STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. S DENGAN INFARK MIOKARD AKUT DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
NILA WAHYUNINGSIH NIM. P.09089
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: Nila Wahyuningsih
NIM
: P.09089
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul Karya Tulis Ilmiah : ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. S DENGAN INFARK MIOKARD AKUT DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 27 April 2012 Yang Membuat Pernyataan
NILA WAHYUNINGSIH NIM. P. 09089
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Nila Wahyuningsih
NIM
: P.09089
Program Studi : DIII Keperawatan Judul
: ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. S DENGAN INFARK MIOKARD AKUT DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Ditetapkan di : Surakarta Hari/ Tanggal : Jumat, 27 April 2012
Pembimbing : Erlina Windyastuti, S.Kep., Ns NIK : 201187065
iii
(
)
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan oleh : Nama
: Nila Wahyuningsih
NIM
: P.09089
Progran Studi : DIII Keperawatan Judul
: ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN. S DENGAN INFARK MIOKARD AKUT DI RUANG CEMPAKA RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA
Telah diujikan dan dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Ditetapkan di
: ………………….
Hari/ Tanggal
: ………………….
DEWAN PENGUJI
Penguji I
: Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns NIK : 201187065
(
)
Penguji II
: Nurul Devi Ardiani, S.Kep.,Ns NIK : 201186080
(
)
Penguji III
: Nurma Rahmawati, S.Kep.,Ns NIK : 201186076
(
)
Mengetahui, Ketua Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
Setiyawan, S.Kep., Ns NIK. 201084050
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ ASUHAN KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA TN.S DENGAN INFARK
MIOKARD AKUT DI RUANG CEMPAKA
RUMAH SAKIT PANTI WALUYO SURAKARTA.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Setiyawan, S.Kep.,Ns, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Erlina Windyastuti, S.Kep.,Ns, selaku Sekretaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan, sekaligus sebagai dosen pembimbing dan penguji I yang telah membimbing dengan cermat serta memberikan berbagai masukan, inspirasi perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini. 3. Nurul Devi Ardiani, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran, kritik, serta masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulis dan demi sempurnanya studi kasus ini.
v
4. Nurma Rahmawati, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji III yang telah memberikan saran dan kritik yang bermanfaat bagi penulis selama ujian berlangsung dan demi sempurnanya penulisan karya tulis ini. 5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, yang telah memberikan bimbingan baik berupa materi, wawasan serta ilmu yang bermanfaat dengan begitu sabar. 6. Pihak Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta beserta staf keperawatan, khususnya di Ruang Cempaka yang telah memberikan ijin dan kesempatan bagi penulis untuk pengambilan data guna penyelesaian karya tulis ini. 7. Ayah dan Ibu, yang selalu menjadi sumber inspirasi dan memberikan dukungan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Saudara serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam setiap proses yang dilalui oleh penulis. 9. Joseph Segun dan Feronika Ayu Triastuti yang telah memberikan informasi mengenai materi, jurnal serta peminjaman buku-buku yang terkait dengan materi, serta sahabat-sahabatku yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam berbagai hal. 10. Teman-teman mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, dan berbagai pihak yang tidak dapat deisebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moral dan spiritual. Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin. Surakarta, 27 April 2012 Penulis vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………….......
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ……………………….
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………
iv
KATA PENGANTAR …………………………………………….
v
DAFTAR ISI ………………………………………………………
vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………...
ix
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………………………………...
1
B. Tujuan Penulisan ……………………………...
3
C. Manfaat Penulisan …………………………….
4
LAPORAN KASUS A. Identitas Klien ………………………………...
6
B. Pengkajian …………………………………….
6
C. Perumusan Masalah Keperawatan ……………
11
D. Perencanaan Keperawatan ……………………
11
E. Implementasi Keperawatan …………………..
12
F. Evaluasi Keperawatan ………………………..
14
vii
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan …………………………………………..
16
B. Simpulan dan Saran ...……………………………….
29
Daftar Pustaka Lampiran Daftar Riwayat Hidup
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar
2.1
Genogram Tn. S ………………
ix
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1
Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran
2
Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data
Lampiran
3
Log Book Kegiatan Harian
Lampiran
4
Lembar Pendelegasian Pasien
Lampiran
5
Asuhan Keperawatan
Lampiran
6
Hasil EKG
x
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut WHO, pada tahun 2004 diperkirakan 17,1 juta orang meninggal karena penyakit kardiovaskuler dan 7,2 juta diantaranya adalah karena infark miokard akut (National Registry of Disease Office, 2011). Angka kematian karena penyakit kardiovaskuler meningkat pada tahun 2008 menjadi lebih dari 17,3 juta orang, dari angka tersebut, 7,3 juta diantaranya disebabkan oleh serangan jantung (AMI) dan 6,3 juta karena stroke (Mendis et al, 2011). Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti pada tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di RS di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah penyakit jantung iskemik, yaitu 110,183 kasus. Care fatelity rate (CFR) tertinggi terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009). Infark Miokard Akut (AMI) atau sering disebut juga dengan serangan jantung terjadi ketika salah satu atau lebih bagian dari otot jantung mengalami penurunan suplai oksigen akibat sumbatan aliran darah yang menuju ke jantung. Hal ini menyebabkan kerusakan atau kematian (nekrosis) otot jantung (New York Presbyterian, 2008). Berkurangnya suplai oksigen ke jaringan miokardium dalam beberapa waktu dapat menyebabkan area nekrosis akan berkembang/meluas serta
1
2
dikelilingi area iskemik dan area injuri. Nyeri dada timbul karena iritasi ujung saraf di area yang terjadi iskemik dan injuri (Sommers et al, 2007). Karakteristik nyeri yang ditimbulkan biasanya berupa nyeri akut yang menjalar sampai ke lengan kiri dan rahang disertai nafas pendek, fatigue, diaforesis, sukar menelan dan nausea (Schell & Puntillo, 2006). Nyeri pada pasien dengan infark miokard akut merupakan hal yang penting untuk ditangani, karena dengan mengurangi nyeri dapat mengurangi stress yang menguras energi sehingga kebutuhan akan oksigen dapat dikurangi. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial yang dirasakan dalam jangka waktu dimana kerusakan terjadi. Nyeri selalu subjektif dan dirasakan dalam cara yang berbeda antara satu orang dengan yang lainnya (Fitzpatrick & Wallace, 2006). Secara umum, bentuk nyeri dibagi menjadi 2, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut dirasakan dalam waktu singkat, biasanya kurang dari 6 bulan, awitan dan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung sudah lebih dari 6 bulan, sumber nyeri bisa diketahui atau tidak diketahui serta penginderaan terhadap nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukkan lokasinya. Dampak dari nyeri ini antara lain dapat menjadi mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia (Mubarak, 2007). Kontrol nyeri yang buruk dapat menekan sistem saraf simpatik, sehingga menyebabkan risiko komplikasi pada pasien. Nyeri dapat meningkatkan respon
3
stress metabolik, yang berdampak pada hiperglikemi, lipolisis, kerusakan otot dan lamanya penyembuhan luka. Nyeri juga dapat menimbulkan ansietas, gangguan tidur, confusion, delirium dan paranoia (Schell & Puntillo, 2006). Prevalensi penyakit kardiovaskuler di RS Panti Waluyo sendiri belum diketahui secara pasti tetapi berdasarkan hasil pengamatan selama periode pengambilan data di Bangsal Cempaka, ada beberapa kasus pasien dengan penyakit tersebut dan semua adalah pasien dengan Infark Miokard Akut (AMI) dengan keluhan yang paling banyak dirasakan adalah nyeri. Melihat semua latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang akan dituangkan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada Tn. S dengan Infark Miokard Akut di Bangsal Cempaka Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. million
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan kasus nyeri pada Tn.S dengan Infark Miokad Akut di Ruang Cempaka Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian dan analisa data pada Tn. S dengan masalah nyeri akibat Infark Miokard Akut. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. S dengan masalah nyeri akibat Infark Miokard Akut. c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. S dengan masalah nyeri akibat Infark Miokard Akut.
