M E D I A KO M U N I K A S I INFORMASI & EDUKASI DARI KITA UNTUK KITA
KPAnews KOMISI PENANGGULANGAN AIDS
Daftar
Lebih lega. Salah satu sudut kantor baru Sekretariat KPA Nasional
EDISI 02/I • OKTOBER 2006
ISI
01|
ISU UTAMA
Bebenah Tak Kenal Lelah
03|
ISU KHUSUS
Menko Kesra:
Kepala Daerah Harus Pimpin Langsung Penanggulangan AIDS
Kenyamanan buat siapa saja. Ruang tunggu.
Interaktif dan terbuka. Ruang resepsionis.
Bebenah TAK KENAL LELAH 04|
PROFIL
Drs. Tony Kustianto
Mimpi Itu Akhirnya Terwujud
05|
OPINI
Bayangan AIDS pada Anak Indonesia
06|
PROGRAM KHUSUS
Program Lapas/Rutan Membutuhkan Perhatian Khusus
08|
MITRA
FHI Galakkan Program ASA Pemimpin umum: Dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH | Pemimpin Redaksi: M. Nasser | Redaktur Pelaksana: Wahyu Hidayat | Redaksi: Ruddy Gobel, Devi Karyadi | Desain Grafis: Arif Susanto | Distribusi: Zainal Arifin | Diterbitkan oleh KPA Nasional | Alamat Redaksi: Surya Building 9th Floor, Jl. MH. Thamrin Kav. 9 Jakarta | Telp.: 021-3901758 | Fax: 021-3902665
Seiring perpindahan kantor, Sekretariat KPA Nasional akan melakukan pembenahan di sana-sini. ebenah. Itulah yang sedang dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) belakangan ini. Pertama, pembenahan fisik kantor sekretariat KPA Nasional. Kedua, pembenahan staf. Dan ketiga, pembenahan program yang akan dilakukan. Sejak Senin (18/9) lalu, kantor Sekretariat KPA Nasional ‘boyongan’ ke lantai 9 Gedung Surya, Jl. MH. Thamrin Jakarta, setelah kurang lebih setahun menempati lantai 7 di mana KPA berbagi lantai dengan beberapa institusi lain. Di lantai 9 ini, desain tata letak ruangan terkesan lebih interaktif. Tiap-tiap ruangan diberi dinding kaca sehingga siapa pun yang lewat dapat melihat dimensi dan keadaan ruangan. Menurut Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, hal ini dimaksudkan agar tamu yang datang lebih mudah mencari orang yang berkepentingan. Selain interaktif, tentu saja kantor tersebut juga terasa lebih lega.“Kantor seperti ini yang memang kami perlukan. Sebab, kami sudah harus memiliki tempat yang cukup untuk peningkatan jumlah staf nanti agar dapat lebih mudah dalam menangani respons nasional,” aku Nafsiah. Peningkatan jumlah staf? Ya, karena KPA tengah berencana merekrut beberapa tenaga baru untuk berbagai posisi. Hal ini dilakukan bukan karena staf yang ada kurang memuaskan. Menurut Nafsiah, para staf sekretariat KPA Nasional semua bekerja dengan baik. Namun, itu masih dirasakan kurang, apalagi untuk mengatasi penyebaran virus HIV yang sangat cepat.
B
“Sejak saya di sini, para staf mengeluh karena saya berjalan memakai gigi persneling lima. Terlalu cepat. Saya jawab, dengan gigi lima ini pun kita masih lebih lambat daripada lajunya HIV, dan kita tidak bisa menurunkan kecepatan kita. Kita harus banyak dan cepat melakukan sesuatu kalau ingin menang dari virus itu,” kata Nafsiah.
Pembenahan Staf Karena itulah, pembenahan berikutnya adalah pembenahan para staf KPA. “Kita akan melakukan team building untuk mencari kekurangan dan menghimpun kekuatan, sehingga semua bisa menyatu, baik staf yang baru maupun lama,” tandas perempuan kelahiran Sengkang, Sulawesi Selatan ini. Selain itu, untuk menambah semangat kerja para staf, Nafsiah akan membenahi suasana kantor agar semua penghuni maupun para tamu merasa nyaman berada di dalamnya.“Lingkungan kerja yang nyaman itu penting, karena bekerja dalam bidang penanggulangan HIV/AIDS tingkat stresnya sangat tinggi. Bayangkan kalau kerjanya sudah stres, tempat kerjanya juga bikin stres, produktivitas bisa menurun karena mereka sering sakitsakitan, kan?” sebut Nafsiah. Penerima Ramon Magsaysay Award 1986 untuk Goverment Service ini menambahkan, kenyamanan tak cuma harus dinikmati para penghuni kantor, melainkan juga para tamu yang datang. Karena itu akan disediakan tempat khusus untuk mereka, baik untuk menunggu ataupun untuk berinteraksi dengan para staf KPA. Yang juga sedang digarap adalah................ (Bersambung ke hal 07)
E
SURAT PEMBACA
Maju Terus 1 Teman-teman, Dari tahun 1993 sampai Agustus 2006 lalu sudah ditemukan sekitar 54 kasus HIV/AIDS di Solo. Untungnya, sekarang ini sudah banyak gerakan untuk menekan populasi jumlah penderita AIDS di Surakarta. Tapi di sisi lain, banyak pihak yang belum tahu apa itu HIV/AIDS. Bahkan mahasiswa kedokteran pun awam soal itu, apalagi kalangan birokrat. Tapi untunglah itu tidak membuat kami patah semangat. Kami tetap antusias, dan bahkan sekarang kita telah punya Renstra dan Kelompok Kerja yang memudahkan kinerja dan pelaksanaan program kegiatan. Karena itu, untuk teman-teman di KPAD, semangat kita tidak boleh kendor. Ayo maju terus pantang mundur! Hariyanti, AO KPA Solo
Maju Terus 2 Saya hanya mau share. KPA Kota Pontianak sudah mempunyai renstra dari tahun 2005-2009, dan tahun 2008 kami sudah rencanakan akan mereview kembali renstra tersebut dan disesuaikan lagi dengan kebutuhan Kota Pontianak, terutama untuk program ARH/remaja. Untuk Pokja, KPA Kota Pontianak sudah memiliki 4 pokja yaitu KIE dan Advokasi, Workplace, ARH, dan Monev yang anggotanya kebanyakan LSM tetapi didampingi dari kalangan birokrat agar memudahkan koordinasi. Mengenai data AIDS per Juli 2006 di Pontianak mencapai 415 kasus, meningkat dari 348 di April 2006, kasus barunya hampir 50-an kasus dalam waktu hanya 3 bulan. Dan mayoritas dari mereka yang terinfeksi adalah kaum remaja. Ironisnya, intervensi buat remaja kecil sekali dan mereka jarang dilibatkan dalam program. Kalaupun dilibatkan hanya sebagai implementer saja. Pernahkah kita melibatkan remaja untuk menyusun program? Dari planning sampai budgeting? Saya rasa kalau banyak yang melakukan itu efektivitas program bisa lebih tinggi. Tugas kita memang tak mudah. Apalagi ditambah awareness dari birokrat sangat rendah. Menurut saya, ini memang karena HIV/AIDS belum menjadi prioritas utama di negeri kita ini, apalagi di daerah. Saya berharap, sharing ini menjadi masukan buat teman-teman dan motivasi buat kita semua.
