KENYAMANAN TERMAL PENGGUNA RUANG TUNGGU DI STASIUN JAKARTA KOTA Jermias Sarmento dan Tri Harso Karyono Program Studi Arsitektur, Universitas Mercu Buana, Jakarta-Indonesia e-mail:
[email protected]
ABSTRACT The research aims to determine a thermal comfort of users in a waiting room at the Jakarta Kota Station, the type of research is using a quantitative method which intends to determine the thermal comfort of users in a waiting room. instrument of the reseach is using thermometer, hygrometer, anemometer, a questionnaire. Data analysis was done after the data obtained from the instruments above, then from the data calculating that what a temperature someone feel comfortable, uncomfortable and very comfortable, then the factors that affect thermal comfort thermal sensation of someone makes a person become different result,it's indicate that the thermal sensation of thermal comfort refers to the metabolic rate can be assessed by variables that include activities, resistance clothing, air temperature, air humidity measurements. Based estimator predicts that the average temperature in Jakarta Kota station waiting room hot and the lowest temperature at the Jakarta Kota Station in the morning is warm . thermal comfort at the time of the reseach it was 20% of the 150 respondents who feel comfortable and 80% of 150 respondents who feel that the Jakarta Kota Station hot it means that the temperature of the Jakarta Kota Station waiting room is uncomfotable. Key Words: Thermal Comfort, Temperature, Jakarta Kota Station Waiting Room.
ABSTRAK Penelitian yang bertujuan mengetahui kenyamanan termal para pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota,Jenis penelitian ini kuantitatif yang bermaksud mengetahui kenyamanan termal pengguna ruang tunggu. Alat yang digunakan adalah termometer, hygrometer, anemometer, kuisioner. Analisa data dilakukan setelah data didapat dari alat-alat diatas,kemudian dari data tersebut dihitung pada suhu berapakah seseorang akan merasa nyaman, tidak nyaman dan sangat nyaman,kemudian faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal seseorang membuat sensasi termal seseorang menjadi berbedabeda,Hasilnya menunjukkan bahwa sensasi termal kenyamanan termal mengacu pada tingkat metabolisme yang dapat dinilai dengan variabel yang meliputi kegiatan, ketahanan pakaian, suhu udara, kelembaban udara.adapun Berdasarkan pengukuran estimator memprediksi bahwa suhu rata-rata pada ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota panas dan suhu terendah pada Stasiun kota yaitu pada pagi hari hangat. Kenyamanan termal pada saat penelitian adalah 20% dari 150 responden yang merasa nyaman dan 80% dari 150 responden di ruang tunggu Stasiun Jakarta kota yang merasa Panas artinya suhu dalam ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota tidak nyaman. Kata Kunci : Kenyaman Termal, Suhu, Ruang Tunggu Stasiun Jakarta Kota.
1 LATAR BELAKANG Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian masyarakat pada masalah kenyamanan termal penghuni bangunan telah menghasilkan banyak studi termal pada berbagai jenis bangunan. Penelitian dilakukan di berbagai negara dengan kondisi iklim yang berbeda-beda, diantaranya studi tentang sistem ventilasi yang dilakukan oleh Lazzerini dkk. (1991); Warden (2004); Howell et al. (2004), Manz dan Frank (2005); Kunzel et al. (2005); Nugroho (2006); Roonak et al. (2009). Ada banyak studi tentang berbagai cara untuk mengevaluasi kenyamanan termal untuk mengetahui apakah lingkungan termal cocok untuk hidup nyaman. Kriteria desain tertentu untuk kenyamanan termal telah mempengaruhi desain bangunan dan sistem kontrol atau tindakan adaptif sebagaimana dalam penelitian Brager dan Dear (2000); ASHRAE (2004). ASHRAE 55 dan ISO 7730 (ISO 1994) dapat mengidentifikasi pengukuran fisik dan memverifikasi variabel termal dalam jangkauan kenyamanan seperti parameter termal dalam ruangan. Menurut Lee dan Chang (2000), pada umumnya lebih dari 90% orang lebih banyak beraktivitas di dalam sebuah ruangan. Kenyamanan di dalam sebuah ruangan akan bisa di atasi dengan upaya menyelidiki kecepatan udara di dalam rungan sehingga bisa mengatur kecepatan udara dalam ruangan sesuai dengan tingkat kenyamanan pengguna ruang pada umumnya (Gosselin dan Chen, 2008). Menurut Fanger (1982), kenyamanan termal mengacu pada tingkat metabolisme yang dapat dinilai dengan variabel yang meliputi kegiatan, ketahanan pakaian, suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan aliran udara, dan intensitas cahaya. Dua kelompok variabel yaitu (1) fisiologis pribadi meliputi kegiatan/aktivitas dan tahanan panas pakaian, dan 2) variabel iklim yang meliputi suhu udara, kecepatan udara, kelembaban relatif dan suhu radiasi membantu untuk mendefinisikan harapan kenyamanan termal (Humphreys & Nicol, 2002).
