STUDI KELAYAKAN BISNIS PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PT. INDOMAS MITRA TEKNIK
RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Studi Kelayakan Bisnis Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015 Raymond Bagintasyah Perangin-angin H34090090
ABSTRAK
RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN. Studi Kelayakan Bisnis Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik. Dibimbing oleh SITI JAHROH. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan memiliki dampak yang besar bagi peradaban dan penyediaan lapangan kerja. Kelapa sawit tersebut harus didukung oleh industri sehingga minyak sawit dapat memiliki harga yang lebih tinggi. Pabrik pengolahan kelapa sawit mengolah kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah yang memiliki nilai jual lebih. PT. Indomas Mitra Teknik adalah salah satu pabrik pengolahan kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan pabrik kelapa sawit PT. Indomas Mitra Teknik. Penelitian ini dilakukan di kantor dan pabrik PT. Indomas Mitra Teknik di Mardingding, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis aspek non-finansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial serta lingkungan. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan aspek finansial berdasarkan kriteria investasi yang NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period (PP). Dari analisis aspek non-finansial, semua aspek adalah layak kecuali aspek teknis dalam hal pengadaan bahan baku. Hasil analisis kelayakan finansial PT. Indomas Mitra Teknik adalah layak dengan nilai NPV sebesar 17 645 785 706 (NPV > 0), IRR sebesar 25.09% (IRR > DR dimana DR 7%), Net B/C sebesar 2.74 ( > 1), PP selama 5 tahun 8 bulan 21 hari (PP < umur usaha 15 tahun). Kata kunci: aspek pasar, aspek teknis, manajemen, net present value, internal rate of return
ABSTRACT RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN. Feasibility Analysis of Processing Palm Oil Factory PT. Indomas Mitra Teknik. Supervised by SITI JAHROH. Palm oil is one of agricultural commodities that has a high contribution to the national economic growth and a great impact on civilization and provision of employment. Palm oil must be supported by an industry that processes palm oil into crude palm oil with higher value. PT. Indomas Mitra Teknik is one of the companies in palm oil processing industry. The aim of this research is to analyze the feasibility of palm oil factory of PT. Indomas Mitra Teknik at Mardingding, Karo District, North Sumatera. Qualitative and quantitative methods were used in this research. Qualitative analysis was used to analyze the feasibility of nonfinancial aspect such as market aspect, technical aspect, management aspect, and also social and environment aspect. Based on non-financial aspects, it was
feasible except for technical aspect on input provision. Quantitative analysis was used to analyze the feasibility of financial aspect based on investment criteria, i.e. NPV, IRR, Net B/C and, payback period (PP). The result of this feasibilty analysis showed that PT Indomas Mitra Teknik was feasible with value NPV 17 645 785 706 (NPV > 0), IRR 25.09% (IRR > DR whereas DR was 7%), Net B/C 2.74( > 1), and PP is 5 years 8 months 21 days (PP < business time of 15 years). Keyword: market aspect, technical aspect, management, net present value, internal rate of return
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STUDI KELAYAKAN BISNIS PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT PT. INDOMAS MITRA TEKNIK
RAYMOND BAGINTASYAH PERANGIN-ANGIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Segala puji dan syukur sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang diambil adalah Studi Kelayakan Bisnis Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Siti Jahroh, PhD selaku dosen pembimbing yang telah tanpa lelah dan penuh kesabaran membimbing penulis untuk menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Benni Tarigan selaku pemilik PT. Indomas Mitra Teknik yang telah memberikan izin penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada papa, mama, dan adik-adik tersayang (Ines dan Monik) serta keluarga besar atas doa, semangat, dan cinta yang selalu diberikan. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada teman seperjuangan, Adit, Bobi, Tyo, Winda, Amal, dan Gayuh yang senantiasa memberikan dukungan dan doa. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ester atas waktu, perhatian, dan dukungan yang selalu diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman seangkatan Agribisnis 46 yang sama-sama berjuang dalam menempuh pendidikan di Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (IPB). Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Februari 2015 Raymond Bagintasyah Perangin-angin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 4 6 6
TINJAUAN PUSTAKA Studi Kelayakan Bisnis Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis Industri Kelapa Sawit di Indonesia Hasil Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia Penelitian Terdahulu
6 6 7 9 11 11 12 12
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional
13 13 17
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Instrumentasi Metode Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Kriteria Investasi Asumsi-Asumsi Dasar
19 19 19 19 20 20 22
GAMBARAN UMUM HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Non Finansial Apek Pasar Aspek Teknis Aspek Manajemen Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis Aspek Finansial Analsis Inflow Pabrik Kelapa Sawit PT. IMT Analsis Outflow Pabrik Kelapa Sawit PT. IMT Laporan Laba Rugi PT. IMT Kriteria Investasi
23 25 25 25 29 33 35 37 37 39 41 42 43 43
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
x
Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
43 44 46 63
xi
DAFTAR TABEL
1
Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia tahun 2006-2010
1
2
Luas areal dan produksi CPO kelapa sawit tahun 2006-2010
2
3
Provinsi sentra produksi kelapa sawit di Indonesia tahun 2008–2011
3
54 Jumlah areal kelapa sawit dan produksi TBS di Kabupaten Karo
4
5
Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kabupaten Karo
24
6
Kapasitas pabrik kelapa sawit dan produksi CPO serta kernel PT.IMT
30
7
Hasil analisis aspek non finansial
36
8
Rekapitulasi produksi PT. IMT
38
9
Rekapitulasi penerimaan PT. IMT
38
10 Biaya investasi
39
11 Rekapitulasi biaya tetap PT. IMT
40
12 Rekapitulasi biaya variabel PT. IMT
41
13 Hasil analisis finansial PT. IMT
43
xii
DAFTAR GAMBAR
1
Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan KPO
10
2
Kerangka pemikiran operasional
18
3
Peta Kabupaten Karo
23
4
Saluran distribusi PT. IMT
28
5
Tempat penyortiran dan penyimpanan dalam Loading Ramp
31
6
Stasiun perebusan dan stasiun pencacahan (digester)
31
DAFTAR LAMPIRAN
1
Komoditas perkebunan di Sumatera Utara
47
2
Data riil harga TBS, CPO, kernel, dan cangkang Juli-Desember 2013
48
3
Data riil biaya tetap Juli-Desember 2013
49
4
Data riil biaya variabel Juli-Desember 2013
50
5
Bagan struktur organisasi PT. IMT
51
6
Layout pabrik
52
7
Cashflow PT. IMT
53
8
Laba rugi PT. IMT
59
9
Dokumentasi
62
xiii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki sumberdaya alam yang melimpah dan mempunyai potensi yang besar di sektor pertanian. Pertanian merupakan salah satu sektor yang penting sebagai penggerak perekonomian Indonesia karena pertanian dapat meningkatkan pendapatan negara dan devisa negara serta berperan penting dalam penyediaan lapangan pekerjaan yaitu sekitar 42.76 % (BPS 2009). Sektor pertanian di Indonesia dibagi menjadi beberapa subsektor yang terdiri dari tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan. Perkebunan adalah salah satu sektor pertanian yang memiliki kontribusi besar terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) di Indonesia yaitu 17.3% dari total PDB pada tahun 2002. Menurut data dari Badan Pusat Statistik, angka yang disumbangkan subsektor perkebunan untuk PDB sektor pertanian pada tahun 2010 mencapai Rp 136 048 500 000 (13.8 %). Jumlah tersebut menunjukan subsektor perkebunan sebagai penyumbang PDB ketiga terbesar setelah subsektor tanaman pangan yaitu Rp 482 377 400 100 000 (49 %), dan subsektor perikanan yaitu Rp 199 383 400 000 (20.2 %). Penyumbang PDB sektor pertanian lainnya adalah subsektor peternakan dan subsektor kehutanan. Komoditi utama perkebunan di Indonesia terdiri dari beberapa tanaman. Komoditi-komoditi tersebut diantaranya adalah kakao, kopi, karet, teh, dan kelapa sawit. Produksi dari komoditi-komoditi unggulan tersebut rata-rata meningkat sesetiap tahunnya. Peningkatan tersebut terjadi pada komoditi kakao, teh, dan kelapa sawit dengan laju pertumbuhan masing masing sebesar 2.45 %, 2.5 %, dan 1.88 %. Jumlah produksi tanaman Indonesia pada tahun 2006 sampai tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai produksi kelapa sawit memiliki nilai paling besar bila dibandingkan dengan komoditi-komoditi perkebunan lain. Tingginya produksi kelapa sawit di Indonesia merupakan sumber potensial untuk dikembangkan. Produksi kelapa sawit yang tinggi dapat dijadikan salah satu komoditi unggulan ekspor nasional. Total produksinya mencapai 5.04 juta ton dan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 5.40 juta ton pada tahun 2011. Rata-rata kenaikan produksi pada subsektor pertanian periode tahun 2007 2011adalah sebesar 47.7 ton/tahun. Tabel 1 Jumlah produksi tanaman perkebunan Indonesia tahun 2006-2010 Jenis tanaman
Tahun 2006 (Ton) 2007 (Ton) 2008 (Ton) 2009 (Ton) 2010 (Ton)
Kelapa sawit
17 350 848 17 664 725 17 539 788 18 640 881 19 844 901
Karet Kakao Kopi Teh
2 637 231 769 386 682 158 146 859
2 755 172 740 006 676 476 150 623
2 751 286 803 594 698 016 153 971
Produksi yang tinggi dari kelapa sawit
Sumber: Ditjenbun 2012
2 440 347 809 583 682 590 156 901
2 591 935 844 626 684 076 150 342
2
Produksi kelapa sawit di Indonesia juga didukung dengan pertumbuhan luas areal kelapa sawit di Indonesia yang semakin meningkat sesetiap tahunnya. Pertambahan luas areal dan produksi CPO (Crude Palm Oil) kelapa sawit di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Pertambahan luas areal yang terjadi sesetiap tahunnya menunjukan bahwa kelapa sawit memiliki prospek yang besar ke depannya. Perkembangan tersebut dikarenakan kelapa sawit merupakan komoditas tanaman perkebunan unggulan yang mempunyai peranan penting dalam subsektor perkebunan untuk membangun perekonomian negara. Pembangunan perekonomian tersebut dapat melalui pembangunan dan pengembangan wilayah dengan cara membuka wilayah perkebunan yang baru, dengan begitu perkebunan tersebut dapat menyerap tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan daerah, dan peningkatan pendapatan daerah yang artinya juga meningkatkan sumber devisa negara. Tabel 2 Luas areal dan produksi CPO kelapa sawit di Indonesia tahun 2006-2010 Tahun
Luas Areal (Hektar)
Produksi CPO (Ton)
2006 2007 2008 2009 2010
6 594 914 6 766 836 7 363 847 8 248 328 8 430 026
17 350 848 17 664 725 17 539 788 19 324 293 19 760 011
Sumber: Deptan 2012 Perluasan perkebunan kelapa sawit diharapkan akan dapat meningkatkan pendapatan negara dan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dari sektor perkebunan. Tahun 2008 perkebunan kelapa sawit dapat mempekerjakan 3.06 juta orang dengan 3.05 juta orang bekerja di perkebunan besar dan 3.08 ribu orang bekerja di PTPN (Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara. Pabrik pengolahan kelapa sawit juga ikut menyerap tenaga kerja di Indonesia, tercatat ada 470 unit pabrik pengolahan kelapa sawit di Indonesia dan mempekerjakan sebanyak 63 450 orang. Perkebunan-perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia saat ini hanya dimiliki oleh beberapa perusahaan. Perusahaan-perusahaan tersebut tercatat menguasai 67 % dari total semua perkebunan di Indonesia. Perusahaan tersebut antara lain PT. Socfindo, PT. London Sumatera, PT. Sinar Mas, PT. Astra Agro Lestari dan, Bakrie Grup. Faktor lain yang membuat produksi kelapa sawit semakin meningkat adalah peningkatan kebutuhan minyak nabati sesetiap tahun. Tahun 1970-2010, jumlah konsumsi CPO di dunia rata-rata meningkat sebesar 2.5 % Metricton sesetiap tahunnya (UNCTAD 2012). Tren tersebut diperkirakan akan meningkat sesetiap tahun untuk memenuhi kebutuhan industri pangan seperti minyak goreng dan margarinDFGHYUIOII. Peningkatan tersebut diikuti oleh hasil produksi dari kelapa sawit yang juga semakin meningkat berupa CPO yang dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat peningkatan CPO kelapa sawit yang semakin meningkat sesetiap tahun kecuali pada tahun 2008. Peningkatan tersebut sejalan dengan pertambahan luas areal kelapa sawit. Hal ini menunjukan bahwa
3
pemerintah Indonesia juga sangat mendukung pengembangan kelapa sawit. Dukungan tersebut dapat dilihat dari kebijakan daerah yang mempermudah dibangunnya usaha perkebunan kelapa sawit pada daerah tersebut serta industri pengolahan kelapa sawit. Faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas menunjukkan bahwa prospek pengembangan kelapa sawit cukup menjanjikan. Program dan proyek pengembangan kelapa sawit di Indonesia telah dilakukan di beberapa daerah terutama di tujuh provinsi yaitu Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian (2010), Kalimantan dan Sumatera mendominasi produksi kelapa sawit di Indonesia. Pertumbuhan produksi kelapa sawit di kedua pulau tersebut meningkat sesetiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan di daerah tersebut memiliki kondisi geografis yang sangat baik untuk pengembangan kelapa sawit. Provinsi-provinsi sentra produksi kelapa sawit (CPO) yang terdapat di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Provinsi sentra produksi kelapa sawit (CPO) di Indonesia tahun 20082011 (Ton) Lokasi 2008 2009 2010 2011 Riau 5 764 203 5 932 310 6 358 703 5 736 722 Sumatera Utara 2 738 279 3 158 144 3 113 006 4 071 143 Sumatera Selatan 1 753 212 2 036 553 2 227 963 2 203 275 Kalimantan Tengah 1 449 294 1 677 976 2 251 077 2 146 160 Jambi 1 203 430 1 265 788 1 509 560 1 684 174 Sumber: Deptan 2012 Pada Tabel 3 dapat dilihat sentra produksi kelapa sawit (CPO) di Indonesia pada tahun 2008 sampai 2011 terdapat di lima provinsi yaitu Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Jambi. Sumatera Utara menjadi salah satu provinsi penghasil kelapa sawit yang berkembang di Indonesia dengan jumlah produksi 4 071 143 ton pada tahun 2011 atau sekitar 17.6 % dari total produksi kelapa sawit di Indonesia. Sumatera Utara merupakan wilayah yang memiliki areal perkebunan sawit yang cukup luas dan potensial bagi perkembangan kelapa sawit Indonesia sehingga dapat menjadi penghasil devisa bagi pemerintah nasional dan pemerintah daerah setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan produksi kelapa sawit yang meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Pengembangan areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara meliputi areal pengembangan perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta asing, perkebunan besar swasta nasional, dan pengembangan perkebunan inti rakyat. Sumatera Utara memiliki subsektor perkebunan yang potensial. Komoditaskomoditas unggulan subsektor perkebunan di Sumatera Utara yaitu kelapa sawit, karet, tebu, kelapa, dan kopi. Dari kelima komoditas unggulan tersebut kelapa sawit menjadi komoditas utama dengan hasil produksi yang besar jika dibandingkan dengan komoditas-komoditas lainnya. Komoditas-komoditas unggulan hasil perkebunan di Sumatera Utara dapat dilihat pada Lampiran 1. Peningkatan produksi kelapa sawit di Sumatera Utara tidak terjadi di semua kabupaten. Salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang perkembangan kelapa
4
sawitnya mengalami penurunan adalah Kabupaten Karo. Sesetiap tahunnya Kabupaten Karo mengalami penurunan dalam produksi TBS (Tandan Buah Segar) serta areal penanaman kelapa sawit yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah areal kelapa sawit dan produksi TBS di Kabupaten Karo 2010 2011 2012 TBM (ha) 250 240 217 TM (ha) TTM (ha) Jumlah total lahan (ha) Produksi TBS (ton) Sumber : BPS 2011 Keterangan
821 1 071 2 222
972 1 212 16 120
558 775 6 597
-TBM : Tanaman belum menghasilkan -TM : Tananaman menghasilkan -TTM : Tanaman tidak menghasilkan
Pada Tabel 4 dapat dilihat jumlah areal dan produksi kelapa sawit di Kabupaten Karo mengalami penurunan yang besar dari tahun 2010 ke tahun 2011 dan 2012. Hal tersebut bertolak belakang dengan peningkatan yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Hal ini disebabkan sulitnya bibit kelapa sawit yang diperoleh oleh petani sawit di Kabupaten Karo dan masih kurangnya pabrik pengolahan yang dapat mengolah TBS (Tandan Buah Segar) kelapa sawit sehingga petani sulit untuk menjual TBS kelapa sawitnya. Kondisi tersebut sangat disayangkan karena Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten yang sangat cocok dengan usaha kelapa sawit terlihat pada tahun 2010 jumlah produksi kelapa sawit mencapai 16 120 ton tetapi menurun sesetiap tahunnya. Salah satu karakteristik yang dapat menjadi dukungan pengembangan kelapa sawit di Kabupaten Karo adalah iklim dan struktur tanah yang cocok dengan kelapa sawit. Keadaan tersebut membuat Kabupaten Karo berpotensi menjadi wilayah investasi yang menjanjikan dalam melakukan investasi usaha pengembangan kelapa sawit, walaupun saat ini usaha kelapa sawit di Kabupaten Karo memang semakin menurun produksinya. Oleh karena itu sangat diperlukan studi kelayakan dalam melakukan investasi untuk dapat menetapkan strategi dan kebijakan yang tepat dalam menjalankannya investasi agar investasi tersebut dapat berjalan dengan baik mengingat kondisi yang terjadi di Kabupaten Karo. Perumusan Masalah Saat ini di Indonesia sudah banyak perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan dan budidaya kelapa sawit di Indonesia yang sangat berkembang dari segi produksi, teknologi, dan manajemen. Salah satu pusat perkebunan kelapa sawit yang ada di Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah potensial untuk mengembangkan tanaman kelapa sawit. Selain perkebunan, di Sumatera Utara juga sudah banyak terdapat pabrik pengolahan kelapa sawit yang mengolah TBS yaitu buah yang dihasilkan oleh pohon kelapa sawit dan selanjutnya yang diolah menjadi minyak mentah yaitu CPO (Crude Palm Oil ) dan KPO (Kernel Palm Oil).
