Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
STUDI FAKTOR-FAKTOR PENENTU KESUKSESAN PENUTUPAN PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG SWASTA DI JAKARTA DAN SEKITARNYA Ranny Anita1, Achmad Waryanto2 1
Alumni Program Pasca Sarjana Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan Email:
[email protected] 2 Dosen Program Pasca Sarjana dan Doktor Teknik Sipil,Universitas Indonesia,Universitas Pelita Harapan, Universitas Tarumanegara, Universitas Trisakti Email:
[email protected]
ABSTRAK Setelah start-up project, penutupan adalah fase terpenting dalam suatu siklus proyek. Proses penutupan proyek dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan proyek. Pada kenyataannya, fase penutupan seringkali diabaikan oleh tim proyek. Tidak jarang proyek yang berhasil di masa konstruksi dapat mengalami penutupan yang berlarut-larut dan merugikan. Penelitian yang dilakukan dengan metode survei kuesioner dan analisis faktor ini bertujuan untuk menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan penutupan proyek konstruksi gedung-swasta di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Peranan dan hubungan faktor-faktor tersebut terhadap kesuksesan penutupan proyek dianalisis dengan menggunakan metode regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh tim proyek, khususnya kontraktor agar penutupan proyeknya dapat berjalan dengan baik. Faktor-faktor tersebut adalah pencegahan dan penyelesaian dispute, kompetensi tim proyek, pengendalian defect list dan kualitas dalam mempersiapkan dan menyusun dokumen penutupan. Studi faktor-faktor tersebut akan bermanfaat bagi kontraktor untuk merumuskan strategi yang tepat agar penutupan proyeknya berlangsung dengan sukses. Kata kunci: penutupan proyek konstruksi, faktor-faktor penentu kesuksesan
1.
PENDAHULUAN
Fase closeout atau penutupan proyek adalah fase terakhir dari siklus suatu proyek konstruksi. Berakhirnya pekerjaan fisik di lapangan tidak berarti kegiatan proyek dapat dikatakan selesai. Masih ada beberapa tahapan kegiatan yang harus dilakukan sebelum proyek dikatakan benar-benar selesai. Penutupan proyek memiliki arti atau tujuan penting yaitu penyerahan hasil pembangunan kepada pemilik, peralihan operasional bangunan dari tim proyek kepada tim operasional pemilik dan penutupan kontrak yang ada dengan menyelesaikan kewajiban-kewajiban kontrak yang tersisa. Dalam mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan serangkaian kegiatan, yaitu: inspeksi hasil pekerjaan, pendataan defect list, pelaksanaan testing commisioning, penyerahan as built drawing, garansi, buku manual operasi, pelatihan operator, penyusunan nilai akhir kontrak (final account), dan pembayaran atas progress terakhir dan retensi. Pada praktek di lapangan, fase penutupan proyek seringkali menjadi fase antiklimaks di dalam suatu siklus proyek. Setelah antusiasme yang tinggi pada permulaan proyek, tantangan pada masa perencanaan dan kesibukkan yang semakin memuncak pada tahap pelaksanaan, akhir dari proyek menjadi antiklimaks dari energi dan antusiasme yang dicurahkan oleh tim proyek. Padahal dari keseluruhan fase dalam siklus proyek, penutupan adalah yang paling penting (Frigenti and Comninos 2002). Penutupan proyek memiliki kaitan yang erat dengan kesuksesan atau kegagalan proyek dan penerimaan hasil akhir proyek oleh pemilik. Menurut Turner (2009), tidak ada orang yang akan mengingat permulaan proyek yang efektif, namun semua orang akan mengingat penutupan proyek yang tidak efektif; dan konsekuensinya akan dirasakan untuk waktu yang lama. Pada masa sekarang, proyek yang sukses tidak hanya ditentukan dari keberhasilan proyek untuk mencapai target biaya, mutu dan waktu, namun juga ditentukan oleh penerimaan pemilik atas hasil akhirnya (Kerzner 2002; Meredith and Mantel 2000). Selain menentukan kesuksesan, proses penutupan proyek juga memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas hasil proyek pada masa operasionalnya. Meredith dan Mantel menyatakan cara penanganan penutupan atau kondisi yang dapat disebut ‘mendekat akhir’ memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas hidup setelah proyek (Meredith and Mantel 2000). Karpook (2009) juga menyatakan hal yang senada: kesuksesan proses penutupan proyek konstruksi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 129