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kenyamanan Termal Kenyamanan termal merupakan salah satu unsur kenyamanan yang sangat penting, karena menyangkut kondisi suhu ruangan yang nyaman. Seperti diketahui, manusia merasakan panas atau dingin merupakan wujud dari sensor perasa pada kulit terhadap stimuli suhu di sekitarnya. Sensor perasa berperan menyampaikan informasi rangsangan kepada otak, dimana otak akan memberikan perintah kepada bagian-bagian tubuh tertentu agar melakukan antisipasi untuk mempertahankan suhu sekitar 37ºC. Hal ini diperlukan organ tubuh agar dapat menjalankan fungsinya secara baik. Dalam kaitannya dengan bangunan, kenyamanan didefinisikan sebagai suatu kondisi tertentu yang dapat memberikan sensasi yang menyenangkan bagi pengguna bangunan. Manusia dikatakan nyaman secara termal ketika ia tidak dapat meyatakan apakah ia menghendaki perubahan suhu yang lebih panas atau lebih dingin dalam suatu ruangan. Sementara itu, Standard Amerika (ASHRAE 55-1992) mendefinisikan kenyamanan termal sebagai perasaan dalam pikiran manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termalnya. Dalam standard ini juga disyaratkan bahwa suatu kondisi dinyatakan nyaman apabila tidak kurang dari 90 persen responden yang diukur menyatakan nyaman secara termal. 2.2 Beberapa Pendekatan Kenyamanan Termal Penelitian yang berkaitan dengan kenyamanan termal umumnya menggunakan variabel sebagai berikut: 1) Variabel personal meliputi variabel: Rate metabolisme yang diwujudkan dalam variabel aktivitas; dan Rate insulasi pakaian yang diwujudkan dalam variabel cara berpakaian; 2) Variabel iklim ruang meliputi: Suhu udara; Suhu radiasi rata-rata; Kelembaban; Pergerakan udara atau kecepatan angin. Berdasarkan hal tersebut, maka pemaknaan tentang kualitas kenyamanan termal akan berkaitan dengan empat variabel tersebut.
2.3 Kenyamanan Termal di Wilayah yang Beriklim Tropis Lembab Wilayah yang mempunyai iklim tropis lembab umumnya ditandai dengan suhu udara tinggi dan kelembaban udara yang relatif tinggi pula. Indonesia, Malaysia dan Singapura merupakan bagian negara yang beriklim tropis lembab, dengan posisi antara 1 sampai 11º Lintang Utara. Suhu rata-rata tahunan mencapai 26 - 27º C dan suhu siang hari tertinggi mencapai 34º C sedangkan kelembaban relatif antara 70 – 90 % (Sabarinah dan Ahmad, 2006. Sementara itu di Indonesia pada daerah-daerah tertentu (Surabaya-Indonesia misalnya) suhu udara maksimal dapat mencapai 36,4º C dengan kelembaban mencapai 85 % (Wijaya, 2007). 2.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kenyaman Termal 2.4.1 Faktor-Faktor Iklim Yang Berpengaruh Terhadap Kenyamanan Termal 2.4.1.1 Suhu Udara/Suhu Tabung Kering (Dry Bulb Temperature, DBT)
Suhu udara merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kondisi nyaman (termal) manusia. Lanjut Hoppe (1988), memperihatkan bahwa suhu manusia (yang dijadikan samper percobaan) naik ketika suhu ruang (dimana manusia ini berada) dinaikkan hingga sekitar 21°C. Kenaikan lebih lanjut pada suhu ruang tidak menyebabkan suhu kulit naik, namun menyebabkan kulit berkeringat. 2.4.1.2 Kelembaban Udara Relative (Relative Humidity, RH)
Secara umum pengaruh kelembaban terhadap iklim ruang (dalam bangunan) tidaklah sebesar pengaruh suhu udara (Ta), atau suhu radiasi rata–rata (Tmrt). Pada kondisi dimana Ta = Tmrt = 20°C dan kecepatan angin, Va = 0.05 m/s, kenaikkan RH dari 30% hingga sekitar 75% hanya akan meningkatkan suhu rata-rata kulit (Tsk), sebesar 1°C. Pada kondisi nyata, manusia dari daerah beriklim kering kemungkinan besar akan menderita apabila berkunjung ke daerah beriklim lembab. 2.4.1.3 Kecepatan Udara (Angin)
