VIIIIIMI ,, NOMER I, MARET 2004
Ml\1 ANG
Studi Kenyamanan Termal Pada Rumah Susun Menanggal, Surabaya Mufidah
503
Morfoiogi dan Tipologi Kota Trenggalek Rifan Handoko, dkk
511
Aspek Pertanahan Ruang Terbuka Hijau Kota A. Tutut Subadyo
517
Ziarah Arsitektural Masjid AI Haram, Mekah dan Masjid Nabawi, Madinah. Etikawati Triyosoputri W.
525
Arsitektur Kolonial Hindia Belanda dan Frank Lloyd Wright, Penjelajahan Desain Yang Belum Selesai Dina Poerwoningsih
535
Pola Perilaku Kebersamaan Di Rumah Susun, Surabaya Hasil Peremajaan Kawasan Kumuh Di Perkotaan Edi Subagijo
541
Ill I llJR lj
AN
PENGANTAR Pembaca budiman, Dalam pandangan filsafat, ruang adalah sesuatu yang bersifat abstrak. Oleh arsitektur ide tentang ruang ini kemudian difisikkan untuk tujuan tertentu lewat pembentukan pelingkup. Namun sebenarnya sebuah ruang baru bisa dikatakan fungsional ketika ruang tersebut telah digunakan atau ditempati. Dengan kata lain, tugas arsitektur yang paripurna adalah mewujudkan ide ruang menjadi tempat. Tempat bukanlah sekedar rongga yang kosong tetapi sebuah medan yang - meminjam istilah Foucault: penuh dengan aura spectral. Bicara pembentukan tempat bukan sekedar bicara tentang pelingkupnya, tetapi ditentukan juga oleh sejarah yang ditulis terhadapnya lewat event, ritus, pengalaman, dan tanda yang diterakan padanya dari waktu ke waktu Di dalam satu tempat bisa bertumpukan berbagai ruang dan kajian tentang arsitektur pun bisa berangkat dari berbagai titik. Konsep inilah yang mendasari keputusan kami selalu menyajikan artikel-artikel yang menunjukkan keanekaragaman sudut pandang dan cara melihat arsitektur. Dalam edisi ini tulisan-tulisan yang diangkat menyajikan pendalaman ruang arsitektur yang berangkat aspek fisik, sejarah, regulasi, dan perilaku penghuninya. Selamat membaca.
DAFTAR lSI
Halaman Daftar lsi Pengantar
... . . . . ........ ... ... ... ............ ......... ... ... ...... ............ ......... ......... ................ ....iii ... ... ........................ ... ......... ...... ............... ... .......... ... ... ......... .... iv
Studi Kenyamanan Termal Pada Rumah Susun Menanggal, Surabaya ................ .......... ..503 Mufidah Morfologi Dan Tipologi Kota Trenggalek ............ ... ...... ............ ................... ... .... ...... ....511 Rifan Handoko Aspek Pertanahan Ruang Terbuka Hijau Kota ......... . .......... ............. ...... ... ..................517 A. Tutut Subadyo Ziarah Arsitektur Di Masjid AI Haram, Mekah Dan Masjid Nabawi, Madinah .. . ... . ......... .....525 Etikawati Triyosoputri W. Arsitektur Kolonial Hindia Belanda Dan Frank Lloyd Wright, Penjelajahan Desain Yang Belum Selesai .....:... ... ... ......... ....... .. ...... .... ......... ........ . ....535 Dina Poerwoningsih Pola Perilaku Kebersamaan Di Rumah Susun, Surabaya Hasil Peremajaan Kawasan Kumuh Di.Perkotaan ..... .... ... ....... . . .................... ...... ........541 EdiSubagijo
MINTAKAT Jurnal Arsitektur Adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan sekali tiap semester (dua kali setahun) oleh Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang. Dimaksudkan sebagai media informasi dan forum kajian masalah Arsitektur. Berisi tentang tulisan ilmiah, ringkasan hasil penelitian, pembahasan kepustakaan, dan gagasan kritis yang orisinil. Redaksi mengundang para ahli, praktisi dan siapa saja yang berminat untuk menyumbang tulisan, yang belum pernah diterbitkan dalam media cetak lain.