Ranny Anita dan Achmad Waryanto
akan membantu dalam meyakinkan bahwa hasil konstruksi dapat dipergunakan dan dipelihara secara efektif sepanjang masa penggunaannya. Sebagai fase yang penting dan menentukan, penutupan suatu proyek konstruksi harus ditangani dengan cermat. Tim proyek harus tetap memfokuskan perhatiannya untuk memastikan seluruh pekerjaan selesai tepat waktu dan efisien (Turner 2009). Namun pada kenyataannya, penanganan pelaksanaan kegiatan pada fase penutupan seringkali kurang memadai (Frigenti and Comninos 2002). Penyebab yang paling umum adalah keterbatasan sumber daya tenaga, waktu dan biaya. Personil di dalam tim proyek tidak sedikit yang telah memfokuskan dirinya pada penugasan baru di proyek lain (Levy 2002; Ritz 1994). Selain itu, nilai retensi yang terlalu kecil seringkali membuat kontraktor mengabaikan kewajiban untuk menyelesaikan defect list yang tersisa (Parker, Baker and Kamga 2005). Tidak jarang proyek konstruksi yang berlangsung dengan lancar dapat mengalami penutupan yang berlarut-larut dan merugikan (Bentley and Rafferty 1992). Penutupan proyek juga merupakan tahap yang rawan terhadap timbulnya dispute dan klaim. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan antara pemilik dengan kontraktor dan reputasi kedua belah pihak (Parker, Baker and Kamga 2005; Levy 2002). Oleh karenanya, masa penutupan tidak boleh diabaikan agar kontraktor dan pemilik sama-sama dapat memperoleh manfaat hasil kerja samanya secara optimal. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesuksesan pada penutupan proyek kontruksi gedung swasta di Jakarta dan sekitarnya; (2) mengkategorikan faktor-faktor penentu kesuksesan tersebut menggunakan analisis faktor; dan (3) menentukan pengaruh dan hubungan kelompok faktor tersebut terhadap kesuksesan penutupan proyek. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kontraktor untuk merumuskan strategi yang tepat agar dapat menutup proyeknya dengan sukses. Tulisan ini terdiri dari lima bagian yaitu uraian mengenai fase penutupan proyek, perumusan faktor-faktor penentu kesuksesan penutupan proyek, metode penelitian, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dan rekomendasi.
2.
FASE PENUTUPAN PROYEK
Proyek adalah usaha sementara yang dilakukan untuk menghasilkan produk, jasa atau suatu keluaran yang bersifat unik (PMBOK Guide 2004). Sesuai definisinya, salah satu ciri utama proyek adalah bersifat sementara, yang berarti bahwa setiap proyek memiliki awal dan akhir yang jelas. Setiap proyek bersifat unik dan memiliki tingkat ketidakpastian tertentu. Untuk memudahkan pengelolaannya, proyek dibagi menjadi beberapa fase atau tahapan. Setiap fase proyek akan menghasilkan suatu keluaran (output) yang akan menjadi masukan (input) pada proses di fase selanjutnya. Kumpulan fase tersebut, dari awal hingga akhir merupakan siklus hidup proyek. Secara umum, siklus suatu proyek terdiri dari empat fase, yaitu konsep atau ide, pengembangan, implementasi atau eksekusi dan transfer atau penutupan. Fase penutupan pada proyek konstruksi adalah fase yang dimulai setelah selesainya konstruksi fisik di lapangan. Proses yang terjadi pada fase ini adalah berbagai verifikasi hasil pekerjaan dan proses transisi dari proyek ke fase selanjutnya yaitu operasional. Selanjutnya, keluaran output dari fase ini adalah penyerahan akhir (transfer) hasil konstruksi dari kontraktor kapada pemilik atau tim proyek kepada tim operasional untuk dioperasikan seluruhnya.
