perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO
SKRIPSI
Disusun oleh: Maylinda Ambarwati K 32068041
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Januari 2013 commit to user
i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Maylinda Ambarwati
NIM
: K3208041
Jurusan/ Program Studi
: PBS/ Pendidikan Seni Rupa
Menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG
GOYOR
BAPAK
SUDARTO
DI
DESA
KENTENG
KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 02 Januari 2013 Yang membuat pernyataan
Maylinda Ambarwati
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI SUKOHARJO
Oleh: Maylinda Ambarwati K3208041
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa, jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 28 November 2012
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I,
Pembibing II,
Drs. Margana M.Sn
Dr. Slamet Supriyadi, M.Si
19600612 199103 1 001
19621110 198903 1 003
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
: Rabu
Tanggal : 09 Januari 2013
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Ketua
Tanda Tangan
: Dr. H. Edy Tri Sulistyo, M.Pd
Sekretaris : Nanang Yulianto, S.Pd., M.Ds Anggota I : Drs. Margana, M.Sn Anggota II : Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 196007271987021001 commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK MAYLINDA AMBARWATI. STUDI KERAJINAN TENUN IKAT SARUNG GOYOR BAPAK SUDARTO DI DESA KENTENG KELURAHAN POJOK KECAMATAN TAWANGSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2011/2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Sejarah berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (2) Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor. (3) Mengetahui bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. Penelitian ini dilaksanakan di Perusahaan Maju yaitu kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) pada bulan Juli sampai November 2012. Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah informan yang dipilih yaitu Sudarto pemilik usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin), Joko pewaris tunggal usaha kerajinan, Tempat, Arsip atau dokumen. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi secara langsung, wawancara dan dokumentasi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Untuk teknik validitas data menggunakan triangulasi data dan review informan. Teknik analisis data yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) Latar belakang berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto yaitu merupakan kerajinan tenun ikat warisan nenek moyang yang perlu dilestarikan. (2) Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor meliputi tahap : memutihkan benang, pengekelosan, penyekiran, pembuatan desain benang pada plangkan, proses mengikat benang, pencelupan warna, membatil (membuka ikatan), proses bongkaran, pengekelosan kembali dan menenun benang. (3) Bentuk motif tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto yaitu: motif buketan (rangkaian yang terdiri dari berbagai macam bunga), motif kepiting (ceplok yuyu), motif tirto (air), dan motif ceplok tirto (perpaduan antara motif buketan, ceplokan (bunga) dan tirto (air). Kata Kunci: Kerajinan, tenun ikat, kriya tekstil
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT MAYLINDA AMBARWATI. STUDY OF GOYOR SHEATH BINDING WOVEN CRAFTS OF MR. SUDARTO KENTENG VILAGE POJOK TAWANGSARI DISTRICT OF SUKOHARJO REGENCY. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta, January 2013. The purposes of this study are to determine about: (1) History of Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath business establishment. (2) Process of making Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath. (3) Knowing the form of decorative motifs contained in the goyor sheath in Mr. Sudarto, Kenteng Village, Tawangsari District, Sukoharjo Regency. This research has conducted at the Perusahaan Maju that is binding weaving craft of Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) from July to November 2012. Desing of this research is qualitative with descriptive approach. Reasearch strategy is stuck single case study. Data sources used in the study are selected informants, Mr. Sudarto, Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) goyor sheath craft business owner, Joko, sole heir craft business. Site, archive or document. Techniques of data collection using direct observation, interview and documentation. The sampling technique used is purposive sampling. For data validation techniques using triangulation of data and review of informants. Data analysis techniques, namely data reduction, data presentation and conclusion or verification. From this study it can be concluded that: (1) Background of binding woven craft business establishment ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor sheats of Mr. Sudarto is a heritage weaving craft from the ancestor that needs to be preserved. (2) Process of making binding woven goyor sheath ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) includes the steps: yarn bleaching, clossing and scouring process, making yarn designs on frame, tie the yarn, color dyeing, untied, demolition process, closing back and yarn weaving. (3) Motifs design of binding woven ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) goyor sheaths of Mr. Sudarto namely: buketan motif (series consisting of various kinds of flowers), crab motif (celok yuyu), Tirto motif (water), and ceplok Tirto (combination of buketan, ceplokan (flowers) and Tirto (water) motifs. Key words: Crafts, binding woven, textile crafts
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Jangan pernah merasa kalah apabila kita belum mencobanya. Kegagalan adalah salah satu proses menuju kesuksesan. Selalu belajar dari kesalahan dan jangan pernah merasa puas dengan apa yang telah kita dapatkan. Selalu jadilah manusia yang selalu ingin tahu akan ilmu apapun.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada : Allah SWT, atas segala karuni-Nya Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan doa yang tiada terputus, kerja keras tiada henti, dan pengorbanan yang tiada batas. Tiada kasih sayang yang seindah dan seabadi sayangmu. Adikku Dimas Kurniawan dan Denis Pandu Pamungkas tersayang Mas Rhajid terimakasih karena senantiasa mendorong langkahku dengan perhatian, semangat, dan kasih sayang yang tak pernah putus dan senantiasa selalu menemaniku selama empat tahun ini baik suka maupun duka. Sahabat baikku Khopsah, Devi, Nigi aku akan selalu merindukan kalian Teman-teman angkatan 2008 yang paling kocak Keluarga besar Bapak Sudarto (Kerajinan Tenun Ikat ATBM) Almamater tercinta
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Kerajinan Tenun Ikat Sarung Goyor Sudarto Di Desa Kenteng Kelurahan Pojok Kecamatan Tawangari Sukoharjo”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni. 3. Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Seni Rupa, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Margana, M.Sn., selaku pembimbing I, dan Dr. Slamet Supriyadi, M.Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan pengarahan dalam menempuh dan menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Seni Rupa yang tulus dan tidak henti-hentinya memberikan ilmunya kepada penulis. 6. Bapak Sudarto selaku pemilik usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian. 7. Mas Joko selaku pewaris tunggal kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yang setia mendampingi penulis selama penelitian. commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Para pengrajin kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yang bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini. 9. Teman-teman Pagardipan angkatan 2008 dan keluarga besar Pendidikan Seni Rupa. 10. Sahabat sahabatku Irma, Hanggita, Wahyu, Mas Rhajid, Mbak Een, Mas Heri, Mas Wijang dan teman-teman seperjuangan Encus, Amel, Dese, Mbak Tia, Eyah, Yani, Aslam, Sandi, Beni, Intan, dan Riko. 11. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, 02 Januari 2013
Penulis
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAN ..........................................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN ............................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
v
HALAMAN ABSTRAK .................................................................................
vi
HALAMAN MOTO.. ...................................................................................... viii HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................
ix
KATA PENGANTAR ....................................................................................
x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ........................................................................................... xx DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xxi BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
5
1. Manfaat Teoritis ....................................................................
5
2. Manfaat Praktis .....................................................................
5
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................
6
A. Pengertian Seni Kriya ................................................................
6
B. Pengertian Tenun ......................................................................
8
1. Fungsi Kain Tenun Di Dalam Aspek Kehidupan ...............
9
a. Aspek Sosial .................................................................
9
b. Aspek Ekonomi ............................................................ 9 commit to user c. Aspek Religi ................................................................. 10 xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Aspek Estetika .............................................................. 10 C. Pengertian Tenun Ikat ............................................................... 10 1. Macam-macam Tenun Ikat ................................................. 13 a. Tenun Ikat Lungsi ......................................................... 13 b. Tenun Ikat Pakan .......................................................... 14 c. Tenun Dobel Ikat .......................................................... 15 d. Tenun Khusus ............................................................... 15 D. Motif Kain Tenun Ikat Indonesia ............................................. 17 1. Pengertian Motif ................................................................. 17 1) Motif Pohon Hayat ....................................................... 18 2) Motif Fauna .................................................................. 28 a. Motif Kuda ............................................................. 18 b. Motif Naga .............................................................. 19 c. Motif Rusa .............................................................. 19 d. Motif Singa ............................................................. 20 e. Motif Udang ........................................................... 20 f. Motif Ular ............................................................... 20 g. Motif Bebek ............................................................ 21 3) Motif Flora .................................................................... 21 4) Motif Perahu ................................................................. 22 5) Motif Hias Belah Ketupat ............................................. 23 6) Motif Manusia .............................................................. 23 7) Motif Pohon Tengkorak ................................................ 24 8) Motif Pilin atau Spiral .................................................. 24 9) Motif Meander atau Swastika ....................................... 24 10) Motif Kait ..................................................................... 25 11) Motif Geometris ........................................................... 25 E. Pengertian Ragam Hias ............................................................ 26 F. Pengertian Sarung Goyor .......................................................... 26 1. Bahan .................................................................................. 27 commit to user 2. Alat ..................................................................................... 29
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
G. Kerangka Berfikir ..................................................................... 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 37 A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 37 B. Bentuk dan Strategi Penelitian .................................................. 37 C. Sumber Data ............................................................................. 38 1. Informan ............................................................................. 38 2. Tempat dan Peristiwa ......................................................... 38 3. Arsip atau Dokumen ........................................................... 39 D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 39 1. Observasi Langsung ............................................................ 39 2. Wawancara ......................................................................... 40 3. Analisis Dokumen atau Arsip .............................................. 40 E. Teknik Sampling ....................................................................... 41 F. Validitas Data ........................................................................... 41 1. Trianggulasi ........................................................................ 42 2. Review Informan ................................................................ 42 G. Teknik Analisis Data ................................................................ 43 1. Reduksi Data ....................................................................... 43 2. Penyajian Data .................................................................... 43 3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi ................................ 44 H. Prosedur Penelitian ................................................................... 45 1. Tahap Persiapan .................................................................. 45 2. Tahap Kerja Lapangan ........................................................ 46 3. Tahap Analisa Data ............................................................. 46 4. Tahap Penyusunan Laporan ................................................ 46 BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 47 A. Deskripsi Lokasi Penelitian ...................................................... 47 B. Latar Belakang Awal Berdirinya Kerajinan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bapak Sudarto .................. 50 commit to user C. Proses Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mesin) Sarung Goyor Milik Bapak Sudarto ............................. 55 1. Bahan-bahan yang Digunakan untuk Membuat Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ....... 55 2. Alat-alat yang Digunakan untuk Membuat Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor ....... 55 3. Proses-proses Dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) .................................................. 66 a. Proses Pembuatan Benang Lungsi ................................ 74 b. Proses Pembuatan Benang Pakan ................................. 74 c. Proses Finishing ............................................................ 98 D. Macam-macam Motif Tenun Ikat Sarung Goyor Produksi Bapak Sudarto ........................................................................... 104 1. Motif Buketan ..................................................................... 104 2. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) ............................................ 106 3. Motif Air (Tirto) ................................................................. 107 4. Motif Ceplok Tirto .............................................................. 107 5. Motif Ceplokan ................................................................... 108 BAB V SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI ..................................... 110 A. Simpulan .................................................................................. 110 B. Implikasi .................................................................................. 112 C. Saran ........................................................................................ 112
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 114 LAMPIRAN .................................................................................................... 116
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Teknik Mengikat Benang
12
Gambar 2.2. Proses atau Teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan
13
Gambar 2.3. Alat Tenun Ikat Tradisional
16
Gambar 2.4. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Hayat
18
Gambar 2.5. Kain Tenun Ikat Motif Kuda
19
Gambar 2.6. Kain Tenun Ikat Motif Naga
19
Gambar 2.7. Kain Tenun Ikat Motif Rusa
19
Gambar 2.8. Kain Tenun Ikat Motif Singa
20
Gambar 2.9. Kain Tenun Ikat Motif Udang
20
Gambar 2.10. Kain Tenun Ikat Motif Ular
20
Gambar 2.11. Kain Tenun Ikat Motif Bebek
21
Gambar 2.12. Kain Tenun Ikat Motif Flora
22
Gambar 2.13. Kain Tenun Ikat Motif Perahu
22
Gambar 2.14. Kain Tenun Ikat Motif Perahu
22
Gambar 2.15. Kain Tenun Ikat Hias Belah Ketupan
23
Gambar 2.16. Kain Tenun Ikat Motif Manusia
23
Gambar 2.17. Kain Tenun Ikat Motif Pohon Tengkorak
24
Gambar 2.18. Kain Tenun Ikat Motif Pilin atau Spiral
24
Gambar 2.19. Kain Tenun Ikat Motif Meander atau Swastika
24
Gambar 2.20. Kain Tenun Ikat Motif Kait
25
Gambar 2.21. Kain Tenun Ikat Motif Geometris
25
Gambar 2.22. Naptol
28
Gambar 2.23. Kostik
28
Gambar 2.24. Benang
29
Gambar 2.25. Mesin Hang
29
Gambar 2.26. Kelos (klos)
30
Gambar 2.27. Kletek
commit to user
xvi
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.28. Malet
30
Gambar 2.29. Teropong (Tropong)
31
Gambar 2.30. Timbangan
32
Gambar 2.31. Sekir Bom
32
Gambar 2.32. Sekir Plangkan
33
Gambar 2.33. Mesin Tenun
34
Gambar Bagan 2 Kerangka Berfikir
35
Gambar Bagan 3 Model Analisis Interaktif
45
Gambar 4.1. Tugu Masuk Dukuh Kenteng
47
Gambar 4.2. Peta Desa Pojok
48
Gambar 4.3. Tempat Produksi Tenun Ikat Perusahaan Maju
54
Gambar 4.4. Benang dalam Hitungan Cones
55
Gambar 4.5. Benang dalam Hitungan Streng
56
Gambar 4.6. Bahan AS
57
Gambar 4.7. Bahan BS
57
Gambar 4.8. Kostik
58
Gambar 4.9. Bahan ASG
58
Gambar 4.10. Bahan AS
59
Gambar 4.11. Bahan Mr. B
59
Gambar 4.12. Bahan GP
60
Gambar 4.13. Bahan Br B
60
Gambar 4.14. Bahan Hidro
61
Gambar 4.15. Bahan Hijau Green
61
Gambar 4.16. Bahan SN
62
Gambar 4.17. BAhan Sliper
62
Gambar 4.18. Bahan Hacol
63
Gambar 4.19. Bahan Ramasit
63
Gambar 4.20. Bahan Tinta
64
Gambar 4.21. Bahan Tawas
65
Gambar 4.22. Minyak Goreng
65
Gambar 4.23. Minyak Tanah
commit to user
xvii
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.24. Mesin Hang
66
Gambar 4.25. Mesin Kelos atau Erek
67
Gambar 4.26. Kletek
67
Gambar 4.27. Malet
68
Gambar 4.28. Teropong
68
Gambar 4.29. Timbangan
69
Gambar 4.30. Sekir Plangkan
70
Gambar 4.31. Sekir Bom
70
Gambar 4.32. Penggaris (blak) ......................................................................
71
Gambar 4.33. Plangkan .................................................................................
71
Gambar 4.34. Mesin Cuci .............................................................................
72
Gambar 4.35. Tali Rafia ................................................................................
72
Gambar 4.36. Gawangan ...............................................................................
73
Gambar 4.37. Gunting untuk Merapihkan Benang .......................................
73
Gambar 4.38. Mesin Tenun............................................................................
74
Gambar 4.39. Proses Pemintalan Benang .....................................................
75
Gambar 4.40. Proses Pemutihkan Benang ....................................................
75
Gambar 4.41. Proses Penjemur Benang ........................................................
76
Gambar 4.42. Proses Penimbangan Benang .................................................
76
Gambar 4.43. Proses Pencelupan Warna Pada Benang Lungsi ....................
77
Gambar 4.44. Proses Penyekiran Mesin Bom ...............................................
79
Gambar 4.45. Pemintalan dengan Mesin Hang ............................................
80
Gambar 4.46. Proses Penyekiran dengan Skir Plangkan ..............................
81
Gambar 4.47. Proses Pengekresan ................................................................
82
Gambar 4.48. Desain Motif Ceplok Yuyu .....................................................
83
Gambar 4.49. Desain Motif Buketan .............................................................
83
Gambar 4.50. Desain Motif Ceplok Tirto .....................................................
84
Gambar 4.51. Proses Pendesainan ................................................................
84
Gambar 4.52. Proses Pencoletan ...................................................................
85
Gambar 4.53. Hasil Pencoletan Warna ......................................................... commit to user Gambar 4.54. Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan .........................
86
xviii
87
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.55. Hasil Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan ...............