Pengaruh kecepatan angin pada kenyamanan termal berbeda jika kita bandingkan dengan faktor-faktor iklim lain yang sudah diuraikan diatas. Semakin besar nilai kecepatan angin (udara) akan berpengaruh terhadap semakin rendahnya suhu kulit rata-rata (Tsk). Ketika kecepatan udara meningkat dari 0,00 m/s menjadi 0,002 m/s, nilai T sk akan turun sekitar 2°C. Meskipun demikian, hal ini hanya berlaku pada lingkungan dimana suhu udara berada dibawah suhu kulit. Jika suhu udara lebih tinggi dibanding suhu kulit, efek dari aliran udara akan sama dengan faktor-faktor iklim yang lain, dimana peningkatan kecepatan angin akan menaikkan suhu kulit. 2.4.2 Faktor–Faktor Individu yang Berpengaruh Terhadap Kenyamanan Termal 2.4.2.1 Jenis aktifitas/laju metabolisme (Metabolic Rate)
Jenis aktifitas berpengaruh pada laju metabolisme tubuh manusia. Laju metabolisme pada tubuh manusia bervariasi tergantung dari jenis aktifitas yang dilakukannya. Laju metabolisme dinyatakan dalam satuan ‘met’ (metabolic rate atau laju metabolisme), yang didefinisikan sebagai laju metabolisme tubuh per satuan luas tubuh manusia dalam keadaan 2 istirahat (duduk dan diam); 1 met setara dengan 50 kcal/h.m 2.4.3 Jenis/Tahanan Panas Pakaian (Clothing Insulation, clo) Jenis pakaian yang dikenakan oleh seseorang akan berpengaruh pada pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan di sekitarnya, sehingga akan menentukan tingkat kenyamanan dari orang yang bersangkutan. Karena panas yang ditimbulkan tubuh harus dibuang ke lingkungan di sekitarnya dalam rangka mempertahankan suhu tubuh agar tetap konstan pada sekitar 37°C, pakaian yang dikenakan oleh seseorang akan menghambat pelepasan panas dari tubuh ke lingkungan di sekitarnya.
2.5 Pengukuran Tingkat Kenyamanan Termal Salah satu persoalan yang perlu dipecahkan dalam ilmu kenyamanan termal adalah bagaimana ’kenyamanan’ dapat diukur secara kuantitatif. Bagaimana menyatakan kaitan antara sensasi termal manusia terhadap stimuli termal dari lingkungan sekitarnya. Bagaimana memperlihatkan atau membedakan bahwa ruang A lebih nyaman secara termal dibanding ruang B misalnya. Ada dua persoalan penting yang perlu digaris bawahi: pertama, bagaimana ‘menyatakan’ sensai yang dirasakan oleh manusia terhadap lingkungan termalnya melalui ukuran atau satuan yang dapat dinyatakan secara kuantitatif, kedua, bagaimana mengukur variabel-variabel yang dapat mewakili sensasi termal untuk kemudian dapat digabungkan menjadi satu nilai yang dapat mewakili secara menyeluruh kondisi lingkungan termal (atau ruang) tertentu. 2.5.1 Sensasi Termal (Suhu) Sensasi muncul sebagai suatu reaksi dri stimuli. Manusia merasakan sensai termal, misalnya panas atau dingin, merupakan suatu bentuk reaksi terhadap stimuli termal lingkungan atau udara di sekitar tubuhnya.Sensasi yang dirasakan seseorang tidak dapat diperkirakan atau diprediksi secara sederhana akibat stimuli dari suhu udara atau faktor iklim yang lain eperti halnya kelembaban dan kecepatan angin. McIntyre (1980), menyatakan bahwa hampir tidak mungkin untuk memprediksi sensasi termal secara akurat meskipun kita mengandaikan bahwa seluruh informasi atau variabel yang berpengaruh terhadap sensasi ini tersedia. Untuk dapat memahami secara kuantitatif, secara termal manusia terhadap stimuli yang diterimanya seperti halnya terhadap faktor iklim (suhu udara, lembaban, dsb.), sensasi tersebut harus dapat diekspresikan atau dinyatakan dalam angka atau skala. Skala Bedford
Nilai
Humphreys & Nicol
Nilai
Skala ASHREA
Nilai
Much too warm
7
Much too warm
7
Very Hot
+3
Sangat panas
Sangat panas
Too warm
6
Terlalu panas
5
Hangat nyaman
Comfotable
4
5
Neither cool nor warm
3
Dingin-nyaman
Comfortbly cool
4
Terlalu dingin
Too cool
3
Much too cool Sangat dingin
+1
Neutral
0
Slightly cool
-1
Sejuk
2
Terlalu dingin
1
Slightly warm
Netral
Dingin-nyaman
2
+2
Hangat
Tidak dingin atau panas
Comfortbly cool
Sangat dingin
Comfortably warm
Warm panas
Hangat nyaman
Nyaman
Much too cool
6
Terlalu panas
Comfortably warm
Too cool
Too warm
Panas Sekali
Cool
-2
dingin
1
Very Cold Dingin Sekali
Tabel 1. Skala Pengukuran Sensasi Termal;Sumber : Mclntre 1980
-3