D I T O R I A L
Lapas Tak Boleh Lepas rogram khusus penanggulangan HIV/AIDS di lembaga pemasyarakatan (lapas) kini makin digalakkan oleh KPA. Mengapa lapas? Ini lantaran selain kalangan remaja, pengguna narkoba suntikan di antara para penghuni lapas/rutan merupakan kalangan yang paling rentan terinfeksi HIV. Kita tahu, penggunaan bersama narkoba suntikan (IDU) yang tidak steril merupakan salah satu cara efektif menularkan HIV dan organisme-organisme lain yang terbawa ke dalam darah. Kalau para penghuni lapas tidak dibekali dengan pengetahuan tentang itu, mereka bisa tanpa sadar menularkan berbagai penyakit infeksi, baik ke sesama tahanan, karyawan lapas, maupun lingkungan luar—termasuk keluarga sendiri. Dengan program tersebut, nantinya, semua lapas diharapkan melaksanakan kegiatan yang bersifat komprehensif seperti IMS,VCT, CST, perubahan perilaku, dan harm reduction dengan mendi-
P
S
rikan klinik metadon di lapas/rutan. Seperti warga negara yang lain, penghuni lapas pun berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Hak ini dijamin di pasal 25 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB dan Hak Kultural. Sayangnya, biaya kesehatan bagi para tahanan dari pemerintah Indonesia tidaklah mencukupi (hanya 1-2 juta rupiah per tahun untuk tiap-tiap lapas). Sebagai solusinya, KPA menggandeng pihak donor dari luar untuk membiayai program tersebut, dan banyak yang bersedia. Program cepat di lapas/rutan ini akan menjangkau 84-95 lapas/rutan yang sebagian besar ada di wilayah 100 kabupaten/kota yang diakselerasi, sehingga kawan-kawan PO dan AO harus siap dan siaga membantu suksesnya program ini. Pokoknya lapas jangan lepas.
Salam,
Redaksi
T A T I S T I K A
Persentase Kumulatif Kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia Berdasarkan Golongan Umur (s.d 30 September 2006)
Novianty, PO KPA Kota Pontianak
Bikin Sinetron Yuk! Menyimak berbagai tayangan sinetron religius di TV dan kelihatan ada kecenderungan menjadi tren, saya menyarankan kepada KPA Nasional untuk bekerja sama dengan produser film untuk membuat sinetron bertema HIV/AIDS. Saya yakin pemanfaatan media ini sangat bagus dan efektif dalam sosialisasi bahaya HIV/AIDS terhadap masyarakat, walaupun sebelumnya telah ada sinetron HIV+. Saya kira banyak teman-teman yang positif siap membantu mengkisahkan ceritanya untuk dibuat film tersebut. Agus Mulyadi, AO KPAD Cianjur
Jumlah Kasus AIDS pada Pengguna Napza Suntik di Indonesia Berdasarkan Tahun Pelaporan (s.d 30 September 2006) Sumber: Departemen Kesehatan RI
KPAnews adalah media komunikasi bagi penyuksesan seluruh program penanggulangan epidemi HIV/AIDS yang dilaksanakan oleh KPA, baik tingkat nasional maupun daerah. Selain itu KPAnews juga diharapkan menjadi tempat untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman, juga menjadi sarana penyaluran aspirasi para individu maupun lembaga yang peduli terhadap HIV/AIDS.
02
Redaksi KPAnews menerima sumbangan tulisan, foto, dan kartun yang berkaitan dengan HIV/AIDS dan kesehatan secara umum. Tulisan yang dikirimkan maksimal 4500 karakter. Redaksi berhak mengedit (mengurangi dan menambah) isi tulisan yang dikirimkan. Foto dan kartun hendaknya dikirim dalam format jpeg dengan resolusi minimum 72 dan ukuran A4. Semua karya dikirim ke alamat e-mail
[email protected] disertai data diri singkat penulis.
I
S U
K
H U S U S
Menko Kesra:
Kepala Daerah Harus Pimpin Langsung Penanggulangan AIDS Upaya penanggulangan AIDS hanya akan berhasil jika Pemerintah Daerah memiliki komitmen yang tinggi dan dipimpin langsung oleh pemimpin daerahnya langsung. gar penanggulangan AIDS di daerah menjadi lebih efektif, para pemimpin daerah seperti gubernur, bupati, dan walikota, disarankan untuk menunjuk ketua pelaksana harian atau sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di daerahnya yang bekerja secara full time, dan dibantu oleh sekretariat yang andal. Hal tersebut ditegaskan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) sekaligus Ketua KPA Nasional, Aburizal Bakrie, ketika membuka Pertemuan Nasional KPA dan Masyarakat Sipil di kantor Menko Kesra, Jl. Merdeka Barat, Jakarta, Senin (18/9). Dalam kesempatan itu, Menko Kesra mengingatkan perlunya untuk mengacu pada Peraturan Presiden No. 75 tahun 2006 dalam melakukan program penanggulangan HIV/AIDS. Dalam pengalokasian dana, misalnya, DPR dan DPRD provinsi maupun DPRD kabupaten/kota diharapkan agar mengalokasikan dana untuk KPA Nasional dan Daerah. Penegasan Menko Kesra tersebut mengacu pada pasal 15 Perpres No. 75 Tahun 2006 yang berbunyi: Semua biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (Daerah) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Daerah) dan sumber dana lainnya yang sifatnya tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang jelas, imbuh Menko Kesra, syarat mutlak untuk keberhasilan penanggulangan AIDS di daerah adalah komitmen para pemimpin daerah. “Pemerintah Daerah harus memiliki komitmen yang tinggi dan mau memimpin langsung upaya penanggulangan AIDS di daerahnya,” tandasnya. Komitmen yang sama juga diperlukan dari DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, terutama dalam hal pengalokasian dana.
Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Depkes RI, Dr. I Nyoman Kandun, menjelaskan bahwa komitmen politis disertai dengan penguatan manajerial dan desentralisasi pelaksanaan merupakan kunci dalam penanggulangan AIDS di tanah air.
A
Penguatan manajerial Senada dengan Menko Kesra, Direktur
Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi, dalam kesempatan lain, memaparkan berbagai kebijakan KPA dalam penanggulangan HIV/AIDS sesuai Perpres No 75 tahun 2006. “Sekitar 92% orang Indonesia yang menderita HIV/AIDS tidak menyadari dirinya terinfeksi, sehingga rantai penularan akan susah diputuskan. Mereka inilah yang akan dibidik dalam program KPA empat tahun ke depan,” kata Nafsiah. Pertemuan Nasional KPA dan Masyarakat Sipil tersebut menghadirkan pula Deputi Bidang Pemberdayaan Perempuan Ke-
mentrian Pemberdayaan Perempuan, Dra. Setiawati, MSi, Deputi Bidang Lingkungan Kementrian Koordinator Bidang Kesra, Sukawati Abubakar, dan Kepala Bidang Penguatan KPAD, Drs. H. Samijono. Di jajaran peserta, tampak para pimpinan KPA Provinsi, perwakilan masyarakat sipil, LSM, kelompok dukungan, dan organisasi ODHA. Pertemuan ini juga dihadiri Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta,Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Wakil Gubernur Sulawesi Selatan, dan Wakil Gubernur Bali. Dalam acara pembukaan tersebut, diluncurkan buku berjudul “HIV-AIDS, Risiko bagi Anak-anak dan Kaum Muda Indonesia” yang diterbitkan oleh Save the Children. Setelah pembukaan, pertemuan dilanjutkan dengan acara diskusi kelompok di Golden Boutique Hotel, Jakarta, untuk merumuskan Rencana Aksi Nasional (RAN) 2007-2010 dan evaluasi Strategi Nasional (Stranas) 2003-2007. Wahyu Hidayat | Foto: Wahyu Hidayat
Arahan Menko Kesra 1. Dibutuhkan komitmen tinggi dari Pemda dan memimpin sendiri upaya penanggulangan HIV/AIDS. Kepala Pelaksana Harian atau sekretaris KPA sebaiknya bekerja full time. 2. DPR dan DPRD diharapkan dapat mengalokasikan dana yang memadai. 3. Meningkatkan akses terhadap informasi, pendidikan, dan pelayanan untuk mencegah HIV bagi kaum muda usia 15-24 tahun. 4. Prioritas program pencegahan dipusatkan pada upaya untuk mencegah penularan lewat narkoba suntik termasuk di lapas.
5. Mewajibkan semua pembeli seks untuk memakai kondom 100%, demi untuk menjaga kesehatan keluarga dan masyarakat. 6. Diharapkan, Menkes, Para Gubernur, Bupati, dan Walikota, serta sektor-sektor terkait, segera mengembangkan Pelayanan Kesehatan yang ramah dan manusiawi sedekat mungkin kepada rakyat yang membutuhkan. 7. Peran aktif masyarakat sipil, LSM, media massa, tokoh agama dan masyarakat harus makin diperluas. 8. Diskriminasi dan stigmatisasi harus segera dicegah dan dihapuskan.
03
E Harm Reduction Perlu Petunjuk Jelas elaksanaan program harm reduction di lapangan membutuhkan adanya petunjuk yang jelas. Hal ini mengingat hukum positif belum sejalan dengan konsep harm reduction. Demikian disimpulkan dalam seminar “Sosialisasi Harm Reduction pada Stakeholder Kota Surabaya” yang digelar KPA Kota Surabaya dan Yayasan Bina Hati & LSP2 (Lembaga Studi Pembelajaran untuk Pencerahan), Kamis (21/9) di Hotel Fortuna Surabaya. Dalam seminar tersebut, terbentuk komitmen antara Badan Penanggulangan Napza dan AIDS (BPNA) dan Badan Narkotika Provinsi (BNP) untuk memberikan jaminan kenyamanan pada petugas lapangan dalam melaksanakan harm reduction. Selain itu, BPN juga berencana memdirikan panti rehabilitasi untuk mendukung program tersebut. Seminar dihadiri sekitar 32 peserta dari LSM peduli HIV/AIDS, pihak Polwiltabes, Polres di Surabaya, dan Dinas Sosial. (hyu)
P
19 Perusahaan Terima AIDS Award ebanyak 19 perusahaan yang peduli terhadap penanggulangan AIDS di tempat kerja mendapatkan penghargaan AIDS Award. Lima perusahaan (British Petroleum Indonesia, Chevron Indonesia Company, PT Rig Tenders Tbk, PT Filamendo Sakti, dan PT Polychem Indonesia Karawang) meraih penghargaan tertinggi “Gold”, 10 perusahaan lainnya mendapatkan “perak” dan 4 perusahaan mendapatkan “perunggu”. “Ini merupakan wujud penghargaan pemerintah terhadap partisipasi dunia usaha dalam penanggulangan AIDS secara menyeluruh,” sambut Menko Kesra, Aburizal Bakrie, dalam penyerahan penghargaan tersebut, Rabu (20/9) di Jakarta. Menko Kesra mendorong agar setiap perusahaan bisa melakukan langkah-langkah praktis dalam penanggulangan epidemi AIDS, termasuk memerangi stigma dan diskriminasi bagi karyawan ODHA. Pelaksanaan AIDS Award tahun ini dilaksanakan oleh KPA Nasional dengan dukungan UNAIDS, AKSI STOP AIDS, ILO, IHPCP, Komite Kemanusiaan Indonesia, Yayasan Kusuma Buana, National Business Alliance on AIDS, Asosiasi Pengusaha Indonesia, dan Kadin. (hyu)
