakan format laporan untuk digunakan oleh pengawas.3 Peraturan Mendagri 44/2008 tentang kebijakan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintah daerah tahun 2009 menetapkan pengawasan dengan tiga langkah: kebijakan umum pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, kebijakankhusus pengawasan tahun 2009, dan kebijakan operasional untuk pengawasan tahun 2009. Pedoman ini bersifat sangat umum dan memberikan hanya sedikit keterangan baru untuk peraturan tahun 2007. 67. Undang-undang desentralisasi juga mengizinkan pemerintah pusat mendelegasikan sebagian dari wewenang dan tanggung jawabnya kepada provinsi, kabupaten/kota dan 1
Undang-undang dengan Peraturan Pemerintah 38/2007 sebagai peraturan pelaksanaannya adalah undangundang pemerintahan daerah (UU 32/2003), yang memperlihatkan bahwa Depdagri adalam lembaga yang mendorong penyusunan peraturan pemerintah ini. 2 Saat ini, pilkada diadakan ketika masa jabatan yang berjalan berakhir berdasarkan sejarah yang lalu untuk setiap kabupaten/kota dan provinsi. 3 Petunjuk dan format diubah dalam Peraturan Mendagri 8/2009.
30 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
bahkan Desa1 dan mewajibkan agar pemerintah pusat menyediakan pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang didelegasikan kepada gubernur2 dikenal sebagai kegiatan dekonsentrasi dan didanai oleh dana dekonsentrasi sedangkan kegiatan-kegiatan yang didelegasikan kepada pemerintah provinsi, kabupaten/kota atau Desa dikenal sebagai tugas pembantuan dan dibiayai oleh anggaran tugas pembantuan (bandingkan dengan paragraf 68 di bawah ini). Dana dekonsentrasi mencakup dana pemerintah pusat kepada provinsi untuk kegiatan-kegiatan seperti distribusi alat bantu pengajaran kepada taman kanak-kanak, pembangunan perpustakaan sekolah, peralatan laboratorium untuk sekolah menengah pertama dan rehabilitasi gedung-gedung sekolah3 (lihat paragraf 69 di bawah ini tentang larangan Depkeu untuk menggunakan dana dekonsentrasi untuk pembentukan aset tetap). Contohcontoh kegiatan tugas pembantuan mencakup pencairan dana pemerintah pusat kepada provinsi untuk rekonstruksi pasca bencana alam, kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mencairkan beasiswa bagi siswa yang membutuhkan; di sektor pendidikan, salah satu contoh tugas pembantuan adalah keharusan bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk membantu pemerintah pusat dalam melaksanakan ujian nasional. 68. Peraturan pemerintah 7/2008 memberikan penjelasan yang lebih terperinci mengenai prinsip-prinsip pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.4 Peraturan ini memberi departemen-departemens sektoral wewenang untuk membentuk “norma, standar, prosedur dan kriteria pelaksanaan” (pasal 2) dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Peraturan Menteri Keuangan 156/PMK 07/2008 memberikan perincian lebih lanjut tentang pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan, berikut pendanaannya. Peraturan ini menetapkan bahwa kegiatan dekonsentrasi tidak bersifat fisik (tidak menciptakan aset tetap yang baru, misalnya sinkronisasi dan koordinasi perencanaan, fasilitasi, bimbingan teknis, pelatihan, penyuluhan, penelitian dan survei, pengawasan dan kontrol) sedangkan tugas pembantuan bersifat fisik (menciptakan aset tetap baru, misalnya, pembelian lahan, pembangunan gedung, peralatan dan mesin, pembelian barang-barang habis pakai).5 69. Namun, perbedan ini tidak selalu dipertahankan dalam praktek (misalnya, seperti yang diuraikan dalam paragraf 67 dalam beberapa kasus, dana telah digunakan untuk pembangunan apa yang dapat dianggap sebagai aset tetap). Sebelum definisi yang terperinci tentang mekanisme pendanaan ditetapkan dalam peraturan-peraturan pelaksanaan, Depdiknas menggunakan pendanaan dekonsentrasi sebagai sarana untuk melaksanakan prioritas pusat di tingkat sekolah. Istilah dekonsentrasi (dekon) tidak muncul sebagai mata anggaran; sebaliknya, Depdiknas menugaskan kegiatan-kegiatan (mata anggaran) kepada kabupaten-kabupaten dalam provinsi. Hal ini mendorong penggunaan istilah “dekon” sebagai kategori induk untuk pengeluaran Depdiknas pusat di daerah-daerah. Sejak tahun 2009, Depdiknas mengadakan pembahasan dengan Bappenas dan Depkeu untuk lebih menyelaraskan struktur anggaran Depdiknas dengan definisi dan 1
Istilah “Desa” (berhuruf besar) digunakan dalam dokumen ini untuk memaksudkan desa atau kelurahan, tingkat terendah pemerintahan. Perlu diperhatikan bahwa kecamatan bukan tingkat pemerintahan, bandingkan PP 19/2008. Kecamatan didefinisikan sebagai “wilayah” di mana camat ditugaskan. Peraturan pemerintah ini juga secara tegas menyatakan bahwa camat adalah bagian dari aparat pemerintahan kabupaten/kota yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan kegiatan pemerintah kabupaten/kota di wilayah kecamatan. 2 Untuk penjelasan yang lebih lengkap tentang perlunya membedakan antara “gubernur” (bukan pemerintah provinsi) dan “pemerintah kabupaten/kota”, lihat paragraf 94, hal 41 di bawah ini. 3 Data diperoleh dari pejabat dinas pendidikan Jawa Tengah untuk tahun 2008. 4 Peraturan Menteri Keuangan 156/2008 memberikan perincian pelaksanaan teknis. 5 Pasal 2 dan 3. 31 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
peraturan yang terbaru. Hal ini juga mungkin yang menjadi alasan mengapa Depdiknas dipilih sebagai salah satu departemen percontohan untuk program restrukturisasi anggaran, sebagaimana dijelaskan di bawah ini. 70. Peraturan Pemerintah No. 7/2008 juga mengharuskan agar Menteri pendelegasi menetapkan secara saksama tugas dan kegiatan apa yang akan didelegasikan 1 dan mengeluarkan surat keputusan menteri tentang pendelegasian tersebut. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Depkeu mempunyai tugas “koordinasi” untuk memastikan bahwa keseimbangan secara keseluruhan antar provinsi dan antar kabupaten/kota tetap terjaga dalam pengalokasian dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Depkeu harus mengeluarkan surat rekomendasi yang menyetujui kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diusulkan. Rekomendasi ini kemudian menjadi dasar bagi Departemen sektoral pendelegasi untuk memilih lokasi kegiatan yang didelegasikan dan jumlah pendanaan yang disediakan. 71. Sebuah pasal khusus di bagian akhir Peraturan Menteri Keuangan 156/PMK 07/2008 berisi contoh-contoh proyek donor yang dananya disalurkan melalui anggaran departemen pusat ke kabupaten/kota sebagai dekonsentrasi atau tugas pembantuan, misalnya proyek pendidikan yang didesentralisasi. Peraturan ini secara spesifik melarang departemendepartemen pendelegasi untuk mewajibkan pendanaan imbangan dari APBD kabupaten/kota tetapi proyek-proyek donor mewajibkan pendanaan imbangan demikian untuk menunjukkan rasa kepemilikan kabupaten/kota. Peraturan ini menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dibebaskan dari ketentuan-ketentuan peraturan dan akan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 2/2006 tentang hibah dari departemen di pusat kepada pemerintah daerah.2 72. Analisa awal Bank Dunia terhadap perimbangan keuangan pusat dan daerah, yang telah beredar luas di masyarakat donor dan konsultan, telah ditafsirkan sebagai kesimpulan bahwa pendanaan dekonsentrasi bertentangan dengan desentralisasi. Namun, jika laporannya dibaca lebih saksama, analisa tersebut sebenarnya ditujukan kepada realisasi penggunaan pendanaan dekonsentrasi sektor pendidikan, bukan kepada dekonsentrasi secara umum. Masalah-masalah ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah, dan undang-undang sistem keuangan nasional (bandingkan paragraf 86, hal. 36) bukan “green-field laws” (undang-undang yang dilaksanakan secara tersendiri) tetapi diterapkan melalui sistem anggaran yang ada di mana lembaga-lembaga pemerintah harus menyediakan pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung dalam kerangka baru yang dibentuk oleh undang-undang baru, sebelum peraturan pelaksanaannya dapat dikeluarkan. Ketika pemuktahiran dokumen ini sedang dilakukan, Depdiknas dan Depkeu mengadakan konsultasi yang intensif untuk mengembangkan mekanisme yang melaluinya pendanaan untuk kegiatan dan program Depdiknas yang sedang berlangsung dapat lebih diselaraskan dengan kategori anggaran Depkeu (bandingkan dengan paragraf 68 hal. 31). Pelaksanaan “restrukturisasi” yang direncanakan oleh Depkeu dan Bappenas (yang dibahas dalam paragraf 109, hal. 45 di bawah ini) dengan sendirinya akan mengakomodasi isu-isu yang ada.
1 2
Bandingkan paragraf 67 di atas. Bandingkan paragraf 82, hal. 36 di bawah ini.
32 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
73. Peraturan Pemerintah No. 3/2007 menetapkan prosedur (dan menyediakan format) untuk pelaporan atas terlaksananya tanggung jawab yang didesentralisasi1 oleh kepala daerah kepada DPRD dan Depdagri. Kabupaten/kota mengajukan laporan kepada provinsi yang kemudian meneruskannya kepada Depdagri. Provinsi mengajukan laporannya kepada Depdagri yang kemudian meneruskannya kepada Presiden. Peraturan pemerintah ini mewajibkan agar laporan-laporan tersebut disampaikan kepada publik (melalui media massa) secara simultan dengan tembusan ke DPR. Peraturan Pemerintah No. 6/2008 menetapkan pedoman untuk mengevaluasi laporan-laporan tersebut oleh sebuah Tim Kepresidenan yang diketuai oleh Depdagri.2 74. Undang-undang pemerintahan daerah maupun undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah mewajibkan agar pendanaan untuk urusan wajib dan urusan pilihan yang diterima oleh kabupaten disediakan dari APBD kabupaten bersangkutan.3 Kedua undangundang tersebut menetapkan komponen-komponen penerimaan anggaran kabupaten/kota: Pendapatan asli daerah.4 Dana perimbangan dari APBN pusat Lain-lain. Kategori “lain-lain” dapat mencakup dana dari anggaran belanja pemerintah pusat dan provinsi serta anggaran kabupaten/kota lain, untuk memberikan subsidi yang dibukukan sebagai pendapatan dalam anggaran penerimaan kabupaten/kota. Sampai saat ini, mekanisme pendanaan tersebut sangat jarang digunakan. Provinsi (bukan kabupaten/kota) Aceh dan Papua mempunyai sumber pendapatan tambahan yang disebut “penerimaan otonomi khusus” (yang dibahas dalam paragraf 84, hal 35 di bawah ini). 75. Dana perimbangan terdiri dari tiga jenis transfer dari APBN ke APBD (provinsi dan kabupaten/kota) (lihat keterangan lebih lanjut tentang arus keuangan dalam paragraf 87 98 di bawah ini): Dana bagi hasil: dana bagi hasil milik daerah yang berasal dari kabupaten (terutama pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan, serta royalti sumber daya alam) dan diserahkan kepada pemerintah pusat yang kemudian mendistribusikannya ke provinsiprovinsi dan kabupaten-kabupaten seluruh Indonesia. Dana alokasi umum (DAU): transfer dana secara sekaligus kepada kabupaten/kota dan provinsi untuk membantu mereka membiayai kegiatan-kegiatan umum. Dana alokasi khusus (DAK). Karena DAK pendidikan ditujukan untuk kegiatankegiatan di sekolah maka DAK diterima hanya oleh kabupaten/kota5. 76. Undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah menjelaskan bahwa tujuan dari dana “perimbangan” adalah “untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah”. Kesenjangan fiskal adalah 1
Urusan wajib + urusan pilihan yang telah diterima oleh kabupaten/kota. Sepanjang pengetahuan penulis, tim ini belum terbentuk. 3 Beberapa analisa oleh lembaga donor telah menyimpulkan bahwa ketentuan ini melarang pemerintah pusat menyediakan pendanaan untuk sector-sektor yang didesentralisasi. 4 Surplus terjadi selama masa awal desentralisasi. Sumber pendapatan ini sekarang diatur secara ketat dengan peraturan pelaksanaan dan persyaratan persetujuan dari Depdagri. UU 28/2009 memperbolehkan pemerintah kabupaten/kota untuk menarik retribusi atas pelayanan yang diberikannya di sektor pendidikan tetapi pendidikan dasar dan menengah secara tegas dikecualikan (pasal 123). Karena pendapatan asli daerah tidak secara langsung berhubungan dengan pembiayaan pendidikan dasar maka hal tersebut tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini. 5 Untuk sector pendidikan, DAK tidak disalurkan kepada provinsi, tetapi sektor-sektor lain memang mempunyai DAK provinsi. 2
33 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
istilah teknis yang didefinisikan dalam undang-undang tersebut sebagai selisih antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. 77. Kebutuhan fiskal dihitung oleh Depkeu dengan sebuah rumus yang mencakup indikator-indikator yang mewakili kuantitas kebutuhan dasar dan biaya untuk menyediakan pelayanan (lihat Lampiran 5 tentang metode penghitungan DAU). Kapasitas fiskal kabupaten/kota juga dihitung oleh Depkeu sebesar: Kapasitas pendapatan asli daerah, yaitu perkiraan Depkeu tentang potensi kabupaten untuk menghasilkan pendapatan asli daerah. Dana bagi hasil. 78. Sisi pengeluaran APBD kabupaten/kota mendanai program dan kegiatan untuk sektorsektor yang didesentralisasi. Peraturan Pemerintah No. 58/2005 memberikan pedoman, prosedur dan format untuk menyusun rencana kerja dan anggaran daerah, termasuk rencana kerja dan anggaran dinas. Peraturan Mendagri No. 13/2006 memberikan perincian tentang proses beserta contoh format anggaran seperti yang terlampir.1 Depdagri juga mengeluarkan peraturan menteri setiap tahun tentang pedoman2 penyusunan APBD. Salah satu pasal dalam pedoman ini adalah mengenai “sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah” yang pada dasarnya berupa sebuah daftar prioritas pemerintah (pusat) serta program dan kegiatan yang “diusulkan” untuk dimasukkan dalam APBD. Prioritas dalam Peraturan Mendagri No. 25/2009 tentang pedoman penyusunan APBD serupa dengan prioritas tahun-tahun sebelumnya, dengan urutan: pengentasan kemiskinan, akses ke dan kualitas pendidikan dasar, dan peningkatan kualitas kesehatan. 79. Peraturan-peraturan APBD kabupaten harus mendapatkan persetujuan dari gubernur, dan peraturan-peraturan ABPD provinsi harus mendapatkan persetujuan dari Depdagri. Perincian prosedur untuk mengajukan peraturan-peraturan tersebut diberikan dalam Peraturan Pemerintah No. 79/20053 dan petunjuk teknis kepada Gubernur mengenai caranya mengevaluasi rancangan peraturan APBD yang diatur dalam Peraturan Mendagri No. 16/2007. Pelaksanaan APBD mendapatkan pengawasan dari Depdagri,4 melalui gubernur untuk kabupaten/kota, tetapi juga mendapatkan kontrol dari dinas provinsi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu. APBD diaudit oleh Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) sebagai auditor internal dan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal. 80. Peraturan Pemerintah No. 56/2005 mengatur Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) di Depkeu dan di setiap daerah. Peraturan ini menyatakan bahwa SIKD adalah alat “bagi pemerintah pusat untuk mengumpulkan, menganalisa, melaporkan dan menerbitkan informasi guna mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik melalui transparansi dan akuntabilitas. Peraturan Menteri Keuangan No. PMK 46/2006 tentang prosedur pelaporan informasi keuangan daerah mewajibkan daerah untuk menyerahkan 1
Permendagri No. 59/2007 membuat beberapa perubahan perincian teknis sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 38/2007, bandingkan paragraf 60, hal. 26 di atas. Permendagri ini berlaku untuk tahun anggaran 2009. 2 Pedoman penyusunan anggaran belanja 2009 dituangkan dalam Permendagri No. 32/2008. 3 Secara kebetulan, Peraturan Pemerintah ini juga secara spesifik memberikan wewenang kepada Depdagri untuk melakukan “bimbingan dan pengawasan” terhadap DPRD selain lembaga eksekutif daerah. 4 Permendagri No. 4/2008 memberikan petunjuk tentang proses meninjau dan mengevaluasi laporan keuangan daerah. Peraturan ini secara spesifik membatasi tinjauan pada masalah kelayakan system pengendalian keuangan daerah dan ketaatan pada system akuntansi pemerintah sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 24/2005.
34 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
laporan keuangan termasuk anggaran dan realisasinya, neraca, arus kas dan pernyataan auditor. Laporan keuangan ini harus diserahkan kepada Depkeu untuk diintegrasikan dengan SIKD dan kepada Depdagri untuk keperluan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan pemerintah daerah. 81. Undang-undang tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah juga mempunyai implikasi terhadap proyek-proyek bantuan pembangunan resmi (ODA) di sektor-sektor yang didesentralisasi – termasuk pendidikan – yang dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota.1 Undang-undang tersebut memperbolehkan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota meminjam atas nama sendiri2, namun, dalam prakteknya, pemerintah (Depkeu) maupun donor tidak terlalu tertarik untuk menggunakan ketentuan-ketentuan ini. Sebaliknya, pemerintah (pusat) meminjam dari donor dan kemudian menyalurkan dananya ke pemerintah provinsi dan/atau kabupaten/kota melalui anggaran Depdiknas di pusat. Dana proyek diteruskan sebagai “hibah” dari pusat ke daerah dalam anggaran Depdiknas. Peraturan Pemerintah No. 57/2005 menetapkan prosedur hibah pusat kepada pemerintah daerah, namun jika dibaca secara cermat, peraturan pemerintah ini hanya mengatur dana yang diterima dari pemerintah pusat sebagai hibah dari lembaga-lembaga donor, bukan sebagai pinjaman. Petunjuk teknis untuk Peraturan Pemerintah No. 57/2005, yang dimuat dalam Peraturan Menkeu No. 52 dan 53 PMK 10/2006 secara tegas mencakup dana pinjaman pemerintah pusat yang diteruskan sebagai hibah kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. 82. Ketidakkonsistenan ini diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah No. 2/20063 yang secara tegas mengatur hibah dan pinjaman dari luar negeri dan penyaluran dana luar negeri kepada pemerintah daerah. 83. Peraturan Menteri Keuangan No. 168 dan 169 PMK.07/2008 menggantikan Peraturan Menteri Keuangan No. 52 dan 53 PMK 10/2006 dan secara tegas mengacu kepada Peraturan Pemerintah No. 2/2006. Peraturan-peraturan ini mencakup hibah yang diberikan dari semua sumber pendanaan, termasuk pinjaman dan hibah rupiah maupun luar negeri, bantuan pembangunan resmi (pemerintah) dan dana sektor swasta. Dana hibah yang diterima oleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat dibukukan sebagai penerimaan “lain-lain” dalam APBD dan dikelola sebagai bagian dari proses APBD (Bandingkan paragraf 78, Hal. 34 di atas). Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan No. 168 PMK.07/2008 memperbolehkan pemerintah daerah memberikan hibah kepada lembaga-lembaga swasta termasuk sekolah swasta. 84. Seperti dinyatakan di atas, provinsi (bukan kabupaten/kota) Aceh dan Papua mempunyai sumber pendapatan tambahan yang disebut “penerimaan otonomi khusus” yang tercantum dalam undang-undang otonomi khusus (UU 18/2001 untuk Aceh dan UU 21/2001 untuk Papua). Pemerintah provinsi Aceh menerima pendanaan otonomi khusus 1
Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya hanya berlaku bagi proyek-proyek di mana dana diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota dan/atau sekolah negeri. Proyek-proyek di mana donor membeli barang dan jasa dan kemudian menyerahkan kepemilikan barang kepada kabupaten atau sekolah – termasuk misalnya pembangunan sekolah baru atau rehabilitasi sekolah yang ada – tidak diatur dengan undangundang ini maupun peraturan pelaksanaannya. DBE tidak menyediakan dana bagi kabupaten atau sekolah. 2 Prosedurnya dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 54/2005. 3 Dikeluarkan sebagai peraturan pelaksanaan untuk UU No. 17/2003 tentang keuangan Negara, bukan UU NO. 33/2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Jadi, wewenang pelaksanaan terletak pada Depkeu, bukan Depdagri. 35 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
dari sumber daya alam: 50% dari minyak dan 40% dari gas bumi selama delapan tahun pertama, turun menjadi 35% dari minyak dan 20% dari gas bumi sejak tahun kesembilan.1 Pendistribusian pendapatan di wilayah kabupaten/kota akan dirundingkan antara provinsi dan kabupaten/kota bersangkutan. Pemerintah provinsi Papua menerima pendanaan otonomi khusus dari APBN: Selama 25 tahun pertama, 2% dari total Dana Alokasi Umum (DAU) nasional plus jumlah tambahan yang akan dirundingkan setiap tahun antara Pemerintah dan DPR berdasarkan usulan provinsi; Sejak tahun ke-26 dan seterusnya selama 20 tahun yang akan datang, 50% dari minyak bumi dan 50% dari gas bumi. Undang-undang ini secara tegas menyatakan bahwa 2% dari DAU terutama ditujukan untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan. Distribusi pendapatan di antara wilayahwilayah kabupaten/kota akan dirundingkan antara provinsi dan kabupaten/kota dengan memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah tertinggal. 85. Jadi, kabupaten/kota mempunyai berbagai sumber pendanaan yang dapat mereka akses untuk mendukung kegiatan pendidikan: Kabupaten/kota mempunyai anggaran sendiri (APBD kabupaten/kota) Provinsi dapat menyediakan pendanaan untuk kegiatan pendidikan di kabupaten yang bersumber dari anggaran provinsi (APBD provinsi) Provinsi dapat mengalokasikan dana dekonsentrasi pusat ke kabupaten/kota untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan menggunakan pendanaan dekonsentrasi Depdiknas pusat dapat mengalokasikan dana hibah blok untuk mendukung kegiatankegiatan yang diperbolehkan menggunakan dana hibah blok. Dana dari tiga sumber yang disebutkan terakhir tidak disalurkan melalui APBD kabupaten/kota. DBE1 telah membantu kabupaten/kota untuk menyusun rencana strategis dengan estimasi sumber daya yang dibutuhkan sehingga kabupaten/kota dapat lebih efektif melobi untuk mendapatkan dukungan dari sumber-sumber tersebut, dengan berfokus di tingkat provinsi. 86. Paket undang-undang keuangan: UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Kelompok undang-undang ini menata-ulang seluruh proses penganggaran – termasuk Depkeu. Format anggaran pemerintah diselaraskan dengan praktek terbaik internasional (Perserikatan BangsaBangsa)2 maupun undang-undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. APBN terdiri dari dua bagian: pendanaan untuk operasi pemerintah pusat (juga termasuk dana yang dikeluarkan oleh kantor-kantor di pusat untuk mendukung kegiatan di daerah) dan transfer langsung ke APBD. Seperti dijelaskan di atas, transfer ini diatur oleh undangundang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, dan dana tersebut menjadi tanggung jawab tunggal daerah (provinsi atau kabupaten/kota). Daerah tidak perlu
1
Dasar perhitungan persentase tersebut tidak disebutkan dalam undang-undang. Perbedaan sebelumnya antara anggaran rutin (yang disusun oleh Departemen Keuangan) dan anggaran pembangunan (yang disusun oleh Bappenas) digantikan dengan anggaran terpadu (yang disusun oleh Departemen Keuangan). Tidak tepat untuk membandingkan komponen “belanja pembangunan” dari anggaran sebelum tahun 2005 dengan komponen “belanja modal” dari anggaran saat ini akibat perbedaan definisi. Belanja pembangunan didanai melalui proyek-proyek dan mencakup komponen lancar dan komponen modal, termasuk alokasi yang besar untuk biaya pegawai serta operasi dan pemeliharaan. 2
36 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
mempertanggungjawabkan dana tersebut ke pusat,1 namun APBD harus diaudit oleh auditor internal dan eksternal pemerintah. Arus keuangan antara pusat dan daerah, khususnya sehubungan dengan pendidikan, diperlihatkan dalam Error! Reference source not found.6, di bawah ini. Mekanisme Arus Keuangan 87. Transfer dari pusat ke daerah, yaitu “Dana Perimbangan”, telah dibahas pada pasal tentang undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah di atas. Undang-undang Keuangan Negara konsisten dengan ketentuan dan prosedur tersebut. Seperti dikemukakan di atas, transfer pusat terdiri dari Dana Bagi Hasil, DAU dan DAK. 88. Dana Bagi Hasil. Undang-Undang memberikan rumus yang sangat spesifik mengenai cara mendistribusikan dana bagi hasil (DBH) yang terutama terdiri dari pajak dan royalti dari berbatai sumber daya alam. Realisasi pendapatan yang diterima oleh daerah atas sumber daya alam bergantung pada produksi, harga pasar (dalam US$ atau mata uang lain yang dikonversikan ke dalam US$) dan nilai tukar Rupiah/US$. Dana bagi hasil dibayar setiap triwulan. Tim penyusun anggaran provinsi dan kabupaten/kota memperkirakan nilai dana bagi hasil ketika menyusun anggaran. Dana Bagi Hasil menjadi bagian dari APBD provinsi dan kabupaten/kota dan dapat digunakan untuk pengeluaran provinsi atau kabupaten/kota dan untuk program-program khusus seperti pelatihan guru, penyediaan buku pelajaran dan alat bantu pengajaran, dan sebagainya. 89. Dana Alokasi Umum (DAU). DAU dibayar dalam 12 kali angsuran bulanan dalam jumlah yang sama. Depkeu menghitung alokasi DAU untuk setiap provinsi dan kabupaten/kota, berdasarkan perkiraan pendapatan dan kesenjangan fiskal (bandingkan Lampiran 5). Alokasi tersebut ditetapkan dengan Peraturan Presiden sampai akhir tahun sebelumnya sehingga alokasi tersebut tersedia untuk perencanaan anggaran. Dana dari DAU masuk ke APBD provinsi atau kabupaten/kota dan digunakan dengan cara yang sama seperti Bagi Hasil Sumber Daya. 90. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK tidak didefinisikan dalam undang-undang2 tetapi daerah harus memenuhi “kriteria” yang ditetapkan oleh departemen sektoral agar memenuhi syarat untuk mendapatkan DAK. Depkeu mengalokasikan DAK, dan daerah diwajibkan menyediakan dana pendamping (minimum 10%). Namun, kewajiban ini dapat diabaikan jika daerah tersebut memenuhi ketentuan sebagai daerah yang “tidak mampu”. Depkeu mengalokasikan DAK, dengan Peraturan Menteri Keuangan, setelah berkonsultasi dengan Komite Anggaran DPR dan departemen-departemen sektoral terkait, termasuk Depdiknas. Peraturan Menteri Depdagri No. 20/2009 memberikan petunjuk yang terperinci kepada pemerintah daerah tentang administrasi dan pengelolaan dana DAK. 91. DAK di sektor pendidikan diterima hanya di tingkat kabupaten/kota3. Mulai tahun 2008, Depdiknas merundingkan persentase dana pendamping secara tepat untuk setiap kabupaten/kota penerima bantuan sebagai kontribusi untuk DAK. Peraturan Mendiknas No. 3/2009 tentang peraturan pelaksanaan DAK di sektor pendidikan tahun anggaran 2009 mencantumkan Lampiran 3 yaitu daftar persentase kontribusi yang disepakati untuk DAK
1
Selain ketentuan pelaporan yang cukup rumit kepada Depdagri dan Bappenas yang disebutkan di atas. Sebenarnya, DAU maupun berbagai jenis DAK merupakan “penjelmaan” dari Hibah Blok (Block Grants) Inpres dari APBN di pusat kepada provinsi dan kabupaten/kota selama masa Order Baru. 3 Seperti dikemukakan di atas, beberapa sektor selain pendidikan mendapatkan DAK dari provinsi. 2
37 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
oleh pemerintah pusat (Depdiknas), pemerintah provinsi dari kabupaten/kota penerima bantuan dan pemerintah dari setiap kabupaten/kota penerima bantuan.
38 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Gambar 6 Arus Keuangan antara Pusat dan Daerah APBN Anggaran Dep. (APBN)
Depag
Transfer ke daerah
Depdiknas
Hiubah utk Prov.