2.5.2 Ukuran (index) untuk Kenyamanan Termal Dalam kenyataan sangatlah tidak mungkin untuk menyatakan respon manusia terhadap lingkungan termal sebagai fungsi salah satu faktor iklim saja, misalnya suhu udara atau kelambaban atau yang lainnya. Respon manusia terhadap lingkungan termal merupakan akumulasi efek dari beberapa faktor yang berpengaruh secara simultan, yakni suhu udara, sahu radiasi, kelembaban udara, kecepatan angin, laju metabolisme (jenis aktifitas) dan jenis pakaian yang dikenakan oleh seseorang. 2.5.2.1 Suhu udara
Salah satu faktor dominan yang mempengaruhi tingkat kenyamanan manusia adalah suhu udara. Meskipun suhu udara tidak dikategorikan sebagai index termal, namun dalam kebutuhan praktis sehari-hari suhu udara sering sekali dikaitkan atau digunakan memperkirakan tingkat kenyamanan. Suhu udara rendah diperkirakan akan memberikan sensasi termal dingin sementara suhu udara tinggi diperkirakan akan memberikan efek panas pada tubuh manusia. 2.5.2.2 PMV dan PPD dari Fanger
Standar Internasional untuk Kenyamanan Termal (ISO 7730-1994) merekomendasikan penggunaan index yang dicetuskan oleh professor Fanger, yakni Prediksi Sensasi TermalRata-Rata (Predicted Mean Vote, PMV) dan Prediksi Prosentase Ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebagai index atau parameter untuk indikasi sejauh mana suatu kumpulan manusia merasa nyaman atau tidak nyaman secara termal (suhu). PMV akan memberikan prediksi terhadap sensasi termal rata-rata dari sekelompok manusia yang menggunakan pakaian sejenis, aktifitas serupa dan berada pada suatu ruang tertantu. Sedangkan PPD akan memberikan prediksi terhadap prosentase ketidaknyamanan sekelompok manusia yang berada pada ruang tertentu (menggunakan pakaian dan melakukan aktifitas sejenis). 2.6 Penelitian Kenyamanan Termal di Indonesia Penelitian kenyamanan termal yang lain dilakukan oleh Tri Harso Karyono pada tahun 1993 di Jakarta melibatkan 596 responden yang terdiri dari karyawan dan karyawati yang bekerja di tujuh bangunan kantor menghasilkan suhu nyaman para responden yakni 26,4ºC Ta atau 26,7ºC To. 2.7 Kenyamanan Termal Dalam Bangunan Temperatur nyaman bagi manusia merupakan fungsi dari temperatur udara luar ratarata dan temperatur rata-rata dalam bangunan (Humphreys, Nicol, Auliciems dalam Karyono, 2000). Sedangkan menurut Sugini (2005), Standart effective temperature (SET) merupakan suatu indeks termal yang menggambarkan kondisi sensasi termal terkait dengan faktor iklim yang pasti dari air temperature (Ta), mean radiant temperature (MRT), relative humidity (RH), wind velocity (V), yang berpengaruh pada manusia dengan suatu level tertentu yang dipengaruhi pakaian serta sedang melakukan aktivitas tertentu yang menghasilkan metabolisme tubuh. Teori Fanger dalam Basaria (2005), kenyamanan termal yang dapat dirasakan manusia merupakan fungsi dari factor iklim serta dua factor individu yaitu jenis aktifitas yang berkaitan dengan metabolism tubuh serta jenis pakaian yang digunakan. Sedangkan menurut Szokolay dalam”Manual of Tripical and Building” dalam Basaria (2005), menyebutkan kenyamanan tergantung pada variable iklim (matahari/radiasinya, suhu udara, kelembababn udara, dan kecepatan angin) dan beberapa factor individual/subyektif seperti pakaian, aktimatisasi, usia dan jenis kelamin, tingkat kegemukan, tingkat kesehatan, jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi, serta warna kulit. Menurut Humpheys dan nicol dalam basaria (2005), kenyamanan suhu juga dipengaruhi oleh adaptasi dari masing-masing individu terhadap suhu luar disekitarnya.
PENGARANG
TEMPAT
KELOMPOK MANUSIA
BATAS KENYAMANAN
ASHARE
USA Selatan ( 30o LU)
India (tanpa ac)
20.5o C - 24.5o C TE
RAO
Calcutta ( 22o LU)
Malaysia (tanpa ac)
20o C – 24.5o C TE
WEBB
Singaura Khatulistiwa
Cina (tanpa ac)
25o C – 27o C TE
MOM
Jakarta ( 6o LS)
Indonesia (tanpa ac)
20o C – 26o C TE
ELLIS
Singapur Khatulistiwa
Eropa (tanpa ac)
22o C – 26o C TE
Tabel 2. Batas Kenyamanan Sumber : Bangunan Tropis, Georg. Lipppsmeier
3 METODE PENELITIAN 3.1 Intrumentasi Ini adalah alat-alat yang digunakan untuk pengukuran dalam penelitian ini:
Gambar 1.Termometer
Termometer digunakan untuk mengukur suhu udara dari bangunan pasar puri indah.