5
Tahun 2011 Provinsi Sumatera Utara adalah penyumbang devisa nasional subsektor perkebunan terbesar kedua di Indonesia khususnya pada komoditas kelapa sawit. Provinsi Sumatera Utara menyumbang 3.12 juta ton CPO dari total produksi nasional sebesar 22.5 juta ton. Saat ini sudah banyak perusahaan kelapa sawit yang berdiri di Sumatera Utara mulai dari perusahaan yang menyediakan TBS dan pengolahan TBS menjadi CPO serta KPO. Berdasarkan data dari dinas perkebunan Provinsi Sumatera Utara, terdapat setidaknya 60 perusahaan yang bergerak dalam pengembangan dan pengolahan kelapa sawit. PT. Indomas Mitra Teknik (PT. IMT) adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Perusahaan tersebut merupakan salah satu perusahaan pengolahan TBS yang berada di Provinsi Sumatera Utara yang bergerak dalam budidaya dan pengolahan kelapa sawit. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan pengolahan sawit lainnya, PT. IMT tidak mempunyai lahan kelapa sawit yang menjadi sumber bahan baku untuk pengolahan pabriknya. Perusahaan tersebut membeli TBS dari petani-petani sawit di Kabupaten Karo dan mengolah TBS menjadi CPO dan KPO lalu menjualnya ke perusahaan pengolahan CPO dan KPO. PT. IMT berdiri pada tahun 2013 dengan membeli lahan untuk pembangunan pabrik, lahan tersebut dibeli dari masyarakat sekitar. Saat ini PT. IMT menjadi perusahaan pengolahan kelapa sawit kedua yang berdiri di Kabupaten Karo. Luas areal pabrik pengolahan yang dimiliki PT. IMT adalah 10.5 hektar. Perusahaan tersebut memiliki potensi untuk berkembang, hal tersebut dikarenakan masih sedikitnya pabrik pengolahan yang ada di Kabupaten Karo untuk mengolah TBS yang terdapat di daerah tersebut. Dengan adanya pabrik pengolahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kembali produksi kelapa sawit di Kabupaten Karo yang mengalami penurunan beberapa tahun ini. Pembangunan PT. IMT membutuhkan biaya investasi yang cukup besar. Jumlah investasi yang digunakan PT. IMT untuk pembangunan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yaitu Rp 44 miliar. Dana investasi tersebut diperoleh dari modal pemilik saham. Investasi dari PT. IMT sendiri adalah berupa pembelian lahan PKS, pembelian mesin pengolahan, dan pembangunan kantor serta pabrik berkapasitas 20 ton per hari. Perkembangan dari PT. IMT sampai saat ini masih mengalami kesulitan menghasilkan CPO dikarenakan kurangnya bahan baku TBS yang dapat dibeli perusahaan dari petani untuk memenuhi kapasitas produksi dari pabrik. Dengan luas areal perkebunan yang ada saat ini di Kabupaten Karo sebesar 1 112 Hektar pada tahun 2011 (BPS 2011), PT. IMT masih kesulitan dalam memenuhi kebutuhan TBS yang diperlukan oleh pabrik. Hal tersebut juga dikarenakan adanya perusahaan pesaing di Kabupaten Karo dengan pabrik berkapasitas 8 ton per hari yang juga ikut menyerap TBS yang berasal dari Kabupaten Karo. Hal ini membuat PT. IMT mengambil TBS dari luar daerah Kabupaten Karo yaitu berasal Kabupaten Aceh Tenggara. Dengan kondisi tersebut perusahaan belum dapat memperoleh keuntungan maksimal. Besarnya dana yang dikeluarkan untuk pembangunan PKS yang dilakukan PT. IMT dan umur usaha yang masih muda membuat studi kelayakan penting untuk dilakukan agar investasi perusahaan yang dikeluarkan tersebut dapat berjalan sesuai dengan harapan. Analisis studi kelayakan ini dilakukan untuk
6
melihat layak atau tidaknya investasi yang sudah dilakukan PT. IMT berdasarkan aspek finansial (NPV, IRR, PP, dan Net B/C ) dan aspek non-finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan lingkungan), sehingga dapat memberikan gambaran tepat kepada perusahaan dalam mengambil keputusan untuk berinvestasi mengembangkan PT. IMT ke depannya. Berdasarkan kondisi yang dijelaskan, maka hal yang menarik untuk dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kelayakan usaha kelapa sawit pada PT. IMT jika dilihat dari aspek non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan lingkungan)? 2. Bagaimana kelayakan usaha kelapa sawit pada PT. IMT jika dilihat dari aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, dan PP)? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan latar belakang yang telah diuraikan maka tujaan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kelayakan usaha kelapa sawit PT. IMT dari aspek non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, serta sosial dan lingkungan). 2. Menganalisis kelayakan usaha kelapa sawit PT. IMT dari aspek finansial (NPV, IRR, Net B/C, dan PP). Manfaat penelitian 1.
2.
3.
4.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: Bagi penulis sebagai media untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bagi perusahaan diharapkan penelitian ini dapat digunakan menjadi bahan referensi dalam melakukan pengembangan usaha PT Indomas Mitra Teknik dan menjadi rekomendasi dalam hal kelayakan dan keberlanjutan perusahaan. Bagi pihak lain diharapkan dapat berguna bagi investor atau lembaga keuangan yang ingin menanamkan modal sebagai bahan pertimbangan investasi dan kredit. Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan mengenai analisis kelayakan usaha bagi penelitian selanjutnya, dan upaya penyempurnaan masalah penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA Studi Kelayakan Bisnis Bisnis Bisnis merupakan kegiatan investasi terhadap sumberdaya yang ada guna memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi individu (perorangan/perusahaan) atau bagi negara atau masyarakat keseluruhan. Karakteristik dasar investasi yaitu melibatkan modal (capital) yang dikeluarkan
7
sekarang dengan harapan menghasilkan manfaat di kemudian hari atau masa mendatang. Siklus bisnis dibagi atas beberapa tahap yaitu identifikasi, persiapan dan analisis, penilaian (penafsiran), pelaksanaan, dan evaluasi. Terdapat dua kegiatan dalam kegiatan bisnis, yaitu investasi dan produksi. Dalam kegiatan investasi keuntungan akan didapat setelah beberapa tahun dan barang berupa barang tahan lama. Dalam kegiatan produksi keuntungan akan didapat setelah satu periode dan faktor akan habis dalam satu periode produksi (Kasmir 2003). Melaksanakan suatu bisnis diperlukan suatu kerangka bisnis agar pelaksanaan sesuai tujan. Keuntungan-keuntungan dengan pembuatan kerangka bisnis yaitu (Umar 2005) : 1. Memberikan informasi secara terpadu dan disusun agar banyak orang dapat ikut berpartisipasi dalam menyediakan informasi, menentukan asumsi, dan mengevaluasi ketepatan kerangka bisnis tersebut. 2. Memberikan suatu gambaran mengenai biaya-biaya yang harus dikeluarkan setiap tahun sehingga mereka bertanggung jawab dalam penyediaan sumberdaya yang dibutuhkan 3. Memberikan gambaran sensitivitas hasil terhadap investasi 4. Memberikan kriteria yang lebih baik bagi para manajer dan perencana dalam mengamati kemajuan pelaksanaan bisnis Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis Ada beberapa aspek yang perlu dilakukan untuk menentukan kelayakan suatu usaha. Masing-masing aspek tidak akan berdiri sendiri, akan tetapi saling berkaitan. Secara umum aspek-aspek yang perlu dilakukan studi kelayakan adalah sebagai berikut : Aspek Pasar Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial individu dan kelompok untuk memperoleh yang mereka butuhkan atau inginkan melalui proses penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk. Nilai kegunaan kegiatan pemasaran adalah selalu mengusahakan tersedianya komoditas dalam bentuk yang diinginkan, menyuguhkan tepat pada lokasi dan saat yang dibutuhkan (Umar 2005). Aspek-aspek pasar dari suatu bisnis adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh bisnis tersebut dan rencana penyedian input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan sebuah bisnis (Gittinger 1986). Analisis aspek pasar sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui tingkat permintaan dan penawaran terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, dengan analisis aspek pasar dapat diketahui potensi pasar yang ada untuk produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan serta mengetahui seberapa besar market share yang dikuasai oleh perusahaan pesaing. Hal tersebut kemudian dapat digunakan perusahan dalam menentukan strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk mencari peluang dan pasar potensial yang ada. Analisis pasar juga berfungsi untuk memperkirakan hasil usaha dengan melihat dan menganalisis pasar serta diharapkan perusahaan dapat menentukan permintaan yang efektif. Hal tersebut bertujuan agar mendapatkan harga yang menguntungkan dari perusahaan tersebut. Analisis aspek pasar dapat dilakukan
8
dengan mengamati kecenderungan permintaan suatu usaha untuk dapat melihat potensi pasar yang masih terbuka. Aspek Teknis Analisis aspek teknis berhubungan dengan input (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang nyata dan jasa (Gittinger 1986). Aspek teknis berkaitan dengan proses pembangunan proyek secara teknis seperti lokasi proyek, kapasitas produksi, bahan baku, peralatan dan mesin, proses produksi, serta teknologi yang digunakan dalam usaha tersebut. Aspek Manajemen dan Hukum Menurut Gittinger (1986), analisis aspek manajemen berkaitan dengan halhal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai sesuai atau tidaknya bisnis dengan pola sosial, budaya, dan lembaga yang memanfaatkan keberadaan bisnis tersebut, susunan organisasi proyek agar sesuai dengan prosedur organisasi setempat, dan kesanggupan staff untuk mengelola bisnis tersebut. Hal yang perlu diperhatikan dalam aspek manajemen yaitu bentuk badan usaha yang digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan tersebut, struktur organisasi yang digunakan, serta penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan perusahan tersebut (Husna et al. 2000). Keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi secara subjektif, meskipun demikian hal ini tidak mendapat perhatian khusus karena ada banyak kemungkinan yang terjadi dalam pengambilan keputusan yang kurang realistis dalam proyek yang direncanakan (Kadariah et al. 1999). Aspek Sosial dan Lingkungan Analisis sosial berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan dan implikasi sosial yang lebih luas dari investasi yang diusulkan dan pertimbangan-pertimbangan sosial yang harus dipikirkan dan diperhitungkan secara cermat agar dapat menentukan apakah usaha atau bisnis yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial (Yacob 2003). Aspek sosial juga berkaitan dengan sejauh mana proyek dapat memberi manfaat secara implisit dan eksplisit terhadap pendistribusian pendapatan serta penciptaan lapangan pekerjaan. Selain itu, analisis ini juga mempertimbangkan pengaruh negatif dari kegiatan pelaksanaan bisnis atau usaha tersebut terhadap dampak sosial seperti kehilangan pekerjaan dari masyarakat akibat adopsi teknologi atau penerapan alat-alat mekanis yang dapat mengurangi keterlibatan tenaga kerja manusia. Kualitas hidup masyarakat merupakan bagian dari rancangan bisnis yang dijalankan. Analisis usaha juga harus mempertimbangkan dampak lingkungan yang merugikan dari usaha yang direncanakan atau yang telah berjalan. Pembangunan bisnis mungkin saja akan merusak lingkungan di daerah setempat seperti merusak sumber air bersih karena adanya limbah dari bisnis atau usaha tersebut. Lokasi pelaksanaan proyek harus dipilih dan ditinjau secara langsung untuk menghindari rusaknya kelestarian lingkungan. Aspek Finansial (Keuangan) Tujuan umum pendirian sebuah usaha adalah menghasilkan keuntungan yang merupakan imbalan atas sejumlah dana yang dinvestasikan dalam sebuah
9
usaha. Menurut Umar (2007), makroekonomi sebagai input dalam studi kelayakan bisnis, hendaknya perlu dikaji imbal baliknya, yaitu bahwa bisnis yang direncanakan hendaknya bermanfaat bagi pihak lain. Hubungan bisnis yang direncanakan dapat ditinjau dari aspek finansial. Sebuah usaha akan membutuhkan sejumlah uang sebagai modal yang akan digunakan pada tahap pra operasi, tahap pembangunan, dan tahap operasional. Dana investasi pada tahap pra operasi biasanya dibutuhkan untuk pengurusan izinizin usaha, pematangan lahan (land improvement), dan lain-lain (Gittinger 1986). Pada tahap pembangunan dana investasi diperlukan untuk membiayai bangunan fisik seperti kandang, gudang, jalan, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang diperlukan. Pada tahap operasional sebuah usaha membutuhkan sejumlah uang untuk membiayai modal kerja seperti untuk membeli pakan, peralatan dan perlengkapan, vitamin, obat-obatan, membayar gaji karyawan/ upah pekerja, bunga modal, dan lain-lain. Aspek keuangan dalam studi kelayakan biasanya mempelajari kebutuhan dana untuk aktiva tetap, aktiva lancar, modal kerja, sumber pendanaan, dan sumber penerimaan, analisis biaya dan manfaat, serta arus kas. Biasanya aspek keuangan dalam studi kelayakan didasarkan atas angka proyeksi seperti proyeksi kebutuhan investasi, proyeksi biaya dan manfaat/ keuntungan, dan proyeksi arus kas. Semua proyeksi tersebut pada analisis lebih lanjut menjadi dasar bagi penilaian kelayakan sebuah usaha menurut kriteria investasi (NPV, IRR, dan B/C) dan menilai kemampuan usaha dalam membayar seluruh biaya yang harus ditanggung. Disamping itu, salah satu dari proyeksi tersebut dapat digunakan untuk mengukur rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh modal/investasi yang tanamkan, atau yang lebih dikenal dengan payback period (Umar 2005). Industri Kelapa Sawit di Indonesia Tandan Buah Segar (TBS) Tanaman kelapa sawit (Elais guineensis jacq) dipanen dalam bentuk tandan yang disebut dengan tandan buah segar (TBS). Berat dari suatu tandan buah yang matang berbeda satu sama lainnya, tergantung pada usia, jenis sawit, serta kondisi pertumbuhannya. Buah muda yang berusia 2-3 tahun memiliki berat 5 kg pertandan dan buah dewasa biasanya memiliki berat maksimal hingga mencapai 80 kg pertandan, namun kebanyakan memiliki berat dibawah 40 kg pertandan. Buah membutuhkan waktu sekitar 20-21 minggu hingga masak. Prosesnya dapat dibagi menjadi tiga bagian yang dimulai dari penyerbukan pada minggu ke 5 atau 6, lalu pada minggu ke 13 atau 14 kernel telah berbentuk sempurna dan cangkang berwarna gelap. Pembentukan sel minyak terjadi setelah minggu ke 15 atau 16 dan kandungan minyak maksimum terjadi pada minggu ke 20 atau 21. Produktivitas kelapa sawit Produktivitas perkebunan kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh lahan, tanaman, umur, dan jenis bibit yang digunakan. Perbedaan pengembangan lahan dibagi atas beberapa kelas dengan produktivitas rata-rata antara umur 4-25 tahun berturut turut sebesar 25.10 ton TBS/ha/tahun; 22.95 ton TBS/ha/tahun; 20.86 ton
10
TBS/ha/tahun, dan 17.71 ton TBS/ha/tahun. Semua kelas lahan, mengalami peningkatan produktivitas antara 15 hingga 21 tahun dan memasuki masa tua pada umur 22 tahun. Berdasarkan data tersebut maka tanaman kelapa sawit digolongkan ke dalam dua kelompok yaitu (Lubis 1992): a.Tanaman belum menghasilkan (TBM) yaitu tanaman berumur 1-3 tahun. b.Tanaman menghasilkan (TM) yaitu tanaman berumur 4-25 tahun, terdiri dari: • Tanaman remaja menghasilkan (TRM) berumur 4-8 tahun. • Tanaman dewasa menghasilkan 1 (TDM 1) berumur 9-14 tahun. • Tanaman dewasa menghasilkan 2 (TDM 2) berumur 15-21 tahun. • Tanaman tua menghasilkan (TTM) berumur 20-25 tahun. Sistem Pengolahan Kelapa sawit Sistem pengolahan kelapa sawit terbagi menjadi 2 proses sesuai dengan produk yang dihasilkan. Proses pertama yaitu proses pengolahan untuk menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), dan proses yang kedua adalah proses pengolahan untuk menghasikan Palm Kernel Oil (KPO). Proses tersebut dihasilkan dari pengolahan TBS yang diolah dengan proses pemurnian dan ekstraksi sehingga menghasilkan minyak kelapa sawit dan kernel kelapa sawit. Secara kesulurahan proses berjalan dan saling berhubungan antara satu sama lain. Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan KPO dapat dilihat dari pada Gambar 1. Tandan Buah Segar Perebusan (Sterilizer) Pengadukan
(Digester) Pengepresan
Penyaringan
Pemisahan Ampas
Pengendapan
Pengeringan
Pemurnian
Hidrocycl on
Pengeringan
Cangkang
Pemecahan Pemisahan
Penyimpanan CPO Pengeringan Penyimpanan Kernel Gambar 1. Proses pengolahan TBS menjadi CPO dan KPO Sumber : Habibillah 2010
11
Hasil Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan kelapa sawit pada umumnya menghasilkan produk primer berupa minyak kelapa sawit (MKS) dan minyak inti kelapa sawit (MIKS). Produk MKS dan MIKS dapat dikembangkan menjadi bermacam-macam produk yang lain. MKS dan MIKS merupakan sumber industri pangan seperti minyak industri, industri, shortening, dan vanaspati serta sumber karbon untuk industri oleo-kimia. Senyawa karbon asal minyak nabati lebih mudah terurai di alam dibandingkan dengan senyawa turunan minyak bumi. Industri hilir produk kelapa sawit terdiri dari industri setengah jadi dan industri barang jadi. Industri Hasil Setengah Jadi Industri hasil setengah jadi digolongkan menjadi dua, yaitu oleo-pangan dan oleo-kimia. Oleo-pangan adalah penggunaan minyak sawit untuk produk pangan. Olahan kelapa sawit yang digolongkan dalam oleo-pangan, yaitu minyak industri dan lemak makan seperti industri, vanaspati, dan shortening. Oleo-kimia adalah pengunaan minyak sawit untuk produk kimia (non-pangan). Olahan kelapa sawit yang digolongkan dalam oleo-kimia, yaitu fatty acid, fatty alcohol dan fatty amine, methyl ester (biodiesel), glycerol, ethoxylate, dan garam metalik. Industri Barang Jadi Industri barang jadi digolongkan menjadi empat jenis yaitu industri makanan, kosmetik, farmasi, dan pabrik logam. Industri makanan yaitu kue, roti, dan industri, cokelat, kembang, es krim, tepung susu nabati (filled milk), coffee whitener (coffee mate), dan mie siap saji (instant noodle). Industri kosmetik seperti sabun, cream lotion, dan shampoo. Industri farmasi yaitu vitamin A dan E. Indusri pabrik logam seperti “sabun metalik” untuk minyak pelumas dan campuran cat, pelumas dan pelindung karat permukaan lembaran baja pada industri baja canai dingin (cold rolling mill), bahan pengapung (floation agent) untuk memisahkan biji tembaga atau cobalt dari baja, industri karoseri, industri tinta cetak, lilin, serta crayon. Jenis Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia Saat ini di Indonesia ada tiga jenis bentuk utama perkebunan kelapa sawit yaitu perkebunan rakyat, perkebunan swasta, dan perkebunan negara. Bentuk yang akhir-akhir ini sudah semakin banyak adalah perkebunan inti rakyat yang dasarnya merupakan bentuk gabungan dari perkebunan rakyat dengan perkebunan swasta atau negara. Perkebunan negara masih memegang kendali dalam perkembangan kelapa sawit di Indonesia yang saat ini dikenal dengan Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN). Perusahaan tersebut merupakan perusahaan terbesar dalam bidang kelapa sawit di Indonesia, sedangkan perusahaan swata dan perkebunan rakyat masih belum dapat mengimbangi perkebunan negara dari sisi luas lahan atau teknologi pengolahan. Perusahaan swasta dan perkebunan rakyat biasanya saling melengkapi. Keduanya bisa melakukan kerjasama dalam pengelolaan kelapa sawit. Perkebunan rakyat pada umumnya hanya memiliki lahan perkebunan dan tidak memiliki akses dalam proses industri. Hal tersebut dikarenakan untuk membangun pabrik
12
membutuhkan dana yang sangat besar sehingga tidak dapat mengelola lebih lanjut hasil buah kelapa sawit dari lahan mereka. Oleh karena itu perusahaan swasta yang memiliki akses tersebut dapat membeli dan menampung hasil dari perkebunan rakyat agar dapat diolah menjadi CPO (Crude Palm Oil). Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Prospek perkembangan industri kelapa sawit saat ini sangat pesat, dimana terjadi peningkatan jumlah produksi kelapa sawit seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7.8 juta hektar pada tahun 2010 dan terus meningkat pada tahun 2011 (Ditjenbun 2012). Berkembangnya sub‐sektor perkebunan kelapa sawit di Indonesia tidak lepas dari adanya kebijakan pemerintah. Pemeritah memberikan berbagai insentif terutama kemudahan dalam hal perijinan, bantuan subsidi investasi untuk pembangunan perkebunan rakyat dengan pola PIR‐Bun, dan dalam pembukaan wilayah baru untuk areal perkebunan besar swasta. Seiring dengan semakin meluasnya lahan perkebunan kelapa sawit, maka CPO yang dihasilkan juga semakin meningkat. Berdasarkan data total produksi, minyak sawit Indonesia meningkat tajam yaitu dari 1 710 000 ton pada tahun 1988 menjadi 5 380 000 ton pada tahun 1997. Pada tahun 1998, sehubungan dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, produksi minyak kelapa sawit turun menjadi 5 11 000 000 ton, namun pada tahun 1999 produksinya kembali meningkat menjadi 5 660 000 ton. Berdasarkan BPS (2010), selama Januari sampai Agustus 2010 nilai ekspor sawit Indonesia mencapai US$ 6.7 miliar atau naik dari periode yang sama tahun lalu yang hanya US$ 5.6 miliar dengan volume ekspor 4 000 000 ton CPO. Hal ini menunjukan pertumbuhan subsektor industri perkebunan kelapa sawit telah menghasilkan manfaat ekonomi yang cukup besar. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai studi kelayakan pada komoditi kelapa sawit sudah sangat banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, akan tetapi dari sekian banyak penelitian di dalam membahas komoditas kelapa sawit banyak perbedaan dalam sisi yang dilihat dalam melakukan penelitian. Hasil dari pengkajian terhadap penelitian-penelitian tentang kelapa sawit sebelumnya tetap menggunakan analisis yang sama, yaitu analisis kelayakan non finansial (aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan lingkungan), analisis kelayakan finansial (kriteria investasi; NPV, IRR, Net B/C ratio, Payback period ). Mukti (2009), dan Ramadanisha (2013) menggunakan analisis switching value untuk mengukur perubahan biaya variabel, harga, maupun kapasitas produksi maksimal yang bisa ditolerir objek penelitian. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
13
Hasibuan (2011) dan Budiasa (2000), penelitian menggunakan analisis sensitivitas untuk mengukur kepekaan biaya. Analisis kelayakan komoditas kelapa sawit sering dilakukan pada perkebunan dan pada pabrik pengolahan kelapa sawit, seperti penelitian yang dilakukan Mukti (2009), yaitu analisis terhadap investasi pengadaan pabrik kelapa sawit (PKS) di Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darusalam dengan mengunakan dua skenario (dana sendiri atau pinjaman). Analisis sensitivitas yang dilakukan adalah peningkatan biaya produksi dan penurunan kapasitas produksi. Hasil penelitian menunjukan skenario 1 (dana sendiri) menghasilkan kriteria investasi yang lebih baik. Berdasarkan hasil uji kelayakan, pembangunan PKS kapasitas 30 ton TBS per jam layak untuk dilaksanakan. Penelitan terhadap pengolahan kelapa sawit juga dilakukan Hasibuan (2011), yaitu menganalisis pengembangan usaha CPO di PT Tapian Nadenggan, Kabupaten Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara yang dilakukan dengan menggunakan 2 skenario. Pada tingkat diskonto yang dipakai adalah 8 %, dihasilkan bahwa kriteria investasi yang lebih baik pada skenario 2, yaitu dengan melakukan peremajaan lahan kelapa yang dimiliki perusahaan seluas 9 500 hektar dan perluasaan lahan 5 500 hektar tanpa adanya pembangunan pabrik pengolahan kelapa sawit berkapasitas 60 ton TBS per jam. Pada penelitian ini, dilakukan analisis sensitivitas terhadap peningkatan biaya dan penurunan kapasitas produksi sebesar 10 % yang menunjukan usaha masih layak dijalankan. Selain dari penilitian komoditas kelapa sawit dari sisi pengolahannya, komoditas kelapa sawit juga diteliti dari sudut pengembangan perkebunanya, seperti yang dilakuakan Demiyati (2012) dan Ramadanisha (2013) yang melakukan penelitian komoditas kelapa sawit dari sisi pengembangan perkebunan kelapa sawit. Demiyati (2012) melakukan penelitian kelayakan investasi pada perkebunan rakyat di Desa Budi Asih, Sumatera Selatan, dimana penelitian ini membandingkan sistem bagi hasil di perkebunan dilihat dari sudut pandang investor dan pemilik lahan. Berdasarkan penelitian tersebut, investor memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pemilik lahan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ramadanisha (2013) yang melakukan penelitian pada perusahaan PT. Terang Inti Seraya yang berposisi di provinsi Riau, Sumatera, yaitu melakukan penelitian tentang perkebunan yang dimiliki oleh PT. TIS, melihat bagaimana prospek yang dimiliki oleh perusahaan ke depannya dan selain itu juga melakukan penelitian berapa besar perubahan yang dapat ditolerir oleh perusahaan dari sisi penuurunan harga TBS atau kenaikan biaya variabel agar tetap layak. Hasil penelitian tersebut PT TIS dikatakan layak dan nilai penurunan produksi yang ditolerir adalah sebesar 25.5 % dan biaya-biaya variabel sebesar 131.56 %.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan tentang teori-teori terkait penelitian. Teori-teori yang terkait antara lain adalah pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan analisis kelayakan, aspek-aspek yang dikaji dalam
14
penelitian, pengertian dari kriteria investasi yang digunakan, serta analisis sensitifitas. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis adalah penelaahan atau analisis tentang apakah kegiatan investasi dari suatu bisnis berhasil atau dapat dikatakan layak apabila dilaksanakan atau investasi yang sudah dilakukan layak untuk dipertahankan atau tidak. Tujuan dari studi kelayakan bisnis adalah mengetahui tingkat keuntungan yang dicapai dalam suatu bisnis, menghindari pemborosan sumberdaya, memilih alternatif bisnis yang menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi. Kelayakan sebuah bisnis ditinjau dari berbagai aspek, seperti manfaat bagi pengusaha atau perusahaan dan manfaat bagi masyarakat keseluruhan. Faktorfaktor intensitas studi kelayakan yaitu besar kecilnya dana investasi yang dilakukan, adanya ketidakpastian hasil bisnis, dan adanya umur kompleksitas terhadap komponen-komponen yang saling berpengaruh dalam aktvitasnya. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan Merencanakan dan menjalankan sebuah bisnis harus mempertimbangkan aspek-aspek dari analisis kelayakan. Analisis kelayakan bertujuan agar dapat menentukan keuntungan yang diperoleh dari suatu bisnis atau usaha serta melihat resiko-resiko yang akan dihadapi dalam menjalankan usaha tersebut. Menurut Gitinger (1986), aspek-aspek analisis kelayakan terdiri dari aspek teknis manajemen, sosial, pasar, finansial, dan ekonomi. Analisis Aspek Pasar Aspek-aspek pasar dari suatu bisnis adalah rencana pemasaran output yang dihasilkan oleh bisnis tersebut dan rencana penyedian input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan sebuah bisnis (Gittinger 1986). Analisis aspek pasar sangat penting untuk dilakukan karena banyak perusahaan atau bisnis yang mengalami kegagalan karena tidak tersedianya pasar untuk memasarkan produknya. Suatu perusahaan dapat dikatakan layak jika perusahaan harus dapat melihat bagaimana potensial pasar dari produk perusahaan tersebut, sehingga produk perusahaan dapat terjual karena adanya permintaan poduk. Analisis Aspek Teknis Aspek teknis dianalisis secara deskriptif dengan melihat kebutuhan bahan baku dan peralatan di PT. IMT, apa yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses pengolahan terkait kapasitas produksi, jenis teknologi yang dipakai dalam pengolahan, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi, TBS, dan output (CPO). Dalam aspek teknis yang paling penting adalah bagaimana proses pengolahan dan pembuatan produk yang dihasilkan serta berapa besar komposisi bahan baku yang tepat untuk menghasilkan produk yang tepat. Analisis Aspek Manajemen dan Hukum Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek hukum yaitu bentuk badan usaha yang akan digunakan perusahaan, izin usaha dari pemerintah setempat, tersedianya kelengkapan surat-surat seperti sertifikat tanah, dan jaminan-jaminan yang dapat diberikan apabila hendak meminjam modal.
