Studi Keragaman Jenis lalat penghisap darah dan Kelimpahannya di Peternakan Sapi Semi Ekstensif di Kabupaten Sumba Timur Aven B. Oematan1, Raden Wisnu Nurcahyo2, dan Jois Moriani Jacob1 1Jurusan
Peternakan, Program Studi Kesehatan Hewan, Politeknik Pertanian Negeri Kupang; 2Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keragaman jenis, pola aktivitas lalat dan hubungannya dikaitkan dengan suhu, musim, serta jenis kelamin. Penelitian ini dilakukan peternakan sapi semi ektensif Desa Lendeha dan Desa Lambakara, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Sampel lalat dikoleksi menggunakan New Zealand 1 trap yang dipasang pada 2 desa yang merupakan sentra peternakan sapi. Perangkap dipasang secara random langsung di lokasi padang penggembalaan, sedangkan di kandang, perangkap ditempatkan pada jarak 3-5 meter dari pagar pembatas kandang. Perangkap dipasang pada jarak kurang lebih 10-15 cm di atas permukaan tanah. Pengumpulan sampel lalat dilakukan dalam interval waktu satu jam sejak pemasangan, yaitu pukul 09;00, 10;00, 11;00, 12;00, 14;00 dan pukul 15;00. Lalat dikumpulkan dan dieuthanasia dengan alkohol 70%, kemudian di identifikasi menurut spesies dengan kunci identifikasi menurut Scott et al (1967) dan Dodge (1967), selanjutnya data dianalisa secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan beberapa jenis lalat yang mendominasi di dua desa ini adalah lalat Musca domestika, Musca stabulans, Stomoxys calcitrans, Fannia canicularis, Haematobia irritans dan Tabanus striatus, dan Hipobosca equina. Aktivitas dan keragaman jenis lalat dipengaruhi oleh faktor suhu, musim dan jenis kelamin. Sebagian lalat mampu hidup pada suhu tinggi, namun sebagian hidup pada suhu rendah dan keadaan lembab. Lebih lanjut, jenis kelamin dan musim seperti kemarau dan hujan juga mempengaruhi aktivitas dan pola penyebaran lalat di daerah ini. Kata kunci: keragaman lalat, aktivitas harian, NZ1 trap, Sumba Timur PENDAHULUAN
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
145
Lalat merupakan jenis ektoparasit yang dapat mengganggu kenyamanan hidup ternak sapi. Dua jenis lalat yang dapat mempengaruhi kenyamanan ternak ini adalah jenis lalat penghisap dan lalat bukan penghisap darah. Tabanus, Haematopota, Chrysops, Stomoxys, dan Haematobia merupakan jenis lalat pengisap darah, sedangkan lalat bukan penghisap darah, contohnya Musca dan Hydrotaea (Ahmed et al., 2005). Selain sebagai lalat pengisap darah, lalat-lalat ini dapat mengakibatkan stress dan ketidaknyamanan bagi sapi potong (Putri 2013), selanjutnya lalat juga memiliki kemampuan mentransmisikan beberapa penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan parasit (Khoobdel et al. 2013). Manifestasi lalat pada ternak dapat mengakibatkan kerugian ekonomi pada peternak dan ternak itu sendiri (Taylor et al. 2012). Selain dua jenis lalat di atas, lalat jenis lain juga dapat berfungsi sebagai vektor terjadinya penyakit pada ternak sapi. Lalat-lalat jenis ini berfungsi sebagai sebagai vektor ketika populasi lalat tersebut meningkat di suatu wilayah. Jenis lalat lain yang dapat juga berfungsi sebagai vektor biologis yaitu Tabanus, Haematopota dan Chrysops, namun Stomoxys, Musca, Haematobiajuga berperan penting dalam penyebaran penyakit jika populasi jenis lalat-lalat ini meningkat. Sampai dengan tahun 1930 dilaporkan di Indonesia terdapat 28 jenis Tabanus, 5 jenis Chrysops dan 5 jenis Haematopota yang dapat menularkan surra (Sofiana, 1988). Lalat Kuda (Horsefly) termasuk dalam family Tabanidae (Desquesnes et.al., 2013), sedangkan lalat kandang Stomoxys sp termasuk sub family Stomoxyinae dalam family Muscidae (Diptera) (Phasuk, 2013). Tabanus sebagai vektor mekanik penyakit pada ternak seperti Equine infeksius anemia virus, Anaplasma marginale, Trypanosoma evansi, Trypanosoma. vivax, Anthraks kutaneus, Tularaemia stomatitis vesikular, serta Hog cholera (Foil dan Hogsete. 1994). Stomoxys calcitrans adalah menjadi vektor bagi Brucella abortus, B. militensis, Bacillus antracis dan Trypanosoma evansi (Levine, 1991) TUJUAN Tujuan penelitian ini yaitu mengidentifikasi keragaman jenis dan pola aktifitas lalat di padang penggembalaan semi ekstensif Kabupaten Sumba Timur sedangkan manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang keragaman jenis lalat dan pola aktifitas di peternakan semi ekstensif kabupaten Sumba Timur.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