87
Gambar 4.56. Penimbangan Zat Pewarna .....................................................
88
Gambar 4.57. Proses Pencampuran Warna ...................................................
89
Gambar 4.58. Proses Pencelupan Warna ......................................................
90
Gambar 4.59. Hasil Pencelupan Warna ........................................................
90
Gambar 4.60. Proses Proses Pemberian Zat Pengunci Warna ......................
91
Gambar 4.61. Proses Pencelupan Zat Pembangkit Warna ............................
92
Gambar 4.62. Proses Memilah-milah Benang Pakan ...................................
92
Gambar 4.63. Proses Pencelupan Naptol yang Berwarna Merah .................
93
Gambar 4.64. Proses Pembilasan Benang .....................................................
94
Gambar 4.65. Proses Pengeringan dengan Menggunakan Mesin Cuci ........
95
Gambar 4.66. Proses Pengeringan Benang dengan Sinar Matahari ..............
95
Gambar 4.67. Pengoncean atau Oncean ........................................................
96
Gambar 4.68. Proses Pembongkaran ............................................................
97
Gambar 4.69. Pemaltan .................................................................................
97
Gambar 4.70. Tahap Menenun Kain ............................................................
98
Gambar 4.71. Penjahitan Kain .....................................................................
98
Gambar 4.72. Label Sarung Goyor ...............................................................
99
Gambar 4.73. Pemasangan Label Sarung Goyor .........................................
99
Gambar 4.74. Label Pada Sarung Goyor .....................................................
100
Gambar 4.75. Proses Pembilasan atau Pencucian Sarung Goyor ................
101
Gambar 4.76. Proses Pemerasan Sarung Goyor ...........................................
101
Gambar 4.77. Pengeringan Dibawah Sinar Matahari ....................................
102
Gambar 4.78. Pelipatan Sarung Goyor .........................................................
102
Gambar 4.79. Pelipatan Sarung Goyor dengan Penggaris ............................
103
Gambar 4.80. Pengepakan .............................................................................
104
Gambar 4.81. Motif Buketan ........................................................................
105
Gambar 4.82. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) ................................................
106
Gambar 4.81. Motif Air (Tirto) .....................................................................
107
Gambar 4.81. Motif Ceplok Tirto ................................................................. commit to user Gambar 4.81. Motif Ceplokan ......................................................................
108
xix
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Tahun 2011............. 49
Tabel 4.2 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Menurut Mata Pencarian 2011 ..................................................................... ...... 50
commit to user
xx
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Foto Wawancara Bersama Bapak Sudarto dan Bapak Tukiman.........
116
Foto Wawancara Bersama Bapak Sunarno dan Mas Suranto..............
117
Foto Wawancara Bersama Mas Joko dan Ibu Prapti...........................
118
Hasil Wawancara dengan Bapak Sudarto ...........................................
119
Hasil Wawancara dengan Mas Joko....................................................
123
Hasil Wawancara dengan Mas Suranto................................................
126
Hasil Wawancara dengan Ibu Prapti....................................................
127
Surat Bukti Penelitian dari Kelurahan Desa Pojok...............................
129
Surat Bukti Penelitian dari Bapak Sudarto...........................................
130
Surat Ijin Penelitian Kepada Bapak Sudarto.........................................
131
Surat Ijin Penelitian Kepada Kepala Desa Pojok..................................
132
Surat Permohonan Perijinan Penelitian Kepada Rektor.......................
133
Surat Permohonan Perijinan Menyusun Skripsi Kepada PD I FKIP UNS......................................................................................................
134
Surat Keputusan Ijin Penyusunan Skripsi ...........................................
135
Peta Desa Pojok....................................................................................
136
commit to user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sebagai warga Negara Indonesia kita harus bangga akan warisan budaya masa lampau karena banyak sekali nilai-nilai tinggi yang terkandung didalamnya. Salah satu warisan budaya itu sendiri adalah dengan adanya keberagaman kain tradisional khususnya yaitu kain tenun ikat Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa tenun ikat sebagai salah satu karya bangsa Indonesia yang tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia. Melalui kain tenun ikat tradisional kita dapat melihat keberagaman budaya Nusantara. Kain tidak saja hanya dilihat dari ragam motifnya namun kita juga dapat melihat jenis benang yang dipakai, teknik pembuatannya yang tradisional tetapi kita juga dapat mengenal berbagai fungsi kegunaan dan arti kain tenun ikat dalam kehidupan masyarakat sehari-hari yang dimana semua itu mencerminkan adat istiadat dan kebudayaan masing-masing daerah. Hal ini seperti dinyatakan oleh Suwati Kartiwa (2007) sebagai berikut: “Kreativitas bangsa Indonesia dalam membuat kain terjelma, melalui suatu perjalanan panjang. Selama kurun waktu kurang lebih 1500 tahun, melalui berbagai kegiatan tradisi budaya, suku-suku bangsa di Nusantara menciptakan berbagai teknik pembuatan kain dan ragam hiasnya. Keunggulan didalam cita rasa didalam membuat kain yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dikawasan Nusantara ini, berkembang dalam berbagai wujud, sifat, bentuk, kegunaan, ragam hias, serta mutu kain tradisional” (h. 9) Dari pernyataan diatas dapat kita ketahui bahwa seni kerajinan kain tenun merupakan salah satu hasil karya nenek moyang yang sudah ada sejak lampau, dimana kebudayaan tumbuh didalam masyarakat sesuai dengan daerah masingmasing. Persebaran kain tenun tradisional sendiri hampir tersebar luas di seluruh kepulauan Indonesia dengan beranekaragam pembuatannya, motif serta fungsinya. commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Kegiatan menenun dikerjakan secara turun menurun dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan berkembang dari kebiasaan masyarakat. Masa lampau telah banyak memberikan gambaran yang jelas tentang apa dan dimana karya-karya kain tenun tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk visual yang proses penciptaannya tidak lepas dari pengaruh lingkungan seperti perbedaan geografis yang mempengaruhi hasil akhir sehelai kain tenun. Keragaman kain-kain tradisional dihasilkan oleh perbedaan geografis yang mempengaruhi corak hidup setiap suku bangsa di Nusantara (Suwati Kartiwa, 2007: 9). Banyak sebagian warga Negara Indonesia yang mengetahui bahwa kerajinan kain tenun ikat tradisional ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) hanya terdapat di daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Bali. Kerajinan tenun ikat tradisional juga dapat kita jumpai dipulau Jawa khususnya daerah Jawa Tengah. Seperti kerajinan tenun troso di Jepara namun selain kain tenun troso tenun ikat tradisional juga dapat kita jumpai di Sukoharjo. Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki karya tenun ikat tradisional khas daerah adalah Sukoharjo, tepatnya di Kecamatan Tawangsari. Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo ini sangat terkenal sekali akan kerajinan tenun ikatnya, yang dimana kerajinan tenun ikat ini divisualisasikan tidak hanya berupa kain tetapi dibuat dalam bentuk sarung yang disebut dengan sarung goyor. Kerajinan tenun ikat tradisional desa Kenteng kecamatan Tawangsari kabupaten Sukoharjo ini telah berkembang secara turun temurun. Hampir seluruh penduduk desa bekerja sebagai pengrajin kain tenun ikat tradisional sarung goyor. Hingga sekarang kerajinan tenun ikat tradisional atau ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) tetap dipertahankan dan dicari banyak pembeli baik dari dalam Negeri maupun luar Negeri. Para pembeli sendiri justru banyak yang berasal dari luar Negeri diantaranya yaitu daratan Timur Tengah, India dan Pakistan. Sedangkan pembeli dalam Negeri sendiri yaitu Surakarta dan sekitarnya. Meskipun sarung goyor merupakan sarung yang dibuat secara manual dan dengan menggunakan alat tenun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
bukan mesin (ATBM), sarung ini sangat nyaman digunakan, hangat dikala cuaca dingin dan dingin disaat cuaca sedang panas. Salah satu tempat usaha yang mengenalkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas adalah milik Bapak Sudarto yaitu yang terletak di Desa Kenteng. Dari sekian banyak pengrajin di Desa Kenteng, bapak Sudarto merupakan salah satu pemilik usaha kerajinan tenun ikat tradisional yang masih tetap bertahan hingga sekarang. Beliau merupakan seorang pengrajin yang memiliki kelebihan di bidang produksi dan desain tenun ikat sarung goyor. Usaha kerajinan tenun ini merupakan usaha industri rumahan. Perkembangan kerajinan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) bapak Sudarto di desa Kenteng Kecamatan Tawangsari ini sangat berpengaruh besar terhadap masyarakat desa itu sendiri dan daerah sekitar Sukoharjo. Karena hampir semua masyarakat desa berpenghasilan dari usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor tersebut. Dengan keadaan seperti itu industri kecil kerajinan tenun ikat desa Kenteng Kecamatan Tawangsari membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa khususnya. Hasil kerajinan tenun ikat tradisional yang dihasilkan diamati maka akan terlihat memiliki ciri khas yang dapat kita lihat dari jenis motif yang terdapat pada sarung goyor. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan terdorong untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah penulisan ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Studi Tentang Kerajinan Tenun Ikat Sarung Goyor Bapak Sudarto Di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupatenn Sukoharjo”. Dimana peneliti dapat mengetahui sejarah berdirinya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor di Desa Kenteng, Kecamatam Tawangsari, mengetahui bagaimana proses atau teknik pembuatan tenun ikat tradisional dan mengetahui berbagai macam motif yang terdapat di
sarung goyor, dan
memberitahukan kepada khalayak luas bahwa kerajinan tenun ikat tradisional tidak hanya dijumpai di daerah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Bali. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
Namun dapat juga kita jumpai di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang akan dikaji dapat dirumuskan ke dalam berbagai pertanyaan penelitian seperti berikut ini: 1. Bagaimana latar belakang awal berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo? 2. Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ATBM 3. (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo? 4. Apa saja bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian Dari perumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui awal berdirinya usaha kerajinan tenun ikat ATB (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. 2. Untuk mengetahui proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng kecmatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. 3. Untuk mengetahui bentuk motif atau ragam hias yang terdapat pada sarung goyor bapak Sudarto di Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
D. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritik : a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan keterangan atau informasi yang jelas mengenai proses pembuatan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor kepada masyarakat luas. b. Dapat dijadikan informasi atau bahan studi perbandingan bagi penelitian yang mengkaji tentang kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor.
2. Manfaat Praktis : a. Menambah referensi akan studi tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). b. Menjadi bahan evaluasi terhadap karya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Seni Kriya Pada tahun sekitar 1930-an, ketika masa malaise melanda dunia kata kerajinan memiliki makna yang berbeda yaitu, pada masa kolonial beranggapan apabila ada kerajinan pasti ada kemalasan. Begitulah makna kerajinan pada masa penjanjahan karena pada masa itu kata kerajinan diberikan agar “rajin kerja” karena pemerintahan kolonial belanda tidak dapat lagi membiayai pemerintahan jajahannya. Kini kata kerajinan itu sudah tidak digunakan lagi karena Indonesia telah terbebas dari masa penjajahan. Kini kata kerajinan sudah diganti dan menjadi kata “kriya”, yang berakar dari kata karya, kerja, yang dimana memiliki makna lebih luas. Di seni rupa Barat, kriya lebih banyak dicirikan oleh ekspresi individu senimannya. Sedangkan seni rupa di Timur banyak dicirikan oleh kelompok seniman atau pekriya. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan pada keadaan dilapangan dari hasil suatu pengamatan bahwa, kriya sekarang lebih berkembang kearah industri. Menurut Tallcot Parsons, Kriya sebagai artefak adalah produk budaya, karena kriya adalah terjemahan dalam bentuk fisikal dari ide-ide budaya dan aktifitas budaya (Widagdo, 1999: 1). Pada dasarnya kria dan seni merupakan dua hal yang berbeda karena kriya sendiri selalu diartikan dengan tujuan yang pragmatis, yaitu membuat benda yang mempunyai manfaat praktis. Sedangkan seni sendiri diciptakan karena keinginan mengekspresikan ide dengan tujuan yang non praktis. Menurut Soedarso (2006: 102-113) dapat disimpulkan bahwa, pengertian kriya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kriya adalah pekerjaan atau kerajinan tangan, sedangkan Menurut Ralp Mayer menyatakan bahwa crafts adalah “... the art of forming handmade articles which are usually decoratively designed and often useful or purposeful”. Selanjutnya, Encylopedia of World Art yang mendefinisikan, “The Word ‘handicrafts’ refers to usefulor decorative objects commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
made by hand or with tools by a workman who has direct control over the product during all stager of production”. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ‘kriya’ atau ‘crafts’ atau ‘handicrafts’ adalah: (1.) Sesuatu yang dibuat dengan tangan, dengan kekriyaan yang tinggi, (2.) Dibuat dengan sangat dekoratif atau secara visual sangat indah, (3.) Dijadikan barang guna. Sedangkan menurut pendapat Susan K. Langer kriya adalah “The arts objectify subjective reality”. Karya kriya dapat menjadi karya seni, namun tidak untuk sebaliknya, karya seni tidak dapat menjadi karya kriya apabila ini terjadi maka ini merupakan devaluasi karya seni (Widagdo, 1999: 1). Maka dapat dikatakan pemahaman tentang kriya secara konvensional adalah kriya merupakan produk hasil kreativitas yang ditunjang kemampuan tangan manusia tumbuh dari lingkungan budaya tertentu dan biasanya bertumpu pada sebuah tradisi, yang mempunyai sifat etnis. Sehingga dalam kriya selalu melibatkan unsur mulai dari tempat asal, keterampilan tangan yang tinggi. lingkungan, tradisi dan kreatifitas sehingga karya satu dengan karya yang lainnya memiliki perbedaan sehingga karyakarya tidak mungkin sama dan akan selalu berbeda dalam bentuk garis, tekstur, dan keunikannya. Sebuah karya kriya memiliki daya tarik tersendiri, seperti pendapat Upjohn dan Wengert (1969) (dalam J. Pamudji Suptandar, 1999: 6 ): “Seni kerajinan memiliki daya tarik yang kuat kaerena berhasil memancarkan kekaguman dari gambaran yang bersifat tradisional dengan sifat-sifat yang fungsional sampai pada simbolosasi bentuk-bentuk yang abstrak. Proses pembentukaannya ditentukan oleh daya imajinasinya yang kuat, diwujudkan melalui keterampilan tangan dengan penggunaan alat yang terkendali dan sifat bahan sebagai sesuatu yang tidak mungkin ditranformasikan dalam bentuk mekanis” (h.6) Maka setiap karya kriya memiliki sebuah nilai tersendiri yang dimana merupakan hasil dari kerajinan tangan, keterampilan atau kreativitasan seseorang dalam membuat suatu karya dan memiliki nilai fungsional dari sebuah pikirannya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
yang panjang. Seorang pengrajin atau pencipta sebuah karya kriya akan merasa terpuaskan pikiran dan perasaannya karena fungsi yang dicapai mampu melahirkan bentuk-bentuk karya yang sensasional dan impresif.