15
Kemudian terdapat juga peraturan pemerintah baik pusat ataupun daerah yang membatasi ruang gerak perusahaan. Aspek manajemen yang perlu diperhatikan adalah bentuk badan usaha yang digunakan, jenis pekerjaan yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan tersebut, struktur organisasi yang digunakan, dan penyediaan tenaga kerja yang dibutuhkan (Husnan dan Suwarsono 2000). Kelayakan dapat dilihat dari bentuk badan usaha yang legal agar status hukum jelas serta apakah jenis pekerjaan yang dibutuhkan terpenuhi oleh tenaga kerja Analisis Sosial dan Lingkungan Analisis kelayakan sosial dan lingkungan PT. IMT dapat dilihat dari bagaimana respon perusahaan terhadap lingkungan sekitar baik lingkungan alam maupun masyarakat sekitar. Perusahaan harus memberikan dampak positif dan tidak merugikan lingkungan sampai batas yang dapat ditolerir daerah pabrik mengolah. Analisis Aspek Finansial Studi kelayakan adalah suatu penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek bisnis yang merupakan sebuah investasi. Bisnis tersebut harus bisa mendapatkan keuntungan bila bisnis tersebut telah berjalan. Aspek finansial dari persiapan dan analisis usaha menjelaskan pengaruh finansial dari suatu bisnis yang diusulkan terhadap pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial adalah untuk menentukan proyeksi mengenai anggaran yang akan digunakan secara efisien dengan cara mengestimasi penerimaan dan pengeluaran pada saat pelaksanaan proyek serta pada masa-masa yang akan datang sesetiap tahunnya (Gittinger 1986). Rencana anggaran dari suatu proyeksi analisis finansial dilakukan untuk mengetahui seberapa besar investasi yang dibutuhkan dan sumber dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaan bisnis tersebut. Analisis finansial juga digunakan sebagai pertimbangan dalam pengajuan kredit investasi dan modal kerja serta penjadwalan pelunasan kredit yang digunakan untuk membiayai pembangunan proyek bisnis tersebut. Dalam analisis ini kriteria yang digunakan untuk perusahaan adalah payback period (PP), Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Profitability Index (PI), serta rasio-rasio keuangan. NPV (Net Present Value) Net present value adalah manfaat bersih atau nilai bersih sekarang yang menunjukkan keuntungan yang diperoleh selama umur investasi dan merupakan jumlah nilai penerimaan arus tunai dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu, atau nilai sekarang yang diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya total dari suatu proyek atau usaha pada jangka waktu tertentu (Gray et al 1978). Suatu proyek dikatakan layak untuk diusahakan dan dapat menghasilkan keuntungan jika NPV > 0. Jika nilai NPV < 0 berarti suatu proyek atau usaha dapat menimbulkan kerugian dan dinilai tidak layak untuk dilaksanakan. Jika nilai NPV sama dengan 0 berarti suatu proyek tidak menghasilkan keuntungan serta tidak menimbulkan kerugian bagi suatu proyek atau usaha, bila suatu perusahaan memperoleh nilai NPV sama dengan 0 maka proyek tersebut dapat dilaksanakan
16
tetapi dapat mengurangi efesiensi dan efektifitas perusahaan karena bila tidak menjalankan proyek ini perusahaan tidak akan memperoleh kerugian. IRR (Internal Rate of Return) Internal rate of return adalah tingkat pengembalian internal dari investasi selama umur proyek, yang bertujuan untuk mengetahui presentasi keuntungan dari suatu proyek setiap tahun dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Dengan kata lain IRR adalah tingkat rata-rata keuangan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen (Gittinger 1986). Internal rate of return adalah hasil discount rate (suku bunga) yang membuat NPV dari suatu proyek sama dengan 0. Suatu proyek dinyatakan layak bila nilai IRR-nya lebih besar dari tingkat discount rate yang ditentukan. Sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat discount rate maka proyek yang dijalankan tidak layak untuk diusahakan. Net Benefit–Cost Ratio (Net B/C) Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, dengan kata lain manfaat yang menguntungkan bisnis-bisnis yang dihasilkan terhadap sesetiap satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak bila net B/C lebih besar dari 1 dan dikatakan tidak layak apabila net B/C lebih kecil dari 1. Payback Period(PP) Payback period merupakan salah satu metode analisis yang mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Bisnis yang memiliki payback period singkat atau cepat pengembaliannya kemungkinan besar yang akan dipilih. Payback period merupakan alat pelengkap penilaian investasi. Analisis Sensitifitas Salah satu keuntungan analisis proyek secara finasial ataupun ekonomi yang dilakukan secara teliti adalah bahwa dari analisis tersebut dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal diluar jangkauan dari asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Menurut Gittinger (1986), analisis sensitifitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Sementara menurut Kadariah (1987), yang dimaksud dengan analisis kepekaan atau sensitifitas adalah suatu teknik analisis untuk menguji secara sistematis yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek bila terjadi kejadian-kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Gittinger (1986) menambahkan, analisis sensitifitas berkaitan dengan proyeksi dalam menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang sensitif yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil analisis sensitifitas yang dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti (switching value) dan dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan
17
yang terjadi sehingga dapat diketahui tingkat kenaikan ataupun penurunan maksimum yang boleh terjadi agar NPV sama dengan nol. Arus Kas (Cashflow) Cashflow merupakan arus kas atau aliran kas yang ada di perusahaan dalam suatu periode tertentu. Cashflow mengandung semua data pendapatan yang diterima (cash in) dan biaya yang dikeluarkan (cash out) baik jenis maupun jumlahnya diestimasi sedemikian rupa, sehingga menggambarkan kondisi pemasukan dan pengeluaran di masa yang akan datang (Kasmir 2003). Cashflow mempunyai tiga komponen utama yaitu initial cashflow yang berhubungan dengan pengeluaran investasi, operasional cashflow yang berkaitan dengan operasional usaha, dan terminal cashflow yang berkaitan dengan nilai sisa aktiva yang dianggap tidak memiliki nilai ekonomis lagi (Umar 2007). Kerangka Pemikiran Operasional Saat ini perkembangan kelapa sawit di beberapa provinsi Indonesia sangat pesat. Salah satunya yaitu Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara adalah provinsi yang perkembangan perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang sangat maju jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Perkembangan perkebunan kelapa sawit tersebut juga diikuti dengan semakin banyaknya pabrik pengolahan kelapa sawit yang dibangun dan dijalankan di Provinsi Sumatera Utara. Akan tetapi perkembangan komoditas kelapa sawit yang terjadi di Provinsi Sumatera Utara tidak diikuti oleh seluruh kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Utara, masih ada kemunduran dalam perkembangannya yaitu salah satunya adalah Kabupaten Karo yang mengalami kemunduran. Dan hal tersebut membuat sulitnya perkembangan Kabupaten Karo dalam sisi ekonomi jika dibandingkan dengan kabupaten lain yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Dari penjelasan tersebut secara riil akan sangat sulit jika sebuah perusahaan untuk mengembangkan bisnis dalam bidang pengolahan kelapa sawit dikarenakan kurangnya pasokan bahan baku, akan tetapi PT. IMT melihat adanya peluang yang terdapat di Kabupaten karo dalam pengembangan Kelapa sawit ke depannya karena struktur tanah dan iklim yang sangat cocok untuk pengembangan kelapa sawit ke depannya. Pada umumnya sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit memiliki lahan perkebunan sendiri untuk mendapatkan bahan baku TBS untuk pengolahan pabrik nya. PT. IMT adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit, tetapi perusahaan ini tidak berjalan seperti perusahaan pengolahan kelapa sawit biasanya. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit pada umumnya mempunyai lahan sendiri untuk memenuhi pasokan buah kelapa sawit. Perusahaan. PT. IMT membuat kebijakan dan sistem yang berbeda dengan perusahaan kelapa sawit lainnya. Perusahaan tersebut tidak memiliki lahan perkebunan kelapa sawit yang menjadi supply bahan baku untuk pengolahan pabrik perusahaan tetapi memiliki pabrik yang mengolah kelapa sawit (TBS). PT. IMT menggunakan sistem dengan pembelian TBS dari perkebunan rakyat dan mengolah TBS tersebut menjadi CPO dan KPO.
18
Berdasarkan kondisi tersebut PT. IMT mempunyai kebijakan yang sangat berbeda dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya. PT. IMT tetap menjalankan kebijakan tersebut sampai saat ini. Oleh karena itu dengan sistem yang berbeda yang dijalankan PT. IMT dan kondisi Kabupaten Karo yang perkembangan kelapa sawitnya tidak terlalu maju jika dibandingkan dengan kabupaten yang lain yang ada di Provinsi Sumatera utara, karena itu perlu dilakukan kajian mengenai analisis kelayakan perusahaan yang dilakukan dari aspek non finansial yang berkaitan degan aspek pasar, manajemen, teknis, sosial lingkungan, dan aspek finansial. Analisis kelayakan usaha perlu dilakukan agar mengetahui apakah dengan kebijakan dan sistem usaha yang dilakukan oleh PT. IMT layak untuk dilanjutkan atau perlu dilakukan perbaikan. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.
-Jumlah produksi areal dan produksi TBS kelapa sawit meningkat setiap tahunnya di Indonesia khususnya provinsi Sumatera Utara -Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang menurun produksi TBS kelapa sawitnya -Masih sedikit pabrik pengolahan yang ada di Kabupaten Karo untuk mengolah TBS kelapa sawit
PT. IMT merupakan perusahaan baru yang mengelola TBS kelapa sawit menjadi CPO dan KPO di Kabupaten Karo
Investasi yang akan dilakukan dan yang sudah dilakukan oleh PT. IMT
Analisis Kelayakan Usaha
Aspek Non Finansial
Aspek Finansial
-aspek pasar -aspek teknis -aspek manajemen dan hukum -aspek sosial dan lingkungan
-NPV -IRR -Net B/C -Payback Period
Layak
Tidak Layak
Lanjutkan
Perbaikan
Gambar 2. Kerangka pemikiran operasional
19
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di PT. IMT, Kecamatan Mardinding, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2013. PT. Indomas Mitra Teknik adalah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO dan merupakan salah satu perusahaan yang baru berjalan di daerah Kabupaten Karo. Perusahaan tersebut tidak memiliki lahan perkebunan sendiri untuk memenuhi bahan baku (TBS). Meskipun demikian, perusahaan ini menutupinya dengan pembelian bahan baku untuk pengolahan dari petani sawit di sekitar perusahaan tersebut sehingga dapat bertahan dari persaingan perusahaan pengolah kelapa sawit yang lain. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan di dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan mengenai aspek non finansial. Aspek non finansial berkaitan dengan lingkungan internal dan eksternal, baik manajemen perusahaan maupun kelembagaan ataupun aspek lingkungan internal dan eksternal lainnya. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber terkait dengan penelitian yang dilakukan dan diolah dengan menggunakan perhitungan kelayakan, baik dari kelayakan finansial yang dapat dilihat dari segi Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Rasio (Net B/C), Internal Rate Return (IRR), dan payback period (PP). Data primer dan data sekunder yang digunakan berupa data yang berkaitan dengan aspek finansial dan non-finansial. Data primer digunakan untuk menggambarkan keadaan perusahaan pada masa sekarang dan untuk menjelaskan keadaan produksi perusahaan. Data sekunder digunakan sebagai sumber dasar yang digunakan untuk menggambarkan mengenai perkebunan kelapa sawit, pengolahan pabrik CPO, aspek-aspek penunjang yang berkaitan dengan perkebunan kelapa sawit, dan menjadi dasar perhitungan finansial perkebunan kelapa sawit setelah pengembangan . Instrumen yang digunakan di dalam penelitian untuk mendapatkan informasi dan data yang dibutuhkan adalah dengan menggunakan alat elektronik, media cetak, internet, serta daftar pertanyaan untuk dijawab oleh responden. Responden dalam hal ini adalah orang yang memiliki kredibilitas di bidang yang diteliti yaitu manajer produksi, bagian keuangan/arsip, dan bagian-bagian lain yang masih memiliki kaitan terhadap objek penelitian. Metode pengumpulan data Data wawancara perusahaan. perusahaan, internet.