S
Prajurit TNI Rentan HIV, Upaya Penanggulangan Harus Ditingkatkan paya penanggulangan AIDS di lingkungan TNI akan diberikan perhatian yang sangat besar karena tingginya tingkat kerentanan prajurit TNI terhadap infeksi HIV. Demikian Panglima TNI, Marsekal Djoko Suyanto, menegaskan komitmennya dalam pertemuannya dengan Sekretaris KPA Nasional, Dr. Nafsiah Mboi di Mabes TNI Cilangkap, Senin (2/10). Hal itu disambut Nafsiah dengan kesediaan KPA memberikan dukungan teknis maupun pendanaan bagi pelaksanaan program penanggulangan AIDS di lingkungan TNI. Dalam pertemuan tersebut, Panglima TNI didampingi oleh Asisten Teritorial TNI
U
04
Mayor Jendral Suprapto, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksama Muda Muh. Sunarto dan Kepala Pusat Kesehatan TNI Marsekal Muda Dr. A. Hidayat, Sp.B, MARS. Ditambahkan Nafsiah, berdasarkan Perpres No. 75 tahun 2006, Panglima TNI adalah anggota KPA Nasional. Hal itu berarti bahwa Panglima TNI beserta jajarannya ikut menjadi penentu dari keberhasilan upaya penanggulangan AIDS di tanah air. (hyu)
Indonesia ke Konsultasi Internasional Kesehatan Seks Pria dan HIV ebanyak 14 utusan dari Indonesia menghadiri Konsultasi Internasional Asia Pasifik tentang Kesehatan Seksual Pria dan HIV yang diselenggarakan di New Delhi, India, akhir September lalu. Konsultasi Internasional tersebut menitikberatkan pada permasalahan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, khususnya untuk permasalahan HIV. Acara tersebut mempertemukan pihak pemerintah, pembuat kebijakan, donor, peneliti, serta organisasi-organisasi akar rumput dan berbasis komunitas dari seluruh Asia Pasifik, sehingga terjadi dialog dan pembelajaran, untuk memperluas dan memperkuat peningkatan strategi yang membahas kesehatan seksual pria dan HIV. Tujuannya untuk meningkatkan dan berbagi pengetahuan serta membentuk komitmen bersama mengenai isu-isu yang terkait dengan perilaku seksual laki-laki dengan
S
V E N T
laki-laki serta HIV di Asia Pasifik, termasuk mengenai masalah epidemiologi, teknis, sosial, kebijakan, hak dan sumber-sumber lain. (hyu)
Menkes: Peran Dukungan Sebaya Sangat Penting bagi ODHA eran dukungan sebaya memberi pengaruh yang positif dalam meningkatkan keterlibatan ODHA untuk mengikis terhadap diskriminasi, penolakan dan penyangkalan, sehingga di hari-hari mendatang semakin banyak ODHA yang mau memeriksakan dirinya dan mendapatkan layanan ARV. Demikian Menkes RI, Siti Fadilah Supari, dalam penutupan Pertemuan Nasional Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) ODHA/OHIDHA ke-3 di Cipayung, Jawa Barat, Rabu (20/9). Pertemuan yang dihadiri 81 kelompok dukungan sebaya (KDS) bagi ODHA dan OHIDHA dari seluruh Indonesia itu melahirkan Pernyataan Cipayung. Disebutkan, perwakilan KDS siap mendukung sepenuhnya program penanggulangan HIV/AIDS sehingga semua pemangku kepentingan, khususnya pemerintah pusat, daerah, lembaga donor, Komisi Penanggulangan AIDS, serta Badan Narkotika Nasional, perlu melibatkan KDS secara aktif sebagai mitra kerja yang sejajar. Pertemuan Nasional KDS diselenggarakan tiap dua tahun oleh Yayasan Spiritia dengan didukung oleh Ford Foundation dan Indonesia HIV/AIDS Prevention and Care Project (IHPCP). (hyu)
P
P
R O F I L
Drs. Tony Kustianto KEPALA BIDANG INFORMASI, MONITORING, DAN EVALUASI SEKRETARIAT KPA NASIONAL
Mimpi Itu
Akhirnya Terwujud
ejak ikut aktif di bidang penanggulangan HIV/AIDS, Drs. Tony Kustianto memimpikan semua orang paham dan mengerti tentang HIV/AIDS dan permasalahannya. Karena dengan begitu, mereka akan lebih peduli dengan penderita, penyakit itu sendiri, dan diri sendiri. Dan inilah yang pada akhirnya akan membantu penanggulangan epidemi tersebut. “Nah, keinginan saya untuk itu adalah terdapatnya sebuah tempat rujukan dan pusat informasi tentang HIV/AIDS yang bisa diakses siapa saja yang membutuhkan,” kenang Tony. Keinginan Tony akhirnya bakal terwujud seiring dengan pindahnya kantor sekretariat KPA Nasional, dari lantai 7 ke lantai 9 Gedung Surya, Jakarta. Di kantor baru tersebut akan dibangun ruangan khusus “National AIDS Resource Center”. Perpustakaan tersebut dapat dimanfaatkan bagi siapa saja yang ingin tahu lebih banyak tentang HIV/AIDS.