Penanggung Jawab
: Agus Zulkarnaen Arief
(Sains dan Struktur Bangunan)
Pimpinan Redaksi Redaksi Pelaksana
: Rosalia Niniek Srilestari : Philippus Agus Sukandar Pindo Tutuko
(Sains dan Teknologi Bangunan) (Teori, Metode & Kritik Arsitektur) (Permukiman dan Lingkungan)
Redaksi Ahli
: Bianpoen A.Tutut Subadyo Respati Wikantiyoso Soewondo Bismo Soetedjo
(Manajemen Perkotaan) (Studi dan Tata Lingkungan) (Perancangan Kota) (Perancangan Arsitektur)
Pelaksana Teknis Tata Usaha dan Administrasi Penerbit
: Joko Triano : Puji Lestari : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang
ISSN Alamat Redaksi
: 1411-7193 : Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang Jl. Puncak Jaya No. 36 Malang-65146 Telp./ Fax. 0341-584293 e-mail :
[email protected]
Terbit pada bulan
: Maret dan September
• Artikel yang dikirim kepada redaksi, memenuhi ketentuan Penulisan Artikel yang tercantum dalam halaman akhir Jurnal • Dewan Redaksi berhak menyunting, sepanjang tidak mengubah isi dan maksud dari tulisan • Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun, termasuk fotokopi, tanpa ijin tertulis dari penerbit
MORFOLOGI DAN TIPOLOGI KOTA TRENGGALEK Rifan Handoko· ABSTRAK Perkembangan kota Trenggalek yang dikaji dengan tinjauan historis dari studi morfologi dan tipologi dikelompokkan ke dalam kawasan pemerintahan, kawasan perdagangan dan kawasan permukiman. Pusat pemerintahan pertama kali dibentuk pada abad 18 sebagai daerah kekuasaan Mataram dan terletak di Surodakan yang berupa kadipaten. Pada pemerintahan kolonial Belanda banyak penambahan di sekitar alun-alun untuk fungsi dan kadipaten menjadi kota kawedanan dari kabupaten Tulungagung. Pada masa kemerdekaan terjadi perluasan alun-alun yang memotong sumbu jalan utama dan perubahan fungsi. Kawasan permukiman berciri tradisional dengan penggunaan toponim Jawa seperti Pandean, Dabangsan, Sasoetan, Tamertan, Jambangan, Ngantru, Ngemplak dan Sawahan. Pada masa pemerintahan kolonial Belanda dilakukan pembagian menurut tingkatan masyarakatnya yaitu : permukiman bangsawan dan pemerintah, permukiman Belanda, permukiman kaum Cina dan terakhir permukiman pribumi. Saat ini hal tersebut tidak tampak lagi karena dibumihanguskannya pusat kota pada tahun 1949 dan minoritasnya penduduk Cina. Kawasan perdagangan dimulai dengan pasar tradisional yaitu Pasar Pon yang terletak di jalan Panglima Sudirman kelurahan Sumbergedong. Kegiatan perdagangan ini juga diwarnai oleh kedatangan etnis Cina yang bermukim disekitar Pasar Pon. Sampai saat ini perekonomian kota relatif lambat dan cenderung tertarik ke arah Tulungagung. Kata kunci : morfologi kota, tipologi kota, Trenggalek
Sejarah umum kota-kota di Indonesia dalam masa pembentukannya dibagi menjadi 3 jenis yaitu kota tradisional, kota kolonial dan kota baru. Untuk mengetahui unsur pembentuk, karakter visual arsitektur dan tata ruang kawasan serta keterpengaruhan kawasan studi dengan keseluruhan konteks perkembangan kota Trenggalek, dilakukan pengamatan secara langsung (field study). Untuk mendapatkan kerangka teori yang berkaitan
dengan perkembangan kawasan serta literatur yang berhubungan dengan perkembangan sejarah Kota Trenggalek maka dilakukan studi literatur (desk study). Disamping itu dilakukan juga wawancara dengan beberapa nara sumber yang dipandang mengetahui perkembangan (baik fisik maupun latar belakang yang mempengaruhinya), sifat nara sumber ini adalah tidak terstruktur dengan nara sumber terpilih. Data-data yang ada kemudian
* Rifan Handoko, ST adalah alumni Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang,
praktisi dan pengamat
511
512
MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 5 Nomer 1, Maret 2004
distrukturkan untuk dianalisa secara teknik overlay super impose, yaitu dengan membandingkan perkembangan fungsi lahan dan peta-peta yang berhubungan dengan kawasan penelitian. Proses pembahasan dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama menelusuri susunan unsurunsur fisik pembentuk kota Trenggalek dalam pengaruh kerajaan, masa kolonial dan masa kemerdekaan, tahap kedua untuk mengkaji unsur-unsur kota peninggalan sejarah dalam konstelasi kehidupan sekarang, dilakukan dengan gambaran beberapa kasus yang meliputi kehidupan masyarakat, aktifitasnya, dan keterkaitan (interrelasi) dengan unsur kota yang lain.