Gambar 1. Siklus proyek konstruksi (www.maxwideman.com)
M - 130
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Faktor-Faktor Penentu Kesuksesan Penutupan Proyek Konstruksi Gedung Swasta Di Jakarta Dan Sekitarnya
Langkah menutup proyek Di dalam literatur manajemen proyek, langkah-langkah yang diuraikan dalam menutup proyek beragam. Imam soeharto (1997) membagi kegiatan penutupan proyeknya ke dalam empat kelompok fungsi, yaitu kelompok enjinering dan konstruksi, kelompok finansial dan akuntansi, kelompok pengadaan, dan kelompok organisasi dan personalia. Turner (2009) menyebutkan bahwa persyaratan penting untuk menutup proyek secara efektif adalah dengan menyelesaikan sisa pekerjaan dengan efisien dan tepat waktu; menyerahkan produk kepada pemilik; memperoleh manfaat hasil proyek; membubarkan tim dan melakukan evaluasi terhadap hasil pekerjaan. Sunny and Kim Baker (2000) merumuskan langkah-langkah untuk menutup suatu proyek yang dimulai dengan: mengidentifikasi dan menjadwalkan pekerjaan yang masih tersisa, mengadakan pertemuan dengan para stakeholders untuk memperoleh persetujuan, menyelesaikan seluruh ketentuan kontrak, transfer hasil akhir proyek, melakukan perhitungan nilai akhir (final account) kontrak, mendokumentasikan hasil akhir (laporan akhir dan lesson learned), membubarkan organisasi proyek dan membubarkan sumber daya untuk ditempatkan di proyek baru. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan menutup proyek dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu penutupan administratif (administrative closeout) dan penutupan kontraktual (contractual closeout). Penutupan administratif adalah kegiatan penutupan proyek yang berkaitan dengan kepentingan internal organisasi masing-masing. Kegiatan dalam penutupan adminstratif adalah demobilisasi tim proyek, menyusun laporan akhir, melakukan evaluasi proyek (lesson learned). Sedangkan penutupan kontrak adalah kegiatan menutup proyek yang berkaitan dengan kepentingan mengakhiri kontrak yang dibuat dengan pihak lain dalam rangka proyek, seperti kontrak dengan konsultan, kontrak dengan kontraktor maupun kontrak dengan supplier. Kegiatan dalam mengakhiri kontrak meliputi inspeksi, verifikasi hasil pekerjaan hingga serah terima formal hasil pekerjaan kepada pemilik. Penelitian ini hanya membahas penutupan proyek dari aspek penutupan kontraknya. Selanjutnya, istilah penutupan proyek yang digunakan di dalam tulisan ini merujuk pada pengertian penutupan kontrak. Penutupan kontrak di dalam tulisan ini dibatasi pada penutupan kontrak karena telah selesainya proyek.
Proses menutup kontrak (contract closeout) Proses mengakhiri ikatan kontrak pada kebanyakan proyek konstruksi di Indonesia terdiri dari dua tahapan, yaitu serah terima pertama dan serah terima kedua. Serah terima pertama adalah kondisi di mana seluruh pekerjaan fisik telah dinyatakan selesai sesuai dengan ketentuan kontrak (substantial completion). Namun apabila masih terdapat hal-hal yang kurang namun bersifat minor maka hal-hal tersebut dapat dirangkum di dalam defect list. Pada tahapan ini, tanggung jawab atas operasional fasilitas telah beralih pada pihak pemilik. Dengan telah dilakukannya serah terima pertama, masa pemeliharaan atau warranty period atau defect notification period mulai berlaku. Masa ini merupakan jaminan yang diberikan oleh kontraktor atas hasil pekerjaannya. Pada masa pemeliharaan, pemilik menahan sejumlah uang (retensi) dari total nilai pekerjaan kontraktor, sebagai jaminan kontraktor menyelesaikan kewajibannya memperbaiki defect list pada masa tersebut. Serah terima kedua dilakukan setelah berakhirnya masa jaminan atau pemeliharaan yang ditetapkan kontrak. Setelah serah kedua, pemilik bertanggung jawab penuh atas operasional dan pemeliharaan gedungnya, dan pembayaran retensi dilakukan. Gambar 2 adalah ilustrasi periode penutupan proyek dengan tahapan atau milestone serah terima pertama dan kedua berdasarkan ketentuan kontrak FIDIC 1999 yang banyak digunakan dalam kontrak konstruksi gedung swasta di Indonesia.
Gambar 2. Periode penutupan kontrak (FIDIC, 1999)
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 131
Ranny Anita dan Achmad Waryanto
Kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan kontraktor pada fase penutupan proyek meliputi inspeksi, pencatatan dan perbaikkan defect list, pelaksanaan testing commisioning, pelatihan operator, menyusun dokumentasi penutupan (as built drawing, buku panduan operasi dan pemeliharaan, sertifikat garansi, ijin operasional), dan melakukan perhitungan nilai akhir kontrak (Ritz, 1994; Levy, 2002; Heldman, 2003; Fisk and Reynolds 2006; FTA, 2006; Lambeck and Muller 2008; Turner, 2009).
3.
