25 IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Sumba Timur terletak di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Kabupaten Sumba Timur terletak di antara 119°45 – 120°52 Bujur Timur (BT) dan 9°16 – 10°20 Lintang Selatan (LS). Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Sumba Timur memiliki batas-batas : 1.
Utara
: Selat Sumba
2.
Selatan
: Lautan Hindia
3.
Timur
: Laut Sabu
4.
Barat
: Kabupaten Sumba Tengah
Luas wilayah daratan Sumba Timur 700,50 hektar. Sekitar 40% luas Sumba Timur merupakan daerah yang berbukit-bukit terjal terutama di daerah bagian selatan, dimana lereng-lereng bukit tersebut merupakan lahan yang cukup subur, sementara daerah bagian utara berupa dataran yang berbatu dan kurang subur. Kabupaten Sumba Timur berada pada ketinggian 0 - 1,225 meter dari permukaan laut. Iklim dipengaruhi oleh laut disekitarnya sehingga cuaca yang terbentuk panas terik.
Temperatur rata-rata paling tinggi pada bulan November yaitu
28,5°C dan temperatur rata-rata paling rendah pada bulan Juli yaitu 26,1°C (BPS, 2014). Kabupaten Sumba Timur terbagi ke dalam 22 kecamatan, dengan Kecamatan Kota Waingapu sebagai kecamatan induk. Letak Kecamatan Kota Waingapu sangat strategis dan merupakan tempat pusat pemerintahan Kabupaten Sumba Timur. Berdasarkan posisi geografisnya Kecamatan Kota Waingapu memiliki batas-batas :
26 1.
Utara
: Selat Sumba
2.
Selatan
: Kecamatan Kambata Mapambuhang
3.
Timur
: Kecamatan Kambera
4.
Barat
: Kecamatan Kanatang dan Nggoa
Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Sumba Timur Nomor 6 Tahun 2007 tentang pembentukan Kecamatan Kambera dan Kecamatan Kambata Mapambuhang maka wilayah administrasi pemerintahan telah terbagi dan Kecamatan Kota Waingapu sebagai kecamatan induk.
Kecamatan Kota
Waingapu mencangkup 4 (empat) kelurahan dan 3 (tiga) desa dengan luas wilayah 77,30 Km2.
Jumlah populasi penduduk Kecamatan Kota Waingapu menurut
Registrasi Penduduk tahun 2013 berjumlah 37.459 orang jiwa terdiri atas 19.356 pria dan 18.103 wanita. Lahan pertanian yang ada di Kecamatan Kota Waingapu seluas 1.767 hektar, luas lahan perkebunan 460 hektar dan padang savana seluas 1.150 hektar (BPS, 2014).
Padang savana yang luas menunjang dalam penyediaan pakan
ternak. Populasi ternak yang ada di Kecamatan Kota Waingapu untuk ternak kuda sebanyak 1.071 ekor, sapi potong sebanyak 738 ekor, kerbau sebanyak 547 ekor, kambing sebanyak 3.897 ekor dan babi sebanyak 5.153 ekor (BPS, 2014). Kecamatan Kota Waingapu merupakan wilayah pusat pemerintahan tidak semua wilayah
di
Kecamatan
Kota
Waingapu
dapat
dijadikan
lahan
untuk
melangsungkan usaha peternakan. Pusat kota hanya sebagai tempat singgah kuda yang akan mengikuti acara pacuan kuda tradisional.
27 4.2
Manajemen Pemeliharaan Kuda Sumba Potensi sektor peternakan yang ada di Kabupaten Sumba Timur cukup
berkembang, hal ini dikarenakan padang savana yang luas menunjang dalam melangsungkan usaha peternakan.
Kuda merupakan salah satu ternak yang
banyak dimiliki masyarakat Sumba Timur. Ternak kuda telah menjadi bagian hidup masyarakat Sumba Timur. Jumlah kuda yang dimiliki oleh satu keluarga di Sumba Timur dapat mencapai puluhan sampai ratusan ekor. Sumba Timur memiliki padang savana yang sangat luas dan masih banyak terdapat lahan kosong yang dapat digunakan tempat untuk beternak.