146
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
147
MATERI DAN METODE Materi Koleksi lalat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur, koleksi lalat diambil dari desa Lambakara yang berada di daerah perbukitan dan desa Lendeha berada di pesisir daerah delta. Selanjutnya sampel diidentifikaasi di Labolatorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada bulan februari 2014. Metode Pada masing-masing desa, perangkap lalat tipe NZ1 di tempatkan di padang penggembalaan dan kandang ternak. Perangkap yang ditempatkan dipadang penggembalaan dipasang secara random langsung di lokasi, sedangkan di kandang, perangkap ditempatkan pada jarak 3-5 meter dari pagar pembatas kandang. Perangkap lalat dipasang sejak pukul 08.00 hingga 15.00 pada jarak kurang lebih 10-15 cm di atas permukaan tanah. Selanjutnya pengumpulan sampel lalat dilakukan dalam interval waktu satu jam sejak pemasangan. Lalat kemudian dieuthanasia dengan cara disemprot menggunakan alkohol 70% dan dimasukkan ke wadah plastik (pot) berisi alkohol 70% dan diberi label hingga dilakukan pemeriksaan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, pot sampel, New Zealand 1 (NZ1) trap. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengidentifikasi yaitu mikroskop binokuler, pinset fisiologis, jarum pentul, cawan petri, kamera digital dan wadah penyimpanan. Seluruh sampel yang diperoleh dari setiap lokasi diidentifikasi menggunakan kunci identifikasi Scott et al (1967), Dodge (1967) dan Masmeathathip (2013). Analisis Data Seluruh sampel yang telah dikoleksi, diidentifikasi dan didokumentasi menggunakan kamera digital, dan data perbedaan keragaman jenis serta pola aktifitas lalat dipadang pengembalaan semi ekstensif diolah secara deskriptif.
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
148
Hasil dan Pembahasan Tabel 1 menunjukkan bahwa dari total 53 ekor lalat yang ditangkap selama kurun waktu satu minggu, lalat yang paling banyak ditemukan adalah Stomoxys calcitrans, Haematobia irritans (24,53%), Tabanus sp, Hippobosca equina (16,98%). Dari jumlah tersebut Stomoxys calcitrans (45,28%), paling banyak ditemukan terutama pada bulan September pada saat awal musim penghujan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Phasuk (Phasuk et al., 2013), bahwa lalat jenis ini pada umumnya dapat ditemukan dengan mudah, bahkan populasinya meningkat pada saat musim penghujan tiba. Meningkatnya populasi lalat ini pada musim penghujan menurut Ahmed et al., 2005, dipengaruhi oleh aktivitas mencari tempat bertelur terutama pada bahan-bahan organik yang membusuk (Garietall). Tempat ini menjadi tempat penting siklus hidup lalat, sejak dari telur menjadi larva hingga akhirnya menjadi bentuk dewasa. Kondisi lingkungan yang sesuai seperti kelembapan dan curah hujan yang sesuai akan memungkinkan pertumbuhan larva menjadi bentuk dewasa dengan cepat (Cruz-Vasques et.al., 2004). Lalat mulai terbang pada temperatur 15˚C dan aktifitas optimumnya pada temperatur 21˚C. Pada temperatur di bawah 7,5˚C tidak aktif dan di atas 45˚C terjadi kematian pada lalat. Perkembangbiakan dan distribusi lalat sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi cuaca, terutama mikroklimat di sekitar kandang. Suhu, kelembapan dan curah hujan merupakan faktor cuaca utama yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan populasi lalat (Cruz-Vasques et.al., 2004). Hasil penelitian Keawrayup et.al,.(2012) menunjukkan bahwa kelimpahan lalat Stomoxys lebih banyak pada musim hujan. Sedangkan pada musim panas, jumlah lalat yang berhasil dikoleksi sangat sedikit bila dibanding saat musim hujan. Aktivitas menusuk cenderung ringan sampai sedang antara suhu 20° C dan 25° C, kemudian meningkat antara 25° C dan 30° C dan menjadi berat pada suhu tinggi (Wang & Gill, 1970). Aktivitas terbang lalat jantan dan betina Stomoxys calcitrans memperlihatkan dasar pola unimodal aktivitas siang hari yang sama (Schofield & Brady, 1996). Penelitian pada siklus menggigit Stomoxys calcitrans di Mesir telah mengungkapkan bahwa dalam bulan-bulan panas, ada dua puncak aktivitas menusuk, satu di pagi hari dan satu di sore hari, dengan penurunan ditandai sekitar tengah hari sedangkan pada musim yang dingin hanya dalam satu puncak kegiatan terjadi sekitar pukul 14:00 (Hafez & Gamal Eddin, 1959).