FAKTOR-FAKTOR PENENTU KESUKSESAN UNTUK PENUTUPAN PROYEK
Di dalam penelitian ini, kesuksesan penutupan proyek ditentukan sebagai kelancaran serah terima hasil pekerjaan dari kontraktor kepada pemilik, kelancaran peralihan operasional gedung dari tim proyek kepada tim operator dan pelaksanaan penutupan kontrak yang baik di mana masing-masing pihak memenuhi kewajibannya dan di akhir kontrak tidak ada pihak yang dirugikan. Dua puluh delapan variabel bebas yang diduga berkontribusi terhadap kesuksesan penutupan proyek (lihat lampiran) dikembangkan dari studi terhadap berbagai literatur manajemen proyek. Kerangka yang digunakan dalam perumusan variabel-variabel tersebut adalah kegiatan utama pada masa penutupan proyek, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan defect list, kegiatan transfer operasional gedung dan kegiatan perhitungan nilai akhir kontrak (final account). Gambar di bawah ini adalah ilustrasi dari input utama atau kegiatan pokok pada fase penutupan proyek.
Gambar 3. Input utama fase penutupan proyek
Kegiatan yang berhubungan dengan defect list Fisk and Reynolds (2006) menyebutkan bahwa kemungkinan tidak ada periode selama masa konstruksi yang lebih bermasalah dengan banyaknya penundaan yang mengakibatkan rasa frustasi daripada periode yang melibatkan pekerjaan perbaikkan sebelum penerimaan akhir. Masalah yang berkaitan dengan defect list adalah masalah yang kritis dan dapat mempengaruhi kesuksesan penutupan proyek. Kontraktor yang melakukan quality control dengan baik sejak awal masa pelaksanaan terhadap seluruh hasil pekerjaan subkontraktor, vendor atau supplier dapat meminimalkan defect list di akhir proyek (Lambeck and Muller 2008). Kontraktor harus melakukan inspeksi dan pencatatan defect list dengan waktu yang memadai agar dapat segera melakukan perbaikkan pada sebagian besar defect list yang terdata (Lambeck and Muller 2008). Pendataan defect list harus terkoordinasi dengan baik agar tidak menimbulkan catatan defect list dengan berbagai versi yang tidak ada habisnya (Lambeck and Muller 2008). Prosedur penetapan defect list harus ditentukan dan disepakati dengan jelas. Kriteria penerimaan hasil defect list pun menjadi penting ditentukan sejak awal untuk mencegah dispute di kemudian hari. Defect list yang telah terdata harus segera diperbaiki dan tidak dibiarkan berlarut-larut. (Levy, 2002; Fisk and Reynolds 2006; Turner, 2009; Ritz, 1994). Namun pada gedung yang telah dioperasikan, perbaikkan defect list mungkin akan terkendala karena hanya dapat dikerjakan pada waktu-waktu tertentu dan aksesnya menjadi lebih sulit (Ritz, 1994). Retensi atau bagian kontrak yang ditahan untuk meyakinkan bahwa kontraktor akan menyelesaikan seluruh pekerjaannya sesuai ketentuan kontrak merupakan salah satu cara memotivasi kontraktor untuk menyelesaikan defect list dengan efektif dan cepat (Lambeck and Muller 2008). Setiap inspeksi terhadap hasil perbaikkan defect list perlu dijadwalkan dengan baik sehingga seluruh pihak yang terkait (konsultan, pemilik, manajer gedung) dapat menghadiri dan mengetahui perbaikkan yang telah dilakukan Setiap defect list harus didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi yang tidak baik terhadap defect list berpotensi menimbulkan dispute (Fisk and Reynolds 2006).
M - 132
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Faktor-Faktor Penentu Kesuksesan Penutupan Proyek Konstruksi Gedung Swasta Di Jakarta Dan Sekitarnya
Transfer operasi dari tim proyek kepada tim operasional Penutupan proyek adalah akhir dari proses konstruksi namun merupakan awal dari operasional gedung. Kompleksitas dari penutupan proses konstruksi memerlukan pembuatan prosedur yang memadai untuk meyakinkan selesainya keseluruhan proyek dan kelancaran pengoperasian (start up). Selain itu, prosedur yang memadai perlu dibuat pada tahapan ini untuk mendukung fasilitas tersebut agar dapat beroperasi dengan baik sepanjang umur gunanya (Turner, 2009; Ritz, 1994). Transfer operasi meliputi pelaksanaan sejumlah testing commsioning, pelatihan bagi teknisi operator, dan penyerahan dokumentasi peroyek (as built drawing, buku pedoman operasi dan pemeliharaan peralatan, sertifikat garansi, dan ijin). Berbagai kegiatan dalam rangka transfer operasional ini perlu diprogramkan dan didokumentasikan dengan baik. Koordinasi yang intensif antara kontraktor, pemilik, konsultan dan tim operasional juga sangat diperlukan untuk memeriksa, memulai (start-up) dan mengalihkan operasional fasilitas (Ritz, 1994).