Sistem
pemeliharaan ternak kuda di Sumba timur beragam, yaitu ada yang dikandangkan (intensif), semi ekstensif dan di gembalakan (ekstensif). Sistem pemeliharaan secara intensif atau yang dikandangkan biasanya dilakukan dalam pemeliharaan kuda pacu karena kuda pacu membutuhkan perawatan dan pelatihan khusus. Perawatan kuda pacu meliputi membersihkan tubuh kuda, mengompres tubuh kuda dengan air hangat agar otot menjadi rileks, dan merawat kuku kuda. Pelatihan yang dilakukan kuda pacu seperti berenang di laut atau dikali, berjalan mendaki, dan lari di lapangan yang biasa dijadikan tempat pacuan agar dapat mengetahui lintasan lari. Sebagian peternak memelihara kuda pacu dengan semi ekstensif, hal tersebut dilakukan agar tidak mengeluarkan biaya terlalu besar dan sebulan sebelum pacuan berlangsung peternak akan memelihara dengan sistem intensif. Pemeliharaan sistem semi ekstensif dilakukan dengan cara kuda digembalakan pada pagi hingga sore hari, lalu pada sore hari kuda dimasukan ke dalam ranch. Pemeliharaan ekstensif dilakukan dengan cara digembalakan. Kuda dibiarkan mencari
pakan dan minum sendiri, dalam pemeliharaan ekstensif
kuda
28 dimasukan ke dalam kandang pada saat dilakukan vaksinasi saja. Ini tergantung dari pemeliharaan setiap para peternaknya.
4.2.1 Bibit dan Sistem Perkawinan Bibit unggul adalah bibit yang memiliki sifat unggul. Pada ternak sifat unggul bergantung pada tujuan budidaya. Upaya perbaikan mutu genetik untuk peningkatan produktivitas ternak kuda Sumba dapat dilakukan melalui program seleksi dan perkawinan silang. Pemilihan bibit tentu disesuaikan dengan tujuan dari masing-masing peternak, apakah untuk daging atau sebagai kuda pacu. Secara umum ciri bibit yang baik adalah berbadan sehat, tidak cacat, bulu bersih, dan mengkilat serta daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan karena itu lebih baik memilih calon induk lokal. Peternak melakukan seleksi untuk dijadikan bibit dilihat dari garis keturunan dan konformasi tubuh.
Kriteria bibit untuk djadikan kuda potong
dilihat dari performa yaitu pertambahan bobot badan.
Kriteria bibit untuk
dijadikan kuda pacu dipilih kuda yang memiliki postur badan yang proporsional, kaki panjang, pertulangan kuat, leher ramping, dan letak pusaran. Di Sumba, kuda sering dijadikan sebagai kuda pacu. Masyarakat di sana sangat gila akan pacuan sehingga dalam melakukan pemilihan bibit perlu diperhatikan agar kuda yang dijadikan sebagai kuda pacu dapat memenangkan acara pacuan tersebut. Sistem perkawinan dilakukan dengan cara kawin alam.
Alasan tidak
menggunakan inseminasi buatan karena semen cepat mati yang disebabkan suhu lingkungan Sumba Timur sangat panas dan terik. Selama proses perkawinan satu pejantan dapat mengawinkan 20-25 ekor betina. Proses perkawinan terjadi di padang savana sehingga dapat terjadi inbreeding karena peternak tidak memiliki
29 recording hanya menggunakan daya ingat peternak. Sistem perkawinan khusus kuda pacu dimasukan ke dalam kandang, karena pejantan dan betina yang digunakan yaitu kuda pilihan yang memiliki darah pacu.
Ilustrasi 5. Kuda Sumba Jantan
Ilustrasi 6. Kuda Sumba Betina
4.2.2 Perkandangan Ukuran kandang kuda biasanya 3 x 3,5 m tetapi di Sumba ukuran kandang beragam.
Kandang di Sumba kebanyakan dibuat seadanya saja yaitu hanya
30 menggunakan pembatas berupa kayu tanpa adanya naungan. Setiap bangunan kandang dilengkapi air bersih. Kandang jepit untuk pemeriksaan kuda terbuat dari kayu dengan panjang 167 cm, lebar 75 cm dan tinggi 215 cm. Tetapi ada juga dari peternak menyiapkan kandang seperti bangunan, tergantung dari setiap peternaknya itu sendiri. Pada sistem perkandangan di Sumba, jika kuda akan melahirkan menggunakan kandang yang agak tertutup. Biasanya kuda beranak pada malam hari atau menjelang pagi. Bagi kuda betina yang sedang menyusui, air minum sudah diperhatikan oleh peternak karena jika kekurangan maka air susu induk akan berkurang pula. Kandang untuk kuda betina dan anaknya tersedia cukup luas supaya anak-anak kuda dapat bergerak dengan bebas. Di Sumba, untuk menjaga keamanan dan keselamatan kuda, pagar umbaran dibuat dari kayu atau besi yang kuat dan tidak memakai kawat berduri. Pada areal umbaran diusahakan agar bebas dari benda-benda tajam atau keras yang dapat mengakibatkan kuda cedera dan pintu pagar harus selalu tertutup, kemudian untuk menahan tiupan angin kencang dan sekaligus sebagai tempat berteduh, di sekeliling pagar ditanami pohon pelindung.
