JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
STUDI IMPLEMENTASI PENERAPAN KONSEP INDUSTRI HIJAU PADA GALANGAN KAPAL BAJA Gangsar Anugrah Tirta P., Ir. Triwilaswandio W.P., M.Sc. dan Sri Rejeki Wahyu Pribadi ST, MT. Jurusan Teknik Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected]
Abstrak— Tugas akhir ini bertujuan untuk mempelajari penerapan konsep industri hijau di galangan kapal baja. Pertama, melakukan identifikasi parameter yang mempengaruhi pelaksanaan industri hijau yang didapatkan berdasarkan studi literatur. Kedua, melakukan analisa keadaan awal galangan yang menjadi sampel dengan menggunakan parameter-parameter yang telah ditentukan, yaitu proses produksi, manajemen perusahaan dan manajemen lingkungan. Ketiga, merumuskan strategi untuk implementasi industri hijau di galangan kapal. Akhirnya menganalisa nilai investasi dan pengembalian investasi. Berdasarkan analisis yang dilakukan, teridentifikasi bahwa galangan kapal yang menjadi sampel memiliki kekurangan dalam beberapa aspek paremeter industri hijau yaitu. kegiatan penghematan energi, penggunaan sumber daya air, pengelolaan limbah, dan kekurangan dari beberapa aspek standar lingkungan yang ada. Keseluruhan peringkat kriteria PROPER masih dikategorikan merah. Kekurangan ini kemudian dianalisis untuk merumuskan strategi untuk memenuhi parameter dari industri hijau. Strategi yang diusulkan tidak akan mengganggu proses produksi saat ini. Strategi yang dihasilkan melibatkan kegiatan untuk menggunakan peralatan yang memiliki konsumsi energi yang rendah, memanfaatkan peralatan hemat air, program penanaman tanaman, untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, dan efisiensi pengelolaan limbah. Implementasi industri hijau membutuhkan total dana investasi sebesar Rp. 5.808.147.000,- dan diperkirakan dapat dikembalikan dalam waktu 10 tahun. Pengembalian investasi didapatkan dengan penghematan yang dihasilkan sebesar Rp. 294.638.904,- tiap tahun, ditambah dengan memasukkan biaya pada harga kapal sebesar Rp. 70.000.000,- tiap kapal. Kata Kunci—Galangan kapal, PROPER, investasi.
I. PENDAHULUAN
P
ERTUMBUHAN industri yang sangat pesat merupakan faktor utama penyebab kerusakan lingkungan karena dari proses industri selain mendapatkan produk yang dapat dimanfaatkan juga menghasilkan polutan atau limbah antara lain, meningkatnya emisi gas-gas/zat-zat buangan ke udara bebas, jumlah limbah cair yang dibuang melalui tanah ataupun ke sungai-sungai yang berakhir ke muara atau buanganbuangan yang dibuang ke daerah pantai atau laut. Ancaman serius terhadap kualitas perairan laut di Indonesia adalah limbah industri, limbah manusia, pelumpuran dan turbiditas (kekeruhan) dari sungai, tumpahan minyak lepas pantai dan pembuangan limbah industri laut [1]. Di industri maritim,
keberadaan galangan merupakan salah satu faktor pendukung utama yang menjadi acuan terhadap perkembangan dunia kemaritiman. Karena hal tersebut maka semakin banyak industri galangan kapal di Indonesia. Galangan kapal di Indonesia tidak hanya menangani bidang pembangunan (building), namun juga bergerak dalam bidang perbaikan (repairing), perawatan (maintenence) dan modifikasi [2]. Galangan tersebut telah membangun berbagai kapal untuk instansi-instansi pemerintahan di Indonesia, perseorangan dan lain sebagainya termasuk pesanan dari luar negeri. Produknya antara lain kapal-kapal besar: kapal tanker, kapal penumpang, kapal cargo, dll. Besarnya kapasitas yang dimiliki galangan yaitu mencapai 50.000 DWT menyebabkan galangan merupakan industri pengguna sumberdaya alam yang cukup besar. Disisi lain, adanya keterbatasan ketersediaan sumber daya alam dan keterbatasan daya dukung lingkungan dalam menerima limbah dan emisi industri, maka pembangunan industri yang berpedoman pada keberlangsungan nilai ekonomi, keterlibatan sosial dan perlindungan