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
149
Tabel 1 Komposisi penyebaran lalat di dua lokasi di Sumba Timur. Lendeha
rata suhu
Total
%
24 13 9 7 53
45,28 24,53 16,98 13,21 100
Waktu
Spesies S calcitrans Haematobiairritans Hipoboscaequina Tabanussp Total
Lambakara
A 3 1
4
B 2 3 2 1 8
C 1 2
D 1
E 2
A 4
2
2 2 8
2 1 4
3
B 1 1 2 4
C 2 4
D 3
2 8
1 4
30 25 20 15 10 5 0
E 5 2 1 8
rata-rata suhu
aktivitas jantan aktivitas betina 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 Jam dan aktifitas jenis kelamin
Grafik 1 hubungan suhu terhadap aktivitas lalat jantan dan betina Pada dua daerah di lokasi penangkapan lalat ini, juga diidentifikasi jenis lalat hornfly yaitu Haematobia irritans(24.53 %) yang tersebar secara luas di seluruh dunia. Lalat ini diidentifikasi paling banyak terdapat pada musim penghujan dengan suhu dan temperatur yang mendukung siklus hidupnya sekitar area sekitar kandang. Lalat ini pada umumnya dikoleksi dari daerah kepala dan punggung sapi, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Foil dan Hogshette (1994) bahwa lalat ini melalukan aktivitas menghisap darah dan berpredeleksi di daerah tanduk dan punggung sapi. Terdapat pada daerah punggung namun akan pindah ke daerah perut ketika cuaca panas (Moon, 2002). Haematobia irritans merupakan jenis obligat penghisap darah yang secara ekslusif ditemukan pada semua ternak. (Cupp et.al., 1998). Lalat Hippobosca sp ditemukan sebanyak 16,98 % di semua lokasi. Distribusi lalat ini di Indonesia adalah Sulawesi, Pulau Sumba dan Timor. Inang lalat jenis ini adalah sapi dan kuda dan daerah predeleksinya adalah pada daerah peritoneum dan diantara kaki belakang. Lalat Hippobosca equina yang terdapat di Indonesia yaitu jenis H. Equina ( lalat sumba kecil) dan H. Variegata (lalat Sumba besar) banyak ditemukan di daerah dengan temperatur yang cukup tinggi (Wall & Shearer 1997). Menurut sigit et.al., Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
150
(1990) akibat manifestasi dan gigitan lalat Hippoboscasp pada ternak dapat memberikan rasa sakit sehingga ternak yang digigit sering lari ketakutan. Lalat ini jarang terbang atau akan berpindah antar ternak, lalat ini akan berpindah apabila merasa terganggu, namum jarak perpindahan atau aktifitas terbang kurang dari 1 meter. Data (tabel 1) memperlihatkan bahwa genus Tabanidae, dengan species Tabanus sp merupakan jenis lalat dengan persentase terkecil (13,21%) yang ditemukan di dua desa ini. Spesies ini paling banyak ditemukan pada daerah sekitar kandang atau daerah berlumpur, dimana aktivitasnya meningkat pada musim kemarau dibandingkan pada musim hujan. Individu jantan dan betina menggunakan nektar sebagai sumber makanan, lebih lanjut pada lalat jantan biasanya bersifat hematophagous, Tabanus bersifat diurnal dan aktif pada kondisi lingkungan panas dengan intensitas sinar matahari yang tinggi dengan masa hidup dewasa dapat mencapai 35 hari (Kaufman et.al., 2001; Koh and Kini 2009) . Aktifitas terbang lalat Tabanus sp untuk mencari makan dengan hinggap pada hospes sangat bervariasi tergantung pada ritme, cuaca dan lokasi vegetasi. Pengaruh perbedaan ini sangat bervariasi antara spesies satu dengan yang lain (Foil and Hogsette, 1994). Umumnya setelah lalat betina menghisap darah dari ternak sapi, kemudian bertelur pada sisa organik daun-daunan dan kemudian menetas menjadi pupa dan larva dan akhirnya menjadi dewasa dalam waktu 1 hingga 3 minggu (Foil and Hogsette, 1994). DAFTAR PUSTAKA Ahmed AB, Okiwelu SN, Samdi SM. (2005). Species diversity, abundance and seasonal occurrence of some bitng flies in Southern Kaduna, Nigeria. 2005(8):113-118. Cruz-Vazquez, C., I. V. Mendoza, M. R. Parra, and Z. Garcia-Vazuez. 2004. Influence of Temperature, Humidity and Rainfall on Field Population Trend of Stomoxyscalcitrans (Diptera: Muscidae) in a Semiarid Climate in Mexico. Parasitol Latinoam 59:99-103. Cupp EW, Cupp MS, Ribeiro JMC, Kunz SE., 1998. Bloodfeeding strategy of Haematobia irritans (Diptera: Muscidae). Journal of Medical Entomology 35: 591-595. Desquesnes, et al. (2013). Transmission of Pathogens by Stomoxys Flies (Diptera : Muscidae),US National Library of Medicine,National Institutes of Health