Perhitungan final account Pada tahap penutupan proyek, verifikasi tidak hanya dilakukan secara teknis terhadap hasil pekerjaan. Verifikasi juga dilakukan terhadap nilai akhir kontrak karena terjadinya perubahan-perubahan selama masa pelaksanaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu perhitungan terhadap nilai akhir kontrak untuk mengakomodasi nilai perubahanperubahan tersebut. Proses perhitungan final account menjadi sangat rentan terhadap timbulnya klaim dan dispute (Parker, Baker and Kamga 2005). Terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi, dokumentasi terkait perubahan dan administrasi perubahan yang tertib adalah sarana yang efektif untuk mengurangi kemungkinan dispute (Fisk and Reynolds 2006). Dokumen kontrak yang telah menetapkan aturan yang jelas mengenai penentuan harga dan volume pada perubahan lingkup pekerjaan akan juga mengurangi dispute, karena seluruh pihak dapat mengacu pada aturan dokumen tersebut. Namun, apabila klaim dan dispute tetap terjadi karena adanya hal yang belum diatur, pihak-pihak yang terlibat harus mengusahakan terlebih dahulu negosiasi dan kompromi sebelum melanjutkan perselisihannya kepada badan formal seperti arbitrase maupun pengadilan (Fisk and Reynolds 2006). Semua pihak terlebih dahulu harus beritikad baik untuk mencapai solusi yang menguntungkan bagi semuanya.
4.
METODE PENELITIAN
Kerangka penelitian Penelitian ini didasarkan pada kajian literatur, wawancara dengan pakar manajemen proyek konstruksi, penghimpunan data lapangan melalui survei kuesioner dan pengolahan data dengan menggunakan metode statistik. Pada penelitian ini, dilakukan pendalaman terhadap permasalahan, pertanyaan dan tujuan pemelitian dengan melakukan studi terhadap literatur menajemen proyek yang relevan dan wawancara dengan pakar. Proses selanjutnya adalah merumuskan variabel-variabel penelitian dari berbagai literatur tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan survei kuesioner. Penyusunan kuesioner survei dilakukan dalam beberapa tahap yaitu validasi materi oleh pakar manajem proyek konstruksi dan pengujian pada format pertanyaan dan jawaban kuesioner. Setelah kuesioner siap, dilakukan penyebaran kepada responden dari sampel yang sesuai dengan penelitian ini. Data yang terkumpul dari survei tersebut kemudian diseleksi. Data dari responden maupun sampel yang tidak sesuai dengan tujuan penelitian tidak diikutkan dalam analisis lebih lanjut. Analisis data penelitian ini menggunakan dua teknik statistik yaitu analisis faktor dan regresi berganda. Temuan hasil dari analisis data dibahas lebih mendalam. Berdasarkan temuan tersebut kemudian disusun rekomendasi yang dapat digunakan oleh kontraktor untuk mengelola penutupan proyeknya.
Pengumpulan data Data penelitian diperoleh dengan mendistribusikan kuesioner kepada pihak-pihak yang berkompeten. Sampel di dalam penelitian ini adalah proyek kontruksi gedung swasta yang telah selesai dikerjakan. Pemilik, kontraktor dan konsultan yang berpengalaman dalam proyek konstruksi gedung swasta di Jakarta dan sekitarnya merupakan target responden yang dituju. Beberapa proyek yang sedang berjalan didatangi dan anggota senior tim proyek yang terlibat diminta kesediaannya untuk berpartisipasi dalam pengisian kuesioner. Beberapa kuesioner didistribusikan kepada kolega yang bersedia untuk menyebarkan kuesioner kepada tim proyek mereka. Seluruhnya, sebanyak 80 kuesioner telah disebarkan pada periode Oktober hingga November 2009. Setiap responden diberi waktu selama dua minggu untuk mengisi kuesioner. Akhirnya, sebanyak 46 kuesioner berhasil
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 133
Ranny Anita dan Achmad Waryanto
dikumpulkan. Dari data yang terkumpul, sebanyak 15 responden (32,6%) adalah perwakilan dari organisasi pemilik, 4 responden (8,7%) adalah konsultan manajemen konstruksi, 1 responden (2,2%) adalah konsultan struktur, dan 26 responden (56,5%) merupakan personil kontraktor. Jenis proyek yang menjadi sampel penelitian adalah sebagai berikut:.11 proyek (23,9%) merupakan proyek gedung perkantoran; 13 proyek (28,3%) merupakan proyek gedung sekolah/kampus; 7 proyek (15,2%) merupakan proyek pusat perbelanjaan; 3 proyek (6,5%) adalah apartemen; 3 proyek (15,2%) merupakan proyek superblok; 4 proyek (8,7%) adalah proyek bangunan industri; dan sisanya (6,5%) masing-masing 1 proyek rumah sakit, 1 proyek asrama dan 1 proyek bangunan pit stop.