Ilustrasi 7. Sistem Perkandangan Kuda Sumba
31
Ilustrasi 8. Sistem Perkandangan Kuda Sumba
Ilustrasi 9. Sistem Perkandangan Kuda Sumba
4.2.3 Pakan Kondisi Sumba Timur dengan padang savana yang luas membuat para peternak tidak sulit untuk memberi pakan ternak. Sistem pemeliharaan kuda dengan cara digembalakan, sehingga kuda dapat mencari pakan sendiri. Pakan berupa rumput yang terdapat di padang savanna biasa disebut dengan rumput mapu. Kondisi apapun baik musim panas dan musim hujan rumput mapu tetap melimpah walaupun pada musim panas rumput dalam bentuk kering kecoklatan.
32 Pakan tambahan berupa dedak pada musim panas diberikan agar nutrisi yang dibutuhkan tercukupi. Pakan yang diberikan untuk kuda pacu berbeda dengan pakan kuda pada umumnya. Peternak memberi pakan kuda pacu berupa gandum, jagung giling, dedak dan vitamin. Pakan tambahan diberikan peternak untuk meningkatkan stamina. Pakan tambahan yang diberikan seperti madu dan telur kampung atau telur puyuh atau telur bebek. Pakan diberikan sebanyak ± 5 Kg/ekor/hari. Konsumsi air diberikan secara addlibitum. Kuda yang sedang digembalakan akan mencari minum sendiri karena Sumba Timur memiliki banyak sumber air.
Ilustrasi 10. Padang Savana di Sumba
Ilustrasi 11. Padang Savana di Sumba
33 4.3
Deskripsi Data Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Kuda Sumba Dari data hasil penelitian mengenai bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh
kuda Sumba tersaji sebagai berikut : 4.3.1 Deskripsi Data Bobot Badan pada Kuda Sumba Berdasarkan data hasil penelitian mengenai penimbangan bobot badan yang dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Data Bobot Badan Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun Uraian
Hasil
Rata-rata (kg)
212,04
Ragam
689,64
Simpangan Baku (kg)
26,26
Koefisien Variasi (%)
12,38
Berdasarkan data di atas bobot badan kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun memiliki rata-rata bobot badan 212,04 ± 26,26 kg, hal tersebut sesuai dengan
Keputusan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
Nomor
426/Kpts/Sr.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun Kuda Sandel bahwa bobot badan kuda Sumba jantan mempunyai kisaran 209 ± 5,6 kg. Ragam sebesar 689,64 kg, simpangan baku sebesar 26,26 kg. Nilai koefisien variasi sebesar 12,38% menunjukkan bahwa data yang diamati yaitu kuda Sumba yang berada di lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara adalah seragam, sesuai dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa nilai koefisien
34 variasi di bawah 15% menunjukkan data yang diperoleh merupakan data yang seragam. Bobot badan suatu ternak sangat perlu untuk diketahui karena bertujuan untuk manajemen seperti untuk menentukan berapa banyak pakan yang harus diberikan, waktu ternak akan dikawinkan, waktu ternak akan dijual, dan untuk pemberian dosis obat atau vaksin yang akan diberikan pada ternak tersebut (Mc Nitt, 1983), selain itu bobot badan juga dapat menunjukkan keberhasilan dari suatu pemeliharaan dan pemberian pakan. Jika pemberian pakannya baik maka akan memberikan bobot badan yang baik pula. Dilihat dari rata-rata bobot badan kuda Sumba yang telah ditimbang, bobot badan yang dihasilkan sesuai dengan penetapan rumpun kuda Sumba dan beratnya tidak terlalu ringan bagi seekor ternak besar. Hal ini menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan kuda Sumba sudah cukup baik, walaupun keadaan di Sumba terik dan panas tetapi kondisi fisik dari kuda-kuda tersebut sangat baik.
4.3.2 Deskripsi Data Lingkar Dada pada Kuda Sumba Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengukuran lingkar dada yang dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada di lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 4.