Kanwil
„Decon‟
BOS melalui Tim Provinsi
PAD
APBD Provinsi
Hibah ke Kab/kota
Hibah utk Kab./Kota
Kandep
Gaji Biaya Program & Kegiatan
Bagi Hasil
DAU
PAD
DAU
DAK
Bagi Hasil
APBD Kabupaten/Kota
Hibah & BOS Madrasah
Hibah untuk sekolah
BOS untuk sekolah
Sekolah Siswa Guru
Hibah utk Sekolah Mendukung Murid & Guru
Hibah utk Sekolah Mendukung Murid & Guru 39 of 140
Gaji Biaya Program & Kegiatan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
92. Sebagaimana dikemukakan dalam paragraf di atas, peraturan pelaksanaan DAK pendidikan dikeluarkan sebagai Peraturan Mendiknas dengan petunjuk teknis yang disusun oleh Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Selama tahun-tahun awal, DAK hanya digunakan untuk rehabilitasi fisik ruang kelas dan perlengkapannya di sekolah dasar. Pada tahun 2007, dana DAK dibagi menjadi dua paket: rehabilitasi dengan peningkatan kualitas dan peningkatan kualitas saja. Kegiatan peningkatan kualitas mencakup pembelian materi belajar-mengajar, buku referensi untuk guru, buku, materi dan komputer perpustakaan. Pada tahun 2008, alokasi DAK dibagi menjadi tiga paket: rehabilitasi dan gedung [baru], rehabilitasi, gedung baru dan peningkatan kualitas, dan hanya peningkatan kualitas saja. Bangunan baru mencakup ruang kelas baru dan ruangan lain yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas sekolah sesuai dengan standar nasional pendidikan. Petunjuk DAK 2009 kembali ke kegiatan awal berupa rehabilitasi fisik dan perlengkapannya. Namun, pembangunan baru diizinkan untuk perpustakaan dan klinik kesehatan sekolah. 93. Rencana Kerja Pemerintah untuk APBN 20101 mencantumkan enam kelompok prioritas untuk DAK tahun 2010. Kelompok pertama adalah membantu kabupaten/kota yang miskin untuk mencapai standar pelayanan minimum; kelompok kedua adalah pengentasan kemiskinan dan jaring pengaman sosial; kelompok ketiga adalah memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Pada kelompok yang terakhir, ada lima prioritas yang spesifik: empat prioritas pertama adalah prioritas di sektor kesehatan dan yang terakhir adalah “meningkatkan kualitas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun [dengan akses] yang berkualitas.”2 Cakupan DAK 2010 diperluas ke sekolah menengah pertama tetapi kegiatan-kegiatannya terbatas pada rehabilitasi fisik dan perlengkapannya kecuali untuk pembangunan perpustakaan baru. Juga ada prioritas geografis: kabupaten/kota dengan rasio partisipasi siswa yang rendah, kabupaten/kota yang terkebelakang dan terpencil serta kabupaten/kota yang berbatasan dengan negara lain. 94. Pendanaan dekonsentrasi. Pendanaan ini disalurkan melalui anggaran departemen pusat kepada rekening khusus provinsi untuk belanja program dan kegiatan yang berada di bawah wewenang pemerintah pusat atas sektor-sektor yang didesentralisasi tetapi dilaksanakan didaerah.3 Tanggung jawab pelaksanaan program dekonsentrasi diserahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di provinsi.4 Gubernur melapor kembali ke dpeartemen sektoral di pusat yang menjadi sumber dana dan departemen sektoral tersebut harus melapor kembali ke Depkeu. Pelaksanaan program dan kegiatan dekonsentrasi harian dilaksanakan oleh dinas provinsi yang bertanggung jawab di sektor bersangkutan, yaitu, kegiatan pendidikan yang didesentralisasi dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Departemen di pusat menentukan jumlah pendanaan dekonsentrasi maupun cakupan program dan kegiatan yang didekonsentrasi. Dinas provinsi mengalokasikan dana kepada penerima 1
Penjelasan peran Rencana Kerja Pemerintah, bandingkan paragraph 109, halaman 46 di bawah ini. Rencana Kerja Pemerintah 2010, Buku 1, Bab 3, hal. 13. 3 Depag tidak mempunyai pendanaan dekonsentrasi karena madrasah tidak didesentralisasi. 4 Gubernur mempunyai dua peranan yang terpisah. Gubernur adalah kepala eksekutif provinsi dan ia juga menjadi wakil pemerintah pusat untuk wilayah yang tercakup dalam provinsinya. Sebagai gubernur, ia tidak berwenang atas kabupaten-kabupaten di provinsinya. Sebagai wakil pemerintah pusat, ia menjalankan wewenang pemerintah pusat atas semua kabupaten berada di provinsinya.. 2
40 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
manfaat secara spesifik sebagaimana dimandatkan oleh departemen pusat, yaitu sekolah dan siswa. (Rincian pendanaan dekonsentrasi dibahas di atas.) 95. Salah satu contoh penggunaan istilah “dekon” sebagai kategori yang mencakup semua bidang (bandingkan paragraf 69, hal 31 di atas) adalah pendanaan bantuan operasional sekolah (BOS). BOS unik karena program tersebut tidak disebutkan oleh undang-undang keuangan negara maupun undang-undang otonomi daerah. Namun, pendanaan pemerintah untuk kegiatan-kegiatan yang ditutupi oleh BOS secara tegas dimandatkan oleh undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, peraturan pemerintah tentang pembiayaan pendidikan dan undang-undang tentang badan hukum pendidikan. Dananya berasal dari anggaran pemerintah pusat (APBN) dan disalurkan ke rekening bank provinsi yang kemudian dicairkan ke rekening-rekening bank sekolah. Rekening BOS terpisah dari rekening dana dekonsentrasi dan dari rekening APBD provinsi maupun kabupaten/kota. Depdiknas menganggap BOS sebagai bentuk Hibah Blok (lihat di bawah.) Untuk informasi tambahan mengenai BOS, lihat Lampiran 2. 96. Hibah blok. Ini adalah mekanisme yang dimandatkan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional kepada departemen di pusat (Depdiknas dan Depag) untuk menyediakan pendanaan kepara provinsi, kabupaten/kota dan sekolah meskipun hibah blok tidak disebutkan dalam undang-undang keuangan negara ataupun undangundang otonomi daerah. Hibah blok tidak disalurkan melalui APBD provinsi dan kabupaten/kota. Meskipun alokasi kegiatan Depdiknas dalam mekanisme pendanaan hibah blok berubah di tiap-tiap anggaran (setiap tahun), beberapa contoh kegiatan baru-baru ini yang didanai oleh hibah blok adalah: Hibah blok pusat langsung ke sekolah: paket konstruksi sekolah baru Hibah blok provinsi ke kabupaten/kota untuk menyediakan bimbingan bagi penyelenggara program pendidikan kesetaraan nonformal. 97. Banyak kegiatan pendidikan didanai melalui berbagai mekanisme, termasuk dekonsentrasi, hibah blok dan (untuk kegiatan yang diizinkan) DAK. Contohnya adalah pelatihan guru, buku pelajaran dan alat bantu pengajaran, serta konstruksi/rehabilitasi prasarana. Banyaknya sumber pendanaan kegiatan di sekolah mempersulit pemantauan sumber daya sebenarnya yang tersedia untuk pendidikan di daerah kerja bersangkutan. Sebagian besar sekolah tidak mengetahui sumber utama pendanaan yang mereka terima. Pokoknya, pendanaan tersebut berasal dari “pemerintah” atau, kadang-kadang, dari “proyek donor”. 98. Setiap tingkat pemerintahan mempunyai anggaran belanjanya sendiri untuk membiayai kegiatan yang dapat dibagi menjadi dua kategori umum: operasi kantor (personalia, pemeliharaan, barang habis pakai, dan sebagainya) dan kegiatan pendidikan (program). Perlu dicatat bahwa Depdiknas mempunyai perwakilan yang secara fisik berkedudukan di provinsi, misalnya, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) di setiap provinsi dan Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah (BPPLS) serta Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) yang berkedudukan di berbagai provinsi di seluruh Indonesia.
41 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Proses Penyusunan Anggaran 99. Proses penyusunan anggaran belanja pusat yang digambarkan pada Gambar 7, berdasarkan Undang-Undang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah No. 20 dan 21 tahun 2004, berlaku bagi anggaran belanja untuk mendanai operasi pemerintah pusat termasuk Depdiknas dan Depag. Prosesnya dimulai ketika departemendepartemen mengembangkan rencana kerja tahunan mereka.1 Rencana kerja departemen kemudian digabungkan untuk menghasilkan rencana kerja pemerintah, yang dibahas dalam Kabinet. 100. Sementara itu, Departemen Keuangan (Depkeu) sedang mengembangkan proyeksi fiskal untuk tahun mendatang yang terdiri dari ramalan variabel ekonomi makro dan fiskal.2 Ramalan dan rencana kerja pemerintah secara keseluruhan dibawa ke Panitia Anggaran DPR untuk dibahas. Informasi ini tersedia bagi publik melalui berbagai sumber termasuk media massa dan website Depkeu. 101. Setelah kesepakatan dicapai, Depkeu kemudian menyusun alokasi anggaran “indikatif” untuk “program-program” anggaran yang dimuat dalam Instruksi Presiden dan tersedia bagi publik melalui website Depkeu dan Sekretariat Negara (produk hukum). Dalam kebanyakan kasus, program mengacu kepada kegiatan di lingkungan departemen, biasanya di tingkat Direktorat Jenderal atau Direktorat. Jadi alokasi anggaran untuk suatu program pada dasarnya juga merupakan alokasi anggaran untuk sebuah satuan kerja. Namun, pendidikan adalah perkecualian: pelaksanaan program – yang rata-rata mengikuti pengorganisasian Depdiknas – dibagi antara Depdiknas dan (sebuah Direktorat Jenderal dalam) Depag.3 Alokasi anggaran indikatif tidak menetapkan pembagian tersebut. 102. Kemudian, Depdiknas dan Depag menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan (RKA-KL)4 melalui konsultasi dengan Bappenas dan Komisi Sektoral di DPR yang bertanggung jawab di sektor masing-masing.5 Formulir RKA-KL mempunyai kolom “indikator kinerja” tetapi indikator tersebut seringkali tidak berguna atau kurang terukur, misalnya, programnya adalah pengembangan kurikulum;
1
Secara teori, rencana-rencana tersebut diwajibkan oleh Undang-Undang Perencanaan Pembangunan dan menjadi penghubung antara rencana pembangunan dan anggaran belanja. PP 39/2006 adalah yang terbaru dari sederetan upaya yang panjang untuk mewujudkan penghubung tersebut. Bandingkan WB PER hal 101 di bawah ini. 2 Ramalan ini sangat penting karena menjadi dasar prediksi pendapatan (harga minyak dan komoditas lain, pendapatan pajak, pendapatan devisa) dan prediksi pengeluaran yang bersifat bukan pilihan (pengembalian utang). Ramalan tersebut juga penting bagi daerah-daerah karena transfer pusat ke daerah terdiri dari dana bagi hasil dan dana alokasi umum/DAU (sebagai bagian dari total pendapatan nasional). 3 “Restrukturisasi” anggaran pusat yang direncanakan sebagaimana dibahas dalam paragraf 109 hal 46 di bawah ini menyatakan bahwa hal ini akan berubah di bawah kebijakan baru “instansi penanggung jawab tunggal untuk setiap program” dalam restrukturisasi. 4 Peraturan Depdiknas No. 44/2007 memberikan petunjuk yang spesifik untuk penyusunan anggaran Depdiknas. 5 Komisi Sektoral berbeda dengan Panitia Anggaran. Komisi-Komisi Sektoral secara umum bertanggung jawab atas pengawasan semua aspek sektor: kebijakan, perencanaan, anggaran, pelaksanaan, masalah-masalah yang muncul di masyarakat, dan sebagainya.
42 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
kegiatannya adalah “mengembangkan kurikulum”; dan indikator kinerjanya adalah “dikembangkannya kurikulum”.1 Gambar 7 Proses Penyusunan Anggaran Belanja Pusat UUD 1945
Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang 20 thn Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah 20 thn
Platform Kampanye Pilpres
Rencana Pembangunan Nasional Jangka Menengah 5 Tahun
===================== Program Departemen
Rencana Strategis Departemen 5 thn
Rencana Kerja Pemerintah – tahunan ================= Program Departemen Ramalan dan asumsi anggaran Depkeu
Pembahasan dengan DPR
Alokasi Indikatif
Rencana Kerja Dep. dan Permintaan Anggaran
Pembahasan dengan Depkeu dan Bappenas
rancangan anggaran
Konsolidasi di Depkeu
Pembahasan dengan DPR
UU APBN 1
Rencana Kerja Pemerintah 2009, Matriks Program Pendidikan (Matriks 25). Restrukturisasi juga mencakup masalah ini.
43 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
103. Depkeu mengkonsolidasikan RKA-KL menjadi RAPBN yang diajukan kepada DPR untuk disetujui sebagai undang-undang. DPR dapat merevisi alokasi anggaran, yang disajikan secara terperinci dengan biaya setiap kegiatan yang dibagi menjadi delapan kategori biaya.1 Namun, DPR dilarang oleh UU untuk menambah total defisit anggaran, yaitu kenaikan pendanaan untuk sebuah kegiatan harus diimbangi dengan penurunan pendanaan untuk kegiatan lain. Rancangan undangundang maupun undang-undang final tentang Anggaran Belanja tersedia bagi publik. Namun, versi yang tersedia bagi publik tidak memuat perincian alokasi anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang spesifik. Setelah undang-undang anggaran belanja disetujui, undang-undang yang lengkap termasuk lampiran yang terperinci tersedia bagi publik melalui website Bappenas. 104. Setelah semester pertama setiap tahun, Depkeu menghitung kembali realisasi pendapatan2 sampai saat itu, dan mengajukan rancangan perubahan anggaran kepada DPR. Undang-undang rancangan perubahan maupun Perubahan Anggaran final tersedia bagi publik. Di akhir tahun anggaran, pelaksanaan anggaran diaudit oleh auditor eksternal (BPK) dan auditor melaporkan hasil auditnya kepada DPR. Meskipun hasil audit tidak diumumkan kepada publik karena dilindungi oleh peraturan tentang kerahasiaan, auditor akan mengadakan konferensi pers dan menyampaikan pokok-pokok penting dari temuan-temuan audit. Website auditor eksternal juga mencantumkan salinan laporan tahun sebelumnya yang dapat diunduh. Depkeu mempunyai waktu satu tahun untuk menyusun laporan anggaran akhir sehubungan dengan realisasi penerimaan dan pengeluaran dan ini akhirnya juga akan disahkan oleh Parlemen sebagai undang-undang. Undang-undang ini tersedia bagi publik. 105.
Selama proses anggaran, tidak diperlukan konsultasi dengan publik.3
106. Proses anggaran di tingkat daerah serupa dengan tingkat pusat (bandingkan Gambar 8 di bawah ini), tetapi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bertanggung jawab untuk mengkonsolidasikan rencana-rencana setiap dinas menjadi rencana anggaran belanja. Pemerintah daerah mempunyai “tim anggaran” yang sebenarnya menyusun rancangan Peraturan APBD untuk diajukan kepada DPRD. 107. Permendagri No. 13/2006, yang memberikan petunjuk sangat spesifik tentang proses anggaran mewajibkan DPRD untuk mengadakan “konsultasi” dengan dinasdinas (seperti yang mereka lakukan) tetapi tidak mewajibkan konsultasi dengan publik. 108. Undang-Undang No. 1/2004 tentang perbendaharaan negara memberikan petunjuk yang terperinci tentang pelaksanaan anggaran dan undang-undang no. 15/2004 tentang pengawasan keuangan negara menetapkan prosedur pelaporan dan audit keuangan. Peraturan pemerintah no. 8/2006, yaitu peraturan pelaksanaan untuk undang-undang perbendaharaan nasional, memberikan format yang terperinci untuk 1
Bandingkan WB PER, hal 101 di bawah ini. Realisasi pengeluaran tidak disajikan karena penundaan administrative pada pelaksanaan anggaran berarti bahwa pada bulan Juni, hanya sekitar 10% dari alokasi anggaran telah dibelanjakan. (WB PER, 2007, hal. 98) 3 Hanya proses perencanaan pembangunan yang memerlukan konsultasi dengan publik. 2
44 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
pelaporan realisasi anggaran. Peraturan pemerintah no. 39/2007 menetapkan prosedur pengelolaan anggaran pemerintah (urusan perbendaharaan) di tingkat pusat dan daerah. Semua peraturan perundang-undangan ini tidak secara langsung berhubungan dengan tata kelola dan pembiayaan pendidikan sehingga tidak akan dibahas lebih lanjut dalam dokumen ini. 109. Pada bulan Juni 2009, Bappenas dan Depkeu mengeluarkan Surat Edaran Bersama nomor 0142/M.PPN/06/2009 (sistem penomoran Bappenas) dan SE1848/MK/2009 (sistem penomoran Depkeu) yang berisi rencana restrukturisasi sistem penganggaran nasional untuk diselaraskan dengan maksud dari undang-undang keuangan negara dan perencanaan pembangunan. Restrukturisasi tersebut akan mengikat jenis-jenis anggaran (kegiatan yang spesifik) secara jauh lebih ketat dengan prioritas rencana kerja pemerintah jangka menengah dan tahunan maupun rencana strategis (5 tahun) serta uraian/pembagian tugas di antara departemen-departemen sektoral. Rencana tersebut menghapuskan praktek saat ini untuk memberikan pendanaan kepada sebuah program (atau kegiatan) di banyak instansi; sebaliknya setiap program hanya akan mempunyai sebuah instansi penanggung jawab tunggal. Restrukturisasi tersebut juga mewajibkan adanya estimasi kebutuhan anggaran selama tiga tahun ke depan untuk kegiatan-kegiatan yang berlangsung lebih dari setahun. Jadi anggaran belanja tahun 2010 akan mencantumkan estimasi kebutuhan anggaran untuk tahun 2011, 2012 dan 2013, sedangkan anggaran belanja tahun 2011 akan mencantumkan estimasi kebutuhan anggaran untuk tahun 2012, 2013 dan 2014. restrukturisasi tersebut akan diujicoba di enam departemen, salah satunya Depdiknas. 110. Undang-Undang 25/2004 tentang Perencanaan Pembangunan. Undangundang ini menetapkan sejumlah rencana yang harus disusun di tingkat pusat maupun daerah. Di tingkat pusat, harus ada: Rencana pembangunan jangka panjang (20 tahun); Rencana pembanguan jangka menengah 1 (5 tahun) yang akan disusun oleh setiap tim Presiden dan Wakil Presiden yang baru untuk menentukan arah kebijakan pembangunan pemerintahan mereka; Rencana pembangunan tahunan, yang disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Departemen-departemen2 di tingkat pusat harus mempunyai: Rencana pembangunan jangka menengah yang disebut Rencana Strategis (Renstra); Rencana pembangunan tahunan yang disebut Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL).
1
Sebelumnya disebut “Rencana Pembangunan Lima Tahun” (Repelita). Istilah ini tidak dipergunakan lagi dalam Undang-Undang Keuangan Negara dan telah diganti dengan istilah Rencana Jangka Menengah. 2 Perencanaan sekolah madrasah tercantum dalam Rencana Strategis Depag dan Rencana Kerja Tahunan Depag.
45 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Gambar 8 Proses Penyusunan APBD Rencana Jangka Panjang Nasional 20 tahun
Rencana Jangka Panjang Daerah 20 tahun
Platform Kampanye Pikada Bupati
Rencana Kerja Pemerintah
Ramalan dan asumsi anggaran
Rencana Jangka Menengah Daerah 5 tahun ===================== Program unit sektoral
Rencana Strategis Unit 5 tahun
Rencana Kerja Pemda tahunan ======================== Program unit sektoral
Pembahasan dengan DPRD
Alokasi Indikatif
Rencana Kerja Unit dan permintaan anggaran
Pembahasan dengan Bidang Anggaran dan Bappeda
Konsolidasi di Bidang Anggaran rencana APBD
Pembahasan dengan DPRD
Peraturan Anggaran
46 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Daerah (provinsi dan kabupaten) harus mempunyai: Rencana pembangunan jangka panjang; Rencana pembangunan jangka menengah yang disusun oleh setiap tim Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang baru untuk menentukan arah kebijakan pembangunan di daerah tersebut selama pemerintahan mereka; Rencana pembangunan jangka menengah untuk setiap Dinas,1 yang disebut Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra-SKPD)2 Rencana pembangunan tahunan, yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); Rencana kerja tahunan untuk setiap Dinas, yang disebut Rencana Kerja Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD). Rangkuman rencana nasional saat ini sehubungan dengan pendidikan (Rencana jangka panjang nasional, rencana jangka menengah nasional, Rencana Strategis Depdiknas dan rencana kerja nasional 2009-2010) dapat dilihat dalam Lampiran 1. 111. Peraturan Pemerintah No. 8/2008 memberikan petunjuk yang terperinci tentang format dan isi rencana pembangunan daerah maupun mekanisme dan pembagian tanggung jawab atas pengawasan dan evaluasi pelaksanaan dari rencanarencana tersebut.3 112. Petunjuk dalam Undang-Undang Perencanaan Pembangunan secara tegas mewajibkan agar proses penyusunan rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah harus dilakukan melalui musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang). Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berkonsultasi dengan wakil dari departemen pusat dan pemerintah daerah. Bappenas juga mengadakan seminar dan lokakarya di mana wakil-wakil masyarakat sipil – umumnya akademisi dan pakar yang diakui secara nasional maupun lokal – diminta untuk mengomentari draft rencana pembangunan tersebut. Depdiknas mengadakan rembuk nasional tahunan dengan wakil-wakil masyarakat sipil untuk membahas pencapaian tahun sebelumnya dan arah kebijakan dan kegiatan pendidikan di masa mendatang.4 113. Sejak tahun 2006, Bappenas telah menerbitkan “buku pedoman” tahunan untuk pemerintah daerah. Buku pedoman ini bertujuan untuk menyampaikan informasi tentang peraturan perundang-undangan sehubungan dengan pemerintahan daerah. Petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam buku pedoman mencakup persyaratan dan prosedur konsultasi perencanaan pembangunan di tingkat daerah. Buku pedoman tahun 2007 dan selanjutnya juga berisi “tema”, misalnya tema tahun 2007 adalah investasi dan peran pemerintah daerah dalam mendorong investasi; tema tahun 2008 adalah infrastruktur dan pembangunan daerah – yang membantu mengurangi kemiskinan; tema tahun 2009 adalah memperkuat perekonomian daerah untuk menghadapi krisis keuangan global. Jika pemerintah daerah benar-benar memperhatikan pedoman tersebut maka mereka cenderung menerapkan keseragaman 1
Dinas. Terminologi ini telah diubah oleh PP 38/2007, bandingkan paragraf 60 halaman 29 di atas. 3 Namun, acuan untuk peraturan ini adalah UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, bukan undangundang perencanaan pembangunan. Wewenang pelaksanaan terletak di Depdagri, bukan Bappenas. 4 Rembuk ini terpisan dengan rapat kerja nasional (rakernas) di mana informasi tentang kebijakan, rencana, kegiatan dan anggaran tahun berjalan disosialisasikan kepada tenaga kependidikan pemerintah pusat dan daerah. 2
47 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
(dari pusat) dalam proses dan prioritas perencanaan pembangunan didesentralisasi.
yang
114. Secara keseluruhan, proses perencanaan bersifat teknokratis: pegawai Dinas bekerja sama dengan pegawai badan perencanaan pembangunan untuk mengembangkan rencana. Dalam beberapa kasus, badan perencanaan pembangunan mempekerjakan konsultan untuk menyusun rencana. Buku pedoman Bappenas yang disebutkan di paragraf sebelumnya berisi sangat banyak informasi teknis dan petunjuk terperinci mengenai caranya melaksanakan proses perencanaan, termasuk konsultasi publik. Lembaga-lembaga donor juga menyusun prosedur dan manual perencanaan pembangunan. Banyaknya pendekatan tidak harus selalu negatif karena masalah sebenarnya terletak pada kemampuan lembaga lokal untuk membela kepentingan publik yang konstruktif pada apa yang secara tradisional dianggap sebagai urusan teknokratis.1 115. PP No. 39/2006 mewajibkan departemen pusat maupun kepala daerah, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah2 (Bappeda) untuk menyampaikan laporan triwulan kepada Bappenas tentang realisasi dari yang direncanakan dengan tembusan kepada Depkeu dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (untuk departemen-departemen di pusat) dan kepada Depdagri (untuk daerah). Laporan daerah disusun oleh Bappeda dari laporan-laporan yang disampaikan kepada Dinas. Laporan dinas kabupaten dikirim dengan tembusan kepada dinas provinsi dan departemen sektoral di pusat.3 116. Petunjuk-petunjuk dalam UU Perencanaan Pembangunan juga menyatakan bahwa rencana pembangunan jangka menengah di tingkat pusat maupun daerah harus mencerminkan platform kampanye dari tim kandidat yang menang. Sebaliknya, isi dari rencana jangka panjang 2005 – 20254 (LTDP) menyatakan secara tegas bahwa: “Pemilihan langsung [Presiden dan Wakil Presiden] menjadi peluang bagi para calon untuk menyampaikan visi, misi dan program mereka dalam kampanye. [Namun] peluang ini dapat memutuskan kesinambungan antara pembangunan selama satu periode dan periode berikutnya” (LTDP 2007, Bab 1, Pasal 1.1, paragraf 4, hal 2) yang memperlihatkan bahwa kelentukan politik dan daya tanggap demokratis untuk mengikat rencana pembangunan jangka menengah dengan pemilu tidak dipandang sebagai keuntungan oleh para perencana Bappenas. Selain itu, Surat Edaran Depdagri 1
Sejumlah proyek, termasuk proyek-proyek yang didanai oleh donor, bekerja sama dengan Depdiknas, Depag dan instansi-instansi pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini. 2 Perlu diperhatikan bahwa instansi ini merupakan bagian dari pemerintah daerah dan tidak mempunyai hubungan hirarki dengan Bappenas. 3 Ada laporan kinerja tahunan lain yang diwajibkan dari para pejabat pemerintah pusat dan daerah, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP pada mulanya dimaksudkan sebagai laporan akuntabilitas perorangan atas nama pejabat, tetapi laporan tersebut kemudian berkembang menjadi laporan kinerja instansi. LAKIP diatur oleh Instruksi Presiden No. 7/1999 tentang pertanggungjawaban kinerja penyelenggara negara berdasarkan kebijakan anti korupsi tahun 1999. LAKIP wajib diberikan oleh semua pejabat pemerintah (Eselon 2 ke atas) di semua unit pemerintahan, baik di kementerian pusat maupun di daerah. Dasar akuntabilitas dan pelaporannya adalah rencana strategis pusat atau daerah. Mekanisme evaluasinya adalah hanya perbandingan rencana terhadap realisasi yang dicapai menurut bobot nilai setiap komponen dalam rencana secara keseluruhan. Lima indikator evaluasi diberikan (masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak). Pedomannya dikeluarkan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN). Laporannya ditujukan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dengan tembusan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 4 UU 17/2007.
48 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah 1 secara tegas menyatakan bahwa rencana tingkat provinsi harus didasarkan pada rencana nasional, dan rencana tingkat kabupaten/kota harus didasarkan pada rencana provinsi. Dalam praktek, rencana provinsi dan kabupaten/kota yang sedang berjalan untuk kabupatenkabupaten dampingan DBE1 cenderung mencerminkan misi dan visi pejabat terpilih untuk periode mendatang. 117. Permendiknas No. 32/2005 berisi Rencana Strategis Departemen Pendidikan yang mencakup rencana pendidikan jangka panjang (20 tahun) dalam Bab 4. Permendiknas No. 14/2006 mengharuskan laporan pertanggungjawaban kinerja dari para pejabat Depdiknas di pusat dan Permendiknas No. 14/2008 menetapkan indikator-indikator kinerja utama untuk sektor pendidikan, terutama Rencana Strategis. 118. Undang-undang pendidikan. Undang-undang pendidikan terdiri dari UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan dua undang-undang pendukungnya: UU 14/2005 tentang guru dan dosen dan UU 9/2009 tentang badan hukum pendidikan. 119. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. UU No. 20/2003 dirancang untuk menciptakan suatu sistem “yang mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global [melalui] ... pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah dan berkesinambungan …” (Konsideran c.) 120. Undang-undang ini mempersatukan semua penyelenggara pendidikan dalam satu sistem nasional: negeri dan swasta; Depdiknas dan Depag. Namun, penyatuan ini dicapai melalui sistem peraturan yang terpadu, yang secara formal berada di luar Depdiknas2 maupun Depag, sedangkan urusan perencanaan, anggaran dan manajemennya tetap terpisah. Sistem peraturan ini terdiri dari standar nasional pendidikan (SNP) yang mengikat semua penyelenggara pendidikan. Perlu diperhatikan bahwa SNP berbeda dengan standar pelayanan minimum (SPM) yang dibahas di atas dalam paragraf 57, hal 28. SNP dimandatkan di bawah undangundang pendidikan sedangkan SPM dimandatkan di bawah undang-undang pemerintahan daerah; SNP berlaku bagi seluruh proses belajar mengajar (masukanproses-keluaran-evaluasi) tetapi tidak termasuk angka partisipasi sedangkan rancangan SPM yang lama maupun saat ini mencakup angka partisipasi maupun karakteristik sekolah tertentu. SNP dilaksanakan oleh Depdiknas sedangkan SPM dilaksanakan oleh Depdagri. Undang-undang pendidikan memang menyebutkan SPM dalam pasal 51 yang berbunyi: Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Bab VIII Standar Manajemen dalam PP 19/2005 tentang SNP mewajibkan pemerintah pusat maupun kabupaten/kota untuk menyusun rencana tahunan, termasuk pemenuhan SPM sebagai salah satu prioritas dalam rencana tersebut. 1
Surat Edaran 050/2020/SJ, 11 Agustus 2005. Direktur dari lembaga pengatur adalah orang-orang yang diangkat secara politik dari masyarakat sipil, namun sekretariat dan pegawai dari lembaga tersebut diperbantukan dari Depdiknas. 2
49 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
121. Seperti dikemukakan dalam paragraf 33, halaman 17 di atas, SNP dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Badan ini diberikan wewenang untuk mengembangkan, memantau dan melaporkan pencapaian standar tetapi tidak berwenang untuk melaksanakan standar. Undang-undang (dan Depdiknas) tampaknya telah mempersiapkan pelaksanaan melalui proses akreditasi sekolah, yang dipercayakan kepada badan independen baru: Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M). UU 9/2009 tentang badan hukum pendidikan yang dibahas dalam paragraf 142 hal 55 di bawah ini, mengharuskan badan hukum pendidikan memenuhi SNP. 122. Undang-undang pendidikan juga menetapkan program wajib belajar (Wajar)1 dan menyatakan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah harus menyelenggarakan program wajib belajar ini secara gratis kepada peserta didik 2 (bandingkan paragraf 128 hal 52 di bawah ini dan Lampiran 3.) Instruksi Presiden 5/2006 menginstruksikan berbagai menteri untuk mengambil tindakan guna mempercepat tercapainya program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara universal. Permendiknas No. 35/2006 memberikan pedoman pelaksanaan untuk “gerakan mempercepat tercapainya program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara universal”. Pedoman tersebut diatur dengan tiga “pilar” kebijakan pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Strategis: akses dan partisipasi, kualitas dan relevansi, tata kelola, akuntabilitas dan citra publik. Dengan kata lain, wajib belajar pendidikan dasar tidak terbatas pada angka partisipasi; hal itu juga termasuk kualitas dan tata kelola.3 123. PP No. 47/2008 mewajibkan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar universal oleh pemerintah pusat (Depdiknas)4 dan pemerintah daerah, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Pasal 9 dari PP ini mengharuskan agar pemerintah pusat dan daerah menjamin penyelenggaraan pendidikan dasar tanpa memungut biaya dari peserta didik. Pasal tersebut juga menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah harus menyediakan bantuan biaya bagi siswa usia pendidikan dasar (7-15 tahun) yang orang tuanya atau walinya tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka.
1
Tetapi tidak mengatur pelaksanaan atau sanksi-sanksinya. Beberapa kabupaten/kota melihat kekurangan ini dan melengkapinya dengan peraturan daerah tentang pendidikan. 2 Pasal 1 (18) mendefinisikan penyelenggaraan wajib belajar sebagai “tanggung jawab pemerintah”. Pasal 11(2) menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyediakan pendanaan pendidikan bagi setiap warga yang berusia 7 – 15 tahun (kelompok usia pendidikan dasar). Pasal 34(2) menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pendidikan dasar tanpa memungut biaya dari peserta didik. Ketentuan ini digunakan oleh DPR untuk mengubah BOS dari kebijakan pengentasan kemiskinan menjadi kebijakan pendidikan dasar gratis, sehingga memutuskan hubungannya dengan asal mula program sebagai jaring pengaman sosial dan kompensasi subsidi BBM. Pembahasan tentang asal mula dan perkembangan BOS dapat dilihat dalam Lampiran 2. 3 Peraturan ini membedakan antara “bantuan biaya” bagi siswa dari keluarga miskin dan “beasiswa” sebagai penghargaan atas prestasi akademik siswa. Beberapa proyek donor menggunakan istilah “beasiswa” [bahasa Inggris: “scholarship”] untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang diakui oleh pendanaan pendidikan Indonesia sebagai “bantuan biaya.” Hal ini menimbulkan kesalah-pengertian ketika dokumen berbahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 4 Tetapi tidak secara spesifik untuk Depag meskipun Penjelasan Undang-Undang memang menyebutkan madrasah (sekolah di bawah Depag).
50 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
124. Meskipun undang-undang pendidikan menyatakan bahwa masalah pembiayaan pendidikan akan diatur dengan peraturan pemerintah namun undangundang tersebut masih memberikan pedoman secara umum. Pendanaan pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat termasuk orang tua siswa. Salah satu bentuk pendanaan pemerintah adalah keringanan pajak.1 Pendanaan dari pemerintah (pusat atau daerah) kepada sekolah harus berupa hibah blok sebagai pendanaan wajib dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota). Dampak dari ketentuan ini adalah bahwa bantuan pendanaan harus berkaitan langsung dengan program dan kegiatan yang spesifik.2 Lihat juga paragraf-paragraf mengenai hibah blok di atas. 125. PP No. 48/2008 mengatur pendanaan pendidikan. Pasal 3 membagi biaya pendidikan menjadi tiga kategori: Biaya satuan pendidikan (sekolah) yang terdiri dari: o Biaya investasi (yang dibagi menjadi lahan dan fasilitas yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pendidikan, misalnya ruang kelas, laboratorium dan perpustakaan, serta lahan dan fasilitas yang tidak secara langsung digunakan untuk kegiatan pendidikan, misalnya kantor) o Biaya operasional (dibagi menjadi biaya personalia dan non-personalia) o Bantuan biaya (kepada orang tua) o Beasiswa3 Biaya untuk menyelenggarakan dan mengelola kegiatan pendidikan: Penjelasan PP menyatakan bahwa biaya ini ditanggung oleh pemerintah pusat dan/atau daerah dan penyelenggara pendidikan swasta, yang terdiri dari: o Biaya investasi (yang dibagi menjadi lahan dan fasilitas lain, misalnya kantor sekolah negeri dan swasta) o Biaya operasional (yang dibagi menjadi biaya personalia dan non-personalia) Biaya siswa, seperti transportasi dan seragam. 126. Peraturan Pemerintah ini memberikan petunjuk yang terperinci kepada instansi-instansi pemerintah di pusat maupun daerah mengenai bagaimana dan ke mana mengalokasikan pengeluaran untuk berbagai kategori biaya dalam anggaran mereka. Setiap pembahasan menyimpulkan dengan pernyataan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pendanaan “di tingkat yang setidaknya dapat memenuhi standar nasional pendidikan”. Pasal-pasal PP yang mengatur kewajiban pembiayaan penyelenggara sekolah swasta mewajibkan standar yang sama. 127. Peraturan Pemerintah ini menunjukkan perbedaan yang jelas dan konsisten antara pendanaan untuk sekolah yang menawarkan program pendidikan dasar (negeri maupun swasta; Depdiknas maupun Depag) dan pendanaan untuk sekolah yang menawarkan program-program lain. Pada prinsipnya, sekolah-sekolah yang 1
Tepatnya pajak mana yang akan dikurangi tidak disebutkan. Kemungkinan pajak bumi dan bangunan atas fasilitas sekolah swasta. 2 Pendanaan BOS tidak tercantum dalam undang-undang pendidikan atau PP 48/2008 karena pendanaan tersebut merupakan salah satu mata anggaran dalam APBN. 3 Penjelasan pasal 3 menunjukkan perbedaan antara bantuan biaya pendidikan bagi keluarga yang tidak mampu dan bantuan biaya pendidikan (beasiswa) untuk setiap peserta didik, termasuk mereka yang berasal dari keluarga yang tidak miskin, sebagai penghargaan atas prestasi/keunggulan akademik mereka.