Skala penilaian Responden diminta untuk memberi nilai pada seluruh variabel penentu kesuksesan penutupan proyek sesuai dengan kondisi yang terjadi pada proyeknya, menggunakan skala Likert. Skala Likert adalah skala penilaian yang terdiri dari lima angka yang terdiri dari 1 untuk sangat tidak setuju hingga 5 untuk sangat setuju.
Analisis data Dua metode statistik, yaitu analisis faktor dan regresi berganda digunakan untuk menganalisis data yang terkumpul dari kuesioner. Analisis faktor digunakan untuk mengidentifikasi underlying dimension; sedangkan regresi berganda digunakan untuk mencari prediktor terkuat dari faktor penentu kesuksesan (Chan, 1996). Penelitian dengan metode analisis sejenis pernah dilakukan antara lain oleh Chan et al (2001) yang meneliti faktor-faktor penentu kesuksesan pada proyek dengan sistem design and build, dan Chan et al (2004) yang meneliti faktor-faktor penentu kesuksesan dalam partnering pada proyek konstruksi di Hong Kong. Analisis dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS Statistics 17.0. Analisis faktor adalah teknik pengolahan statistik yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan interkorelasi antar sejumlah variable. Tujuan analisis faktor adalah mendefinisikan struktur yang mendasari variabel-variabel tersebut (Hair et al. 2009). Teknik analisis faktor dapat merangkum informasi yang terkandung dalam sejumlah variabel asal ke dalam sekelompok variabel baru (faktor) yang jumlahnya lebih sedikit tanpa harus banyak kehilangan informasi yang terkandung dalam variabel-variabel asal. Tahapan utama dalam melakukan analisis faktor adalah perhitungan matriks korelasi, ekstraksi dan rotasi, serta menginterpretasi kelompok variable atau faktor yang terbentuk. Di dalam penelitian ini, analisis faktor dilakukan untuk merangkum 28 variabel penentu kesuksesan penutupan proyek menjadi sekelompok faktor baru yang dapat mewakili seluruh variabel asal. Faktor-faktor tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh dan jelas mengenai variabel-variabel yang diwakilinya. Salanjutnya, faktor-faktor tersebut akan dijadikan sebagai variabel bebas dalam analisis selanjutnya yaitu regresi berganda terhadap variabel terikat (persepsi kesuksesan penutupan proyek). Regresi adalah metode analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis hubungan di antara variabel terikat tunggal (criterion) dengan beberapa variabel bebas (predictor). Penggunaan metode ini bertujuan untuk menghasilkan prediksi maupun untuk keperluan penjelasan (explanation) yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan penelitian. Di dalam penelitian ini, analisis regresi berganda dilakukan untuk secara objektif mengevaluasi hubungan yang terjadi antara variabel bebas (faktor-faktor penentu kesuksesan penutupan proyek) dengan variabel terikatnya (persepsi mengenai kesuksesan penutupan proyek). Setiap faktor tersebut akan dievaluasi dampaknya (kontribusi) terhadap peningkatan kesuksesan penutupan proyek.