4
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. S dengan masalah nyeri akibat Infark Miokard Akut. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. S dengan masalah nyeri akibat Infark Miokard Akut. f. Penulis mampu menganalisa kondisi nyeri pada Tn. S dengan Infark Miokard Akut.
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Rumah Sakit. Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya bagi pasien dengan nyeri pada Infark Miokard Akut. 2. Bagi Perawat. a. Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada klien penderita dengan nyeri akibat Infark Miokard Akut. b. Melatih berfikir kritis dalam melakukan asuhan keperawatan, khususnya pada pasien dengan nyeri akibat Infark Miokard Akut. 3. Bagi Instansi Akademik. Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan datang. 4. Bagi Pasien dan Keluarga. Pasien dan keluarga mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang cara mengontrol nyeri akibat Infark Miokard Akut.
5
5. Bagi Pembaca. Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara perawatan pasien dengan nyeri akibat Infark Miokard Akut.
6
BAB II LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien Klien ialah seorang laki-laki berumur 59 tahun dengan inisial Tn. S yang bertempat tinggal di daerah Purwosari RT 2 RW 13 Laweyan, Purwosari, Surakarta. Klien merupakan seorang pensiunan dengan tingkat pendidikan setara dengan Diploma III (IPDN). Selama di rumah sakit, yang bertanggungjawab atas Tn.S ialah istrinya, Ny. H dengan usia 49 tahun, bekerja sebagai pegawai swasta dengan tingkat pendidikan Diploma III dan alamat Purwosari RT 2 RW 13 Laweyan, Purwosari, Surakarta.
B. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 2 April 2012 jam 13.30 WIB dengan metode allo-anamnesa dan auto-anamnesa. Keluhan utama yang dirasakan Tn. S adalah nyeri dada dengan riwayat kesehatan sekarang sebagai berikut. Dua jam sebelum masuk rumah sakit, klien mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dirasakan setelah berkebun. Nyeri yang dirasakan semakin lama semakin berat, rasanya seperti tertekan dari mulai atas diafragma kemudian menjalar sampai ke bahu kiri, rahang dan leher. Selain itu, dada terasa seseg/ampeg, kepala pusing, badan lemes, dan keringat dingin. Lalu keluarga membawa ke IGD RS Panti Waluyo. Di IGD mendapat terapi berupa infus D 5% 20 tetes per menit, oksigen 3 liter per menit, obat-obat jantung seperti isosorbidedinitrat (ISDN) dan nitroglise-
6
7
rin spray. Kemudian dokter menyarankan agar klien dirawat di ICU selama 1 minggu karena didiagnosa menderita Infark Miokard Akut sampai pada tanggal 2 April klien dipindah ke bangsal Cempaka sekitar pukul 11.45 WIB dalam kondisi kesadaran compos mentis. Saat dikaji, klien terlihat mengelus-elus dada sebelah kiri, tidak ada keluhan seseg tapi ada nafas pendek. Tekanan darah 140/90 mmHg ; nadi 84 kali per menit; frekuensi pernafasan 28 kali per menit; suhu 36,4º C. Klien mengatakan bahwa dada sebelah kiri terasa sedikit nyeri, rasanya semengkrang tapi tidak sampai menjalar ke bahu. Nyeri hilang timbul tapi sering, tiap nyeri lamanya kira-kira 2-3 menit. Riwayat penyakit dahulu, klien belum pernah dirawat di rumah sakit dan punya riwayat hipertensi. Nyeri dada sudah sering dirasakan sejak memasuki usia 50-an tapi tidak pernah dihiraukan karena nyerinya tidak seberapa dan dapat berkurang hanya dengan beristirahat. Klien mempunyai kebiasaan merokok sejak usia 20 tahun dan berhenti sejak masuk rumah sakit. Riwayat alergi tidak ada. Klien merupakan anak ke-2 dari sepuluh bersaudara dimana hampir semuanya punya riwayat hipertensi dan ada satu yang punya penyakit yang sama dengan pasien, yaitu adiknya yang ke-5. Ayah klien juga pernah menderita penyakit yang sama.