51 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
menawarkan program pendidikan dasar harus menutupi biaya sekolah dan biaya pengelolaan pendidikan tanpa memungut biaya dari orang tua, dan pemerintah harus menjamin bahwa pendanaan tersebut tersedia untuk mendukung hal ini. Namun, pasal 51 dan 52 dari peraturan pemerintah ini mengizinkan sekolah negeri maupun swasta memungut biaya dari orang tua di bawah keadaan yang ditetapkan secara cermat, termasuk: Rencana strategis dan tahunan sekolah yang mengacu kepada pencapaian SNP Dana yang disimpan dalam rekening terpisah dan dikelola secara terpisah dari penerimaan lain dengan pengumuman tentang pengeluaran yang dipasang di tempat umum. Pungutan tersebut tidak terkait dengan kebijakan pendaftaran masuk atau (nilai) evaluasi Sedikitnya 20% dana pungutan tersebut digunakan untuk kegiatan peningkatan kualitas; dan Larangan mutlak untuk memungut biaya dari orang tua miskin. Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama dapat membatalkan segala jenis pungutan yang melanggar kriteria ini. 128. Istilah “pendidikan gratis” tidak digunakan dalam dokumen-dokumen tersebut; malahan, formulasinya secara konsisten menyatakan bahwa pendidikan dasar harus disediakan “tanpa memungut biaya” dari orang tua. Pembahasan mengenai latar belakang “pendidikan gratis” ini dapat dilihat dalam Lampiran 3. 129. Pasal 40 dari Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa pendanaan biaya operasional non-personalia di sekolah swasta yang menawarkan program pendidikan dasar juga menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Pasal 45 mewajibkan sekolah-sekolah tersebut untuk menerima pendanaan dari pemerintah kabupaten/kota. Sekolah-sekolah yang memilih untuk menolak BOS dilarang melakukan pungutan sama sekali dari orang tua. Pasal 44 mewajibkan sekolah swasta untuk menyediakan bantuan biaya bagi peserta didik dari keluarga miskin. 130. Undang-undang sistem pendidikan nasional juga memuat satu pasal yang berjudul “peran serta masyarakat” dengan membentuk Dewan Pendidikan (DP) dan komite sekolah/madrasah1. Peraturan pelaksanaan untuk Dewan Pendidikan dan komite sekolah/madrasah belum dikeluarkan, namun website Depdiknas memuat dokumen-dokumen yang menguraikan peran dan fungsi DP dan komite sekolah. Peran dan fungsi kedua lembaga tersebut sama, kecuali tingkatannya: DP bekerja di tingkat provinsi2 atau kabupaten sedangkan komite sekolah di tingkat sekolah. Permendiknas No. 19/2007 yang memuat SNP untuk pengelolaan pendidikan di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota) mewajibkan pemerintah daerah untuk bekerja sama dengan Dewan Pendidikan dalam berbagai kesempatan. Permendiknas No. 19/2007 ini yang memuat SNP untuk pengelolaan satuan-satuan pendidikan (sekolah) mewajibkan agar komite sekolah memberikan masukan dan/atau persetujuan atas berbagai kebijakan, rencana dan anggaran sekolah dan agar komite sekolah mengevaluasi pelaksanaan rencana dan anggaran tersebut. Tampaknya peran 1
Komite sekolah/madrasah berbeda dengan “yayasan” yang menjadi pemilik-operator sekolah swasta. Dinyatakan secara tegas bahwa Dewan Pendidikan provinsi tidak mempunyai hubungan hirarki dengan Dewan Pendidikan kabupaten/kota. 2
52 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
dan fungsi kedua lembaga tersebut didefinisikan secara tidak langsung, melalui ketentuan agar pemerintah daerah dan sekolah melibatkan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dalam pengambilan keputusan dan evaluasi. 131. Pasal 51 dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mewajibkan manajemen berbasis sekolah/madrasah, yang didefinisikan dalam bagian “Penjelasan”1 UU ini sebagai “bentuk otonomi manajemen pendidikan di satuan pendidikan yang dalam hal ini kepala sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.” Kegiatan manajemen berbasis sekolah biasanya mencakup tinjauan atau partisipasi komite sekolah dalam mengembangkan rencana dan anggaran sekolah, komite sekolah yang menyuarakan aspirasi pemangku kepentingan pendidikan kepada manajemen sekolah, mengirimkan laporan administrasi dan keuangan kepada instansi yang berwenang, memenuhi kebutuhan operasional, dan sebagainya. Peranan dan kegiatan secara tepat dari komite sekolah/madrasah perlu disesuaikan dengan ketentuan UU No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, bandingkan paragraf 142, hal. 55 di bawah ini. 132. Pasal 49 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional telah menimbulkan perdebatan politik dan sosial yang luas. Pasal ini memandatkan agar 20% anggaran pusat dan daerah dialokasikan untuk pendidikan. Edisi tahun 2007 dari survei ini membahas perkembangan perdebatan ini. Pembaca yang berminat dapat melihat dokumen tersebut. Pada tahun 2004, Depdiknas dan DPR mencapai kesepakatan bahwa nilai pendanaan anggaran pusat untuk pendidikan akan dinaikkan mulai tahun 2006 sampai mencapai tujuan 20% pada tahun 2009. Persentase yang ditargetkan adalah 12% pada tahun 2006, 14,7% pada tahun 2007, 17,4% pada tahun 2008, dan 20% pada tahun 2009.2 133. Perdebatan tersebut diselesaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi no. 13/PUU-VII 2008 yang menyatakan bahwa UU APBN 2008 yang disahkan oleh DPR tidak konstitusional karena pendanaan pendidikan hanya mencapai 15,6% dari total pendanaan – di bawah 20% yang disyaratkan oleh konstitusi. Pemerintah diberikan waktu setahun untuk menyesuaikan APBN. MK juga menyelesaikan inti dari kontroversi ini, yaitu cara menghitung nilai 20% tersebut. MK menginstruksikan agar total pendanaan untuk “urusan pendidikan”3 (termasuk gaji guru PNS) dibandingkan dengan total anggaran pemerintah pusat (di luar transfer ke daerah). MK juga memperluas ketentuan 20% tersebut ke anggaran daerah (APBD) yang harus dihitung dengan cara yang sama. 134. Selanjutnya Depkeu mengeluarkan Permenkeu no. 86/PMK.02/2009 dan 84/PMK.07/2009 yang memberlakukan ketentuan 20% tersebut masing-masing terhadap APBN dan APBD dan memberikan petunjuk teknis untuk menghitung alokasi urusan pendidikan.
1
Perhatikan bahwa pasal-pasal dalam Penjelasan bersifat mengikat secara hukum. Rencanan Strategis Depdiknas, Bab 6, pasal 73. 3 “Urusan” adalah salah satu cara untuk mengklasifikasikan alokasi pengeluarang anggaran pemerintah. Ada 13 urusan yang secara umum berhubungan dengan sektor-sektor, dan salah satunya adalah sektor pendidikan. 2
53 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
135. Undang-Undang Guru dan Dosen1. UU 14/2005 penting karena UU ini mendefinisikan pengajaran sebagai profesi dengan status hukum yang memerlukan keterampilan dan kompetensi tertentu. Penguasaan keterampilan dan kompetensi dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat. Undang-undang ini mencantumkan daftar keterampilan dan kompetensi yang dibutuhkan dari guru. Undang-undang ini menyatakan bahwa sertifikat dikeluarkan oleh lembaga pendidikan tinggi guru terakreditasi yang ditentukan oleh pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18/2007 juga menetapkan mekanisme bagaimana guru dapat disertifikasi berdasarkan pengalaman profesional dan prestasi mereka dalam bentuk “portfolio”. 136. Guru atau dosen yang memiliki sertifikat berhak mendapatkan tunjangan yang melekat pada gaji sebesar 100% dari gaji pokoknya sebagai PNS. Guru atau dosen di sekolah swasta akan menerima tunjangan yang melekat pada gaji sebesar 100% dari gaji pokok sama seperti yang diterima oleh guru PNS. Tunjangan tersebut tidak sama dengan gaji PNS yang dibayar kepada guru sekolah swasta yang menjadi PNS. Tunjangan profesi tersedia bagi semua guru yang telah memiliki sertifikat, di manapun mereka mengajar dan apapun status mereka, termasuk guru tidak tetap di sekolah swasta dan guru kontrak. 137. UU No. 14/2005 mewajibkan agar pemerintah daerah menyediakan guru yang berkualifikasi – termasuk yang bersertifikat – dalam jumlah yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sekolah-sekolah negeri. Pemerintah kabupaten/kota bertanggung jawab untuk menyediakan guru bagi pra sekolah dan sekolah pendidikan dasar dan menengah (SD + SMP) sedangkan pemerintah provinsi bertanggung jawab untuk menyediakan guru bagi sekolah menengah atas dan sekolah luar biasa2. Penyelenggara pendidikan swasta wajib menyediakan guru yang berkualifikasi dalam jumlah yang cukup di sekolah mereka. Namun, UU tahun 2009 yang baru tentang badan hukum pendidikan memberi kepala sekolah tugas untuk mengangkat (dan memberhentikan) guru-guru secara perorangan, bahkan di sekolah negeri. Setiap guru, PNS atau bukan, akan menandatangani kontrak dengan sekolah. Bandingkan paragraf 146, hal 56 di bawah ini. 138. Undang-undang No. 14/2005 juga menetapkan tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru-guru yang bekerja di daerah-daerah “khusus” yaitu. Daerah perdesaan yang terpencil atau tertinggal3 Daerah perdesaan yang dihuni oleh masyarakat adat terpencil perbatasan dengan negara lain yang secara geografis relatif sulit dijangkau transportasi, yang telah didefinisikan sebagai daerah tertinggal oleh Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Tunjangan yang melekat pada gaji mencapai 100% dari gaji pokok PNS dan tersedia bagi semua guru di daerah 1
Kata guru dalam bahasa Indonesia tidak digunakan untuk pengajar di universitas yang disebut dosen. Profesor yang biasanya merupakan pangkat dalam kepegawaian sipil di perguruan tinggi yang otonom sekarang menjadi pangkat dari dosen. Secara teknis, universitas hanyalah salah satu bentuk perguruan tinggi di Indonesia, namun istilah tersebut digunakan secara umum dalam tinjauan ini. 2 UU 14/2005, pasal 24. 3 Ini adalah istilah teknis dalam wacana ekonomi dan politik daerah di Indonesia. Istilah tersebut memaksudkan daerah yang masih “tertinggal” dalam proses pembangunan sehingga kurang maju dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya.
54 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
tersebut. Permendiknas No. 32/2007 menetapkan pedoman teknis mengenai tunjangan yang melekat pada gaji ini. 139. Guru dan dosen PNS juga berhak mendapatkan tunjangan fungsional selain gaji pokok. Tunjangan fungsional ditetapkan dengan peraturan presiden dan diberikan kepada pegawai dari berbagai jenis pekerjaan, bukan hanya pendidik. Peraturan Presiden No. 108/2007 adalah peraturan terakhir yang mengatur tunjangan fungsional untuk guru. 140. Peraturan Pemerintah No. 41/2009, di bawah UU No. 14/2005, adalah peraturan induk yang menyediakan pedoman bagi semua tunjangan yang melekat pada gaji yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. 141. Selain gaji, undang-undang tentang guru dan dosen juga mendefinisikan hak dan kewajiban guru dan dosen dan menetapkan beban pengajaran standar. Guru mempunyai hak profesional untuk berpartisipasi dalam kebijakan, perencanaan, penganggaran dan pengawasan di sekolah mereka dan di kabupaten/kota mereka. 142. Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan. UU No. 9/2009 juga diperlukan oleh undang-undang sistem pendidikan nasional. Inti dari undang-undang ini adalah bawha setiap sekolah merupakan badan hukum yang terpisah dengan identitas hukum dan status hukumnya sendiri. Sekolah-sekolah tidak lagi “dimiliki” oleh instansi pemerintah atau penyelenggara swasta. Pemilik yang lama sekarang berstatus sebagai “pendiri”. Tujuan utama dari undang-undang ini adalah memberikan jaminan hukum atas otonomi yang sebenarnya di tingkat sekolah. Tujuan sekundernya adalah menghapuskan segala bentuk diskriminasi di antara sekolah-sekolah (misalnya, negeri terhadap swasta, Depdiknas terhadap Depag). 143. Aspek teknik hukum yang sebenarnya dari undang-undang ini agak rumit tetapi dampaknya adalah membentuk dua jenis badan hukum: Sekolah individual dan Penyelenggara, yang dapat mendirikan satu sekolah atau lebih. Yayasan swasta yang saat ini memiliki dan mengoperasikan sekolah akan menjadi penyelenggara. Hal ini tetap melindungi yayasan yang ada dengan mengizinkan sekolah-sekolah di masa mendatang didirikan secara langsung sebagai badan hukum pendidikan, tanpa memerlukan organisasi yang mewadahinya. 144. Sebuah sekolah terdiri dari dua “organ” (istilah dari undang-undang bersangkutan), masing-masing organ mempunyai fungsinya sendiri dalam proses penyelenggaraan pendidikan: Organ representasi pemangku kepentingan, yang menetapkan kebijakan umum untuk sekolah, menyusun rencana strategis dan tahunan serta anggaran belanja, mengevaluasi kinerja sekolah dan mengangkat kepala sekolah Organ pengelola pendidikan, yang mempunyai otonomi penuh dalam melaksanakan manajemen berbasis sekolah. 145. Anggota organ representasi pemangku kepentingan terdiri dari pendiri sekolah (lembaga pemerintah atau yayasan swasta), ketua organ pengelola pendidikan (yaitu kepala sekolah), wakil guru, pegawai non akademis dan komite sekolah.
55 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
146. Organ pengelola pendidikan menyusun rencana dan anggaran untuk diajukan kepada organ representasi pemangku kepentingan dan kemudian melaksanakan rencana dan anggaran yang telah disetujui oleh organ representasi pemangku kepentingan. Hasil pelaksanaan dilaporkan kembali kepada organ representasi pemangku kepentingan. Kepala sekolah, sebagai ketua organ pengelola pendidikan, bertanggung jawab untuk mengangkat dan memberhentikan guru dan personil sekolah lainnya1 dan mengelola proses belajar mengajar di sekolah. 147. Makna penting dari realisasi otonomi di tingkat sekolah menurut undangundang ini diperlihatkan oleh fakta bahwa meskipun terdapat ungkapan yang lazim “peraturan pelaksanaan mengenai hal ini akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah”, undang-undang badan hukum pendidikan menyatakan bahwa “hal ini akan diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga” yang disusun oleh pendiri sekolah. 148. Undang-undang badan hukum pendidikan memberikan kesempatan yang luas untuk membahas masalah-masalah pembiayaan sekolah. Yang terpenting adalah bahwa sekolah, sebagai badan hukum, akan memiliki asetnya sendiri. Ketentuan ini berarti bahwa pemilik saat ini, negeri maupun swasta, terpaksa melepaskan aset sekolah dari neracanya – suatu tugas yang sulit khususnya bagi sekolah swasta di mana lebih dari satu sekolah mungkin bersama-sama menggunakan satu kampus. Ketentuan lain mengharuskan agar semua pendapatan yang diterima oleh sekolah digunakan hanua untuk kegiatan sekolah sendiri: pemilik sekolah swasta tidak dapat lagi mengambil laba dari sekolah atau mensubsidi silang antar sekolah yang dimiliki yayasan yang sama. 149. Ketentuan tentang penerimaan dan pengeluaran sekolah secara saksama mengikuti spesifikasi dalam PP No. 48/2008 tentang pendanaan pendidikan. Khususnya, pasal 44 undang-undang badan hukum pendidikan menegaskan tanggung jawab pemerintah untuk menyediakan pendanaan pendidikan dasar: Pemerintah [pusat dan/atau daerah] menanggung dana pendidikan untuk sekolah swasta yang menyelenggarakan program wajib belajar pendidikan dasar, termasuk biaya operasional dan beasiswa, serta menyediakan bantuan biaya investasi dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik miskin sesuai dengan standar pelayanan minimum untuk mencapai standar pendidikan nasional. 150. Undang-undang badan hukum pendidikan juga membahas masalah akses pendidikan bagi peserta didik secara lebih langsung. Pasal 46 mewajibkan penerimaan paling sedikit 20% dari jumlah seluruh peserta didik baru di setiap sekolah dari keluarga miskin namun memiliki potensi akademik yang tinggi. Peserta didik tersebut mungkin diwajibkan untuk membayar biaya sekolah berdasarkan kemampuan keuangan mereka. Selanjutnya, 20% dari seluruh peserta didik di sekolah tersebut dialokasikan untuk siswa miskin dan/atau yang mempunyai potensi akademik yang tinggi. Peserta didik ini akan menerima bantuan biaya penuh atau beasiswa sesuai 1
Undang-undang badan hukum pendidikan menyatakan bahwa pengangkatan dan pemberhentian guru dan tenaga kependidikan harus sesuai dengan anggaran dasar sekolah serta peraturan tenaga kerja dan kepegawaian pemerintah yang berlaku.
56 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
dengan kebutuhan. Ketentuan ini berlaku bagi sekolah negeri maupun swasta di semua jenjang, bukan hanya pendidikan dasar. 151. Undang-undang badan hukum pendidikan memberikan waktu 4 tahun kepada sekolah negeri dan 6 tahun kepada sekolah swasta untuk menerapkan ketentuan undang-undang tersebut. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Depdiknas untuk tahun 2005 – 2025 menargetkan 20% sekolah mencapai status sebagai badan hukum pendidikan selama periode 2005 – 2010 (sedang berjalan)1 yang terus meningkat sampai 50% selama periode 2010 – 2015 dan 100% selama periode 2015 – 2020.
1
Lampiran: Rencana Pembangunan Jangka Panjang, pasal untuk Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, baris Indikator Kinerja Utama. Meskipun target ini tidak tercantum dalam Rencana Strategis 2005-2010.
57 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
E. Analisa dan Kesimpulan 152. Produk hukum yang berlaku menyediakan kerangka praktis untuk mendukung peningkatan interaksi demokratis dalam tata kelola pendidikan, rasionalisasi dan peningkatan pendanaan lokal untuk pendidikan dasar, dan peningkatan transparansi dan akuntabilitas di sektor pendidikan serta peningkatan kualitas dan akses ke pendidikan. Tentu saja, masalahnya terletak pada perincian pelaksanaan. 153. Kritik-kritik berikut ini telah dilontarkan kepada sistem peraturan perundangundangan Indonesia: Peraturan perundang-undangan yang relevan dalam beberapa kasus tidak ditulis/didefinisikan dengan jelas. Peraturan perundang-undangan yang relevan dimandatkan tanpa pembekalan sumber daya untuk melaksanakan peraturan tersebut dengan baik. Kritik tersebut tampaknya lebih berlaku bagi undang-undang otonomi daerah sebelumnya (1999) dan sistem anggaran yang lama (sebelum tahun 2004). Sebagian besar masalah ini, yang disampaikan dalam evaluasi dan analisa oleh donor,1 telah tercakup dalam peraturan perundang-undangan yang ada saat ini. Contoh utama dari proses ini adalah restrukturisasi anggaran pusat oleh Depkeu dan Bappenas serta badan hukum pendidikan. 154. Kekurangjelasan dan ketidakkonsistenan antar peraturan perundang-undangan sampai taraf tertentu merupakan fungsi dari pendekatan umum untuk mengatur, sehingga peraturan perundang-undangan dianggap cukup mencantumkan prinsipprinsip umumnya saja sedangkan perincian pelaksanaan diserahkan kepada lembaga tertentu yang bertugas melaksanakannya. Kekurangjelasan dan ketidakkonsistenan juga disebabkan oleh kelemahan sistemik, yaitu kurangnya fungsi pendukung di tingkat menengah – tenaga profesional dan informasi yang dapat diakses. Pertikaian wilayah di antara berbagai lembaga dengan pendekatan filsafat dan politik yang sangat berbeda di bidang desentralisasi, memperburuk masalahnya, seperti halnya dengan tradisi budaya untuk menghindari konflik terbuka tentang formulasi-formulasi yang dapat ditafsirkan dengan berbagai cara. 155. Segi positifnya, ada upaya untuk memperjelas definisi, namun efek samping (mungkin bukan tidak diinginkan) dari upaya ini adalah kecenderungan untuk mensentralisasi kembali pengambilan keputusan dan memberlakukan kembali keseragaman yang kaku – yang sangat disukai oleh birokrat tetapi bertentangan dengan semangat desentralisasi. Masih harus dilihat seberapa berhasilkah upayaupaya tersebut dalam praktek; apakah lembaga-lembaga sentralisasi (terutama Bappenas, Depdagri dan pemerintah provinsi) mempunyai kapasitas untuk mewujudkan visi pembangunan mereka di kabupaten/kota. 156. Masalah mandat yang belum didanai telah diatasi dengan mengizinkan pelaksanaan secara bertahap dan secara tegas menghubungkan pelaksanaan dengan ketersediaan sumber daya. Indonesia sedang membuat kemajuan besar dalam melaksanakan dan melembagakan desentralisasi. 1
Kemudian dicantumkan dalam dokumen kebijakan pemerintah Indonesia, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah dan Rencana Strategis Depdiknas tahun 2004.
58 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
157. Akhirnya, penyusunan daftar ketidakkonsistenan dan “ketidakjelasan” tidak berguna. Pendekatan yang jauh lebih berguna adalah menanyakan: Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang/peraturan Apakah isi undang-undang/peraturan mendukung tujuannya Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang/peraturan itu akan mencapai tujuannya (di sinilah ketidakkonsistenan dan ketidakjelasan tersebut dapat diselidiki) Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang/peraturan dapat mencapai tujuannya. 158. Undang-Undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:1 o Memenuhi kewajiban konstitusi pemerintah untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”2 dan “menetapkan sistem pendidikan nasional tunggal yang akan meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.”3 o Menjamin pemerataan, peningkatan kualitas dan relevansi, dan manajemen yang lebih efisien. o Menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. o Memperbaharui sistem pendidikan secara terencana, berorientasi pada tujuan dan berkelanjutan. Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya o Undang-undang meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk menetapkan sistem pendidikan nasional yang komprehensif, termasuk upaya yang terencana untuk memupuk iman, ketakwaan dan akhlak mulia. o Undang-undang juga berisi ketentuan-ketentuan berdasarkan praktek terbaik saat ini dalam kegiatan belajar mengajar maupun pengelolaan pendidikan. o Dengan menerima asumsi (teknokratis)4 bahwa perubahan harus terencana dan berorientasi pada tujuan, maka undang-undang dengan jelas menjabarkan arah perubahan dan tujuan utama. Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai tujuannya o Undang-undang ini bukan green-field law: Undang-undang ini berupaya membuat perubahan dasar pada sistem yang ada tetapi disusun seolah-olah undang-undang ini membentuk sistem yang baru. Selain kata-kata penutup formal (tercantum dalam semua undang-undang) yang menyatakan bahwa setiap undang-undang atau peraturan yang ada yang tidak bertentangan dengan undang-undang ini akan tetap berlaku dan bahwa undang-undang yang ada yang bertentangan dengan undang-undang ini dinyatakan tidak berlaku lagi,5 tidak ada arah perubahan spesifik yang tercantum dalam undang-undang ini. o UU 9/2009 tentang badan hukum pendidikan mencakup sebagian besar dari bidang ini.
1
“Konsideran” UU 20/2003. Pembukaan UUD 1945 3 Amandemen ke-4 UUD 1945. 4 Sama-sama dimiliki oleh pemerintah Indonesia, donor dan konsultan. 5 Pasal 75. 2
59 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
o UU 20/2003 memang mempertimbangkan otonomi daerah dalam pengelolaan penyelenggaraan pendidikan. Namun, undang-undang otonomi daerah yang berlaku pada waktu undang-undang pendidikan dikeluarkan adalah undangundang otonomi tahun 1999, bukan undang-undang pemerintahan daerah tahun 2004 yang menggantikannya dan yang sekarang berlaku. Ketentuanketentuan sehubungan dengan undang-undang otonomi daerah dalam undangundang pendidikan bersifat cukup umum sehingga secara garis besar tidak bertentangan dengan undang-undang pemerintahan daerah tahun 2004, dan peraturan pelaksanaan untuk undang-undang pemerintahan daerah telah memperjelas situasi ini. Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai tujuannya o Peraturan pelaksanaan akan dikeluarkan tetapi mengalami proses yang lambat. Sementara itu, berbagai instansi pusat dan daerah terus berkembang dengan perubahan-perubahan dalam praktek, berdasarkan penafsiran masing-masing tentang tujuan undang-undang. Proyek-proyek yang didanai donor merupakan sumber gagasan praktis yang penting mengenai cara mencapai tujuan-tujuan ini. o Akreditasi. Badan nasional telah dibentuk dan sekarang menangani standar dan prosedur akreditasi. Direncanakan bahwa pelaksanaan kegiatan akreditasi akan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat yang didukung oleh provinsi dan kabupaten/kota. o Pendanaan. Majelis Permusyawaratan Rakyat1 menyelesaikan masalah pendanaan (sebelum undang-undang pendidikan disahkan) dengan mewajibkan agar anggaran pemerintah “memprioritaskan” pendidikan melalui alokasi minimum 20% dari anggaran dan menjadikan pendidikan dasar sebagai pendidikan wajib yang harus dibiayai oleh pemerintah. Pemerintah juga secara tegas telah menindaklanjuti masalah pendanaan pendidikan dasar dengan memberikan subsidi BOS per kapita kepada sekolah-sekolah.2 o Rumus baru untuk menghitung DAU, meskipun rumus ini tidak ditargetkan secara spesifik untuk pendidikan, dan member kabupaten/kota lebih banyak sumber daya anggaran yang dapat digunakan untuk pendidikan.
159. Undang-Undang No. 9/2009 tentang Badan Hukum Pendidikan Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang: o Memberikan otonomi sebenarnya kepada sekolah-sekolah o Menghapuskan diskriminasi di antara berbagai jenis sekolah Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya o Ya. Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai tujuannya
1
Organisasi yang berwenang untuk mengubah undang-undang dasar. Anggota MPR terdiri dari semua anggota DPR yang terpilih, ditambah anggota-anggota yang ditunjuk. Dahulu, pemerintah menyeleksi anggota-anggota yang ditunjuk; sekarang hal ini dilakukan oleh sebuah tim seleksi yang terdiri dari para anggota DPR dan perwakilan pemerintah yang menyeleksi dari daftar kandidat yang diajukan oleh organisasi masyarakat sipil. 2 Dan pendanaan “pendampingnya”: pendanaan BOP per kapita untuk program pendidikan kesetaraan nonformal di tingkat dasar dan pendanaan Wajardikdas Depag per kapita untuk program pendidikan dasar di pesantren.
60 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
o Pada waktu peninjauan ini dilakukan, peraturan dan pedoman pelaksanaannya telah dikeluarkan khusus perguruan tinggi. o Pelaksanaan undang-undang ini akan menjadi usaha yang lama dan mahal. Sebagian besar kabupaten/kota tidak mempunyai inventarisasi yang lengkap tentang aset pendidikan yaitu sekolah. Banyak yayasan swasta telah menggunakan kampus bersama-sama dan melakukan subsidi silang dalam pendanaan. o Analogi dari proses desentralisasi ke kabupaten/kota ketika kabupaten/kota merasa bahwa mereka siap memikul tanggung jawab baru meskipun pengalaman memperlihatkan bahwa mereka belum siap, sehingga masih harus dilihat apakah para kepala sekolah mampu melanjutkan peranan pembuat kebijakan maupun pengelola (termasuk di bidang akademis dan finansial) selain tugas pengajaran mereka sendiri. Peningkatan kapasitas di tingkat kabupaten/kota memperlihatkan bahwa situasi ini bukan sama sekali tanpa harapan. Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai tujuannya o Pedoman penyusunan anggaran dasar sekolah yang menjadi kunci untuk melaksanakan undang-undang ini. o Rencana pengelolaan perubahan dan pedoman proses yang terperinci dari kantor Depdiknas di pusat untuk membimbing kabupaten/kota dan yayasanyayasan swasta yang sedang melakukan perubahan.
160. Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:1 o Penting untuk memahami apa ingin dilakukan undang-undang ini karena hal tersebut seringkali disalahmengerti. Undang-undang ini bertujuan untuk membatasi lingkup pemerintahan daerah (provinsi, tetapi terutama kabupaten/kota) seperti yang diberikan berdasarkan undang-undang otonomi daerah tahun 1999 akibat meluasnya persepsi pusat2 bahwa pemerintah kabupaten/kota “sudah terlalu jauh” sehubungan dengan otonomi mereka sampai membahayakan peranan pemerintah pusat sebagai sumber tunggal hak dan wewenang dalam suatu negara kesatuan. o Mencapai tujuan pemerintahan daerah, yaitu “mempercepat tercapainya kesejateraan rakyat” dengan meningkatkan dan memberdayakan pemerintahan daerah, meningkatkan pelayanan dan meningkatkan peranan masyarakat sipil3. o Melaksanakan prinsip-prinsip pemerintahan daerah, yaitu demokrasi, pemerataan, keadilan dan segi-segi khusus daerah yang berada dalam negara kesatuan. o Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan daerah, terutama hubungan antara unit-unit pemerintahan4. o Memberi pemerintah daerah otonomi yang seluas-luasnya untuk memanfaatkan kekhasan daerah untuk menjawab peluang dan tantangan persaingan global dalam sistem pemerintahan nasional. Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya 1
“Konsideran” UU No. 32/2004. Depdiknas dan Departemen Pekerjaan Umum adalah perkecualian yang menonjol terhadap kecenderungan umum ini. 3 Istilah ini adalah frase sandi untuk meningkatkan kontribusi financial. 4 Secara vertikal (hirarki pusat-daerah) dan horisontal (antar daerah). 2
61 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
o Undang-undang memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengembangkan dan melaksanakan kebijakan dalam rangka mencapai tujuan daerah dengan tetap mempertimbangkan ciri khas lokal. Desentralisasi “kesejahteraan sosial” dan usaha ekonomi produktif secara spesifik kepada tingkat kabupaten/kota memberikan wewenang yang diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan1 kegiatan pembangunan, termasuk pendidikan2. o Undang-undang berupaya membangun hubungan sistematis antar unit pemerintahan, tetapi banyak penafsiran dan “diseminasi” formalitas melemahkan upaya ini. Berbagai peraturan pelaksanaan yang berbeda perlu dikeluarkan. Efektivitas peraturan-peraturan tersebut terhambat oleh kecenderungan untuk mengeluarkan peraturan-peraturan “umum” untuk mengatasi masalah-masalah yang pada dasarnya bersifat kasuistik. o Undang-undang tidak secara spesifik membahas efisiesi atau efektivitas pemerintahan daerah, kecuali untuk hubungan sistematis yang disebutkan di atas. Undang-undang menetapkan persyaratan pelaporan dan prosedur evaluasi yang dapat mencakup isu efektivitas tetapi bukan efisiensi.3 Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai tujuannya o Undang-undang ini secara spesifik bertujuan untuk mengendalikan pemerintahan kabupaten “yang berlebihan”. Tujuan ini telah tercapai, tetapi masih belum jelas apakah pencapaian ini merupakan dampak dari undangundang atau kemajuan alami karena pemerintah daerah mulai terbiasa dengan tanggung jawab untuk menjalankan pemerintahan di daerah. o Meskipun banyak kegiatan penelitian dan survei dilakukan, hanya sedikit bukti faktual yang memperlihatkan bahwa kesejahteraan sosial telah menurun sejak adanya otonomi daerah, termasuk di sektor pendidikan4. Bukti memperlihatkan bahwa kesejahteraan sosial telah meningkat di beberapa daerah untuk beberapa sektor. Dengan adanya kriteria evaluasi Pareto (tidak memperburuk situasi siapapun dan memperbaiki situasi orang lain), tampaknya pemerintah daerah telah berhasil. Migrasi antar daerah (“voting with the feet”) menciptakan persaingan yang sehat antar kabupaten/kota, yang diperkuat dengan lingkungan pendukung keberhasilan yang menciptakan harapan yang lebih tinggi. Media massa dan jurnalisme investigatif yang aktif memainkan peranan penting dalam menyediakan informasi bagi masyarakat. o Daerah cenderung mengabaikan ketentuan yang mereka anggap sebagai beban yang tidak perlu, misalnya pelaporan, database/MIS, dan sebagainya., atau terlalu mahal. Strategi lain untuk menghadapi ketentuan yang tidak realistis adalah melalui pemenuhan secara formal, misalnya mengangkat sekelompok konsultan untuk menyusun rencana kabupaten/kota, review, dan sebagainya; mengajukan dokumen kepada instansi yang mengaturnya; lalu melanjutkan dengan kegiatan dan prosedur pelaksanaan kabupaten/kota.