Gambar 4. Alur prosedur analisis
M - 134
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Faktor-Faktor Penentu Kesuksesan Penutupan Proyek Konstruksi Gedung Swasta Di Jakarta Dan Sekitarnya
5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis faktor dari variable penentu kesuksesan penutupan proyek Dari 28 variabel dan 46 sampel yang diperoleh, dilakukan analisis faktor dengan program SPSS 17.0. Perrhitungan terhadap matriks korelasi antar variabel, menunjukkan bahwa di antara variabel tersebut terdapat korelasi yang cukup tinggi. Pengamatan terhadap jumlah korelasi antar variabel bebas juga dilakukan dengan uji Barlett test of sphericity. Hasil uji ini signifikan pada level p < 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antar variabel pada matriks korelasi. Pengukuran selanjutnya untuk menentukan tingkat korelasi antar variabel adalah dengan perhitungan MSA (measure of sampling adequacy). Pada perhitungan ini, nilai ambang yang harus dimiliki setiap variabel dan secara keseluruhan adalah > 0.50. Dari 28 variabel bebas yang dianalisis, variabel X26 memiliki nilai MSA < 0.50, karenanya variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis. Ekstraksi faktor dilakukan dengan principal component analysis. Pada ekstraksi awal, dengan kriteria jumlah faktor yang dipertahankan adalah yang memiliki nilai eigenvalue > 1, diperoleh tujuh buah faktor. Ketujuh faktor tersebut mewakili 75.087% variance dari 27 variabel bebas yang ada dalam analisis. Interpretasi faktor dilakukan dengan teknik rotasi VARIMAX. Sebelum interpretasi, hasil dari rotasi faktor perlu diamati untuk mengetahui apakah masih ada variabel yang bermasalah. Variabel yang bermasalah adalah variabel yang memiliki nilai factor loading terlalu rendah, atau variabel yang memiliki factor loading yang signifikan di lebih dari satu faktor (cross loading). Variabel-variabel yang bermasalah harus diidentifikasi dan dikeluarkan dari analisis (respesifikasi), karena berpotensi menimbulkan gangguan pada stabilitas model faktor. Setelah respesifikasi, jumlah faktor yang tersisa menjadi 6 faktor dengan 22 variabel. Seluruh nilai factor loading > 0.5, dan 12 variabel memiliki nilai factor loading > 0.7. Secara umum, nilai factor loading dan interpretasi dari faktor yang dihasilkan cukup konsisten. Enam buah faktor yang dihasilkan pada analisis faktor di atas memberikan gambaran yang lebih menyeluruh mengenai masalah penutupan proyek. Interpretasi faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Kompetensi Tim Proyek (Faktor 1) Faktor pertama yang berhasil diekstrak terdiri dari empat variabel yang memiliki fokus utama pada kompetensi tim proyek. Wujud dari kompetensi yang dimaksud pada faktor ini adalah perencanaan yang dilakukan untuk melaksanakan penutupan proyek, pembuatan prosedur untuk penutupan proyek dan pemahaman setiap anggota proyek terhadap peran dan tugasnya masing-masing di dalam penutupan proyek. Bagaimana koordinasi yang terjalin antar tim proyek dengan tim operator gedung juga menggambarkan kompetensi tim proyek. Penyelesaian Defect List (Faktor 2) Faktor ke dua terdiri dari empat variabel yang fokus utamanya adalah pada masalah penyelesaian defect list. Kegiatan untuk inspeksi defect list perlu dijadwalkan dengan baik sehingga dapat diikuti oleh semua pihak yang terkait. Pendataan defect list pun harus dikoordinasikan dengan baik sehingga data defect list tidak simpang siur. Kontraktor harus menyelesaikan defect list yang telah terdata secara efisien dan tidak berlarut-larut. Penyelesaian defect list pada gedung yang sudah dioperasikan terkadang dapat terkendala oleh kurangnya akses dan waktu yang ada karena operasional bangunan. Karenanya, agar penyelesaian defect list tidak berlarut-larut, pemilik juga harus memfasilitasi kontraktor agar memperoleh akses dan waktu yang cukup untuk melakukan perbaikkan. Kualitas Kontraktor Mempersiapkan Dokumen Penutupan (Faktor 3) Empat variabel bergabung dan menjadi elemen yang menyusun faktor 3. Faktor ke tiga ini adalah mengenai kualitas kontraktor dalam melaksanakan dokumentasi. Di akhir proyek, kontraktor berkewajiban untuk mengumpulkan dan menyerahkan beberapa dokumentasi proyek yang telah disyaratkan, seperti as built drawing, sertifikat garansi