8
AMI + HT
Tn.S (59 th) AMI + HT
AMI + HT
Gambar 2.1 Genogram Tn. S Keterangan : : laki-laki : perempuan : meninggal : pasien : garis perkawinan : garis keturunan : tinggal serumah
Pola aktivitas dan latihan klien sebelum sakit tidak mengalami masalah. Klien dapat beraktivitas secara mandiri. Selama sakit, semua aktivitas (makan dan minum, toileting, berpakaian, mobilisasi di tempat tidur, berpindah, ambulasi) klien dibantu oleh orang lain, baik oleh keluarga maupun perawat. Klien mengatakan bahwa badan masih lemas dan belum diperbolehkan turun dari tempat tidur. Pola kognitif dan perseptual, klien mengatakan sebelumnya sudah pernah marasakan nyeri dada tapi hanya sedikit sehingga tidak dihiraukan. Klien menggunakan alat bantu penglihatan/kacamata karena mengalami rabun dekat dan tidak
9
gangguan dalam hal fungsi pendengaran. Selama sakit, klien masih menggunakan alat bantu penglihatan untuk membaca dan tidak ada gangguan fungsi pendengaran. Namun, nyeri dada yang dirasakan lebih berat dari yang terdahulu karena tidak berkurang dengan beristirahat. Karakteristik nyeri yang dirasakan adalah sebagai berikut, provocate (P)/faktor pencetusnya ialah karena adanya kematian jaringan otot jantung, quality/kualitas nyeri rasanya semengkrang, region/daerah yang terasa nyeri di dada sebelah kiri, severe/skala nyeri 3, time/waktu hilang timbul tapi sering, tiap nyeri 2 - 3 menit. Klien berada dalam keadaan sadar penuh/compos mentis saat dilakukan pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital adalah sebagai berikut, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84 kali per menit, frekuensi pernafasan 28 kali per menit, dan suhu 36,4º C. Ketika pemeriksaan dada dilakukan, dada sebelah kiri terlihat sedikit membesar, terlihat ada nafas pendek, ekspansi paru kanan sama dengan kiri, retraksi dada tidak ada. Ketika dipalpasi, vokal fremitus kanan sama dengan kiri. Bunyi perkusi paru sonor di seluruh lapang paru dan pada saat diauskultasi tidak terdengar suara nafas tambahan. Hasil pemeriksaan jantung antara lain ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis tidak teraba, hasil perkusi pekak dan tidak terdapat pelebaran batas jantung, sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung normal, hanya terdengar S1 dan S2 (lub-dub-lub-dub). Pemeriksaan laboratorium dilakukan dua kali, yaitu pada tanggal 27 Maret 2012 dan tanggal 28 Maret 2012. Hasil pemeriksaan pada tanggal 27 Maret 2012 meliputi hemoglobin 14 g/dL (nilai normal 12,1-17,6 g/dL); hematokrit 45 % (nilai normal 35-45 %); eritrosit 4,84 juta/mm³ (nilai normal 4,5-5,9 juta/mm³); leu-
10
kosit 12,3 ribu/mm³ (nilai normal 4,4.-11,3 ribu/mm³); trombosit 24,4 ribu/mm³ (nilai normal 150-450 ribu/mm³), basofil 0,5 % (nilai normal 0-2 %); eosinofil 2 % (nilai normal 0-4 %); neutrofil 69,2% (nilai normal 55-80 %); limfosit 22 % (nilai normal 22-44 %); monosit 6,3 % (nilai normal 0-7 %), MCV 93 fL (nilai normal 80-96 fL); MCH 30 pg (nilai normal 28-33 pg); MCHC 32 % (nilai normal 32-36 %), golongan darah B dengan Rh (+), gula darah sewaktu 150 mg/dL (nilai normal 60-140 mg/dL). Hasil pemeriksaan tanggal 28 Maret 2012 meliputi kolesterol total 203 mg/dL (nilai normal 50-200 mg/dL); HDL 55 mg/dL (nilai normal 30-63 mg/dL); LDL 141,8 mg/dL (nilai normal 66-147 mg/dL); trigliserid 31 mg/dL (nilai normal kurang dari 150 mg/dL), ureum 27,8 mg/dL (nilai normal 10-50 mg/dL); kreatinin 1,12 mg/dL (nilai normal 0,9-1,13 mg/dL), gula darah puasa 120 mg/dL (nilai normal 70 – 120 mg/dL); gula darah 2 jam PP 127 mg/dL (nilai normal 80-140 mg/dL), SGOT 101 U/L (nilai normal 0-35 U/L); SGPT 28 U/L (nilai normal 0-45 U/L); CK-MB 170,3 ng/mL (nilai normal kurang dari 5,1 ng/mL); alpha HBHD 262 U/L (nilai normal 72-182 U/L). Foto toraks dilakukan pada tanggal 27 Maret 2012 dan didapatkan hasil normal atau tidak ada kelainan, sedangkan pada pemeriksaan EKG diperoleh gambaran AMI, yaitu adanya ST elevasi dan Q patologis pada lead VI, V2, V3 dan V4. Terapi yang diperoleh pasien selama di bangsal antara lain oksigen 3 liter per menit, infus NaCl 20 tetes per menit, Dulcolax 10 mg/12 jam, Zypraz 0,5 mg/24 jam, Sintrom 1 mg/24 jam, Disolf 1 tablet 490 mg/8 jam; Maintate 2,5 mg/24 jam; Captopril 1 tablet 12,5 mg/24 jam; Trombo Aspilet 1 tablet/24 jam.
11
C. Perumusan Masalah Keperawatan Setelah dilakukan analisa terhadap data hasil pengkajian, diperoleh data subjektif, antara lain klien mengatakan bahwa dada sebelah kiri terasa sedikit nyeri, skala nyeri 3, rasanya semengkrang tapi tidak sampai menjalar ke bahu, nyeri hilang timbul tapi sering, tiap nyeri lamanya kira-kira 2-3 menit. Data objektif yang diperoleh, yaitu klien terlihat mengelu-elus dada sebelah kiri, terlihat nafas pendek, tanda-tanda vital (tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84 kali per menit; frekuensi penafasan 28 kali per menit; suhu 36,4º C), adanya ST elevasi dan Q patologis di lead V1, V2, V3, V4 pada hasil EKG dan hasil pemeriksan laboratorium, yaitu CK-MB 170,3 mg/dL; SGOT 101 mg/dL; alpha HBDH 262 mg/dL. Oleh karena itu, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kematian otot jantung).
D. Perencanaan Keperawatan Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus nyeri, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan, dengan kriteria hasil klien melaporkan bahwa nyeri berkurang, skala nyeri 1, ekspresi wajah rileks, klien tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Berdasarkan tujuan tersebut, penulis membuat rencana tindakan, yaitu kaji ulang karakteristik nyeri klien untuk mengetahui respon klien terhadap terapi yang diberikan. Pantau tanda-tanda vital karena merupakan indikator penting terhadap adanya peningkatan intensitas nyeri. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman
12
agar klien dapat beristirahat, sehingga beban kerja jantung tidak meningkat seiring dengan banyaknya aktifitas. Atur posisi klien (head up 30º) untuk membantu mempertahankan kerja jantung. Pertahankan oksigen aliran rendah 3 liter per menit untuk mempertahankan suplai oksigen dalam darah sehingga kebutuhan oksigen jantung terpenuhi (mencegah perluasan infark). Ajarkan dan bantu klien melakukan teknik relaksasi/distraksi untuk mengurangi nyeri. Laksanakan program terapi sesuai advis dokter (Disolf 1 tablet 490 mg/8 jam; Maintate 2,5 mg/24 jam; Captopril 1 tablet 12,5 mg/24 jam; Trombo Aspilet 1 tablet/24 jam).
E. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis pada hari Senin, 2 April 2012 jam 13.30 WIB, yaitu melakukan pengkajian terhadap karakteristik nyeri klien dan klien merespon dengan mengatakan nyeri di bagian dada sebelah kiri, rasanya semengkrang, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul tapi sering. Klien terlihat mengelus-elus dada sebelah kiri dan terdapat nafas pendek. Setelah itu, mengukur tanda-tanda vital klien dan didapatkan hasil tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84 kali per menit, frekuensi pernafasan 28 kali per menit, dan suhu 36,4º C. Lalu, mengatur posisi klien (head up 30º) dan memantau aliran oksigen. Setelah dilakukan tindakan tersebut, klien mengatakan bahwa posisi sudah nyaman dan aliran oksigen sudah cukup, klien terlihat berbaring dengan posisi head up 30º dan terpasang oksigen aliran rendah 3 liter per menit. Hari Selasa, 3 April 2012 jam 08.00 WIB, penulis melakukan tindakan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan mematikan AC. Setelah dilakukan tindakan, klien mengatakan lingkungan sudah nyaman tapi agak dingin. Kemu-
13
dian pada jam 08.30 WIB, mengukur tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi) dan mengkaji ulang nyeri klien dan didapatkan hasil, suhu 36º C, nadi 60 kali per menit, respirasi 24 kali per menit. Klien mengatakan tadi pagi nyeri memberat karena udara dingin, sekarang sudah berkurang, rasanya seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 3 dan dirasakan terus-menerus. Jam 12.00 WIB, tindakan yang dilakukan adalah memberikan obat oral (Disolf 1 tablet 490 mg) dan mengukur tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi). Respon setelah dilakukan tindakan antara lain obat sudah diminum sehabis makan dan dari pengukuran tanda-tanda vital diperoleh hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 62 kali per menit, respirasi 24 kali per menit. Jam 13.00 WIB, penulis mengisi air dalam tabung humidifier. Setelah dilakukan tindakan, air dalam tabung humidifier sudah terisi kembali, terpasang oksigen 3 liter per menit dengan kanul nasal dan klien mengatakan aliran oksigen sudah cukup. Hari Rabu, 4 April 2012 pukul 08.30 WIB, penulis mengukur suhu dan didapatkan hasil badan klien tidak panas, suhu 36,8º C. Pada jam yang sama, penulis mengkaji ulang nyeri klien dan klien merespon dengan mengatakan dada masih terasa nyeri, rasanya seperti ditusuk-tusuk tapi lebih ringan dari ynag kemarin. Ekpresi wajah rileks, nafas pendek tidak terlihat. Kemudian memantau aliran oksigen pada jam 10.00 WIB dan aliran oksigen diturunkan menjadi 2 liter per menit. Setelah itu, memberikan obat oral (disolf 1 tablet 490 mg) pada jam 11.30 WIB. Lalu mengukur tanda-tanda vital dan mengkaji tingkat aktivitas klien dan diperoleh hasil pengukuran tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 24 kali per menit. Klien mengatakan kepala pusing jika bangun dan sete-
14
lah berjalan dari kamar mandi, badan gemetar, dada nyeri dan berdebar. Setelah itu, membantu klien untuk melakukan teknik relaksasi dan menganjurkan klien untuk beristirahat. Klien mengatakan nyeri berkurang setelah menarik nafas secara perlahan tapi tidak terlalu dalam serta melakukan sedikit masase pada leher sebelah kiri.
F. Evaluasi Keperawatan Evaluasi hari pertama, tanggal 2 April 2012 dilakukan pada pukul 14.30 WIB. Hasil evaluasi secara subjektif, klien mengatakan dada masih terasa nyeri, rasanya semengkrang, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul tapi sering. Hasil evaluasi secara objektif, klien terlihat mengelus-elus dada sebelah kiri, nafas pendek masih terlihat, tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84 kali per menit, respirasi 28 kali per menit, dan suhu 36,4º C. Hasil analisa, masalah nyeri akut belum teratasi. Rencana selanjutnya, yaitu kaji ulang nyeri klien, pantau tanda-tanda vital, bantu dalam melakukan teknik relaksasi, pertahankan oksigen aliran rendah 3 liter/menit dan laksanakan advis dokter. Evaluasi hari kedua, tanggal 3 April 2012 dilakukan pada pukul 14.00 WIB. Hasil evaluasi secara subjektif, klien mengatakan nyeri sempat memberat karena udara dingin tapi setelah AC dimatikan nyeri berkurang, rasanya seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 3, nyeri dirasakan terus-menerus tapi tidak menyebar sampai ke leher dan bahu, sedangkan secara objektif, klien terlihat menahan nyeri, nafas pendek masih ada, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 60 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, suhu 36º C. Hasil analisa, masalah nyeri akut belum teratasi. Rencana selanjutnya adalah kaji ulang nyeri klien, pantau tanda-tanda
15
vital, bantu dalam melakukan teknik relaksasi, pertahankan oksigen aliran rendah 3 liter per menit dan laksanakan advis dokter. Evaluasi hari ketiga, tanggal 4 April 2012 dilakukan pada pukul 14.00 WIB. Hasil evaluasi subjektif, klien mengatakan dada masih terasa nyeri tapi lebih ringan dari yang kemarin, skala nyeri 3, nyeri bertambah saat beraktivitas, misalnya berjalan ke kamar mandi. Hasil evaluasi objektif, ekspresi wajah rileks, nafas pendek sudah tidak terlihat, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, dan suhu 36,8º C. Hasil analisa, masalah nyeri akut belum teratasi. Rencana selanjutnya, yaitu kaji ulang nyeri klien, pantau tanda-tanda vital, bantu dalam melakukan teknik relaksasi, pantau aliran oksigen 2 liter per menit dan anjurkan klien untuk beraktivitas secara bertahap.