Gambar 2.. Anemometer
Anemometer kegunaanya untuk mengukur kecepatan udara
Gambar 3. Hygrometer
Hygrometer kegunaanya untuk mengukur tingkat kelembapan udara sekitar bangunan maupun diluar bangunan.
Ketiga alat di atas adalah alat yang untuk mengetahui suhu udara ruangan, kecepatan angin dan kelembanpan dari dalam dan luar bangunan pasar puri indah.Namun sebelum digunakan untuk penelitian, ketiga alat ini diuji keakuratannya dengan cara membedakan satu alat dengan yang lain terutama alat yang manual dengan digital, karena alat pengukur manual lebih tinggi keakuratannya dari pada alat digital. Selain itu bisa melakukan pengujian alat dengan saling membedakan alat dengan sesama peneliti kenyamanan termal. Pengukuran dilakukan di tengah-tengah ruangan yang ditentukan agar didapat data suhu pengukuran yang seimbang dan valid. Langkah – langkah pengukuran lapangan : 1. Mengukur faktor yang berpengaruh terhadap kenyamanan termal seperti : suhu udara, kecepatan udara, kelembaban udara, pengukuran tersebut dilakukan di tengah-tengah ruangan yang telah ditentukan. 2. Pengukuran tersebut diiringi dengan pembagian kuisioner terhadap responden untuk mengetahui skala termal yang dirasakan responden. 3. Pencatatan hasil pengukuran di satukan dengan kuisiioner responden agar tidak terpisah. 4. Setiap waktu yang berbeda pengukuran dilakukan terus menerus sampai batas waktu pengukuran di hari itu. 5. Membuat sketsa denah pada gedung stasiun Jakarta kota sesuai dengan ukuran. 6. Mendokumentasi langkah-langkah penelitian ini lewat foto dan lain-lain. 3.2 Kuisioner Pada survei ini menggunakan kuisioner yang diberikan pada pengguna pasar dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Retan waktu antara pukul 07.30-14.00. 2. Responden dipilih secara acak (latar belakang,usia,jenis kelamin,dll).Responden berasal dari seluruh pengguna pasar yaitu pembeli dan pedagang. 3. Responden berasal dari pengguna stasiun kereta api yang menunggu di ruang tunggu zona dalam. 4. Responden dalam keadaan relax atau tenang sehingga angka metabolik rate adalah 1,2 Met.
5. Responden tidak memakai jenis baju yang tebal seperti sweater sehingga angka tahanan pakaian adalah 0,6 clo.
4 HASIL PENGUKURAN KENYAMANAN TERMAL 4.1 Distribusi Sensasi termal dari Responden Distribusi sensasi termal dari 150 responden yang berada pada ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota yang terdiri dari 80 responden pria dan 70 responden wanita dengan pengukuran dan persepsi dari responden yang tergambarkan dalam grafik sensasi termal secara keseluruhan sebagai berikut :
Gambar 4. Presentase Hasil PengukuranSensasi Termal Keseluruhan
Sensasi termal hangat (+1) ada 19 responden 12,67 %.Responden yang memberikan pilihan (+2) panas berjumlah 75 orang dengan presentase 50,00%. Responden yang mengatakan (+3) panas sekali berjumlah 26 orang dengan presentase 17,33%. Dengan hasil diatas menunjukkan bahwa pilihan yang tertinggi adalah pada area (+2) atau panas o sesuai dengan suhu yang diukur pada waktu itu kisaran 30-33,9 C. Dan hal itu jelas bahwa ruang tunggu di bangunan stasiun Jakarta kota banyak orang merasa tidak nyaman artinya sebayak 80% merasa tidak nyaman dan mengharapkan suhu dalam ruang dapat diturunkan. 4.2 Suhu Nyaman Dan Rentang Nyaman Gambar di bawah memperlihatkan garis regresi linier dari sensasi termal responden terhadap suhu (suhu udara dan suhu operasi).