B. Pengertian Tenun Tenun merupakan salah satu jenis seni kriya Nusantara yaitu kriya tekstil. Tenun merupakan salah satu kerajinan seni yang patut dilestarikan. Seperti yang dikatakan Joseph Fisher (dalam Suwati Kartiwa, 1986: 1) Indonesia adalah salah satu Negara yang menghasilkan seni tenun yang terbesar terutama dalam hal keanekaragaman hiasannya. Tenun sendiri dapat diartikan sebgai suatu hasil karya berupa kain yang dibuat dengan benang dan dimasukan kedalam alat menenun. Teknik menenun pada dasarnya hampir sama dengan teknik menganyam, perbedaannya hanya pada alat yang digunakan. Untuk anyaman kita cukup melakukannya dengan tangan (manual) dan hampir tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan pada kerajinan menenun kita menggunakan alat yang disebut lungsi dan pakan. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia tenun adalah kerajinan yang berupa bahan (kain) yang dibuat dari benang (kapas dan sutera) dengan cara memasukmasukan pakan secara melintang pada lungsi. Dalam Bahasa Prancis sendiri tenun adalah Textere, dalam bahasa Inggris Textile, sedangkan dalam bahasa latin tekstil berasal dari kata Texele yang berarti menenun atau kain tenun. Hal ini seperti dinyatakan Djumaeri (1974 ; 7) dijelaskan bahwa : “Suatu proses penganyaman antara benang lungsi dan pakan yang letaknya tegak lurus satu sama lain yang kedua benang ini umumnya mengarah vertical kearah horizontal, benang yang arahnya horizontal disebut benang pakan”. Dari pengertian tersebut diatas dapatlah dikatakan bahwa tenun adalah teknik pembuatan kain yang dibuat dengan cara yang sederhana yaitu dimana dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
menggabungkan benang secara memanjang dan melintang. Dengan kata lain bersilangnya antara benang lungsi dan pakan secara bergantian. Proses tenun yang demikian merupakan struktur dari dua benang yang saling menyilang. Tenun merupakan karya tekstil. Karya tekstil adalah barang-barang yang dihasilkan dari proses menenun. Seni kerajinan yang dibuat dengan bahan dasar kain. Barang-barang tekstil meliputi segala hal yang dibuat dengan cara ditenun dan dirajut seperti kain, pakaian, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. 1. Fungsi Kain Tenun Di Dalam Aspek Kehidupan Kain tenun merupakan salah satu kain yang menjadi perlengkapan hidup manusia sehari-hari yang sudah dikenal sejak jaman prasejarah. Kain tenun ini digunakan sebagai pakaian penutup badan setelah pakaian yang terbuat dari rumput-rumputan dan kulit kayu. Sebagai salah satu perlengkapan hidup manusia kain tenun juga mempunyai fungsi di setiap aspek kehidupan. Baik dari segi sosial, ekonomi, religi, estetika dan lain sebagainya. Maka dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Aspek Sosial Dalam aspek sosial kain tenun banyak digunakan untuk upacara-upacara adat seperti kelahiran, perkawinan, ataupun kematian. Bahkan lambang dan warnanya pun telah disesuaikan. Seperti untuk upacara kematian warna kainnya hitam atau biru tua, sedangkan untuk upacara perkawinan atau upacara yang menunjukan suatu kemeriahan dipakai warna-warna yang cerah antara lain warna merah, cokelat merah, dan lain sebagainya.
b. Aspek Ekonomi Kain tenun dalam aspek ekonomi dipakai sebagai alat pertukaran. Pertukaran dalam arti barang yang dipertukarkan dengan barang lainnya. Contohnya di daerah Tenganan kain gringsing tidak langsung dipertukarkan dengan benda lain atau dibeli dengan mata uang, melainkan yaitu setiap pemesan membawa benang yang akan menghasilkan dua helai kain gringsing commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
dimana nantinya salah satu kain gringsing akan menjadi pemilik si penenun sebagai upahnya.
c. Aspek Religi Pada aspek religi terlihat bahwa ragam hias yang diterapkan mengandung unsur perlambangan yang berhubungan dengan kepercayaan atau agama tertentu. Dalam upacara keagamaan kain tenun khusus digunakan oleh pemuka agama atau dukun.
d. Aspek Estetika Aspek estetika terlihat pada keterampilan, ketekunan didalam menciptakan suatu karya. Untuk membuat sebuah kain tenun dibutuhkan kesabaran yang tinggi karena melihat proses pembuatannya yang lama dan rumit. Proses pengerjaannya sendiri memakan waktu hingga bermingguminggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, sehingga menghasilkan kain tenun yang indah dan mempesona. Baik dari segi garis, motif dan warnanya dan menghasilkan suatu nilai estetika.
C. Pengertian Tenun Ikat Tenun ikat atau kain tenun merupakan kriya tenun berupa kain yang ditenun dari helaian benang pakan dan lungsi yang sebelumnya diikat dan dicelupkan ke dalam pewarna . Yang dimaksud dengan pewarnaan ikat sendiri yaitu mewarnai benang lungsi yang arahnya vertikal dan benang pakan yang arahnya horizontal dan dalam proses ini bagian dari benang-benang yang diikat tersebut tidak akan terkena oleh warna, sedangkan bagian benang yang tidak diikat akan terkena oleh celupan warna. Istilah ikat didalam menenun ini menurut Loeber dan Haddon (1936) diperkenalkan di Eropa oleh A.R Hein pada tahun 1880 dan menjadi istilah dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
bahasa Belanda yang disebut ikatten dan dalam bahasa Inggris kata ikat berarti hasil selesai dari kain dengan tehnik ikat dan to ikat untuk arti proses dari tehniknya . Menurut Warming dan Gaworski (1978: 114) tenunan dengan desain ikat pakan dari kain dasar tenunannya sutera diterapkan di Indonesia khususnya oleh mereka yang mendapat pengaruh Islam. Terutama daerah-daerah pantai yang ramai disinggahi pendatang dan sering mengadakan kontak atau hubungan ke luar (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 5). Banyak para ahli yang mengatakan bahwa tehnik menenun yang relatip baru, dimana telah berpengaruh besar terhadap Kepuluan di Indonesia adalah tehnik ikat pakan. Masuknya kain tenun dengan tehnik ikat pakan ini bersamaan dengan dikenalkannya benang sutera dalam perdagangan pada abad sekitar empat belas dan lima belas. Kemudian barang-barang import tersebut dibawa oleh para pedagang Islam India dan Arab ke pulau Sumatera dan Jawa. Tehnik tenun ikat ini terdapat diberbagai daerah di Kepulauan Indonesia. Daerah-daerah di Indonesia yang terkenal dengan kain ikat diantaranya; Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores dan Timor. Salah satu kain yang menggunakan tehnik ikat yaitu kain gringsing dari Tenganan, Karangasem, Bali. Sedangkan pendapat Gittinger (1980: 114) dapat disimpulkan bahwa daerah yang menghasilkan tenunan dengan desain benang emas ataupun benang perak terdapat didaerah yang sama dengan daerah pembuat desain atau motif ikat pakan. Daerah itu adalah Sumatera, termasuk Kepulauan Riau, Jawa dan Bali yang berada di wilayah Indonesia bagian Barat. Dalam sejarah pertenunan di Indonesia telah dicatat bahwa tenunan Negara kita diproduksi dengan menggunakan benang sutera (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 6). Kemahiran masyarakat bangsa Indonesia dalam pembuatan kain tenun terlihat pada keterampilan membuat ragam hias atau motif secara tradisional, yaitu mengandalkan keterampilan tangan saat proses pembuatannya. Semua proses pengerjaannya dilakukan secara tradisional. Tehnik ini dapat dikatakan tehnik yang cukup rumit. Karena dalam tahap ini yang dilakukan adalah mengikat bagian-bagian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
benang yang dimana nantinya bagian benang yang dikat nantinya tidak akan terkena pewarna dalam proses pencelupan warna. Dan kemahiran ini telah diturunkan dan diwariskan sejak jaman nenek moyang kita. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa tenun ikat merupakan suatu tehnik pengikatan bagian benang yang dimana tahap ini dilakukan sebelum sampai pada tahap pencelupan warna secara tradisional. Dan tehnik ini dilakukan dengan mengikat bagian benang dengan menggunakan tali atau rafia. Proses ini dilakukan sebelum sampai pada tahap penenunan benang dan yang pada akhirnya akan menjadi sebuah kain tenun . Di bawah ini merupakan proses mengikat benang pada bagian yang diikat benang lungsinya atau pakannya dalam bentuk ragam hias tertentu:
Gambar 2.1 Teknik Mengikat Benang (Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10) Sedangkan gambar dibawah ini merupakan proses atau teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Gambar 2.2 Proses atau teknik mengikat benang sebelum proses pemberian warna baik pada benang lungsi ataupun benang pakan. (Sumber: Suwati Kartiwa, 1989; 10) 1. Macam-macam Tenun Ikat Ada tiga jenis tenun ikat di Indonesia yaitu dapat dibagi menjadi beberapa bagian, diantaranya: a. Tenun Ikat Lungsi Tenun ikat lungsi merupakan dimana bentuk ragam hias ikat pada kain tenunnya terdapat pada bagian benang lungsinya. Tenun ikat lungsi ini termasuk tenunan yang paling umum maka disebut teknik ikat lungsi. Sesusai dengan namanya, teknik ini menciptakan ragam hias dengan menggunakan teknik ikat dan pencelupan hanya pada benang lungsi atau benang vertikal. Menurut pendapat R. Van Heine Geldern dapat disimpulkan bahwa, teknik membuat corak ragam hias yang dibuat dengan cara diikat yang disebut ikat lungsi telah dikenal sejak jaman kebudayaan Dongson prasejarah. Sedangkan motif yang dibuat pada jaman itu terdapat penggambaran yang berasal dari jaman Neolitikum yang diterapkan pada kain pakaian tersebut sebagai corak. Corak tersebut diantaranya seperti; nenek moyang, pohon hayat, perahu arwah dan sebagainya (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 7-8).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
Sedangkan Suwati Kartiwa (2007: 15) menyatakan bahwa, sejarah panjang tenun ikat lungsi sudah ada sejak jaman perunggu sekitar abad 8 sampai abad 2 sebelum Masehi. Tenun ikat lungsi sudah dikenal di daerah pedalaman Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. Derahdaerah tersebut tercatat sebagai daerah yang paling awal mengembangkan tenun ikat lungsi.
b. Tenun Ikat Pakan Tenun ikat pakan adalah tenun ikat yang ragam hias ikatnya dibuat pada benang pakan atau benang horizontal. Menurut para ahli tenun ikat pakan relatif baru apabila dibandingkan dengan tenun ikat lungsi. Beberapa ciri tenun ikat pakan ini dikenal sesudah periode jaman prasejarah, diantaranya dalam hal penggunaan benang. Pada awalnya tenun ikat menggunakan bahan benang yang pertama kali dikenal yaitu benang yang terbuat dari kapas. Sebab kapas sudah lama ada di Indonesia, selain kapas juga menggunakan sutera alam. Menurut Langewis (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 10) kain tenun ikat lungsi terdapat didaerah-daerah yang kurang atau sedikit mendapat pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Sedangkan daerah tenun ikat pakan terdapat didaerahdaerah yang mendapat pengaruh Hindu, Budha dan Islam. Daerah persebaran tenun ikat pakan antara lain Palembang, Pasemah, Bangka, Kepulauan Riau, Sumatera, Pulau Jawa dan Bali. Ciri yang didapati pada tenun ikat pakan ialah dilihat dari warnawarnanya yang terang, mencolok dan meriah. Sedangkan didalam teknik terdapat kombinasi dengan benang emas atau perak yang merupakan benang impor. Karena tenun ikat pakan ini mendapat pengaruh dari pedagang-pedangan dari India dan Cina yang singgah didaerah Aceh, Sumatera, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Bali. Pada kain tenun ikat pakan Donggala dan Bali ada cara pemberian warna yang disebut dengan coletan atau coretan yaitu dengan menggunakan alat yang berfungsi sebagai kuas dalam melukis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
c. Tenun Dobel Ikat Tenun dobel ikat atau tenun ikat berganda untuk pola ragam hiasnya dibuat pada kedua jenis benangnya yaitu benang lungsi dan benang pakan. Keduanya membentuk sebuah pola ragam hias yang simetris. Kain tenun dobel ikat yang berasal dari India disebut kain patola , kain impor ini dibawa oleh pedagang-pedagang Gujarat. Yang menjadi ciri khas dari sebuah kain tenun dobel ikat ini sendiri yaitu kombinasi dari beberapa bentuk garis geometris belah ketupat, segitiga dan bunga bersudut delapan. Menurut G.P Rouffaer dalam bukunya “Over Ikat’s. Tjinde’s Patola’s en Chinde’s” menyatakan bahwa pengaruh patola dari Gujarat mudah diterima karena di Indonesia sendiri telah mempunyai bentuk yang hampir sama dengan garis-garis geometris dan warna yang ditiru dari bentuk serta warna kulit ular patola yang telah ada di Indonesia. Corak ini sama dengan corak kain patola (Suwati Kartiwa, 1989: 10). Bentuk motif patola ini terdapat juga pada kain tenun dari Jawa dan motif ini terdapat pada kain batik yang disebut jelamprang. Menurut pendapat Suwati Kartiwa (2007: 21) Satu-satunya daerah di Indonesia yang mengenal pembuatan tenun dobel ikat adalah
Tenganan,
Karangasem dan Bali.
d. Tenun Ikat Khusus Tenun ikat khusus yaitu merupakan tenun yang sudah punah keberaadaanya. Seperti kain Kasang. Kain khusus ini biasanya dipakai sebagai hiasan dinding yang panjangnya mencapai 20 meter. Di Jawa Tengah kain kasang ini dibentangkan sebagai hiasan dinding dalam upacara-upacara di Keraton. Selain itu juga ada kain Bentenan, disebut kain Bentenan karena kain ini terdapat dipulau Bentenan, yaitu Minahasa. Menurut Hetty Nooy Palm, dalam penelitiannya mengatakan bahwa di Bentenan ada tenun ikat lungsi yang sudah punah. Sejak tahun 1880 kain commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Bentenan ini sudah tidak dibuat lagi. (dalam Suwati Kartiwa, 1989: 13). Sedangkan untuk motifnya didapati motif geometris yang menggambarkan bentuk manusia dengan kedua tangan diangkat ke atas. Dibawah ini merupakan alat tenun tradisional yang digunakan di wilayah kalimantan sejak jaman nenek moyang hingga sekarang. Namun tidak semua daerah penghasil tenun ikat sekarang menggunakan alat ini, banyak sebagian pengrajin yang sudah menggunakan alat tenun yang dilengkapi dengan injakan kaki dan mereka tidak perlu duduk dibawah lagi tanpa menggunakan kursi. Alat tenun ikat ini memang sudah jarang sekali ditemukan.
Gambar 2.3 Alat Tenun Ikat Tradisional (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 2007; 45) D. Motif Kain Tenun Ikat Indonesia 1. Pengertian Motif Menurut W.J.S Poerwadarminta (1983: 655) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan motif adalah “suatu yang menjadi pokok”. Sedangkan menurut Soedarso (1971: 3) motif atau pola secara umum adalah penyebaran garis atau warna dalam bentuk ulangan tertentu, lebih lanjut pengertian pola menjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
sedikit komplek, antara lain dalam hubungannya dengan pengertian simetris. Dalam hal ini desain tidak hanya diulang menurut garis pararel, melainkan dibalik sehingga berhadap-hadapan. Motif adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis atau elemen-elemen, yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentukbentuk stilasi alam benda, dengan gaya dan ciri khas tersendiri (Hery Suhersono, 2005: 13). Yang dimaksud dengan desain tekstil sendiri ialah suatu kegiatan dari perencanaan pembuatan kain-kain tekstil, oleh karenanya desain tekstil merupakan faktor yang sangat penting didalam industri kecil (Gunadi, 1985: 8). Desain dalam tekstil tidak hanya berarti gambar atau pola saja, tetapi dibidang tekstil memiliki arti yang luas yaitu desain merupakan suatu petunjuk proses pembuatan kain-kain tekstil dari mulai benang sam[pai terakhir menjadi pakaian atau barang jadi tekstil. Di Indonesia khususnya Jawa, Madura dan Bali, pada bagian-bagian bentuk dasar motif tersebut, masing-masing diberi nama ataupun ciri yang di ambil dai istilah bahasa daerah (terutama dari Jawa) seperti istilah ikal (ulir, ukel,dan relung), trubusan, angkup, cawen, benangan dan lain sebagainya. Ada pula yang menggunakan motif yang biasa disebut dengan motif tumpal. Pemakaian tumpal yang paling terkenal adalah terdapat pada tenun dan batik, maupun pada sarong tenunan ataupun pada sarong batikan terdapat ladjur yang melintang kain itu. Menurut sejarah sendiri ragam hias atau motif tenunan jaman Neolitikum dan Dongson mengandung unsur-unsur alam yang mempunyai kekuatan magis yaitu konsepsi dari agama atau kepercayaan tradisional masyarakatnya. Unsur alam yang mempunyai kekuatan magis itu antara lain beberapa jenis fauna dan flora tertentu, gunung sungai matahari, bintang dan lain-lain. Dalam ragam hias unsur-unsur tadi diwujudkan dalam bentuk-bentuk garis geometris yang berbentuk bintang-bintang. Setiap motif dibuat dengan berbagai bentuk macam garis, misalnya garis melingkar, berkelok-kelok, garis yang berpilin-pilin dan sebagainya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Maka motif dapat dikatakan sebuah disain atau rancangan yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis yang dipengaruhi dalam bentuk stilasi atau penggayaan dan memiliki ciri tersendiri. Di bawah ini merupakan beberapa jenis motif kain tenun ikat Nusantara di antaranya: 1.) Motif Pohon Hayat
Gambar 2.4 Kain Tenun Ikat Motif Pohon Hayat (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)
2.) Motif Fauna a. Motif Kuda
Gambar 2.5 Kain Tenun Ikat Motif Kuda (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 7) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
b. Motif Naga
Gambar 2.6 Kain Tenun Ikat Motif Naga (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 7)
c. Motif Rusa
Gambar 2.7 Kain Tenun Ikat Motif Singa (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
d. Motif
Singa
Gambar 2.8 Kain Tenun Ikat Motif Singa (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73) e. Motif Udang
Gambar 2.9 Kain Tenun Ikat Motif Udang (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 73) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
f. Motif Ular
Gambar 2.10 Kain Tenun Ikat Motif Ular (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71)
g. Motif Bebek
Gambar 2.11 Kain Tenun Ikat Motif Bebek (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
3.) Motif Flora
Gambar 2.12 Kain Tenun Ikat Motif Flora Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 65) 4.) Motif Perahu
Gambar 2.13 Kain Tenun Ikat Motif Perahu (Dokumentasi: Skripsi Wiwik Palupi Sari, 2003; 15)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Gambar 2.14 Kain Tenun Ikat Motif Perahu (Dokumentasi: Suwati Kartiwa, 1989: 21) 5.) Motif Hias Belah Ketupat
Gambar 2.15 Kain Tenun Ikat Motif Belah Ketupat (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 71) 6.) Motif Manusia
Gambar 2.16 Kain Tenun Ikat Motif Manusia (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 53) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
7.) Motif Pohon Tengkorak
Gambar 2.17 Kain Tenun Ikat Motif Pohon Tengkorak (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 69) 8.) Motif Pilin atau Spiral
Gambar 2.18 Kain Tenun Ikat Motif Pilin atau Spiral (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 57) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
9.) Motif Meander atau Swastika
Gambar 2.19 Kain Tenun Ikat Motif Meander atau Swastika (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 43) 10.)