KAWASAN PUSAT PEMERINTAHAN Unsur-unsur pusat pemerintahan di kota Trenggalek tidak terlalu banyak berkembang daripada kota-kota lainnya, hal ini dipengaruhi oleh pasang surutnya pusat administrasl wilayah kekuasaan politik yang silih berganti dalam waktu yang cukup lama. Dilihat dari kedudukan kotanya peta budaya kota-kota dipulau Jawa, kota Trenggalek banyak mendapat pengaruh dari kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Jawa Tengah, dikarenakan penguasa-penguasa pertama di Trenggalek berasal dari daerah kekuasaan kerajaan Kartasura pada abad XVIII. Pada tahun 1830 setelah perang Diponegoro selesai daerah Trenggalek langsung menjadi milik Belanda, tetapi susunan tata pemerintahannya tidak terlampau berbeda dengan daerah-daerah wilayah kerajaan Mataram Islam yang lain. Pemerintahan Belanda mulai menempatkan bangunan-bangunan dan
unsur-unsur kekuasaannya di sekitar alunalun untuk mengawasi pemerintahan di kota Trenggalek, dan menjadikan kota Trenggalek sebagai kota Kawedanan den Karesidenan Kedin, tetapi tahun 1935 wilayah Trenggalek di bagi dua, sebagian masuk daerah Kabupaten Pacitan dan sebagiannya masuk dalam wilayah Kabupaten Tulungagung, sehingga pada waktu itu kota Trenggalek kurang mendapat perhatian dalam perkembangannya. Jika dilihat secara menyeluruh pusat kota Trenggalek terbelah oleh poros jalan Utara -Selatan, sehingga pusat kota seperti terbagi dua, bagian Barat dan bagian Timur. Tetapi kondisi ini menunjukkan kejelasan adanya penghayatan dan keyakinan akan orientasi arah mata angin dalam tradisi Jawa. Poros jalan ini juga mempengaruhi dalam pembentukan alun-alun, karena jalan disekeliling alun-alun yang dikembangkan oleh Belanda tidak tegak lurus dengan poros jalan utama sehingga orientasi bangunan yang menghadap alun-alun tidak tepat pada keempat arah mata angin (mancapat) atau terjadinya pengeseran. Di tengah alun-alun terdapat juga pohon beringin yang rnenjadi poros antara Masjid dan Pendopo. Pada konsep pusat dunia dalam pembentukan kota-kota di pulau Jawa diyakini bahwa pohon beringin tersebut (Beringin Kurung) merupakan sumber kekuatan karena merupakan pertemuan dan empat arah mata angin, tetapi beringin kurung yang ada di alun-alun kota Trenggalek jika ditarik garis lurus dari arah Barat - Timur dan Utara Selatan tidak tepat berada ditengah melainkan bergeser sedikit dari arah Utara Selatan kearah Barat sehingga beringin ini hanyalah titik temu antara masjid dan
Rifan Handoko, Morfo/ogi dan Tipologi Kota Trengga/ek
pendopo yang merupakan pengembangan sistem simbolik berkategori dua yaitu arah Utara - Selatan menjadi sistem simbolik ·berkategori tiga yaitu pendopo-beringinmasjid. Pembaharuan pusat kota dilakukan setelah masa kemerdekaan, tepatnya dimulai tahun 1968 oleh Bupati Soetran. Pelebaran alun-alun ke arah Timur yang memotong jalan utama (Utara- Selatan) dan pembangunan Pendopo serta kompleks rumah bupati. Pendopo kabupaten 1n1 dibangun pada tahun 1968 yang berlokasi di sebelah Timur alun-alun dan merupakan pembaharuan dari bangunan lama yang dibumihanguskan oleh Belanda. Bangunan lainnya yang turut mengisi struktur alun-alun adalah kantor Pemerintah Daerah yang merupakan pusat kegiatan dan administrasi daerah. Bangunan pemenintahan ini merupakan pengembangan dari bangunan lama karena kebutuhan ruang yang semakin bertambah. Lokasi bangunannya terletak di sebelah Utara alun-alun. Bentuk keseluruhan dari bangunan ini adalah bentuk persegi empat dengan penampilan tampak depan, samping dan belakang simetris. Pada bagian tengah bangunan terdapat courtyard, sehingga ruang-ruang yang ada didalam bangunan berorientasi pada taman di tengah-tengah bangunan. Pengaruh arsitektur Modern yaitu penggunaan tiang serta balok beton dan iklim tropis dan penggunaan bentuk atap yang banyak mendominasi elemen-elemen dari bentuk bangunan ini. Kantor sosial politik yang terletak di sebelah Barat alun-alun ini, pada masa pemerintahan Belanda merupakan rumah