S
Sebelum duduk di Sekretariat KPA Nasional, Tony bekerja di kantor Menko Kesra setelah sebelumnya berkiprah di Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN). Dengan latar belakang tersebut, pria lulusan Pasca Sarjana UI Bidang Kesehatan Masyarakat tidak canggung bergabung dengan KPA karena sudah tidak asing lagi dengan masalah HIV/AIDS. Tony yakin, epidemi AIDS di Indonesia bakal tertanggulangi kalau semua unsur yang terlibat bekerja dengan baik dan komitmen tinggi. Wahyu Hidayat Tempat/tanggal lahir : Purbalingga, 11 Oktober 1949 Pendidikan : Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia Bidang Kesehatan Masyarakat Riwayat kerja : Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)
O Oleh: Nurminawati* ampai dengan akhir Juni 2006, kasus AIDS di 32 provinsi di Indonesia dilaporkan telah mencapai angka 5823 kasus (bahan presentasi Dr. I Nyoman Kandun, Ditjen P2M dan PL Depkes RI, 2006). Angka ini belum menunjukkan kondisi riil di lapangan, karena diasumsikan 1 orang yang terinfeksi virus HIV, maka akan ada sekitar 100 orang lainnya yang terinfeksi namun belum terdeteksi. Dari sejumlah data itu memang tidak disebutkan secara spesifik jumlah kasus yang terjadi pada anak-anak. Namun tentu saja ini bukan berarti bahwa anak-anak tak bisa tertular, karena virus tersebut memang tak memandang usia.
S
Bayangan
AIDS
PADA ANAK INDONESIA
Ditularkan oleh Ibu Sebagian besar kasus HIV/AIDS yang terjadi pada anak-anak di bawah 10 tahun biasanya ditularkan melalui ibunya. Penularan terjadi ketika anak dikandung ibunya, saat melahirkan, dan ketika disusui. Bila anak didiagnosis HIV/AIDS hampir selalu menunjukkan bahwa ibu dan ayah terinfeksi virus ini. Gejala-gejala terpaparnya HIV pada anak sering tidak disadari oleh orangtuanya khususnya bila orangtua belum mengetahui status kesehatannya. Ibu atau ayahnya baru menyadari anaknya terpapar HIV bila sang anak yang sering menderita sakit diperiksakan ke rumah sakit dan dicek darahnya. Sebenarnya, gejala-gejala yang nampak pada anak terinfeksi hampir sama dengan yang nampak pada orang dewasa, antara lain berat badan menurun dan pertumbuhan anak kurang baik, batuk yang kronis, demam berkelanjutan, diare lebih dari 14 hari, infeksi saluran pernapasan dan timbulnya infeksi opotunistik. Bila anak dengan gejala-gejala seperti ini dites darah dan hasilnya positif terinfeksi, maka perlu dilakukan penanganan pra dan pasca konseling kepada kedua orangtuanya ketika melakukan pemeriksaan tes. Di negara-negara maju, anak-anak yang terinfeksi HIV/AIDS dapat bertahan hidup hingga usia 8 – 9 tahun. Jika virus ini terpapar ketika awal kehamilan dan tidak diketahui oleh ibunya, maka virus ini cepat menjadi AIDS dan anak dapat bertahan hidup dalam dua tahun pertama (Yayasan Spiritia, 2003 ).
Jarum Suntik Selain penularan dari orangtua dan atau ibu ke anak, kasus HIV/AIDS yang terjadi pada anak di atas usia 10 tahun (usia remaja) dapat terjadi melalui narkoba, khususnya melalui jarum suntik. Penggunaan narkoba jarum suntik menjadi sarana penularan virus HIV yang berisiko tinggi karena biasanya
P I N I
para penasun (pencandu narkoba suntik) melakukan kegiatan menyuntik dengan satu jarum yang dipakai untuk bersama-sama. Sampai akhir tahun 2005, Depkes RI menyebutkan ada 3719 kasus AIDS dari pengguna narkoba suntik (IDU). Meski tidak disebutkan secara spesifik cara penularannya, menurut data dari Depkes RI sampai akhir Desember 2005, kumulatif jumlah kasus AIDS berdasarkan kelompok umur, terdapat 258 kasus AIDS untuk kelompok umur 1-19 tahun. Bisa dibayangkan bila kasus ini semakin banyak melanda pada anak-anak Indonesia, maka berapa banyak kita akan kehilangan generasi penerus bangsa yang produktif? Anak-anak yang telah terinfeksi HIV/AIDS dari ibunya tidak mempunyai pilihan lain selain bertahan hidup dan mendapatkan hak pengobatan melalui pemberian ART (Anti-retroviral Therapy) bila diperlukan. Dan anak-anak ini juga selayaknya tetap mendapatkan haknya sebagai anak di dalam komunitasnya dengan dapat bermain dengan sesama, tidak dikucilkan, dan tetap mendapatkan kasih sayang dari orangtua dan lingkungan sosialnya. Anak yang terinfeksi HIV/AIDS tetap dapat dipeluk dan di hujani ciuman kasih sayang, karena HIV/AIDS tidak dapat ditularkan melalui ciuman, pelukan,
dan makan minum bersama. Anak-anak itu pun bisa jadi belum mengerti apa yang terjadi dengan kondisi tubuhnya. Mereka tetap harus diberi dukungan untuk dapat bertahan dalam hidup dan menghasilkan karya yang terbaik. Yang lebih penting lagi, kesadaran dan adanya perubahan perilaku orang dewasa sejak dini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan bagi penurunan laju kasus HIV/AIDS pada anak-anak. Selain itu, upaya-upaya dari pemerintah dan penegak hukum untuk memberikan sanksi yang tegas dan keras bagi pengedar narkoba perlu ditegakkan, sedangkan bagi stake holder dan LSM dapat memberikan karyanya melalui program-program pendampingan maupun penyuluhan yang intensif tentang pencegahan HIV/AIDS baik bagi kelompok risiko rendah maupun tinggi dan bagi semua individu untuk saling sekadar mengingatkan mengenai perubahan perilaku yang aman dan sehat . Sudah menjadi tugas kita bersama sebagai manusia dewasa untuk menyelamatkan generasi bangsa kita—anak-anak Indonesia, dengan merenungkan dan mengevaluasi perbuatan dan tingkah laku kita di masa lalu untuk diperbaiki di masa kini dan mendatang sehingga anak-anak Indonesia yang sehat, cerdas, bercita-cita tinggi, dan berakhlak mulia dapat terpenuhi sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang dapat dibanggakan karena prestasi-prestasi anaknya di ajang-ajang internasional. Dan bayangan peningkatan kasus HIV/AIDS pada anak Indonesia tetap hanya menjadi bayangan saja, tidak menjadi fakta data yang tersaji. Karena dalam hidup ini jiwa optimis diperlukan, maka saya yakin bahwa asa ini dapat terlaksana bila kita mulai dari diri sendiri untuk mulai melakukan introspeksi menuju pencerahan pada hal-hal kebaikan dalam semua hal kehidupan. Semoga saja harapan ini terpenuhi dalam dunia realita. * Penulis adalah mahasiswa S2 Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Riau dan berdedikasi untuk program penanggulangan HIV/AIDS dalam project ASA di Provinsi Kepri dan concern dengan masalah sosial lainnya. Bermukim di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.