16
BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehata (Hidayat, 2006). Menurut Teori Hierarki Maslow yang kemudian dikembangkan oleh Richard A. Khalish terdapat lima kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi, yakni kebutuhan fisiologis; kebutuhan rasa aman dan keselamatan; kebutuhan mencintai, dicintai dan dimiliki; kebutuhan akan harga diri, serta kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan yang paling dasar, salah satu yang termasuk di dalamnya adalah kebutuhan untuk mengindari dari rasa nyeri (Anonim, 2011). Terkait dengan hal tersebut, dalam bab ini penulis akan melakukan pembahasan terhadap masalah nyeri yang dialami oleh Tn. S dengan infark miokard akut yang meliputi pengkajian, perumusan masalah keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
1. Pengkajian Keluhan utama yang didapatkan saat pengkajian terhadap Tn. S pada tanggal 2 April 2012 ialah nyeri dada sebelah kiri dengan skala nyeri 3, rasanya semengkrang, tidak menjalar sampai ke bahu dan leher, nyeri hilang
16
17
timbul tapi sering. Nyeri ini disebabkan oleh adanya kematian pada otot jantung (infark miokard). Pengertian dari nyeri sendiri ialah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan aktual maupun potensial, yang dirasakan dalam jangka waktu saat kerusakan terjadi (IASP cit Potter & Perry, 2005). Nyeri yang dialami oleh Tn. S merupakan nyeri akut yang ringan karena awitan nyeri baru dirasakan selama kurang lebih satu minggu dan skala nyeri 3. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa nyeri akut ialah nyeri yang timbul secara tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat, durasi kurang dari 6 bulan (Newfield et al, 2007), sedangkan penentuan skala nyeri pada Tn. S didasarkan pada skala nyeri Hayward yang menggunakan skala longitudinal yang terdiri dari angka 0 sampai 10. Angka 0 menggambarkan tidak adanya nyeri, 1-3 menggambarkan nyeri ringan, 4 - 6 menggambarkan nyeri sedang, 7 - 9 menggambarkan nyeri berat yang masih bisa terkontrol dan 10 menggambarkan nyeri yang sangat berat serta tidak bisa dikontrol (Mubarak, 2007). Karateristik nyeri yang dirasakan oleh Tn. S memiliki ciri khas tersendiri terkait dengan penyakit yang dialami, yaitu infark miokard akut (AMI). AMI merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh iskemia yang berkepanjangan pada otot jantung sehingga menyebabkan nekrosis atau kematian jaringan otot jantung atau miokard. Berkurangnya suplai oksigen ke jaringan miokardium dalam beberapa waktu dapat menyebabkan area nekrosis akan berkembang atau meluas serta dikelilingi area iskemik dan area injuri.
18
Nyeri dada timbul karena iritasi ujung saraf di area yang terjadi iskemik dan injuri (Sommers et al, 2007). AMI sering dimanifestasikan dengan nyeri dada yang menjalar sampai ke bahu, lengan, rahang, punggung dan juga leher disertai dengan nafas pendek, nausea, diaforesis, pusing dan keletihan. Nyeri biasanya tidak berkurang dengan istirahat, bersifat tajam dan berlangsung lebih dari 15 – 20 menit (Smeltzer & Bare, 2002). Karakteristik tersebut tidak semuanya muncul pada Tn. S. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, pertama karena masing-masing orang memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri sebab merupakan nyeri suatu hal yang bersifat subjektif (Potter & Perry, 2005). Kedua, karena memang sudah dilakukan perawatan intensif terhadap Tn. S selama 1 minggu di ICU, sehingga nyeri sudah berkurang seiring dengan pengobatan yang diterima. Hasil pengkajian riwayat kesehatan dahulu pada Tn. S ditemukan adanya kebiasaan merokok sejak umur 20 tahun, terdapat riwayat hipertensi dan penyakit keturunan dari ayahnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyebutkan beberapa faktor yang turut berperan dalam serangan AMI, antara lain, usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga dengan penyakit jantung koroner yang dikenal dengan non-modificated factors serta merokok, dibetes melitus, hipertensi, obesitas dan juga stress yang dikenal dengan modificated factors. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa rokok merupakan faktor risiko terbesar yang turut berkontribusi terhadap kejadian AMI (Lanas et al, 2007). Hal ini disebabkan karena di dalam rokok mengandung zat nikotin yang merupakan vasokonstriktor yang kuat sehingga
19
menyebabkan konstriksi atau penyempitan pembuluh darah yang berdampak pada peningkatan tahanan vaskuler sehingga darah sulit mengalir dan terjadilah peningkatan tekanan darah atau hipertensi. Hipertensi yang terjadi secara terus-menerus akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital, misalnya jantung. Hyperplasia medial (penebalan) arteriolarteriol akan terjadi akibat pembuluh harus menahan tekanan yang tinggi secara terus-menerus. Penebalan membuat perfusi jaringan jadi terganggu sehingga suplai oksigen berkurang, menimbulkan keadaan iskemik dan merubah metabolisme sel menjadi anaerob. Hal ini menimbulkan penumpukan asam laktat yang merangsang ujung-ujung saraf pada area iskemik sehingga timbul nyeri (Udjianti, 2010). Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital Tn. S, yaitu tekanan darah 140/90 mmHg; nadi 84 kali per menit; respirasi 28 kali per menit; suhu 36,4º C. Dalam hal ini, terdapat peningkatan tekanan darah dan respirasi dari rentang normal yang diharapkan (kurang dari 140/90 mmHg untuk tekanan darah dan 14 – 20 kali per menit untuk respirasi), sedangkan untuk nadi dan suhu sudah dalam rentang normal, yaitu 60 – 100 kali per menit untuk nadi dan 36 – 37,5 °C untuk suhu dewasa) (Bickley, 2008). Peningkatan tekanan darah dapat terjadi sebagai respon terhadap nyeri yang dirasakan atau terkait dengan penyakit klien. Nyeri dapat menjadi suatu stressor bagi pasien (Schell & Puntillo, 2006). Stres dapat merangsang sistem saraf simpatis (respon adrenegik) yang berupa peningkatan konstriksi vaskuler sehingga tekanan darah meningkat, di lain sisi, kondisi infark miokard sendiri dapat