513
tinggal yang ditempati oleh seorang Wedana Guru, Bangunan 1n1 merupakan satusatunya bangunan selain kantor telepon yang tidak hancur ketika Belanda membumihanguskan pusat kota. Baru pada masa kemerdekaan bangunan ini dijadikan kantor Sosial Politik. Sebagai bangunan bersejarah yang terletak di kawasan alunalun Kantor Pos juga mengalami perubahan fungsi. Fungsi awal dari kantor pos adalah sebuah rumah tinggal orang Belanda. Bangunan kantor pos ini dibangun setelah masa kemerdekaan, lokasinya terletak disebelah Barat alun-alun. Bangunan kantor pos 1n1 rnerupakan bangunan dengan bentuk denah persegi panjang dengan atap pelana, tampilan bangunan sederhana dengan sedikit bukaan pada beberapa sisinya, merupakan pengaruh dari arsitektur modern yang disesuaikan dengan iklim tropis.
KAWASANPERDAGANGAN Pasar kota Trenggalek yang oleh masyarakat kota Trenggalek dikenal dengan nama pasar "Pon". Hal ini dikarenakan pada jaman dulu pasar di Trenggalek hanya diselenggarakan sekali dalam lima hari Jawa yaitu setiap hari Pon. Pasar Pon ini terletak pada kawasan pemukiman tepatnya pada lapisan ketiga, karena pasar dipandang sebagai kegiatan periodik yang tidak bersangkut-paut dengan konsep kekuasaan secara langsung. Karena hal diatss pasar juga tidak akan diletakkan di alun-alun (lapisan pertama). Pasar akan menjadi pusat kegiatan diluar alun-alun dan masuk dalam kegiatan marga yang menyebabkan kehidupan dunya bisa berlangsung.
8
MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 5 Nomer 1, Maret 2004
Pasar/ peken Pon awalnya hanya diselenggarakan sekali dalam lima hari Jawa yaitu pada hari Pon, sedangkan empat han lainnya diselenggarakan oleh empat daerah lain yang terhimpun dalam satu struktur mancapat dengan kota Trenggalek. Penentuan hari penyelenggaraan pasar dengan bermusyawarah antara lima daerah dalam satu struktur mancapat, sehingga tidak akan terjadi penyelenggaraan pasar secara bersamaan. Pada hari pasaran daerah penyelenggara akan rnenjadi pus tl puser kegiatan bagi empat daerah lam. Seiring dengan bertambahnya tuntutan kebutuhan dan perkembangan jaman, kegiatan pasar Pon di kota Trenggalk yang tadinya hanya diselenggarakan. se.kali dalam lima hari Jawa berubah menJadl keg1atan rutin yang diselenggarakan setiap hari. Hal ini membuat kehidupan masyarakat Trenggalek terlihat lebih hidup dan berkembang ditambah dengan datangnya pengaruh pedagang Cina yang membe tuk suatu perkampungan Cina pada lap1san kedua disepanjang jalan utama poros Utara - Selatan. Melihat bertambah tahun pasar Pon semakin berkembang, dengan kecenderungan arah perkembangannya menuju poros jalan utama Utara - Selatan (kearah Tulungagung), maka unt k mengurangi konsentrasi kegiatan kesatu t1t1k simpul dibangun pasar subuh di Ngares, pasar sore dan pasar sepeda di Surodakan. Hal m1 dimaksudkan juga untuk mengimbangi arah perkembangan kota yang cenderung mengarah ke Tulungagung, juga untuk terwujudnya k g1 ta perdagangan yang sifatnya spes1alisas1