3,5 3
y = 0.392x - 10.81 R² = 0.408 R = 0.64 Batas nyaman =27,6
2,5 2 1,5
Batas Bawah = 28,83 Batas Atas =26,3
1 0,5
Series1 Linear (Series1)
0 -0,5
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
-1 -1,5 -2 -2,5 -3
Gambar 5. Regresi Linear Sensasi Termal Hasil Penelitian Terhadap Suhu Udara, Ta
Dari hasil data yang dihasilkan memperlihatkan bahwa suhu nyaman/netral = 0, dimana responden akan merasa nyaman, dicapai pada angka 27,6°C suhu udara (Ta). Sedangkan rentang suhu nyaman antara -0,5 dan +0,5, dimana responden merasa batas atas atau batas dimana seseorang merasa sangat nyaman dicapai 26,3°C suhu udara (Ta). sedangakan 28,83ºC suhu udara (Ta) merupakan batas nyaman sesorang Suhu udara
Batas bawah
26,3°C
Suhu nyaman
27,6°C
Batas atas
28,83°C
Persamaan Regresi
y = 0,392x - 10,81
Tabel 3. Suhu Nyaman/Netral dan Batas Suhu Nyaman Hasil Penelitian
4.3 Kenyamanan Termal Untuk Laki-laki dan Perempuan Responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini, ada 150 orang. Terdiri dari 80 orang adalah laki-laki dan sisanya 70 orang adalah perempuan. Dari jumlah responden inilah dianalisa apakah kedua kelompok tersebut memilih suhu netral (nyaman) yang berbeda. Tabel 4 memperlihatkan distribusi sensasi termal yang dipilih oleh kedua kelompok responden tersebut (laki-laki dan perempuan). Dalam tabel tersebut terlihat bahwa 30 orang yang terdiri dari 17 (11,33%) responden perempuan dan 13 (8,67%) responden laki-laki memberikan pilihan sensasi termal ‘netral’ atau ‘0’. Lalu 10 (6,67%) responden laki-laki dan 9 (6,00%) responden perempuan menyatakan ‘hangat/agak panas’ (+1), selanjutnya 39 (26,00%) responden laki-laki dan 36 (24,00%) responden perempuan menyatakan ‘panas’ (+2), sementara sisanya, 18 (12,00%) responden laki-laki dan 8 (5,33%) responden perempuan menyatakan ‘panas sekali’ (+3). Hal ini secara garis besar memberikan indikasi bahwa responden laki-laki rata-rata merasa ‘lebih panas’ dibandingkan responden perempuan.
Jenis
Dingin
Kelamin
Sekali
Dingin
Sejuk
Nyaman
Hangat
Panas
Panas
Jumlah
Sekali
Responden
-3
-2
-1
0
1
2
3
Laki-laki
0
0
0
13
10
39
18
80
Perempuan
0
0
0
17
9
36
8
70
Ta Tabel 4. Distribusi Sensasi Termal Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
Dingin
Kelamin
Sekali
Dingin
Sejuk
Nyaman
Hangat
Panas
Panas
Jumlah
Sekali
Responden
-3
-2
-1
0
1
2
3
Laki-laki
0
0
0
8,67%
6,67%
26,0%
12,0%
53,33%
Perempuan
0
0
0
11,33%
6,00%
24,0%
5,33%
46,67%
Tabel 5. Distribusi Sensasi Termal Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa suhu nyaman responden perempuan o o adalah 28,5 C suhu udara (Ta), sementara suhu nyaman responden laki-laki adalah 27,2 C o suhu udara (Ta). Suhu nyaman responden perempuan adalah 1,3 C lebih tinggi dibanding responden laki-laki.
Suhu udara
Suhu udara
(Laki-laki)
(Perempuan)
Batas bawah
25,8°C
27,5°C
Suhu nyaman
27,2°C
28,5°C
Batas atas
28,3°C
29,7°C
y = 0,392x - 10,65
y=0,425x - 12,10
R² = 0,448
R² = 0,438
Persamaan Regresi Korelasi
Tabel 6.Rentang suhu nyaman laki-laki dan perempuan
4,5 4 3,5
y = 0,393x - 10,65 R² = 0,4482
3 2,5 2
Series1
1,5 Linear (Series1)
1 0,5 0 -0,5
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
-1 -1,5
Gambar 6. Regresi Linear Sensasi Termal laki- laki Hasil Penelitian Terhadap Suhu Udara, Ta
Grafik diatas menunjukkan bahwa banyaknya responden yang merasa tidak nyaman, hal tersebut dapat terlihat dari gambar grafik regresi linier sensasi termal diatas yang menunjukan bahwa sebagian besar dari responden laki-laki ini merasa panas. hal tersebut dapat pula dilihat dari tabel 6 tentang distribusi termal berdasarkan jenis kelamin yang menunjukan 67orang (83,75%) dari 80 orang (100%) responden laki-laki yang menyatakan tidak nyaman karena panas dan menginginkan suhu ruangan diturunkan menjadi lebih rendah sedangkan 13 orang (16,25%) responden lainya menyatakan netral atau merasa nyaman dan menginginkan suhu dalam ruangan tetap.Sehingga memang dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari responden laki-laki merasa tidak nyaman berada di ruang tunggu stasiun. 3,5
y = 0,4255x - 12,105 R² = 0,4387
3 2,5 2
Series1
1,5
Linear (Series1)
1 0,5 0 25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
-0,5 -1
Gambar 7. Regresi Linear Sensasi Termal perempuan Hasil Penelitian Terhadap Suhu Udara, Ta
Grafik di atas menunjukkan sebagian besar responden perempuan memilih sensasi termal yang panas,dapat terlihat dari gambar grafik regresi linier sensasi termal diatas yang menunjukan bahwa sebagian besar dari responden perempuan ini merasa panas. hal tersebut dapat pula dilihat dari tabel 6 tentang distribusi termal berdasarkan jenis kelamin yang menunjukan 53 orang (75,7%) dari 70 orang (100%) responden perempuan yang menyatakan tidak nyaman karena panas dan menginginkan suhu ruangan diturunkan menjadi lebih rendah sedangkan 17 orang (24,3%) responden lainya menyatakan netral atau merasa nyaman dan menginginkan suhu dalam ruangan tetap.