20
menstimulasi pelepasan katekolamin yang dapat merangsang pelepasan tromboksan A (Udjianti, 2010), yaitu salah satu jenis prostaglandin yang merangsang respon simpatis berupa vasokonstriksi yang berdampak pada peningkatan tekanan darah (Wolff, 2005). Peningkatan frekuensi respirasi dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap nyeri dan dalam upaya meningkatkan suplai oksigen dalam darah. Hal ini dikarenakan nyeri menimbulkan peningkatan penggunaan oksigen miokard, sehingga tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Smeltzer & Bare, 2002; Schell & Puntillo, 2006). Hasil inspeksi dada, dada sebelah kiri terlihat sedikit membesar, terlihat ada nafas pendek, ekspansi paru kanan sama dengan kiri, retraksi dada tidak ada. Ketika dipalpasi, vokal fremitus kanan sama dengan kiri. Bunyi perkusi paru sonor di seluruh lapang paru dan pada saat diauskultasi tidak terdengar suara nafas tambahan. Hasil pemeriksaan jantung antara lain ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis tidak teraba, hasil perkusi pekak dan tidak terdapat pelebaran batas jantung, sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung normal, hanya terdengar S1 dan S2 (lub-dub-lub-dub). Dalam hal ini, terdapat kesenjangan antara temuan pada kasus dengan teori. Menurut teori, bunyi jantung tiga (S3) akan terjadi setelah infark miokard yang menandakan adanya gagal jantung kiri, namun pada kasus Tn. S bunyi tersebut tidak ditemukan, sehingga dapat dikatakan bahwa gagal jantung belum terjadi (Smeltzer & Bare, 2002). Nafas pendek dapat terjadi seiring dengan peningkatan frekuensi respirasi sebagai upaya mencukupi suplai
21
oksigen dalam tubuh karena adanya peningkatan penggunaan oksigen miokard (Schell & Puntillo, 2006; Udjianti, 2010). Masalah pembesaran dada sebelah kiri pada Tn. S penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti karena penulis tidak melakukan pengkajian lebih mendalam mengenai hal tersebut, termasuk sejak kapan dada mulai membesar, disamping itu juga belum ada data pemeriksaan penunjang lain yang dapat mendukung atau menjelaskan hal tersebut. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 28 Maret 2012 dan data penunjang pada tanggal 27 April 2012 mengarah ke gambaran AMI. Pemeriksaan tersebut antara lain, enzim CK-MB 170,3 mg/mL (batas normal kurang dari 5,1 mg/mL), pada hasil pemeriksaan EKG ditemukan adanya elevasi segmen ST dan adanya gelombang Q patologis pada lead V1, V2, V3 dan V4. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada pasien infark miokard akan terjadi peningkatan enzim CK-MB yang merupakan indikator utama penegakkan diagnosa AMI. CK-MB adalah enzim yang khusus dilepaskan oleh miokard ketika mengalami injuri (Udjianti, 2010). Kadar CK-MB meningkat 2-3 jam pasca-serangan dan mencapai puncak pada 12-20 jam pasca-serangan. ST elevasi terjadi karena adanya area injuri dan gelombang Q patologis menunjukkan adanya nekrosis (Smeltzer & Bare, 2002). Gelombang Q patologis terbentuk karena arus depolarisasi tidak dapat dihantarkan oleh jaringan nekrotik (Sommers et al, 2007). Pemeriksaan lain yang juga turut mendukung diagnosa AMI pada Tn.S yaitu SGOT 101 mg/dL (nilai normal 0-35 mg/dL) dan alpha HBHD 262 U/L
22
(nilai normal 72-182 U/L). SGOT merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Konsentrasi rendah dijumpai dalam darah, kecuali jika terjadi cedera seluler, kemudian dalam jumlah banyak dilepaskan ke dalam sirkulasi (Sacher & McPherson, 2004). Kadar SGOT pada infark miokard akan terdeteksi setelah 8 jam serangan, meningkat hingga 24 - 48 jam dan menurun pada hari ke 3 - 4 (Udjianti, 2010). Alpha HBDH merupakan alternatif pemeriksaan dari fraksi enzim laktat dehidrogenase (LDH), yaitu LDH1 yang banyak ditemukan di otot jantung. Alpha HBDH digunakan sebagai alternatif karena sifatnya yang mirip dengan LDH1 dan lebih mudah dideteksi (Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 2002). Kadar LDH meningkat dalam waktu 12-24 jam setelah terjadinya AMI, mencapai puncaknya dalam 2-5 hari dan tetap tinggi hingga 6-12 hari, lalu akan menjadi normal kembali dalam waktu 8-14 hari (Sacher & McPherson, 2004).
2. Perumusan diagnosa Perumusan diagnosa keperawatan dalam kasus ini didasarkan pada keluhan utama dan beberapa karakteristik yang muncul pada klien, yaitu data subjektif, antara lain klien mengatakan bahwa dada sebelah kiri terasa sedikit nyeri, skala nyeri 3, rasanya semengkrang tapi tidak sampai menjalar ke bahu, nyeri hilang timbul tapi sering, tiap nyeri lamanya kira-kira 2-3 menit. Data objektif yang diperoleh, yaitu klien terlihat mengelu-elus dada sebelah kiri, terlihat nafas pendek, tanda-tanda vital (tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84 kali per menit; frekuensi pernafasan 28 kali per menit; suhu 36,4º C). Dalam
23
hal ini, karakteristik tersebut sesuai dengan batasan karakteristik untuk masalah nyeri akut, yaitu adanya perilaku ekspresif, perilaku distraksi, responrespon autonomik (misalnya, peningkatan tekanan darah, diaforesis, pernafasan atau perubahan nadi), adanya ungkapan secara verbal atau isyarat, dan bukti-bukti objektif lainnya (Wilkinson, 2007). Penentuan etiologi didasarkan pada adanya gambaran AMI pada hasil EKG, yaitu segmen ST elevasi dan gelombang Q patologis di lead V1, V2, V3, V4 serta hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu CK-MB 170,3 mg/dL, SGOT 101 mg/dL, alpha HBDH 262 mg/dL. Hal tersebut menunjukkan adanya injuri berupa kematian dalam otot jantung, sehingga dapat ditegakkan diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kematian otot jantung).