terhadap kualitas lingkungan hidup atau yang dikenal dengan istilah industri hijau harus segera dilakukan. Industri hijau adalah industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberi manfaat bagi masyarakat. II. URAIAN PENELITIAN A. Analisa Kondisi Awal Galangan Analisa yang dilakukan bedasarkan parameter implementasi industri hijau [3]. Galangan yang menjadi bahan untuk dilakukan penerapan industri hijau pada tugas akhir ini adalah salah satu galangan kapal di Indonesia yang kemudian disebut dengan galangan A • Proses produksi Aspek proses produksi adalah suatu aspek dimana didalamnya menerangkan tentang segala yang berhubungan dengan proses produksi, antara lain jenis bahan baku dan bahan penolong, penggunaan energi dan air, teknologi proses, produk, sumber daya manusia dan lingkungan kerja . Pada aspek ini diketahui bahwa tidak ada upaya yang dilakukan oleh galangan kapal dalam menggunakan bahan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) baku/bahan penolong dari limbah namun bahan baku yang digunakan tidak memakai bahan baku yang dilarang penggunaannya. Pada upaya dalam melakukan optimilsasi dan minimalisasi penggunaan bahan baku dan penolong telah dilakukan dengan ketatnya dalam pengunaan bahan baku. Verifikasi dari tahap perencanaan hingga penggunaan harus dijalani sebelum melakukan pemesanan ataupun pengambilan bahan baku pada pergudangan Pada aspek energi, galangan ini tidak terdapat dorongan dalam penggunaan energi baru terbarukan (EBT). Namun pada galangan terdapat upaya dalam melaksanakan efisiensi energi dengan cara terdapat himbauan kepada divisi yang menggunakan energi yang tinggi. Penggunaan energi untuk industri telah dibatasi yaitu 6000 toe per tahun. Pada Galangan A penggunaan energi mayoritas menggunakan energi listrik sehingga batasan penggunaan energi maksimal 69.780.000 KWh per tahun dan total penggunaan energi di Galangan A selama tahun 2012 sebesar 13.409.280 KWh. Untuk pengunaan air, galangan tidak memiliki upaya dalam melaksanakan program yang berhubungan dengan pemeliharaan keberadaan, sifat dan fungsi sumber daya air. Selain itu, tidak adanya pelaksanaan program pengelolaan mutu air dan tidak adanya audit penggunaan air oleh galangan menyebabkan penggunaan air di galangan menjadi tidak terkontrol. Sumber daya manusia yang bekerja pada galangan tidak pernah mendapat peningkatan kapasitas SDM yang berkaitan dengan dengan produksi bersih, manajemen lingkungan, K3, konservasi energi, 3R, total quality management, six sigma, dan lain sebagainya. Penerapan K3L pada galangan yang sesuai dengan Kepmenaker No. 51 Tahun 1999 telah dilakukan walaupun terdapat kekurangan seperti tingkat pencahayaan dan kelembaban ruang kerja. • Manajemen perusahaan Aspek manajemen perusahaan adalah suatu aspek dimana didalamnya menerangkan tentang segala usaha yang telah dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam menuju konsep industri hijau, antara lain efisiensi produks i, CD/CSR, penghargaan, dan sistem manajemen. Di Galangan A, tidak ada kebijakan khusus dari manajemen puncak mengenai penerapan efisiensi produksi. Sehingga proses produksi pada galangan ini berjalan apa adanya. Program pengembangan CD/CSR pada Galangan A sudah diterapkan dengan rutin tiap tahunnya. Galangan A membagi program CD/CSR menjadi dua bagian yaitu program bina lingkungan dan kemitraan. Untuk program bina lingkungan Galangan A telah melakukan pemberian pelatihan, beasiswa, pengobatan hingga renovasi masjid. Sedangkan untuk program kemitraan, Galangan A melakukan dengan pemberian atau peminjaman modal bagi UKM, bantuan peralatan bagi UKM dan sebagainya. Galangan A sudah memiliki sertifikasi manajemen sistem EMS (Environment Management System). Seperti yang diketahui bersama bahwa galangan ini telah menerapkan ISO 14001 tentang manajemen lingkungan [4].