yang mampu memenuhi kebutuhan seluruh kota. Pasar subuh, pasar sore, serta pasar sepeda dengan adanya klasifikasi perdagangan yang terpusat dan tersebar, dimana kegiatan perdagangan yang terpusat sudah termasuk pada komponenkomponen pusat kota, maka dijadikan sebagai pasar retail trade (perdagangan eceren). Retail trade dikembangkan pad daerah-daerah yang sudah mempunya1 simpul-simpul kegiatan di daerah tersebut. Kegiatan perdagangan retail trade akan rnerupakan pusat-pusat (pengelompokan) untuk daerah pelayanan, dalam hal ini juga terdiri dari dua macam pengelompokan yang berfungsi sebagai sub pusat perdagangan yang mempunyai wilayah pelayanan terhadap beberapa lingkungan perumahan, sedangkan yang kedua akan berfungsi khusus untuk melayani satu lingkungan permukiman (dalam hal ini adalah pasar sore).
KAWASAN PERMUKIMAN Permukirnan sebagai salah satu faktor penting dalam elemen pembentuk bagian suatu kota, memberikan peranan yang sangat vital bagi perkembangan dan perturnbuhan suatu kota, hal ini sangat erat kaitannya dengan sistem kehidupan masyarakat dalam bentuk sosial budayanya. Untuk kasus kota Trenggalek, Islam masuk pada abad XVI dengan Menak Sopal sebagai pensiar ajaran Islam. Pada masa 1tu dibuat untuk pertama kalinya sistem pengairan di sungai Bagong atau lebih dikenal dengan nama Dam Bagong. Sejak saat itu aliran air dari Dam Begong mengairi
Rifan Handoko, Morfologi dan Tipologi Kota Trenggalek
sawah-sawah di kota Trenggalek sehingga dengan lancarnya sistem pengairan membuat daerah permukiman menyebar luas ke seluruh pelosok kota. Dalam perkembangan selanjutnya timbullah permukiman-permukiman di sekitar pusat kota yang sesuai dengan karakternya masing-masing berupa toponimtoponim Jawa seperti, Pandean (Wilayah pandai besi, Dabangsan (Wilayah para Bangsawan), Sasoetan, Tamertan, Djambangan, Ngemplak, Ngantroe, Sawahan dan Kauman (Wilayah kaum Arab dan Muslim), serta kampung Cina (Wilayah etnis Cina) yang merupakan bentukan Belanda. Keberadaan pusat pemerintahan dan tempat ibadah menjadi pembangkit permukirnan di wilayah Dabangsan (pada tahun 1918) atau wilayah Surodakan (peta tahun 1944). Pacer, terminal colt dan stasiun kereta api merupakan pembangkit permukiman di wilayah Djambangan (peta tahun 1918) atau Sumbergedong (peta tahun 1944) pada perkembangan lebih lanjut wilayah ini rnenjadi permukiman terpadat di kota Trenggalek. Pada tahun 1990-an di bangun terminal bis yang memperlebar sisi Timur kota sehingga akan memperluas wilayah Sumbergedong. Sejak tahun 1931 ketika stasiun kereta api di wilayah tersebut ditutup oleh Belanda, maka daerah tersebut mengalami perubahan fungsi menjadi perumahan rakyat dengan bentuk single dan kopel yaitu bangunan rumah tinggal tunggal dan ganda dengan halaman yang cukup luas yang menunjukkan ruang antara bangunan tempat tinggal yang lain. Perumahan rakyat
515
tersebut menggunakan pola grid yang memang banyak dikembangkan oleh bangsa Belanda pada saat itu. Pada saat Belanda berkuasa permukiman penduduk dibagi empat lapisan, yaitu: 1. Lapisan pertama, pusat pemerintahan, sekolah, tempat ibadah, dan permukiman bangsawan. 2. Lapisan kedua, permukiman Belanda dan Eropa. 3. Lapisan ketiga, Kauman dan kampung Cina. 4. Lapisan keempat, permukiman peribumi yang menyebar diantara lapisan yang lain. Pembagian ini merupakan hasil kebijaksanaan pemerintahan kolonial Belanda dalam politik pemisahan etnik Eropa, Asia dan Pribumi dengan memetakan kawasan tinggal kota dengan dasar segregasi etnik seperti di atas.