3. Rencana Keperawatan Perencanaan tindakan keperawatan pada kasus ini didasarkan pada tujuan intervensi pada masalah keperawatan dengan kasus nyeri, yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan, dengan kriteria hasil klien melaporkan bahwa nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks, skala nyeri berkurang menjadi 1, klien tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal. Penentuan tujuan rencana tindakan seharusnya didasarkan pada prinsip SMART (Specific, Measureable, Achievable atau dapat dicapai, Rational atau sesuai akal sehat, Time atau ada kriteria waktu pencapaian) tetapi dalam hal ini, terdapat kesenjangan dengan prinsip tersebut, terutama dalam penentuan kriteria hasil dan waktu pencapaian. Kriteria hasil tanda-tanda vital belum
24
dapat diukur karena tidak dicantumkan nilai normal yang diharapkan, sedangkan penentuan waktu pencapaian selama tiga hari mungkin terlalu singkat sehingga tidak dapat dicapai, mengingat awitan nyeri pada infark miokard mungkin tidak akan hilang sepenuhnya dalam kurun waktu tersebut. Intervensi yang seharusnya dilakukan sesuai teori dalam Doengoes (2000) ialah pantau karakteristik nyeri klien, catat laporan verbal, petunjuk non-verbal dan respon hemodinamik karena variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri dapat terjadi, kebanyakan pasien dengan AMI akan tampak sakit, distraksi dan berfokus pada nyeri. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri pasien termasuk lokasi, intensitas, lamanya, kualitas dan penyebaran karena nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh pasien. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keterbatasan terhadap keputusan saat ini. Bantu melakukan teknik relaksasi misal nafas dalam secara perlahan , distraksi untuk membantu menurunkan persepsi terhadap nyeri. Pantau tanda vital untuk mengetahui respon terhadap terapi obat narkotik. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan untuk memenuhi kebutuhan oksigen miokard dan juga ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan. Kolaborasi pemberian antiangina, penyekat beta blocker dan analgetik untuk mengontrol nyeri. Penyusunan intervensi dalam kasus ini tidak sepenuhnya sesuai dengan teori, namun disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan klien. Rencana tindakan yang disusun antara lain, kaji ulang karakteristik nyeri klien untuk
25
mengetahui respon klien terhadap terapi yang diberikan. Pantau tanda-tanda vital, terutama tekanan darah, nadi dan respirasi. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman agar klien dapat beristirahat. Bantu klien melakukan teknik relaksasi. Atur posisi klien (head up 30º) untuk menjaga stabilitas kerja jantung. Dalam hal ini kolaborasi tidak dilakukan karena sudah ada advis dari dokter sehingga perawat hanya perlu melaksanakan program tersebut, yaitu pertahankan oksigen aliran rendah 3 liter per menit untuk mempertahankan suplai oksigen dalam darah sehingga kebutuhan oksigen jantung terpenuhi guna mencegah perluasan infark. Laksanakan program terapi sesuai advis dokter (Disolf 1 tablet 490 mg/8 jam; Maintate 2,5 mg/24 jam; Captopril 12,5 mg/24 jam; Trombo Aspilet 1 tab/24 jam).
4. Implementasi Keperawatan Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis secara
umum
merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun, namun ada beberapa perbedaan tindakan yang dilakukan disetiap harinya, misalnya tindakan keperawatan pada hari pertama tidak sepenuhnya sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan tindakan keperawatan dilakukan sebagai tahap awal dalam menangani kasus. Tindakan yang dilakukan antara lain, melakukan pengkajian terhadap karakteristik nyeri klien. Data karakteristik nyeri dada pada awal serangan perlu diketahui untuk menentukan penyebab dan efek dari nyeri dada, serta menjadi dasar perbandingan dengan tanda dan gejala pasca terapi (Udjianti, 2010). Mengatur posisi klien (head up 30º). Klien akan merasa lebih nyaman dengan posisi
26
tersebut dibandingkan dengan posisi terlentang, kerena menyesuaikan dengan prinsip gravitasi, dada akan terasa lebih longgar sebab tidak tertekan oleh isi rongga perut (James et al, 2008). Memantau aliran oksigen. Pemantauan terhadap aliran oksigen merupakan hal yang penting mengingat AMI merupakan penyakit akibat kurangnya suplai oksigen dalam darah, sehingga pemberian oksigen yang adekuat perlu dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tindakan pada hari kedua merupakan implementasi penuh dari intervensi yang sudah disusun dan merupakan rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi pada hari pertama. Tindakan yang dilakukan antara lain, menciptakan lingkungan yang nyaman dengan mematikan AC, karena hawa dingin dapat memperberat nyeri klien. Hal ini dikarenakan ketika tubuh terpapar hawa dingin maka tubuh akan mengkompensasi dengan membakar lemak untuk menghasilkan energi untuk memperoleh kalor sehingga tubuh akan terasa hangat. Pembentukan energi akan meningkatkan penggunaan oksigen jantung sehingga dapat memperparah kondisi infark (Ratnadita, 2012). Mengkaji ulang nyeri klien dan mengukur tanda-tanda vital, hal ini diperlukan untuk mengetahui respon klien terhadap terapi dan intervensi yang diberikan. Tandatanda vital merupakan indikator penting terhadap adanya peningkatan intensitas nyeri. Mediator nyeri, seperti prostaglandin, dapat memicu rangsang saraf simpatis yang menimbulkan peningkatan tanda vital tersebut (Wolff, 2005). Memberikan obat oral (Disolf 1 tablet 490 mg/8 jam; Maintate 2,5 mg/24 jam; Captopril 12,5 mg/24 jam; Trombo Aspilet 1 tab/24 jam). Disolf
27
merupakan obat yang terdiri dari bioactive protein fraction yang berguna untuk memperbaiki sirkulasi darah yang bekerja sebagai antiplatelet, fibrinogenolisis, fibrinolisis dan clot lysis (DBLS, 2012), sedangkan Trombo Aspilet merupakan jenis antikoagulan yang terdiri dari asam salisilat yang berguna untuk mencegah pembekuan darah. Obat-obat tersebut diperlukan untuk menjaga sirkulasi darah tetap lancar dengan melarutkan bekuan fibrin, membebaskan oklusi dan menghambat terbentuknya trombus di arteri koroner sehingga kerusakan otot jantung tidak semakin parah (Udjianti, 2010). Maintate berisi bisoprolol hemifumarat yang merupakan antihipertensi golongan ȕ-blocker. Obat ini digunakan untuk terapi pemeliharaan fungsi jantung dan diberikan bersama ACE inhibitor, misal Captopril untuk terapi terhadap hipertensi dan nyeri angina (IAI, 2010). Mengisi air dalam tabung humidifier untuk mempertahankan suplai oksigen. Tindakan pada hari ketiga merupakan bagian dari rencana tindak lanjut dari hasil evaluasi pada hari kedua. Tindakan yang dilakukan hampir sama dengan hari kedua yaitu, mengukur tanda-tanda vital, mengkaji ulang nyeri klien, memantau aliran oksigen, memberikan obat oral (Disolf 1 tablet 490 mg), membantu klien untuk melakukan teknik relaksasi dan menganjurkan klien untuk beristirahat. Membantu klien untuk melakukan teknik relaksasi diperlukan untuk mengurangi nyeri klien. Teknik relaksasi diperlukan untuk mengurangi nyeri klien, karena dapat membangkitkan inhibitor nyeri alami dalam tubuh (Schell & Puntillo, 2006), selain itu melakukan teknik relaksasi dengan menarik nafas panjang secara perlahan dapat membantu pasien
28
mengurangi kerusakan otot jantung. Hal ini sesuai dengan suatu penelitian yang mengatakan bahwa bagi pasien jantung setiap menarik nafas pendek 1214 kali hembusan per menit kandungan oksigen cenderung sedikit sehingga akan mengganggu fungsi metabolisme yang dapat menyebabkan kerusakan atau penurunan massa otot (Candra, 2011).