05
P
R O G R A M
PROGRAM LAPAS/RUTAN
Membutuhkan Perhatian
Khusus
Jumlah penderita HIV/AIDS di lapas/rutan terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk itu, KPA memberi perhatian khusus pada masalah ini. enggunaan bersama narkoba suntikan (IDU=Injecting Drug User) yang tidak steril merupakan salah satu cara paling ‘ampuh’ untuk menularkan HIV dan organisme-organisme lain yang terbawa ke dalam darah. Tak heran kalau di beberapa negara, termasuk Indonesia, IDU menjadi penyebab terbesar merebaknya HIV/AIDS. Selain kalangan remaja, pengguna narkoba suntikan di antara para penghuni lapas/rutan merupakan kalangan yang paling rentan terinfeksi HIV. Data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI menyebutkan, jumlah keseluruhan narapidana dan tahanan di Indonesia hingga Agustus 2006 adalah 110.958 orang. Dari jumlah tersebut, 24% (25.096 orang) di antaranya adalah narapidana dan tahanan narkotik. Dan menurut data hasil surveilans yang dilakukan oleh Depkes RI, terjadi peningkatan prevalensi HIV di kalangan narapidana di beberapa kota besar di Indonesia. Di tahun 2004 ditemukan 24,5% dari jumlah narapidana dan tahanan lapas/rutan di Provinsi DKI Jakarta adalah tahanan narkotika. Angka ini melonjak dari 17,65% (2003) dan 7,6% (2002). Di Provinsi Banten, tahanan narkotika melonjak dari 10,8% (2002) menjadi 21,3% (2003). Sedangkan di Jawa Barat, meningkat dari 5% (2002) menjadi 21,1% (2003). Mengingat di lapas/rutan masih terjadi penyuntikan dan penggunaan narkoba suntikan secara bersama dan berulang, maka kasus HIV pada narapidana dan tahanan patut diduga dengan dasar: 1. Narapidana dan tahanan narkotik sudah mengidap HIV sejak sebelum masuk lapas/rutan. 2. Narapidana dan tahanan narkotik terinfeksi HIV di dalam lapas/rutan akibat penggunaan narkoba suntikan secara ilegal dan/atau melakukan berbagai kegiatan yang bisa menimbulkan luka seperti menindik, tato, dan lain-lain bersamasama dengan narapidana dan tahanan lain yang mengidap HIV. Celakanya, kenyataan menunjukkan, be-
P
06
K
H U S U S
Namun tak hanya itu. Rujukan layanan kesehatan bagi narapidana dan tahanan juga merupakan hal penting yang harus dicarikan pemecahannya. Ini lantaran masih ada lapas/rutan yang selalu mengalami kesulitan ketika harus merujuk ke rumah sakit di luar lapas/rutan bagi napi dan tahanan yang mengalami sakit kronis dan parah.“Banyak instansi kesehatan, baik puskesmas atau rumah sakit, yang menolak rujukan dari lapas/rutan karena isu otonomi daerah atau masalah biaya perawatan. Kalaupun pasien diterima, layanan yang diberikan tidak optimal,” urai Nasser.
Langkah konkret
berapa narapidana dan tahanan pengidap HIV yang sudah masuk ke dalam tahapan AIDS. Tak hanya itu, penyakit menular yang lain seperti TBC, Hepatitis C, dan lain-lain, menjadi semakin mudah menyebar pada sesama tahanan.
Program nasional KPA Karena itu, permasalahan ini sudah harus menjadi perhatian serius dari pihak-pihak yang peduli HIV/AIDS. Sejak beberapa tahun terakhir, upaya ini telah dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), namun masih terbatas pada beberapa lapas/rutan saja, terutama di Jakarta dan Bali. M. Nasser, Direktur Program Nasional KPA, mengatakan, saat ini KPA sedang melakukan langkah-langkah untuk membuat program penanggulangan HIV/AIDS di lapas/rutan sebagai bagian dari kegiatan nasional KPA.“Untuk itu diperlukan adanya penguatan komitmen dari seluruh jajaran lapas/rutan untuk melakukan capacity building.Ini dilakukan dengan penguatan organisasi dan sumber daya manusia sehingga setiap lapas/rutan memiliki dokter, konsultan, dan lain-lain untuk melakukan pelayanan,” papar Nasser. Apalagi, imbuh doktor dalam bidang Hukum Kesehatan Masyarakat ini, dengan kian bertambahnya kasus HIV/AIDS di kalangan para napi narkotik, dana kesehatan yang sudah tersedia (Rp 1-2 juta per tahun untuk tiap-tiap lapas/rutan) jelas tidak mencukupi. Untuk itulah, kata Nasser, diperlukan dana yang lebih besar dan juga memperbaiki prasarana teknis untuk penanganan kesehatan narapidana dan tahanan demi tertanggulanginya penyebaran HIV/AIDS di lapas/rutan.