35 Tabel 4. Data Lingkar Dada Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun Uraian
Hasil
Rata-rata (cm)
139,09
Ragam
28,07
Simpangan Baku (cm)
5,30
Koefisien Variasi (%)
3,81
Lingkar dada merupakan jarak yang diukur melingkar disekeliling rongga dada di belakang sendi bahu. Ukuran dada yang besar menunjukkan metabolisme tubuhnya baik karena dukungan dari sirkulasi darah yang bekerja secara optimal dibantu oleh organ jantung dan paru-paru yang berada pada rongga dada sehingga dapat membantu pertumbuhan otot, hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Ensminger (1991). Lingkar dada yang besar akan erat kaitannya dengan pertambahan otot-otot disekitar dada dan tentu saja pada bobot badan, dimana daerah badan akan semakin dalam dan meluas yang akhirnya bagian tersebut akan tertimbun oleh otot, daging maupun lemak.
Penimbunan otot ini akan
mempengaruhi perubahan badan akan semakin membesar dan bertambah berat (Dwiyanto, 1984). Berdasarkan data di atas lingkar dada kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun memiliki rata-rata lingkar dada 139,09 ± 5,30 cm, hal tersebut sesuai dengan
Keputusan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
Nomor
426/Kpts/Sr.120/3/2014 tentang Penetapan Rumpun Kuda Sandel bahwa lingkar dada kuda Sumba jantan mempunyai kisaran sebesar 138 ± 1,1 cm. Dari Tabel 4 dapat terlihat bahwa ragam dari lingkar dada sebesar 28,07 cm sedangkan simpangan baku sebesar 5,30 cm. Nilai koefisien variasi untuk lingkar dada pada
36 kuda Sumba berumur 4 – 7 tahun adalah sebesar 3,81% menunjukkan bahwa data yang diamati yaitu kuda Sumba yang berada di lapangan Rihi eti, Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur adalah seragam, sesuai dengan pernyataan Nasution (1992) bahwa nilai koefisien variasi dibawah 15% menunjukkan data yang diperoleh merupakan data yang seragam. Lingkar dada mempunyai nilai korelasi yang tinggi dengan bobot badan, oleh karena itu banyak para peneliti untuk menentukan bobot badan berdasarkan lingkar dada, semakin besar lingkar dada maka akan semakin besar pula berat seekor kuda. Koefisien korelasi antara lingkar dada dan panjang badan dengan bobot badan sangat tinggi dibandingkan dengan ukuran tubuh lainnya.
4.3.3 Deskripsi Data Panjang Badan pada Kuda Sumba Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengukuran panjang badan yang dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Panjang Badan Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun Uraian
Hasil
Rata-rata (cm)
119,98
Ragam
21,24
Simpangan Baku (cm)
4,61
Koefisien Variasi (%)
3,84
37 Panjang badan merupakan jarak garis miring antara titik bahu (point of shoulder) sampai bagian pangkal ekor (point of buttocks). Panjang badan adalah suatu ukuran yang penting bagi kuda. Panjang badan juga mempunyai korelasi yang tinggi dengan bobot badan, oleh karena itu panjang badan dijadikan variabel pelengkap setelah lingkar dada. Hal ini sesuai dengan pendapat Dwiyanto (1982) bahwa panjang badan dan lingkar dada adalah komponen tubuh ternak yang berkorelasi positif tinggi dengan memberikan nilai penyimpangan yang semakin kecil. Berdasarkan data di atas panjang badan kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun memiliki rata-rata panjang badan 119,98 ± 4,61 cm, ragam dari panjang badan sebesar 21,24 cm sedangkan simpangan baku sebesar 4,61 cm. Nilai koefisien variasi untuk panjang badan pada kuda Sumba berumur 4 – 7 tahun adalah sebesar 3,84. Hal ini menunjukkan bahwa kuda Sumba yang berada di lapangan Rihi eti, Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur adalah seragam, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) bahwa nilai koefisien variasi dibawah 15% menunjukkan data yang diperoleh merupakan data yang seragam. Panjang badan merupakan salah satu ukuran tubuh ternak yang dapat dipakai sebagai dasar pendugaan bobot badan ternak dan memiliki nilai korelasi tertinggi setelah lingkar dada dalam menentukan bobot badan ternak. Bertambahnya panjang badan diduga menyebabkan otot-otot yang menimbuni tulang ke arah panjang semakin meluas yang pada akhirnya akan menambah bobot badan (Manggung, 1979).