1
Pendanaan diatur dalam undang-undang tersendiri. Lihat paragraph 160 di bawah ini. Meskipun pada awalnya sedikit membingungkan mengenai apakah hal ini terbatas pada pendidikan dasar atau termasuk pendidikan menengah. PP 38/2007 secara spesifik mencakup pengelolaan pendidikan menengah sebagai kegiatan yang didesentralisasi. 3 Paket undang-undang keuangan negara (bandingkan paragraf 162) berisi ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk menghasilkan efisiensi biaya (biaya terendah untuk kegiatan tertentu) tetapi bukan efisiensi ekonomi (mencapai tujuan dengan biaya terendah). 4 Ada ketidakpuasan yang besar pada pencapaian tingkat kesejahteraan sosial, tetapi ini berbeda dengan perubahan tingkat kesejahteraan sosial. 2
62 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai tujuannya. o Lembaga-lembaga pusat, terutama Depdagri, perlu memikul tanggung jawab mereka secara serius dan memberikan bimbingan praktis maupun pengawasan yang bermanfaat kepada pemerintah daerah. o Sebagian besar bimbingan Depdagri sejauh ini mengarah kepada mensentralisasi kembali wewenang atau menetapkan kembali keseragaman yang kaku. Depdagri tampaknya tidak mempunyai kemampuan organisasi atau personil untuk melaksanakan pengawasan yang bermanfaat. o Peraturan pelaksanaan dari Depdagri tentang pengawasan telah mengalokasikan pengawasan “teknis” untuk kegiatan-kegiatan sektoral seperti pendidikan kepada kementerian-kementerian sektoral. Untuk sektor pendidikan, karena Depdiknas diselenggarakan secara berbeda dengan dinasdinas pendidikan kabupaten/kota1, pengawasan teknis masih terbatas. Perhatikan bahwa sekolah-sekolah di bawah Depag tidak termasuk dalam sistem ini karena Depag tidak didesentralisasi.
161. Undang-Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan PusatDaerah Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:2 o Undang-undang ini dimaksudkan sebagai pendamping bagi undang-undang pemerintahan daerah untuk memenuhi ketentuan dalam undang-undang pemerintahan daerah bahwa desentralisasi urusan pemerintahan dari pemerintah pusat ke daerah akan disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian.3 o Undang-undang ini juga bertujuan untuk menggantikan undang-undang keuangan pusat/daerah yang telah disahkan sebagai pendamping undangundang otonomi daerah tahun 1999. o Undang-undang ini disahkan setelah dikeluarkannya paket tiga undangundang yang mengatur kembali sistem penganggaran nasional, sistem pembayaran pemerintah dan sistem perencanaan pembangunan nasional. Undang-undang ini selaras dengan ketiga undang-undang tersebut. o Membangun hubungan yang adil dan tepat antara keuangan, pelayanan publik dan eksploitasi sumber daya alam dan sumber daya lain di antara unit-unit pemerintahan.
1
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah mempunyai direktorat-direktorat tersendiri sesuai dengan jenjang pendidikan: direktorat pendidikan pra-sekolah (yang digolongkan sebagai pendidikan nonformal dalam undang-undang pendidikan) dan dasar; menengah pertama; dan menengah atas. Dinas pendidikan kabupaten berbeda-beda dalam struktur organisasinya tetapi sebagian besar mempunyai unit-unit yang terpisah untuk pendidikan nonformal (termasuk pra-sekolah), pendidikan dasar (sekolah dasar dan menengah pertama) dan pendidikan menengah. Kedua sistem tersebut menurut sejarahnya merupakan syarat-syarat. Khususnya pendidikan menengah banyak dipengaruhi oleh fakta bahwa tanggung jawab atas pengelolaan sekolah dasar diserahkan kepada kabupaten lama sebelum adanya desentralisasi dan interpretasi undang-undang desentralisasi 1999 yang menetapkan bahwa pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama didesentralisasi ke tingkat kabupaten/kota sedangkan pendidikan menengah atas didesentralisasi ke tingkat provinsi atau dipertahankan di pusat (ada perbedaan pendapat mengenai hal ini). 2 “Konsideran” UU 33/2004. 3 UU 32/2004, pasal 12.
63 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
o Menetapkan perimbangan keuangan pusat-daerah berdasarkan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.1 Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya o Ya. Sebagian besar keberatan donor (dan konsultan) terhadap sistem keuangan pusat-daerah diselesaikan dalam ketentuan-ketentuan undang-undang tahun 1999, yang juga mendahului perombakan sistem keuangan negara. Khususnya, undang-undang ini telah menghasilkan hubungan yang memuaskan antara anggaran (pendapatan) dan sumber daya alam yang menjadi sumber utama ketidakpuasan terhadap sistem keuangan tahun 1999. o Lembaga pemerintah daerah maupun pusat tidak banyak mengeluh mengenai undang-undang ini. o Masalah spesifik alokasi anggaran 20% untuk pendidikan tidak banyak menimbulkan perdebatan di tingkat kabupaten/kota karena alokasi wajib untuk gaji pegawai negeri merupakan bagian yang besar dari anggaran kabupaten/kota. Pendidik dan tenaga kependidikan, serta tenaga kesehatan (pegawai puskesmas dan bidan) merupakan bagian terbesar dari gaji pegawai kabupaten/kota. Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai tujuannya o Dalam hal sistem keuangan, undang-undang ini telah mencapai tujuannya. o Dalam hal menghubungkan sistem keuangan dengan pemberian pelayanan publik, undang-undang perencanaan pembangunan memainkan peranan penting, bandingkan paragraf 162 di bawah ini. Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai tujuannya. o Dalam hal sistem keuangan, pelaksanaan yang efektif sebagaimana telah ditetapkan oleh Depkeu. o Dalam hal menghubungkan sistem keuangan dengan pemberian pelayanan publik, awalnya terdapat “perang kartu kunci/turf war” antara Bappenas dan Depkeu, namun tampaknya hal ini telah diselesaikan, dan peraturan pelaksanaan yang terbaru menyediakan kerangka untuk sistem kebijakan, rencana dan anggaran yang lebih terpadu. Sekarang, terserah pada Bappenas untuk mengadakan pengawasan yang efektif terhadap hubungan antara perencanaan pembangunan dan penganggaran yang disediakan oleh Depkeu dari segi keuangan murni. Bappenas sedang membentuk Kantor Pemantauan dan Evaluasi yang dapat melaksanakan tugas ini.
162. Undang-Undang No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:2 o Undang-undang ini dimulai dengan asumsi yang sangat kuat: perencanaan pembangunan nasional diperlukan untuk “menjamin” agar kegiatan pembangunan berjalan dengan efektif, efisien dan bersasaran. o Kemudian, undang-undang ini menambahkan asumsi yang kedua: perencanaan pembangunan nasional memerlukan sistem perencanaan nasional.
1 2
“Kejelasan” diperoleh dari undang-undang pendamping tentang pemerintahan daerah. “Konsideran” UU No. 25/2004.
64 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
o Undang-undang ini bertujuan untuk menetapkan sistem perencanaan pembangunan nasional guna mencapai tujuan nasional sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. o Undang-undang ini bukan green-field law. Undang-undang ini disahkan setelah reorganisasi sistem keuangan nasional (bandingkan paragraf 163 di bawah ini) mengintegrasikan urusan perencanaan pembangunan ke dalam sistem keuangan (yang baru) di bawah wewenang Depkeu. Undang-undang ini melembagakan sistem perencanaan pembangunan yang sudah ada di bawah wewenang Bappenas dan memadukannya dengan sistem penganggaran yang baru. Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya o Mengingat dua asumsi tersebut, ya. o Juga ada upaya untuk mengintegrasikan sistem perencanaan pembangunan dengan sistem penganggaran melalui ketentuan agar anggaran belanja didasarkan pada “rencana kerja”. Restrukturisasi akan melaksanakan hal ini dalam praktek. Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai tujuannya o Ya, jika tujuannya didefinisikan untuk menetapkan sistem perencanaan pembangunan. o Belum tentu, jika tujuannya didefinisikan sebagai kegiatan berdasarkan anggaran dan berdasarkan perencanaan pembangunan. Pengalaman dalam beberapa tahun pertama setelah undang-undang ini disahkan memperlihatkan bahwa undang-undang ini tidak mencapai tujuannya. Rencana-rencana bersifat formalitas dan dikembangkan oleh badan perencanaan pembangunan daerah sedangkan anggaran belanja disusun oleh dinas-dinas berdasarkan pedoman dari Depkeu. Peraturan pelaksanaan yang terbaru telah memberi badan perencanaan pembangunan daerah peranan yang lebih kuat dalam proses formal, tetapi komposisi sebenarnya dari tim anggaran diputuskan oleh Bupati/Walikota. Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai tujuannya o Badan perencanaan pembangunan daerah perlu mempunyai kompetensi teknis (dan keterampilan politik) untuk memenuhi peranan mereka dalam proses perencanaan pembangunan dan penganggaran. Dinas juga perlu mempunyai keterampilan teknis dan negosiasi untuk menyusun rencana dan anggaran dalam rangka melaksanakan rencana tersebut. Donor aktif dalam membantu memenuhi kebutuhan ini. o Bappenas perlu mempunyai sistem maupun kapasitas untuk melaksanakan sistem pengawasan anggaran dari segi pencapaian sasaran pembangunan (Depkeu bertanggung jawab atas pengawasan ketaatan di bidang keuangan).
163. Undang-Undang No. 17/2003 tentang Sistem Keuangan Negara. Undangundang ini adalah salah satu dari tiga undang-undang yang mereorganisasi sistem keuangan negara. Undang-undang lainnya, UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mengatur sistem pembayaran, dan UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara bersifat terlalu teknis untuk dibahas dalam kesimpulan. Apa yang ingin dilakukan oleh undang-undang:
65 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
o Tidak seperti biasanya, “Konsideran” undang-undang ini tidak menyatakan sasaran atau tujuan. Konsideran hanya mengatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang. o “Penjelasan” Undang-Undang menyatakan bahwa sistem keuangan negara yang digunakan saat ini masih berasal dari pemerintahan kolonial Belanda yang telah diubah pada tahun 1955 dan 1968. Penjelasan juga mengatakan bahwa sistem yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman ini telah menyebabkan penyimpangan penggunaan uang negara. o Kemudian, Penjelasan UU menyatakan bahwa tujuan dari sistem keuangan negara yang disempurnakan ini adalah untuk menghapuskan penyimpangan penggunaan uang negara dan menciptakan sistem keuangan yang berkesinambungan sesuai dengan UUD 1945 dan standar internasional. Apakah isi undang-undang mendukung tujuannya o Ya Apakah realistis untuk berpikir bahwa undang-undang itu akan mencapai tujuannya o Undang-undang telah mencapai tujuannya. Sistem keuangan saat ini telah memungkinkan pengawasan keuangan yang lebih ketat terhadap semua tingkat pemerintahan. Masalah-masalah korupsi yang besar berkaitan dengan keuangan swasta yang mempengaruhi tindakan pemerintah, bukan berkaitan dengan keuangan negara.1 o Sistem keuangan saat ini juga sejalan dengan praktek terbaik internasional dan didasarkan pada standar-standar PBB. Apa yang harus terjadi dalam praktek agar undang-undang dapat mencapai tujuannya. o Diseminasi yang memadai dan efektif dari Depkeu, yang belum dilakukan2 tetapi pendekatan pelaksanaan secara bertahap dan belajar dari pengalaman telah mengatasi kesenjangan ini.
Mungkin bukan kebetulan bahwa sebagian besar undang-undang yang berhasil bersifat paling teknis dan berhubungan dengan keuangan: undang-undang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah dan undang-undang sistem keuangan negara. Undang-undang pendidikan, desentralisasi dan perencanaan pembangunan jauh lebih luas ruang lingkupnya dan memerlukan keterampilan nonteknis agar berhasil dalam pelaksanaannya. Di sinilah pendapat baru dan paket berbagai keterampilan dari lembaga donor dapat sangat bermanfaat.
1
Definisi hukum “korupsi” adalah penyalahgunaan uang negara. Suap sector swasta kepada pejabat pemerintah adalah tindak pidana tetapi bukan korupsi dalam arti hukum ini karena suap tidak melibatkan uang negara. 2 Kegiatan diseminasi terdiri dari serangkaian slide powerpoint yang berisi kutipan-kutipan dari undang-undang dan contoh daftar isian anggaran yang harus dilengkapi.
66 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bibliografi LTDP, 2007: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025, lampiran UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025. Inventarisasi, 2006: DESENTRALISASI 2006 Laporan Utama Inventarisasi Reformasi Desentralisasi Terbaru di Indonesia, disusun oleh USAID Democratic Reform Support Program (DRSP) untuk Kelompok Kerja Donor di bidang Desentralisasi, Agustus 2006 Inventarisasi, 2009: DESENTRALISASI 2009 Laporan Utama Inventarisasi Reformasi Desentralisasi Terbaru di Indonesia, disusun oleh USAID Democratic Reform Support Program (DRSP) untuk Kelompok Kerja Donor di bidang Desentralisasi, Juli 2009 WB PER, 2007: Belanja Pembangunan: Menciptakan Sebagian Besar Kesempatan Baru untuk Indonesia – Tinjauan Pengeluaran Publik Indonesia 2007, Inisiatif Analisa Pengeluaran Publik Bank Dunia, Jakarta 2007
67 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Lampiran 1 Sektor Pendidikan dalam Perencanaan Pembangunan Nasional (2005/2025) Lampiran ini berisi kutipan singkat isi rencana pembangunan. Beberapa daftar telah diedit ulang dengan pemberian tanda urut. Hanya teks yang berhubungan dengan pendidikan yang dicantumkan. Dalam beberapa kasus, ini menyebabkan penomoran tidak berurutan. Bahan penjelasan tambahan oleh penulis yang dirasakan perlu untuk memperjelas bunyi atau maksud dari teks yang dikutip dilampirkan dalam kurung [ ] dan tipe huruf arial. Referensi halaman dan/atau paragraf/pasal diberikan untuk semua kutipan.
68 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
I. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (2005 – 2025): UU No. 17/2007 Bab II Kondisi Umum Bagian II.1 Kondisi Saat Ini Butir A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama 1. Pembangunan bidang sosial budaya dan keagamaan terkait erat dengan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Salah satu indikatornya adalah kualitas penduduk, termasuk pendidikan. Hal. 5 3. Upaya untuk membangun kualitas manusia tetap menjadi perhatian penting karena sumber daya manusia merupakan subyek dan sekaligus obyek pembangunan. Kualitas hidup manusia dapat diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang mencakup pendidikan. Hal. 5 6. Taraf pendidikan mengalami peningkatan: Berkurangnya angka buta aksara Bertambahnya jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan jenjang SMP Meningkatnya rata-rata lama sekolah Meningkatnya angka partisipasi sekolah untuk semua kelompok usia. Walaupun demikian, kondisi tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global pada masa depan. Hal tersebut diperburuk oleh tingginya disparitas taraf pendidikan antarkelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan miskin, antara wilayah perkotaan dan perdesaan, antar daerah [geografis], dan disparitas gender. Hal. 6 Bagian II.2 Tantangan Butir A. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama 2. Rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang diukur dengan IPM mengakibatkan rendahnya produktivitas dan daya saing perekonomian nasional. Pendidikan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tantngannya meliputi: Meningkatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas untuk meningkatkan jumlah proporsi penduduk yang menyelesaikan pendidikan dasar sampai ke jenjang yang lebih tinggi Mengurangi jumlah penduduk yang buta aksara Menurunkan kesenjangan tingkat pendidikan. Juga: Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan Pendidikan harus mencakup pengembangan kebanggaan kebangsaan, akhlak mulia, kemampuan untuk hidup dalam masyarakat yang multikultur, serta meningkatkan daya saing [ekonomi] Pendidikan sepanjang hayat untuk memanfaatkan “bonus demografi”. Hal. 22
69 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Butir B. Ekonomi 3. Rasio penduduk usia produktif akan meningkat menjadi 20 sampai 30% dari seluruh jumlah penduduk pada tahun 2020 - 2030. Tingkat pendidikan ratarata akan meningkat dari SD menjadi SMP dan SMA. Pertumbuhan ekonomi harus dapat menyediakan lapangan pekerjaan yang layak bagi angkatan kerja tersebut. Hal. 24 Butir D. Sarana dan Prasarana 3. Perlunya integrasi antara pendidikan dengan teknologi informasi serta sektor-sektor strategis lainnya. Hal. 26 Butir E. Politik 3. Perlunya pendidikan politik untuk mengkonsolidasi mengembangkan partai politik, dan memperkuat masyarakat sipil. Hal. 28
reformasi,
Bab III Visi dan Misi Pembangunan Nasional Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Indikator maju adalah: Sumber daya manusia dengan pendidikan yang berkualitas tinggi. Tingginya kualitas pendidikan ditandai oleh: Makin menurunnya tingkat pendidikan terendah Meningkatnya partisipasi pendidikan Meningkatnya jumlah tenaga ahli dan profesional yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Hal. 37 Indikator keadilan dan kemakmuran adalah: Kesempatan yang sama di semua sektor, termasuk pendidikan. Hal. 38 8 misi: 1. Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradap melalui pendidikan. Hal. 39 2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing [secara ekonomi]. 3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum. 4. Mewujudkan Indonesia yang aman, damai dan bersatu. 5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan [sosial]. 6. Mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari. 7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional. [Ungkapan prioritas pembangunan dan pertahanan nasional wilayah laut seperti halnya wilayah daratan.]
70 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
8. Mewujudkan Indonesia yang berperan penting dalam pergaulan dunia internasional. Bab IV Arah Pembangunan Bagian IV.1 Arah Pembangunan Jangka Panjang Bagian IV.1.2 Mewujudkan Bangsa yang Berdaya Saing [secara ekonomi]. Butir A. Membangun sumber daya manusia yang berkualitas 3. Pendidikan adalah investasi dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Pendidikan dasar harus berkualitas tinggi, terjangkau dan gratis. Hal. 47 Bagian IV.1.3 Mewujudkan Indonesia yang demokratis berlandaskan hukum 2. Peran negara adalah membentuk masyarakat madani yang mandiri dan dewasa dengan perekonomian dan pendidikan yang kuat. Hal. 58 Bagian IV.1.6 Mewujudkan Indonesia yang Ssri dan Lestari. 10. Dicapai melalui proses pembelajaran sosial dan pendidikan formal pada semua tingkatan Hal. 73 Bagian IV.1.7 Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional 1. Dicapai melalui pendidikan. Hal. 74 Bagian IV.2 Tahapan dan Skala Prioritas Bagian IV.1 Rencana Pembanguan Jangka Menengah Pertama (2004 – 2009). [Catatan: Rencana Jangka Menengah telah disusun (2004) sebelum Rencana Jangka Panjang dikembangkan (2007).]
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan. Hal. 78 Bagian IV.2 RPJM Kedua (2010 – 2014). Meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM), termasuk pendidikan, yang didukung dengan sistem pendidikan nasional yang terkonsolidasi secara penuh. Hal 79 Pembangunan ekonomi dari sektor industri; yang ditopang oleh pertanian yang kuat dengan dukungan pendidikan yang relevan. Hal. 80 Bagian IV.3 RPJM Ketiga (2015 – 2019) Mencapai status sebagai negara berpenghasilan menengah.
71 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan, termasuk keunggulan daya saing lokal. Didukung oleh manajemen yang efisien dan efektif. Hal. 81 Bagian IV.4 RPJM keempat (2020 – 2025) Mantapnya sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh meningkat dan meratanya akses, tingkat kualitas dan relevansi pendidikan seiring dengan makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan. Hal. 82-83 Hubungan yang lebih kuat antara pendidikan dan prestasi yang lebih baik di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Hal. 83 II. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2004-2009), Peraturan Presiden No. 7/2005 [Perhatikan bahwa rencana ini dikembangkan dan dikeluarkan sebelu Rencana Pembangunan Jangka Panjang dikeluarkan. Pada saat yang sama ketika rencana ini dikembangkan, ada “draft” Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang agak berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang yang permanen.]
Visi 2004 - 2009 1. Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai. 2. Kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia. 3. Perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Bagian I, hal. 1-1 Misi 1. Indonesia yang aman dan damai 2. Indonesia yang adil dan demokratis 3. Indonesia yang sejahtera. Bagian I, hal. 1-2 Strategi 1. Penataan Kembali Indonesia 2. Pembangunan Indonesia Bagian I, hal. 1-2 Tantangan 1. Indonesia yang aman dan damai separatisme kejahatan terorisme. 2. Indonesia yang adil dan demokratis Peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak kondusif
72 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Rendahnya kualitas pelayanan publik Lemahnya lembaga dan badan politik Lemahnya desentralisasi dan otonomi daerah. Bagian I, hal. 1-4 / 1-5 3. Indonesia yang makmur Rendahnya kualitas sumber daya manusia (akses ke pendidikan) Rendahnya kualitas pendidikan Desentralisasi pendidikan belum sepenuhnya berhasil + Kondisi pelayananan kesehatan dan sosial1 + Sektor-sektor ekonomi. Bagian I, hal. 1-5 / 1-6 Prioritas 3. Indonesia yang makmur Prioritas ketiga adalah kualitas sumber daya manusia seperti yang diukur dengan IPM Target pertama adalah akses dan kualitas pendidikan. Bagian I, hal. 1-17 Kebijakannya adalah: Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun Peningkatan akses kelompok masyarakat yang belum terjangkau pelayanan pendidikan (miskin, terpencil, daerah konflik dan penyandang cacat) Pendidikan kejuruan dan kewiraswastaan, termasuk pendidikan nonformal yang berkualitas Kompetensi dan profesionalisme guru Kesejahteraan guru [secara finansial] Meningkatkan pengelolaan pendidikan dan partisipasi masyarakat Kurikulum yang lebih berkualitas dan pelaksanaannya untuk pembentukan watak dan kecakapan hidup sehingga lulusan dapat menyelesaikan masalah dan menjadi produktif [secara ekonomi]. Bagian I, hal 1-18 / 1-19 Program dan sasaran spesifik untuk meningkatkan akses ke pendidikan yang lebih berkualitas. Undang-Undang Dasar sebagai landasan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Bagian IV, hal 26-1 Permasalahan: Tingkat pendidikan penduduk relatif masih rendah (lama sekolah baru mencapai 7,1 tahun dan hanya 36% yang berpendidikan SMP ke atas; angka buta aksara mencapai 10%). Kondisi ini belum memadai untuk menjadi landasan pengembangan ekonomi berbasis pengetahuan dan untuk menghadapi persaingan global. Bagian IV, hal 26-1
1
Perlu diperhatikan bahwa pelayanan kesehatan dan social berkaitan dengan kementerian dan program = alokasi anggaran.
73 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Perubahan kependudukan (penurunan angka kelahiran) menyebabkan perubahan kebutuhan pendidikan: penurunan kebutuhan pendidikan dasar; peningkatan kebutuhan pendidikan sepanjang hayat dan pendidikan nonformal. Bagian IV, hal 26-1
Terdapat kesenjangan tingkat pendidikan (penduduk kaya dan miskin, laki-laki dan perempuan, perkotaan dan perdesaan, serta antar daerah) o Data Susenas (2003) memperlihatkan bahwa 76% siswa angka putus sekolah dan yang tidak melanjutkan pendidikan disebabkan oleh faktor ekonomi. o Orang tua dari masyarakat miskin berpendapat bahwa pendidikan masih terlalu mahal dan manfaatnya tidak sebanding. Bagian IV, hal 26-1 / 26-2
Sarana fisik sekolah menengah pertama dan jenjang yang lebih tinggi belum tersedia secara merata Kualitas pendidikan rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan peserta didik o Jumlah pendidik belum memadai dan kualitasnya rendah, termasuk kualifikasi formal o Kesejahteraan [ekonomi] pendidik masih rendah o Fasilitas belajar belum tersedia secara mencukupi o Biaya operasional belum disediakan secara memadai.
o Akibatnya, lulusan tidak mempunyai keterampilan kewiraswastaan dan lebih suka menjadi karyawan. Bagian IV, hal 26-2 / 26/3
Manajemen pendidikan belum berjalan secara efektif dan efisien o Di tingkat sekolah maupun kabupaten/kota o Pembagian tanggung jawab, termasuk pendanaan tidak jelas o Standar pelayanan minimum tidak tercapai o Dewan Pendidikan dan komite sekolah belum melakukan tugasnya secara optimal. Bagian IV, hal 26-2 / 26-3
Anggaran pembangunan pendidikan belum tersedia secara memadai1 o Selama 5 tahun terakhir (2000 – 2004), pembangunan pendidikan mendapatkan prioritas tertinggi (sektor dengan anggaran pembangunan terbesar) o Amanat dari amandemen UUD maupun undang-undang sistem pendidikan nasional: 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara diperuntukkan bagi pendidikan DAN pendidikan dasar gratis o Alokasi untuk pendidikan tahun 2004 baru mencapai 21,5% dari anggaran pembangunan pusat o Human Development Report 2004 mengungkapkan bahwa dalam kurun waktu 1999-2001 pengeluaran pemerintah [pusat] untuk pendidikan hanya sebesar 1,3% dari PDB sedangkan data Susenas 2003 memperlihatkan bahwa pengeluaran sektor swasta untuk pendidikan mencapai 3,49% laporan ini
1
Catatan: rencana pembangunan ini disusun sebelum format anggaran berubah pada tahun 2004.
74 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
memperlihatkan bahwa pengeluaran swasta lebih besar daripada pengeluaran pemerintah. Bagian IV, hal 26-4 Sasaran: Mengurangi angka buta aksara yang signifikan pada penduduk dewasa Meningkatkan jumlah penduduk yang mengikuti pendidikan dasar 9 tahun secara terukur o Megurangi angka putus sekolah dasar menjadi 2,6% dan angka putus sekolah menengah pertama menjadi 1,95% o Meningkatkan angka partisipasi sekolah penduduk usia 7 – 12 tahun menjadi 99,57% dan penduduk usia 13 – 15 tahun menjadi 96,64% o Meningkatkan angka partisipasi kasar SD menjadi 115,76% dan SMP menjadi 98,09% o Mengurangi lamanya penyelesaian pendidikan dengan mengurangi angka tinggal kelas menjadi 1,63% untuk SD dan 0,32% untuk SMP Meningkatkan jumlah anak yang mengikuti pendidikan pra-sekolah Meningkatkan jumlah peserta didik SMA dan perguruan tinggi o Meningkatkan jumlah siswa yang melanjutkan pendidikan o Mengurangi angka tinggal kelas o Meningkatkan angka partisipasi kasar Meningkatkan keadilan dengan mengurangi perbedaan perkotaan-perdesaan dan perbedaan gender Meningkatkan persentase guru yang memiliki kualifikasi penuh dan sertifikasi profesional; menyesuaikan jumlah guru dengan jumlah murid. Meningkatkan kualitas seperti yang terlihat pada nilai kelulusan ujian Meningkatkan penelitian dan pengembangan serta penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi baru di perguruan tinggi dan penyebarluasannya melalui pelayanan sosial. Bagian IV, hal. 26-5 Arah kebijakan Meningkatkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun Memperluas akses dan pemerataan pendidikan SMU dan SMK untuk mengantisipasi meningkatnya lulusan pendidikan dasar 9 tahun; menjadikan lulusan SLTA sebagai tenaga kerja yang berkualitas. Memperluas akses ke perguruan tinggi untuk menghasilkan lulusan yang siap memasuki dunia kerja; perguruan tinggi sebagai ujung tombak peningkatan daya saing global melalui pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni Meningkatkan akses kelompok-kelompok yang belum menerima pelayanan secara merata (kelompok miskin, terpencil, daerah konflik dan penyandang cacat) Pendidikan kejuruan dan kewiraswastaan termasuk pendidikan nonformal yang berkualitas Menyediakan pendidikan nonformal bagi mereka yang tidak dapat mengikuti pendidikan formal, terutama mereka yang buta aksara dan putus sekolah serta orang lain yang ingin meningkatkan kualitas kehidupannya Memperbaiki kualitas sarana fisik dan guru Meningkatkan kesejahteraan [finansial] guru Meningkatkan pengelolaan pendidikan dan partisipasi masyarakat
75 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Meningkatkan otonomi dan desentralisasi pengelolaan pendidikan dengan memberikan wewenang yang lebih besar kepada sekolah yang disertai dengan sistim pengawasan dan jaminan kualitas berdasarkan hasil evaluasi kinerja. Mereformasi sistim pendanaan pendidikan untuk mencapai 20% pada tahun 2009 dalam rangka memperluas akses kependidikan yang berkualitas Kurikulum yang berkualitas dan pelaksaanya didukung oleh media dibidang pembentukan karakter dan kecakapan hidup sehingga lulusan dapat menyesaikan masalah dan menjadi produktif [secara ekonomi] untuk mencapai perekonomian dan masyarakat yang berbasis pada pengetahuan Mengembangkan pendidikan multikultur guna menumbuhkan wawasan kebangsaan dan memantapkan pemahaman nilai-nilai pluralisme, toleransi dan inklusif. Bagian IV, hal 26-6 Mengembangkan budaya baca Kebijakan, progam dan kegiatan penelitian dan pengembangan pendidikan untuk meningkatkan kualitas, akses, efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan . Bagian IV, hal 26-7
Program-program1 1. Program Pendidikan anak usia dini [Direktorat di lingkungan Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah] 2. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun [3 Direktorat di lingkungan Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah: Pendidikan Dasar, Menengah Pertama dan Luar Biasa]
Tujuan: Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan dasar yang berkualitas untuk anak laki-laki maupun perempuan melalui pendidikan formal dan nonformal di sekolah-sekolah di bawah Depdiknas dan Depag. Prioritas: Meningkatkan akses bagi anak-anak yang belum menjadi murid sekolah dasar dan meningkatkan angka melanjutkan pendidikan ke SMP Mempertahankan pencapaian, mengurangi angka putus sekolah dan tinggal kelas, dan meningkatkan kualitas Menawarkan pendidikan tambahan kepada siswa yang tidak melanjutkan pendidikan ke SMA Bagian IV, hal. 26-7 Kegiatan-kegiatan: Meningkatkan dan memperbaiki sarana dan prasarana yang berkualitas, terutama untuk daerah perdesaan, terpencil dan kepulauan; rehabilitasi sarana yang rusak, penyediaan pendanaan operasional yang memadai, peningkatan kualitas. o Melalui hibah blok dan pendanaan pendamping Penyediaan berbagai alternatif layanan pendidikan dasar baik melalui pendidikan formal maupun nonformal, termasuk penyelenggaraan khusus bagi penyandang cacat dan siswa yang memiliki bakat istimewa. 1
Ini kira-kira sama dengan Direktorat Jenderal dan/atau Direktorat dalam Depdiknas.