2
• Pengelolaan lingkungan Aspek pengelolaan lingkungan industri adalah suatu aspek dimana didalamnya menerangkan tentang segala usaha yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam rangka pengelolaan limbah dan lingkungan, antara lain pemenuhan baku mutu lingkungan, saran pengelolaan limbah dan emisi, dan PROPER. Parameter mengenai baku mutu limbah cair, gas dan debu sudah dimiliki oleh Galangan A walaupun tidak diberikan secara lengkap terutama tentang parameter mengenai limbah cair. Evaluasi mengenai pemenuhan baku mutu lingkungan juga dilaksanakan tiap enam bulan sekali. Usaha yang terpadu di Galangan A terkait pengurangan (minimization), segresi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah dan emisi di lingkungan galangan masih sangat kurang bahkan tidak ada sama sekali. Kegaitan proper yang merupakan agenda dari kementrian lingkungan hidup dan merupakan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan telah diikuti oleh Galangan A sejak tahun lalu. Galangan A pada tahun lalu mendapatkan predikat PROPER "Merah" B. Analisa dan Pembahasasan Pada BAB ini akan dibahas kekurangan-kekurangan yang ada di Galangan A. Kekurangan tersebut didasarkan pada ketidaksesuaian terhadap konsep industri hijau. Analisa kekurangan ini menjadi dasar pemberian strategi bagi Galangan A dalam mencapai konsep industri hijau • Proses produksi Peralatan yang membutuhkan energi listrik tidak mendapat pembaruan teknologi. Hal tersebut berdampak konsumsi listrik menjadi lebih tinggi daripada peralatan yang sama dengan teknologi lebih baru. Peralatan yang perlu dilakukan pembaruan antara lain: lampu dan komputer. Selain itu Galangan A tidak melakukan upaya penggunaan EBT (Energi Baru Terbarukan). Tidak diaplikasikannya EBT menyebabkan konsumsi listrik Galangan A hanya berasal dari PT. PLN. Tidak terdapat program khusus mengenai penghematan penggunaan air di Galangan A. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya kontrol terhadap penggunaannya. Selain itu, juga tidak terdapat audit mengenai penggunaan air. Tidak adanya pelatihan peningkatan kapasitas SDM yang berkaitan dengan dengan produksi bersih, manajemen lingkungan, K3, konservasi energi, 3R, total quality management, six sigma, dan lain sebagainya. Untuk penerapan K3L juga mengalami kendala yaitu kurangnya pengawasan. Sehingga beberapa pekerja tidak mematuhi K3L dengan baik. • Manajemen perusahaan Kurangnya kebijakan dari manajemen puncak terhadap upaya penerapan industri hijau. Hal tersebut dapat dilihat dari kegiatan perencanaan hingga produksi berjalan seperti biasanya. Kegiatan CD/CSR di Galangan A kurang mendapat evaluasi dan pemantauan. Selain itu, kegiatan CD/CSR banyak yang tidak berdampak langsung pada masyarakat di sekitar perusahaan.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) • Pengelolaan lingkungan Perijinan mengenai penyimpanan limbah sementara oleh Galangan A belum didapatkan. Selain itu, perusahaan pihak ketiga yang diserahkan kegiatan pengangkutan dan pengolahan limbah juga belum tentu terdapat ijin oleh pemerintah setempat. Status peringkat PROPER yang masih berada pada kondisi "MERAH". Hal tersebut menandakan kepedulian perusahaan pada lingkungan masih sangat kurang.