primer diperoleh langsung dari responden dengan melakukan dan dalam hal ini responden tersebut adalah direktur pemilik Data sekunder diperoleh dari PT. IMT, referensi dari laporan rencana pembangunan di daerah sekitar perusahaan, buku, dan
20
Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji aspek non finansial, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, hukum dan sosial. Data yang bersifat kualitatif dinilai berdasarkan kriteria kelayakan setiap aspek yang harus dipenuhi. Data yang bersifat kuantitatif diolah untuk mengkaji aspek kelayakan finansial berdasarkan kriteria penilaian investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan payback period (PP). Pengolahan dan analisis data ini diarahkan pada analisis kelayakan, apakah perusahaan layak dijalankan atau diteruskan melihat dari kebijakan yang diterapkan oleh perusahaan yang berbeda dengan perusahaan pengolah kelapa sawit yang lain dan kondisi dari lingkugan perusahaan. Selain itu, diteliti apakah perusahaan dapat memproduksi CPO dan KPO secara maksimal dengan kebijakan tersebut, dan apakah perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan yang maksimal dengan kebijakan tersebut. Kriteria Investasi Net Present Value(NPV) NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang (present) dari selisih antara manfaat dengan biaya pada tingkat diskonto (bunga) tertentu. Dinyatakan dalam rumus:
Keterangan :
NPV Bt Ct n t
= Nilai bersih sekarang (Rupiah) = Manfaat pada tahun k–t (Rupiah) = Biaya pada tahun ke-t (Rupiah) = Tingkat diskonto (%) = Umur proyek (tahun) = Tahun
Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria investasi yaitu : 1. NPV > 0, secara finansial proyek layak untuk diusahakan dan dapat menghasilkan keuntungan. 2. NPV = 0, secara finansial proyek sulit untuk diusahakan dan tidak dapat menghasilkan keuntungan. 3. NPV < 0, secara finansial lebih baik proyek tidak dilaksanakan karena akan menimbulkan kerugian. Internal Rate of Return (IRR) IRR atau Internal Rate of Return adalah tingkat pengembalian internal dari investasi selama umur proyek yang bertujuan untuk mengetahui persentasi keuntungan dari suatu proyek tiap tahun dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman, secara matematis nilai tersebut dirumuskan sebagai berikut:
21
Keterangan : IRR NPV NPV'
= Tingkat internal hasil (%) = Nilai bersih sekarang bernilai positif (Rupiah) = Nilai bersih sekarang bernilai negatif (Rupiah) = Tingkat diskonto menghasilkan PV positif (%) = Tingkat diskonto menghasilkan PV negatif (%)
Hasil analisis IRR lebih besar dari bunga bank (tingkat diskonto) yang berlaku, menunjukan proyek tersebut layak untuk dilakukan. Sebaliknya bila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank maka usaha tersebut tidak layak untuk dilakukan. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net B/C merupakan perbandingan antara NPV total dari manfaat bersih terhadap total dari biaya bersih (Kadariah 1978). Metode ini digunakan untuk melihat berapa besar manfaat bersih yang dapat diterima dari suatu bisnis atau proyek untuk sesetiap investasi yang dilakukan atau dikeluarkan. Bila Net B/C lebih besar sama dengan 1 usaha maka bisnis dianggap layak untuk dilaksanakan namun jika Net B/C kurang dari 1 maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan dalam menghitung Net B/C adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Bt = Total penerimaan pada tahun ke-t Ct = Total biaya pada tahun ke-t = Tingkat diskonto yang berlaku n = Umur ekonomis proyek
Payback Period (PP) Payback period dapat diartikan dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan biaya investasi. Payback period adalah suatu metode dalam penentuan jangka waktu yang dibutuhkan dalam menutupi initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan cashflow yang dihasikan dari suatu proyek tersebut. Semakin pendek payback period dari periode yang disyaratkan perusahaan maka proyek investasi tersebut dapat diterima (Arifin et al. 1999). Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut:
Keterangan :
I = Biaya investasi yang dikeluarkan Ab = Manfaat bersih yang diperoleh sesetiap tahunnya
22
Asumsi – Asumsi Dasar Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Umur ekonomis pabrik ditentukan selama 15 tahun berdasarkan umur teknis instalasi pabrik. 2. Kapasitas terpasang pabrik adalah 20 ton TBS per jam. 3. Jumlah hari kerja adalah 25 hari per bulan, 300 hari per tahun, dengan asumsi hari minngu libur dan hari libur nasional lainnya. 4. Tingkat diskonto yang digunakan adalah 8 %. Pemilihan ini berdasarkan bunga deposito dari Bank BI, hal ini dikarenakan perusahaan tidak memiliki pinjaman dalam modal usaha. 5. Seluruh pembelian alat investasi dilakukan pada tahun 2012 hingga 2013. 6. Perhitungan nilai penyusutan masing-masing investasi menggunakan metode garis lurus dimana harga beli dikurangi nilai penyusutan dan dibagi dengan umur manfaat. 7. Hasil produksi CPO adalah 19 % dari tandan buah segar (TBS) yang diolah, dan hasil Kernel 5 % dari TBS yang diolah dan hasil cangkang 6 %. 8. Asumsi harga TBS, CPO, dan kernel dianggap konstan sesetiap tahunnya, harga yang ditetapkan berdasarkan harga rata-rata dari Juli-Desember 2013 (Lampiran 2), adapun harga yang ditetapkan adalah sebagai berikut : a. TBS Rp. 1 500/kg b. CPO Rp. 8 831/kg c. Kernel Rp. 6 184/kg d. Cangkang Rp. 731/kg 9. Nilai insentif yang diberikan kepada suplier TBS adalah Rp. 20/kg dikalikan dengan jumlah TBS yang diolah perusahaan. 10. Nilai insentif ke pemilik lahan adalah Rp. 5/kg dikalikan dengan jumlah TBS yang diolah perusahaan. 11. Peningkatan pengolahan bahan baku TBS perusahaan diperkirakan minimal sebesar 8 % sesetiap tahunnya. Hal ini didasari kenaikan TBS riil yang diolah periode Juli-Desember 2013 dibandingkan dengan periode Juni-Desember 2014 adalah 18 %. 12. Peningkatan gaji staff diasumsikan naik 3 % sesetiap tahunnya berdasarkan sistem yang diterapkan perusahaan sedangkan gaji karyawan diasumsikan naik 7 % berdasarkan inflasi per tahun. 13. Pajak diasumsikan 10 % dari keuntungan bersih yang diperoleh sesetiap tahunnya.(UUD NO 36 tahun 2008, Pasal 17 ayat 2a) 14. Biaya pemeliharaan dan pengolahan PKS diasumsikan meningkat sebesar 6 % sesetiap tahunnya. 15. Fee ke koperasi diberikan perusahaan sebesar 2.5 % dari pembelian TBS.
23
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Deskripsi Kabupaten Karo Kabupaten Karo merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara, terletak pada jajaran dataran tinggi Bukit Barisan dan sebelah barat daya berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia serta merupakan daerah hulu sungai. Secara geografis Kabupaten Karo terletak pada koordinat 2o 50’ – 3o19’ Lintang Utara dan 97o 55’ – 98o 38’ Bujur Timur. Berikut batas-batas wilayah dari Kabupaten Karo. Sebelah Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang Sebelah Selatan : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir Sebelah Barat : Provinsi Nangroe Aceh Darusalam Sebelah Timur : Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun
Gambar 3. Peta Kabupaten Karo Kabupaten Karo mempunyai wilayah seluas 2 127.25 Km2 atau 2.97 % dari luas Provinsi Sumatera Utara, terdiri dari 17 kecamatan dan 262 desa. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Mardingding yakni 267.11 Km2 (12.56% dari luas Kabupaten Karo) dan kecamatan dengan luas terkecil adalah Kecamatan Berastagi seluas 30.5 Km2 (1.43% dari luas Kabupaten Karo). Luas wilayah dan jumlah penduduk sesetiap kecamatan di Kabupaten Karo tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 5.
24
Tabel 5
Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kabupaten Karo tahun 2010
No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kabanjahe Berastagi Barusjahe Tigapanah Merek Munte Juhar Tigabinanga Laubaleng Mardingding Payung Simpang empat Kutabuluh Dolat rayat Merdeka Naman teran Tiganderket Jumlah
Jumlah Desa/ Kelurahan
Luas Wilayah (Km²)
13 10 19 26 19 22 25 20 15 12 8 17 16 7 9 14 17 269
44.65 30.50 128.04 186.84 125.51 125.64 218.56 160.38 252.60 267.11 47.24 93.48 195.70 32.25 44.17 87.82 86.76 2 127.25
Jumlah Penduduk (jiwa) 63 918 42 939 22 304 29 593 18 223 19 870 13 368 20 086 17 879 17 222 10 938 19 192 10 685 8 374 13 434 12 916 13 301 354 242
Sumber: BPS Kab.Karo 2010 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 meningkat sebesar 6.34 % terhadap tahun 2011. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 7.85 %. disusul oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 7.20 %, sektor jasa-jasa 6.17 %, sektor pertanian 6.12 %, sektor bangunan 5.92 %, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 5.84 %, sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 4.76, dan sektor industri pengolahan 3.95 %. Sedangkan sektor pertambangan dan penggalian menjadi sektor yang paling rendah pertumbuhannya, yaitu 3.71 %. Besaran PDRB Kabupaten Karo pada tahun 2012 atas dasar harga berlaku tercapai sebesar Rp. 8 512.71 miliar, sedangkan atas dasar harga konstan 2 000 sebesar Rp. 3 816.81 miliar. Terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Karo tahun 2012 sebesar 6.34 %, sektor pertanian memberi sumbangan sebesar 3.52 %, disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran 1.16 %, sektor jasa-jasa sebesar 0.76 %, sektor pengangkutan dan komunikasi 0.51 %, sektor bangunan 0.21 %, dan sisanya oleh keempat sektor lainnya. PDRB perkapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2012 mencapai Rp. 23.72 juta, lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar Rp. 21.55 juta. (BPS Kab.Karo 2014). Potensi Perkebunan Kabupaten Karo Kondisi topografi Kabupaten Karo pada dasarnya memiliki potensi alam yang cukup tinggi sesuai untuk syarat tumbuh berbagai jenis tanaman perkebunan.
25
Tanaman perkebunan yang telah banyak yang dibudidayakan masyararakat di daerah ini yaitu kakao, kemiri, kopi, dan sawit. Pada tahun 2012, luas lahan kakao seluas 4 153 ha dengan produksi 2 748 ton, kemiri dengan luas lahan 1 606 ha produksi 1 275 ton, kopi dengan luas lahan 6 218 ha dengan produksi 4 962 ton , serta kelapa sawit dengan luas lahan 1 404 ha dengan produksi 14 333 ton. Sekilas Profil PT Indomas Mitra Teknik PT. IMT berdiri tahun 2012 dan terletak di Desa Mardingding, Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan pengolahan kelapa sawit kedua yang berdiri di Kabupaten Karo. PT. IMT memiliki luas areal sekitar 10 hektar dimana luas pabrik sebesar 5 hektar tempat pembuangan limbah 4 hektar, tempat janjang kosong 1 hektar, dan lokasi perumahan staff 0.5 hektar. Kantor pusat PT. IMT berada di Komplek ruko Graha Metropolitan Blok G No. 18 Jln. Kapten Sumarsono Medan. Tenaga kerja PT. IMT saat ini terdiri dari 6 orang staff dan 50 orang karyawan yang terbagi di kantor pusat dan di areal pabrik. Disamping gaji, perusahaan memberikan fasilitas kepada karyawannya yaitu tempat tinggal dan jaminan kesehatan serta keamaanan kerja yang bekerja sama dengan Jamsostek.
HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Non-Finansial 1. Aspek Pasar Analisis aspek pasar berkaitan dengan seberapa besar pasar merespon terhadap barang atau jasa yang diproduksi suatu bisnis atau perusahaan baik dari sisi permintaan, penawaran, harga, dan strategi pemasaran (4P), sehingga produk dapat memberikan manfaat bagi konsumen yang membeli atau menggunakan produk. Aspek pasar merupakan aspek yang memiliki prioritas yang sangat penting bagi suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan yang mengalami kegagalan karena tidak memperhatikan potensi dan pangsa pasar (Kothler dan Amstrong 1997). Permintaan Analisis permintaan digunakan untuk mengetahui secara riil jumlah produk atau jasa yang dihasilkan dalam periode waktu tertentu. Potensi pasar CPO di Indonesia dinilai cukup tinggi dikarenakan CPO sangat banyak digunakan oleh industri-industri lain seperti industri minyak goreng dan industri oleokimia. Industri minyak goreng merupakan penyerap CPO terbesar yaitu mencapai 29.6 % dari total produksi CPO. Selain itu, CPO juga merupakan salah satu pemasukan devisa negara karena termasuk komoditi ekspor Indonesia yang sangat potensial. Siklus produksi PT. IMT sendiri dalam sehari mampu mengolah TBS 50 hingga 75 ton yang dapat menghasilkan rata-rata CPO sebanyak 500-565 ton, kernel 140-146 ton, dan cangkang 160-166 ton. Jumlah permintaan produksi PT. IMT dapat dilihat dari hasil produksi yang selalu memiliki pembeli dan produk yang selalu terjual sesetiap bulannya. Tingkat permintaan produksi PT. IMT
26
khususnya CPO relatif stabil dan jarang terjadi penurunan atau peningkatan harga yang signifikan. Permintaan CPO ini biasanya datang dari perusahaan-perusahaan pengelola CPO yang berasal dari kota Medan. Dalam penjualan CPO, PT IMT bekerja sama dengan beberapa perusahaan yaitu PT. Smart, PT. Pacific Palmindo Industri, dan PT. Inno wangsa dengan sistem kontrak. Kapasitas penjulan CPO yang dipasok kepada perusahaan-perusahaan tersebut sejauh ini berkisar 500-600 ton per bulannya. Dilihat dari total penjulaan CPO PT. IMT, saat ini belum mencapai nilai maksimal jika dilihat dari kapasitas pabrik. Hal tersebut dikarenakan PT. IMT masih kekurangan bahan baku (TBS) untuk diolah. Menurut USDA (2010), Konsumsi minyak kelapa sawit dunia pada tahun 2006 telah mencapai 37 juta ton dan sampai 2008 telah mencapai 40.45 juta ton. Dilihat dari perkembangannya permintaan atas minyak kelapa sawit di dunia mengalami peningkatan, begitu juga yang terjadi terhadap permintaan minyak kelapa sawit di Indonesia. Menurut GAPKI (2014), prospek industri kelapa sawit nasional cukup menjanjikan dan akan terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data GAPKI produksi CPO dan KPO tahun 2013 mencapai 26 juta ton atau naik 1.9 % dibanding pada tahun 2012 sebanyak 26.5 ton. Sedangkan produksi pada tahun 2014 diperkirakan pada kisaran 27.5-28 juta ton. Jika dilihat dari hal tersebut menunjukkan potensi pasar untuk produk CPO sangat baik, dan kondisi tersebut juga terlihat dari penjualan CPO yang dilakukan PT.IMT tidak mengalami kesulitan dan selalu mempunyai permintaan terhadap produknya. Penawaran Penawaran adalah jumlah produksi yang dapat disediakan oleh perusahaan. Penawaran CPO PT.IMT relatif stabil, seluruh CPO yang diproduksi selalu memiliki pembeli. PT.IMT melakukan penawaran ke perusahaan-perusahaan pembeli sampai mendapatkan nilai (harga) paling tinggi dari perusahaan pembeli. Penawaran CPO yang dilakukan PT. IMT kepada perusahaan-perusahaan tersebut dengan menggunakan sistem kontrak, yaitu perusahaan pembeli menentukan jumlah CPO yang akan dibeli dengan harga yang telah disepakati dalam kontrak, Terdapat dua pabrik pengolahan kelapa sawit di wilayah Kabupaten Karo. Hal ini menyebabkan terjadinya persaingan dalam penentuan harga bahan baku yang juga mempengaruhi biaya produksi, namun persaingan tersebut tidak mempengaruhi harga penawaran kepada perusahaan-perusahaan pembeli CPO. Hal ini disebabkan penentuan harga CPO sudah ditetapkan melalui mekanisme pasar dengan mengacu pada harga CPO internasional di bursa berjangka. Selama ini penentuan harga dilakukan dengan sistem lelang yang dilakukan dua kali seminggu (Pahan 2006), akan tetapi kebijakan yang baru saat ini sistem lelang dilakukan sesetiap hari. Strategi Pemasaran Strategi pemasaran adalah merupakan sistem dari keseluruhan kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang serta jasa yang dapat memuaskan kebutuhankebutuhan pembeli yang ada atau pembeli yang potensial (Stanton 1984). Berdasarkan definisi tersebut maka ketika membahas pemasaran tidak dapat lepas dari bauran pemasaran. Bauran pemasaran merupakan kombinasi dari empat variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran dan dapat dikendalikan oleh
27
perusahaan. Variabel tersebut dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok utama, yang dikenal dengan 4P, yaitu produk, harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). A. Produk Produk merupakan sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan. Produk yang dihasilkan PT. IMT adalah CPO. CPO adalah minyak yang dihasilkan dari proses perebusan kelapa sawit. Selain produk utama yaitu CPO, PT. IMT juga menghasilkan KPO dari proses tersebut. KPO juga sudah memiliki perusahan pembeli tersendiri. Selain itu, terdapat fiber yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendapatkan keuntungan dan dapat menjadi subtitusi bahan bakar (solar) yang digunakan PT. IMT dalam proses produksi. Produk lain yang dihasilkan dari pengolahan TBS PT. IMT yaitu cangkang yang juga merupakan sumber keuntungan dari perusahaan. B. Harga Harga adalah sejumlah uang atau barang yang dibutuhkan untuk mendapatkan kombinasi dari barang lain yang disertai dengan pemberian jasa. Penentuan tingkat harga sangat menentukan keberhasilan suatu bisnis. Harga jual CPO ditentukan melalui mekanisme pasar yang mengaju pada harga CPO internasional (Pahan 2006). Sementara mekanisme penentuan harga CPO yang dilakukan oleh PT. IMT ditetapkan melalui sistem lelang sesetiap harinya. Ratarata harga jual CPO yang dilakukan oleh perusahan-perusahaan relatif sama, yaitu berada dalam kisaran Rp 7 500-9 000 per kg, sedangakan harga cangkang rata-rata Rp 650-750 per kg dan kernel Rp 4 200-6 200 per kg. C. Pengadaan Input dan Penjualan Output Pemasaran CPO PT. IMT hanya dilalukan di daerah Sumatera Utara, belum menjangkau daerah lain. Hal ini dikarenakan PT. IMT belum mampu melakukan ekspansi ke berbagai daerah karena adanya keterbatasan modal dan bahan baku yang ada di daerah perusahaan. Saluran distibusi yang dilakukan PT. IMT dapat dilihat pada Gambar 4.
28
Supplier: RS
Supplier : D
Koperasi
Proses
CPO
Pacific Indo
Kernel
Cangkang
Fiber
Agro Jaya
Samudera
Penduduk
Gambar 4. Pengadaan input dan penjualan output PT. IMT Gambar 4 menunjukan sistem distribusi yang diterapkan PT.IMT mulai pembelian bahan baku dari supplier TBS hingga penjualan hasil pengolahan produksi. Dari gambar 4 juga dapat dilihat PT.IMT memiliki tiga supplier besar salah satunya adalah koperasi yang dididirikan perusahaan dengan bekerja sama dengan penduduk sekitar selain itu PT. IMT juga memiliki suplier pengumpul buah kelapa sawit rakyat yang menjadi pemasok bahan baku bagi PT. IMT. yang berperan sebagai pengumpul (penampung) kelapa sawit dari petani-petani kecil di sekitar perusahaan yang kemudian akan dijual kepada PT. IMT yaitu R. Sihombing dan Darmanta. Bahan baku kemudian diolah dan menghasilkan empat produk yang dapat dijual yaitu CPO, kernel, cangkang, dan fiber. Sesetiap produk memiliki pembeli dengan harga yang berbeda-beda, khusus untuk fiber produk tersebut tidak pasti dijual karena perusahaan dapat menggunakannya sebagai pengantti bahan bakar pabrik. D. Promosi Promosi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan dan mempromosikan produk pada target pasar (Kotler 1997). Saat ini upaya strategi promosi yang digunakan PT. IMT adalah hubungan baik pemilik perusahaan PT. IMT dengan perusahan pembeli. Hal ini dilakukan perusahaan dengan cara mencari perusahan-perusahaan pembeli yang baru melalui hubungan antar pemilik perusahaan CPO. Hasil Analisis Aspek Pasar Berdasarkan analisis potensi pasar PT. IMT bahwa bisnis layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari potensi pasar CPO tergolong relatif stabil dan tidak pernah ditemukan over supply. Permintaan selalu diimbangi dengan penawaran yang membuat CPO selalu mempunyai pembeli. Selain itu, dari sisi strategi pemasaran (4P) harga perusahaan juga mendapatkan keuntungan yaitu harga dari sesetiap produk yang dihasilkan PT. IMT lebih besar dari pada biaya produksi yang dikeluarkan oleh perusahaan.
29
Aspek Teknis Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan kesiapan perusahaan dalam menjalankan hal-hal teknis atau operasional. Hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu lokasi pabrik, fasilitas pendukung produksi, ketersediaan bahan baku, analisis bahan baku dan jumlah produksi, serta proses produksi. 2.