76 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Upaya penarikan kembali (retrival) siswa putus sekolah dan yang tidak melanjutkan pendidikan, termasuk menerapkan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (EMIS) berbasis masyarakat dan bantuan keuangan berupa beasiswa dan voucher pendidikan. Pengembangan kurikulum, termasuk kecapan vokasi (kejuruan) bagi siswa SMP yang tidak melanjutkan ke SMA. Penyediaan materi pendidikan, media pengajaran, dan teknologi pendidikan, termasuk peralatan peraga pendidikan, buku pelajaran, buku bacaan, dan buku ilmu pengetahuan dan teknologi serbagai bahan acuan Memberikan perhatian khusus kepada anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa Penerapan manajemen berbasis sekolah dan partisipasi masyarakat yang memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada sekolah Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan, pembiayaan dan pengelolaan; peningkatan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pendidikan dasar bagi anak laki-laki maupun anak perempuan. Bagian IV, hal. 26-8 Pengembangan kebijakan, melakukan perencanaan, monitoring, evaluasi dan pengawasan sejalan dengan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan demokratisasi. Bagian IV, hal. 26-9
3. Program Pendidikan Menengah [2 Direktorat dalam Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah] 4. Program Pendidikan Tinggi [Direktorat Jenderal] 5. Program Pendidikan Non Formal [Direktorat Jenderal] 6. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan [Direktorat Jenderal] 7. Program Pendidikan Kedinasan 8. Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan 9. Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan 10. Program Manajemen Pelayanan Pendidikan. III. Rencana Kerja Pemerintah [sebagai dasar untuk APBN] tahun 2010 Peraturan Presiden No. 21/2009 Buku I. Bab I, Pendahuluan Rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun) akan berakhir pada tahun 2009 dan rencana pembangunan jangka menengah berikutnya (2010 – 2014) belum disusun. Oleh karena itu, dasar penyusunan rencana kerja pemerintah tahun 2010 adalah bagian lima tahun kedua dari rencana pembangunan jangka panjang berjalan (2005 – 2025). Pendahuluan, 1.1-1 Rencana kerja tahunan tidak mencakup seluruh rencana kegiatan anggaran kementerian/lembaga [RKA-KL] 2010 karena rancangan APBN dibuat ketika rencana kerja sedang berlangsung. Namun rencana kerja ini termasuk dalam pembahasan APBN 2010 dengan Panitia Anggaran DPR. 77 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
[Buku] 1. [Bab] 1- [hal] 2 Bab II, Tema dan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 Pencapaian: Pengentasan kemiskinan pendidikan sektor dan program lain. 1.2-1 – 2-32 Tantangan: kemiskinan akses dan kualitas pendidikan sektor lain. 1.2-32 – 2-51 Tema Pembangunan Nasional 2010: Pemulihan Perekonomian Nasional [akibat dampak krisis keuangan global] dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat. 1.2-52 Dasar Operasional: delapan prinsip pengarusutamaan dan tiga isu lintas bidang pengarusutamaan peran serta masyarakat pengarusutamaan pembangunan yang berkelanjutan. 1.2-52
pengarusutamaan gender pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antar daerah dan mempercepat pembangunan daerah terkebelakang pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah. 1.2-53
pengarusutamaan [kegiatan] padat karya pengarusutamaan dimensi kepulauan o pendekatan negara kepulauan [archipelagic state] o laut sebagai pusat pertimbangan [center of attention]. 1.2-54
Isu lintas sektoral perlindungan anak Isu lintas sektoral HIV/AIDS Isu lintas sektoral perbaikan gizi. 1.2-55
Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010 1. Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat serta Penataan Kelembagaan dan Pelaksanaan Sistem Perlindungan Sosial 2. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia 3. Pemantapan Reformasi Birokrasi dan Hukum, serta Pemantapan Demokrasi dan Keamanan Nasional
78 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
4. Pemulihan Ekonomi yang Didukung oleh Pembangunan Pertanian, Infrastruktur dan Energi 5. Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kapasitas untuk Mengatasi Perubahan Iklim Global. 1.2-56 Arah Kebijakan Prioritas 2: Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia [pendidikan termasuk dalam prioritas ini] Sasaran: Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan dasar yang berkualitas untuk anak-anak yang berusia 7-15 tahun o Angka partisipasi kasar SD 117,1% o Angka partisipasi murni SD 95,27% o Angka partisipasi kasar SMP 99,26% Meningkatkan akses dan pemerataan akses ke pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Meningkatkan akses ke pendidikan anak usia dini Mengurangi angka putus sekolah dan tinggal kelas untuk semua jenjang pendidikan dan meningkatkan angka siswa yang melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi Mengurangi kesenjangan partisipasi antar kelompok masyarakat termasuk persamaan dan keadilan gender Meningkatkan pendidikan keaksaraan Meningkatkan kualitas pendidikan sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan proporsi pendidik yang memenuhi kualifikasi akademis dan standar kompetensi serta peningkatan kesejahteraan pendidik. 1.2-57 Arah Kebijakan: Meningkatkan kualitas pendidikan dasar 9 tahun secara merata Meningkatkan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nonformal. Meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik. 1.2-57 Arah Kebijakan Bidang sosial budaya dan agama [pendidikan termasuk dalam sektor ini] Meningkatkan kualitas pendidikan dasar 9 tahun secara merata Meningkatkan akses, kualitas dan relevansi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan nonformal Meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pendidik Meningkatkan pemerataan dan cakupan pendidikan anak usia dini. 1.2-60
79 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Meningkatkan pengelolaan penyelenggaraan pendidikan Kemitraan pemerintah-swasta [public-private partnership] dalam penyelenggeraan dan pembiayaan pendidikan. 1.2-61
Bab III. Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan [DAK termasuk dalam bahasan ini] Prioritas kebijakan DAK: 1. Prioritasnya adalah membantu daerah-daerah dengan kapasitas finansial yang relatif rendah guna mendukung tercapainya standar pelayanan minimum ... melalui penyediaan sarana dan prasarana pelayanan dasar ... serta daerah-daerah lain yang termasuk bidang prioritas menurut undang-undang … 2. Mendukung prioritas untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat miskin ... dan sistem perlindungan sosial khususnya untuk meningkatkan akses rakyat miskin ke pelayanan dasar. 3. Mendukung prioritas peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui … [5 program kesehatan] dan meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dasar sembilan tahun secara merata. 1.3-13 Program DAK di bidang pendidikan 1. Ruang kelas baru untuk SMP 2. Perpustakaan atau pusat-pusat pembelajaran untuk SD dan SMP yang dilengkapi dengan mebeler 3. Rehabilitasi gedung-gedung SD dan SMP. Diprioritaskan daerah-daerah di mana angka partisipasi pendidikan dasarnya rendah. Daerah “tertinggal” dan perbatasan dengan negara lain. 1.3-15 Buku Jilid II berisi matriks program sektoral, sasaran, lembaga pelaksana dan alokasi pendanaan. Matriks tersebut terdiri dari 9 bidang yang merupakan kumpulan dari sektor-sektor. Pendidikan adalah bagian dari Bidang 1 Kehidupan sosial budaya dan agama. Dalam setiap bidang, terdapat fokus prioritas. Pendidikan adalah fokus prioritas 1 dalam Bidang 1 Kehidupan sosial budaya dan agama. Setiap matriks dilengkapi dengan narasi yang terdiri dari pasal-pasal berikut: A. Kondisi sekarang B. Permasalahan dan sasaran tahun 2010 C. Arah Kebijakan Dalam setiap pasal, semua sektor di setiap bidang dibahas. Matriks pendidikan terdiri dari 109 baris (kegiatan, jenis pendanaan). Kolom-kolomnya terdiri dari: Kode anggaran Kegiatan Keluaran (kuantitas)
80 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Program yang mencakup kegiatan-kegiatan Instansi pelaksana Alokasi Anggaran.
Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun adalah sebuah program. Kegiatan-kegiatan di bawah ini dibiayai di bawah program tersebut. Instansi Pelaksana: Depdiknas Depag BOS BOS SD-SMP satu atap Peningkatan kualitas madrasah Sekolah SMP baru Membangun madrasah baru )program ADB) Laboratorium sains untuk SMP Merehabilitasi madrasah ITC untuk pendidikan Kesetaraan nonformal di pesantren Ujian nasional Pendidikan dasar di pesantren Pendidikan kesetaraan nonformal Pendidikan khusus Akreditasi 10.000 SD Akreditasi 2500 SMP Akreditasi 150 SLB Mengembangkan model kurikulum/pengajaran Mengembangkan materi pengajaran di kabupaten/kota Buku III [Jilid ini masih baru dalam rencana kerja tahunan pemerintah dan berasal dari Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) di zaman Orde Baru.]
Buku III berisi rencana kerja pemerintah untuk provinsi yang dibagi menjadi tujuh kawasan geografis: Jawa – Bali Kalimantan Nusatenggara Papua Sulawesi Sumatra Maluku. Rencana kerja pemerintah untuk setiap kawasan terbagi menjadi pasal-pasal: 1. Kondisi sekarang 2. Maksud dan tujuan, termasuk sasaran kuantitatif 3. Strategi dan arah kebijakan, berdasarkan rencana tata ruang yang ada. Meskipun data untuk setiap kawasan geografis berbeda, uraian dan isi substansi (sektor-sektor yang tercakup, prioritas, dsb) seragam di seluruh kawasan tersebut.
81 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Tidak ada informasi mengenai biaya atau pembahasan sumber pendanaan. IV. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional 2005 - 2009 Versi resminya terlampir pada Permendiknas 32/2005 tetapi diberi tanggal untuk tahun 2007 [Versi ini dicantumkan dalam website Depdiknas. Versi sebelumnya, Oktober 2005, diedarkan dalam bentuk CD. Versi sebelumnya agak berbeda dengan versi yang resmi. Juga ada draft Rencana Strategis Pendidikan 2010 – 2014 bulan Februari 2009 yang beredar pada saat disusun review ini. Namun, pada bulan Oktober 2009, Menteri Pendidikan yang baru dilantik dan kemungkinan ia akan memimpin penyusunan Rencana Strategis Pendidikan 2010 – 2014.]
Rencana ini diawali dengan Kata Pengantar yang mendefinisikan sasaran jangka panjang (20 tahun) pembangunan pendidikan untuk menciptakan warga negara Indonesia yang cerdas dan berdaya saing. Jangka panjang dibagi menjadi empat tahapan lima tahunan: 2005-2010 meningkatkan kapasitas dan modernitas sistem pendidikan 2010-2015 meningkatkan dan memperkuat pelayanan pendidikan pada tingkat nasional. 2015-2020 memperkuat daya saing pada tingkat regional [ASEAN] 2020-2025 memperkuat daya saing pada tingkat internasional. Seluruh rencana strategis, setiap tahapan dan setiap bagian pada tahapan tersebut diarahkan pada tiga “fokus” Pemerataan dan perluasan akses pendidikan Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik seluruh jajaran pendidikan di pusat [Jakarta] dan daerah. Bab I Latar Belakang Bab ini berisi rangkuman kebijakan pendidikan yang dimuat dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) di Masa Orde Baru maupun landasan hukum (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004 – 2009). Bab ini juga mengutip TAP MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan (2020) yang berisi daftar karakteristik yang harus dicapai Indonesia pada tahun 2020. Butir ke-7 dari visi ini adalah Indonesia yang “maju” dan sub-butir c mengharuskan peningkatan kualitas pendidikan untuk menciptakan tenaga kerja yang memiliki kompetensi standar nasional dan internasional. [Yang menarik di sini adalah bahwa UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 tidak menyebutkan TAP MPR ini sebagai sumber.] hal. 2 Bab 1 juga berisi bagian yang mengelompokkan 39 program Depdiknas (mata anggaran) menjadi kelompok program Bappenas: delapan kelompok program pendidikan dan tujuh kelompok program “lain”.
82 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Tabel 1.1, hal. 3 – 4 Bab 2 Dasar Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nasional Tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah: Meningkatkan iman, takwa, akhlak mulia meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi meningkatkan sensitifitas dan kemampuan ekspresi estetis; meningkatkan kualitas jasmani [tubuh] meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun secara efisien, bermutu, dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas manusia Indonesia; menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara; memperluas akses pendidikan nonformal bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan; meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan nasional dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya meningkatkan relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien, produktif, dan demokratis dalam suatu tata kelola yang baik dan akuntabel meningkatnya efisiensi dan efektifitas manajemen pelayanan pendidikan melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan Depdiknas yang bersih dan berwibawa. Hal. 9 Visi: Pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
83 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan Insan Indonesia Cerdas dan Kompetitif. Penjelasan hasrat Depdiknas tersebut menandaskan bahwa insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis. hal. 10 Visi Depdiknas lebih menekankan pada pendidikan transformatif, yang menjadikan pendidikan sebagai motor penggerang perubahan dari masyarakat berkembang menuju masyarakat maju. hal. 11 Misi Mewujudkan Pendidikan yang Mampu Membangun Insan Indonesia Cerdas Komprehensif dan Kompetitif. hal. 12 Tata Nilai Depdiknas input values: nilai-nilai untuk pegawai process values: nilai-nilai untuk pengelola output values: nilai-nilai untuk pemangku kepentingan. hal. 13 [setiap kelompok tata nilai mempunyai daftar nilai-nilai terlampir] Bab 3 Kebijakan Pokok Pembangunan Pendidikan Nasional Basic [Setiap kebijakan pokok dikembangkan menjadi sejumlah kebijakan yang disertai dengan sejumlah “program” (mata anggaran). Hanya kebijakan dan program yang berhubungan dengan pendidikan dasar yang dicantumkan di bawah ini.]
1. pemerataan dan perluasa akses Kebijakan menghapus hambatan biaya (cost barriers) terhadap pendidikan dasar melalui pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) Membentuk “SD-SMP Satu Atap” Program pendidikan kesetaraan nonformal untuk siswa usia pendidikan dasar. hal. 19 Program Pendanaan biaya operasi Wajar Dikdas 9 tahun/BOS. hal. 20
Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan (rehabilitasi gedung SD, membangun gedung SMP) Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan. Hal. 21
2. Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing Kebijakan Standar nasional pendidikan
84 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Ujian sekolah untuk SD dan ujian nasional untuk SMP Penjaminan mutu melalui suatu proses analisis terhadap hasil ujian untuk menentukan faktor pengungkit sebagai dasar untuk memberikan intervensi Tindakan afirmatif dengan memberikan perhatian lebih besar pada satuan pendidikan yang kualitasnya rendah. Akreditasi. Hal. 24
Program-Program Implementasi standar nasional pendidikan (SNP) Penjaminan mutu dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP) Survei benchmarking mutu pendidikan terhadap standar internasional Akreditasi Pengembangan guru sebagai profesi. hal. 25
Sarana dan prasarana Pembangunan sekolah bertaraf internasional di setiap kabupaten/kota Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) dalam pendidikan. hal. 26
3. Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra Publik Reformasi pendidikan secara efektif, efisien dan akuntabel. hal. 28 Kebijakan Pengembangan kapasitas di semua tingkat pemerintahan dan di sekolah. hal. 29
Peningkatan sistem pengendalian internal berkoordinasi dengan BPKP dan BPK Peningkatan kapasitas aparat Inspektorat Jenderal Peningkatan kapasitas aparat perencanaan dan penganggaran. hal. 30
Peningkatan kapasitas manajerial aparat Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan yang disertai dengan penyempurnaan peraturan perundang-undangan Peningkatan citra publik Pemberantasan KKN. hal. 30
Tindak lanjut temuan-temuan audit Pengembangan aplikasi sistem informasi manajemen (SIM) secara terintegrasi. hal. 31
Bab 4 Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2005 – 2025 4 tahapan masing-masing dengan tema strategisnya sendiri Peningkatan kapasitas dan modernisasi 2005 – 2010 85 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Penguatan pelayanan 2010 – 2015 Daya saing regional 2015 – 2020 Daya saing internasional 2020 – 2025 . hal. 36
3 fokus utama untuk setiap tema/tahapan: Pemerataan dan perluasan akses Peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik. hal. 36 [Di sini juga terdapat lampiran yang mencantumkan tema, visi, sasaran dan kegiatan (program/mata anggaran) untuk setiap satuan kerja eselon 1 dalam Depdiknas selama masing-masing periode. Sasaran dan kegiatan dikelompokkan menurut 3 bidang fokus utama.]
Bab 5 Rencana Pembangunan Pendidikan Nasional jangka Menengah 2005 – 2009 Gambar 5.1 (hal. 43) memperlihatkan kondisi saat ini program kondisi yang diharapkan 2009-11-20 untuk 3 bidang fokus utama. Untuk pendidikan dasar: Akses pendidikan Kondisi saat ini: 3,2% anak usia 7 – 12 tahun dan 16,5% anak usia 13 – 15 tahun tidak bersekolah program: pendidikan dasar kondisi yang diharapkan: 98% anak usia 13 – 15 bersekolah. Mutu pendidikan Kondisi saat ini: peringkat internasional Indonesia ke-12 dari 12 terkait dengan tingkat relevansi sistem pendidikan dengan kebutuhan pembangunan * o Siswa kurang gizi o 40% tenaga pengajar mengajarkan mata pelajaran yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya o 58% ruang kelas SD rusak berat dan ringan o Kebutuhan guru 218.000 orang. Program: pendidikan dasar Kondisi yang diharapkan: tercapainya standar nasional pendidikan. [tidak ada data atau sumber pendukung yang diberikan untuk pernyataan ini]
Tata kelola Depdiknas Kondisi saat ini: o 8.817 temuan penyimpangan oleh auditor (1997 – 2004) o Decentralisasi pendidikan o Sistem informasi manajemen (SIM) tidak memberikan informasi yang diperlukan untuk manajemen o Laporan keuangan dengan opini disclaimer dari BPK/auditor. Program: beragam Kondisi yang diharapkan: o Manajemen perubahan o Sistem pembiayaan berbasis kinerja o Manajemen berbasis sekolah o Standar nasional pendidikan (manajemen) o ICT untuk manajemen 86 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
o Laporan keuangan bukan dengan opini disclaimer. [Setiap “program” adalah satuan eselon 1.]
Program-program pendidikan dasar Akses Pendidikan o BOS o [hibah blok] untuk pembangunan dan rehabilitasi sekolah + laboratorium, perpustakaan dan buku o SD-SMP satu atap o Pelayanan khusus bagi siswa di daerah terpencil, jarang penduduknya, bencana alam, konflik dan terisolasi serta anak-anak jalanan. Sasaran Angka partisipasi sekolah anak usia 7 – 12 tahun 99,6% Angka partisipasi murni SD 95% Angka partisipasi sekolah anak usia 13 – 15 tahun 96.6% Angka partisipasi murni SMP 75%. Hal. 47
Peningkatan Mutu, Relevansi dan Daya Saing o model kurikulum, metode pengajaran dan metode penilaian o profesionalisasi dan kompetensi guru o peningkatan sarana dan prasarana pendidikan o sekolah berbasis keunggulan lokal o sekolah bertaraf internasional o ICT. Hal 48
Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas dan Citra Publik o Dewan pendidikan dan komite sekolah o EMIS Hal 48
Bab 6 Strategi Pembiayaan Prioritas karena terbatasnya anggaran pemerintah Prioritas pertama anggaran pemerintah adalah dukungan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan anak-anak yang kurang beruntung lainnya Prioritas kedua adalah pendanaan untuk desentralisasi dan otonomi pendidikan Hal 67
Prioritas ketiga adalah menggunakan anggaran untuk fungsi insentif dan disinsentif Hal 68
Rencana Pembiayaan Tabel 6.1 (hal. 70) memperlihatkan perkiraan makro selama lima tahun untuk alokasi anggaran pemerintah pusat dan daerah di sektor pendidikan. Anggaran sektor pendidikan pemerintah pusat (tidak termasuk gaji guru) terhadap total belanja pusat
87 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
naik dari 9% pada tahun 2005 [realisasi] menjadi 20% pada tahun 2009. Jika termasuk gaji guru, maka persentase kenaikannya adalah dari 43% pada tahun 2005 menjadi 127% pada tahun 2009.* Total alokasi anggaran sektor pendidikan pemerintah daerah terhadap total belanja daerah naik dari 20% pada tahun 2005 [perkiraan] menjadi 28% pada tahun 2009. [Angka ini dapat melebihi 100% karena gaji guru tidak dimasukkan dalam “anggaran pemerintah pusat”. Gaji tersebut telah ditransfer langsung ke daerah melalui DAU (bagian dari dana bagi hasil). “Anggaran pemerintah pusat” didefinisikan sebagai total anggaran pendapatan dan belanja negara di luar transfer kepada daerah (dana bagi hasil, dana otonomi khusus dan dana perimbangan).]
Tabel 6.2 (hal. 70) memperlihatkan biaya satuan pendidikan total faktual dari berbagai jenis (Depdiknas dan Depag) dan tingkat sekolah (SD, SMP, SMA). [Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara selama pemuktahiran dokumen ini menunjukkan bahwa biaya-biaya didasarkan pada survei yang dilaksanakan untuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).]
Tabel 6.3 (hal 71), 6.4 (hal 72) dan Grafik 6.1 (hal. 72) memperlihatkan perkiraan realisasi pembiayaan selama lima tahun yang diperlukan dibandingkan dengan perincian antisipasi anggaran Depdiknas berdasarkan kategori belanja. Total pembiayaan yang diperlukan naik 69%* selama jangka waktu lima tahun dalam rangka meningkatkan kualitas dan akses ke sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Kontribusi Depdiknas terhadap total pendanaan yang diperlukan naik dari 31% to 55% selama jangka waktu tersebut, sehingga anggaran Depdiknas mengalami kenaikan 200%.** Kontribusi donor internasional diasumsikan tetap stabil sebesar 5%. Kontribusi masyarakat diasumsikan relatif stabil sebesar 38% - 40% total kebutuhan pembiayaan tetapi ini menyebabkan kenaikan nilai kontribusi sebesar 62% selama jangka waktu tersebut. Akhirnya, kekurangan dana (fiscal gap) turun dari 23% pada tahun 2005 menjadi 1% pada tahun 2009.*** [*Tabel dan grafik menggunakan rupiah. Perhitungan persentase oleh penulis.] [**Perhatikan bahwa semua perhitungan mengasumsikan laju inflasi 8% pada tahun 2005 yang turun menjadi 3% pada tahun 2009.] [***Perhatikan bahwa fiscal gap didefinisikan sebagai berkurangnya peningkatan kualitas, bukan defisit belanja absolut.]
Bab 7, Pemantauan dan Evaluasi Dimulai dengan pembahasan teori Pemantauan dan Evaluasi sebagai bagian dari struktur organisasi. Dilanjutkan dengan jenis pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh setiap instansi. Indikator kinerja terdiri dari: masukan, proses, keluaran, dampak untuk setiap kebijakan strategis (akses, mutu, tata kelola).
88 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Tabel 7.1 Indikator kunci: Perluasan akses dan pemerataan o Angka partisipasi (termasuk program pendidikan nonformal) o Disparitas angka partisipasi antar berbagai kelompok (gender, perkotaanperdesaan, miskin-tidak miskin, dsb) o Penduduk buta aksara. Mutu dan relevansi o Nilai ujian o Proporsi SMA dalam program kejuruan o Proporsi pendidikan tinggi dalam program kejuruan dan profesional. Tata kelola o Jumlah masalah yang ditemukan dalam audit o Nilai rupiah dari masalah yang ditemukan dalam audit o Nilai rupiah dari kasus-kasus yang ditindaklanjuti/diselesaikan hal. 84 – 86 Juga disajikan target kuantitatif tahunan untuk indikator-indikator tersebut.
89 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Lampiran 2 BOS dan Dana Kompensasi Subsidi BBM Pendahuluan 1. Bantuan Operasional Sekolah/BOS adalah kegiatan1 (mata anggaran) dalam Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun2 pemerintah Indonesia. Meskipun BOS sekarang menjadi mata anggaran tersendiri, bantuan ini berasal dari jaring pengaman sosial dan dana kompensasi subsidi BBM, yang merupakan kategori politik, bukan mata anggaran. Latar belakang ini menjelaskan beberapa ciri yang tidak lazim dalam prosedur pendanaan BOS. Selain itu, selama beberapa tahun fiskal di mana BOS dimasukkan dalam anggaran,3 desain dan prosedur administratif kegiatan mengalami perubahan yang besar. Oleh karena itu, tampaknya akan berguna jika BOS dan latar belakangnya dijelaskan secara singkat. Jaring Pengaman Sosial 2. Jaring pengaman sosial, yang kemudian berkembang menjadi program kompensasi subsidi BBM dan BOS, berawal sebagai salah satu komponen untuk penanggulangan krisis valas di akhir tahun 1997. Sebagai bagian dari komitmen Indonesia terhadap bantuan darurat International Monetary Fund (IMF), Pemerintah Indonesia menyetujui konsep “jaring pengaman sosial”. Saat itu, konsep tersebut sangat tidak jelas: “alokasi anggaran untuk belanja sosial akan meningkat untuk memastikan bahwa semua warga negara Indonesia menerima sedikitnya pendidikan dasar sembilan tahun dan pelayanan kesehatan dasar yang lebih baik.”4 Ketika krisis valas berkembang menjadi krisis ekonomi, komitmen konkret pertamanya adalah program padat karya untuk mempertahankan daya beli masyarakat miskin di daerah perdesaan maupun perkotaan.5 Program tambahan berikutnya adalah peningkatan subsidi anggaran untuk pangan, BBM dan listrik maupun subsidi skema kredit untuk usaha kecil dan menengah di mana sebagian besar dari mereka menggunakan tenaga kerja non-pertanian.6 Setelah hampir setahun mengalami krisis, pemerintah akhirnya meluncurkan tiga program baru: beras bersubsidi untuk keluarga sangat miskin, program beasiswa untuk siswa SD dan SMP dari keluarga miskin, dan hibah blok kepada sekolah-sekolah untuk menutupi biaya operasional yang melonjak akibat tingkat inflasi yang tinggi.7 Semua program tersebut dibiayai melalui anggaran pembangunan dengan bantuan donor. Untuk tahun ajaran 1999/2000, Bank Pembangunan Asia membiayai beasiswa dan hibah sekolah di 16 provinsi sedangkan Bank Dunia membiayai program tersebut di 10 provinsi lain. Dana disalurkan melalui alokasi anggaran pembangunan kepada kementerian bersangkutan, misalnya program padat karya melalui Departemen Pekerjaan Umum; bantuan beras melalui Bulog (lembaga pengadaan beras pemerintah); beasiswa dan hibah blok sekolah melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.8
1
Mata anggaran dalam APBN. Kelompok kegiatan terkait yang membentuk kategori pembiayaan. 3 Sejak tahun 2005. 4 Letter of Intent, 31 Oktober 1997; (d) Jaring Pengaman Sosial, paragraf 45. 5 Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan Pemerintah Indonesia, 15 Januari 1998, paragraf 48. 6 Memorandum Tambahan Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 10 April 1998 paragraf 20. 7 Letter of Intent dan Memorandum Kebijakan Ekonomi dan Keuangan, 29 Juli 1998. 8 Namanya kemudian berubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional. 2
90 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
3. Di akhir bulan Maret 2000, pemerintah mengumumkan rencana untuk menaikkan harga BBM pada tanggal 1 April dalam upaya mengurangi subsidi BBM. Pada saat yang sama, pemerintah juga mengumumkan akan melindungi keluarga miskin dan penumpang angkutan umum dari kenaikan harga tersebut dengan menyediakan bantuan tunai untuk membeli BBM dengan harga baru. Setelah berkonsultasi dengan DPR, kenaikan harga akhirnya ditunda sampai bulan Oktober dan pemerintah menyediakan bantuan langsung tunai kepada keluarga-keluarga miskin yang sudah didata.1 4. Setahun kemudian, Bank Dunia membatalkan tahap kedua pinjaman jaring pengaman sosial dan dengan demikian berakhirlah bantuan donor untuk program jaring pengaman. Hasil evaluasi Bank menyimpulkan: "Secara keseluruhan, kontribusi program jaring pengaman untuk mengurangi dampak terburuk dari krisis terhadap rakyat miskin tampaknya tidak terlalu besar meskipun beberapa program termasuk beasiswa dan beras bersubsidi terbukti mempunyai dampak yang positif." 5. Pada bulan Juni 2001, pemerintah menaikkan harga BBM lagi sebesar 30 persen. Pada saat yang sama, pemerintah mengusulkan kepada DPR untuk menyediakan alokasi anggaran bantuan bagi operator angkutan umum guna membantu mereka mengatasi kenaikan harga; beras bersubsidi tambahan untuk 1,2 juta keluarga miskin; program vaksinasi untuk anak-anak dan kebutuhan kesehatan lain dari rakyat miskin; beasiswa dan renovasi sekolah; air bersih bagi desa-desa miskin; pinjaman lunak bagi usaha kecil; dan bantuan pemberdayaan masyarakat nelayan kecil. Bantuan pendidikan terdiri dari beasiswa bagi siswa SD kelas 1, 2 dan 3, siswa SMP dan SMA kelas 1 dan 2;2 hibah blok untuk bantuan operasional SD, SMP dan SMA; siswa dan tutor (guru pamong) dalam program pendidikan nonformal; dan bantuan beasiswa dan hibah blok siswa kepada Depag. Ini adalah pertama kalinya alokasi anggaran untuk sektor sosial secara eksplisit dihubungkan dengan harga BBM. Namun, jumlah kenaikan alokasi anggaran untuk sektor sosial tidak langsung berhubungan dengan perhitungan penurunan alokasi anggaran untuk subsidi BBM, sebaliknya kenaikan alokasi tersebut didasarkan pada biaya satuan yang digunakan untuk kegiatan jaring pengaman sosial. 6. Dana beasiswa disalurkan kepada siswa-siswa yang memenuhi syarat melalui Kantor Pos. Departemen Keuangan mentransfer dana ke Kantor Pos pusat dengan mendebet transfer dari alokasi anggaran Depdiknas. Kantor Pos pusat kemudian mengirimkan dana tersebut ke cabang-cabang kantor pos untuk dibayarkan secara langsung kepada siswa. Dana Kompensasi Subsidi BBM 1
Mulanya, pendataan dilakukan melalui sensus rumah tangga oleh Badan Keluarga Berencana Nasional dalam Program Kesejahteraan Keluarga karena Badan Keluarga Berencana Nasional mempunyai system penggolongan rumah tangga berdasarkan status “kesejahteraan” yang menggunakan kombinasi tingkat konsumsi, kepemilikan barang yang tahan lama dan variable-variabel lain. Pendataan selanjutnya dilakukan melalui sensus rumah tangga oleh Badan Pusat Statistik yang menggunakan garis kemiskinan berdasarkan konsumsi. Ketua RT mengeluarkan kartu miskin agar rumah tangga di lingkungannya dapat mengajukan permohonan bantuan. Ketentuan ini membuat penduduk pindahan illegal (yang tidak terdaftar di RT setempat) tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan. 2 Beasiswa untuk siswa kelas 4, 5 dan 6 SD dan kelas 3 SMP dan SMA dibiayai dengan alokasi anggaran yang dikirimkan melalui Depdiknas.