Motif Kait
Gambar 2.20 Kain Tenun Ikat Motif Kait (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 65)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
11.)
Motif Geometris
Gambar 2.21 Kain Tenun Ikat Motif Geometris (Dokumentasi: Suwarti Kartiwa, 1989; 69)
E. Pengertian Ragam Hias Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ragam adalah “macam”
(1989:
719), sedangkan pengertian Hias adalah “berhias dengan, diperindah dengan”.Ragam Hias adalah bermacam-macam hiasan, seperti yang dijelaskan oleh W.J.S Poerwadarminta (1983: 1052) ragam hias adalah menurut arti katanya “ragam” dapat berarti bermacam-macam. Maka dapat diartikan bahwa ragam hias adalah berbagai macam kumpulan motif-motif dimana memiliki fungsi sebagai penghias sebuah kain sebagai corak tertentu.
F. Pengertian Sarung Goyor Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa atau tabung. Ini adalah arti dasar dari sarung yang berlaku di Indonesia atau tempat-tempat sekawasan. Dalam pengertian busana commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
internasional, sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah) (id.wikipedia.org/wiki/Sarung). Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan mulai dari katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait sebagai pelengkap baju daerah tertentu. Sedangkan motif kain sarung sendiri pada umum adalah garis-garis yang saling melintang. Namun demikian, sarung untuk pakaian daerah dapat pula dibuat dari bahan tenun ikat, songket, serta tapis. Jenis kain ini tentu sudah lekat dengan masyarakat di Indonesia. Kain panjang yang dijahit sisi-sisinya sehingga membentuk tabung ini digunakan sebagai penutup bagian perut sampai mata kaki, dengancara dililitkan. Sarung bisa digunakan baik laki-laki maupun perempuan untuk kepentingan adat maupun keseharian. Pembuatan kain sarung biasanya menggunakan mesin maupun alat tenun bukan mesin (ATBM). Sarung Goyor adalah salah satu kain sarung yang dibuat menggunakan alat tenun bukan mesin. Sarung goyor sendiri dapat diartikan sebagai sarung yang lembek. Goyor dalam bahasa Jawa artinya lembek karena jika digunakan kainnya jatuh, lembek tidak kaku maka disebut Sarung Goyor. Adapula yang menyebut kain byur artinya pun sama. Jenis kain yang adem ini tentu cocok untuk masyarakat Indonesia yang berada di kawasan tropis yang bersuhu panas (http://sarung.net/tag/sarung-goyor/). Pada setiap proses menenun perlu mempersiapkan alat dan bahan atau perlengkapan untuk menenun khususnya tenun ikat tradisional. Pada umumnya setiap daerah di Indonesia memiliki perlengkapan tenun yang sama. Diantaranya yaitu: 1. Bahan a. Pewarna Naptol Bahan pewarna yang digunakan untuk memberi warna pada kain tenun ikat sarung goyor. Zat pewarna yang dipakai pada tenun ikat sarung goyor ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
merupakan zat pewarna sintetis atau buatan. Naftol tergolong kedalam zat pewarna reaktif yang banyak kita jumpai di pasaran. Penggunaan pewarnaan naptol ini di pakai bapak Sudarto karena penggunaannya yang mudah dan praktis tidak memakan banyak waktu. Selain itu juga daya tahan zat pewarna ini cukup kuat.
Gambar 2.22 Naptol (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) b. Kostik Kostik merupakan kristal campuran pewarna naptol
Gambar 2.23 Kostik (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
c. Benang Benang merupakan bahan dasar dalam membuat kain tenun ikat. Seperti yang dikatakan oleh Dahlan, 1982: “Bahan baku dalam pembuatan kain adalah benang. Sesuai dengan maksud proses dan tujuan akhirnya benang tersebut dapat dibedakan dalam benang lungsi, pakan dan benang rajut. Sedangkan sesuai penggunaannya benang itu masih dibedakan pula dalam jenis seratnya seperti kapas, sutera, dan benang serap campuran, disamping macamnya yaitu benang-benang tunggal, rangkap dan gintir”(h.9).
Gambar 2.24 Benang (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) 2. Alat a. Mesin Hang Yaitu mesin atau alat yang digunakan untuk memintal benang sebelum melakukan proses pewarnaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Gambar 2.25 Mesin Hang (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) b. Mesin Kelos (Klos) Masyarakat Sukoharjo menyebut mesin ini dengan sebutan mesin klosklosan. Mesin ini digunakan untuk memintal benang ke sebuah benda yang disebut kletek.
Gambar 2.26 Kelos (Klos) (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
c. Kletek Alat yang terbuat dari bahan dasar kayu ini merupakan alat yang digunakan untuk meletekan benang pakan maupun benang lungsi sehingga menjadi sebuah gulungan-gulungan kecil.
Gambar 2.27 Kletek (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) d. Malet Alat yang disebut malet ini digunakan untuk meletakan benang pakan yang dimana nantinya akan diletakan didalam (tropong) atau Tereopong.
Gambar 2.28 Malet (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
e. Teropong (Tropong) Masyarakat desa biasanya menyebut alat ini dengan sebutan tropong. Alat yang digunakan untuk meletakan benang pakan.
Gambar 2.29 Teropong (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) f. Timbangan Digunakan untuk menimbang bahan pewarna dengan bahan campuran seperti naptol dan kostik.
Gambar 2.30 Timbangan (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) g. Mesin Sekir Mesin ini dibagi menjadi dua macam yaitu mesin sekir Bom (untuk benang lungsi) dan sekir plangkan (untuk proses benang pakan).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Gambar 2.31 Skir Bom (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
Gambar 2.32 Skir Plangkan (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) h. Mesin Tenun Mesin tenun merupakan alat yang terdiri dari bagian-bagian pokok yaitu seperti, rangka mesin, poros utama (berfungsi untuk menggerakan lade maju atau mundur, dengan kata lain sebagai penggerak proses pengetekan dari pada terjadinya pertenunan), poros pukulan (berfungsi untuk memukul teropong commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
didalam laci sehingga teropong dapat meluncur dari laci kiri ke laci kanan), lade (untuk tempat penyimpanan dan meluncurnya teropong dan merapatkan benang pakan setiap proses pertenunan), gun dengan bagian-bagian pembentuk mulut lungsi (untuk mengatur benang-benang lungsi helai per helai sesuai dengan jumlah lungsi dan rencana tenunnya), rol penggulung lungsi dan penggulung kain(berfungsi untuk menggulung lungsi dibuat dari kayu atau logam (pipa) (Liek Soeparli,dkk., 1973: 5-9). Di bawah ini merupakan bagianbagian mesin tenun tradisional: 1. Bom lungsi 2. Bom Kain 3. Poros Utama 4. Rangka Gun 5. Rol Kerekan 6. Rol Injakan 7. Lade 8. Poros Lade 9. Benang Lungsi 10. Kain Tenunan
Gambar 2.33 Bagian-bagian Mesin Tenun (Sumber: Liek Soeparli,dkk., 1973: 12) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
H. Kerangka Berfikir Dalam penelitian ini kerangka pemikiran ditulis untuk mempermudah dalam penalaran dan masalah yang didasarkan pada tema, yang digambarkan sebagai berikut :
Seni Kerajinan
Seni Kerajinan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor Bapak Sudarto
Latar Belakang Kerajinan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bapak Sudarto
Proses Pembuatan Kain Tenun
Bentuk Motif Kerajinan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bapak Sudarto
Visualisasi Kerajinan Tenun Ikat ATBM ( Alat Tenun Bukan Mesin ) Bapak Sudarto
Gambar Bagan 2 Kerangka Berfikir Keterangan
:
Kerajinan terdiri dari beberapa macam, salah satunya adalah kerajinan kain tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau yang biasa di sebut dengan kain tenun ikat tradisional. Kerajinan tenun ikat ini termasuk ke dalam seni kriya tekstil. Seni kerajinan tenun ikat ini sangatlah penting karena disamping sebagai salah satu warisan budaya bangsa, tenun ikat juga mempunyai peran yang sangat penting dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
perekonomian bangsa. Untuk itu kita sebagai masyarakat bangsa perlu melestarikan dan mengembangkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Kerajinan tenun ikat bapak Sudarto merupakan salah satu tempat yang ikut serta dalam melestarikan dan mengembangkan kerajinan tenun ikat ATBM Alat Tenun Bukan Mesin) yang dapat dilihat dari sejarah yang melatarbelakangi berdirinya usaha kerajinan tenun ikat sarung goyor, ide penciptaan sampai dengan proses pembuatan tenun ikat dan visualisasi dari kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yaitu sarung goyor.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian kerajinan tenun ikat ini dilaksanakan di Kelurahan Pojok, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, tepatnya di Desa Kenteng Rt.01/ Rw 05. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian didaerah tersebut adalah (1) Kerajinan tenun ikat Bapak Darto merupakan salah satu indusrti yang ikut serta dalam usaha mengembangkan dan melestarikan seni kerajinan tenun ikat di Indonesia. (2) Selain sebagai tempat pembuatan tenun ikat, ditempat tersebut juga sebagai tempat pengumpulan terakhir produk kerajinan tenun ikat dari setiap cabangnya yang tersebar luas disekitar daerah Sukoharjo sebelum sampai pada proses pengiriman (ekspor). Sehingga dari lokasi tersebut dapat dikumpulkan data secara lengkap. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2012. Akan tetapi apabila data-data dalam penelitian belum mencukupi, tidak menutup kemungkinan pelaksanaan penelitian ini di perpanjang waktu penelitiannya hingga kekurangan data-datanya menjadi lengkap.
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Dengan melihat permasalahan yang ada maka bentuk dan strategi penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy J Moleong, 1989: 3) mendefinisikan “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Berdasarkan masalah diatas strategi yang digunakan dalam penelitian deskriptif ini adalah studi kasus tunggal terpancang. Disebut terpancang karena dimana sebelum melakukan kegiatan penelitian sebelumnya sudah direncanakan commit to user 37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
untuk mengetahui latar belakang sejarah pembuatan tenun ikat, mengetahui alat dan bahan pembuatan kain tenun ikat, dan proses pembuatan kain tenun ikat khususnya dalam pembuatan kain tenun ikat sarung goyor yang menjadi ciri khas masyarakat Sukoharjo khususnya. Sehingga studi kasus tunggal ini dimaksudkan bahwa penelitian hanya mengadakan penelitian pada satu lokasi saja.
C. Sumber Data Menurut Lofland dan Lofland, sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya (Lexy J Moleong, 1989: 122). Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Informan, Tempat Peristiwa, dan Arsip atau Dokumen. Ketiga sumber data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Informan Informan merupakan orang yang memberikan informasi tentang situasi yang diteliti, yaitu memberikan informasi tentang latar belakang berdirinya kerajinan tenun ikat dan proses pembuatan kerajinan tenun ikat sarung goyor. Dalam penelitian ini digunakan dua kategori informan, yaitu informan pokok dan informan pelengkap. Informan pokok yang dimintai informasi mengenai masalah yang terkait dengan penelitian ini adalah: Bapak Sudarto sebagai pemilik usaha kerajinan tenun ikat. Sedangkan informan pelengkap yang digunakan untuk menggali informasi adalah; Joko sebagai pewaris tunggal kerajinan tenun ikat, dan para karyawan usaha kerajinan tenun ikat.
2. Tempat dan Peristiwa Tempat yang dijadikan sebagai sumber data yang bersifat umum dalam penelitian ini adalah mencakup seluruh lingkungan Desa Kenteng. Sedangkan tempat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
yang dijadikan sebagai sumber data yang bersifat khusus diarahkan pada berbagai tempat yang digunakan untuk mengerjkan kerajinan tenun ikat di Desa Kenteng. Peristiwa-peristiwa yang dikaji pada umumnya meliputi perilaku sehari-hari pengrajin setempat yang berkaitan dengan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
3. Arsip atau Dokumen Menurut Nasution (1996: 85) data dalam penelitian naturalistik kebanyakan diperoleh dari sumber manusia atau human resources, melalui observasi dan wawancara. Arsip atau dokumen merupakan sumber data bukan manusia atau non human resources, melainkan berupa benda di antaranya gambar atau foto dan rekaman peristiwa.. Dalam penelitian ini dokumen yang diambil adalah kain tenun ikat berupa sarung goyor dan buku-buku yang berhubungan dengan kain tenun ikat tradisional.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan salah satu teknik yang digunakan dalam penelitian guna
mendapatkan data-data
yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan yang ada. Menurut Goetz dan LeCompete (dalam H.B Sutopo, 2002: 58) adapun strategi pengumpulan data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokan kedalam dua cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan data yang bersifat interaktif dan non interaktif . Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi Langsung Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta rekaman gambar (H.B Sutopo, 2002: 64). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi langsung yaitu penulis secara langsung terjun ke lokasi penelitian untuk mengamati kegiatan dengan menggunakan situasi yang sebenarnya. Pada observasi langsung dapat dilakukan dengan mengambil peran atau tak berperan. Menurut Spradley menjelaskan bahwa pelaksanaan teknik dalam observasi dapat dibagi menjadi (1) Tak berperan sama sekali. (2) Observasi berperan yaitu terdiri dari (1) Berperan pasif, (2) Berperan aktif dan (3) Berperan penuh, dalam arti peneliti benar-benar menjadi warga (bagian) atau anggota kelompok yang sedanh diamati (H.B Sutopo: 2002, 64-65).
2. Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J Moleong, 1989: 148). Wawancara didalam penelitian kualitatif pada umumnya tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan tertutup seperti didalam penelitian kuantitatif, tetapi dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut “wawancara mendalam” (H.B Sutopo, 2002: 59). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak
terstruktur
tujuannya ialah memperoleh keterangan yang terinci dan mendalam mengenai latar belakang sejarah berdirinya dan proses pembuatan tenun ikat tradisional sarung goyor. Wawancara ini akan ditujukan kepada para informan yaitu pemilik usaha kerajinan tenun ikat tradisional yaitu bapak Darto, putra ketiga dari bapak Darto sebagai pewaris dan penerus usaha kerajinan tenun ikat tradisional dan para pengrajin kerajinan tenun ikat .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
3. Analisis Dokumen atau Arsip Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak di persiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik (Guba dan Lincoln dalam Lexy J Moleong, 1989: 176). Dokumen tertulis dan arsip merupakan sumber data yang sering memiliki posisi penting dalam penelitian kualitatif. Terutama bila sasaran kajian mengarah pada latar belakang atau berbagai peristiwa yang terjadi dimasa lampau yang berkaitan dengan kondisi atau peristiwa masa kini yang sedang diteliti (H.B Sutopo, 2002: 69). Dalam penelitian ini dokumen yang dijadikan sumber informasi adalah berbagai macam alat tenun, karya-karya kerajinan berupa kain tenun ikat sarung goyor dan buku-buku yang memuat teori mengenai tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
E. Teknik Sampling Teknik Sampling atau dapat disebut juga dengan teknik cuplikan merupakan suatu bentuk kasus atau proses bagi pemusatan atau pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi (H.B Sutopo, 2002: 55) Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan purposive sampling yaitu suatu teknik yang pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu. H.B Sutopo (2002: 56) menyatakan bahwa, dalam penelitian purposive sampling cenderung peneliti memilih informan yang di anggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Menurut Patton (dalam H.B Sutopo, 2002; 56) didalam pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Dalam penelitian ini, sampel yang diambil adalah pemilik usaha kerajinan dan para pengrajin tenun ikat yang merupakan bagian dari usaha kerajinan bapak Sudarto. Adapun sampel kain tenun ikat sarung goyor yang dianalisis berupa motif, dan proses pembuatannya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
F. Validitas Data Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia kenyataan, dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang sebenarnya ada atau terjadi. Menurut H.B Sutopo (2002: 77) menyatakan valiliditas merupakan data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan penelitian, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Untuk memperoleh keabsahan data informasi secara lengkap dan terpercaya maka digunakan dua cara meliputi: 1. Trianggulasi Trianggulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi peningkatan validitas dalam penelitian kualitatif. Trianggulasi merupakan teknik yang dicari pola pikir fenomologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara pandang (H.B Sutopo, 2002: 78). Trianggulasi juga dapat diartikan sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data dimana memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu keperluan pengecekan atau sebagai pembanding. Sedangkan menurut patton (dalam H.B Sutopo, 2002: 78) menyatakan bahwa ada empat macam teknik trianggulasi, yaitu (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi peneliti (investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologis (methodological triangulation), (4) triangulation teoritis (theoretical triangulation). Teknik triangulation untuk mengecek keabsahan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik trianggulasi data atau yang biasa disebut dengan trianggulasi sumber. Menurut patton trianggulasi data yaitu mengarah peneliti agar dalam mengumpulkan data, ia wajib menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya data yang sama atau sejenis, akan lebih mantap kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang berbeda (H.B Sutopo, 2002: 79). Maka data yang diperoleh dari sumber yang satu, bisa lebih teruji kebenarannya bilamana dibandingkan dengan data sejenis yang diperoleh dari sumber yang berbeda. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2. Review Informan Teknik ini juga merupakan salah satu usaha pengembangan validitas peneliti yang sering digunakan oleh peneliti kualitatif. Review Informan yaitu pada waktu peneliti sudah mendapatkan data yang cukup lengkap dan berusaha menyusun sajian data walaupun masih belum utuh dan menyeluruh, maka unit-unit laporan yang disusun perlu dikomunikasikan dengan informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informan) (H.B Sutopo, 2002: 83 ). Maka data yang telah disusun sementara, ditunjukkan kepada para informan untuk diperiksa apakah ada kesalahan yang perlu direvisi sesuai dengan yang sebenarnya sehingga akan didapat keabsahan data yang lengkap dan terpercaya.
G. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses analisis akhir yang perlu dilakukan yaitu perlunya pengaturan data yang telah disesuaikan (H.B Sutopo, 2002: 87). Data yang berupa deskripsi kalimat yang dikumpulkan lewat observasi dan wawancara, mencatat dokumen, dan lain-lain. Penelitian ini menggunakan model analisis jalinan atau mengalir (flow model analysis). Proses analisis dengan tiga komponen analisisnya tersebut saling menjalin dan dilakukan secara terus menerus didalam proses pelaksanaan pengumpulan data. Didalam model analisis jalinan ini terdapat tiga komponen alur yang saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis yaitu: 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan dan absraksi data (H.B Sutopo, 2002 : 91). Maka dapat dikatakan bahwa reduksi data adalah bagian dari proses analisis yang mempetegas, memperpendek, membuat focus, membuat hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
2. Penyajian Data Sebagai analisis kedua, sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Menrut
H.B Sutopo (2002: 92) ; menyatakan sajian data ini
merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca, akan bisa mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan peneliti berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahannya tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Langkah ini merupakan langkah terakhir dalam proses analisis data yaitu simpulan akhir pada proses pengumpulan data. Simpulan perlu diverivikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggung jawabkan. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan dan berhubungan terus menerus selama penelitian berlangsung. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis model mengalir atau flow model analysis dimana pada saat peneliti reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan merupakan jalinan yang saling terkait sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. Selain itu tiga komponen analisis tersebut aktivitasnya dapat dilakukan dengan cara interaksi, baik antar komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus (H.B. Sutopo, 2002: 95). Dalam bentuk ini seorang peneliti tetap bergerak diantara ketiga komponen tersebut dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Apabila proses pengumpulan data sudah berakhir, peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen dengan menggunakan waktu yang masih tersisa. Untuk lebih jelasnya, model analisis interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan Simpulan/ Verivikasi Gambar Bagan 3 Model Analisis Interaktif (Sumber: H.B Sutopo, 2002: 95)
H. Prosedur Penelitian Pada tahap prosedur penelitian ini merupakan tahap yang harus dilakukan oleh seorang peneliti, dimana dalam tahap ini penelitian akan memberikan suatu gambaran tentang keseluruhan perencanaan, pelaksanaan pengumpulan data, analisis data serta penafsiran terhadap data yang dikumpulkan sampai dengan penulisan laporan penelitian. Tahap penelitian yang menggambarkan kegiatan sejak persiapan awal sampai pembuatan laporan hasil penelitian, sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan a. Menyusun rancangan berupa usulan penelitian atau proposal. b. Memilih lapangan penelitian yaitu Desa Kenteng, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. c. Mengurus perijinan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan perusahaan atau pengrajin tenun ikat tradisional yang bersangkutan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
d. Menjajaki keadaan lapangan yaitu peneliti mengenal segala unsur lingkungan sosial dan fisik. e. Memilih informan yaitu orang yang dipandang mengetahui permasalahan dalam penelitian dan bersedia memberikan informasi kepada peneliti. f. Menyiapkan persiapan penelitian.
2. Tahap Kerja Lapangan a. Memahami latar belakang penelitian dan persiapan diri. b. Mengumpulkan data melalui serangkaian observasi atau pengamatan secara langsung mengenai tenun ikat tradisional. c. Melanjutkan pengumpulan data yang lebih terfokus dan terinci.
3. Tahap Analisis Data Setelah semua data yang diperlukan sudah terkumpul kemudian dilakukan proses analis data. Pada tahap ini data yang terkumpul dari observasi berupa catatan lapangan, data hasil wawancara, gambar, foto, dokumen dan sebagainya.
4. Tahap Penyusunan Laporan Bagian terakhir dari prosedur penelitian yaitu penyusunan hasil laporan dari mulai pelaksanaan proses awal sampai dengan proses akhir penelitian, sampai pada penyusunan skripsi secara lengkap diantaranya: a. Menyusun kelengkapan data yang talah terkumpul. b. Menyusun laporan awal secara lengkap. c. Menyusun laporan perbaikan atau memeriksa laporan. d. Menyusun laporan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Dukuh Kenteng merupakan salah satu daerah yang terdapat di Desa
Pojok,
Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang menghasilkan kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yaitu sarung goyor. Jarak tempuh desa ini dari ibu kota Provinsi Jawa Tengah (Semarang) sekitar 120 km. Sedangkan bila dari pusat kota Sukoharjo desa ini berjarak sekitar 7 km dan apabila di tempuh dari pusat pemerintahan Kecamatan Tawangsari, desa ini berjarak sekitar 3 km atau sekitar 10 menit perjalanan.
Gambar 4.1 Tugu Masuk Dukuh Kenteng (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) Desa Pojok ini terletak didaerah dataran rendah, dengan ketinggian tanah dari permukaan laut 101 m. Desa Pojok ini memiliki luas desa 256.7770 Ha yang dimana commit to user 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
berbatasan dengan sebelah Utara ialah Bengawan Solo, sebelah Selatan Desa Kateguhan, Sebelah Barat Desa Tangkisan dan sebelah Timur berbatasan dengan Desa Delangan. Desa ini memiliki suhu udara rata-rata sekitar 32ºC.
Gambar 4.2 Peta Desa Pojok (Sumber: Arsip Kepala Desa Kenteng, 2006) Berdasarkan data monografi terakhir Desa Pojok pada tahun 2011 penduduk desa berjumlah 4.994 orang dengan jumlah Kepala Keluarga 1322 orang. Penduduk yang berjenis kelamin laki-laki 2510 orang dan yang berjenis kelamin perempuan 2484 orang. Mayoritas penduduk Desa Pojok ini merupakan pemeluk Agama Islam. Berdasarkan data yang ada, jumlah keseluruhan penduduk yang memeluk Agama commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Islam mencapai 4969 orang. Selain Agama Islam di desa ini juga terdapat pemeluk Agama Kristen yang berjumlah 12 orang dan pemeluk Agama Katholik berjumlah 13 orang. Dibawah ini merupakan tabel data kependundudukan Kelurahan Pojok tahun 2011.
Tabel 4.1 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Tahun 2011
1. Jumlah Kepala Keluarga
: 1.322 KK
2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin a. Laki-laki
: 2.510 orang
b. Perempuan
: 2.482 orang
Jumlah
: 4.994 orang
3. Penduduk Menurut Kewarganegaraan a. WNI
: 4.994 orang
b. WNA
:
- orang
4. Penduduk Menurut Agama a. Islam
: 4.969 orang
b. Kristen
:
12 orang
c. Katholik
:
13 orang
d. Hindu
:
- orang
e. Budha
:
- orang
Jumlah
: 4.994 orang
(Sumber: Data Monografi Kelurahan Pojok Tahun 2011)
Dalam kehidupannya, penduduk Desa Pojok memiliki berbagai macam jenis mata pencarian yang beragam berdasarkan data di Kelurahan. Penduduk yang bermata pencarian sebagai karyawan sebanyak 78 orang, 635 orang bermata commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
pencarian sebagai wiraswasta, Petani 902 orang, Pertukang atau Buruh Bangunan sebanayak 287 orang, Buruh Tani 1.020 orang, bekerja dibidang Jasa 28 orang dan Pensiunan sebanyak 13 orang. Dibawah ini merupakan tabel data kependundudukan Kelurahan Pojok tahun 2011 menurut mata pencarian.
Tabel 4.2 Data Kependudukan Kelurahan Pojok Menurut Mata Pencarian Tahun 2011
Mata Pencarian 1. Karyawan
:
78 orang
2. Wiraswasta
:
635 orang
3. Petani
:
902 orang
4. Pertukangan atau Buruh Bangunan
:
237 orang
5. Buruh Tani
:
1.020 orang
6. Pensiunan
:
13 orang
7. Nelayan
:
- orang
8. Pemulung
:
- orang
9. Jasa
:
28 orang
(Sumber: Data Monografi Kelurahan Pojok Tahun 2011)
B. Latar Belakang Awal Berdirinya Kerajinan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Bapak Sudarto Usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) atau biasa yang disebut dengan tenun ikat tradisional milik bapak Sudarto ini merupakan industri rumah tangga yang membuat kerajinan sarung goyor. Dimana kerajinan ini menjadi ciri khas dari Desa Pojok, Kecamatan Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. Tradisi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
tenun ikat ini sudah berkembang sejak tahun 1950 an yang diwarisi secara turun temurun hingga sekarang. Sejarah adanya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Dukuh Kenteng ini ialah bermula dari kampung sebelah, dimana kerajinan tenun ikat ini sudah ada sejak jaman nenek moyang mereka. Para buruh pengrajin tenun ikat yang berasal dari Dukuh Kenteng mereka bekerja di tempat usaha kerajinan tenun ikat di dukuh sebelah dan mereka selalu menyelesaikan pekerjaannya di rumah. Maka dari itu kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) berkembang ke Dukuh Kenteng. Awal mula berdirinya kerajinan tenun ikat milik bapak Sudarto atau yang biasa dipanggil dengan nama pak Darto ini ialah berawal dari usianya yang masih sangat muda yaitu 18 tahun yaitu sekitar tahun 1972. Maka usaha kerajinan tenun ikat ini sudah berjalan selama kurang lebih 40 tahun. Beliau lahir pada tahun 1953. Dimana pada mulanya pak Darto di usia tersebut pak Darto hidup sebagai seorang pedagang es cendol. Kampung Arab merupakan salah satu daerah di kota Solo yang di jadikan sebagai tempat berjualan es cendol. Penghasilannya dari berjualan es cendol tersebut dikumpulkannya dan dibelikan 12 ekor kambing. Bapak Sudarto sempat berfikir untuk membuka usaha lain yaitu dibidang pertenunan. Keahliannya di bidang tenun ini di dadapatnya sewaktu beliau masih bekerja di tempat kerajinan tenun ikat milik orang lain. Dari pengalamannya tersebutlah bapak Sudarto memberanikan diri membuka usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Namun niat beliau itu sempat tertunda karena terkendalanya masalah biaya. Namun pada akhirnya bapak Sudarto nekat menjual 12 ekor kambing tersebut sebagai modal usahanya dalam mendirikan usaha tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) dan bapak Sudarto pun memiliki satu buah mesin tenun tradisional. Pada waktu itu bapak Sudarto belum memiliki seorang istri. Seiring dengan berjalannya waktu bapak Sudarto memiliki tambahan mesin tenun sebanyak 24 buah mesin dan memiliki 67 orang karyawan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
Bapak Sudarto yang berpendidikan terakhir SR (Sekolah Rakyat) ini pada akhirnya menikah dan memiliki tiga orang anak. Namun dalam perjalanan usahanya tidak selancar dengan apa yang beliau pikirkan. Sekitar tahun 1975 usaha kerajinan tenun ikat bapak Sudarto mengalami masa-masa kebangkrutan total. Kerajinan tenun ikatnya berupa sarung goyor yang diperjual belikan di pasar lokal yaitu pasar Klewer mengalami kendala yaitu, sarung goyor milik bapak sudarto tidak laku dipasaran khususnya pasar lokal karena kurang berminatnya masyarakat lokal sekitar pada sarung goyor. Bapak Sudarto sempat putus asa dan pada akhirnya menghentikan total usahanya selama kurang lebih 5 tahun yaitu, sekitar tahun 1981. Rumah yang sempat dijadikan sebagai tempat usahanya kerajinan tenun ikat tradisional tersebut pada akhirnya harus di segel bank. Karena pada masa itu pak Darto sempat meminjam uang kepada bank sebagai tambahan modal usahanya. Bapak Sudarto pun sempat berganti-ganti profesi diantaranya yaitu, beliau pernah menjadi seorang kernet bus, lalu beliau juga merantau ke Jakarta untuk berjualan es potong beliau berjualan di sekitar jembatan besi (salah satu nama tempat di daerah Jakarta) selama kurang lebih 6 bulan. Dan beliau juga sempat berganti profesi lagi sebagai penjual bakso di Surabaya selama 5 bulan dan kembali pergi merantau ke Medan untuk berjualan sebagai pedagang es cendol kurang lebih 1 tahun 2 bulan. Yang pada akhirnya uang hasil berdagang tersebut beliau gunakan untuk membayar angsuran kepada bank. Maka dari itu putra pertama bapak Sudarto di beri nama Selamet Prihatin karena kehidupan bapak Sudarto saat menjalani usaha tenun ikatnya mengalami berbagai macam cobaan yang membuat kehidupan bapak menjadi sangat prihatin. Pada akhirnya bapak Sudarto kembali memiliki keyakinan untuk mendirikan kembali usahanya di bidang kerajinan tenun ikat tersebut. Dan berkat dorongan sang istri dan tekad bapak Sudarto yang begitu yakin, beliau berusaha mendirikan kembali usaha kerajinan tenun ikatnya yang sempat bangkrut. Dengan modal perhiasan milik sang istri seberat 3,5 gr emas atau seharga Rp. 16.700 Bapak Sudarto membelanjakan uang tersebut untuk membelikan bahan baku pembuatan tenun ikat yaitu benang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
lungsi sebanyak seperempat pack dan setengah pack benang pakan, sisanya dibelikan pewarna naptol sebanyak 25 gr. Selama kurun waktu 7 bulan kerja menjalani usahanya tersebut bapak Sudarto tidak tinggal diam beliau juga menjalani sebuah ritual. Ritual itu bapak Sudarto lakukan untuk berdoa kepada Allah SWT memohon agar usahanya diberikan kelancaran. Seperti yang diutarakan Bapak Sudarto pemilik kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin): “Aku mbak selama waktu tujuh bulan penuh, bapak ini menjalani sebuah ritual. Ritual ini hampir setiap hari bapak jalani dan hampir setiap malam juga tidak tidur. Yang pada akhirnya mata bapak ini sakit dan mengalami pembengkakan selama satu minggu. Karena sakit mata tersebut akhirnya bapak menyelesaikan ritual ini.” Maka hasil dari menjalani ritual dan berkat tekatnya yang kuat tersebut usaha beliau semakin hari mengalami kemajuan pesat. Dari mulai beliau hanya memiliki satu buah mesin tenun sekarang beliau sudah memiliki 32 buah mesin tenun dan yang tadinya hanya memiliki 63 karyawan sekarang bertambah menjadi 74 karyawan tetap. Bapak Sudarto juga tidak pernah ketinggalan mengikuti berbagai macam pameran industri. Maka Dari situlah bapak Sudarto dapat memasarkan dan memamerkan kembali hasil kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) nya kepada masyarakat luas. Hingga pada akhirnya tenun ikat yang berupa sarung goyor tersebut sampai pada pasar internasional yaitu Pakistan, Libia, dan Hongkong. Hingga pada suatu saat bapak Sudarto mengikuti sebuah pelatihan yang dibina oleh bapak Tiyoso yang sewaktu itu masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah. Pelatihan ini diberikan kepada para pengusaha industri kecil untuk membantu para pengrajin dalam memperdalam ilmunya di bidang kewirausahaan. Dari sanalah usaha kerajinan bapak Sudarto diberi nama PERUSAHAAN MAJU oleh bapak Tiyoso, karena pada waktu mengikuti pelatihan pak Darto belum mempunyai nama usaha kerajinannya. Usaha beliau dapat berkembang dan bertahan hingga sekarang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Gambar 4.3 Tempat Produksi Tenun Ikat Perusahaan Maju (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) Berkat keuletannya sekarang bapak Sudarto sudah memiliki cabang di sekitar daerah sukoharjo yaitu diantaranya Tawangsari, Weru dan Klaten. Cabang-cabang ini beliau modali dan beliau bimbing sendiri. Dan cabang-cabang tersebut dijadikan sebagai tempat proses menenun kain sarung goyor karena untuk dirumah hanya dilakukan proses pencelupan warna. Kegiatan ini dilakaukan dikarenakan pesanan bapak Sudarto yang semakin hari semakin bertambah. Cabang-cabang tersebut diantaranya; 1. Desa Malangan terdapat lima usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) yang masing-masing dipimpin oleh bapak Tarno, Samsuri, pak Bayan Sumanto, dan Bapak Widnyo. 2. Desa Gemethuk terdapat satu usaha kerajinan di pimpin oleh Pa Ji. 3. Desa Grogolan yaitu daerah Weru terdapat satu usaha kerajinan tenun yang dipimpin oleh ibu Murtini. 4. Desa Tegal Rejo terdapat dua usaha kerajinan tenun yang di pimpin oleh bapak Lurah Triyono dan ibu Sri (Klaten). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
5. Desa Gunung Gajah di pimpin oleh ibu Sari (Klaten). 6. Desa Gajal Rejo di pimpin oleh ibu Poniem (Klaten). 7. Desa Trucuk di pimpin oleh pak Sugimin (Klaten). 8. Desa Kalioso terdapat dua cabang kerajinan tenun yang di pimpin oleh Mas Bambang dan pak Budi (Klaten). 9. Desa Cawas di pimpin oleh ibu Parini (Klaten). Sedangkan untuk daerah Desa Tawangsari sendiri yaitu, dipimpin oleh ibu Marni, ibu Jadi, ibu Hasri, dan mbak Ririn yang tidak lain ialah keponakan dari pak Darto.