Lokasi Pabrik Lokasi pabrik kelapa sawit PT. IMT terletak di Desa Mardingding, Kecamatan Mardingding, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Luas areal pabrik yaitu 10 ha termasuk perumahan karyawan. Lokasi pabrik dapat ditempuh melalui jalan darat dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan. Perjalanan tersebut membutuhkan waktu sekitar 6 jam dengan jarak tempuh 170 km dengan kondisi jalan yang diaspal dan merupakan jalan lintas yang menghubungkan Kabupaten Karo dengan Kabupaten Aceh Tenggara. Waktu yang diperlukan untuk menuju lokasi pabrik dari jalan lintas kabupaten sekitar 15 menit dengan jarak tempuh perjalanan 3 km dengan kondisi jalan belum diaspal dan masih merupakan jalan bebatuan bercampur tanah. Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik kelapa sawit meliputi ketersediaan air. Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan pabrik diperoleh dari air sungai yang berjarak sekitar 400 meter dari lokasi pabrik. Faktor- faktor lainnya yaitu daya dukung tanah, infrastukrtur, dan dekat dengan lokasi perkebunan rakyat yang menanam kelapa sawit (bahan baku). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa lokasi pabrik yang didirikan PT. IMT dinyatakan layak. Fasilitas produksi dan pendukung PT. IMT Fasilitas produksi pada pabrik kelapa sawit PT. IMT meliputi sterilizer, threassing, press, klarifikasion, boiler, engine room, dan listrik dengan kapasitas 20 ton/jam. Sedangkan fasilitas pendukung yang ada di PT. IMT yaitu kendaraan operasional, perumahan, fasilitas pengadaan air yaitu water station, laboratorium, gudang workshop, bengkel peralatan, peralatan telekomunikasi, peralatan pemadam kebakaran, komputer, weight bridge, dan alat-alat penunjang lainnya. Ketersediaan Bahan Baku Produksi TBS di Kabupaten Karo dan Aceh Tenggara mencapai 8 750 ton per bulan, namun jumlah tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan kapasitas olah pabrik PT. IMT yang memerlukan pasokan TBS 10 000 ton per bulan. Jumlah maksimal rata-rata TBS yang masuk ke pabrik pengolahan per bulan hanya 3 750 ton atau sekitar 37.5 % dari kapasitas olah pabrik. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah persaingan dengan pabrik pengolahan lain yang berada di dekat pabrik PT. IMT sehingga produksi TBS terbagi dua. Selain itu, kualitas TBS yang dihasilkan oleh petani kelapa sawit sekitar PT. IMT tidak cukup baik sehingga banyak buah yang tidak diterima oleh perusahaan karena TBS yang masuk banyak yang tidak memenuhi syarat. Dalam kegiatan pabrik kelapa sawit ketersediaan bahan baku merupakan faktor utama. Dalam hal ini, untuk memenuhi bahan baku PT. IMT belum mampu, karena itu untuk memenuhi ketersediaan bahan baku agar lebih baik ke depannya perusahaan membuat kerjasama dengan penduduk setempat dengan
30
dibangunnya sebuah koperasi yang berbasis kelapa sawit dimana koperasi ini saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat, perusahaan dapat membeli buah langsung dari koperasi sedangkan masyarakat bisa mendapatkan penyuluhan tentang sistem penanaman kelapa sawit yang baik serta bisa mendapatkan bibit sawit serta keperluan lainnya dalam menjalankan perkebunan kelapa sawit di koperasi tersebut. Selain itu Perusahaan berusaha melakukan kerjasama dengan petani-petani/perkebunan besar sehingga produksi TBS dari petani-petani/perkebunan besar tersebut dapat diolah di PT. IMT. Selain itu, perusahaan juga menyediakan bibit sawit unggul yang dapat dibeli petani untuk meningkatkan kualitas TBS yang dihasilkan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ketersedian bahan baku di daerah pabrik dinyatakan belum layak. Kapasitas Produksi Berdasarkan kapasitas pabrik sebesar 20 ton TBS per jam, dalam satu hari idealnya pabrik bekerja normal selama 20 jam, dalam sebulan 25 hari, dan dalam setahun bekerja selama 300 hari, maka kebutuhan bahan baku yang diperlukan untuk proses produksi beserta produk yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6
Kapasitas pabrik kelapa sawit dan produksi CPO serta kernel PT. IMT Uraian Jumlah
Kapasitas terpasang Jam kerja/hari Hari kerja/bulan Hari kerja/tahun Kebutuhan kapasitas olah/ hari Kebutuhan kapasitas olah/bulan Kebutuhan kapasitas olah per tahun Produksi CPO/hari (rendemen 19%) Produksi CPO/tahun (rendemen 19%) Produksi kernel/hari (rendemen 5%) Produksi kernel/bulan (rendemen 5%) Produksi kernel/tahun (rendemen 5%) Sumber: PT Indomas Mitra Teknik
20 ton 20 jam 25 hari 300 hari 400 ton 10 000 ton 120 000 ton 76 ton 22 800 ton 20 ton 500 ton 6 000 ton
Berdasarkan kapasitas olah pabrik normal maka perusahaan seharusnya mengolah TBS mencapai 120 000 ton per tahun. Namun PT. IMT baru dapat memanfaatkan kapasitas olah sekitar per 3 750 ton bulan atau dapat diperkirakan hanya 45 000 setahun (37.5 %). Karena itu dapat dikatakan bahwa kapasitas olah belum dimanfatkan secara maksimal akibat adanya kekurangan bahan baku TBS. Proses Produksi Proses pengolahan TBS menjadi minyak kelapa sawit dan inti sawit secara umum terdiri dari proses ekstrasi secara mekanis dilanjutkan dengan proses pemurnian. Proses produksi TBS sampai menjadi CPO/kernel secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
31
A. Proses Ekstraksi Proses ekstraksi dimulai dari TBS diterima dari supply/pengumpul yang diangkut dengan truk atau pick up kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui berat TBS yang masuk ke pabrik. Setelah dilakukan penimbangan, kemudian dilakukan penyortiran untuk menentukan berapa % TBS yang layak diterima untuk diproses atau ditolak. Kemudian TBS yang diterima dikumpulkan di loading ramp sebelum diproses pada proses pengolahan pertama (sterilisasi). Sebaiknya dari proses penerimaan, penimbangan sampai diolah, waktu yang dipergunakan harus sesingkat mungkin untuk dapat mencegah penurunan kualitas.
Gambar 5. Tempat penyortiran dan penyimpanan dalam Loading Ramp Tahapan pertama dalam proses ekstraksi minyak kernel dari TBS adalah proses perebusan. Keberhasilan dalam proses perebusan akan sangat mempengaruhi efisiensi dari proses ekstraksi. Hasil perebusan akan memberi efek pada proses perontokan, pelumatan, dan proses kempa/pengepresan. Setelah proses perebusan, dilanjutkan dengan proses pemisahan berondolan dengan janjangan di mesin threshing. Berondolan yang telah dipisahkan dari janjangan dimasukan ke dalam digester, sementara janjangan diangkut ketempat pembakaran tandan kosong atau digunakan untuk land application.
Gambar 6. Stasiun perebusan dan stasiun pencacahan (Digester) Berondolan yang masuk ke dalam digester kemudian dilumatkan sehingga menjadi bubur, untuk memudahkan proses pelumatan di dalam digester dilakukan pemanasan dengan injection steam. Selanjutnya, buah ditekan (pressing) untuk
32
memisahkan minyak kasar (crude oil) dari biji buah. Proses pressing dipermudah dengan penambahan air panas, setelah itu minyak yang masih bercampur air keluar melalui dinding press cage yang mempunyai perforasi/lubang kecil untuk dimurnikan kemudian biji dan fiber keluar dari cylinder press cake untuk dipisahkan. Proses pressing merupakan dasar perhitungan kapasitas pabrik, oleh sebab itu harus dioperasikan secara optimal sehingga tidak mengganggu rantai pengolahan. B. Proses Pemurnian Crude oil dan air yang keluar dari screw press pada proses pengepresan dipompakan ke crude oil gutter sebelum masuk ke sand trap tank. Kemudian dari sand trap dialirkan ke vibrating screen (saringan getar), untuk memisahkan atau membersihkan serabut fiber yang terbawa. Saringan getar ini adalah saringan berganda yang berfungsi untuk menyaring minyak kasar (crude oil) yang masih mengandung kotoran. Minyak kemudian ditampung dalam crude oil tank, lalu di pompakan ke contionous tank. CPO dan sludge yang keluar dari continiuous tank ditampung di oil tank dan sludge tank. CPO yang berada di oil tank, selanjutnya diproses untuk mengurangi kadar air di vacum dryer dengan tujuan medapatkan CPO yang sesuai dengan mutu standar. CPO yang telah memenuhi mutu standar dikirim ke storage tank untuk disimpan sebelum pengiriman. Sedangkan sludge diproses di sludge centrifuse untuk mengambil CPO yang masih terdapat di dalam sludge. Sludge dialirkan ke pat-fit untuk dikumpulkan dan mengalami proses pemisahan antara lumpur dengan minyak CPO secara gravitasi. CPO yang diperoleh di sludge centrifuse dan pat-fit dikirim kembali ke continuous tank dan lumpur ke kolam limbah. Ampas yang bercampur dengan biji yang keluar dari screw press masuk ke dalam depericarper (pemisah ampas). Alat ini bekerja secara pneumatic, yaitu fibre (sabut) terhisap ikut dengan udara kemudian dibawa ke ruangan ketel uap dan dipakai sebagai bahan bakar. Sedangkan biji bersama benda-benda padat lainnya jatuh ke bawah untuk diolah selanjutnya. Biji- biji tersebut dikumpulkan di nut silo dan selanjutnya dipecah oleh mesin ripple mill untuk proses pemisahan antara kernel dan cangkang. Proses pertama pemisahan kernel dan cangkang dilakukan secara pneumatic di tingkat 1 dan 2. Cangkang yang keluar dari tingkat 2 yang masih mengandung kernel selanjutnya diproses di mesin bak modder untuk mengambil kernel. Seluruh kernel yang diperoleh dikirim ke kernel dryer untuk dikeringkan sesuai standar kadar air yang ditetapkan (8 %). Sedangkan cangkang dikirim ke tempat penampungan. Hasil Analisis Aspek Teknis Berdasarkan hasil analisis, dilihat dari aspek teknis maka PT. IMT dapat dikatakan layak. Hal ini terlihat dari lokasi usaha yang strategis, fasilitas produksi yang baik, kemudahan akses dalam transportasi, dan ketersediaan sumber listrik, serta air. Harga bahan baku di daerah pabrik juga masih dalam jangkauan yang ditetapkan oleh perusahan, hanya saja sampai saat ini ketersediaan bahan baku masih belum memenuhi kebutuhan kapasitas pabrik. Selain itu, masih ada bahan baku yang belum memenuhi standar perusahaan. Dari sisi proses produksi PT. IMT juga sudah sesuai dengan alur atau standar operasi yang digunakan. Jenis teknologi yang digunakan juga sudah tergolong modern, sebagian besar teknologi
33
adalah teknologi yang dibeli dari luar negeri. Dari sisi tata letak pabrik juga sudah diatur oleh perusahan dengan memperhatikan kemudahan pekerja dalam melakukan alur produksi agar pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efesien. 3. Aspek Manajemen Aspek manajemen berkaitan dengan sumber daya manusia yang digunakan untuk mengelola keuangan, pengoperasian teknis, pengolaan lahan, dan bidang operasi lainnya yang berhubungan dengan bisnis yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencapai keuntungan yang diharapkan. Tanpa adanya manajemen yang baik maka kegiatan bisnis yang dijalankan tidak akan mencapai tujuan yang diinginkan. Sebaliknya, tanpa ada sumber daya manusia yang baik kegiatan bisnis yang dijalankan juga akan menjadi buruk dan tidak mencapai tujuan dari bisnis. Bentuk dan Struktur Organisasi PT.IMT Bentuk badan usaha yang digunakan adalah perusahaan terbatas (PT) dengan nama PT. Indomas Mitra Teknik. Struktur organisasi yang diterapkan oleh pabrik kelapa sawit PT. IMT mencakup 2 lokasi yang berbeda yaitu bagian yang bekerja di kantor pusat dan bagian yang bertugas di pabrik kelapa sawit. PT. IMT memiliki seorang direktur yang merupakan pemimpin perusahaan dan membawahi manager operasional. Manager operasional bertanggung jawab atas berjalannya proses yang terjadi di kantor pusat dan di pabrik kelapa sawit PT. IMT. Selain itu, manager operasional merupakan pengendali dari sesetiap kegiatan dan pengoperasian pabrik kelapa sawit yang dilakukan secara sentralik. Kantor pusat memiliki 2 bagian yang sangat penting yaitu bagian keuangan dan bagian pengadaan bahan serta penjualan produksi. Terdapat 5 posisi penting di lokasi Pabrik PT. IMT yaitu kepala tata usaha, asisten humas, asisten perawatan, asisten pengolahan, dan kepala laboratorium. Bagan struktur orgainisasi PT. IMT dapat dilihat pada lampiran 5. Bagian keuangan mempunyai tugas dalam mengurusi bidang administrasi dan mengatur finansial keuangan perusahaan, baik pembayaran TBS yang dibeli perusahaan, transportasi produk dan bahan-bahan yang dibutuhkan, serta bertanggung jawab atas pengaturan pembayaran gaji. Bagian pengadaan dan penjualan produksi mempunyai tugas mengadakan barang-barang dan bahan-bahan yang diperlukan oleh perusahaan baik di kantor pusat maupun di pabrik kelapa sawit. Selain itu, bagian ini juga bertanggung jawab dalam pembuatan kontrak dengan perusahaan pembeli CPO yang bekerja sama dengan PT. IMT. Kepala tata usaha bertugas dalam mengeluarkan kas untuk pembelian barang lokal yang dibutuhkan di lokasi pabrik dan membeli kebutuhan yang mendesak untuk kebutuhan pabrik, misalnya pembelian pasir atau alat alat tulis yang dibutuhkan oleh kantor yang berada di lokasi pabrik kelapa sawit. Kepala tata usaha dibantu oleh tiga orang krani yaitu krani timbang, krani sumber daya manusia, dan krani gudang. Krani timbang bertugas untuk menimbang barang yang masuk dan keluar dari pabrik, membuat surat pengantar tujuan barang, dan mengirim data jumlah TBS yang diterima pabrik sesetiap hari ke kantor pusat. Krani SDM bertugas mengawasi kegiatan karyawan bekerja di pabrik dan menghitung total jam lembur pekerja pabrik. Krani gudang bertugas membuat
34
administrasi penerimaan dan pengeluaraan barang yang dilakukan pabrik, memeriksa stok barang yang ada di pabrik, serta membuat pesanan yang diperlukan operasioanal pabrik kelapa sawit ke kantor pusat. Bagian hubungan masyarakat dan auditor bertugas menjadi perwakilan perusahaan untuk berkomunikasi dengan pihak luar seperti masyarakat dan aparat, serta mengawasi dan memeriksa kondisi yang terjadi di perusahaan Asisten perawatan bertanggung jawab dalam mengatur segala kegiatan untuk perawatan instalasi pabrik dan memperbaikinya. Asisten perawatan dibantu oleh tiga bagian, yaitu bagian umum yang bertugas memperbaiki alat berat pabrik atau sering disebut mekanik pabrik, bagian listrik yang bertugas mengawasi dan memperbaiki instalasi listrik pada pabrik serta bagian pelumasan yang bertugas melakukan perawatan alat-alat pabrik dengan memberikan pelumas. Asisten pengolahan bertanggung jawab untuk mengatur proses pengolahan agar dapat berjalan dengan lancar, seperti menentukan waktu mulai jam pengolahan di pabrik dan waktu pengolahan di pabrik berhenti. Selain itu, asisten pengolahan juga bertanggung jawab melakukan pengecekan instalasi pabrik sebelum pengoperasian dimulai. Asisten pengolahan dibantu oleh 5 pekerja yaitu operator pengolahan MKS dan IKS, operator boiler, operator kamar mesin, operator alat berat, dan operator sortase penerimaan TBS. Kepala labaratorium secara umum bertanggung jawab dalam hal kegiatan analisis bahan baku. Analisa tersebut meliputi analisa kerugian dalam proses pengolahan, menganalisa mutu produksi, mengawasi proses pengendalian kadar air limbah, melakukan penyortiran buah, serta melakukan pengawasan pengiriman produk perusahaan. Jumlah staf dan karyawan PT. IMT sendiri berjumlah 56 orang dengan rincian 6 staf yang bekerja di kantor pusat dan 50 staf dan karyawan yang bekerja di pabrik. Dilihat dari penjelasan diatas aspek manajemen yang dilaksanakan PT. IMT sudah bisa dikatakan layak karena sudah adanya pembagian kerja yang jelas dan sudah dijalankan oleh perusahaan. Hasil Analisis Aspek Manajeman Jika dilihat dari aspek manajemen PT. IMT dikatakan layak. Hal ini dikarenakan PT. IMT telah memiliki perencanaan dan pengorganisasian manajemen yang baik dalam sistem manajemennya PT. IMT telah melakukan pengorganisasian yang baik terkait dengan sistem pembagian kerja dalam perusahaan, sehingga dapat terlihat peningkatan maupun penurunan kualitas para pekerja yang terjadi di perusahaan. Dengan demikian pemilik perusahaan dapat melakukan pengawasan yang lebih baik untuk memajukan perusahaanya. Selain itu, PT. IMT juga telah memiliki struktur organisasi yang baik sehingga pelaksanaan dan penerapan tugas dalam setiap bagian dapat berjalan maksimal dan tugas yang jelas pada sesetiap bagian. Hal ini sangat bermanfaat karena sesetiap pekerja dapat menjalankan pekerjaannya dengan efektif dan efesien serta mengetahui tanggung jawab dalam melakukan sesetiap pekerjaannya.Hal ini jelas sangat menguntungkan perusahaan dalam melakukan pengawasan terhadap para staff dan pegawai terhadap etos kerja dari setiap pekerja nya dan dapat menjadi bahan evaluasi dari perusahaan ke depannya.
35
4. Analisis Aspek Sosial dan Lingkungan Pembangunan pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 20 ton per jam dapat digolongkan dalam suatu kegiatan investasi berskala besar yang dilaksanakan untuk menghasilkan dampak sosial yang lebih baik kedepannya. Namun jika ditinjau dari segi lingkungan, kegiatan pembangunan pabrik kelapa sawit tentu saja akan merubah tata ruang yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan di sekitar lokasi pembangunan. Identifikasi dampak yang merugikan muncul dengan adanya pembangunan pabrik kelapa sawit perlu dilakukan untuk memudahkan kemungkinan penanganan dan pengelolaan. Dampak Negatif Kegiatan Operasional Pabrik Kelapa Sawit Dampak negatif yang terjadi karena adanya pembangunan pabrik diantaranya mencakup adanya polusi suara akibat bunyi suara pabrik pada daerah sekitar, adanya limbah yang dihasilkan akibat dari pengolahan pabrik, dan timbulnya asap pabrik. Dari ketiga dampak negatif tersebut, hal yang belum mampu ditangani oleh PT. IMT adalah polusi dari asap yang dihasilkan oleh pabrik, sedangkan dampak dampak negatif yang lain sudah mampu diselesaikan oleh PT. IMT. Dampak negatif dari suara yang ditimbulkan oleh pabrik diselesaikan dengan pembangunan pabrik yang jauh dari pemukiman penduduk terdekat. Hal tersebut sudah diperkirakan sebelum pembangunan pabrik dilakukan dengan mencari lokasi pembangunan pabrik yang jauh dari pemukiman penduduk. Sedangkan dampak negatif lainnya, yaitu limbah hasil pengolahan pabrik. Hal tersebut diselesaikan oleh PT. IMT dengan Fond System (sistem kolam). Sistem ini bertujuan mengurangi nilai BOD (Biological Oxgen Demand) limbah sehingga dapat sesuai dengan standar kadar limbah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Sistem pengolahan limbah tersebut berjalan seperti siklus, PT. IMT membuat 9 kolam yang terdiri dari 5 kolam anaerob dan 4 kolam aerob, limbah yang baru keluar dari pabrik awalnya masuk ke dalam kolam anaerob yang berjumlah 5 kolam, di dalam kolam tersebut sebelumnya sudah diberi bakteri agar terjadi proses kimia sehingga proses tersebut mengeluarkan sebuah gas sehingga asam pada limbah dapat berubah menjadi basa. Lalu setelah itu limbah masuk ke kolam berikut nya yaitu kolam aerob dimana fungsi kolam tersebut adalah untuk menambah kadar oksigen di dalam air limbah dengan mengunakan sinar matahari dan kipas yang ada di dalam kolam. Dampak Positif Kegiatan Operasional Pabrik Kelapa Sawit Dampak positif dengan adanya pembangunan pabrik kelapa sawit PT. IMT, yaitu terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat daerah tersebut. Proses penciptaan lapangan pekerjaan yang terjadi oleh perusahaan pabrik kelapa sawit akan lebih luas lagi dengan adanya multiplier effect baik backward maupun forward linkages seperti timbulnya lapangan pekerjaan di sektor perdagangan, transportasi, dan industri kecil maupun besar. Terbukanya lapangan pekerjaan baru, juga akan memberi tambahan pendapatan bagi pihak-pihak yang terlibat. Pihak yang secara langsung memperoleh kenaikan pendapatan adalah para petani yang menjual TBS ke pabrik kelapa sawit dan penduduk sekitar perusahaan yang menjadi karyawan pabrik. Pihak lain yang memperoleh tambahan pendapatan adalah pemerintah daerah dan
36
pusat. Pendapatan tambahan bagi pemerintah berupa pajak pajak yang terdiri dari PPH, PPN, PBB dan PE. Selain itu, penjualan hasil pengolahan kelapa sawit menambah nilai ekspor dari perusahaan besar, sehingga akan menghasilkan devisa yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan nasional. Diharapkan dengan adanya pembangunan pabrik PT. IMT ini perekonomian daerah tersebut khsususnya Kabapaten Karo dapat meningkat dan lebih maju. Hasil Analisis Sosial Aspek Lingkungan Berdasarkan hasil analisis aspek lingkungan dan sosial dapat disimpulkan bahwa pabrik PT. IMT kelapa sawit layak karena dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru serta memberikan pengaruh positif terhadap perubahan ekonomi, yaitu berupa peningkatan pendapatan masyarakat dan menambah aktivitas ekonomi. Dampak negatif yang timbul dari proyek, penanganannya sudah direncanakan dan diantisipasi dengan baik salah satunya dengan melakukan pengolahan di kolam limbah sehingga kadar zat-zat berbahaya yang terdapat dalam limbah dapat berkurang. Oleh karena itu, hasil buangan limbah pabrik tidak langsung dibuang ke perairan bebas, misalnya sungai sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan hidup. Hal ini membuat perusahaan dinilai memiliki tanggung jawab di dalam menjaga kelestarian lingkungan. Hasil analisis aspek non finansial dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Aspek Pasar
Teknis
Hasil analisis aspek non finansial Kriteria
Hasil
Keterangan
a.Memiliki pasar potensial (permintaan diimbangi dengan penawaran)
a.Pasar CPO relatif stabil dan tidak pernah ditemukan over supply
Layak
b.Memilki strategi pemasaran (bauran pemasaran)
b.Bauran pemasaran berjalan dengan baik
Layak
c.Memiliki tingkat penjualan produk yang menguntungkan (total penjualan lebih tinggi dari pada biaya produksi a.Lokasi)
c.Harga produk yang dihasilkan PT. IMT lebih besar dari pada biaya produksi. a.Lokasi usaha jauh dari pemukiman dan dekat dengan perkebunan kelapa sawit
b.Kapasitas produksi efektif dan efesien
b.Kapasitas produksi belum dimanfaatkan secara maksimal
c. Proses produksi
c.Proses produksi berjalan sesuai dengan SOP pabrik kelapa sawit
d.Kelengkapan fasilitas
d.Fasilitas
perusahaan
Layak
Layak
Tidak layak
Layak
37
produksi
Manajemen
Sosial dan Lingkungan
a.Struktur organisasi pembagian tugas
a.Dampak sosial
b.Dampak lingkungan
sudah cukup lengkap dan mampu menunjang produksi
dan
a..PT. IMT telah memiliki perencanaan dan pengorganisasian manajemen yang baik. a. PT. IMT dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru b.Dampak negatif yang timbul sudah diantisipasi dengan baik.