91 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
7. Dana kompensasi subsidi BBM adalah kategori politik, bukan mata anggaran. Proses anggarannya rumit. Pada dasarnya, subsidi dibayar oleh Pemerintah kepada Pertamina (BUMN) untuk mengganti biaya impor dan distribusi produk minyak bumi kepada Pertamina. Biaya ini terdiri dari 2 komponen: Selisih antara harga yang dibayar Pertamina di pasar internasional (atau harga internasional di mana Pertamina dapat menjual produksi domestiknya) dengan harga domestik Dikalikan jumlah BBM yang digunakan.1 Departemen Pertambangan dan Energi dan Pertamina, bersama-sama dengan Departemen Keuangan, meramalkan harga internasional dan permintaan domestik. Ini menjadi dasar proposal anggaran Pemerintah kepada DPR atas mata anggaran “subsidi kepada BUMN”. 8. Jika harga minyak internasional meningkat secara drastis maka alokasi anggaran untuk subsidi kepada Pertamina akan lebih cepat dibelanjakan daripada jadwal pencairannya dan -- akhirnya – mengancam arus kas perusahaan Pertamina dan kemampuannya untuk mengimpor minyak. Karena subsidi tersebut merupakan mata anggaran maka ramalan (asumsi) semula dan revisinya pada total subsidi harus mendapatkan persetujuan DPR. Ini adalah perbedaan antara potensi subsidi yang dibutuhkan berdasarkan asumsi tertentu dengan realisasi subsidi yang dianggarkan (berdasarkan asumsi alternatif), yaitu “dana” kompensasi subsidi BBM. “Dana” tersebut dapat berasal dari perbedaan asumsi antara satu tahun dan tahun berikutnya (misalnya usulan anggaran tahun 2003), maupun dari perubahan asumsi yang dihitung dalam proses evaluasi realisasi penerimaan dan pengeluaran selama semester pertama tahun fiskal bersangkutan sebagai persiapan pengajuan perubahan anggaran yang diusulkan kepada DPR pada semester kedua (misalnya 2004). 9. Alokasi “dana” juga menjadi bagian dari proses anggaran sehingga harus dibahas antara Pemerintah dan DPR. Fakta bahwa “dana” tersebut berasal dari asumsi berarti bahwa jumlahnya dapat dibahas, dalam batas-batas tertentu. Asumsi-asumsi tentang harga produk minyak internasional mempengaruhi kedua sisi anggaran, yaitu penerimaan dan pengeluaran, sehingga satu-satunya tekanan yang berat adalah tingkat total defisit anggaran dan bahkan hal inipun masih dapat dibahas dalam batas-batas yang ditetapkan undang-undang. Kenaikan harga BBM domestik menyebabkan kenaikan pendapatan Pertamina dan mengurangi jumlah subsidi yang dibutuhkan untuk menutupi biaya-biaya Pertamina. Pengurangan alokasi anggaran untuk subsidi menyebabkan meningkatnya pengeluaran departemen-departemen sektoral dalam defisit anggaran yang sama tetapi ukuran dan distribusi “dividen” ini merupakan proses politik antara DPR dan Pemerintah. 10. Pada bulan Januari 2002 pemerintah menaikkan harga BBM kembali dan, untuk pertama kalinya, pemerintah mengumumkan mekanisme spesifik untuk meluncurkan “dana kompensasi” guna mengurangi dampak kenaikan harga BBM terhadap rakyat miskin. Pemerintah memperkirakan bahwa ada 40 juga orang miskin dan bahwa kenaikan harga BBM akan menambah Rp 170.000 kepada biaya hidup setiap rumah tangga miskin per tahun. Namun, nilai total paket bantuan (beasiswa, perawatan 1
Pada tahun 2003, kurangnya perhitungan permintaan bensin yang cukup besar telah menyebabkan Pertamina kekurangan dana tunai sebanyak 30% sehingga akhirnya menyebabkan bank-bank internasional menolak mengeluarkan Surat Kredit untuk mengimpor BBM. WB PER tahun 2007 menyatakan bahwa arus kas masih menjadi masalah di Pertamina.
92 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
kesehatan gratis, beras bersubsidi) menjadi Rp 350.000. Pembiayaan programprogram tersebut disalurkan melalui alokasi anggaran sekotrak ke setiap departemen (dan Bulog). 11. Pada bulan Januari 2003, Pemerintah menaikkan harga listrik, yang sehari kemudian diikuti dengan harga BBM. Sekali lagi Pemerintah mengumumkan akan ada kompensasi bagi rakyat miskin dalam bentuk beras bersubsidi, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Namun, tidak alokasi anggaran baru yang diumumkan dan “kompensasi” tersebut tampaknya merupakan kelanjutan dari program-program sebelumnya. 12. Kenaikan yang tajam pada harga minyak internasional selama triwulan pertama tahun 2003 terkait dengan keterlibatan AS di Irak dan kenaikan harga-harga yang mengikutinya selama jangka waktu setelah triwulan pertama diperhitungkan sebagai asumsi dalam usulan APBN 2004. Ketika usulan perubahan APBN 2004 diajukan kepada DPR pada semester kedua tahun 2004 – selama kampanye pemilihan Presiden langsung pertama – semua calon presiden mengakui perlunya kenaikan harga BBM domestik untuk menutupi kelebihan pengeluaran 300% atas mata anggaran subsidi BBM yang disebabkan oleh kenaikan dua kali lipat harga minyak dunia. 13. Pasangan presiden dan wakil presiden yang baru terpilih Susilo Bambang Yudoyono dan Jusuf Kalla segera mengumumkan bahwa kenaikan harga minyak domestik perlu dilakukan di awal tahun 2005. Namun, dicapai kesepakatan dengan DPR bahwa kenaikan harga tersebut tidak akan diajukan sebagai perubahan APBN 2005 yang telah disahkan oleh DPR. Sebaliknya, kenaikan harga tersebut akan dilakukan secara “lentuk” dalam pelaksanaan APBN yang berlaku. 14. Pemerintah mengumumkan “skema baru yang progresif dan berpihak pada rakyat miskin” untuk menekan dampak kenaikan harga BBM terhadap rakyat miskin berupa “dana baru”, tetapi kegiatan tersebut adalah kelanjutan dan perluasan dari kegiatan sebelumnya, yaitu, beras bersubsidi, pendidikan dan kesehatan, pekerjaan umum, dan sebagainya. Untuk pertama kalinya, pemerintah mengajukan perhitungan secara eksplisit: memperlihatkan bahwa alokasi anggaran mencapai Rp 19 trilyun; tanpa kenaikan harga BBM (dan berdasarkan asumsi tentang harga minyak internasional) subsidinya mencapai Rp 39,8 trilyun; dan tanpa kenaikan harga BBM (berdasarkan asumsi yang sama tentang harga minyak internasional), dibutuhkan Rp 60,1 trilyun untuk mendanai subsidi ini. Jadi, penghematan dari subsidi BBM mencapai Rp 20 trilyun, dan dari jumlah ini, pemerintah akan mengalokasikan separuhnya (Rp 10,5 trilyun) kepada program untuk rakyat miskin. Ini dapat ditambahkan kepada alokasi anggaran yang ada sebesar Rp 7,3 trilyun untuk program yang sama dalam rangka menyediakan total “dana” sebesar Rp 17,8 trilyun.1 Pemerintah juga menawarkan paket bantuan kepada pemilik angkutan umum sehingga mereka tidak perlu menaikkan tarif angkutan. BOS 15. Harga minyak domestik naik pada bulan Maret 2005 dan perubahan anggaran yang sangat besar diajukan kepada DPR. Langkah ini perlu dilakukan untuk menyediakan saluran pendanaan rekonstruksi pasca-tsunami maupun perubahan 1
Surat kabar Jakarta Post, Selasa, 1 Maret 2005.
93 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
alokasi untuk subsidi kepada Pertamina dan bantuan kompensasi subsidi BBM, yang diprogram melalui anggaran kementerian pusat tetapi dikirim kepada berbagai lembaga pelaksana: dinas provinsi dan kabupaten/kota, Perusahaan Askes (perusahaan asuransi milik negara), Bulog, dan sebagainya. Pada bulan Juni, perubahan anggaran disahkan oleh DPR, yang menaikkan total alokasi untuk program pengentasan kemiskinan dari Rp 10,5 trilyun menjadi Rp 12,5 trilyun di mana hampir seluruh kenaikan ini ditujukan untuk pendidikan.1 Bentuk bantuan untuk pendidikan juga berubah dari beasiswa untuk siswa yang tidak mampu menjadi hibah per kapita kepada sekolah-sekolah. Hibah ini disebut program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). BOS diberikan kepada semua sekolah2 dan madrasah yang menyelenggarakan pendidikan dasar (SD dan SMP) sedangkan program beasiswa dipertahankan untuk siswa sekolah dan madrasah yang menyelenggarakan pendidikan menengah atas. 16. Alasan resmi3 dilaksanakannya program BOS saat itu adalah bahwa rumah tangga miskin4 mempunyai akses pendidikan yang lebih rendah (angka partisipasi) dan ini melanggar hak mereka untuk mendapatkan pendidikan dan mengancam keberhasilan dalam mencapai sasaran Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun pemerintah. Diakui bahwa salah satu alasan angka partisipasi yang lebih rendah untuk anak-anak dari keluarga miskin adalah tingginya biaya pendidikan, termasuk biaya tidak langsung seperti transportasi, uang sakut, dan sebagainya. Kenaikan harga BBM dianggap telah mengurangi daya beli rumah tangga miskin, sehingga mempersulit mereka untuk menyekolahkan anak-anak mereka dan akhirnya mengancap sasaran Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. 17. Secara eksplisit dinyatakan bahwa BOS akan “menggratiskan peserta didik dari beban biaya operasional sekolah … [untuk] pendaftaran, uang sekolah, biaya ujian dan materi pelajaran serta biaya praktikum.”5 Tujuan BOS adalah menyediakan bantuan bagi sekolah-sekolah untuk “mengizinkan sekolah untuk menghapuskan biaya pendidikan dengan tetap mempertahankan kualitas pendidikan”.6 18. Awalnya, BOS dirancang dengan mekanisme penyeleksian sendiri yang mendorong hanya sekolah-sekolah yang melayani siswa miskin untuk mengajukan permohonan bantuan. Draft buku panduan awal (dan pengumuman awal oleh Komisi Anggaran DPR) menetapkan bahwa setiap sekolah yang menerima BOS harus membebaskan murid-muridnya dari semua biaya dan iuran sekolah. Teorinya adalah bahwa sekolah-sekolah yang menarik bayaran lebih kecil daripada BOS dapat 1
Alokasi untuk pelayanan kesehatan mengalami sedikit kenaikan. Alokasi untuk prasarana pedesaan tetap sama, tetapi besarnya hibah blok kepada setiap desa berkurang dari Rp 300 juta menjadi Rp 150 juga untuk menjangkau lebih banyak desa. 2 Kecuali SMP Terbuka karena biaya tambahan program pendidikan “terbuka” ditutupi oleh hibah blok Depdiknas pusat kepada Sekolah Induk. SMP Terbuka sebenarnya sebuah program yang dijalankan oleh SMP (negeri) reguler yang disebut Sekolah Induk di luar program regulernya. Sekolah induk memenuhi syarat untuk mendapatkan BOS guna menutupi partisipasi pendidikan reguler, tetapi bukan partisipasi program terbuka. Pada tahun 2007, cakupan BOS diperluas ke partisipasi program pendidikan terbuka. Program-program pendidikan dasar nonformal (Paket A dan B) tidak termasuk dalam BOS karena alasan yang sama seperti SMP Terbuka: biaya-biaya ditutupi oleh anggaran Depdiknas yang ada. 3 Dinyatakan dalam Buku Panduan 2005, hal 2. 4 Dan rumah tangga yang hidup di daerah terpencil atau daerah konflik, dan rumah tangga dengan anak-anak penyandang cacat. 5 Ibid., hal 3. 6 Ibid., hal 3-4
94 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
mengajukan permohonan untuk mendapatkan bantuan BOS dan membebaskan siswa mereka dari bayaran sekolah, sedangkan sekolah-sekolah yang menarik bayaran lebih besar daripada BOS (kepada keluarga-keluarga yang lebih mampu) dapat menolak bantuan BOS.1 19. Namun, ketentuan ini berubah akibat tekanan politik berdasarkan jaminan Undang-Undang Dasar berupa pendidikan dasar gratis. Menteri Pendidikan menjelaskan bahwa: “Kami akan mulai menyelenggarakan pendidikan gratis pada tahun ajaran yang akan datang ... tetapi, istilah „gratis‟ bukan berarti bahwa sama sekali bebas dari biaya. Pendidikan „gratis‟ diberikan melalui hibah blok yang dicairkan kepada semua sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri, swasta dan yang bersifat agama di seluruh Indonesia. … Sekolah tidak lagi diizinkan menuntut biaya apapun dari siswa miskin,” ia menekankan. "Mereka akan menerima hibah yang besarnya bergantung pada jumlah murid di setiap sekolah, bukan hanya siswa miskin, dikali biaya per siswa,” katanya. Pendidikan „gratis‟ untuk siswa yang mampu dapat diberikan dengan membatasi jenis biaya yang diizinkan untuk dipungut oleh sekolah … Kami akan menentukan jenis biaya yang dapat dipungut sekolah dari siswa yang mampu," katanya. Jadi BOS sekarang tersedia bagi semua SD dan SMP serta madrasah yang mengajukan permohonan dan memenuhi syarat administratif untuk mendapatkan dana bantuan.2 20. Buku Panduan tahun 2006 menghubungkan BOS secara eksplisit dengan dana kompensasi subsidi BBM, tetapi Buku Panduan 2007, meskipun menyebutkan beban kenaikan harga BBM, tidak lagi menyebutkan “dana” tersebut. Tim manajemen BOS di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota disebut tim manajemen Dana Kompensasi Subsidi BBM pada tahun 2005 dan 2006, tetapi disebut tim manajemen BOS pada tahun 2007. 21. Buku Panduan tahun 2007 juga berisi tiga subbagian yang menghubungkan BOS dengan kebijakan pendidikan nasional dan bukan dengan mekanisme kompensasi subsidi BBM. Subbagian pertama3 membahas BOS sehubungan dengan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun4 dan mengidentifikasi BOS sebagai kegiatan yang menyumbang kepada peningkatan dan perluasan akses ke kelompok program.5 Subbagian ini juga mewajibkan kepala sekolah untuk “memperhatikan” aspek-aspek akses berikut ini:6 Tidak boleh ada siswa miskin yang putus sekolah karena alasan biaya Setiap upaya harus dibuat untuk memastikan bahwa lulusan SD melanjutkan pendidikan ke SMP; tidak boleh ada siswa miskin yang tidak dapat melanjutkan pendidikan karena alasan biaya 1
Ciri ini tetap dipertahankan dalam Buku Panduan, bahkan meskipun ketentuan tersebut telah diubah, bandingkan paragraf 20, hal. 91 di bawah ini. 2 Surat kabar Jakarta Post, Selasa, 18 Mei 2005 dan Buku Panduan 2005, hal 7. 3 Subbagian ini terncantum dalam Buku Panduan 2006. Subbagian-subbagian lainnya baru dalam Buku Panduan 2007. 4 Istilah “program” digunakan di sini sebagai sinonim untuk “mata anggaran” (yang terdiri dari banyak kegiatan) sedangkan istilah yang sama kemudian dalam kalimat itu digunakan sebagai sinonim untuk “kegiatan”. Istilah program dalam bahasa Indonesia digunakan dengan arti keduanya, tergantung pada konteksnya. 5 Dua kelompok program lainnya adalah peningkatan kualitas, relevansi dan daya saing; dan manajemen, akuntabilitas dan citra publik. 6 Buku Panduan 2007, hal. 10 – 11.
95 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Kepala sekolah harus aktif dalam kegiatan retrival, yaitu mencari anak-anak yang putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan ke SMP dan mengajak mereka untuk kembali bersekolah.
22. Subbagian kedua menguraikan BOS terkait dengan manajemen berbasis sekolah. Pembahasan ini menekankan bahwa BOS adalah wujud dari manajemen berbasis sekolah karena dana BOS sepenuhnya berada di bawah pengendalian sekolah yang memberdayakan sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat.1 Akhirnya, subbagian ketiga membahas BOS dan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Subbagian ini mencantumkan kewajiban-kewajiban pemerintah daerah: Terus menyediakan dana operasional bagi sekolah-sekolah2 Jika daerah (kabupaten atau provinsi) mempunyai kebijakan “sekolah gratis”, maka daerah tersebut harus menyediakan pendanaan yang cukup dari APBD untuk menutupi semua biaya Menyediakan pendanaan “safeguarding” Mengawasi penggunaan dana BOS oleh sekolah. Kelayakan dan partisipasi 23. Semua sekolah dan madrasah layak mendapatkan BOS. Sekolah-sekolah swasta harus terdaftar di Depdiknas atau Depag. Pondok pesantren yang terdaftar sebagai peserta program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun3 juga layak mendapatkan dana BOS bagi siswa-siswa yang menjadi peserta program. 24. Sekolah-sekolah yang mempunyai pendapatan lebih besar dari alokasi BOS diizinkan untuk menolak pendanaan BOS dan tidak wajib mengikuti aturan-aturan BOS tetapi kepala sekolah harus mendaftarkan penolakannya kepada tim BOS Kabupaten/Kota. Pemberitahuan penolakan harus turut ditandatangani oleh komite sekolah. Jika sekolah mempunyai siswa-siswa miskin maka sekolah itu wajib “menjamin” bahwa mereka tidak akan putus sekolah karena alasan biaya.4 25. Sekolah yang memutuskan untuk menerima BOS wajib mematuhi aturan-aturan berikut ini: Jika sekolah mempunyai siswa miskin maka siswa tersebut harus dibebaskan dari semua biaya dan iuran, dan dana BOS yang tersisa harus digunakan untuk “mensubsidi” siswa-siswa yang lain Jika sekolah tidak mempunyai siswa miskin maka dana BOS harus digunakan untuk mengurangi biaya dan iuran semua siswa senilai total dana BOS.
1
Ibid., hal. 11 – 12. Kewajiban ini juga dinyatakan dalam Buku Panduan 2005 dan 2006 3 Berdasarkan program ini, siswa pondok pesantren juga menerima pengajaran mata pelajaran yang merupakan kurikulum nasional dan mengikuti ujian nasional di akhir kelas 6 dan 9. Program ini berbeda dengan situasi di mana madrasah berkedudukan di lingkungan kampus pesantren. Madrasah adalah sekolah: ada ruang kelas, meja kursi, papan tulis, dsb. dan jadwal pelajaran mengikuti jam sekolah reguler. Dalam program pondok pesantren, mata pelajaran kurikulum nasional diajarkan dalam ruang kelas pesantren di mana para siswa mungkin duduk di atas tikar (atau karpet) di lantai dna pelajaran dijadwalkan di sekitar kurikulum bidang studi agama Islam. 4 Buku Panduan 2007, hal. 2. 2
96 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Kondisi sebelumnya secara eksplisit disebut “pendidikan gratis terbatas”,1 bandingkan paragraf 19 di atas. 26. Sekolah-sekolah yang memutuskan untuk menerima BOS harus membuka rekening bank atas nama sekolah (bukan perorangan) dengan tanda tangan resmi dari kepala sekolah dan ketua komite sekolah, yang secara tidak langsung mewajibkan sekolah untuk membentuk komite sekolah secara resmi. Jumlah dan Struktur BOS 27. BOS terdiri dari dana yang disediakan dari anggaran pusat kepada sekolahsekolah dan dihitung dengan rumus: biaya satuan (per kapita) x jumlah siswa. Program mencairkan dana Rp 5,3 trilyun pada bulan Juni–Desember 2005 dan Rp 11,12 trilyun pada tahun 2006, atau sekitar 25 persen dari seluruh anggaran pusat untuk pendidikan.2 28. Alokasi biaya satuan diperlihatkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Alokasi Biaya Satuan untuk BOS Tahun (fiskal) 2005: Semester 1 2005/2006 2006: Semester 2 2005/2006, Semester 1 2006/2007 2007: Semester 2 2006/2007, Semester 1 2007/2008
Biaya Satuan (Rp.) Primary JSE 1 235.000 324.5001 235.000 324.500 254.000 354.000
1
Sama dengan setahun penuh. Realisasi pembayaran 1/2 dari jumlah ini. Sumber: Buku Panduan, berbagai tahun
Meskipun alokasi biaya satuan BOS tidak berubah antara tahun 2005 dan 2006, inflasi tahunan3 selama tahun 2005 adalah 17,11%, selama tahun 2006 adalah 6,60% dan selama triwulan pertama tahun 2007 adalah 1,91%. Total kenaikan (dari tahun 2005 sampai 2007) alokasi biaya satuan BOS SD adalah sebesar 8,08% dan SMP adalah sebesar 9,09% sehingga realisasi nilai dana BOS yang diterima oleh sekolah turun secara signifikan. 29. Struktur biaya satuan didasarkan pada hasil studi empiris yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas pada tahun 2002/20034, tetapi realisasi alokasi biaya satuan didasarkan pada hasil pembahasan antara Depdiknas, Depkeu dan DPR. Depdiknas menyampaikan perhitungan awal kepada Depkeu dan DPR yang kemudian menetapkan total dana yang tersedia untuk BOS. Depdiknas membagi total dana yang ada dengan perkiraan jumlah siswa dan menetapkan alokasi satuan biaya yang dicantumkan dalam buku panduan. 30. Kerangka metodologi untuk pendataan komponen-komponen biaya yang digunakan dalam studi ini mengikuti rumus proposal pendanaan yang dikembangkan 1
Ibid., hal. 10. Belanja Pembangunan: Menciptakan Peluang Baru Terbanyak bagi Indonesia – Tinjauan Belanja Publik Indonesia 2007, Inisiatif Bank Dunia untuk Analisa Pengeluaran Publik, Jakarta 2007, hal. 36. 3 Badan Pusat Statistik, Indeks harga konsumen. Ini adalah rata-rata nasional-ada perbedaan daerah yang besar. 4 Diterbitkan pada tahun 2005, Abbas Ghozali, “Analisa Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah”, Badan Penelitian dan Pengembangan, Depdiknas, Jakarta, 2005. 2
97 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
oleh UNICEF/UNESCO untuk Depdiknas pada tahun 2001.1 Rumus ini membagi total biaya menjadi dua kategori: biaya operasional/berulang dan biaya investasi/modal/pembangunan. Hanya kategori yang pertama yang dibiayai dengan BOS. Biaya operasional dibagi lagi menjadi dua kategori: biaya personalia dan nonpersonalia. BOS membiayai biaya nonpersonalia.2 Komponen-komponen biaya yang dapat dibayar dengan dana BOS dapat dilihat dalam Tabel 3. Tabel 3 Komponen Biaya yang Layak (Eligible) Petunjuk awal tahun 2005 Perubahan tahun 2006 dan 2007 Pendaftaran Diperluas mencakup “semua” kegiatan yang terkait langsung dan tidak langsung dengan pendaftaran masuk dan pendaftaran ulang Buku pelajaran wajib dan pendukung Diperluas mencakup buku referensi untuk untuk dikoleksi perpustakaan dikoleksi perpustakaan3 Pendukung kualitas guru (Musyawarah Tidak berubah Guru Mata Pelajaran MGMP, kelompok diskusi kepala sekolah, pelatihan, dsb.) Biaya ulangan dan ujian Diperluas mencakup biaya penyusunan rapor Barang habis pakai (buku tulis, kapur, Daftar diperluas mencakup perlengkapan pensil, barang habis pakai praktikum) kantor untuk administrasi sekolah dan langganan surat kabar Pemeliharaan ringan Disebutkan kegiatan apa saja yang layak, termasuk pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler Untuk tahun 2007, ditambahkan perbaikan kamar mandi dan fasilitas sanitasi Listrik dan jasa Disebutkan daftar eksplesit termasuk listrik, air dan telepon, dan pemasangan telepon tambahan untuk sambungan yang ada4 Tunjangan yang melekat pada gaji guru Disebutkan bahwa BOS terbatas untuk tetap dan honorarium untuk guru tidak pembayaran gaji pegawai tidak tetap dan tetap dinyatakan bahwa tunjangan yang melekat pada gaji guru merupakan tanggung jawab penuh Pemerintah Kabupaten/Kota Kegiatan kesiswaan (program remedial, Daftar diperluas mencakup olah raga, 1
McMahon, W. dan Boediono, “Meningkatkan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia,” McMahon, dkk, Meningkatkan Pembiayaan Pendidikan di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, Indonesia, UNICEF dan UNESCO, 2001. 2 Biaya personel untuk guru PNS (dan kepala sekolah) di sekolah negeri maupun swasta ditutupi dengan alokasi anggaran pemerintah. 3 Panduan 2007 menambahkan bahwa buku-buku tersebut adalah tambahan untuk buku-buku yang dibeli melalui BOS Buku. 4 Yaitu, jika sambungan telepon tersedia di lingkungan sekolah. Membayar penyambungan telepon baru dari titik terdekat yang ada ke sekolah dilarang.
98 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Petunjuk awal tahun 2005 bimbingan belajar untuk persiapan ujian, ekstrakurikuler) Biaya transportasi untuk siswa miskin
Asrama (khusus pondok pesantren) Peralatan sholat (khusus pondok pesantren)
Perubahan tahun 2006 dan 2007 seni dan contoh-contoh spesifik kegiatan ekstrakurikuler Ditambahkan bahwa bantuan ini terbatas bagi siswa miskin yang mengalami “kesulitan” biaya transportasi dari dan ke sekolah Tidak berubah Tidak berubah Komponen baru: biaya administrasi BOS (perlengkapan kantor, penggandaan materi, korespondensi, pelaporan) Komponen baru: penggantian transportasi1 untuk guru tetapi hanya untuk kegiatan di luar beban mengajar reguler Komponen baru: jika semua kebutuhan di atas telah terpenuhi dan dana BOS masih tersisa, maka sisa dana tersebut dapat digunakan untuk membeli media pembelajaran dan mebeler sekolah.
Sumber: Buku Panduan, berbagai tahun
Petunjuk dalam buku panduan 2007 mengatakan bahwa dana BOS diutamakan untuk komponen-komponen yang ada dalam daftar. 31. Juga ada daftar komponen biaya yang tidak layak, yang meliputi: Instrumen finansial (seperti deposito) untuk mendapatkan bunga pinjaman kegiatan yang mahal yang bukan menjadi prioritas sekolah, khususnya karya wisata, studi banding dan bentuk perjalanan lain bonus, transportasi dan seragam [guru] dan biaya lain yang tidak secara spesifik terkait dengan kebutuhan siswa pemeliharaan besar pembangunan baru pembeliah barang-barang yang tidak secara langsung mendukung kegiatan belajar mengajar pembelian saham di perusahaan umum setiap biaya yang telah ditutupi dengan anggaran pemerintah pusat atau kabupaten/kota, terutama guru kontrak yang disediakan oleh pemerintah dan beban pengajaran tambahan. Jadwal dan Mekenisme Pembayaran 32. Karena BOS tercantum dalam APBN, maka dana BOS mengikuti tahun fiskal (Januari sampai Desember). Namun, sekolah beroperasi dan menyusun anggaran berdasarkan tahun ajaran (Juli sampai Juni). Maka, alokasi BOS untuk tahun fiskal 1
Ini seringkali merupakan ungkapan pelembut untuk tunjangan yang melekat pada gaji.
99 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
tertentu mendanai semester kedua dari tahun ajaran berjalan dan semester pertama tahun ajaran berikutnya. Sekolah-sekolah wajib melaporkan perubahan jumlah siswa di awal tahun ajaran (berikutnya). 33. BOS tahun 2005 disosialisasikan sebagai bagian dari proses perubahan anggaran tengah tahunan sehingga hanya mencakup semester pertama dari tahun ajaran 2005/2006. Semester kedua tercakup dalam BOS 2006. BOS 2005 disalurkan dengan satu kali pembayaran. BOS 2006 disalurkan secara bertahap: Tahap pertama untuk periode Januari dan Februari; Tahap berikutnya di Jawa dan Bali dalam selang waktu 2 bulan; Tahap berikutnya di kabupaten/kota lain dalam selang waktu 3 bulan. BOS 2007 disalurkan dalam selang waktu 3 bulan, dengan ketentuan bahwa pencairan harus dilakukan di awal bulan pertama dalam selang waktu tersebut. 34. Seringkali dikatakan bahwa BOS, seperti dana kompensasi subsidi BBM dan jaring pengaman sosial sebelumnya, disalurkan “langsung” dari Depkeu ke sekolahsekolah melalui kantor pos atau rekenening bank sekolah. Ini memang benar pada tahun 2005, tetapi sekarang tidak dilakukan lagi karena mekanisme pembayaran telah berubah setiap tahun (Bandingkan Gambar 1). 35. Ada tim manajemen BOS (sebelumnya disebut tim manajemen Kompensasi Subsidi BBM) di pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tim-tim ini terdiri dari pegawai Depdiknas dan pegawai dinas provinsi atau kabupaten/kota namun status hukum mereka sebagai anggota tim terpisah dari penugasan mereka sebagai PNS. Pada tahun 2005 dan 2006, tim-tim manajemen dari Depdiknas dan Depag bergabung, namun di awal tahun 2007, Depag mempunyai alokasi anggarannya sendiri untuk BOS serta manajemen dan struktur pembayarannya sendiri.
100 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Gambar 1 Mekanisme Pembayaran Sekolah mencatat jumlah siswa Sekolah mengirim data ke tim kab/kota
Tim kab/kota memverifikasi & menggabungkan data Tim kab/kota mengirim data ke provinsi
Tim prov menggabungkan data Prov mengirim data ke tim pusat
Tim pusat mengalokasikan dana BOS ke provinsi mata anggaran provinsi (DIPA)
Sekolah membuka rek. bank Sekolah mengirim surat perjanjian ke tim kab/kota
Tim Kab/Kota mengeluarkan SK ttg daftar sekolah dan alokasi BOS ke setiap sekolah SK asli ke tim provinsi Kopi ke “bank rekanan” dan sekolah
Tim prov mengeluarkan permintaan pembayaran Diverifikasi oleh Dinas Pendidikan Provinsi
Depkeu mengirim dana ke KPKN (Cab. Provinsi Ditjen Perbendaharaan)
KPKN mentransfer dana ke:
Depkeu mendebet rek. Anggaran Depdiknas
(2005)
“Bank rekanan”
Bank rekanan mentransfer dana ke rek. bank setiap sekolah
Rek bank tingkat provinsi (2006) Rek bank tim provinsi (2007)
Provinsi/Tim provinsi mentransfer dana ke rek BOS di “Bank Rekanan”
Bank rekanan mentransfer dana ke rekening bank setiap sekolah
101 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
36. Pembahasan berikut ini difokuskan pada prosedur Depdiknas, dengan penjelasan tambahan mengenai prosedur Depag yang berbeda dengan Depdiknas. Depdiknas mengalokasikan anggaran BOS berdasarkan data jumlah siswa yang diajukan oleh sekolah kepada tim kabupaten/kota. Data tersebut kemudian digabungkan di tingkat provinsi dan pusat. Alokasi anggaran dilaporkan kepada Depkeu sebagai mata anggaran yang akan dibelanjakan di provinsi. Pada tahun 2005 dan 2006, mata anggaran provinsi dikirimkan ke kantor gubernur. Jadi, dana BOS mengikuti mekanisme yang sama seperti dana1 dekonsentrasi2 Depdiknas. Pada tahun 2007, tim manajemen BOS provinsi mempunyai status resmi sebagai “pengguna anggaran” (satuan kerja/satker) berdasarkan peraturan Depkeu3 yang berarti bahwa tim manajemen BOS provinsi memenuhi syarat untuk mengendalikan rekening banknya sendiri.4 37. Hal-hal ini tidak terjadi pada Depag. Tim pusat Depag melaporkan alokasi BOSnya kepada Depkeu sebaai mata anggaran yang akan dibelanjakan oleh lembagalembaga vertikal di bawah Depag, yaitu kanwil (provinsi) dan kandep (kabupaten/kota). Depag tidak mempunyai dana dekonsentrasi karena Depag tidak didesentralisasi. 38. Pada tahun 2005, provinsi (gabungan tim kompensasi subsidi BBM Depdiknas/Depag) mengajukan permohonan pembayaran yang diverifikasi oleh dinas pendidikan provinsi. KPKN tingkat provinsi5 kemudian mencairkan dana langsung ke “bank rekanan” yang mentransfer uang tersebut ke rekening sekolah. Pada tahun 2006, langkah lainnya ditambahkan: uang masuk ke rekening bank provinsi6 sebelum ditransfer ke bank rekenan. Pada tahun 2007, seperti dinyatakan di atas, tim manajemen BOS provinsi mempunyai rekening bank sendiri yang menampung dana dari KPKN sebelum mentransfernya kembali ke bank rekanan. Mekanisme ini juga berlaku bagi alokasi Depag, kecuali verifikasi tersebut dikeluarkan oleh kantor wilayah Depag di provinsi. 1
Namun, Depkeu tidak mengakui BOS sebagai dana dekonsentrasi. Situasi ini semakin dikacaukan dengan fakta bahwa Buku Panduan mencantumkan peraturan tentang dana dekonsentrasi (PP No. 106/2000 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan) sebagai salah satu dasar hukum bagi pedoman BOS. Tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa peraturan ini mendahului undang-undang keuangan negara (UU 17/2003) maupun undang-undang perimbangan keuangan pusat-daerah (UU 33/2003). Dalam APBN 2010, Depdiknas menganggap BOS sebagai bentuk khusus dari Hibah Blok di mana uang dikirim ke rekening provinsi dan kemudian ke sekolah. 2 Dana dekonsentrasi adalah dana anggaran Depdiknas yang dialokasikan kepada gubernur provinsi sebagai wakil dari pemerintah pusat di wilayah provinsi. Manajemen dana harian diserahkan kepada dinas pendidikan provinsi. Dana dekonsentrasi dipisahkan dari dana APBD provinsi yang dialokasikan untuk dinas pendidikan provinsi. Dana dekonsentrasi dibelanjakan untuk kegiatan-kegiatan di kabupaten/kota yang ada di provinsi tersebut. Dana dekonsentrasi dikelola oleh dinas pendidikan kabupaten tetapi tetap dipisahkan dari alokasi APBD kabupaten/kota untuk dinas pendidikan kabupaten. 3 Instansi-instansi provinsi dan kabupaten/kota seperti dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota tidak dapat menjadi pengguna anggaran untuk pendanaan anggaran pusat kecuali untuk dana dekonsentrasi (yang terbatas pada instansi-instansi provinsi) dan dana tugas pembantuan. 4 Ini mungkin terkait dengan fakta bahwa Tim Kompensasi Subsidi BBM merupakan tim ad hoc sedangkan tim manajemen BOS berhubungan dengan mata anggaran spesifik (BOS) dalam program Depdiknas yang telah diakui (wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun). 5 Yaitu instansi provinsi di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Depkeu. 6 Atas nama dinas pendidikan provinsi sebagai penerima kuasa yang didelegasikan dari gubernur.