4.4 Estimasi Prediksi Kenyamanan Termal Pada Bangunan Stasiun Jakarta Kota Untuk dapat mengetahui lebih lanjut hal yang menjadi penyebab dari kenyamanan termal bangunan stasiun jakarta kota dan keterkaitanya dengan faktor-faktor iklim(suhu udara,kelembapan udara dan kecepatan udara) dan faktor individu (jenis aktifitas/laju metabolisme dan ketahanan pakaian).hubungan antara faktor-faktor tersebut yang kemudian untuk memprediksi sensasi termal rata-rata (Predicted Mean Vote,PMV) dan prediksi presentase ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebagai index atau parameter untuk indikasi sejauh mana suatu kumpulan manusia merasa nyaman atau tidak nyaman secara termal (suhu).
Gambar 8. Hasil estimasi dari suhu yang paling tinggi
Hasil estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu yang paling tinggi pada penelelitian, sesuai dengan standar internasional (ISO 7730-1994), menghasilkan hasil estimasi prediksi sensasi termal rata-rata (predicted mean vote,PMV) sebesar +2,96 yang artinya sangat panas dan presentase ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebesar 98,93% yang artinya pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota dalam kondisi faktor-faktor kenyamanan termal pada gambar 8 merasa sangat panas dan tidak nyaman.
Gambar 9. Hasil estimasi dari suhu rata-rata
Hasil prediksi Pada estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu ratarata, sesuai dengan standar internasional (ISO 7730-1994), menghasilkan hasil estimasi prediksi sensasi termal rata-rata (predicted mean vote,PMV) sebesar +2,30 yang artinya panas dan presentase ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebesar
88,93% yang artinya pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota dalam kondisi faktor-faktor kenyamanan termal rata-rata pada gambar 9 merasa panas tidak nyaman.
Gambar 10. Hasil estimasi dari suhu yang paling rendah
Hasil estimator diatas menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal baik faktor iklim maupun faktor individu pada suhu yang paling rendah pada penelelitian, sesuai dengan standar internasional (ISO 7730-1994), menghasilkan hasil estimasi prediksi (predicted mean vote,PMV) sebesar +0,98/Neral ketidaknyamanan (Predicted Precentage Dissatisfied, PPD) sebesar 25,26% yang artinya pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota dalam kondisi faktor-faktor kenyamanan termal pada gambar 10 merasa hangat.
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil dari pengukuran dan quisioner di ruang tunggu Stasiun adalah dari 150 responden secara keseluruhan sebanyak 120 orang (80%) yang merasa tidak nyaman dengan kondisi termal di lokasi dan mengharapkan suhu di turunkan sedangkan hanya 30 orang (20%) yang menyatakan nyaman,dengan perbedaan hasil penelitian yang demikian dapat di simpulkan bahwa ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota panas. 2. Suhu nyaman atau netral sebesar 27,6°C. 3. Rentang suhu nyaman responden dicapai 26,3°C (Ta) hingga 28,8°C 4. Dari hasil penelitian 44,6% responden pria menyatakan panas,sedangakan 35,33% responden perempuan yang menyatakan tidak nyaman.Suhu nyaman laki-laki dan perempuan pada penelitian ini pun berbeda,laki-laki nyaman di suhu 27,2°C sedangkan perempuan nyaman di suhu 28,1°C. artinya Dikaitkan dengan hasli penelitian Boothby yang di kutip Mclntrye(1980),bahwa laju metabolisme pria lebih tinggi di bandingkan dan hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini. 5. Dari hasil estimasi yang mengguanakan software thermal comfort estimator untuk mengukur PMV (prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (presentase ketidaknyamanan) suhu rata-rata, dapat di simpulkan bahwa ketika suhu ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota 31,9°C,kelembaban udara 64%, kecepatan suhu 0,2, tahanan pakain 0,6 clo dengan aktifitas responden 1,2 Met, maka diperoleh nilai PMV +2,30 dan PPD 88,9% pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota panas. 6. Dari hasil estimasi yang mengguanakan software thermal comfort estimator untuk mengukur PMV (prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (presentase ketidaknyamanan) suhu tertinggi, dapat di simpulkan bahwa ketika suhu ruang
tunggu Stasiun Jakarta Kota 34,2°C,kelembaban udara 52%, kecepatan suhu 0,2, tahanan pakain 0,6 clo dengan aktifitas responden 1,2 Met, maka diperoleh nilai PMV +2,96 dan PPD 98,93% pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota merasa panas. 7. Dari hasil estimasi yang mengguanakan software thermal comfort estimator untuk mengukur PMV (prediksi sensasi termal rata-rata) dan PPD (presentase ketidaknyamanan) suhu terendah, dapat di simpulkan bahwa ketika suhu ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota 28,2°C,kelembaban udara 70%, kecepatan suhu 0,5 , tahanan pakain 0,6 clo dengan aktifitas responden 1,2 Met, maka diperoleh nilai PMV +0,98 dan PPD 25,26% pengguna ruang tunggu Stasiun Jakarta Kota merasa nyaman. 8. Perbandingan hasil PMV dengan AMV pada kasus menghitung suhu nyaman ratarata, PMV suhu nyaman rata-ratanya adalah +2,30 sedangkan pada AMV +1,7 kedua metode tersebut menjadi bertolak belakang karena pada PMV sensasi termal hanya di prediksi namun pada AMV sensasi termal langsung di jawab oleh responden.