5. Evaluasi Keperawatan Hasil evaluasi secara keseluruhan, yaitu secara subjektif, klien mengatakan dada masih terasa nyeri tapi lebih ringan dari yang kemarin, skala nyeri 3, nyeri bertambah saat beraktivitas, misal berjalan ke kamar mandi. Hasil evaluasi objektif, ekspresi wajah rileks, nafas pendek sudah tidak terlihat, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, dan suhu 36,8º C. Hasil analisa, masalah nyeri akut belum karena masih ada kriteria hasil yang belum tercapai, yaitu klien masih mengeluh nyeri dengan skala 3, sedangkan kriteria yang diharapkan klien tidak mengeluh nyeri. Rencana selanjutnya, yaitu kaji ulang nyeri klien, pantau tanda-tanda vital, bantu dalam melakukan teknik relaksasi, serta ada sedikit perubahan rencana, yaitu pantau aliran oksigen 2 liter per menit dan anjurkan klien untuk beraktivitas secara bertahap. Hal ini dikarenakan nyeri yang dialami klien sudah semakin berkurang dan status pernafasan sudah mulai membaik ditandai dengan hilangnya nafas pendek, sedangkan anjuran untuk melakukan aktivitas secara bertahap ditujukan agar beban kerja jantung tidak meningkat secara drastis sehingga berisiko terjadinya gagal jantung (Udjianti, 2010).
29
B. Simpulan dan Saran 1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari studi kasus ini, antara lain : a. Pengkajian terhadap masalah nyeri akut pada Tn. S telah dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil, yaitu terdapat keluhan utama nyeri dada ringan di sebelah kiri dengan skala 3, rasanya rasanya semengkrang, nyeri hilang-timbul dengan durasi tiap nyeri 2-3 menit. Tanda-tanda vital, antara lain tekanan darah 140/90 mmHg; nadi 84 kali per menit; pernafasan 28 kali per menit; suhu 36,4º C. Pengkajian fisik terdapat nafas pendek. Pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan CK-MB (170,3 mg/dL), SGOT (101 mg/dL), alpha HBDH (262 mg/dL) dan pemeriksaan EKG diperoleh gambaran AMI, yaitu segmen ST elevasi dan gelombang Q patologis di lead V1, V2, V3, V4. b. Diagnosa yang muncul pada kasus Tn. S adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (kematian otot jantung). c. Rencana keperawatan yang disusun, yaitu kaji ulang karakteristik nyeri klien, pantau tanda-tanda vital, berikan lingkungan yang tenang dan nyaman agar klien dapat beristirahat, atur posisi klien (head up 30º), pertahankan oksigen aliran rendah 3 liter per menit untuk mempertahankan suplai
oksigen,
ajarkan
dan
bantu
klien
melakukan
teknik
relaksasi/distraksi untuk mengurangi nyeri. Laksanakan program terapi sesuai advis dokter (Disolf 1 tablet 490 mg/8 jam; Maintate 2,5 mg/24 jam; Captopril 1 tablet 12,5 mg/24 jam; Trombo Aspilet 1 tablet/24 jam).
30
d. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun, yaitu mengkaji ulang karakteristik nyeri klien, memantau tanda-tanda vital, memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman, mengatur posisi klien (head up 30º), mempertahankan oksigen aliran rendah, mengajarkan dan membantu klien melakukan teknik relaksasi/distraksi, melaksanakan program terapi sesuai advis dokter. e. Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan telah dilakukan per hari dengan hasil evaluasi akhir, yaitu secara subjektif, klien mengatakan dada masih terasa nyeri tapi lebih ringan dari yang kemarin, skala nyeri 3, nyeri bertambah saat beraktivitas, misalnya berjalan ke kamar mandi. Hasil evaluasi objektif, ekspresi wajah rileks, nafas pendek sudah tidak terlihat, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80 kali per menit, respirasi 24 kali per menit, dan suhu 36,8º C. Hasil analisa, masalah nyeri akut belum teratasi. Rencana selanjutnya, yaitu kaji ulang nyeri klien, pantau tanda-tanda vital, bantu dalam melakukan teknik relaksasi, pantau aliran oksigen 2 liter per menit dan anjurkan klien untuk beraktivitas secara bertahap. f. Analisa terhadap kondisi nyeri Tn. S, yaitu nyeri yang dialami Tn. S merupakan nyeri dada ringan dengan skala nyeri 3 dan tidak menyebar sampai ke bahu dan leher dengan terapi yang adekuat selama di rumah sakit. Nyeri disebabkan karena agen injuri fisik berupa kematian otot jantung yang dibuktikan dengan adanya segmen ST elevasi dan gelombang Q patologis pada hasil EKG dan peningkatan kardiak isoenzim, yaitu CK-
31
MB mencapai 170,3 mg/dL, SGOT 101 mg/dL, dan alpha HBDH 262 mg/dL.
2. Saran a. Bagi instansi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Hendaknya rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik serta mampu menyediakan fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai yang dapat membantu kesembuhan klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan yang optimal pada umumnya dan pada pasien dengan infark miokard akut (AMI) khususnya. b. Bagi profesi perawat Hendaknya para perawat memiliki tanggung jawab dan keterampilan yang baik dalam memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerja sama dengan tim kesehatan lain maupun keluarga klien, sebab peran perawat, tim kesehatan lain, dan keluarga sangatlah besar dalam membantu kesembuhan klien serta memenuhi kebutuhan dasarnya. c. Bagi institusi pendidikan Hendaknya institusi mampu meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas sehingga dapat menghasilkan perawat yang profesional, terampil, inovatif dan bermutu dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan ilmu dan kode etik keperawatan.