102 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
39. “Bank rekanan” adalah bank yang telah menandatangani Nota Kesepakatan (MOU) dengan tim provinsi untuk menyalurkan dana BOS ke rekening bank sekolah. Secara teori, sekolah bebas membuka rekening di bank manapun, namun dalam praktek, MOU mungkin menetapkan bahwa sekolah wajib membuka rekening di bank rekenan. Bank membebankan biaya jasa atas jasa transfer yang diberikannya. Hanya bank pemerintah yang memenuhi syarat melayani sebagai bank rekanan. Buku Pedoman menetapkan bahwa lembaga keuangan penyalur dana bisa jadi Kantor Pos1 atau bank rekanan, tetapi dalam praktek, Kantor Pos tidak digunakan lagi. BOS Buku 40. Pada tahun 2006, Depdiknas menyatakan bahwa salah satu komponen terbesar dari biaya operasional sekolah adalah penyediaan buku teks pelajaran. Jadi, dana tambahan sebesar Rp 20.000 per siswa dianggarkan untuk digunakan khusus bagi sekolah untuk membeli buku teks pelajaran yang akan dipinjamkan kepada siswa secara gratis. Buku yang dibeli harus baru, bukan bekas, dan telah disetujui sebagai buku pelajaran. Buku tersebut secara resmi harus didaftarkan sebagai “buku perpustakaan”, yaitu bagian dari inventaris sekolah, dan digunakan minimum selama lima tahun. 41. Jumlah seluruh buku yang dibeli harus memungkinkan setiap siswa mempunyai buku pelajarannya sendiri. Jika sekolah telah memiliki sebagian buku, maka BOS Buku dapat digunakan untuk membeli sisa buku yang diperlukan dan untuk menggantikan buku yang rusak. 42. Di tingkat SD, BOS buku dapat digunakan untuk membeli buku pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Sains. Di tingkat SMP, buku yang dibeli adalah mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika. 43. Keputusan untuk membeli buku pelajaran dibuat oleh para guru dengan memperhatikan pertimbangan dari komite sekolah. Sekolah kemudian membeli buku dari toko buku atau langsung dari distributor dengan mempertimbangkan harga dan tanggal pengiriman. Alokasi dana BOS Buku mencakup biaya pengiriman buku ke sekolah. 44. Semua sekolah yang menerima BOS memenuhi syarat untuk menerima BOS Buku tetapi mereka harus mendaftar secara terpisah untuk mendapatkan BOS Buku. Sekolah dapat memutuskan untuk menerima BOS tetapi menolak BOS Buku. Sekolah-sekolah yang menolak pendanaan BOS tidak memenuhi syarat mendapatkan BOS Buku. 45. BOS Buku dikelola secara paralel dengan BOS. Setiap tim manajemen mempunyai perwakilan BOS Buku SD dan BOS Buku SMP. Dana BOS Buku disalurkan melalui saluran yang sama seperti BOS, tetapi rekeningnya berbeda kecuali di tingkat sekolah. BOS 2009
1
Which may be a hold-over from the social safety net mechanism.
103 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
46. Program BOS 2009 mengalami sejumlah perubahan penting yang disebabkan oleh definisi ulang tentang kebijakan BOS. Judul buku panduan tahun 2009 adalah Bantuan Operasional Sekolah untuk Pendidikan Gratis. Rencana Strategis Depdiknas 2004 – 2009 juga mengidentifikasi BOS sebagai bagian dari kebijakan pendidikan gratis. Selanjutnya, program yang berawal dari kebijakan jaring pengaman sosial untuk mendukung akses pendidikan (oleh anak-anak miskin) ini dinyatakan “berhasil”. Orientasi BOS di masa mendatang diperluas untuk mencakup peningkatan kualitas. 47. Perubahan-perubahan ini menyebabkan perubahan isi dan pelaksanaan BOS yang meliputi: Peningkatan alokasi per kapita maupun perbedaan antara sekolah yang berlokasi di kota dengan di kabupaten. Penggantian kebijakan BOS Buku dengan “buku teks pelajaran yang murah” di mana sekolah wajib menggunakan “sebagian” dana BOS untuk membeli buku teks pelajaran yang hak ciptanya telah dibeli oleh pemerintah Perubahan pembatasan komponen yang boleh dan tidak boleh dibiayai oleh dana BOS. Perubahan struktur organisasi BOS di kantor Depdiknas pusat dengan memecah tim pusat yang semula independen menjadi dua tim dan memindahkannya ke kantor direktorat: satu tim di direktorat pembinaan taman kanak-kanak dan sekolah dasar dan tim lainnya di direktorat manajemen pendidikan menengah pertama. 48. Bagian pendahuluan dalam buku pedoman menjelaskan sistem klasifikasi pendanaan pendidikan sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 48/2008 tentang pendanaan pendidikan (hal 7) dan menetapkan bahwa BOS bertujuan untuk menutupi biaya nonpersonalia di tingkat sekolah (hal 8). Dengan meningkatnya alokasi BOS dan kenaikan kesejahteraan guru (tunjangan yang melekat pada gaji bagi guru yang bersertifikat) maka sekolah negeri dilarang melakukan pungutan dari siswa untuk menutupi biaya operasional. Perhatikan bahwa sekolah negeri masih diizinkan melakukan pungutan untuk menutupi biaya investasi dan bahwa sekolah negeri bebas menerima sumbangan “sukarela” dari siswa untuk menutupi segala jenis biaya (dinyatakan secara spesifik pada hal 9). Pemerintah kabupaten wajib mengendalikan pungutan biaya yang dilakukan oleh sekolah swasta untuk memastikan agar siswa miskin dibebaskan dari segala pungutan dan agar siswa yang lebih mampu tidak dikenakan pungutan yang berlebihan. (hal 8) 49. Semua sekolah negeri1 sekarang wajib menerima BOS – dan, oleh karena itu, tunduk kepada aturan tentang pendanaan secara umum. Sekolah swasta layak menerima BOS tetapi tidak diwajibkan. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, setiap sekolah yang memilih untuk tidak menerima BOS harus menjamin bahwa siswa miskin dapat melanjutkan pendidikannya. Ada dua perubahan di sini: Pada tahun-tahun sebelumnya, sekolah negeri diizinkan untuk menolak (tetapi tidak ada yang menolak) Pada tahun-tahun sebelumnya, ketentuan bagi sekolah yang menolak dana BOS adalah bahwa mereka tidak melakukan pungutan terhadap setiap siswa. 50. Perubahan pada komponen belanja yang diperbolehkan untuk dibiayai meliputi: 1
Kecuali bertaraf internasional.
104 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Mempekerjakan petugas untuk menangani administrasi BOS di sekolah dasar (yang tidak mempunyai staf administrasi tetap – pekerjaan administrasi dilakukan oleh guru) Pembelian komputer untuk siswa (satu unit komputer per SD dan dua unit per SMP).
105 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Lampiran 3 Tinjauan terhadap Perubahan Konsep Pendidikan Gratis 1. Isu pendidikan (dasar) gratis atau sekolah gratis telah banyak dibahas dalam media massa belakangan ini. Pembahasan ini erat kaitannya dengan dua isu lain dalam pendanaan pendidikan yaitu “kontroversi 20%”1 dan program bantuan operasional sekolah (BOS). Karena kedua isu tersebut telah dibahas dalam bagian lain dari dokumen tinjauan ini maka hal tersebut tidak akan dibahas secara terpericin di bagian ini. 2. Selama masa Order Baru, sekolah negeri maupun swasta mengadakan berbagai pungutan, yang meliputi: Uang pangkal, rata-rata senilai 1 tahun iuran sekolah, yang dibayar pada saat siswa melakukan pendaftaran masuk Biaya pendaftaran tahunan/pendaftaran ulang Iuran bulanan Pembelian barang habis pakai untuk pelajaran sains dan kesenian (intra kurikuler) Kegiatan ekstra kurikuler (barang habis pakai; honorarium kepala sekolah sebagai “penanggung jawab”, guru, nara sumber luar dan pegawai administrasi; perjalanan dinas/pekerjaan lapangan yang diperlukan) Buku pelajaran dan bahan pakaian seragam yang dibeli secara borongan oleh sekolah dan dijual kembali kepada siswa dengan harga yang sudah dinaikkan – tetapi tidak semua sekolah melakukannya Perlengkapan sekolah (kertas, pensil, dsb.) yang dibeli secara borongan oleh sekolah dan dijual kembali kepada siswa melalui koperasi sekolah – tetapi tidak semua sekolah melakukannya. Selain biaya-biaya tersebut, orang tua bertanggung jawab untuk menyediakan uang transportasi dan uang saku (menurut hasil penelitian oleh Depdiknas, sebagian besar uang ini digunakan untuk jajanan). Orang tua siswa di sekolah yang tidak menyediakan buku pelajaran, seragam dan perlengkapan sekolah juga membayar biaya untuk komponen-komponen ini. 3. Peraturan Pemerintah 48/2008 tentang pendanaan pendidikan dan UndangUndang 9/2009 tentang badan hukum pendidikan mendefinisikan tiga kategori biaya pendidikan: Biaya di tingkat sekolah Biaya manajemen (biaya di tingkat pemerintah) Biaya di tingkat perorangan/personal Namun, masyarakat umum, sekolah ataupun dinas pendidikan kabupaten tidak mengenal terminologi ini, apalagi definisi-definisi teknis. Peraturan perundang-undangan tidak menggunakan istilah pendidikan gratis, melainkan menetapkan tanggung jawab untuk mendanai berbagai jenis biaya antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, orang tua dan masyarakat. Satu-satunya biaya yang secara eksplisit harus ditanggung oleh orang tua adalah biaya di tingkat perorangan. Peraturan perundang-undangan secara spesifik menyebutkan bahwa 1
Kontroversi 20% ini masih belum diselesaikan pada waktu versi awal tinjauan ini dikeluarkan, namun masalah tersebut diselesaikan secara definitif oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009. Pembahasan versi awal dokumen ini dilampirkan dalam Lampiran 3A di bawah ini.
106 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
orang tua diperbolehkan memberikan sumbangan “sukarela” untuk berbagai jenis biaya. 4. Jadi, sebenarnya masih belum terlalu jelas apa yang dimaksud dengan “gratis” ketika istilah “sekolah gratis” atau “pendidikan gratis” itu digunakan. 5. Istilah sekolah gratis yang tercatat pertama kali digunakan muncul pada kampanye pemilihan presiden tahun 1999 ketika salah satu kandidat presiden menyatakan bahwa, jika ia terpilih, maka ia akan menyelenggarakan pendidikan dasar gratis. Namun, pernyataan ini mendapatkan kritikan secara luas karena tidak realistis dan selanjutnya digunakan sebagai contoh tentang janji kampanye yang tidak bertanggung jawab. Ketika Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai presiden, ia secara tegas mengkritik partai-partai politik yang mengkampanyekan platform pendidikan dasar gratis selama pemilihan anggota legislatif tahun 2004 dengan mengatakan bahwa tidak ada yang bisa disebut pendidikan gratis atau murah. 6. Kegiatan nyata untuk mengurangi biaya pendidikan pada awalnya masih bersifat parsial. Pada tahun 1999 sebagai bagian dari program jaring pengaman sosial untuk mengurangi dampak krisis keuangan dan ekonomi tahun 1997, pemerintah (dengan dukungan pendanaan donor) menyediakan beasiswa bagi anak-anak miskin dan hibah blok untuk biaya operasional. Salah satu donor juga menyediakan pendanaan untuk membiayai uang pangkal dan pendaftaran murid-murid SD dari keluarga miskin. Tetapi, karena waktunya tidak tepat (program diumumkan selama hari libur sekolah sehingga pihak sekolah maupun orang tua murid tidak mengetahuinya) dan sosialisasinya sangat kurang maka masyarakat beranggapan bahwa program tersebut juga akan menutupi biaya pendidikan. Ketika salah pengertian ini diluruskan melalui suatu pengumuman resmi, banyak orang tua merasa bahwa mereka telah dibohongi dan ketidakpercayaan tentang “pendidikan gratis” telah tertanam dalam pikiran masyarakat, termasuk media massa. 7. Di awal tahun 2001, pemerintah mengumumkan bahwa biaya ujuian SD dan SMP tahun 2001 akan ditanggung oleh pemerintah dan bahwa sekolah tidak diizinkan memungut biaya ujian. Namun realisasi pencairan dana untuk kebutuhan ini baru terjadi setelah diselenggarakannya ujian sehingga sekolah-sekolah telah menutupi biaya tersebut dengan memungut biaya ujian dari orang tua murid. 8. Selain itu, ada laporan bahwa sekolah-sekolah memungut biaya dari orang tua untuk “acara perpisahan” atau kegiatan-kegiatan lain yang tidak dilarang yang biayanya dinaikkan untuk menutupi biaya penyelenggaraan ujian. Sekali lagi, orang tua merasa dibohongi dan masyarakat merasa tidak percaya. 9. D akhir tahun 2001 dan di awal tahun ajaran 2001/2002, pemerintah mengumumkan bahwa sekolah wajib menggunakan buku pelajaran yang diterbitkan oleh pemerintah (sebenarnya diterbitkan dan dijual oleh subkontraktor) yang akan didistribusikan secara gratis kepada para siswa. Sekolah dilarang mewajibkan siswa mereka untuk membeli buku pelajaran melalui sekolah atau mewajibkan siswa untuk menggunakan buku pelajaran yang berbeda dengan (atau selain ) buku yang diterbitkan oleh pemerintah. Namun, guru-guru di beberapa sekolah yang baik
107 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
kualitasnya merasa tidak puas dengan buku pelajaran pemerintah dan meminta “kesediaan” orang tua untuk menggunakan buku pelajaran lain yang dibeli oleh orang tua secara “sukarela” di pasaran. Pasti, kasus-kasus ini mendapatkan perhatian publik melalui media massa sehingga mempengaruhi opini publik jauh lebih besar daripada jumlah sebenarnya dari sekolah dan siswa yang terlibat. 10. Setelah undang-undang yang baru tentang pemilihan langsung kepala daerah (gubernur, walikota dan bupati) dikeluarkan, pendidikan gratis menjadi janji kampanye. Dalam kampanye tahun 2003, salah satu calon gubernur Jawa Timur menjanjikan pendidikan gratis bagi siswa miskin untuk didanai melalui APBD provinsi – perhatikan bahwa janji ini di tingkat provinsi, bukan di tingkat kabupaten/kota Dalam kampanye tahun 2005, dua calon walikota Bandarlampung, ibukota Provinsi Lampung, menjanjikan pendidikan gratis bagi semua siswa Dalam kampanye tahun 2007, calon bupati yang mengikuti pemilihan kembali di kabupaten Musi Banyuasin, Sumatra Selatan, mengkampanyekan suatu platform telah mencapai 20% dari APBD kabupaten untuk pendanaan pendidikan dan janji untuk menggunakan dana tambahan dalam rangka menyelengarakan pendidikan gratis – dan ia terpilih kembali. Dalam kampanye tahun 2008, calon walikota Samarinda, ibukota Provinsi Kalimantan Timur, menjanjikan pendidikan gratis Dalam kampanye tahun 2008, calon gubernur Provinsi Nusatenggara Barat menjanjikan pendidikan gratis. 11. Perjalanan lain yang menyebabkan gagasan pendidikan gratis menjadi isu publik adalah pernyataan-pernyataan para pejabat pemerintah daerah (kepala dinas pendidikan) dan para anggota DPRD. Dalam kebanyakan kasus, pernyataanpernyataan tersebut menggambarkan harapan dan/atau rencana, bukan dana, yang telah disetujui dalam anggaran belanja. Pada tahun 2003, kepala dinas pendidikan kabupaten Tangerang, Jawa Barat (sebuah daerah pinggiran Kota Jakarta) mengumumkan bahwa ia berencana memberikan subsidi iuran sekolah untuk pendidikan dasar pada tahun 2005 dan bahwa ia akan berkonsultasi dengan DPRD mengenai pendanaan program ini. Pada tahun 2003, kepala dinas pendidikan kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, mengumumkan bahwa ia berencana akan memberikan pendidikan gratis melalui “subsidi silang” kepada kabupaten/kota dari anggaran pendidikan provinsi Pada tahun 2006, kepala dinas pendidikan kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan pendanaan tambahan untuk BOS dalam rangka menutupi biaya pendidikan, biaya operasional dan biaya sekolah [perhatikan bahwa ini adalah istilah teknis yang digunakan dalam Peraturan Pemerintah No. 48/2008] Pada tahun 2007, Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengumumkan bahwa pemerintah provinsi akan bekerja sama dengan DPRD untuk mempersiapkan program pendidikan gratis dan bahwa kota Surabaya dan Blitar di Jawa Timur telah mencapai tujuan ini. Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kabupaten Rembang, Jawa Tengah, mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan sekolah gratis dalam rangka melaksanakan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun
108 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kabupaten Dompu, Nusatenggara Barat, mengumumkan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyelenggarakan sekolah gratis. Pada tahun 2008 kepala dinas pendidikan kota Bandung, Jawa Barat, mengumukan bahwa ia akan mengajukan proposal anggaran untuk menyediakan sekolah gratis dalam rangka melaksanakan peraturan pemerintah daerah yang baru disahkan mengenai pendidikan Pada tahun 2009 kepala dinas pendidikan kota Bontang, Kalimantan Timur, mengumumkan bahwa ia berencana akan menyediakan pendidikan gratis sebagai bagian dari rencana pembangunan kota secara keseluruhan. 12. Ketika program BOS diumumkan pada tahun 2005, dinyatakan dengan eksplisit bahwa BOS akan “membebaskan siswa dari beban biaya operasional sekolah ... [untuk] pendaftaran, biaya pendidikan, biaya dan materi ujian, dan biaya laboratorium serta praktikum.” Tujuan BOS adalah memberikan bantuan kepada sekolah agar sekolah dapat “membebaskan peserta didik dari biaya pendidikan dengan tetap menjaga mutu pendidikan”. Pernyataan para pejabat pemerintah tingkat kabinet yang menggunakan istilah sekolah gratis dan pendidikan gratis tanpa kualifikasi atau penjelasan tambahan membentuk persepsi masyarakat secara luas bahwa pendidikan akan bebas dari biaya bagi orang tua murid. Pengalaman orang tua yang dikenakan pungutan dan iuran untuk menutupi berbagai jenis biaya yang didukung oleh sekolah sebagai “pengalaman pembelajaran yang diperlukan” serta pernyataan oleh pemimpin partai politik oposisi dan anggota DPR telah mempolitisasi isu ini dan semakin memanaskan polemik di seputar isu ini. 13. Sebagian besar pendanaan yang akhirnya disediakan untuk “pendidikan gratis” adalah berupa dana pendamping provinsi dan/atau kabupaten untuk BOS, yaitu pendanaan yang disediakan bagi sekolah untuk menutupi biaya operasional. Pendanaan pendamping ini seringkali disertai dengan ketentuan bahwa sekolah tidak boleh melakukan pungutan apapun terhadap siswa miskin dan, dalam beberapa kasus, sekolah tidak diizinkan untuk melakukan pungutan sama sekali. Mulai tahun 2005, pemerintah provinsi Jakarta mengumumkan bahwa pemerintah akan menyediakan subsidi per kapita tahunan bagi SD dan SMP dan terus melakukannya sampai sekarang; pada tahun 2006 program ini diperluas mencakup sekolah-sekolah swasta1 Mulai tahun 2005, Kabupaten Jembrana di Provinsi Bali menyediakan subsidi per kapita tahunan dan juga melaksanakan kebijakan pendidikan gratis secara ketat yang telah dipuji secara luas di media massa dan di antara para donor/konsultan Mulai tahun 2007, Kabupaten Kupang (ibukota) Provinsi Nusatenggara Timur mengumumkan bahwa pemerintah kabupaten akhirnya dapat menyediakan subsidi bagi SD dan SMP setelah melakukan perencanaan dan persiapan selama beberapa tahun. 14. DBE1 telah bekerja sama dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) untuk membantu kabupaten menghitung biaya operasional sekolah di kabupaten berdasarkan standar Depdiknas untuk operasi sekolah dan dengan menggunakan biaya lokal. Setelah biaya ditentukan, biaya tersebut kemudian dibandingkan dengan dana 1
In 2007 this program was extended to senior high schools.
109 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
BOS yang diterima oleh sekolah. Dalam kebanyakan kasus, telah terjadi kesenjangan negatif secara signifikan yang mendorong lahirnya kebijakan kabupaten dan provinsi untuk membantu mengatasi kesenjangan tersebut sehingga mempromosikan pendidikan gratis atau hampir gratis. Kabupaten Karawang di Provinsi Jawa Barat menyampaikan hasil perhitungan biaya operasional kepada pemerintah Jawa Barat. Hasilnya adalah bahwa pemerintah kabupaten maupun provinsi bersedia menyediakan dana dari APBD bagi sekolah-sekolah dalam rangka menutupi kekurangan antara hibah BOS dengan biaya sebenarnya yang diperlukan untuk biaya operasional sekolah. Beberapa kabupaten di Jawa Tengah telah menyediakan dana pendamping BOS melalui anggaran tahunan mereka; namun, pemerintah provinsi tidak menyediakan dana pendamping bagi hibah BOS karena kebijakan gubernur adalah menyediakan pendidikan murah/terjangkau, bukan pendidikan gratis. 15. Selama dua tahun terakhir, liputan media massa tentang isu sekolah gratis tidak terlalu diperdebatkan meskipun masih banyak definisi yang berbeda tentang komponen “gratis” dari pendidikan gratis. Sebenarnya, banyak keluarga miskin tidak lagi membayar biaya pendidikan dan beberapa keluarga yang anak-anaknya menerima beasiswa tidak membayar biaya pendidikan sama sekali. Dalam kasus lain, ketika BOS dan dana pendamping daerah cukup untuk menutupi biaya operasional sekolah, sekolah dapat memutuskan untuk tidak membebankan biaya apapun dan, dalam beberapa kasus, juga tidak melakukan pungutan. Jadi, tampaknya ada kesepakatan umum bahwa pendidikan gratis sekarang dianggap disediakan oleh BOS dan dana pendamping daerah. Hal ini selaras dengan pendekatan kerangka peraturan perundang-undangan. Juga ada realisasi bahwa kualitas dan biaya saling berkaitan secara positif dan orang tua yang memilih untuk mengirimkan anak-anak mereka ke sekolah yang bereputasi untuk mendapatkan kualitas yang lebih baik siap untuk membayarnya.
110 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Lampiran 3A Kontroversi 20% 16. Pasal 49 dari undang-undang pendidikan nasional (UU 20/2003) telah menjadi sumber perdebatan yang berkelanjutan. Pasal ini memandatkan agar 20% anggaran pusat dan daerah harus dialokasikan untuk pendidikan. Paragraf-paragraf berikut ini berupaya merangkum perkembangan-perkembangan penting dalam perdebatan tersebut. Pada tahun 2002, MPR mengesahkan amandemen keempat1 Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu ketentuan dari amandemen ini merevisi Bab 13 pasal 31 Pendidikan dan Kebudayaan. Formulasi awal mengatakan bahwa semua warga negara terjamin pendidikannya dan bahwa pemerintah akan menyediakan sistem pendidikan tunggal. Amandemen tersebut menambahkan ketentuan-ketentuan berikut ini: Pendidikan dasar bersifat wajib bagi semua warga negara dan pemerintah wajib mendanai pendidikan dasar; (butir 2 yang baru) dan “Negara [pemerintah] memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional” (butir 3 yang baru).2 17. Undang-undang pendidikan menetapkan: Dana pendidikan selain gaji pendidik3 dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.4 (pasal 49, ayat 1) Penjelasan5 untuk ayat ini berbunyi: “Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap”.6 18. Nota Anggaran yang diajukan oleh Pemerintah kepada DPR sebagai lampiran APBN 2005 menyatakan bahwa sektor pendidikan membutuhkan 20% dari total pendanaan pembangunan selama periode 2002 – 2004, yaitu bahwa Pemerintah telah
1
Ketentuan 20% bukan bagian dari undang-undang dasar awal. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. 3 Ini adalah istilah teknis yang didefinisikan dalam pasal 1 dari undang-undang pendidikan. Pasal tersebut menyebutkan “Tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan”.(butir 6) Tenaga kependidikan tidak termasuk tenaga administrasi di sekolah, pegawai Depdiknas/Depag pusat dan pegawai dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/kota. Ketika amandemen UUD dan undang-undang pendidikan disahkan, pemerintah masih menggunakan anggaran ganda, yaitu, anggaran yang terpisah untuk belanja rutin dan belanja pembangunan (modal). Kemungkinan, maksud dari MPR dan DPR adalah 20% dari anggaran pembangunan, yang secara otomatis tidak termasuk biaya personalia dari pembilang (belanja pendidikan) maupun penyebut (total belanja) dalam perhitungan tersebut. Sistem anggaran kesatuan yang digunakan saat ini mengharuskan biaya pegawai ditetapkan dalam setiap mata anggaran (kegiatan). Jadi, tidak mungkin menghitung “di luar biaya pegawai”. 4 Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 5 Teks “Penjelasan”-nya adalah bagian dari undang-undang dan mengikat secara hukum. 6 Pemenuhan pendanaan pendidikan dapat dilakukan secara bertahap. 2
111 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
memenuhi Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang Pendidikan selama periode tersebut. 19. Pada tahun 2005, satu kelompok yang terdiri dari sembilan guru dari Banyuwangi, Jawa Timur, mengajukan suatu kasus ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menuntut agar MK membatalkan “Penjelasan” pasal 49 Undang-Undang Pendidikan dengan alasan bahwa hal itu tidak sesuai dengan amandemen konstitusi. MK setuju. Dampak dari keputusan ini adalah mengharuskan bahwa undang-undang tentang APBN (2005) dan rencana APBN 2006, yang saat ini sedang dibahas di DPR, memenuhi kriteria 20%. 20. Jadi, para pemohon meminta agar MK menyatakan bahwa undang-undang APBN 2005 tidak konstitusional karena tidak memenui kriteria 20% tersebut. MK memutuskan bahwa pemohon memang mempunyai kedudukan hukum dan dasar konstitusional untuk mengajukan permohonan mereka. Namun, MK mempertimbangkan bahwa jika kasus ini diterima dan diadili lebih lanjut maka hal tersebut dapat menimbulkan bencana keuangan terhadap negara karena akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Berdasarkan penalaran ini, mayoritas mahkamah menyatakan kasus ini “tidak dapat diterima”. Dua hakim yang tidak setuju dalam kasus ini membuat catatan penting yaitu bahwa sifat undang-undang APBN berbeda dengan undang-undang biasa dalam arti bahwa undang-undang APBN memenuhi fungsi anggaran dan bukan fungsi perundang-undangan, dan bahwa undang-undang APBN hanya berlaku selama satu tahun, tidak seperti undang-undang normal yang berlaku sampai undang-undang tersebut dicabut. 21. Pada bulan Januari 2006, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), mengajukan petisi kepada pengadilan untuk mempertimbangkan kembali konstitusionalitas undang-undang APBN 2005, dengan menuntut agar APBN hanya mengalokasikan 8% untuk pendidikan. Jawaban pemerintah berisi dua argumen yang berbeda: 8% hanya ditujukan kepada pendanaan anggaran untuk “sekolah” sedangkan realisasi total biaya pendidikan mencapai 19,3%1 Undang-Undang Dasar tidak secara eksplisit mewajibkan pemerintah untuk mengalokasikan 20% dari APBN untuk pendidikan; Undang-Undang Dasar menyatakan bahwa pemerintah harus “sungguh-sungguh mempertimbangkan” (yaitu “memprioritaskan”) persentase tersebut. Sekali lagi, MK memberikan putusan yang menguntungkan bagi petisi tersebut, tetapi keputusan tersebut hanya kemenangan yang bersifat moral karena keputusan itu mengharuskan pemerintah “merevisi” alokasi dalam APBN berikutnya tetapi tidak mengharuskan dipenuhinya kriteria 20% tersebut atau memberikan sanksi jika gagal memenuhinya. 22. Kasus yang sama diajukan pada tahun 2007 terhadap undang-undang APBN 2006 dan 2007. Kasus tahun 2007 tersebut juga memperkarakan bahwa pemeritah telah gagal melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar. Keputusan pengadilan serupa, yaitu bahwa pemerintah melakukan pelanggaran tetapi menerima argumen pemerintah 1
Ketika putusan awal dibuat, beberapa anggota DPR juga memberikan berbagai definisi tentang apa yang harus dicantumkan dalam alokasi 20% tersebut dan apa saja yang harus dicantumkan sebagai dasar perhitungan 20% tersebut.
112 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
bahwa tidak mungkin memenuhi ketentuan hukum tersebut. Namun, MK memberikan kemenangan besar kepada pemerintah ketika MK menyetujui perhitungan pemerintah sebesar 11,8% dari APBN untuk pendidikan, melawan tuntutan para pemohon bahwa pencantuman pelatihan kedinasan (in-service training) tidak tepat. 23. Pada tahun 2004, Depdiknas dan DPR mencapai kesepakatan bahwa bagian dari pendanaan APBN untuk pendidikan akan dinaikkan mulai tahun 2006 untuk mencapai sasaran 20% pada tahun 2009. Persentase sasaran adalah 12% pada tahun 2006, 14,7% pada tahun 2007, 17,4% pada tahun 2008, dan 20% pada tahun 2009.1 24. Pembahasan ini diselesaikan melalui keputusan Mahkamah Konstitusi no. 13/PUU-VII 2008 yang menyatakan bahwa undang-undang APBN 2008 yang disahkan oleh DPR tidak konstitusional karena pendanaan pendidikan hanya 15,6% dari pendanaan total – di bawah 20% yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar. Pemerintah diberikan waktu setahun untuk menyesuaikan APBN tersebut. MK juga menyelesaikan inti dari kontroversi, yaitu bagaimana angka 20% tersebut dihitung. MK menginstruksikan agar total pendanaan untuk “urusan pendidikan” 2 (termasuk gaji guru PNS) harus dibandingkan dengan total APBN (kecuali transfer ke daerah). MK juga memperluas ketentuan 20% tersebut ke anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) agar dihitung dengan cara yang sama.
1
Rencana Strategis Depdiknas, Bab 5, hal. 73.
113 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lampiran 4: Lampiran Peraturan Pemerintah 38/2007 tentang Pendidikan
NOMOR
:
TANGGAL
38 Tahun 2007
:
9 Juli 2007
A. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN SUB BIDANG 1. Kebijakan
SUB SUB BIDANG
1. Kebijakan dan Standar
PEMERINTAH 1.a. Penetapan kebijakan nasional pendidikan.
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.a. Penetapan kebijakan operasional pendidikan di kabupaten/kota sesuai dengan kebijakan nasional dan provinsi.
b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar provinsi.
b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar kabupaten/kota.
b. ―
c. Perencanaan strategis pendidikan nasional.
c. Perencanaan strategis pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah2 dan pendidikan nonformal sesuai dengan perencanaan strategis pendidikan nasional.
c. Perencanaan operasional program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai dengan perencanaan strategis tingkat provinsi dan nasional.
2.a. Pengembangan dan penetapan standar nasional pendidikan (isi, proses, kompetensi
114 of 140
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.a. Penetapan kebijakan operasional pendidikan di provinsi sesuai dengan kebijakan nasional.