3
Intensitas Penerangan (lux)
Arus (ampere)
menghemat sekitar 75% daripada penggunaan lampu existing selama satu tahun. Kebutuhan komputer dalam mempermudah pekerjaan sangat penting. Segala bentuk penyimpanan dan pengolahan data banyak dilakukan melalui komputer. Saat ini Galangan A masih memakai jenis komputer yang konvensional. Komputer konvensional tersebut mempunyai konsumsi daya yang besar. Namun, seiring dengan perkembangan jaman komponen komputer saat ini memiliki manajemen energi yang lebih baik. Salah satunya adalah nano komputer. Nano komputer ini III. STRATEGI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU mempunyai spesifikasi yang baik sehingga tetap dapat membantu dalam pemyimpanan dan pengolahan data namun A. Produksi Hijau dengan konsumsi energi yang lebih kecil. Nano komputer dapat Untuk penghematan energi terutama listrik yang perlu menghemat penggunaan listrik hingga 70% dari komputer dilakukan adalah penggantian peralatan dan peminimalan konvensional. penggunaan. Pada penggantian peralatan bisa dilakukan dengan Selain melakukan pergantian pada lampu penerangan, dalam mengganti lampu existing (jenis mercury, flood light dan rangka implementasi Energi Baru Terbarukan (EBT), Galangan sodium) yang masih digunakan saat ini dengan lampu hemat A dapat menggunakan solar cell sebagai pengganti sebagian energi. Dengan menggunakan lampu hemat energi memberikan energi listrik yang disuplai PLN. Dengan memanfaatkan panas keuntungan yaitu menurunkan biaya operasional karena lampu matahari yang ada di galangan membuat penggunaan solar cell existing memerlukan energi listrik yang lebih besar daripada lebih maksimal. Diharapkan penggunaan solar cell dapat lampu hemat energi (Gambar 1.) serta lampu hemat energi menyuplai penggunaan listrik untuk penerangan. memerlukan waktu yang lebih singkat dalam menghasilkan Untuk upaya penghematan air dapat dilakukan dengan cahaya sampai batas nominalnya dan dengan area pencahayaan memakai kran tekan pada wastafel. Penggunaan kran ini dapat juga lebih luas (Gambar 2.). mencegah air terbuang karena lupa mematikan kran. Kran ini menyala ketika kepala kran ditekan dan hanya akan menyala selama beberapa saat saja. 1.5 Selain itu dapat melakukan penampungan air hujan untuk 1 penyiraman tanaman. Air hujan yang turun pada daerah atap Arus Lamp bangunan dapat disalurkan menuju ujung-ujung atap. Air yang 0.5 Mercury mengalir melalui ujung atap tersebut kemudian ditampung pada tempat penampungan air. Sehingga air yang telah ditampung 0 Arus Lamp dapat digunakan kembali untuk menyiram tanaman. Pembuatan lubang biopori sangat bermanfaat dalam HE melakukan pelestarian air. Lubang biopori dapat membantu air hujan meresap langsung ke tanah. Hal ini akan sangat baik Waktu (menit) dilakukan pada Galangan A yang sebagian tanahnya tertutupi Gambar. 1. Grafik perbandingan arus lampu hemat energi dengan lampu bangunan dan aspal. Pembuatan lubang biopori dapat dilakukan mercury pada sisi-sisi gedung perkantoran ataupun bengkel produksi. Penggunaan WC dengan dua tombol flush yang diharapkan 250 dapat menghemat penggunaan air dalam melakukan 200 penyiraman. Program tersebut dapat berjalan dengan baik jika 150 terdapat pengawasan yang ketat dan dibuat laporan hasil Lampu 100 kegiatan penghematan. Selain itu, audit secara berkala Mercury 50 mengenai penggunaan air juga perlu dilaksanakan secara rutin Lampu HE agar dapat mengetahui efektifitas penghematan ini. 0 Pada aspek SDM diperlukan pemberian pelatihan pada 0 2 3 6 seluruh SDM tentang lingkungan sehingga seluruh SDM dapat memahami berbagai regulasi terkait lingkungan dan diharapkan Jarak (meter) menjadi sandaran ketika melakukan pekerjaan. Selain itu SDM yang bekerja di Galangan A diberikan kegiatan yang Gambar. 