38 4.3.4 Deskripsi Data Bobot Badan pada Kuda Sumba dengan Menggunakan Rumus Lambourne Berdasarkan data hasil penelitian mengenai pengukuran lingkar dada dan panjang badan yang kemudian dihitung dengan menggunakan rumus Lambourne dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7 tahun yang berada lapangan Rihi eti, kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 6. Tabel 6. Data Bobot Badan Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun dengan Menggunakan Rumus Lambourne Uraian
Hasil
Rata-rata (kg)
214,89
Ragam
566,98
Simpangan Baku (kg)
23,81
Koefisien Variasi (%)
11,08
Berdasarkan data di atas bobot badan kuda Sumba jantan dengan menggunakan rumus Lambourne memiliki rata-rata sebesar 214,89 kg, ragam sebesar 566,98 kg, dan simpangan baku sebesar 23,81 kg. Dapat diketahui bahwa rataan dari bobot badan dugaan berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Lambourne pada kuda Sumba adalah 214,89 ± 23,81 kg. Koefisien variasi bobot badan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Lambourne pada kuda Sumba adalah sebesar 11,08% yang berarti bahwa bobot badan dugaan rumus Lambourne dapat dikatakan seragam karena memiliki koefisien variasi dibawah 15% (Nasution, 1992). Rumus Lambourne mempunyai kelebihan yaitu kedua variabel ukuran tubuh tersebut dapat saling mengkoreksi satu sama lain sehingga apabila
39 ditemukan ternak dengan lingkar dada yang sama tetapi bobot badannya berbeda maka panjang badan akan mengkoreksi bobot badan rumus, begitupun sebaliknya diprediksikan lebih akurat dan mempunyai penyimpangan kecil (Suwarno, 1958). 4.3.5 Penyimpangan Bobot Badan Kuda Sumba Menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Berdasarkan data hasil penelitian yang dilakukan terhadap 33 ekor kuda Sumba jantan berumur 4 – 7
tahun yang berada lapangan Rihi eti, kota
Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Data Penyimpangan Bobot Badan Kuda Sumba Jantan Berumur 4 – 7 Tahun Menggunakan Rumus Lambourne terhadap Bobot Badan Aktual Uraian
Hasil
Penyimpangan (kg)
10,23
Persentase Penyimpangan (%)
4,94
Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat diketahui bahwa nilai penyimpangan bobot badan dugaan berdasarkan rumus Lambourne sebesar 10,23 kg dengan persentase penyimpangannya sebesar 4,94%.
Hasil dari penyimpangan
menunjukkan bahwa rumus Lambourne memiliki penyimpangan yang kecil sehingga rumus ini dapat digunakan untuk menduga bobot badan kuda Sumba yang berada di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Penyimpangan pendugaan bobot badan umumnya berkisar antara 5% sampai 10% dari bobot badan sebenarnya (Williamson dan Payne, 1978), sedangkan
hasil
perhitungan
penyimpangan
pendugaan
bobot
badan
40 menggunakan rumus Lambourne pada kuda Sumba lebih kecil sehingga dapat dikatakan bahwa rumus Lambourne memiliki keakuratan yang lebih tinggi dalam menduga bobot badan ternak kuda. Hal ini dapat terjadi karena pada rumus Lambourne pengukuran yang digunakan adalah lingkar dada dan panjang badan. Pendugaan bobot badan
dengan rumus Lambourne
yang menggunakan dua
variabel yaitu lingkar dada dan panjang badan, lebih teliti bila dibandingkan dengan menggunakan satu variabel saja yaitu lingkar dada.
Sesuai dengan
pernyataan Dwiyanto (1982) bahwa panjang badan dan lingkar dada adalah komponen tubuh ternak yang berkorelasi positif tinggi dengan memberikan nilai penyimpangan yang semakin kecil. Rumus yang lebih akurat menaksir bobot badan domba Donggala adalah Lambourne (Malewa, 2009), sehingga selain rumus Lambourne dapat digunakan untuk ternak domba, rumus tersebut juga dapat digunakan dalam menduga bobot badan untuk kuda Sumba di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur karena simpangannya yang kecil.
Penggunaan rumus untuk
mengetahui bobot badan adalah sangat baik, karena harga timbangan digital terlalu mahal sehingga tidak mungkin para peternak atau pemilik kuda akan membeli timbangan yang akan digunakan untuk menimbang bobot badan.