2.a. ―
2.a. ―
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
lulusan, tenaga kependidikan, sarana1 dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan). b. Sosialisasi standar nasional pendidikan dan pelaksanaannya pada jenjang pendidikan tinggi.
b. Sosialisasi dan pelaksanaan standar nasional pendidikan di tingkat provinsi.
b. Sosialisasi dan pelaksanaan standar nasional pendidikan di tingkat kabupaten/kota.
3. Koordinasi atas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan tenaga kependidikan dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas kabupaten/kota, untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
3. Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal.
4. Penetapan kebijakan tentang satuan pendidikan bertaraf internasional dan satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal. 3
4. —
4. —
5.a. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin perguruan tinggi.
5.a. ―
5.a. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah dan satuan/penyelenggara
3. Penetapan pedoman pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan nonformal.
2
Yang dimaksud dengan “pendidikan menengah” adalah pendidikan sekolah menengah atas (kelas 10-12). “Sarana” mencakup meja, papan tulis, mesin tik, peralatan laboratorium, dsb. 3 “satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal” 1
115 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
1
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA pendidikan nonformal.
b. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin satuan pendidikan dan/atau program studi bertaraf internasional.
b. —
b. —
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan pendidikan dan/atau program studi bertaraf internasional
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan pendidikan sekolah dasar bertaraf internasional. 1
d. ―
c. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan pendidikan dan/atau program studi bertaraf internasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. d. ―
e. ―
e. ―
e. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan berbasis keunggulan lokal pada pendidikan dasar dan menengah.
6.
Pengelolaan dan/atau penyelenggaraan pendidikan tinggi.
6.
Pemberian dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan perguruan tinggi.
7.
Pemantauan dan evaluasi satuan pendidikan bertaraf
7.
Pemantauan dan evaluasi satuan pendidikan bertaraf
“Pendidikan dasar” adalah sekolah dasar dan menengah pertama (kelas 1-9).
116 of 140
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
PEMERINTAH
d. Pemberian izin pendirian serta pencabutan izin satuan pendidikan dasar dan menengah berbasis keunggulan lokal.
6.
Pemberian dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan perguruan tinggi.
7.
Pemantauan dan evaluasi
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI internasional.
PEMERINTAH internasional.
2. Pembiayaan
8.
Penyelenggaraan sekolah Indonesia di luar negeri.
8.
―
9.
Pemberian izin pendirian, pencabutan izin penyelenggaraan, dan pembinaan satuan pendidikan Asing di Indonesia.
9.
―
10.a. Pengembangan sistem informasi manajemen pendidikan secara nasional. b. Peremajaan data dalam sistem informasi manajemen pendidikan nasional untuk tingkat nasional.
10. a. ―
1.a. Penetapan pedoman pembiayaan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal.
1.a. ―
b. Penyediaan bantuan biaya
b. Peremajaan data dalam sistem infomasi manajemen pendidikan nasional untuk tingkat provinsi.
b. Penyediaan bantuan biaya
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA satuan pendidikan sekolah dasar bertaraf internasional. 8.
―
9.
―
10. a. ―
b. Peremajaan data dalam sistem infomasi manajemen pendidikan nasional untuk tingkat kabupaten/kota. 1.a. ―
b. Penyediaan bantuan biaya
117 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAH penyelenggaraan pendidikan tinggi sesuai kewenangannya.
c. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya. 3. Kurikulum
c. Pembiayaan penjaminan
mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
c. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
1.a. Koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum1 tingkat satuan pendidikan pada pendidikan menengah.
b. Sosialisasi kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
b. Sosialisasi kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
b. Sosialisasi kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
c.
c. Sosialisasi dan implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan pendidikan menengah.
c. Sosialisasi dan implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan pendidikan dasar.
Penetapan standar isi dan standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah, dan sosialisasinya.
2.a. ―
“Kurikulum tingkat satuan pendidikan” istilah kurikulum baru yang diperkenalkan oleh Depdiknas pada tahun 2007.
118 of 140
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya.
1.a. Penetapan kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
2.a. Pengembangan model kurikulum tingkat satuan pendidikan pada 1
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional sesuai kewenangannya.
1.a. Koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan dasar.
2.a. ―
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAH pendidikan pendidikan pendidikan pendidikan
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
anak usia dini, dasar, menengah, dan nonformal.
b. Sosialisasi dan fasilitasi
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan.
4. Sarana dan Prasarana
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
b. Sosialisasi dan fasilitasi
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan menengah.
b. Sosialisasi dan fasilitasi
implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar.
3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan menengah.
3. Pengawasan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan dasar.
1.a. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan dan pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan.
1.a. Pengawasan terhadap pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan menengah.
1.a. Pengawasan terhadap pemenuhan standar nasional sarana dan prasarana pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
b. Pengawasan
pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
2.a. Penetapan standar dan pengesahan kelayakan buku pelajaran.
b. Pengawasan
pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
2.a. ―
b. Pengawasan pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidikan.
2.a. ―
119 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAH
b. ―
5. Pendidik dan Tenaga Kependidikan
1.a. Perencanaan kebutuhan dan pengadaan pendidik dan tenaga kependidikan secara nasional.
b. ―
2. Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS antar provinsi.
120 of 140
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI b. Pengawasan penggunaan buku pelajaran pendidikan menengah.
1.a. Perencanaan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan untuk pendidikan bertaraf internasional sesuai kewenangannya. b. Pengangkatan dan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan PNS untuk satuan pendidikan bertaraf internasional.
2. Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS antar kabupaten/kota.
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA b. Pengawasan penggunaan buku pelajaran pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
1.a. Perencanaan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya. b. Pengangkatan dan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan PNS untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal sesuai kewenangannya 2. Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS di kabupaten/ kota.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAH 3. Peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan.
4.a. Perencanaan kebutuhan, pengangkatan, dan penempatan pendidik dan tenaga kependidikan bagi unit organisasi di lingkungan departemen yang bertanggungjawab di bidang kependidikan.
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 3. Peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan bertaraf internasional.
4.a. Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan bertaraf internasional.
b. Pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan PNS karena pelanggaran peraturan perundangundangan.
b.Pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan PNS pada pendidikan bertaraf internasional selain karena alasan pelanggaran peraturan perundangundangan
5. ―
5. Pengalokasian tenaga potensial pendidik dan tenaga kependidikan di daerah.
6. Sertifikasi pendidik.
6. ―
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 3. Peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal. 4.a. Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal.
b. Pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan PNS pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal selain karena alasan pelanggaran peraturan perundangundangan. 5. ―
6. ― 6. Pengendalian
1. Penilaian Hasil
1.
Penetapan pedoman,
1.
─
1.
─
121 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG Mutu Pendidikan
SUB SUB BIDANG Belajar
2.
Pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
2.
Membantu pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal.
2.
Membantu pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal.
3.
Koordinasi, fasilitasi, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan ujian nasional.
3.
Koordinasi, fasilitasi, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan ujian sekolah skala provinsi.
3.
Koordinasi, fasilitasi, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan ujian sekolah skala kabupaten/kota.
4.
Penyediaan blanko ijazah dan/atau sertifikat ujian nasional. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian nasional.
4.
―
4.
―
5.
Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian sekolah skala provinsi.
5.
Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian sekolah skala kabupaten/kota.
1.a. Penetapan pedoman evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
b. Pelaksanaan evaluasi
nasional terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
122 of 140
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
bahan ujian, pengendalian pemeriksaan, dan penetapan kriteria kelulusan ujian nasional.
5.
2. Evaluasi
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
PEMERINTAH
1.a. ―
b. Pelaksanaan evaluasi
pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
1.a. ―
b. Pelaksanaan evaluasi pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAH
2.a. Penetapan pedoman evaluasi pencapaian standar nasional pendidikan.
b. Pelaksanaan evaluasi pencapaian standar nasional pendidikan.
3. Akreditasi
1.a. Penetapan pedoman akreditasi pendidikan jalur pendidikan formal dan non formal. b. Pelaksanaan akreditasi pendidikan jalur pendidikan formal dan nonformal.
4. Penjaminan Mutu
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI menengah, dan pendidikan nonformal skala provinsi.
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA pendidikan nonformal skala kabupaten/kota.
2.a. ― 2.a. ―
b. Pelaksanaan evaluasi
pencapaian standar nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan nonformal skala provinsi.
1.a. ―
b. Membantu pemerintah dalam pelaksanaan akreditasi pendidikan dasar dan menengah.
b. Pelaksanaan evaluasi
pencapaian standar nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan nonformal skala kabupaten/kota.
1.a. ―
b. Membantu pemerintah dalam akreditasi pendidikan nonformal.
1. Penetapan pedoman penjaminan mutu satuan pendidikan.
1. ─
1. ─
2.a. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan dalam pelaksanaan penjaminan
2.a. ─
2.a. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
123 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI
mutu untuk memenuhi standar nasional pendidikan.
b. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional.
c. ─
b. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional.
c. ─
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA pendidikan menengah dan pendidikan nonformal dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar nasional pendidikan.
b. Supervisi dan fasilitasi
satuan pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan mutu untuk memenuhi standar internasional.
c. Supervisi dan Fasilitasi
satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal dalam penjaminan mutu.
d. Evaluasi pelaksanaan dan
dampak penjaminan mutu satuan pendidikan skala nasional.
124 of 140
d. Evaluasi pelaksanaan dan
dampak penjaminan mutu satuan pendidikan skala provinsi.
d. Evaluasi pelaksanaan dan
dampak penjaminan mutu satuan pendidikan skala kabupaten/kota.
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Lampiran 5: Penjelasan Penghitungan DAU 1. Kesenjangan fiskal, seperti dijelaskan di atas, adalah selisih antara kebutuhan fiskal (untuk menyediakan pelayanan dasar) dan kapasitas fiskal. DAU, sebagai bagian dari dana perimbangan, adalah mekanisme untuk mengurangi kesenjangan fiskal. DAU dibagi menjadi dua bagian: Alokasi dasar, bertujuan untuk menutupi biaya personalia untuk PNS 1 kabupaten2 (termasuk semua guru sekolah negeri Depdiknas3 dan sebagian guru sekolah swasta Depdiknas yang statusnya sebagai PNS) Kesenjangan fiskal. 2. Kesenjangan fiskal untuk setap kabupaten/kota ( = kebutuhan – kapasitas) dijumlahkan untuk mendapatkan total kesenjangan fiskal nasional, dan “bobot” kesenjangan fiskal setiap kabupaten/kota dihitung sebagai persentase dari total kesenjangan fiskal. Bobot ini kemudian diterapkan pada alokasi anggaran pusat untuk DAU (dikurangi total alokasi dasar untuk gaji PNS), yang menghasilkan jumlah pendanaan yang akan diterima kabupaten/kota untuk komponen kesenjangan fiskal DAU. Lihat Gambar 1 dan 2. Gambar 1 Alokasi DAU di Pusat Total DAU dalam APBN (dihitung oleh Depkeu berdasarkan total pendapatan APBN) dikurangi Biaya PNS daerah: sekitar 50% dari total DAU4 (estimasi oleh Depkeu) Sama dengan DAU yang tersedia untuk kesenjangan fiskal Dibagi menjadi DAU yang tersedia untuk provinsi (10%5) DAU yang tersedia untuk kab/kota (90%)
1
Banyak PNS mendapatkan “warisan” ketika dinas-dinas kabupaten/kota ditutup dan aset-asetnya diserahkan kepada pemerintah kabupaten selama berlangsungnya desentralisasi awal tahun 1999-2001. 2 Penjelasan di sini terkait dengan kabupaten/kota. Proses yang identik digunakan untuk menghitung anggaran provinsi, kecuali jika provinsi tidak membayar gaji guru. 3 Guru di sekolah negeri Depag dan guru PNS di sekolah swasta Depag dihitung sebagan PNS Depag dan didanai melalui anggaran Depag (pusat). 4 WB PER, 2007, hal 120 5 Peraturan Pemerintah 55/2005.
125 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Gambar 2 Perhitungan DAU untuk Kabupaten/Kota Kebutuhan fiskal kabupaten/kota (rumus) dikurangi Kapasitas fiskal kabupaten/kota (kapasitas PAD + dana bagi hasil) Sama dengan Kesenjangan fiskal kabupaten/kota Jumlahkan kesenjangan fiskal kabupaten di semua kabupaten Sama dengan Kesenjangan fiskal nasional Hitung
kesenjangan _ fiskal _ kab = “bobot” kab kesenjangan _ fiskal _ nasional
Kalikan “bobot” kabupaten dengan total DAU yang tersedia untuk kabupaten Sama dengan DAU kesenjangan fiskal kabupaten ditambah Biaya pegawai negeri kabupaten Sama dengan Total DAU kabupaten 3. Kabupaten dengan kesenjangan fiskal positif, yaitu kebutuhan lebih besar daripada kemampuan, menerima DAU sama dengan alokasi pokok kabupaten (untuk gaji pegawai) ditambah persentase total kesenjangan fiskal nasional. Perhatikan bahwa jumlah ini tidak harus menutupi semua biaya kabupaten untuk menyediakan pelayanan di sektor-sektor yang didesentralisasi. Besarnya realisasi subsidi yang diterima bergantung pada total DAU yang tersedia (total alokasi pendapatan nasional) dan kesenjangan fiskal di kabupaten lain.. 4. Kabupaten dengan kesenjangan fiskal = 0 hanya menerima alokasi pokok DAU (untuk membayar gaji pegawai) karena mereka diasumsikan mampu mendanai semua tanggung jawab yang didesentralisasi. 5. Kabupaten/kota dengan kesenjangan fiskal negatif (kemampuan lebih besar daripada kebutuhan) yang lebih kecil daripada alokasi pokok DAU menerima alokasi pokok dikurangi kesenjangan fiskal, yaitu mereka diasumsikan mampu mendanai sebagian gaji pegawai maupun seluruh tanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan, dari kapasitas fiskal mereka. Daerah-daerah dengan kesenjangan fiskal negatif (kemampuan lebih besar daripada kebutuhan) yang lebih besar daripada alokasi pokok DAU tidak akan menerima DAU.
126 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Lampiran 6 Glosari dan Singkatan Urutan abjad didasarkan pada istilah Bahasa Inggris. Jika tidak ada istilah Bahasa Inggris (referensi silang), urutan abjad didasarkan pada istilah bahasa Indonesia. Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan Angka partisipasi kasar (APK) Angka partisipasi murni (APM) Angka Partisipasi Sekolah (APS) Badan Pemeriksaan Keuangan/BPK Badan Pengawasan Daerah/ Bawasda Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten/ Bappekab Badan Perencanaan Pembangunan Kota/ Bappekot Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi/ Bappeprov Bantuan Operasonal Sekolah/ BOS Bappeda (sebutan lama, sekarang tidak digunakan lagi)
Lihat Gross enrolment rate (GER)
Bappekab Bappekot Bappeprov
Provincial Development Planning Agency
Bappenas Basic education
Central-Regional
Arti
Pendidikan dasar
Bawasda Bupati BOS BPK Undang-undang 33/2004
Lihat Net enrolment rate (NER) Lihat School Participation Ratio (SPR) Lihat State Auditor Lihat Regional Inspectorate Lihat Regency Development Planning Agency Lihat Chartered Municipality Development Planning Agency Lihat National Development Planning Agency Lihat Provincial Development Planning Agency Lihat School Operational Assistance Lihat: Chartered Municipality Development Planning Agency
Regency Development Planning Agency lihat National Development Planning Agency SD + SMP Kelas 1 – 9, usia 7 – 15 Perhatikan, istilah “sekolah dasar” digunakan untuk kelas 1 – 6, usia 7 – 12. Lihat Regional Inspectorate Lihat Regent Lihat School Operational Assistance Lihat State Auditor
127 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris Financial Balance Law
Chartered Municipality
Chartered Municipality Development Planning Agency
Least developed regions
Bahasa Indonesia dan singkatan tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kota (sebelumnya Kotamadya)
Badan Perencanaan Pembangunan Kota/Bappekot
Daerah Daerah terbelakang Daerah tertinggal
DAK Dana bagi hasil/DBH DAU
Development planning consultations
Departemen Agama/ Depag Departemen Dalam Negeri/ Depdagri OR Dagri Departemen Keuangan/ Depkeu Departemen Pendidikan Nasional/Depdiknas Musyawarah perencanaan pembangunan/Musrenbang
Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Dinas Dinas Pendidikan District
Kota dan Kabupaten
District office of a central (sectoral) ministry
Kantor Departemen/ Kandep
128 of 140
Arti
Jenis distrik yang memenuhi kriteria perkotaan tertentu. Catatan: Kriteria tersebut berbeda dengan yang digunakan untuk klasifikasi statistik “perkotaanperdesaan”. Penanggung jawab perencanaan pembangunan di kota. Bagian dari pemerintah kota; tidak di bawah wewenang Bappenas. lihat Region Daerah “Tertinggal”, yaitu daerah terkebelakang. Istilah ini berasal dari penggunaan Pemerintah Orde Baru. Lihat Sectoral Block Grant Allocation Lihat Shared revenues Lihat General Block Grant Allocation Lihat Depag Lihat MOHA Lihat MOF Lihat MONE Konsultasi publik yang diselenggarakan oleh Bappenas untuk membahas draft rencana (jangka panjang dan menengah). Dimandatkan oleh UU perencanaan pembangunan. lihat: Parliament lihat: Regional Legislative Assembly lihat Regional Sectoral Office lihat Regional (Provincial or District) Education Office Subbagian geografis dari suatu provinsi, mempunyai Badan Eksekutif dan Legislatif sendiri. Bukan bawahan provinsi. Kantor distrik untuk kegiatan sektoral di sektor non-desentralisasi, misalnya Kantor Departemen Agama yang mengawasi madrasah
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan
Arti Bukan bagian dari pemerintah kabupaten/kota.
Education Law i.e. Law 20/2003 concerning the National Education System Finance Law i.e. Law 17/2003 concerning State [Government] Finance Financial Inspection Law i.e. Law 15/2004 concerning Inspection of Management and Responsibility for State [Government] Finance General Block Grant Allocation
Undang-undang 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
“general” schools
sekolah
[central] Government
Pemerintah
Government Regulation/ GR Government Work Plan
Undang-undang 17/2003 tentang Keuangan Negara
Undang-undang 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara Dana Alokasi Umum/DAU
Peraturan Pemerintah/ PP
Governor Gross enrolment rate (GER)
Rencana Kerja Pemerintah/RKP Gubernur Angka partisipasi kasar (APK)
Head of Region
Kepala Daerah
Head of Region Executive Order
Peraturan Walikota/ Peraturan Bupati OR Surat Keputusan Walikota/Surat Keputusan Bupati Instruksi Presiden/Inpres Instruksi Menteri/Inmen Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Junior secondary education (JSE) school
Transfer pusat ke APBD berupa hibah blok tidak bersyarat unrestricted block grant Istilah yang digunakan oleh Depag untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah Depdiknas. Secara aksara: pemerintah. Digunakan dalam dokumen hukum tanpa kata sifat, selalu memaksudkan pemerintah pusat. Peraturan Pelaksanaan suatu UU, dikeluarkan oleh Presiden Rencana Kerja Tahunan Pemerintah Pusat secara keseluruhan Kepala eksekutif Provinsi Rasio total anak yang berpartisipasi dalam pendidikan sekolah tingkat tertentu terhadap total anak dari kelompok umur pada tingkat tersebut, misalnya total anak yang terdaftar di sekolah dasar per total anak dari kelompok umur 7 -12 Kepala eksekutif suatu daerah. Mencakup Gubernur, Walikota dan Bupati. Peraturan pelaksanaan untuk suatu peraturan daerah yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah Lihat Presidential Instruction Lihat Ministerial Instructions Kelas 7 – 9, usia 13 – 15 Perhatikan bahwa istilah bahasa Indonesia”menengah” sekarang khusus digunakan untuk pendidikan
129 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan Kabupaten Kantor Departemen/ Kandep Kantor Wilayah/Kanwil Kepala Daerah Kota
Law (capitalized) Long Term Development Plan madrasah OR madrasah schools
Undang-undang/UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang madrasah
Pondok Pesantren
Arti menengah atas, karena jenjang SMP termasuk dalam pendidikan “dasar”. Lihat District (umum) ATAU (spesifik) Regency Lihat District office of a central (sectoral) ministry Lihat Provincial office of a central (sectoral) ministry lihat Head of Region lihat District (general) OR (specific) Chartered Municipality UU yang disahkan oleh DPR Rencana pembangunan 20 tahun Istilah yang digunakan oleh Depag maupun Depdiknas untuk memaksudkan “sekolah umum dengan ciri khas Islam” yang berada di bawah Depag. Istilah “sekolah Islam” tidak cocok untuk madrasah. Bukan madrasah. Sekolah berasrama tradisional Islam yang mengajarkan kurikulum mata pelajaran agama Islam. Independen dari Depdiknas maupun Depag.
Mayor Medium Term Development Plan Minimum service standards/MSS
Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR Walikota Rencana Pembangunan Jangka Menengah Standard pelayanan minimum/SPM
Ministerial Decision
Surat Keputusan Menteri/SK
Ministerial
Instruksi Menteri/Inmen
130 of 140
Beberapa juga mengajarkan kurikulum nasional pendidikan dasar di bawah program khusus Depag. Lihat: Peoples‟ Consultative Assembly Kepala eksekutif suatu Kota. Rencana pembangunan 5 tahun Standar penyelenggaraan pelayanan di sektor terdesentralisasi yang dimandatkan dalam UU pemerintahan daerah. Standar akan didefinisikan oleh kementerian sektoral. Standar bersifat mengikat terhadap pemerintah kabupaten. Peraturan pelaksanaan, dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggung jawab untuk melaksanakan UU asal, digunakan terutama untuk mengeluarkan izin, mengumumkan pemenang lelang, dsb. Peraturan pelaksanaan, dikeluarkan
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan
Instruction/MI
Ministerial Regulation/PR
Peraturan Menteri/Permen
Ministry Annual Work Plan
Rencana Kerja TahunanKementerian/Lembaga Renja-KL Rencana Kerja dan Anggaraan – Kementerian/Lembaga RKA-KL Departemen Keuangan/ Depkeu Departemen Dalam Negeri/ Depdagri ATAU Dagri
Ministry [annual] Work Plan and Budget MOF MOHA
MONE
Departemen Pendidikan Nasional/Depdiknas
MORA
Departemen Agama/ Depag
National School and Madrasah Accreditation Agency
Musyawarah perencanaan pembangunan/Musrenbang Badan Akreditasi SekolahMadrasah Nasional/BAS-MN
National Development Planning Agency
Bappenas
National Education Standards/NES
Standard nasional pendidikan
Arti oleh Menteri yang bertanggung jawab untuk melaksanakan UU asal, seringkali digunakan untuk memberikan informasi yang lebih terperinci, misalnya, daftar transfer anggaran dari APBN ke APBD, dikeluarkan sebagai Inmen oleh Menteri Keuangan. Peraturan pelaksanaan untuk UU atau PP, dikeluarkan oleh Menteri yang bertanggung jawab untuk melaksanakan UU asal. Rencana Kerja Tahunan Kementerian Dokumen anggaran awal yang disusun oleh kementerian. Departemen Keuangan Departemen Dalam Negeri: bertanggung jawab atas pemerintahan daerah Departemen Pendidikan Nasional: bertanggung jawab untuk mengawasi sistem pendidikan nasional. Mempunyai yurisdiksi langsung atas sekolah-sekolah “umum”. Bandingkan: Depag Departemen Agama: Salah satu tanggung jawabnya adalah mengawasi sekolah “madrasah” yang didefinisikan sebagai “sekolah umum dengan ciri khas Islam.” Istilah “sekolah Islam” tidak tepat untuk madrasah. lihat: Development planning consultations Lembaga Independen, dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden, bertugas untuk mengembangkan standar dan prosedur akreditasi sekolah dan madrasah. Lembaga yang bertanggung jawab menyusun rencana pembangunan nasional Jangka Panjang (20 tahun) dan Jangka Menengah (5 tahun). Kepala Bappenas memegang jabatan menteri Standar Nasional Pendidikan (SNP). Mencakup masukan, proses,
131 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan
National Education Standards Agency/NES Agency
Badan Standar Nasional Pendidikan/BNSP
Net enrolment rate (NER)
Angka partisipasi murni (APM)
Parliament
Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR Peraturan Daerah/Perda Peraturan Menteri/Permen Peraturan Pemerintah/ PP Peraturan Presiden/Perpres Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR
Peoples‟ Consultative Assembly
Planning Law, i.e. Law 25/2004 concerning the National Development Planning System
keluaran dan evaluasi. Akan didefinisikan oleh GNSP dan disahkan oleh Depdiknas. Mengikat semua lembaga pendidikan (Depdiknas dan Depag). Badan Independen, dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden, bertugas mengembangkan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Rasio jumlah anak dengan usia tepat yang berpartisipasi dalam pendidikan sekolah tingkat tertentu terhadap total anak dari kelompok usia pada tingkat tersebut, misalnya, total anak usia 7 – 12 tahun yang terdaftar di SD per total anak usia 7 – 12 tahun Lembaga legislatif nasional. Lihat Regional Regulation Lihat Ministerial Regulation Lihat Government Regulation Lihat Presidential Regulation Kekuasaan pemerintahan tertinggi. Anggotanya terdiri dari seluruh anggot DPR + perwakilan dari “kelompok fungsional” (pemangku kepentingan). Berwenang untuk mengubah UUD dan memakzulkan Presiden.
Undang-undang 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Pondok pesantren
Presidential Decision
Surat Keputusan Presiden/SK
Presidential Instruction/PI
Instruksi Presiden/Inpres
132 of 140
Arti
Sekolah berasrama tradisional Islam yang mengajarkan kurikulum mata pelajaran agama Islam. Independen dari Depdiknas maupun Depag. Beberapa juga mengajarkan kurikulum nasional pendidikan dasar di bawah program khusus Depag. Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Presiden, terutama digunakan untuk memberikan landasan hukum kepada paket-paket “kebijakan” Peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Presiden, terutama digunakan untuk melakukan pengangkatan, membentuk “tim”,
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan
Presidential Regulation/PR
Peraturan Presiden/Perpres
Province
Propinsi
Provincial Development Planning Agency
Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi/Bappeprov
Provincial office of a central (sectoral) ministry
Kantor Wilayah/Kanwil
Regency
Provinsi Kabupaten
Regency Development Planning Agency
Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten/ Bappekab
Regent Region (Provincial or District)
Bupati Daerah
Regional government
Pemerintah daerah/pemda
Regional Government Law i.e. Law 32/2004 concerning Regional
Undang-undang 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
Arti dsb. Peraturan pelaksanaan untuk suatu UU atau PP, dikeluarkan oleh Presiden Subbagian geografis dari negara kesatuan Indonesia yang mempunyai Badan Eksekutif dan Legislatif sendiri. Terdiri dari kabupaten/kota tetapi hirarkinya hanya bersifat geografis. Badan yang bertanggung jawab atas perencanaan pembangunan provinsi. Bagian dari pemerintah provinsi. Tidak berada di bawah Bappenas dan tidak mempunyai wewenang atas badan perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Kantor provinsi untuk kegiatan sektoral di sektor yang tidak terdesentralisasi, misalnya Kantor Wilayah Depag yang mengawasi madrasah. Bukan bagian dari Pemerintah Provinsi. Lihat Province Salah satu jenis distrik yang tidak memenuhi kriteria perkotaan untuk menjadi sebuah Kota. Catatan: Kriteria tersebut berbeda dengan yang digunakan untuk klasifikasi statistik “perkotaanperdesaan”. Kabupaten dapat bersifat “perkotaan” untuk keperluan statistik. Penanggung jawab perencanaan pembangunan di kabupaten. Bagian dari pemerintah kabupaten, tidak berada di bawah wewenang Bappenas. Kepala eksekutif suatu Kabupaten. Satuan geografis dengan pemerintahannya sendiri (eksekutif dan legislatif) di luar pusat. Mencakup Provinsi dan Distrik (Kota dan Kabupaten). Unit pemerintahan di luar pusat. Lawan kata dari pemerintah “pusat”
133 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan
Government Regional Inspectorate
Bawasda
Regional Legislative Assembly Regional Regulation/RR
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Peraturan Daerah/Perda
Regional (Provincial or District) Education Office Regional Financial Information System/RFIS
Dinas Pendidikan
Sistem Informasi Keuangan Daerah/SIKD
Arti
Auditor internal untuk lembagalembaga pemerintah daerah Dewan Perwakilan Rakyat (provinsi atau kabupaten/kota). Peraturan perundangan yang disahkan oleh DPRD (provinsi atau kabupaten). Unit pemerintahan daerah yang bertanggung jawab atas pendidikan di daerah. Database di Depkeu untuk memantau APBD dan laporan keuangan daerah Bank Dunia membantu Depkeu untuk menetapkan sistem ini. Informasi dapat disampaikan secara on-line.
Regional Sectoral Office Dinas
Regional Sectoral Office Rencana Kerja Tahunan Annual Work Plan Satuan Kerja Perangkat Daerah /Renja-SKPD Regional Sectoral Office Rencana Strategis Satuan Strategic Plan Kerja Perangkat Daerah /Renstra-SKPD Rencana Kerja Pemerintah/RKP Rencana Kerja TahunanKementerian/Lembaga Renja-KL Rencana Kerja Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah Renja-SKPD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Rencana Strategis/Renstra Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah /Renstra-SKPD Renja-KL Renja-SKPD
Data terbaru yang dapat diakses publik adalah tahun 2003. Bertanggung jawab kepada Kepala Daerah, bukan kepada kementerian sektoral di pusat. Rencana kerja tahunan satuan kerja daerah Rencana jangka menengah (5 tahun) untuk satuan kerja daerah Lihat Government Work Plan Lihat Ministry Annual Work Plan
lihat Regional Sectoral Office Annual Work Plan
Lihat Long Term Development Plan Lihat Medium Term Development Plan lihat Strategic Plan lihat Regional Sectoral Office Strategic Plan
lihat Ministry Annual Work Plan lihat Regional Sectoral Office Annual Work Plan Rencana Kerja dan Anggaraan lihat Ministry [annual] Work Plan
134 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
Bahasa Inggris
Bahasa Indonesia dan singkatan – Kementerian/Lembaga RKA-KL RKA-KL
School Operational Assistance
Bantuan Operasional Sekolah/ BOS
School Participation Ratio (SPR)
Angka Partisipasi Sekolah (APS)
Sectoral Block Grant Allocation
Dana Alokasi Khusus/DAK
Senior secondary education (SSE) school Shared revenues
Sekolah Menengah Atas (SMA) Dana bagi hasil/DBH
State Auditor
Strategic Plan
Treasury Law i.e. Law 1/2004 concerning the State [Government] Treasury
Sistem Informasi Keuangan Daerah/SIKD Standard pelayanan minimum/SPM Badan Pemeriksaan Keuangan/BPK Rencana Strategis/Renstra
Surat Keputusan Presiden/SK Undang-undang 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-undang/UU Walikota
Arti and Budget lihat Ministry [annual] Work Plan and Budget Program (mata anggaran) dalam anggaran Depdiknas. Menyediakan dana anggaran pemerintah pusat langsung ke sekolah berdasarkan jumlah siswa. Rasio jumlah anak dengan usia tepat yang berpartisipasi dalam pendidikan sekolah tingkat tertentu terhadap total anak dari kelompok usia pada tingkat tersebut, misalnya, total anak usia 7 – 12 tahun yang terdaftar di setiap sekolah per total anak usia 7 – 12 tahun Transfer pusat kepada APBD berupa hibah blok yang terikat dengan kegiatan spesifik di sektor spesifik. Kelas 10 – 12, usia 16 – 18 Sumber pendapatan APBD yang terdiri dari dana bagi hasil yang berasal dari dasar pajak daerah (untuk provinsi, pendapatan berasal dari kabupaten-kabupaten yang ada di provinsi tersebut) dan dana bagi hasil dengan pemerintah dan/atau daerah lain. lihat Regional Financial Information System lihat: Minimum service standards/ MSS Lembaga independen yang melakukan audit eksternal terhadap lembaga-lembaga pemerintah Rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun) untuk kementerian pusat ATAU dinas Lihat Presidential Decision
Lihat: Law Lihat: Mayor
135 of 140
Studi Kerangka Hukum Sektor Pendidikan Dasar Indonesia – Edisi ke-2
TRANSLATOR’S STATEMENT: No. HLM01FEB10 This document is translated accurately and consistently from Indonesian into English Tangerang, 10 March 2010
TJENG GOAN HALIM Sworn Translator
136 of 140