C. Proses Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung Goyor Milik Bapak Sudarto Dalam pembuatan sebuah kain tenun ikat diperlukan keterampilan tangan manusia. Untuk proses benang pakan dan lungsi membutuhkan waktu yang cukup lama. Dibawah ini merupakan tahap-tahap proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin): 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor: a. Benang Benang merupakan salah satu bahan utama yang digunakan dalam pembuatan tenun ikat. Biasanya bapak Sudarto selalu membeli benang di PT. Agung Sejahtera yaitu yang terletak di daerah Palur, Karanganyar, Jawa tengah. Dan tiap pembelian satu karung berisi 12 cones.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
Gambar 4.4 Benang dalam Hitungan Cones (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.5 Benang dalam Hitungan Streng (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) Dalam pembuatan tenun ikat untuk membedakan kain atau sarung goyor itu lembut atau kasarnya dapat di lihat dari benangnya, apakah benang tersebut dobel atau tidak. Seperti
20
/ S, S yang menandakan bahwa benang tersebut
singel atau tidak dobel mak kain atau sarung goyor tersebut akan terasa kasar dan tipis. Sedangkan 20/ 40 menandakan bahwa benang tersebut dobel. Semakin besar ukuran benang berarti menandakan bahwa kain itu semakin halus dan sebaliknya apabila ukuran benang semakin kecil maka kain semakin kasar tipis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
b. Pewarna (Naptol) Untuk bahan pewarnaan yang digunakan oleh Perusahaan Maju milik bapak Sudarto ialah pewarna kimia yang disebut dengan Naptol. Naptol tergolong kedalam zat pewarna reaktif yang banyak kita jumpai di pasaran. Menurut bapak Sudarto menggunakan warna kimia lebih mudah dibandingkan dengan pewarna alami. Selain itu juga daya tahan zat pewarna inipun cukup kuat. Bahan pewarna ini juga menggunakan pembangkit warna garam. Karena sarung goyor milik bapak Sudarto ini merupakan pesanan dari luar negeri maka warna sarung yang diminta haruslah serupa atau sama, apabila menggunakan bahan pewarna alami warna sarung satu dengan yang lain akan berbeda dan pemesanpun akan mengembalikan sarung goyor tersebut kepada bapak Sudarto. Maka dari itu bapak Sudarto menggunakan bahan pewarna kimia. Biasanya bapak Sudarto selalu membeli bahan pewarna tersebut di toko Jaya Agung yaitu di pasar klewer, Solo. Untuk membuat warna yang di inginkan pada benang adapun bahan campuran seperti: 1.) Kostik Toletan: a. Merah: -
AS 1/ 2 Ons
Gambar 4.6 Bahan AS (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) - BS 1/ 2 Ons
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Gambar 4.7 Bahan BS (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) - Kostik 25 gr Kostik merupakan bahan kristal campuran pewarna naptol.
Gambar 4.8 Kostik (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) b. Kuning: - ASG 1/ 2 Ons
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Gambar 4.9 Bahan ASG (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) - BS 1/ 2 Ons - Kostik 25 gr
2.) Garam Plangkan: a. Satu Plangkan: - AS 25 gr
Gambar 4.10 Bahan AS (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) - BO 25 gr - Kostik 15 gr commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
3.) Naptol Plangkan: a. Satu Plangkan Merah: - Mr B 25 g
Gambar 4.11 Bahan Mr B (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) -
Gp 25 gr
Gambar 4.12 Bahan GP (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) b. Satu Plangkan Biru: -
Br B 50 gr commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Gambar 4.13 Bahan Br B (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 4.) Garam Benang Lungsi: a. Satu Pres: -
AS 1 Ons
-
BO 3 Ons
-
Kostik 1,5 Ons
5.) Naptol Benang Lungsi: a. Satu Pres: - Gp 3 Ons - Mr B 3 Ons
6.) Naptol Plangkan Hijau: a. Satu Plangkan: - Kostik 40 gr - Hidro 150 gr
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Gambar 4.14 Bahan Hidro (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) - Hijau green B 50 gr
Gambar 4.15 Hijau Green B (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) - Coloan RSN 5 gr (satu pucuk sendok)
7.) Naptol Lungsi Hitam: a. SN 1/ 2 Kg commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Gambar 4.16 Bahan SN (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) b. Sliper 1/ 2 Kg
Gambar 4.17 Bahan Sliper (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012 c. Hakol Hakol adalah bahan yang di gunakan untuk memutihkan benang. Pada kain tenun ikat yang memiliki kualitas kain yang baik biasanya benang diputihkan dengan menggunakan bahan yang disebut dengan Hakol. Dan ukuran bahan Hakol yang di gunakan untuk memutihkan benang yaitu sebanyak satu pres 1/ 2 ons. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Gambar 4.18 Hacol (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) d. Ramasit Ramasit merupakan bahan khusus yang digunakan oleh bapak Sudarto untuk melembutkan kain tenun ikat setelah mengalami proses penenunan atau setelah tenunan menjadi sarung goyor, agar kain tidak terasa kasar.
Gambar 4.19 Ramasit (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) e. Tinta Tinta digunakan untuk membuat gambar atau mendesain motif tenun ikat. Tinta yang digunakan berbeda dengan tinta pada umumnya. Tinta ini dubuat sendiri oleh bapak Sudarto dan berasal dari bahan bekas yaitu arang yang berasal dari batu baterai bekas yang dicampur dengan sedikit air. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
Gambar 4.20 Tinta (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) f. Tepung Kanji Tepung kanji merupakan bahan yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam bahasa indonesia yaitu singkong. Tepung ini sering digunakan untuk membuat makanan dan bahan perekat. Maka dari itu dalam proses tenun ikat bahan tepung kanji ini digunakan sebagai perekat kain tenun agar warnanya tidak mudah luntur.
g. Tawas Garam
rangkap
sulfat
dan
aluminium
sulfat,
dipakai
untuk
menjernihkan air atau campuran bahan celup. Tawas ini juga digunakan oleh bapak Sudarto sebagai bahan campuran tenun ikat.
Gambar 4.21 Tawas (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
h. Minyak Goreng
Gambar 4.22Minyak Goreng (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) i. Minyak Tanah Minyak tanah adalah cairan hidrokarbon yang tak berwarna dan merupakan bahan yang mudah terbakar. Bahan-bahan tersebut seperti minyak sayur, minyak tanah, tawas dan tepung kanji digunakan oleh bapak Sudarto biasanya digunakan untuk bahan campuran dalam proses pencelupan warna benang lungsi, agar warna tidak mudah luntur dan warna menjadi tahan lama.
Gambar 4.23 Minyak Tanah (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
2. Alat-alat yang digunakan untuk untuk membuat membuat tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor: a. Mesin Hang Mesin hang merupakan mesin yang digunakan untuk memintal benang sebelum benang menjadi gulungan-gulungan yang siap dicelup ke dalam pewarna. Mesin hang ini terdiri dari beberapa gulungan-gulungan benang yang dimana benang-benang tersebut biasa disebut dengan streng. Dan dalam setiap 5 streng berasal dari 1 cones gulungan benang.
Gambar 4.24 Mesin Hang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) b. Mesin Kelos atau Erek Mesin kelos atau erek ini digunakan untuk memintal benang ke kletek, setelah benang mengalami proses pencelupan warna. Biasanya masyarakat desa setempat menyebutnya dengan mesin klos-klosan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Gambar 4.25 Mesin Kelos (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) c. Kletek Merupakan sebuah alat yang terbuat dari kayu dan alat ini digunakan untuk menggulung atau meletakkan benang pakan maupun benang lungsi menjadi sebuah gulungan-gulungan kecil seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4.26 Kletek (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) d. Malet Alat yang disebut malet ini digunakan untuk meletakkan benang pakan yang dimana nantinya akan diletakan di dalam tropong atau Teropong. Malet ini digunakan untuk meletakkan gulungan benang yang digunakan sebagai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
bahan baku untuk benang yang membujur pada kain (lebar kain atau benang pakan).
Gambar 4.27 Malet (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) e. Teropong Bapak Sudarto biasanya menyebut alat ini dengan sebutan tropong. Teropong merupakan alat yang digunakan untuk meletakkan benang pakan didalammya terdapat malet.
Gambar 4.28 Teropong (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) f. Timbangan Digunakan untuk menimbang bahan pewarna dengan bahan campuran seperti naptol dan kostik. Penimbangan warna ini dilakukan agar takaran warna sesuai dengan yang dibutuhkan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
Gambar 4.29 Timbangan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) g. Mesin Sekir Mesin sekir ini dibagi menjadi dua macam yaitu mesin sekir Bom (untuk benang lungsi) dan sekir plangkan (untuk proses benang pakan). 1.) Sekir Plangkan Sekir ini digunakan untuk menata benang-benang ke sebuah bidang yang disebut dengan plangkan. Plangkan ini akan berputar dan benang akan terisi memenuhi bidang plangkan.
Gambar 4.30 Sekir Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
2.) Sekir Bom Sekir bom ini digunakan dalam proses benang lungsi yang telah melalui tahap pewarnaan benang lungsi.
Gambar 4.31 Sekir Bom (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) h. Penggaris Penggaris ini digunakan untuk mengukur jarak motif pada sebuah bidang yang akan dibuat pada plangkan. Bapak Sudarto biasa menyebutnya dengan sebutan blak.
Gambar 4.32 Penggaris (blak) (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) i. Plangkan Alat yang terbuat dari kayu berbentuk persegi empat yang digunakan sebagai bidang benang untuk pembuatan motif atau desain tenun ikat. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
Gambar 4.33 Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) j. Mesin Cuci Mesin cuci ini digunakan bapak sudarto untuk mengeringkan benang pakan ataupun benang lungsi. Karena dengan menggunakan mesin cuci ini benang dapat kering dengan cepat dan lebih mempersingkat waktu, mengingat pesanan bapak sudarto yang semakin banyak.
Gambar 4.34 Mesin Cuci (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
k. Tali Rafia Tali rafia ini dipakai sebagai pengikat benang dalam membuat motif tenunan. Motif yang di ikat tidak terkena pewarna.
Gambar 4.35 Tali Rafia (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) l. Gawangan Gawangan merupakan alat yang terbuat dari kayu. Gawangan ini digunakan
sebagai
sandaran
plangkan
pada
saat
dilakukan
penggambaran motif atau mendesain motif.
Gambar 4.36 Gawangan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
m. Gunting untuk Merapihkan Benang Bapak Sudarto biasa menyebutnya dengan catut. Alat ini digunakan untuk merapihkan sisa-sisa benang yang masih ada di sarung. Biasanya benang tersebut menjadi serabut-serabut di pinggiran sarung goyor.
Gambar 4.37 Gunting untuk Merapihkan Benang (catut) (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) n. Mesin Tenun Mesin yang terdiri dari beberapa bagian alat seperti tropong dan malet yang digunakan untuk meletakan benang pakan. Alat ini digunakan untuk proses menenun yaitu merangkai beberapa benang yang sudah melalui tahap pewarnaan menjadi sebuah kain atau sarung. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) merupakan alat yang digunakan untuk melakukan penenunan yang digerakkan oleh manusia. Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) ini dapat dipergunakan sambil duduk di lantai maupun di atas bangku (biasanya terdapat pada industri tekstil kecil).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
Gambar 4.38 Mesin Tenun Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 3.
Proses dalam Pembuatan Tenun Ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor : Dalam tahap pembuatan sebuah kain atau sarung goyor tenun ikat ATBM
(Alat Tenun Bukan Mesin) diperlukan keterampilan tangan manusia. Untuk proses pembuatan benang lungsi dan benang pakan diperlukan waktu yang cukup lama. Maka di bawah ini merupakan proses pembuatan tenun ikat sarung goyor ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin): a. Proses Pembutan Benang Lungsi: 1.) Pemintalan Benang Tahap pertama yang dilakukan dalam pembuatan benang pakan adalah proses pemintalan benang menggunakan alat yang disebut dengan mesin hang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Gambar 4.39 Proses Memintal Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 2.) Pemutihan Benang Tahap kedua yang dilakukan ialah proses memutihkan benang dengan menggunakan hakol. Yaitu dengan cara hakol dilarutkan dengan menggunakan air biasa. Untuk satu pres benang lungsi diperlukan ½ ons hakol, setelah itu benang dikeringkan dan dijemur di bawah sinar matahari.