Layak
Layak
Layak
Layak
Analisis Aspek Finansial Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis suatu usaha dari segi keuangan. Terdapat empat kriteria penilaian investasi, antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Dalam melakukan analisis empat kriteria investasi tersebut digunakan arus kas untuk mengetahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. 1. Analisis Inflow Pabrik Kelapa Sawit PT. Indomas Mitra Teknik Penerimaan PT. IMT berasal dari pendapatan penjualan produk yang terdiri dari CPO, kernel, dan cangkang. Dari tiga produk tersebut, CPO merupakan produk utama yang diproduksi oleh PT. IMT sedangkan kernel dan cangkang adalah produk sampingan yang memberikan pendapatan tambahan. Pendapatan penjualan merupakan hasil penjualan produk yang sangat dipengaruhi oleh kemampuan produksi pabrik dan harga penjualan. Produksi CPO, kernel, dan cangkang yang dihasilkan tergantung dari kapasitas olah terpasang pabrik, tingkat rendemen CPO, tingkat rendemen kernel, tingkat rendemen cangkang, dan pasokan bahan baku TBS ke pabrik. Analisis finansial dilakukan secara forecasting untuk melihat dampak yang terjadi terhadap kenaikan harga bahan baku, yaitu TBS. Tahun awal dimulainya perhitungan adalah tahun 2013, yaitu tahun dimana PKS mulai beroperasi sehingga cashflow dibuat untuk melihat bagaimana arus kas mulai tahun 2013 hingga 15 tahun mendatang disertai dengan adanya kenaikan harga TBS. Periode bisnis 15 tahun berdasarkan umur teknis instalasi pabrik. Tahun pertama pendirian PKS, terdapat pengeluaran untuk biaya investasi diikuti dengan kegiatan produksi sehingga bisnis tetap mendapatkan penerimaan awal walaupun pada tahun pertama bisnis masih mengalami kerugian. Hal ini disebabkan pada tahun pertama PT. IMT belum dapat mengoptimalkan kemampuan produksi dikarenakan masih kurangnya pasokan TBS sebagai bahan baku yang diperoleh PKS yaitu pada tahun 2013 sekitar 14 378 435 kg. Jumlah bahan baku diharapakan dapat meningkat sesetiap tahunnya agar dapat
38
memaksimalkan kapasitas produksi uang berpengaruh terhadap output produksi PT.IMT. Rekapitulasi produksi PT.IMT dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Rekapitulasi produksi PT. IMT Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027
Input TBS (kg) 14 378 435 34 536 564 37 299 489 40 283 448 43 506 124 46 986 614 50 745.543 54 805 187 59 189 602 63 924 770 69 038 751 74 561 851 80 526 799 86 968 943 93 926 459
Output CPO (kg) 2 731 903 6 561 947 7 086 903 7 653 855 8 266 164 8 927 457 9 641 653 10 412 985 11 246 024 12 145 706 13 117 363 14 166 752 15 300 092 16 524 099 17 846 027
Kernel (kg) 718 922 1 726 828 1 864 974 2 014 172 2 175 306 2 349 331 2 537 277 2 740 259 2 959 480 3 196 238 3 451 938 3 728 093 4 026 340 4 348 447 4 696 323
Cangkang (kg) 862 706 2 072 194 2 237 969 2 417 007 2 610 367 2 819 197 3 044 733 3 288 311 3 551 376 3 835 486 4 142 325 4 473 711 4 831 608 5 218 137 5 635 588
Selama enam bulan pada tahun 2013 PT. IMT membeli TBS sebesar 14 478 435 kg, sehingga diperkirakan dalam setahun pembelian TBS sebesar 28 756 870 kg. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan pasokan TBS sebesar 20 % atau 17 268 282 kg dari 28 756 870 kg menjadi 34 536 564 kg. Tahun 2015 sampai 2027 diasumsikan peningkatan pasokan jumlah TBS sebesar 8 %. Asumsi ini didasarkan oleh peningkatan jumlah rata-rata TBS yang terjadi pada tahun 2013 sampai tahun 2014. Kondisi ini tentu saja berpengaruh terhadap output produksi. Selain berpengaruh terhadap output produksi, peningkatan jumlah bahan baku juga berpengaruh terhadap rekapitulasi penerimaan. Rekapitulasi penerimaan PT.IMT dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Tahun 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027
Rekapitulasi penerimaan PT. IMT CPO (Rp) 24 125 432 302 57 948 555 370 62 584 439 800 67 591 194 984 72 998 490 582 78 838 369 829 85 145 439 415 91 957 074 568 99 313 640 534 107 258 731 776 115 839 430 319 125 106 584 744 135 115 111 524 145 924 320 445 157 598 266 081
Kernel (Rp) 4 445 812 102 10 678 705 589 11 533 002 036 12 455 642 199 13 452 093 575 14 528 261 061 15 690 521 946 16 945 763 701 18 301 424 797 19 765 538 781 21 346 781 883 23 054 524 434 24 898 886 389 26 890 797 300 29 042 061 084
Cangkang (Rp) 630 638 159 1 514 773 697 1 635 955 593 1 766 832 040 1 908 178 603 2 060 832 892 2 225 699 523 2 403 755 485 2 596 055 924 2 803 740 398 3 028 039 629 3 270 282 800 3 531 905 424 3 814 457 858 4 119 614 486
Total 29 201 882 563 70 142 034 656 75 753 397 428 81 813 669 223 88 358 762 760 95 427 463 781 103 061 660 884 111 306 593 754 120 211 121 255 129 828 010 955 140 214 251 831 151 431 391 978 163 545 903 336 176 629 575 603 190 759 941 651
39
Selain penerimaan di atas terdapat penerimaan lain yaitu, berasal dari nilai sisa atau salvage value Nilai tersebut merupakan nilai sisa dari barang modal atau investasi yang tidak habis terpakai selama umur bisnis dan dinilai pada umur akhir bisnis Perhitungan menggunakan periode 15 tahun berdasarkan umur teknis instalasi PKS. 2. Analisis Outflow Pabrik Kelapa Sawit PT Indomas Mitra Teknik Arus pengeluaran PT. IMT dikelompokkan menjadi dua, yaitu biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat persiapan usaha atau saat pada awal proyek. Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan secara berkala selama proses produksi berlangsung. Biaya operasional terdiri dari dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi sering disebut sebagai biaya prausaha yang merupakan biaya yang dikeluarkan pada awal usaha dan saat tertentu untuk memperoleh manfaat. Pengeluaran biaya investasi umumnya dilakukan satu kali atau lebih sebelum bisnis berproduksi dan baru menghasilkan manfaat beberapa tahun kemudian. Biaya investasi juga dapat dikeluarkan dalam beberapa tahun setelah bisnis berjalan, misal untuk mengganti peralatan investasi yang umur pakainya sudah habis tapi operasional bisnis masih berjalan, biaya investasi yang dikeluarkan tersebut biaya reinvestasi. Jabaran biaya investasi PT. IMT dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Biaya investasi PT. IMT No
Jenis investasi
Satuan
Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Bunch reception Sterilization Thresing station Pressing station Depericarping station
Unit Unit Unit Unit Unit
1 1 1 1 1
1 870 000 000 4 216 000 000 1 400 000 000 2 610 000 000 1 290 000 000
15 tahun 12 tahun 10 tahun 20 tahun 10 tahun
Kernel station Clarification station Boiler station Power station Water treatment plant Palm oil storage Piping & valves Boiler feed water plant Miscellancous Instalation Civil & structure Over head
Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit Unit
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 952 000 000 2 435 000 000 4 955 000 000 3 154 000 000 1 589 000 000 1 345 000 000 1 200 000 000 790 000 000 865 000 000 3 000 000 000 9 144 000 000 1 185 000 000
12 tahun 15 tahun 15 tahun 12 tahun 15 tahun 20 tahun 15 tahun 12 tahun 15 tahun 15 tahun 20 tahun 12 tahun
Total
Harga unit (Rp)
Umur ekonomis (Tahun)
44 000 000 000
Pembelian peralatan investasi dilakukan pada awal PT. IMT mulai mendirikan usaha pengolahan kelapa sawit, yaitu pada tahun 2013. Oleh karena
40
itu, perhitungan dimulai pada tahun 2013 ketika bisnis sudah mulai berjalan. Biaya investasi meliputi bangunan pabrik, instalasi permesinan, perumahan, gudang, beserta sarana dan prasarana penunjang lainnya. Total jumlah investasi keseluruhan adalah Rp 44 000 000 000, rincian lengkap investasi dapat dilihat pada Tabel 10. Pembangunan pabrik kelapa sawit PT. IMT berkapasitas 20 ton TBS/jam dilakukan selama 6 bulan, dengan umur teknis pabrik 15 tahun yang ditetapkan berdasarkan umur efektif dari mesin instalasi yang dipakai untuk pengolahan. Biaya reinvestasi dikeluarkan untuk investasi terhadap bagian mesin pabrik yang umur ekonomisnya lebih kecil dari 15 tahun. Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan secara berkala dalam rangka memenuhi input produksi dan kegiatan proses produksi agar pengoperasian pabrik berjalan dengan lancer. Biaya operasional terdiri biaya tetap dan biaya variable. Biaya tetap merupakan biaya yang wajib yang dikeluarkan oleh perusahaan terkait berjalan tidaknya proses pengolahan, seperti biaya gaji, listrik, perijinan, retribusi, pengolahan serta pemeliharan, dan lain-lain. Rekapitulasi biaya tetap PT. IMT dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Rekapitulasi biaya tetap PT. IMT No 1 2 3 4 5 6
7 8 9
10
Uraian Gaji Kantor di Medan Gaji Tetap di PKS Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos Transportasi bukan Produksi Konsumsi Pekerja Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor Biaya Perijinan dan Retribusi Gaji Karyawan Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Biaya Umum/Sosial Total
Tahun 2013 (Rp)
Tahun 2014 (Rp)
Tahun 2015 (Rp)
Tahun 2016 (Rp)
284 751 000
815 814 000
840 288 420
865 497 073
94 250 000 8 000 000
214 050 000 18 000 000
220 471 500 18 500 000
227 085 645 19 000 000
28 000 000
70 000 000
70 000 000
71 000 000
1 500 000 6 000 000
10 000 000 12 000 000
10 000 000 13 000 000
11 000 000 14 000 000
4 000 000
7 500 000
8 000 000
8 500 000
413 958 000 745 401 922
899 205 415 4 064 000 000
971 141 848
1 039 121 778
4.307.840.000
4.566.310.400
6 000 000
20 000 000
20 000 000
21 000 000
1 591 860 922
6 130 569 415
6.470 249 714
6 832 893 397
Besarnya biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 1 591 860 922, pada tahun 2014 Rp 6.130.569.415, pada tahun 2015 adalah sebesar Rp 6 470 249 714 ,dan pada tahun 2016 adalah Rp 6 832 893 397. Rincian biaya tetap dapat dilihat pada lampiran 4. Biaya tetap yang dikeluarkan PT. IMT sesetiap tahunnya mengalami peningkatan, namun tidak secara signifikan. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan pabrik yang tidak menentu sesetiap tahunnya, seperti biaya pengolahan dan pemeliharaan pabrik. Selain itu gaji pegawai dan pekerja pabrik sesetiap tahun juga mengalami peningkatan serta karena adanya peningkatan produksi yang diikuti dengan peningkatan jumlah
41
SDM (sumberdaya manusia). Biaya tetap riil pada tahun 2013 dapat dilihat pada lampiran 3. Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan terkait proses pengolahan dan penggunaan input produksi. Selain itu, biaya variabel selaras dengan perkembang produksi atau penjualan sesetiap tahun. Besarnya biaya variabel dipengaruhi oleh jumlah produksi pabrik. Biaya variabel terdiri dari biaya pembelian TBS, insentif TBS ke supplier, lembur, dan biaya transport produksi pabrik. Rekapitulasi biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Rekapitulasi biaya variabel PT. IMT Uraian
Pembelian TBS Insentif Suplier Fee ke Koperasi Fee Lahan PKS Biaya Lembur Biaya Transport CPO Biaya Transport Kernel Biaya Transport Cangkang Total
Tahun 2013 (Rp)
Tahun 2014 (Rp)
Tahun 2015 (Rp)
Tahun 2016 (Rp)
21 567 652 500 287 568 700 53 919 131 71 892 175 349 670 408 665 076 265
51 804 846 000 690 731 280 129 512 115 172 682 820 579 159 302 1 637 595 680
55 949 233 680 739 082 470 139 873 084 186 497 446 608 117 267 1 792 644 420
60 425 172 374 805 668 965 151 062 931 201 417 241 638 523 130 1 967 160 500
113 529 600
293 104 800
325 935 360
365 753 510
77 643 540
338 787 720
399 104 460
438 904 175
23 186 952 319
55 646 419 717
60 140 488 187
64 993 662 827
Total biaya variabel mengalami peningkatan sesetiap tahun, pada tahun 2013 sebesar Rp 23 186 952 319, pada tahun 2014 sebesar Rp 55 646 419 717, pada tahun 2015 sebesar Rp 60 140 488 187, dan pada tahun 2016 sebesar Rp 64 993 662 827. Peningkatan biaya variabel tersebut dikarenakan semakin meningkatnya jumlah TBS yang akan diolah. Rincian biaya variebel dapat dilihat pada Lampiran 4. 3. Laporan Laba Rugi PT. IMT Laporan laba rugi berisi tentang total penerimaan pengeluaran dan kondisi keuntungan yang diperoleh PT. IMT. Laporan laba rugi sangat penting keberadaanya karena dapat dijadikan sebagai alat untuk memprediksi keuangan di masa mendatang. Laba rugi juga bermanfaat untuk menarik investor atau kreditor agar ikut berkontribusi dalam suatu usaha. Ketika suatu usaha mengalami peningkatan pendapatan usaha yang konsisten, hal ini dapat memberikan keyakinan kepada investor maupun kreditor untuk menanam modal atau meminjam kan modal terhadap suatu usaha. Selain itu dengan adanya laporan laba rugi akan memudahkan untuk mementukan besarnya aliran kas tahunan yang diperoleh suatu usaha. Perbedaan antara penghitungan cashflow dengan laba rugi terletak pada perhitungan biaya investasi, bunga pinjaman, dan perhitungan pajak. Pada perhitungan cashflow, semua biaya yang berhubungan dengan suatu usaha diperhitungkan secara detail termasuk biaya prausaha atau biaya investasi. Sedangkan ada perhitungan laba rugi perhitungan biaya investasi tidak dilakukan. Laporan laba rugi digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannnya
42
selama periode tertentu dengan melihat kondisi keuntungan yang diperoleh setiap tahunnya. Pada perhitungan laba rugi PT. IMT, perhitungan bunga pinjaman tidak dilakukan karena perusahaan tidak melakukan peminjaman modal dalam membangun perusahaannya. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2a, perusahaan dikenai pajak sebesar 10 % dari keuntungan bersih. Besarnya pajak akan berbeda-beda sesetiap tahunnya sesuai dengan laba yang diperoleh perusahaan yang dapat dilihat dari laporan laba/rugi. Laba yang didapatkan pada awal periode perusahaan berjalan adalah sebesar Rp 4 806 458 126, pada tahun berikutnya laba mengalami peningkatan. Akan tetapi pada tahun ke 13 perusahaan mengalami penurunan laba karena adanya reinvestasi sebesar Rp 12 297 000 000. Hal tersebut mengakibatkan perusahaan mengalami penurunan laba, namun pada tahun berikutnya laba perusahaan mengalami peningkatan. Rincian biaya laba rugi dapat dilihat pada lampiran 5. 4. Kriteria Investasi Analisis Usaha PT. IMT Kelayakan finansial PT. IMT dapat dilihat dari empat investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net B/C, dan payback period (PP). 1. Net Present Value (NPV) Perhitungan NPV dilakukan untuk memgetahui nilai manfaat bersih yang diperoleh selama periode usaha. Pada perhitungan NPV yang dilakukan, diperoleh PV negatif sebesar Rp (39 576 930 678) PV negatif diperoleh dari jumlah nilai Net Benefit yang bernilai negatif. Sedangkan PV positif yang diperoleh dari perhitungan adalah sebesar Rp 194 891 487 410. Nilai PV diperoleh dari penjumlahan nilai benefit yang bernilai positif. Dari nilai PV postif dan PV negatif tersebut akan didapatkan nilai NPV sebesar Rp 58 247 036 811. Hal ini berarti usaha PT. IMT akan menghasilkan manfat bersih sebesar Rp 58 247 036 811. Dengan demikian berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa PT. IMT layak untuk dijalankan karena kriteria investasi NPV lebih besar dari 0. 2. Internal of Return (IRR) Perhitungan IRR suatu kelayakan dapat diketahui dengan membandingkan nilai IRR dengan opportunity cost of capital (DR). Nilai DR yang digunakan adalah sebesar 8 %. Dari hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi diketahui bahwa pada perusahaan PT. IMT didapatkan nilai IRR sebesar 25.09%. Nilai IRR sebesar 25.09%, berarti tingkat pengembalian PT. IMT tehadap investasi yang ditanamkan adalah sebesar 25.09%. Nilai IRR yang diperoleh pada analisis investasi ini memilki nilai sebesar 25.09%, artinya memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan cost of capital yang telah ditentukan yaitu sebesar 12% (IRR>DR) sehingga perusahaan PT. IMT layak untuk dijalankan. 3. Net B/C Net B/C rasio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai posistif dengan manfaat bersih yang bernilai negative. Hal ini memiliki arti manfaat bersih
43
yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan sesetiap satuan kerugian dari bisnis tersebut. Jika hasil Net B/C bernilai positif maka ketika suatu usaha mengeluarkan sejumlah biaya tambahan maka nilai manfaat tambahan yang diperolehnya menjadi lebih banyak. Pada perhitungan B/C dalam perhitungan kriteria investasi ini diperoleh nilai Net B/C sebesar 2.740. Hal ini berarti, sesetiap tambahan sebesar Rp 1 dapat menghasilkan tambahan manfaat bersih sebesar Rp 2.740 Nilai Net B/C pada perusahaan IMT terbukti lebih besar dari 1 sehingga usaha ini layak untuk dijalankan (Net B/C >1). 4. Payback Period (PP) Perhitungan PP digunakan untuk melihat jangka waktu pengembaliaan modal usaha PT. IMT yakni selama 5 tahun 8 bulan 21 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa seluruh biaya investasi dapat dikembalikan dalam jangka waktu umur usaha yakni selam 15 tahun. Maka jangka waktu pengembalian modal usaha dapat dikatakan lebih cepat dari pada umur usaha sehingga PT. IMT layak dijalankan. Hasil analisi finansial dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Kriteria NPV IRR Net B/C PP
Hasil analisis finansial PT. IMT Indikator Hasil >0 Rp 58 247 036 811 > DR 25.09% >1 2.740 < umur usaha 5 tahun 8 bulan 21 hari SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Dari hasil analisis yang telah diakukan pada perusahaan kelapa sawit PT. IMT baik dari aspek finansial maupun aspek non finansial, maka dapat diambil beberapa kesimpulan. 1. Berdasarkan aspek non finansial, perusahaan PT. IMT dapat dikatakan layak kecuali pada aspek teknis khususnya pada ketersediaan bahan baku yang dikatakan kurang layak karena belum mencukupi jumlah yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mengolah secara maksimal. 2. Analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa PT. IMT layak untuk dijalankan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar 17 645 785 706 (NPV > 0), IRR sebesar 25.09% (IRR > DR), Net B/C sebesar 2.740 ( > 1), payback period selama 5 tahun 8 bulan 21 hari (PP < umur usaha). Saran 1. PT. IMT sebaiknya mulai melakukan strategi dalam penyelesaian masalah ketersediaan bahan baku seperti melakukan kerja sama dengan perusahaan perkebunan atau perkebunan masyarakat setempat dalam memenuhi kebutuhan bahan bakunya. Selain itu, PT. IMT juga dapat menyelesaikan masalahnya dengan melakukan perluasaan perusahaan dalam bidang perkebunan.