2. Grafik perbandingan intensitas cahaya lampu mercury dan lampu berhubungan dengan pengelolaan lingkungan seperti hemat energi penanaman dan perawatan tanaman, peningkatan kebersihan Lampu hemat energi ini diharapkan dapat digunakan pada galangan sampai ikut terlibat langsung dalam program lampu penerangan jalan, hall dan ruang perkantoran. Dengan CD/CSR. Selain itu perlu dibuat sebuah buku panduan bagi melakukan pergantian ini setidaknya Galangan A dapat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) seluruh SDM terkait dengan pengelolaan lingkungan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa penerapan K3L di perusahaan kurang maksimal karena kurangnya pengawasan. Oleh karena itu, untuk menjaga agar penerapan K3L dapat terlaksana dengan baik maka diperlakukan pengawasan secara ketat. Sehingga dapat menghilangkan oknum yang tidak menjalankan K3L dengan baik. Khusus untuk peningkatan kualitas lingkungan yang dapat dilakukan oleh Galangan A adalah dengan melakukan penghijauan. Salah satu yang dapat dilakukan adalah penerapan atap hijau pada bengkel produksi dan penanaman lidah mertua disekitar area produksi sebagai penyerap emisi. B. Manajemen Hijau Manajemen hijau yang dimaksud adalah kepedulian manajemen perusahaan dari tingkat top management hingga tingkat manajemen dibawahnya berkomitmen dalam menerapkan industri hijau di Galangan A. Salah satu yang perlu dilakukan oleh manajemen perusahaan adalah mencanangkan empat pilar utama dalam perusahaan yaitu green startegy, green product, green process dan green employee. C. Pengelolaan Lingkungan Industri Urutan Menggunakan sampah tidak hanya pada ruang perkantoran namun juga lorong-lorong dan bengkel-bengkel produksi. Pada gedung perkantoran penggunaan sampah dapat dibagi menjadi organik dan non-organik. Sedangkan pada bengkel-bengkel produksi pembagian tidak hanya organik dan non-organik namun ditambah dengan B3. untuk pengolahan sendiri jika tidak dilakukan pengolahan sendiri, sebaiknya Galangan A bekerja sama dengan perusahaan pengolah limbah yang memiliki ijin yang lengkap terkait pengangkutan dan pengolahan limbah. Sesuai dengan rekomendasi pemerintah BUMN untuk memiliki peringkat "BIRU" dan begitu pula dengan syarat utama pemenuhan konsep industri hijau dari kementrian perindustrian yang mengharuskan memiliki peringkat PROPER minimal "BIRU" [5]. Untuk menjadikan peringkat ini menjadi lebih baik dengan minimal peringkat yaitu "BIRU", maka perlu dilakukan hal-hal berikut: − Agar melakukan pendataan terhadap identifikasi dan pencatatan limbah B3 dalam neraca limbah B3 dan tindak lanjut pengelolaannya − Agar menyempurnakan TPS sand blasting sesuai dengan ketentuan kepdal 01/1995 tentang tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan dan pengumpulan limbah bahan berbahaya − Agar lebih proaktif dalam mengajukan izin TPS limbah B3 ke BLH kota Surabaya − Agar mengajukan izin ke KLH untuk penimbunan sand blasting atau diserahkan kepihak ketiga berizin − Agar melakukan pengiriman limbah B3 ke pihak ketiga berizin − Agar memastikan limbah B3 yang dikirim sampai ke pengelolaan akhir − Memprioritaskan upaya 3R dalam pengelolaan limbah B3
4