Gambar 4.40 Proses Pemutihan Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Gambar 4.41 Proses Penjemuran Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 3.) Penimbangan Bahan Pewarna Tahap yang ke tiga setelah pemutihan benang ialah menimbang banyaknya bahan pewarna yang akan digunakan pada setiap satu pres benang.
Gambar 4.42 Proses Penimbangan Bahan Pewarna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) Adapun takaran bahan pewarna yang digunakan untuk mewarnai benang lungsi pada perusahaan Maju milik bapak Sudarto yaitu: Garam Benang Lungsi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Satu pres benang lungsi:
GP 3 ons Mr B 3 ons
Naptol Benang Lungsi Satu pres benang lungsi:
AS 1 ons BO 3 ons Kostik 1,5 ons
4.) Pencelupan Warna Tahap yang selanjutnya ialah proses pemberian atau pencelupan warna naptol pada benang yang masih putih ataupun benang yang sudah diputihkan dengan bahan kimia yang disebut dengan hakol. Setelah itu benang lungsi dicelupkan kedalam bahan pewarna. Bahan campuran pewarna tersebut dilarutkan dengan air mendidih dan benang dimasak bersama pewarna selama kurang lebih satu jam. Cara ini dilakukan agar bahan pewarna dapat meresap dan merata keseluruh bagian benang (agar benang tidak belang).
Gambar 4.43 Proses Pewarnaan Benang Lungsi (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
5.) Pengkanjian (pemberian bahan campuran) Setelah benang lungsi diberi pewarna naptol proses selanjutnya yaitu pemberian bahan campuran yang terdiri dari minyak tanah, minyak goreng, tepung kanji dan tawas secukupnya. Bahan-bahan tersebut dicampur menjadi satu dan dilarutkan dengan air mendidih. Pemberian bahan campuran ini dimaksudkan agar warna pada benang tidak mudah luntur dan menjadi lebih kuat.
6.) Pencucian Tahap selanjutnya yaitu pembilasan. Pembilasan ialah mencuci benang dengan menggunakan air bersih. Tahap ini dilakukan untuk membersihkan benang dari zat pewarna naptol dan bahan campuran.
7.) Pengeringan Setelah benang dicelupkan kedalam pewarna naptol dan diberikan bahan campuran tahap yang sealanjutnya yaitu pengeringan. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan mesin cuci, cara ini dilakukan untuk mempersingkat waktu dan agar benang dapat kering dengan cepat. Karena pesanan sarung goyor milik pak darto semakin hari semakin bertambah. 8.) Penjemuran Tahap selanjutnya yaitu penjemuran. Benang dikeringkan kembali dibawah sinar matahari agar benang benar-benar kering dan siap dipintal dengan mesin kelos. Apabila benang tidak benar-benar kering ini dapat memperlambat proses pengeklosan. Karena pada saat dikelos benang dapat putus dengan mudah. 9.) Pengeklosan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
Setelah benang dirasa cukup kering tahap selanjutnya yaitu pengekelosan. Pengekelosan dilakukan dengan menggunakan mesin yang disebut dengan kelos. Benang lungsi di pasang di kelos, lalu benang ditarik dan diletakan ke dalam alat yang bernama kletek. Mesin ini dikerjakan oleh tangan manusia. 10.) Penyekiran dengan Mesin Bom Penyekiran dilakukan dengan menggunakan mesin sekir yang khusus digunakan untuk benang lungsi yaitu mesin sekir bom. Ini merupakan proses menata benang yang telah dikelos ke bom. Bom ini merupakan bagian dari mesin tenun dimana nantinya bom yang telah terisi oleh benang lungsi akan diletakan ke mesin tenun.
Gambar 4.44 Proses Penyekiran Mesin Bom (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 11.) Proses Menenun Benang Lungsi Setelah benang lungsi melalui tahap-tahap di atas tersebut, proses selanjutnya ialah pemasangan atau biasa disebut dengan penyetelan benang lungsi ke mesin tenun.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
b. Proses Pembuatan Benang Pakan: 1.) Pemintalan Benang Dalam pembuatan benang pakan prosesnya tidak jauh berbeda dengan proses pembuatan benang lungsi. Pertama benang harus di pintal dengan menggunakan mesin hang terlebih dahulu. Proses ini sama dengan pembuatan benang lungsi, hanya saja tahap-tahap pembuatan benang pakan lebih banyak dan sedikit lebih rumit.
Gambar 4.45 Pemintalan dengan Mesin Hang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 2.) Pemutihan Benang Pakan Tahap yang kedua yaitu proses pemutihan benang. Proses ini sama dengan proses memutihkan benang lungsi. Benang diputihkan agar kualitas benang tidak terlihat kusam. Bahan yang digunakan untuk memutihkan benang pakan ialah hacol.
3.) Pengekelosan Proses selanjutnya yaitu pengekelosan benang pakan dengan menggunakan mesin kelos. Benang yang telah di putihkan di pintal dan di letakkan ke alat yang disebut dengan kletek. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
4.) Penyekiran Dengan Mesin Sekir Plangkan Sebelum masuk pada tahap menggambar desain atau mengikat, benang harus diatur dalam plangkan. Dalam proses ini penganyaman benang di buat di dalam plangkan yang terbuat dari kayu. Jumlah benang pakan yang akan diikat dibuat menurut perhitungan yang tepat. Biasanya plangkan memiliki ukuran sekitar lebar 60 cm dengan panjang plangkan 150 cm. Untuk satu putaran plangkan benang mencapai panjang 3 m. Lebar benang pada plangkan adalah sebagian dari lebar kain yang ada.
Gambar 4.46 Proses Penyekiran dengan Sekir Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 5.) Pengekresan (membatasi) Pengekresan ialah membatasi atau memisah-misahkan benang pakan dengan tali rafia. Maksud dari ngekres ini ialah agar benang pakan tidak tercampur satu dengan yang lainnya pada saat proses pencelupan dan menenun, juga mempermudah dalam membuat motif .
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Gambar 4.47 Proses Pengekresan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 6.) Pendesainan (menggambar diatas plangkan) Mendesain yaitu menentukan jenis corak atau gambar yang akan dibuat atau di inginkan. Dalam desain tenun pemakaian warna harus benarbenar diperhitungkan, karena dalam membuatan perpaduan warna dalam pencelupan harus diperhitungkan hasil pencampurannya. Dalam setiap satu desain plangkan biasanya digunakan ukuran satu plangkan untuk satu desain motif atau corak tenun ikat. Biasanya bapak Sudarto sendirilah yang selalu membuat desain dengan ide pikirannya yang terinspirasi dari lingkungan sekitar. Namun terkadang bapak sudarto menyuruh putranya yaitu joko untuk mendesain. Mendesain ini dilakukan langsung diatas plangkan yang telah terdapat susunan benang-benang. Dalam pembuatan gambar atau corak jarak antara motif satu dengan yang lainnya di ukur dengan menggunakan penggaris yang terbuat dari kayu yang dimana bapak Sudarto biasa menyebutnya dengan blak. Adapun poses dalam pembuatan desain sarung goyor ini diantaranya yaitu: (1) Menyiapkan benang di atas plangkan, (2) Membuat sket motif dengan menggunakan pensil, (3) Sket motif dipertebal dengan menggunakan tinta yang terbuat dari bahan bekas batu batrai. Dibawah ini merupakan desain motif sarung goyor: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
a.) Motif Ceplok Yuyu
Gambar 4.48 Desain Motif Ceplok Yuyu (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
b.) Motif Buketan
Gambar 4.49 Desain Motif Buketan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
c.) Motif ceplok tirto
Gambar 4.50 Desain Motif Ceplok Tirto (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.51 Proses Pendesainan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
7.) Pengikatan Di dalam mengikat disesuaikan dan diperhitungkan dengan jumlah warna dalam suatu desain pada ikatan tersebut. Urutan mengikat tersebut adalah mulai dari warna dasar kemudian warna pokok. Untuk mengikat benang pakan menggunakan alat pengikat yaitu tali rafia. Benang-benang yang telah digambar atau di buat motif tersebut kemudian diikat sesuai dengan warna motif atau pola yang di inginkan.
8.) Pencoletan Warna (pemberian kombinasi warna) Pencoletan dalam pertenunan ialah memberi kombinasi warna atau campuran warna yang terdapat pada benang lebih dari satu warna. Benang yang telah diikat tersebut di colet dan diberi warna sesuai selera. Sedangkan untuk benang pakan yang diikat dengan menggunakan tali rafia hasil akhirnya benang tidak akan terkena oleh pewarna.
Gambar 4.52 Proses Pencoletan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Gambar 4.53 Hasil dari Pentoletan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 9.) Pembatilan (Ikat tutupan) Pembatilan sangat erat hubungannya dengan proses pewarna atau pencelupan. Dengan kata lain diantara membatil atau ikat tutupan dan proses pencelupan saling berkaitan satu sama lain. Dalam satu plangkan terdapat sebuah desain dengan menggunakan tiga macam warna, maka pembatilan atau ikat tutupan juga dilakukan sebanyak tiga kali. Dalam proses membatil ini tergantung berapa banyaknya warna yang akan digunakan. Dalam penelitian ini, urutan warna dibuat dan akan didapati suatu bentuk motif yang tegas dalam suatu proses pencelupan atau lebih singkatnya ikat tutupan yaitu pemberian warna pokok benang plangkan dengan warna yang diinginkan setelah itu benang yang sudah di warna ditutup kembali dengan tali rafia dan diberi warna dasar.
10.) Pembongkaran Benang Pakan Setelah benang di tolet warna sesuai dengan selera, benang pakan ini dibongkar atau dilepaskan dari plangkan. Cara ini dilakukan untuk mempermudah proses pencelupan warna. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
Gambar 4.54 Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.55 Hasil Pembongkaran Benang Pakan dari Plangkan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 11.) Penimbangan Bahan Pewarna Sebelum
masuk
proses
pencelupan warna
yaitu
menimbang
banyaknya warna garam dan naptol yang akan digunakan. Warna yang biasa digunakan pak Darto dalam membuat tenun ikat sarung goyor nya ialah warna hijau, merah dan hitam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Gambar 4.56 Penimbangan Bahan Pewarna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 12.) Pencelupan Naptol (pencelupan warna dasar) Proses pencelupan benang pakan ini berbeda dengan benang lungsi. Bila benang lungsi hanya melalui satu tahap pencelupan warna sedangkan untuk benang pakan proses pencelupan warna dilakukan sebanyak dua kali yang pertama pencelupan kedalam garam yaitu merupakan zat pembangkit warna dan yang kedua pencelupan ke warna naptol (khusus untuk warna merah). Namun untuk warna hijau dan hitam hanya dilakukan satu kali pencelupan. Benang-benang pakan yang telah dikat tersebut selanjutnya dicelupkan kedalam pewarna. Dibawah ini merupakan proses pencelupan warna hijau dan merah pada benang pakan: Naptol warna hijau untuk benang pakan: a.) Tahap yang pertama yaitu mencampurkan bahan pewarna dengan air mendidih atau air
panas.
Apabila
dalam
pencampuran
tidak
menggunakan air panas warna pada kain tidak akan jadi atau meresap sesuai keinginan (warnanya tidak sempurna). Adapun dibawah ini merupakan bahan campuran warna untuk satu plangkan benang yaitu: - Kosti 40 gr commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
- Hidro 150 gr - Hijau Green B 50 gr - Rsn 5 gr
Gambar 4.57 Proses Pencampuran Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) b.) Benang-benang yang masih putih dan sudah di gambar motif lalu benang tersebut di celupkan ke bahan campuran pewarna tersebut. Untuk pewarna yang dilarutkan pada setiap satu ember hanya digunakan untuk satu kali pemakaian, karena apabila digunakan untuk berkali-kali warna tidak akan dapat meresap ke benang dan tidak akan menghasilkan warna yang sempurna.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Gambar 4.58 Proses Pencelupan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.59 Hasil Pencelupan Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) c.) Tahap selanjutnya yaitu penguncian warna, dimana benang yang telah dicelup ke warna hijau dan telah kering tersebut dicelupkan kembali ke bahan pengguat agar wana tidak mudah luntur. Bahan pengunci warna diantaranya yaitu: - ASG 5 gr - Mr B 10 gr - Kostik Secukupnya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Gambar 4.60 Proses Pemberian Zat Pengunci Warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) Naptol warna merah untuk benang pakan: Berbeda dengan warna hijau untuk pewarnaan warna merah prosesnya dua kali pengerjaan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. a.) Tahap yang pertama dilakukan adalah melarutkan bahan zat pembangkit warna dengan air mendidih yang bahannya diantaranya: - AS 25 gr - BO 25 gr - Kostik 15 gr
b.) Setelah
itu
benang
dicelupkan
kedalam
campuran
zat
pembangkit warna dan direndam selama kurang lebih 30 menit sebelum benang dicelupkan kedalam naptol warna merah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Gambar 4.61 Proses Pencelupan Zat Pembangkit warna (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) c.) Untuk proses pengeringan benang pakan setelah dicelup ke dalam zat pembangkit warna, benang cukup di angin-anginkan saja dan ditutupi dengan karung. Cara ini dilakukan agar warna dapat meresap kedalam benang. Kemudian bila benang dirasa cukup kering bagian ujung benamg di pisah-pisahkan atau di pilah-pilah agar warna pada benang tidak belang nantinya.
Gambar 4.62 Proses Memilah-milah Benang Pakan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
d.) Setelah itu benang yang sudah kering dicelupkan kembali ke pewarna naptol yang berwrna merah, yang bahannya yaitu: -
Mr B 25 gr
-
Gp 25 gr
Dalam tahap pencelupan warna kedua ini naptol cukup dilarutkan dengan menggunakan air biasa (bukan air panas).
e.) Benang dicelupkan kembali ke zat pembangkit warna atau biasa disebut dengan bahan garam dan dicelupkan kembali ke naptol yang berwarna merah. Tahap ini dilakukan secara berulangulang kurang lebih sebanyak tiga kali.
Gambar 4.63 Proses Pencelupan Naptol yang Berwarna Merah (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
13.) Pembilasan atau Pencucian Apabila benang dirasa cukup kering proses selanjutnya yaitu pembilasan. Pembilasan disini ialah mencuci atau membersihkan benang pakan tersebut dari sisa-sisa pewarna naptol.
Gambar 4.64 Proses Pembilasan Benang (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 14.) Pengeringan Kemudian pengeringan dilakukan dengan menggunakan menggunakan mesin cuci. Cara ini dilakukan untuk mengurangi kadar air yang meresap didalam benang. Setelah itu benang pakan dijemur di bawah sinar matahari.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Gambar 4.65 Proses Pengeringan dengan Menggunakan Mesin Cuci (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.66 Proses Pengeringan Benang dengan Sinar Matahari (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 15.) Pengoncean (membuka ikatan) Pengoncean ialah membuka ikatan tali rafia pada benang pakan setelah masuk tahap pencelupan warna. Biasanya karyawan bapak Sudarto menyebut proses ini yaitu oncean. Tali dibuka satu persatu maka akan terlihat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
benang dengan warna yang berbeda satu dengan yang lain, kemudian benang dikeringkan kembali dibawah sinar matahari agar benang benar-benar kering dan pada saat mengkelos benang tidak mudah putus.
Gambar 4.67 Pengoncean atau Oncean (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 16.) Pembongkaran Pembongkaran ialah memintal benang dengan menggunakan mesin yang disebut dengan mesin bongkaran. Mesin ini terbuat dari kayu dan memiliki lubang-lubang kecil berguna untuk meletakan benang pakan. Cara kerjanyapun tidak jauh berbeda dengan mesin kelos. Benang pakan yang telah dicelup ke dalam pewarna kemudian dimasukan ke dalam lubang-lubang yang dimana terdapat kurang lebih 50 lubang. Lalu benang di putar sehingga hasil akhirnya benang pakan berbentuk streng.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Gambar 4.68 Proses Pembongkaran (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 17.) Pemaltan Tahap yang selanjutnya ialah pemaltan. Pemaltan yaitu dimana benang pakan yang sudah dicelup pewarna dan masuk pada proses pembongkaran (bongkaran) benang kemudian di klenting. Klenting merupakan pengekelosan kembali benang namun benang bukan dipindahkan ke kletek tetapi benang dipindahkan ke alat yang disebut dengan malet.