44
2. PT. IMT perlu melakukan penyuluhan kepada para karyawan pabrik tentang pengoperasian sistem pengolahan pabrik. Hal ini dikarenakan teknologi yang digunakan PT. IMT termasuk teknologi modern, sedangkan para karyawan masih banyak yang belum mengerti dalam pengoperasian teknologi tersebut. Hal tersebut disebabkan karyawan sebagian besar adalah penduduk sekitar yang belum mengerti dan memiliki pengalaman tentang pengolahan sawit.
DAFTAR PUSTAKA Arifin J, Fakhruddin M. 1999. Kamus Istilah Pasar Modal, Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan. Ed Ke-1. Jakarta: Elex Media Komputindo. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Jumlah areal kelapa sawit dan produksi TBS di Kabupaten Karo. http://www.bps.go.id/ [13 November 2014]. Budiasa IW. 2000. Studi kelayakan proyek perkebunan kelapa sawit PT. Henrison Inti Persada Papua [skripsi]. Bali (ID). Universitas Udayana. Demiyati T. 2011. Analisis kelayakan investasi perkebunan kelapa sawit dengan sisitem bagi hasil (studi kasus: perkebunan rakyat di Desa Budi Asih, Kecamatan Pulau Rimau, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia. hhtp//deptan.go.id/ [10 Oktober 2013]. [Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Produksi kelapa sawit di Indonesia. hhtp//deptan.go.id/ [10 Oktober 2013]. [Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Turunan produk kelapa sawit. hhtp//deptan.go.id/ [10 Oktober 2013]. [GAPKI] Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia. 2014. Prospek iindustri kelapa sawit. http//:www.beritasatu.com [26 Februari 2014]. Gittinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek Pertanian. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York : John Willey and Sons Inc. Habibilah A. 2010. Pasca panen dan standar produksi kelapa sawit, http//:www.habibiezone.wordpress.com/pasca-panen-dan-standar-produksikelapa sawit.html [ 11 Oktober 2013]. Hasibuan BRL. 2011. Kelayakan pengembangan usaha Crude Palm Oil (CPO) pada PT. Tapian Nadenggan Kabupaten Padang Lawas Utara Provinsi Sumatera Utara. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hutabarat MS. 1965. Masalah-Masalah yang Menyangkut Efesiensi dan Premi Panen Kelapa Sawit PPN-Aneka Tanaman IV. Medan: Universitas Sumatera Utara Press. Suwarsono S, Suwarsono R. 2000. Manajemen Personalia. Ed Ke-5. Yogyakarta: BPFE-UGM. Iris. 2013. Proses pengolahan tandan buah segar. http//:www blogsawit.wordpress.co [1 Juni 2013].
45
Kadariah L, Clive K. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta: Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Kasmir J. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Prenada Media. Kothler P, Amstrong G. 1997. Prinsip-Prinsip Pemasaran Ed ke-1:Jakarta: Erlangga. Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elais guineensis jacq) di Indonesia. Ed Ke-2. Sumatera Selatan: Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Mukti. 2009. Analisis kelayakan investasi pabrik kelapa sawit (studi kasus: Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darusalam) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nitisemito A. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gema pustaka. Pahan I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta:Penebar Swadaya. Pahan I. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya. Ramadanisha R. 2013. Analisis kelayakan usaha perkebunan kelapa sawit PT. Terang Inti Seraya di Provinsi Riau. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Safyan I. 2004. Studi Kelayakan Bisnis Ed Ke-1. Yogyakarta: Graha Ilmu. Stanton. 1984. Prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Sunarko. 2009. Petunjuk Budidaya dan Pengelolaan Kebun Kelapa Sawit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Tobing MOSL. 1992. Pemanenan dan Pengangkutan Hasil Panen Kelapa Sawit. Medan: Lembaga Pendidikan Perkebunan. Umar H. 2007. Teknik Menganalisis Kelayakan Rencana Bisnis Secara Komprehensif. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [USDA] United. 2004. Production, consumption, and import for selected countries. http//:www.fas.usda.gov/oilsheeds/circular.pdf [10 Maret 2014]. Yacob I. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Zalmi Z. 2005. Studi Kelayakan Usaha. Jakarta. Universitas Indonesia.
LAMPIRAN
47
Lampiran 1 Komoditas perkebunan di Provinsi Sumatera Utara 2008 (Ton) Kelapa sawit 2 738 279 Karet 443 519 Tebu 40 585 Kelapa 99 502 Sumber: Deptan 2012 Komoditas
2009 (Ton) 3 158 144 382 073 37 874 95 767
2010 (Ton) 3 111 006 430 113 31 025 98 177
2011 (Ton) 4 071 143 481 388 471 220 94 309
48
Lampiran 2 Data riil harga TBS, CPO, kernel, dan cangkang Juli-Desember 2013 Komponen TBS CPO Kernel Cangkang
Juli Rp Rp Rp Rp
Agustus
September
1 400 Rp 1 425 Rp 1 525 8 300 Rp 8 700 Rp 8 920 5 210 Rp 5 945 Rp 6 325 675 Rp 725 Rp 750
Oktober
November
Desember
Rp 1 600 Rp 1 500 Rp 8 945 Rp 8 900 Rp 6 425 Rp 6 500 Rp 725 Rp 750
Rp 1 550 Rp 9 220 Rp 6 700 Rp 760
Rata-rata Rp Rp Rp Rp
1 500 8 831 6 184 731
Lampiran 3 Data riil biaya tetap Juli-Desember 2013 Komponen Gaji Kantor di Medan Rp Gaji Tetap di PKS Rp Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos Rp Transportasi bukan Produksi Rp Konsumsi Pekerja Rp Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor Rp Biaya Perijinan dan Retribusi Rp Gaji Karyawan Rp Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Rp Biaya Umum/Sosial Rp Total Rp
Juli 47 400 000 15 700 000 1 400 000 2 500 000 5 450 000 1 000 000 850 000 70 000 000 120 000 000 1 000 000 265 300 000
Agustus Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
47 400 000 15 700 000 1 400 000 2 500 000 5 450 000 1 000 000 850 000 70 000 000 120 000 000 1 000 000 265 300 000
September Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
47 400 000 15 700 000 1 400 000 2 500 000 5 450 000 1 000 000 850 000 70 000 000 120 000 000 1 000 000 265 300 000
Oktober Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
47 400 000 15 700 000 1 400 000 2 500 000 5 450 000 1 000 000 850 000 70 000 000 120 000 000 1 000 000 265 300 000
November Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
47 400 000 15 700 000 1 400 000 2 500 000 5 450 000 1 000 000 850 000 70 000 000 120 000 000 1 000 000 265 300 000
Desember Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
47 400 000 15 700 000 1 400 000 2 500 000 5 450 000 1 000 000 850 000 70 000 000 120 000 000 1 000 000 265 300 000
Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
284 400 000 94 200 000 8 400 000 15 000 000 32 700 000 6 000 000 5 100 000 420 000 000 720 000 000 6 000 000 1 591 800 000
Rata rata Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
47 400 000 15 700 000 1 400 000 2 500 000 5 450 000 1 000 000 850 000 70 000 000 120 000 000 1 000 000 265 300 000
49
Komponen Pembelian TBS Insentif TBS ke Suplier Fee ke Koperasi Fee ke Pemilik Lahan PKS Biaya Lembur Biaya Transport CPO Biaya Transport Kernel Biaya Transport Cangkang Total Biaya Variabel Cost
Juli Rp 928 876 474 Rp 37 366 400 Rp 6 314 409 Rp 4 015 060 Rp 64 352 837 Rp 30 356 935 Rp 5 942 400 Rp 4 558 800 Rp 1 077 224 515
50
Lampiran 4 Data riil biaya variabel Juli-Desember 2013 Agustus Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3 984 786 863 49 075 381 8 474 232 13 196 240 83 365 266 134 559 885 24 230 000 5 526 190 4 303 214 057
September Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3 562 261 208 57 739 119 8 119 800 13 641 735 64 859 837 125 012 210 19 945 600 4 326 450 3 855 905 959
Oktober Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4 108 480 790 48 902 120 8 084 808 14 971 000 50 584 606 131 179 075 21 539 200 24 113 200 4 407 854 799
November Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4 370 665 567 52 242 840 9 706 656 11 584 140 42 350 437 108 753 035 18 512 400 18 517 400 4 632 332 475
Desember Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
4 612 581 598 42 242 840 8 125 816 14 484 000 44 157 425 135 215 125 23 360 000 25 160 000 4 905 326 804
Total Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
21 567 652 500 287 568 700 48 825 721 71 892 175 349 670 408 665 076 265 113 529 600 77 643 240 23 181 858 609
Rata-rata Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
3 594 608 750 47 928 117 8 137 620 11 982 029 58 278 401 110 846 044 18 921 600 12 940 540 3 863 643 101
Lampiran 5 Bagan struktur organisasi PT. IMT DIREKTUR
MANAGER OPERASIONAL
KANTOR PUSAT
BAG.KEUANGAN
BAG.PENGADAAN BAHAN DAN PENJUALAAN PRODUKSI
PABRIK KELAPA SAWIT (PKS)
KEPALA TATA USAHA
HUBUNGAN MASYARAKAT DAN AUDITOR
ASISTEN PERAWATAN
KERANI TIMBANG
TUKANG UMUM
KERANI SDM
TUKANG LISTRIK
KERANI GUDANG
TUKANG PELUMAS AN
ASISTEN PENGOLAHAN
KEPALA LABORATO RIUM
OPERATOR PENGOLAHAN MKS
KERANI PRODUKSI
OPERATOR PENGOLAHAN IKS
ANALIS PENGOLAHAN MKS
OPERATOR BOILER
ANALIS PENGOLAHAN IKS
OPERATOR KAMAR MESIN
SORTASE PENERIMAAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS)
51
OPERATOR ALAT BERAT
SORTASE PENERIMAAN TBS
52
Lampiran 6 Layout pabrik
Kolam 8
Kolam 10
Kolam 6
Kolam 7
Kolam 9
Kolam 5
Kolam 4
Kolam 3
Kolam 1
Kolam 2
Fiber Eyelone
Gudang
Boiler
Loading RAM
Kamar Mesin
Kantor Stasiun Rebusan Pos Sartpam GerbangMasuk
Klasifikasi
Fat Dit
Jamebatan Timbang
Stasiun Inesa
Aliran Limbah Pabrik
Stasiun Kernelly
Lampiran 7 Cashflow PT. Indomas Mitra Teknik Tahun No.
1 2013
Uraian I
II A
B 1
Rp Rp Rp Rp Rp
OUTFLOW Biaya Investasi Bunch Reception Sterilization Thresing Station Pressing Station Depericarping Station Kernel Station Clarification Station Boiler Station Power Station Water Treatment Plant Palm Oil Storage Piping & Valves Boiler Feed Water Plant Miscellancous Instalation Civil & Structure Over Head Total Biaya Investasi
Rp 1 870 000 000 Rp 4 216 000 000 Rp 1 400 000 000 Rp 2 610 000 000 Rp 1 290 000 000 Rp 2 952 000 000 Rp 2 435 000 000 Rp 4 955 000 000 Rp 3 154 000 000 Rp 1 589 000 000 Rp 1 345 000 000 Rp 1 200 000 000 Rp 790 000 000 Rp 865 000 000 Rp 3 000 000 000 Rp 9 144 000 000 Rp 1 185 000 000 Rp 44 000 000 000
Biaya Operasional Variabel Cost Pembelian TBS Insentif TBS ke Suplier Fee ke Koperasi Fee ke Pemilik Lahan PKS Biaya Lembur Biaya Transport CPO Biaya Transport Kernel Biaya Transport Cangkang Total Biaya Variabel Cost
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
24 125 432 302 4 445 812 102 630 638 159 29 201 882 563
21 567 652 500 287 568 700 48 825 720 71 892 175 349 670 408 665 076 265 113 529 600 77 643 540 23 181 858 908
Rp Rp Rp Rp Rp
57 948 555 370 10 678 705 589 1 514 773 697 70 142 034 656
3 2015
Rp Rp Rp Rp Rp
-
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
51 804 846 000 690 731 280 145 139 464 172 682 820 579 159 302 1 637 595 680 293 104 800 338 787 720 55 662 047 066
62 584 439 800 11 533 002 036 1 635 955 593 75 753 397 428
4 2016
Rp Rp Rp Rp Rp
-
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
55 949 233 680 739 082 470 156 058 640 186 497 446 608 117 267 1 792 644 420 325 935 360 399 104 460 60 156 673 742
67 591 194 984 12 455 642 199 1 766 832 040 81 813 669 223
5 2017
Rp Rp Rp Rp Rp
-
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
60 425 172 374 805 668 965 170 285 000 201 417 241 638 523 130 1 967 160 500 365 753 510 438 904 175 65 012 884 896
72 998 490 582 13 452 093 575 1 908 178 603 88 358 762 760
-
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
65 259 186 164 870 122 482 182 807 500 217 530 621 670 449 287 2 157 747 525 401 933 410 524 683 860 70 284 460 849
53
INFLOW CPO Kernel Cangkang Salvage Value Total Inflow
2 2014
C
Fixed Cost Gaji Kantor di Medan. Gaji Tetap di PKS. Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Transportasi yg bukan Produksi Konsumsi Pekerja ATK dan Rumah Tangga Kantor Biaya Perijinan dan Retribusi Gaji Karyawan. Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Biaya Umum/Sosial Total Biaya Fix Cost. Pajak (0,1) Total Outflow
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
III IV V
Net benefit Discount factor 8 % PV/Tahun
Rp
VI
NPV IRR Net B/C Payback Period
Rp
VII VIII IX
284 751 000 94 250 000 8 000 000 28 000 000 1 500 000 6 000 000 4 000 000 413 958 000 745 401 922 6 000 000 1 591 860 922
Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
815 814 000 214 050 000 18 000 000 70 000 000 10 000 000 12 000 000 7 500 000 899 205 415 4 064 000 000 20 000 000 6 130 569 415
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
840 288 420 220 471 500 18 500 000 70 000 000 10 000 000 13 000 000 8 000 000 962 149 794 4 307 840 000 20 000 000 6 470 249 714
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
865 497 073 227 085 645 19 000 000 71 000 000 11 000 000 14 000 000 8 500 000 1 029 500 280 4 566 310 400 21 000 000 6 832 893 397
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
891 461 985 233 898 214 19 500 000 72 000 000 11 000 000 15 000 000 10 000 000 1 101 565 299 4 840 289 024 22 000 000 7 216 714 522
- Rp
834 941 817
Rp
912 647 397
Rp
996 789 093
Rp
1 085 758 739
Rp
65 666 143 872
Rp
71 031 565 699
Rp
77 143 584 967
Rp
82 930 634 532
22 736 355 370
(39 571 837 267) Rp 0.925925925925926 (36 640 590 062) Rp 56 968 492 470 24.94 % 2,68594878
5 Tahun 8 bulan 21 hari
7 514 476 357 Rp 0.857338820301783 6 442 452 295 Rp
8 213 826 575 Rp 0.79383224102017 6 520 400 357 Rp
8 971 101 836 Rp 0.735029852796453 6 594 027 662 Rp
9 771 828 650 0.680583197033753 6 650 542 384
54
2
No.
Tahun
2018
2019
2020
2021
2022
Uraian I
INFLOW CPO
Rp
78 838 369 829
Rp
85 145 439 415
Rp
91 957 074 568
Rp
99 313 640 534
Rp 107 258 731 776
Kernel
Rp
14 528 261 061
Rp
15 690 521 946
Rp
16 945 763 701
Rp
18 301 424 797
Rp
19 765 538 781
Cangkang
Rp
2 060 832 892
Rp
2 225 699 523
Rp
2 403 755 485
Rp
2 596 055 924
Rp
2 803 740 398
Salvage Value
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Total Inflow
Rp
95 427 463 781
Rp
103 061 660 884
Rp
111 306 593 754
Rp
120 211 121 255
Rp 129 828 010 955
II
OUTFLOW
A
Biaya Investasi Bunch Reception
-
-
-
-
-
Sterilization
-
-
-
-
-
Thresing Station
-
-
-
-
-
Pressing Station
-
-
-
-
-
Depericarping Station
-
-
-
-
-
Kernel Station
-
-
-
-
-
Clarification Station
-
-
-
-
-
Boiler Station
-
-
-
-
-
Power Station
-
-
-
-
-
Water Treatment Plant
-
-
-
-
-
Palm Oil Storage
-
-
-
-
-
Piping & Valves
-
-
-
-
-
Boiler Feed Water Plant
-
-
-
-
-
Miscellancous
-
-
-
-
-
Instalation
-
-
-
-
-
Civil & Structure
-
-
-
-
-
Over Head
-
-
-
-
-
Total Biaya Investasi
-
-
-
-
-
B 1
Biaya Operasional Variabel Cost Pembelian TBS Insentif TBS ke Suplier Fee ke Koperasi Fee ke Pemilik Lahan PKS Biaya Lembur Biaya Transport CPO Biaya Transport Kernel Total Biaya Variabel Cost
70 479 921 058 939 732 281 197 800 000 234 933 070 737 494 216 2 365 830 480 441 386 400 538 491 330 75 935 588 834
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
76 118 314 742 1 014 910 863 211 750 000 253 727 716 811 243 637 2 592 956 630 484 393 200 600 647 600 82 087 944 388
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
82 207 779 921 1 096 103 732 231 250 000 274 025 933 892 368 001 2 867 355 720 536 223 215 675 641 255 88 780 747 778
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
88 784 402 315 1 183 792 031 250 500 000 295 948 008 981 604 801 3 169 628 550 593 246 010 759 354 960 96 018 476 675
Rp 95 887 154 500 Rp 1 278 495 393 Rp 272 750 000 Rp 319 623 848 Rp 1 079 765 281 Rp 3 502 726 360 Rp 655 960 485 Rp 852 748 695 Rp 103 849 224 563
55
Biaya Transport Cangkang
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
C
56
2
Fix Cost Gaji Kantor di Medan.
Rp
918 205 844
Rp
945 752 020
Rp
974 124 580
Rp
1 003 348 318
Rp
1 033 448 767
Gaji Tetap di PKS.
Rp
240 915 161
Rp
248 142 616
Rp
255 586 894
Rp
263 254 501
Rp
271 152 136
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos.
Rp
20 000 000
Rp
20 500 000
Rp
21 000 000
Rp
21 500 000
Rp
22 000 000
Transportasi yg bukan Produksi
Rp
73 000 000
Rp
74 000 000
Rp
75 000 000
Rp
76 000 000
Rp
77 000 000
Konsumsi Pekerja
Rp
11 000 000
Rp
12 000 000
Rp
12 000 000
Rp
12 000 000
Rp
13 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor
Rp
16 000 000
Rp
17 000 000
Rp
18 000 000
Rp
19 000 000
Rp
20 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi
Rp
12 000 000
Rp
14 000 000
Rp
16 000 000
Rp
18 000 000
Rp
20 000 000
Gaji Karyawan.
Rp
1 178 674 870
Rp
1 261 182 111
Rp
1 349 464 859
Rp
1 443 927 399
Rp
1 545 002 317
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS
Rp
5 130 706 365
Rp
5 438 548 747
Rp
5 764 861 672
Rp
6 110 753 373
Rp
6 477 398 575
Biaya Umum/Sosial
Rp
23 000 000
Rp
24 000 000
Rp
25 000 000
Rp
26 000 000
Rp
27 000 000
Total Biaya Fix Cost.
Rp
7 623 502 241
Rp
8 055 125 494
Rp
8 511 038 005
Rp
8 993 783 590
Rp
9 506 001 795
Pajak (0,1)
Rp
1 186 837 271 Rp
Total Outflow
Rp
89 591 126 570
Rp
III
Net benefit
Rp
10 681 535 436
Rp
IV
Discount factor 8 %
V
PV/Tahun
0.630169626883105 Rp
6 731 179 200
1 291 859 100 Rp 96 165 088 311
Rp
11 626 731 901
Rp
0.583490395262134 Rp
6 784 086 393
1 401 480 797 Rp 104 882 330 817
Rp
12 613 327 174
Rp
0.540268884501976 Rp
6 814 588 202
1 519 886 099 Rp 113 772 355 089
Rp
13 678 974 891
Rp
0.500248967131459 Rp
6 842 893 061
1 647 278 460 123 836 843 773 14 825 506 137 0.463193488084684
Rp
6 867 077 900
No.