− Agar melaksanakan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan peraturan − Agar mengelola lanjut limbah B3 yang dihasilkan − Wajib melaporkan /menembuskan kegiatan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan ketentuan pengelolaan limbah B3 atau izin-izin yang dimiliki. Pelaporan atau tembusan laporan meliputi data log book, neraca limbah B3 dan manifest yang disampaikan secara periodik kepada Deputi IV MENLH Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dan Sampah, dengan tembusan kepada BLH Provinsi Jatim dan BLH Kota Surabaya Selain itu perlu diadakan laporan monitoring lingkungan dengan cara pengawasan penaatan perusahaan, penerapan keterbukaan dalam pengelolaan lingkungan atau public right to know, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan pelaksanaan kewajiban perusahaan untuk menyampaikan informasi terkait pengelolaan lingkungan. IV. PERHITUNGAN NILAI EKONOMIS Perhitungan nilai ekonomis ini ditekankan pada bagaimana nilai investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat memberikan manfaat secara ekonomis. Perhitungan ini sangat penting untuk dijadikan pertimbangan bagi perusahaaan dalam melakukan investasi pada bidang pengelolaan lingkungan. pelaksanaan beberapa strategi industri hijau diperlukan investasi. Nilai investasi ini sangat diharapkan dapat memberikan manfaat secara ekonomis bagi perusahaan dengan cepat. Nilai manfaat ini dapat diraih salah satunya dengan memanfaatkan nilai penghematan yang berasal dari penggunaan strategi industri hijau. Nilai ekonomis yang dihitung pada bab ini adalah strategi yang dapat dilakukan perhitungan secara teoritis. Tabel 1. NILAI INVESTASI PENERAPAN INDUSTRI HIJAU
Aspek
Strategi
Energi
Lampu Komputer Panel surya Kran tekan Toilet dual flush Green roof
Air
Lingkungan Industri
Nilai Investasi (Rupiah) 295.000.000,161.280.000,2.747.000.000,10.000.000,125.000.000,-
Penghematan (Rupiah/Bulan) 16.136.736,422.400,5.669.664,-
100.000.000,-
Penanaman 7.500.000,Total 3.445.780.000,- 22.228.800,Investasi Dilihat dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa total investai penerapan konsep industri hijau mencapai Rp. 3.445.780.000,dan penghematan yang dapat dihitung selama sebulan adalah Rp. 22.228.800,-. Jika perusahaan mengandalkan penghematan tersebut untuk mengembalikan investasi maka akan membutuhkan waktu sekitar 22 tahun. Waktu 22 tahun memang kurang ideal terhadap penerapan industri hijau karena
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) beberapa teknologi yang digunakan akan mengalami penurunan kemampuan bahkan rusak karena telah melewati lifetime. Jika teknologi tersebut telah melewati lifetime maka perusahaan membutuhkan invetasi kembali. Agar penerapan konsep industri hijau menjadi lebih ekonomis maka pengembalian nilai investasi seharusnya tidak melebihi waktu 15 tahun. Waktu 15 tahun merupakan waktu yang ideal karena perusahaan mendapat keuntungan dari investasi yang telah dikeluarkan. Salah satu cara agar waktu pengembalian investasi lebih cepat maka yang diperlukan adalah dengan membebankan sebagian kepada hasil produk, yaitu kapal. Pembebanan terhadap kapal ini dapat berbeda dengan galangan lain. Hal tersebut sangat bergantung pada kapasitas galangan. Jika diasumsikan suatu galangan dapat mengerjakan 5 kapal dalam setahun maka jika pembebanan tiap kapal sebesar Rp. 70.00.000,- didapatkan pengembalian investasi selama 10 tahun. Perhitungan tersebut didapatkan dengan menggunakan metode