5.2 Saran Untuk kepentingan pengabdian di bidang arsitektur, terutama di bidang teknologi bangunan dan kenyamanan termal, maka dari hasil penelitian dapat direkomendasikan beberapa hal yaitu : 1. Sirkulasi orang yang di tata dengan baik sehingga tidak terjadi kepadatan yang kemudian akan menghalangi masuknya angin dan membuat udara menjadi tidak nyaman. 2. Di harapkan setiap membangun sebuah bangunan yang memiliki tingkat aktifitas yang padat seperti pada stasiun atau bangunan-bangunan lain berbeda namun dengan tingkat aktifitas yang kurang lebihnya sama harus di lakukan riset terlebih dahulu sehingga dapan menjadi bahan pertimbangan untuk membangun bangunan Stasiun dengan kualitas tarmal yang baik. 3. Menambahkan ruang terbuka hijau pada Luar Stasiun Jakarta Kota dan menambahkan vegetasi untuk mengurangi udara panas yang masuk kedalam bangunan. 4. Mengatur sistem sirkulasi orang dan perletakan ruang dengan baik dan benar.
6 REFERENSI ANSI/ASHRAE 55-1992, ASHRAE Standard Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy, ASHRAE, 1981, USA ASHRAE Handbook of Fundamental, Chapter 8: Physiological Principles, Comfort, and Health, ASHRAE, USA. 1989. Douglas, James.(2002), Building Adaptation, Butterworth-Heinemann, Edinburgh, UK. Fanger, P.O., Thermal Comfort Analysis and Applications in Environmental Engineering, Danish Technical Press, Copenhagen, 1970. Farida, Ida (2013), Jurnal Penelitian Kenyamanan Termal Mahasiswa Arsitektur Universitas Mercu Buana di Ruang Kelas Perkuliahan, Mercu Buana Jakarta, Indonesia. Givoni,Man, Climate and architecture, 2nd ed., Applied Science Publisher Ltd., London.1976. ISO, International Standard 7730-1994, Moderate Thermal Environments-Determination of the PMV and PPD Indices and Specification of the Conditions for Thermal Comfort, ISO, Geneva, 1994. Lee, S.C. dan M.Chang. 2000. Indoor and Outdoor Air Quality Investigation at Schools in Hong Kong. PERGAMON Journal, Chemosphere 41:09-113. Cheng, M., R.Hwang dan T.Lin. 2008. Field Experiments on Thermal Comfort Requirements for Campus Dormitories in Taiwan. Published by SAGE, Indoor built environ (17)3: 191-202.
Karyono, T.H., Discrepancy between Actual and Predicted Thermal Votes on the Indonesian Workers in Jakarta, International Workers in Jakarta , International Journal of Ambient Energy, April, UK. 1996. Karyono, T.H., Higher PMV causes Higher Energy Consumption in Air-conditioned Buildings: A case study in Jakarta, Indonesia, in Standard for Thermal Comfort: Indoor air temperatures for the 21st century, edited by F. Nicol, M. Humphreys, O. Sykes and S. Roaf, E&FN Spon, London, 1995. Karyono, T.H., Report on thermal comfort and building energy studies in Jakarta-Indonesia, Building and Environment, vol. 35, pp. 77-90, UK. 2000. Karyono, T.H., Termal Comfort and Energy Studies in Multi Storey Office Buildings in JakartaIndonesia, PhD Thesis, school of Architecture Studies, University of Sheffield, UK. 1996. Karyono, T.H., Thermal Comfort for the Indonesian Workers in Jakarta, Building Research and Information, Vol. 23 No 6, November/December, 1995, pp.317-323, U.K. 1995. Lippsmeier, Georg.(1994), Tropenbau Building in the tropics, Bangunan Tropis (terj.), jakarta : Erlangg Triswanti, Yenny (2013), Jurnal Penelitian Pengaruh Bukaan Terhadap Kenyamanan Termal Pengguna Pasar Puri Indah,Jakarta,Indonesia.