Tahun
2023
2024
2025
2026
2027
Uraian I
INFLOW CPO
Rp
115 839 430 319
Rp
125 106 584 744
Rp
135 115 111 524
Rp
145 924 320 445
Rp
157 598 266 081
Kernel
Rp
21 346 781 883
Rp
23 054 524 434
Rp
24 898 886 389
Rp
26 890 797 300
Rp
29 042 061 084
Cangkang
Rp
3 028 039 629
Rp
3 270 282 800
Rp
3 531 905 424
Rp
3 814 457 858
Rp
4 119 614 486
Salvage Value
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
-
Rp
13 842 500 003
Total Inflow
Rp
140 214 251 831
Rp
151 431 391 978
Rp
163 545 903 336
Rp
176 629 575 603
Rp
204 602 441 654
II
OUTFLOW
A
Biaya Investasi Bunch Reception
-
-
-
-
-
Sterilization
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Thresing Station
Rp
Pressing Station Depericarping Station
1 400 000 000 -
Rp
-
1 290 000 000
Rp
-
4 216 000 000 -
Kernel Station
-
-
Clarification Station
-
-
-
-
-
Boiler Station
-
-
-
-
-
Power Station
-
-
Water Treatment Plant
-
-
-
-
-
Palm Oil Storage
-
-
-
-
-
Piping & Valves
-
-
-
-
-
Boiler Feed Water Plant
-
-
-
-
Miscellancous
-
-
-
-
-
Instalation
-
-
-
-
-
Civil & Structure
-
-
-
-
-
-
-
Rp
1 185 000 000
-
-
-
Rp
12 297 000 000
-
-
Over Head Total Biaya Investasi B
Biaya Operasional
1
Variabel Cost
Rp
2 690 000 000
Rp
Rp
Rp
2 952 000 000
3 154 000 000
790 000 000
Rp
103 558 126 860
Rp
111 842 777 009
Rp
120 790 199 170
Rp
130 453 415 104
Rp
140 889 688 312
Rp
1 380 775 025
Rp
1 491 237 027
Rp
1 610 535 989
Rp
1 739 378 868
Rp
1 878 529 177
Fee ke Koperasi
Rp
294 750 000
Rp
319 500 000
Rp
353 000 000
Rp
386 750 000
Rp
426 250 000
Fee ke Pemilik Lahan PKS
Rp
345 193 756
Rp
372 809 257
Rp
402 633 997
Rp
434 844 717
Rp
469 632 294
Biaya Lembur
Rp
1 187 741 809
Rp
1 306 515 990
Rp
1 437 167 589
Rp
1 580 884 348
Rp
1 738 972 783
Biaya Transport CPO
Rp
3 850 275 045
Rp
4 231 249 640
Rp
4 757 718 110
Rp
5 322 193 200
Rp
5 951 986 245
Biaya Transport Kernel
Rp
724 912 760
Rp
800 698 950
Rp
900 341 670
Rp
1 011 905 770
Rp
1 136 779 200
Biaya Transport Cangkang
Rp
942 386 500
Rp
1 040 908 725
Rp
1 152 437 310
Rp
1 295 239 160
Rp
1 455 077 280
Total Biaya Variabel Cost
Rp
112 284 161 756
Rp
121 405 696 598
Rp
131 404 033 835
Rp
142 224 611 167
Rp
153 946 915 292
57
Pembelian TBS Insentif TBS ke Suplier
Fix Cost Gaji Kantor di Medan.
Rp
1 064 452 230
Rp
1 096 385 797
Rp
1 129 277 371
Rp
1 163 155 692
Rp
1 198 050 363
Gaji Tetap di PKS.
Rp
279 286 700
Rp
287 665 301
Rp
296 295 260
Rp
305 184 118
Rp
314 339 641
Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos.
Rp
22 500 000
Rp
23 000 000
Rp
23 500 000
Rp
24 000 000
Rp
24 500 000
Transportasi yg bukan Produksi
Rp
78 000 000
Rp
79 000 000
Rp
80 000 000
Rp
81 000 000
Rp
82 000 000
Konsumsi Pekerja
Rp
13 000 000
Rp
13 000 000
Rp
16 000 000
Rp
17 000 000
Rp
18 000 000
ATK dan Rumah Tangga Kantor
Rp
21 000 000
Rp
22 000 000
Rp
23 000 000
Rp
24 000 000
Rp
25 000 000
Biaya Perijinan dan Retribusi
Rp
22 000 000
Rp
24 000 000
Rp
26 000 000
Rp
28 000 000
Rp
30 000 000
Gaji Karyawan.
Rp
1 653 152 479
Rp
1 768 873 153
Rp
1 892 694 273
Rp
2 025 182 872
Rp
2 166 945 673
Pengolahan dan Pemeliharaan PKS
Rp
6 866 042 489
Rp
7 278 005 039
Rp
7 714 685 341
Rp
8 177 566 462
Rp
8 668 220 449
Biaya Umum/Sosial
Rp
28 000 000
Rp
29 000 000
Rp
30 000 000
Rp
31 000 000
Rp
32 000 000
Total Biaya Fix Cost.
Rp
10 047 433 899
Rp
10 620 929 289
Rp
11 231 452 245
Rp
11 876 089 144
Rp
12 559 056 127
Pajak (0,1)
Rp
1 519 265 618
Rp
1 940 476 609
Rp
861 341 726
Rp
2 252 887 529
Rp
3 809 647 024
Total Outflow
Rp
133 924 014 892
Rp
145 126 729 477
Rp
160 376 704 495
Rp
176 054 808 682
Rp
194 026 040 097
III
Net benefit
Rp
13 673 390 559
Rp
17 464 289 482
Rp
8 613 417 255
Rp
22 528 875 292
Rp
34 286 823 212
IV
Discount factor 8 %
V
PV/Tahun
C
0.428882859337671
0.397113758645991
0.367697924672214
0.340461041363161
0.31524170496589
5864282840
6935309638
3167135649
7670204343
10808636607
58
2
Lampiran 8 Laporan Laba Rugi PT. Indomas Mitra Teknik Tahun
Komponen
A 1 2 3
Penjualaan Penjualan CPO Penjualan Kernel Penjualan Cangkang Total Penerimaan Biaya Operasional Variabel Biaya Pembelian TBS Biaya Insentif ke Supplier TBS Fee ke Koperasi Fee ke Pemilik Lahan PKS Biaya Lembur Biaya Transport CPO Biaya Transport Kernel Biaya Transport Cangkang Total Biaya Variabel Marjin Kotor
2013
2014
2105
2016
2017
Rp 57 948 555 370 Rp 10 678 705 589 Rp 1 514 773 697 Rp 70 142 034 656
Rp 62 584 439 800 Rp 11 533 002 036 Rp 1 635 955 593 Rp 75 753 397 428
Rp 67 591 194 984 Rp 12 455 642 199 Rp 1 766 832 040 Rp 81 813 669 223
Rp72 998 490 582 Rp13 452 093 575 Rp 1 908 178 603 Rp88 358 762 760
Rp 21 567 652 500 Rp 287 568 700 Rp 48 825 720 Rp 71 892 175 Rp 349 670 408 Rp 665 076 265 Rp 113 529 600 Rp 77 643 540 Rp 23 186 952 319 Rp 6 014 930 244
Rp 51 804 846 000 Rp 690 731 280 Rp 145 139 464 Rp 172 682 820 Rp 579 159 302 Rp 1 637 595 680 Rp 293 104 800 Rp 338 787 720 Rp 55 646 419 717 Rp 14 495 614 939
Rp 55 949 233 680 Rp 739 082 470 Rp 156 058 640 Rp 184 770 617 Rp 608 117 267 Rp 1 792 644 420 Rp 325 935 360 Rp 399 104 460 Rp 60 140 488 187 Rp 15 612 909 242
Rp 60 425 172 374 Rp 790 818 242 Rp 170 285 000 Rp 197 704 561 Rp 638 523 130 Rp 1 967 160 500 Rp 365 753 510 Rp 438 904 175 Rp 64 993 662 827 Rp 16 820 006 395
Rp 65 259 186 164 Rp 846 175 519 Rp 182 807 500 Rp 211 543 880 Rp 670 449 287 Rp 2 157 747 525 Rp 401 933 410 Rp 524 683 860 Rp 70 264 801 314 Rp 18 093 961 446
Biaya Operasional tetap Gaji Kantor di Medan. Gaji Tetap di PKS. Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Transportasi yg bukan Produksi Konsumsi Pekerja Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor Biaya Perijinan dan Retribusi Gaji Karyawan. Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Biaya Umum/Sosial Biaya Penyusutan Total Biaya Tetap E Laba Kotor D Pajak (10%)
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
284 751 000 94 250 000 8 000 000 28 000 000 1 500 000 6 000 000 4 000 000 413 958 000 745 401 922 6 000 000 3 009 633 332 4 601 494 254 1 413 435 990 -
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
840 288 420 220 471 500 18 500 000 70 000 000 10 000 000 13 000 000 8 000 000 971 141 848 4 307 840 000 20 000 000 3 009 633 332 9 488 875 100 6 124 034 142 612 403 414
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Rp 891 461 985 Rp 233 898 214 Rp 19 500 000 Rp 72 000 000 Rp 11 000 000 Rp 15 000 000 Rp 10 000 000 Rp 1 101 469 084 Rp 4 840 289 024 Rp 22 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 10 226 251 639 Rp 7 867 709 806 Rp 786 770 981
F Laba Bersih
Rp
-
Rp
5 511 630 727
Rp 6 271 072 351
B 1 2 3 4 5 6 7 8 C D 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
815 814 000 214 050 000 18 000 000 70 000 000 10 000 000 12 000 000 7 500 000 899 205 415 4 064 000 000 20 000 000 3 009 633 332 9 140 202 747 5 355 412 192 535 541 219
Rp 4 819 870 973
865 497 073 227 085 645 19 000 000 71 000 000 11 000 000 14 000 000 8 500 000 1 039 121 778 4 566 310 400 21 000 000 3 009 633 332 9 852 148 227 6 967 858 168 696 785 817
Rp 7 080 938 826
59
Rp 24 125 432 302 Rp 4 445 812 102 Rp 630 638 159 Rp 29 201 882 563
A 1 2 3 B 1 2 3 4 5 6 7 8 C D 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penjualaan Penjualan CPO Penjualan Kernel Penjualan Cangkang Total Penerimaan Biaya operasional Variabel Biaya Pembelian TBS Biaya Insentif ke Supplier TBS Fee ke Koperasi Fee ke Pemilik Lahan PKS Biaya Lembur Biaya Transport CPO Biaya Transport Kernel Biaya Transport Cangkang Total Biaya Variabel Margin Kotor
Biaya operasional Tetap Gaji Kantor di Medan. Gaji Tetap di PKS. Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Transportasi yg bukan Produksi Konsumsi Pekerja Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor Biaya Perijinan dan Retribusi Gaji Karyawan. Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan PKS Biaya Umum/Sosial Biaya Penyusutan Total Biaya Tetap E Laba Kotor D Pajak (10%) F Laba Bersih
60
Komponen
Tahun 2018
2019
2020
2021
2022
Rp78 838 369 829 Rp14 528 261 061 Rp 2 060 832 892 Rp95 427 463 781
Rp 85 145 439 415 Rp 15 690 521 946 Rp 2 225 699 523 Rp 103 061 660 884
Rp 91 957 074 568 Rp 16 945 763 701 Rp 2 403 755 485 Rp111 306 593 754
Rp 99 313 640 534 Rp 18 301 424 797 Rp 2 596 055 924 Rp 120 211 121 255
Rp 107 258 731 776 Rp 19 765 538 781 Rp 2 803 740 398 Rp 129 828 010 955
Rp70 479 921 058 Rp 905 407 806 Rp 197 800 000 Rp 226 351 951 Rp 737 494 216 Rp 2 365 830 480 Rp 441 386 400 Rp 538 491 330 Rp75 913 988 637 Rp19 513 475 144
Rp 76 118 314 742 Rp 968 786 352 Rp 211 750 000 Rp 242 196 588 Rp 811 243 637 Rp 2 592 956 630 Rp 484 393 200 Rp 600 647 600 Rp 82 066 490 175 Rp 20 995 170 708
Rp 82 207 779 921 Rp 1 046 289 260 Rp 231 250 000 Rp 261 572 315 Rp 892 368 001 Rp 2 867 355 720 Rp 536 223 215 Rp 675 641 255 Rp 88 755 017 228 Rp 22 551 576 527
Rp 88 784 402 315 Rp 1 129 992 401 Rp 250 500 000 Rp 282 498 100 Rp 981 604 801 Rp 3 169 628 550 Rp 593 246 010 Rp 759 354 960 Rp 95 989 937 681 Rp 24 221 183 574
Rp 95 887 154 500 Rp 1 220 391 793 Rp 272 750 000 Rp 305 097 948 Rp 1 079 765 281 Rp 3 502 726 360 Rp 655 960 485 Rp 852 748 695 Rp 103 816 192 449 Rp 26 011 818 506
Rp 918 205 844 Rp 240 915 161 Rp 20 000 000 Rp 73 000 000 Rp 11 000 000 Rp 16 000 000 Rp 12 000 000 Rp 1 167 557 229 Rp 5 130 706 365 Rp 23 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp10 622 017 932 Rp 8 891 457 213 Rp 889 145 721 Rp 8 002 311 491
Rp 945 752 020 Rp 248 142 616 Rp 20 500 000 Rp 74 000 000 Rp 12 000 000 Rp 17 000 000 Rp 14 000 000 Rp 1 260 961 808 Rp 5 438 548 747 Rp 24 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 11 064 538 522 Rp 9 930 632 186 Rp 993 063 219 Rp 8 937 568 968
Rp 974 124 580 Rp 255 586 894 Rp 21 000 000 Rp 75 000 000 Rp 12 000 000 Rp 18 000 000 Rp 16 000 000 Rp 1 336 619 516 Rp 5 764 861 672 Rp 25 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 11 507 825 995 Rp 11 043 750 532 Rp 1 104 375 053 Rp 9 939 375 479
Rp 1 003 348 318 Rp 263 254 501 Rp 21 500 000 Rp 76 000 000 Rp 12 000 000 Rp 19 000 000 Rp 18 000 000 Rp 1 416 816 687 Rp 6 110 753 373 Rp 26 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 11 976 306 210 Rp 12 244 877 364 Rp 1 224 487 736 Rp 11 020 389 628
Rp 1 033 448 767 Rp 271 152 136 Rp 22 000 000 Rp 77 000 000 Rp 13 000 000 Rp 20 000 000 Rp 20 000 000 Rp 1 501 825 688 Rp 6 477 398 575 Rp 27 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 12 472 458 498 Rp 13 539 360 007 Rp 1 353 936 001 Rp 12 185 424 007
Komponen A 1 2 3 B 1 2 3 4 5 6 7 8 C D 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Penjualan Penjualan CPO Penjualan Kernel Penjualan Cangkang Total Penerimaan Biaya Operasional Tetap Biaya Pembelian TBS Biaya Insentif ke Supplier TBS Fee ke Koperasi Fee ke Pemilik Lahan PKS Biaya Lembur Biaya Transport CPO Biaya Transport Kernel Biaya Transport Cangkang Total Biaya Variabel Margin Kotor
Biaya Operasonal Tetap Gaji Kantor di Medan. Gaji Tetap di PKS. Listrik,Air,Telepon dan Benda Pos. Transportasi yg bukan Produksi Konsumsi Pekerja Biaya ATK dan Rumah Tangga Biaya Perijinan dan Retribusi Gaji Karyawan. Biaya Pengolahan dan Pemeliharaan Biaya Umum/Sosial Biaya Penyusutan Total Biaya Tetap E Laba Kotor D Pajak (10 %) F Laba Bersih
2024
Tahun 2025
2026
2027
Rp 115 839 430 319 Rp 21 346 781 883 Rp 3 028 039 629 Rp 140 214 251 831
Rp 125 106 584 744 Rp 23 054 524 434 Rp 3 270 282 800 Rp 151 431 391 978
Rp 135 115 111 524 Rp 24 898 886 389 Rp 3 531 905 424 Rp 163 545 903 336
Rp 145 924 320 445 Rp 26 890 797 300 Rp 3 814 457 858 Rp 176 629 575 603
Rp 157 598 266 081 Rp 29 042 061 084 Rp 4 119 614 486 Rp 204 602 441 654
Rp 103 558 126 860 Rp 1 318 023 137 Rp 294 750 000 Rp 329 505 784 Rp 1 187 741 809 Rp 3 850 275 045 Rp 724 912 760 Rp 942 386 500 Rp 112 248 307 073 Rp 27 965 944 759
Rp 111 842 777 009 Rp 1 423 464 988 Rp 319 500 000 Rp 355 866 247 Rp 1 306 515 990 Rp 4 231 249 640 Rp 800 698 950 Rp 1 040 908 725 Rp 121 365 803 540 Rp 30 065 588 437
Rp 120 790 199 170 Rp 1 565 811 480 Rp 353 000 000 Rp 391 452 870 Rp 1 437 167 589 Rp 4 757 718 110 Rp 900 341 670 Rp 1 152 437 310 Rp 131 353 009 333 Rp 32 192 894 003
Rp 130 453 415 104 Rp 1 722 392 640 Rp 386 750 000 Rp 430 598 160 Rp 1 580 884 348 Rp 5 322 193 200 Rp 1 011 905 770 Rp 1 295 239 160 Rp 142 163 994 705 Rp 34 465 580 899
Rp 140 889 688 312 Rp 1 894 631 900 Rp 426 250 000 Rp 473 657 975 Rp 1 738 972 783 Rp 5 951 986 245 Rp 1 136 779 200 Rp 1 455 077 280 Rp 153 872 889 513 Rp 50 729 552 142
Rp 1 064 452 230 Rp 279 286 700 Rp 22 500 000 Rp 78 000 000 Rp 13 000 000 Rp 21 000 000 Rp 22 000 000 Rp 1 591 935 230 Rp 6 866 042 489 Rp 28 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 12 995 849 981 Rp 14 970 094 777 Rp 1 497 009 478 Rp 13 473 085 300
Rp 1 096 385 797 Rp 287 665 301 Rp 23 000 000 Rp 79 000 000 Rp 13 000 000 Rp 22 000 000 Rp 24 000 000 Rp 1 687 451 343 Rp 7 278 005 039 Rp 29 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 13 549 140 812 Rp 16 516 447 625 Rp 1 651 644 763 Rp 14 864 802 863
Rp 1 129 277 371 Rp 296 295 260 Rp 23 500 000 Rp 80 000 000 Rp 16 000 000 Rp 23 000 000 Rp 26 000 000 Rp 1 788 698 424 Rp 7 714 685 341 Rp 30 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 14 137 089 728 Rp 18 055 804 275 Rp 1 805 580 427 Rp 16 250 223 847
Rp 1 163 155 692 Rp 305 184 118 Rp 24 000 000 Rp 81 000 000 Rp 17 000 000 Rp 24 000 000 Rp 28 000 000 Rp 1 896 020 329 Rp 8 177 566 462 Rp 31 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 14 756 559 933 Rp 19 709 020 966 Rp 1 970 902 097 Rp 17 738 118 869
Rp 1 198 050 363 Rp 314 339 641 Rp 24 500 000 Rp 82 000 000 Rp 18 000 000 Rp 25 000 000 Rp 30 000 000 Rp 2 009 781 549 Rp 8 668 220 449 Rp 32 000 000 Rp 3 009 633 332 Rp 15 411 525 335 Rp 35 318 026 807 Rp 3 531 802 681 Rp 31 786 224 126
2023
61
62
Lampiran 9 Dokumentasi
Loading ramp
Penyortiran TBS
Stasiun perebusan
Storage tank
Screw press
Kolam limbah
Tempat penimbangan TBS
63
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 4 Maret 1991 dari pasangan Rejeki Perangin-angin dan Ramayana Roza Saragih. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Methodist 1, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2003, dilanjutkan ke SMP St. Thomas 1, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2006. Pendidikan SMA penulis selesaikan di SMA St. Thomas 1, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2009, kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama melalui jalur Beasiswa Daerah (BUD). Mayor yang dipilih penulis adalah Departemen Agribisnis di Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan kepantiaan. Tahun 2010, penulis aktif di Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) sebagai badan pengawas serta aktif sebagai anggota dalam kegiatan Pemuda Pancasila (PP). Tahun 2011, penulis juga aktif sebagai wakil ketua Ikatan Mahasiswa Karo (IMKA).