NPV (Net Present Value). Terjadinya kenaikan terhadap harga kapal lebih disebabkan kepada beberapa startegi yang diberikan tidak berdampak pada penghematan. Strategi yang tidak berdampak pada penghematan yang didapatkan karena strategi tersebut berfokus pada pengelolaan lingkungan seperti penggunaan green roof, penanaman dan pembuatan lubang biopori. Penambahan harga kapal tersebut diharapkan tidak mengurangi daya saing galangan karena secara langsung galangan mempunyai nilai tambah dalam pengelolaan lingkungan. Selain itu nilai tersebut tidak terlalu berpengaruh pada harga kapal secara keseluruhan yang nilainya jauh lebih tinggi V. KESIMPULAN/RINGKASAN Keadaan awal Galangan A sebelum menerapkan konsep industri hijau adalah kurang baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak semua parameter dari implementasi industri hijau dilakukan oleh galangan. Terdapat beberapa kekurangan terkait penerapan konsep industri hijau pada galangan Galangan A, diantaranya: • Tidak ada SOP penggunaan peralatan yang ada di perusahaan • Kurangnya upaya dalam melakukan penghematan energi dan air • Kurangnya monitoring penerapan K3L di perusahaan • Tidak terdapat perijinan penyimpanan limbah sementara oleh pemerintah setempat • Status PROPER perusahaan berada pada posisi MERAH Dalam rangka penerapan industri hijau, Galangan A perlu melakukan beberapa strategi, diantaranya: • Melakukan penggantian lampu existing dengan lampu hemat energi • Melakukan penggantian komputer konvensional dengan nano komputer • Penggunaan solar cell • Melakukan penggantian kran air pada wastafel dengan kran air tekan • Penampungan air hujan untuk penyiraman tanaman
5
• Pembuatan lubang hidroponik • Pelaksanaan dan pengawasan program penghematan air • Pengadaan pelatihan pengembangan SDM terkait lingkungan • Menjadikan green startegy, green product, green process dan green employee sebagai pilar utama perusahaan • Pembagian sampah menurut jenisnya • Menyelesaikan perijinan penyimpanan limbah sementar • Menjadikan perusahaan mendapatkan status BIRU oleh PROPER Dengan melaksanakan strategi yang ditentukan dengan baik, maka Galangan A dapat menjadi perusahaan yang menerapkan konsep industri hijau. Strategi yang diberikan memberi manfaat terhadap galangan secara ekonomis meskipun penerapan ini memberikan tambahan pada harga kapal. Hal tersebut terjadi karena penambahan harga kapal tidak signifikan mempengaruhi harga kapal secara keseluruhan dan galangan kapal sendiri mendapatkan nilai tambah karena upaya pengelolaan lingkungannya. DAFTAR PUSTAKA [1] Armiadi. (2012, Juni 21). Startegi Bisnis Hijau. SWA . Surabaya. [2] Wikipedia Indonesia (n.d.). Galangan Kapal. Retrivied from Wikipedia: http://id.wikipedia.org. [3] Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. (2012). Catalogue. Pedoman Penilaian Penganugerahan Penghargaan Industri Hijau. Jakarta, Indonesia. [4] Standardization, I.O. ISO 14000. Retrievied from Environmental management: http://www.iso.org [5] Hidup, K. L. PROPER. Retrieved from http://proper.menlh.go.id [6] Retno Tunjung Megalastri. (2000). S1 Thesis. Studi Implementasi Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 Pada Galangan Kapal PT PAL Indonesia Dalam Era Globalisasi . Surabaya: ITS [7] Burch, J. G. (1974). Informatin System " Theory and Practice". Santa Barbara, California: Hamilton Publishing Company. [8] Mohamad S. Hidayat. (2012). “Kebijakan Pengembangan Industri Hijau”. Workshop Efisiensi Energi. Jakarta