Salah satu langkah konkret yang sudah dilakukan Direktorat Jendral Pemasyarakatan bekerjasama dengan sejumlah instansi pemerintah dan NGO baru-baru ini adalah membuat buku Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyalahgunaan Narkoba 2005-2009 pada Lapas/Rutan di Indonesia.Buku ini akan menjadi rujukan secara konseptual dan implementasi dalam pelaksanaan program penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan narkoba di lapas/rutan. Selain itu, KPA tengah merencanakan program ke lapas/rutan dengan menggandeng NGO internasional yang diwakili FHI (Family Health International), Global Fund, IHPCP, Partnership Fund, dan lain sebagainya. Dengan program tersebut, nantinya, semua lapas diharapkan melaksanakan kegiatan yang bersifat komprehensif seperti IMS, VCT, CST, perubahan perilaku, dan harm reduction dengan mendirikan klinik metadon di lapas/rutan. Itu semua dilaksanakan dengan tujuan menekan penularan HIV/AIDS pada kelompok IDU dan meningkatkan kualitas hidup IDU. “Harapannya, mempersiapkan para narapidana dan tahanan yang terinfeksi HIV/AIDS untuk kembali ke tengah masyarakat. Dengan bekal pengetahuan yang mereka dapat dari lapas/rutan, mereka pun akan lebih berhati-hati agar tidak menularkan penyakitnya ke orang lain,” jelas Nasser. Wahyu Hidayat
I Sambungan dari halaman 01 ............dibangunnya sebuah ruangan khusus yang diberi nama “National AIDS Resource Center (NARC)”.Sesuai namanya,ruangan ini adalah sebuah perpustakaan yang akan dimanfaatkan sebagai pusat rujukan HIV/AIDS bagi siapa saja—mahasiswa, aktivis, masyarakat awam. Nafsiah berharap, hadirnya NARC ini akan membuat lebih banyak orang berbicara mengenai HIV/AIDS, melakukan penelitian, dan sebagainya. Tujuan akhirnya, tentu saja, adalah semakin banyak orang peduli HIV/AIDS sehingga epidemi dapat teratasi.
Pembenahan Program Pembenahan tak hanya sebatas pada kantor dan staf saja. Karena berbekal optimismenya, KPA kini tengah menggodok penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN) 20072010. RAN inilah yang akan menjadi pegangan semua stake holder dalam bergerak ke depan untuk melaksanakan program penanggulangan HIV/AIDS. Selain target-target yang bersifat kualitatif, dalam RAN tersebut juga ditentukan target kuantitatif, sehinga akan disusun pula anggaran untuk pembiayaan seluruh program. Dari situ akan terpilah-pilah, dari mana dana akan diperoleh.“Peter Piot (Executive Director UNAIDS, red) mengatakan bahwa kita sedang berada di bibir jurang,” ingat Nafsiah.“Kalau kita tidak segera melakukan apa yang harus dilakukan, maka kita akan menyesal. Karena itulah maka kita harus hentikan epidemi secepat mungkin. Kita harus membuat rencana aksi yang strategis dan mencari sumber-sumber untuk membiayainya.” KPA saat ini tengah mengembangkan Partnership Fund, penggalangan dana dari berbagai partner. Namun saat ini baru satu donor dari Inggris yang menggelontorkan dananya. Nafsiah mengharapkan semakin banyak donor yang mengalirkan dananya sehingga seluruh program yang dilakukan KPA bisa berjalan dengan baik. Bagaimana kalau tak ada donor dari luar? “Sebetulnya menurut Perpres 75 tahun 2006, kita mendapatkan dana dari APBN. Namun kita akui, itu saja tidak cukup,” kata Nafsiah. Karena terus berpacu dengan penyebaran virus sampai saat ini, penanggulangan HIV/AIDS banyak membutuhkan dana untuk beberapa programnya. Yang dipastikan paling banyak memakan biaya adalah dalam hal pelayanan dan penjangkauan. Untuk menjangkau IDU, misalnya, diperlukan pelatihan bagi tenaga penjangkaunya, pengadaan metadon, jarum suntik, juga pelatihan para petugas kesehatan, konselor, dan masih banyak lagi. Untuk semua itu, sambung Nafsiah, dana dari APBN saja tidak cukup. Karena itu harus diupayakan mencari tambahan dana. Kalau tak ada donor dari luar, maka akan dicoba penggalangan dana dari dalam negeri, seperti dari sektor swasta. Atau, dengan cara menggerakkan masyarakat untuk lebih proaktif
S U
ikut serta dalam penanggulangan HIV/AIDS tanpa harus mengeluarkan banyak biaya. Seperti misalnya, penyuluhan, edukasi di sekolah, dan sebagainya.
Banyak Teman Untunglah, penyediaan dana bukanlah hal yang sulit dilakukan. Karena sekarang ini, ujar Nafsiah, kita sedang punya “banyak teman”. Seluruh dunia sedang menatap Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang besar dan mobilitas tinggi, Indonesia menjadi begitu diwaspadai dalam penanggulangan HIV/AIDS ini. Kalau epidemi tersebut tidak terkontrol, maka seluruh region—setidaknya ASEAN—akan ikut terancam juga. Di sisi lain, lanjut Nafsiah, koordinasi antara KPA Nasional dan daerah juga perlu dibenahi. Koordinasi lebih diperkuat, komunikasi lebih diharmoniskan, visi-misi disatukan, dan program-program lebih dipertajam. “Termasuk diperlukannya pembenahan program 100 kabupaten/kota.Yang harus ada
K
H U S U S
adalah selain advokasi pada bupati/walikota, gubernur/wagub, juga harus ada kesepakatan antara para petugas pelayanan kesehatan, bagaimana menguatkan pelayanannya agar bisa siap untuk menghadapi epidemi ini,” papar istri Dr. Ben Mboi, mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur ini. Nafsiah menambahkan, masih banyak puskesmas yang petugas kesehatannya tidak tahu tentang HIV/AIDS. Masih banyak puskesmas yang bertindak diskriminatif terhadap penjaja seks, waria, atau pecandu narkoba. Itu semua, sebut Nafsiah, yang harus dibenahi juga. Para pelayan kesehatan diberikan pelatihan atau bimbingan untuk mengubah perilaku mereka agar lebih terbuka dan ramah terhadap orang-orang yang termarjinalkan seperti itu. Dan itu tidak mudah, sehingga diperlukan kerja keras dan kerjasama berbagai pihak. Untuk itu, KPA berencana mendatangkan ahlinya untuk menangani masalah ini. Wahyu Hidayat | Foto: hyu
UJUNG TOMBAK Ratna Dwi Puspitasari, S.Psi Administrasion Officer (AO) KPA Kab. Kediri Lahir : Kediri, 17 Juli 1983 Pendidikan : S-1 Psikologi Universitas Darul ’Ulum Jombang Alamat : Ds. Setonorejo Rt.01 Rw.02 Kras Kediri, Jawa Timur 64172 “Saya ingin mendapatkan sesuatu yang bisa saya manfaatkan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan. Di dunia AIDS, misalnya, saya tergerak untuk memerangi stigma dan diskriminasi masyarakat umum terhadap ODHA. Karena itu saya bergabung ke KPA.”