Gambar 4.69 Pemaltan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
18.) Proses Menenun Benang Pakan Proses yang selanjutnya yaitu menenun benang pakan dengan benang lungsi dengan menggunakan alat tenun tradisional yaitu yang disebut dengan ATBM (alat tenun bukan mesin).
Gambar 4.70 Tahap Menenun Kain (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) c. Proses Finishing: 1.) Penjahitan kain Setelah benang menjadi sebuah kain tenun tahap selanjutnya yaitu penjahitan. Penjahitan disini ialah benang yang telah terangkai menjadi sebuah kain di jahit antara satu sisi dengan sisi yang satunya, agar kain dapat menjadi sebuah sarung.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Gambar 4.71 Penyambungan kain atau Penjahitan (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 2.) Pemberian Label Pada tahap penyambungan kain sarung goyor ini tidak lupa juga dipasangkan atau diberikan label pada sarung yang bertuliskan Sarung Goyor Made In Indonesia. Untuk label bapak Sudarto biasa memesannya di pasar kliwon. Setiap satu gulung label di belinya dengan harga Rp. 50.000, bapak Darto membelinya sebanyak lima gulung seharga Rp.250.000.
Gambar 4.72 Label Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Gambar 4.73 Pemasangan Label Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.74 Label Pada Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
3.) Pemberian Ramasit Tidak lupa pak Darto selalu mencelupkan sarung goyornya kedalam bahan pelembut kain yang disebut dengan ramasit . Bahan ini merupakan bahan khusus pelembut kain tenun ikat agar sarung goyor tidak terasa kasar.
4.) Pembilasan Setelah sarung diberi bahan campuran tersebut, proses selanjutnya ialah pembilasan dengan menggunakan air bersih agar sisa-sisa bahan campuran yang melekat dapat hilang. Di bawah ini merupakan pemerasan kain setelah proses pembilasan. Pak Darto menggunakan alat yang beliau buat sendiri dari bambu. Sarung goyor diperas agar kadar air yang meresap pada sarung dapat berkurang.
Gambar 4.75 Proses Pembilasan atau pencucian sarung goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
Gambar 4.76 Proses Pemerasan sarung goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) 5.) Pengeringan Setelah sarung goyor diberi bahan penguat warna dan pelembut sarung goyor kemudian di keringkan dibawah sinar matahari. Dalam penjemuran tidak ditentukan berapa suhu panas yang diperlukan.
Gambar 4.77 Pengeringan Sarung di Bawah Sinar Matahari (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
6.) Pelipatan Sarung Goyor Untuk melipat sarung goyor ini diperlukan keahlian khusus dan dibutuhkan perhitungan yang tepat. Sarung dilipat dengan menggunakan penggaris yang disebut dengan blak.
.
Gambar 4.78 Pelipatan Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
Gambar 4.79 Melipat Sarung Goyor dengan Menggunakan Penggaris (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Sarung goyor produksi bapak Sudarto yang telah kering kemudian masuk pada tahap pelipatan. Dimana saat melipat menggunakan blak atau penggaris. Pertama sarung dilipat menjadi menjadi empat bagian yang dimana lebar tiap bagiannya memiliki ukuran 30 cm. Setelah sarung membentuk persegi panjang seperti gambar di atas (4.80) kemudian sarung dilipat kembali menjadi dua bagian yang dimana proses akhir dari pelipatan ini sarung akan memiliki lebar 30 cm dan panjang 15 cm.
7.) Pengepakan Proses yang terakhir ialah pengepakan yaitu menghitung jumlah Sarung goyor yang akan dikirim ke Pakistan, India, Libia, Jerman, Hongkong dan sekitarnya. Proses ini dilakukan oleh bapak Darto sendiri. Dalam pengepakan sarung tidak dikemas ke dalam plastik atau pembungkus lainnya, melainkan sarung hanya ditumpuk dan diikat dengan menggunakan tali rafia. Untuk proses pengiriman pak Sudarto tidak turun tangan sendiri, beliau hanya mengirim sarung-sarung goyor tersebut ke Surabaya dan diserahkan kepada Mr. Abu, yang nantinya oleh Mr. Abu sarung-sarung tersebut dikirim ke Timur Tengah seperti Pakistan dan India melewati jalur laut. Sedangkan untuk pengiriman ke Jerman diserahkan kepada Prof. Dr. Mr. Hang melewati jalur udara. Maka semua biaya pengiriman bukan menjadi tangungan pak Darto melainkan Mr. Abu dan Prof. Dr. Mr. Hang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Gambar 4.80 Pengepakan Sarung Goyor (Dokumentasi: Maylinda Ambarwati, 2012) D. Macam-macam Motif Tenun Ikat Sarung Goyor Produksi Sudarto Banyak beragam jenis motif yang terdapat pada sarung goyor hasil produksi bapak Sudarto ini. Ide penciptaan motif didapatnya dari lingkungan sekitr rumahnya. Adapun beberapa macam motif sarung goyor yang sampai saat ini masih dipertahankan oleh bapak Sudarto seperti, motif buketan dan ceplok yuyu. Namun bapak Sudarto terkadang sering membuat motif-motif sarung goyor yang baru. 1. Motif Buketan Motif buketan berasal dari kata buket yang berarti ialah rangkaian bunga atau kumpulan dari beberapa jenis bunga dengan diberi daun dan ditata sedemikian rupa sehingga komposisinya menjadi indah untuk dilihat. Dalam motif buketan ini menggambarkan beberapa karakter bunga, diantaranya bunga yang memiliki kelopak besar, bunga yang memiliki kelopak kecil-kecil, dan bunga yang masih kuncup. Selain bunga juga diberi gambar seperti beberapa jenis daun. Dalam motif buketan ini memilki makna filosofi yang berhubungan dengan sistem kehidupan masyarakat setempat. Perajin melihat bahwa suatu rangkain bunga atau buketan adalah sesuatu yang indah untuk dilihat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
dan bisa menyenangkan hati orang yang melihatnya. Karena pengalaman estetikya tersebut maka perajin ingin menjadikan sarungnya seperti rangkaian bunga yang pernah dilihatnya, yaitu menjadi sesuatu yang indah dan menyenangkan. Cara yang dilakukan sangat sederhana, yaitu dengan menggambarkan motif pada sarung dengan gambar rangkaian bunga atau buketan. Komposisi motif buketan ini terdapat ditengah-tengah sarung goyor yang dimana sisi kanan dan kirinya terdapat motif-motif lain seperti tirto (air). Dalam pewarnaan sarung hasil produksi bapak Sudarto ini terdapat kurang lebih tiga macam warna diantaranya, hijau, merah, hitam dan putih.
Gambar 4.81 Motif Buketan (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
2. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) Motif ini disebut dengan motif ceplok yuyu. Seperti namanya, yuyu adalah nama jawa dari hewan kepiting sawah. Dalam motif ini juga menggambarkan yuyu atau kepiting sawah yang tertata berbentuk ceplok-ceplok. Sumber ide dari pembuatan motif ceplok yuyu ini juga hapir sama dengan motif buketan. Karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
latar belakang kehidupan para perajin sarung goyor adalah petani padi, maka aktifitas kesehariannya juga sering di sawah. Dan di sawah inilah mereka hampir setiap saat menjumpai kepiting. Karena bentuk hewan tersebut menarik bagi para perajin, maka mereka mencoba menggambarkan hal tersebut kedalam bentuk motif sarung goyor. Motif ini dianggap motif hiasan yang paling gampang dibuat pada sebuah kain tenun ikat karena bentuk motifnya yang mudah dibuat dan tidak memakan waktu yang banyak. Didalam Sarung goyor komposisi motif ceplok yuyu didapati diantara sela-sela motif lain seperti buketan atau tirto. Objek dalam motif ceplok yuyu ini yaitu kepiting. Warna motif pada sarung goyor ini yaitu dominan merah, putih dan hitam.
Gambar 4.82 Motif Kepiting (Ceplok Yuyu) (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
3. Motif Tirto Tirto dalam bahasa jawa berarti ialah air. Desa Kenteng Kecamatan Tawangsari ini dikelilingi beberapa sungai kecil yang mengitari persawahan maupun rumah-rumah penduduk sekitar. Dalam motif tirto ini memilki makna dimana perajin melihat bahwa aliran air di sungai memberikan suasana yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
tenang untuk dilihat. Dari suara gemercik air tersebut menjadikan pengalaman estetika tersendiri bagi perajin dalam menghadirkan motif tirto kedalam sarung goyor ini. Didalam sarung goyor ini hanya didapati satu objek motif saja yaitu tirto (air) yang berbentuk seperti susunan garis-garis yang memanjang menyerupai air yang mengalir. Warna motif pada sarung goyor ini yaitu dominan merah, putih dan hitam.
Gambar 4.83 Motif Air (Tirto) (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) 4. Motif Ceplok Tirto Motif sarung ini merupakan motif campuran atau perpaduan dua motif menjadi satu yaitu motif ceplokan (bunga) dan tirto (air). Warna motif pada sarung goyor ini yaitu merah, putih dan hijau.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Gambar 4.84 Motif Ceplok Tirto (Dokumentasi: Maylinda A., 2012)
5. Motif Ceplokan Motif ini merupakan salah satu motif kreasi terbaru dari hasil produksi sarung goyor bapak Sudarto. Namun ini merupakan motif pesanan saja. Sarung goyor ini dapat disebut dengan motif ceplokan karena hampir seluruh bagian sarung terdapat objek bunga yang berbentuk celplok-ceplok. Warna pada sarung goyor ini dominan warna kuning dengan garis-garis berbentuk wajik atau belah ketupan yang dominan juga dengan warna hijau.
Gambar 4.85 Motif Ceplokan (Dokumentasi: Maylinda A., 2012) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Untuk sebuah motif pada tenun ikat sarung goyor hasil produksi bapak Sudarto ini diberikan jenis kain yang berkualitas tinggi dan sarung yang berkualitas rendah. Seperti motif tirto ini memiliki nama Braber Asli Super yang berarti kain ini memiliki kualitas sarung nomor satu atau paling tinggi. Untuk biaya ongkos upah pengrajinnya sendiri setiap satu sarung dihargai Rp. 40.000 dengan harga per satuan sarung yaitu sekitar Rp. 250.000. Sedangkan untuk nama Botol Arab, Zafaran Super dan Abuamin Super memiliki kualitas sarung nomor dua. Untuk upah pengrajinnya sendiri yaitu Rp. 24.000 persarungnya yang di hargai Rp. 120.000. Dan Botol Arab ialah digunakan untuk sebutan sarung goyor yang memiliki kualitas paling rendah atau nomor tiga. Biasanya untuk motif Botol Arab ini disebut juga dengan motif kasaran. Biaya tenaga untuk sarung ini per sarungnya di biayai sekitar Rp. 12.000 dan memiliki harga jual bekisar Rp. 105.000. Sebenarnya nama-nama atau sebutan ini berfungsi untuk menandai sarung mana yang memiliki kualitas halus atau kasar. Nama-nama ini didapat bapak dari permintaan konsumen yang berasal dari Pakistan dan sekitarnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan dari hasil penelitian di lapangan tentang latar belakang sejarah berdirinya kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor, proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor, serta motif atau ragam hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM(Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor khususnya muncul sebagai bagian dari salah satu peninggalan nenek moyang desa kenteng, yang merupakan bagian dari pelestarian warisan kebudayaan Indonesia. Latar belakang bapak Sudarto dalam mendirikan usaha kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor tidak lain adalah untuk melestarikan warisan peninggalan nenek moyang. Karena tenun ikat ATBM atau biasa disebut dengan tenun ikat tradisional ini merupakan kerajinan rumah tangga yang sangat penting artinya bagi kepentingan masyarakat baik dalam aspek sosial, ekonomi, religi maupun estetika. Kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto berdiri sejak tahun 1972 yang dimana kerajinan merupakan kerajinan turun menurun sejak jaman nenek moyang yang sampai sekarang masih tetap dipertahankan dan dilestarikan. Adanya tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) ini pertama kali di Indonesia berfungsi sebagai pakaian upacara adat setempat dan baik dalam segi warna dan motifnya masih mengikuti ketentuan yang ada. Namun sesuai dengan perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat, maka kain tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) mempunyai kegunaan dan bentuk yang semakin beragam. 2. Proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) Sarung goyor adalah yang pertama mempersiapkan bahan. Bahan yang digunakan dalam commit to user 112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
membuat tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor
yaitu
benang, selain itu juga diperlukannya bahan pewarna yaitu naptol dan kostik. Sedangkan minyak tanah, minyak goreng dan tawas digunakan sebgai bahan campuran agar warna pada kain tenun ikat tidak mudah luntur. Adapun alat-alat yang digunakan untuk membuat membuat tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor adalah yang paling utama yaitu mesin tenun tradisional yang masih terbuat dari kayu. Adapun alat lainnya yang digunakan yaitu mesin hang dan mesin kelos yang berfungsi sebagai alat pemintal benang. Kletek, malat dan teropong berfungsi sebagai alat untuk menyimpan benang pakan maupun benang lungsi, timbangan untuk mengukur banyaknya bahan pewarna naptol yang akan digunakan, mesin sekir plangkan (untuk benang pakan) dan mesin sekir bom (untuk benang lungsi) dan yang paling penting adalah tali rafia. Tali rafia ini berfungsi sebagai alat mengikat benang. Tahap-tahap dalam pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor
yang pertama adalah proses memintal dan
memutihkan benang, baik benang pakan maupun benang lungsi. Sedangkan untuk benang lungsi setelah dipintal benang masuk pada tahap pencelupan warna kemudian benang di sekir dengan menggunakan sekir bom. Sedangkan untuk benang pakan setelah benang dipintal, benang pakan di sekir dengan mesin sekir plangkan kemudian benang di desain atau di gambar motif yang di inginkan, lalu benang diikat sesuai dengan motif yang ada kemudia benang pakan dicelupkan kedalam pewarna dan dikelos kembali. Tahap yang terakhir setelah semua benang di beri pewarna yaitu proses menenun kain. Proses ini merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan tahap-tahap pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor merupakan suatu urutan yang pasti. 3. Bentuk motif hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto yaitu : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
a. Motif Buketan atau motif yang terdiri dari berbagai macam rangkaian bunga yang di beri daun dan ditata dengan sedemikian rupa. b. Motif Kepiting (Ceplok Yuyu). Motif ini merupakan motif yang berbentuk kepitimg sawah dan motif ini di gambarkan secara tertata sehingga berbentuk ceplokan-ceplokan kepiting sawah. Dengan sumber ide yang berasal dari latar belakang masyarakat setempat yang sebagian para pengrajinnya adalah seorang petani yang aktivitas kesehariannya menjadi petani dan hampir setiap saat menjumpai kepiting sawah. c. Motif Tirto (Air). Motif ini terinspirasi dari desa Kenteng yang daerahnya dikelilingi oleh sungai-sungai kecil yang mengitari persawahan maupun rumahrumah penduduk sekitar. d. Motif Ceplok Tirto. Dimana motif ini merupakan perpaduan antara motif buketan, ceplokan (bunga) dan tirto (air).
B. Implikasi Penelitian ini diperoleh sebuah implikasi antara subyek penelitian dengan peneliti, maupun dengan masyarakat luas. Pengetahuan akan ilmu kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor milik bapak Sudarto dapat dikembangkan oleh para generasi penerusnya. Bagi peneliti dapat mengambil manfaat dari penelitian ini sebagai ilmu pengetahuan yang baru tentang kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) khususnya sarung goyor. Sehingga dapat dijadikan referensi, sumber, acuan, wacana, tentang kerajinan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
C. Saran Berdasarkan implikasi diatas, maka dapat dikemukakan saran yang ditujukan kepada bapak Sudarto sebagai berikut : 1. Bagi pengrajin tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor yaitu bapak Sudarto, dalam proses pengepakan sebaiknya diberikan label yang di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
lilitkan pada sarung goyor yang sudah di lipat dan siap di pasarkan, agar sarung goyor dapat dengan mudah ditemukan dipasaran dan menjadi ciri khas dari usaha pengrajin tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
commit to user