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
151
Dodge HR., 1967. Diptera : Pictorial Key to Principle Families of Public Health Importance, in CDC Pictorial keys, Arthropods, Reptiles, Birds and Mammals of Public Health Signifincance, U.S. Public Health Service, 121, Foil LD and Hogsette JA., 1994. Biology and Control of Tabanids, Stable Flies and Horn Flies. Rev. sci. tech. Off. int. Epiz., 1994,13 (4), 1125-1158 Hafez M and Gamal-Eddin F.M., 1959. Ecological studies on Stomoxys calcitrans L. and sitiens Rond. in Egypt, with suggestions on their control. Bulletin de la Societé Entomologique d'Egypte, XLIII, 245-283. Ikasari Ananda Putri ., (2013) . Keragaman Jenis Lalat Pengganggudan Potensi Permasalahannya Pada Ternak Sapi Potong di daerah Cirebon, Fakultas Kedokteran Hewan ,Intitut pertanian Bogor. Kaufman PE, Waldron KJ, Rutz DA., 2001. Pest Flies of Pastured Cattle and Horses,New York State IPM Program. Fact Sheet 102 IPMFS2. Khoobdel M, Akbarzadeh K, Jafari H, Tavana MA, Izadi MD, Jazayeri M, Bahmani MM, Salari M, Akhoond M, Rahimi M, Esfahami A, Nobakht M, Rafienejad J., 2013. Diversity and abundance of medically-important flies in the Iranian triple island; the Greater Tund, Lasser Tund, and Abu-Musa. Iranian Journal of Military Medicine. 4(14):327-336. Keawrayup S, Duvallet G, Sukonthabhirom S, Chareonviriyaphap T., 2012. Diversity of Stomoxys spp. (Diptera: Muscidae) and diurnal variations of activity of Stomoxys indicus and S. calcitrans in a farm, in Wang Nam Khiao District, Nakhon Ratchasima Province, Thailand. Parasite; 19(3):259-265. Levine OS and Levine MM., 1991. Houseflies (Musca domestica) as mechanical vectors of shigellosis. Rev Infect Dis 13:688–696. Masmeatathip R, Ketavan C, Duvallet G. 2006. Morphological studies of Stomoxys spp. (Diptera: Muscidae) in Central Thailand. Kasetsart J. 40(4):872-881 Moon RD., 2002. Muscid flies (Muscidae). In: Mullen GR, Durden LA, editors. Medical and veterinary entomology. Burlington: Academic Press; 2009, p.275-295. Phasuk J., Prabaripai A., and Chareonviriyaphap T,. 2013. Seasonality and Daily Flight Activity of Stable Flies (Diptera : Muscidae) on Dairy Farms in Seraburi Province,Thailand. Departement of Parasitology, Faculty of Veterinary Medicine, Kasetsart University,Thailand. Schofield S. and Brady J., 1996. Circadian activity pattern in the stable fly, Stomoxys calcitrans. Physiological Entomology, 21, 159-163
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
152
Sigit HS, FX Koesharto, UK Hadi, DJ Gunandini dan S Soviana,. 2006. Hama Pemukiman Indonesia, Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman (UKPHP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Soviana S., 1988. Lalat Tabanidae dan Peranannya Dalam Epiderniologi Penyakit Surra, Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Petrania Bogor. Taylor DB, and Berkebile D. 2008. Sugar feeding in adult stable flies. Environmental Entomology, 37, 625–629. Wall, R. and Shearer, D. 1997. Veterinary Entomology. Chapman & Hall, New York.439 p.p
Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana, Kupang 25 Oktober 2016 ISBN 978-602-6906-21-2
153