Pandu Waskito Pribadi, Amd Program Officer (PO) KPA Kab. Kediri Lahir : Kediri, 18 juli 1979 Pendidikan : D3 Teknologi Reproduksi Ikan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor (IPB) Alamat : Jln. Tosaren Barat 53 B, Kediri ”Saya ingin membantu mengubah gambaran masyarakat luas mengenai HIV/AIDS sehingga tidak terjadi lagi stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.” Rencana Program KPA Kab. Kediri Mempercepat langkah untuk mengejar laju perkembangan virus HIV dengan cara meluaskan jejaring yang bisa difungsikan dan dimanfaatkan termasuk dalam program Demand, Harm, dan Supply Reduction. Sosialisasi semaksimal mungkin untuk memerangi stigma dan diskriminasi pada masyarakat umum dan pihak-pihak terkait. Hambatan di Lapangan Begitu banyak masyarakat yang miskin pengetahuan tentang HIV/AIDS, pihak-
pihak yang sebenarnya sangat berkaitan tidak peduli dan menutup mata dan telinga dengan kondisi HIV dan AIDS di daerah, dan masih adanya stigma dan diskriminasi, sistem birokrasi yang terlalu berbelit-belit, dan ketidakharmonisan antar pengurus KPAD. Cara Mengatasi Menciptakan keharmonisan dalam keluarga KPAD, menyamakan visi dan misi serta menjadikan masukan dan kelemahan sebagai peluang untuk mendapatkan kekuatan.
07
I
ISU MANCA SHEFFIELD, INGGRIS
Merokok Mungkin Tingkatkan Risiko HIV
NEW YORK, AS
4,1 Juta, Pengidap Baru HIV di Dunia
G
lobal AIDS Epidemic UNAIDS merilis data terbaru tentang AIDS, Agustus lalu. Dikatakan, epidemi AIDS menurun secara perlahan, namun jumlah infeksi baru meningkat di beberapa wilayah dan negara tertentu. Jumlah pengidap HIV baru diperkirakan mendekati 4,1 juta orang dari keseluruhan 38,6 juta pengidap HIV di seluruh dunia. Situs resmi UNICEF melansir, laporan tersebut juga menunjukkan adanya perkembangan penting yang terjadi di beberapa negara dalam menanggulangi AIDS, termasuk peningkatan dalam hal pendanaan dan akses terhadap pengobatan dan penurunan prevalensi HIV pada remaja di beberapa negara dalam lima tahun terakhir. Direktur Eksekutif UNICEF, Ann Veneman, menekankan pentingnya langkah pencegahan transmisi virus dari ibu kepada anaknya. “Dampak HIV/AIDS pada anak-anak sangat penting untuk ditanggulangi melalui program pencegahan penularan dari ibu ke anak dan untuk mengobati kasus AIDS pada anak-anak,” kata Ann Veneman. (net)
08
K G
H A U L S E U R SI
AIDS,
Kapan Surut?
H
asil studi yang dirilis oleh jurnal Sexually Transmitted Infections menyebutkan, merokok dimungkinkan dapat meningkatkan risiko terkena HIV. Andrew Furber, konsultan kesehatan masyarakat di Sheffield, Inggris, bersama timnya mencoba meneliti kaitan antara merokok tembakau sebagai faktor risiko pada infeksi HIV maupun pada perkembangan virus tersebut menjadi AIDS. Hasilnya, ditemukan bahwa perokok 60%-300% lebih berisiko tertular HIV daripada yang bukan perokok. Para peneliti belum menemukan alasan mengapa dampak tersebut bisa terjadi. Mereka menduga, mungkin karena efek rokok yang dapat mengubah struktur paru atau melemahkan daya tahan tubuh. Namun demikian, dalam beberapa penelitian lain, tidak ditemukan adanya hubungan antara merokok dengan mempercepat perkembangan HIV ke AIDS. (net)
S U
Epidemi AIDS di dunia yang tak kunjung surut menyentuh hati para kreatif untuk mengungkapkan unekuneknya.Tak terkecuali dua kartunis yang karyanya dipajang di www.cartoon-competition.org ini. Yang pertama adalah Bhekani Emerald Thwala dari Afrika Selatan, dan yang kedua adalah Huang Kun dari China.
M
I T R A
Famili Healthy International (FHI)
Galakkan Program ASA (AKSI STOP AIDS)
S
alah satu mitra KPA adalah FHI (Family Health International), sebuah organisasi nirlaba yang berpusat di Amerika Serikat. Saat ini, FHI tengah menggalakkan program ASA alias Aksi Stop AIDS yang diluncurkan Oktober 2005 hingga September 2008. Tujuannya, membantu Indonesia dalam mencegah penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS), meningkatkan mutu dan pemanfaatan fasilitas pelayanan IMS/HIV, dan membangun kemampuan sektor pemerintah dan LSM untuk mengembangkan dan mempercepat penanggulangan HIV/AIDS. Bersama berbagai organisasi, ASA mengintervensi 7 provinsi di mana epidemi AIDS sudah berkembang atau ada populasi khusus yang terisolasi, tetapi berisiko tinggi. Fokus intervensi adalah kelompok masyarakat berisiko tinggi AIDS, seperti daerah urban, kota pelabuhan, dan daerah industri. Khusus di Provinsi Papua, program ditujukan untuk menjangkau populasi di seluruh provinsi, khususnya generasi muda. Ini karena tingkat epidemi di provinsi ini sudah sangat tinggi.
Untuk menyukseskan programnya, FHI berkolaborasi dengan United States Agency for International Development (USAID), Indonesian Partnership Fund for AIDS, dan Global Fund for AIDS, Tuberculosis, and Malaria. Inilah beberapa kegiatan dalam program ASA tersebut: 1. Mempromosikan strategi perilaku seksual yang aman dan mengurangi risiko tertular 2. Memperkuat pelayanan HIV dan IMS 3. Memantau perilaku berisiko HIV/AIDS dan IMS 4. Memperkuat respons pada lembaga dalam menanggapi epidemi HIV/AIDS 5. Menggerakkan dan memperkuat masyarakat untuk bersama melawan HIV/AIDS. Wahyu Hidayat | Foto: Istimewa