SIMPULAN Pembentukan kota Trenggalek dipengaruhi oleh tiga kerajaan di Jawa yang menghasilkan bentukan-bentukan fisik tradisional kotanya. Ketiga kerajaan itu adalah: 1. Kerajaan Majapahit, sebagai ciri adalah; adanya poros jalan utama Utara Selatan yang · merupakan perwujudan dan sistem simbolik berkategori dua. 2. Kerajaan Pajang, sebagai ciri adalah adanya masjid, pasar dan Dam Bagong (sistem pengairan). 3. Kerajaan Mataram Islam, sebagai ciri adalah, sistem pemerintahannya dengan adanya pendopo dan kompleks rumah
10
MINTAKAT Jurnal Arsitektur, Volume 5 Nomer 1, Maret 2004
bupati. Pada masa 1n1 juga dikembangkan klasifikasi sistem simbolik berkategori tiga yaitu poros Batat - Timur dengan Beringin Kurung ditengahnya. Tetapi terlepas dari ketiga faktor tercebut, pengaruh yang cukup berarti dalam perubahan kota adalah hadirnya pemerintahan kolonial Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda rnempunyai konsep yang berbeda dalam menata kota tempat tinggalnya. Konsep Belanda dalam menata unsur-unsur kota, hanya bermakna fungsional semata. Hal tersebut tertuang dalam penyusunan ruang kota dengan beberapa lapisan sesuai pada tingkatan masyarakat kotanya, seperti: kaum bangsawan, orang Belanda dan Eropa, etnis Cina dan Arab, serta masyarakat pribumi. Perkembangan unsur-unsur baru berupa fasilitas kota bermakna fungsional (materiil). Unsur-unsur baru tersebut berkembang di luar lingkungan pusat pemerintahan (Pendopo Kabupaten-Masjid). Hal 1n1 menunjukkan bahwa lingkungan tersebut masih kuat dengan nilai-nilai kebudayaannya. Atas dasar pengamatan pertumbuhan dan perkembangan secara visual, sasaran pertumbuhan sebagai suatu sistem wilayah belum didukung oleh keseimbangan pertumbuhan kegiatan di setiap unsur kotanya. Dalam hubungan ini masalah pokok yang perlu diusahakan penyelesaiannya adalah meningkatkan keterkaitan antara unsur kegiatan kota disesuaikan dalam struktur tata ruang wilayah. Dan segi kedudukan lokasional, Kota Trenggalek mempunyai kesempatan
untuk memanfaatkan keuntungankeuntungan lokasi untuk pertumbuhan dan perkembangannya dimasa mendatang. Keuntungan di bidang perdagangan (koleksi dan distribusi) terutama akibat tingkat kemudahan lokasi kota terhadap kota-kota disekitarnya.
DAFTAR RUJUKAN Budiharjo, Eko, 1994. Percikan Masalah Arsitektur Permukiman dan Perkotaan, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Eryudhawan, Bambang, 1995. Arsitek Muda Indonesia dalam Kotakkatik Kota Kita, Pengantar Gunawan T., Percetakan Subur, Jakarta, Honggowidjaja, S. P., 1994. Jati Diri Arsitektur Indonesia, Sebuah Sumbangan Arsitektur Kolonial, dikutip dari Jurnal Arsitektur dan Bahan Bangunan, Penerbit CV. Ardjun, Surabaya. Junianto, 1995. Kajian Morlologi Kota Surakarta, Berdasarkan Tinjauan Makna Unsur-unsur Kota Peninggalan Kerajaan Mataram, Tesis Program Pasca Sarjana S-2 Arsitektur, UGM, tidak dipublikasikan. Majalah
Liberty, 1994. Kabupaten Trenggalek Jwalita Praja Karana, edisi 1 - 10 Maret.
Mangunwijaya, Y.B., 1992. Wastu Citra, Penerbit P.T. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.