peralatan, buku pedoman penggunaan dan pemeliharaan peralatan, dan dokumentasi lainnya seperti hasil testing commisioning sistem dan peralatan. Kualitas kontraktor dalam membuat dokumentasi dan menyerahkannya dengan tepat waktu merupakan salah satu faktor yang menjadi penentu kelancaran proses penutupan proyek dan serah terima hasil pekerjaan. Kelengkapan dan Kejelasan Dokumen Kontrak (Faktor 4) Faktor ini memiliki empat variabel yang menitikberatkan pada kelengkapan dan kejelasan peraturan yang ada dalam dokumen kontrak. Kelengkapan aturan kontrak, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan penutupan proyek dapat memperlancar proses penutupan proyek. Dokumen kontrak yang memiliki peraturan yang lengkap dan jelas akan mengurangi kerancuan dan potensi terjadinya dispute. Termasuk di dalam faktor ini adalah peraturan mengenai penetapan harga/volume untuk pekerjaan tambah kurang, dokumentasi kontraktor terkait perubahan dan pengurusan perijinan yang menjadi lingkup kontraktor. Pencegahan dan Penyelesaian Dispute (Faktor 5) Faktor ke lima terdiri dari tiga variabel yang menekankan pada pencegahan dan penyelesaian dispute. Termasuk ke dalam faktor ini adalah pembuatan kriteria penerimaan defect list yang jelas, komunikasi yang memadai antar tim
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 135
Ranny Anita dan Achmad Waryanto
proyek dengan end user, dan itikad baik seluruh pihak untuk memperoleh win-win solution ketika terjadi perselisihan. Pengendalian Defect List (Faktor 6) Faktor terakhir yang terbentuk, berisi tiga variabel yang semuanya merupakan tindakan untuk mengendalikan jumlah defect list yang timbul, dimulai dengan quality control selama pelaksanaan pekerjaan, adanya waktu yang cukup memadai untuk mendata defect list dan prosedur yang cukup jelas untuk menetapkan suatu kerusakkan sebagai defect list. Tabel 1. Hasil analisis faktor penentu kesuksesan penutupan proyek
No
Factor Loading
Keterangan
% of Variance
X1
FAKTOR 1 : Kompetensi Tim Proyek (Kontraktor, Konsultan, Pemilik) Kontraktor, konsultan dan pemilik kompeten dalam menjalankan tugasnya 0,848 masing-masing Seluruh partisipan proyek memahami prosedur dan tugasnya masing- 0,811 masing dalam penutupan proyek Tahap penutupan proyek direncanakan dengan matang 0,694
X4
Koordinasi tim proyek dengan tim operasional berjalan dengan baik
X7 X2
X21 X18 X19 X20
X8 X9 X10 X13 X24 X25 X3 X14
X22 X5 X27
X16 X17 X15
0,589
13,751
FAKTOR 2: Penyelesaian Defect List Kegiatan inspeksi defect list dijadwalkan dengan baik 0,815 Pendataan defect list terkoordinasi dengan baik 0,684 Perbaikkan defect list tidak berlarut-larut 0,676 Kontraktor mendapat akses dan waktu yang cukup untuk perbaikkan 0,629 12,764 defect list FAKTOR 3: Kualitas Kontraktor dalam Mempersiapkan Dokumen Penutupan As Built Drawing diserahkan segera setelah pelaksanaan konstruksi selesai 0,830 Koordinasi konsultan dan kontraktor berjalan dengan baik dalam penyusunan as built drawing Garansi dan buku manual peralatan disusun dengan baik dan diserahkan tepat waktu Dokumentasi hasil testing commisioning dibuat dengan lengkap dan baik
Cummulative % of Variance
13,751
26,515
0,739 0,696 0,584
12,706
FAKTOR 4: Kelengkapan dan Kejelasan Dokumen Kontrak Dokumen kontrak memuat aturan mengenai penetapan harga/volume 0,845 untuk item pekerjaan baru Dokumentasi selama pelaksanaan dilakukan dengan baik, khususnya yang 0,820 terkait dengan perubahan Dokumen perjanjian kontrak memuat pengaturan mengenai penutupan 0,621 proyek Kontraktor melakukan pengurusan ijin-ijin operasional yang termasuk 0,573 12,062 lingkupnya dengan baik
39,221
51,283
FAKTOR 5: Pencegahan dan Penyelesaian Dispute (Dispute Resolution) Kriteria penerimaan hasil perbaikkan defect list dibuat dengan jelas 0,799 Komunikasi tim proyek dengan end user memadai Seluruh partisipan proyek beritikad baik untuk mencapai win-win solution ketika terjadi dispute FAKTOR 6: Pengendalian Defect List Waktu inspeksi dan pencatatan defect list memadai Prosedur penetapan defect list cukup jelas Quality Control selama pelaksanaan berjalan baik sehingga tidak muncul banyak defect
M - 136
0,788 0,711
11,569
62,852
0,830 0,806 0,646
11,172
74,024
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Faktor-Faktor Penentu Kesuksesan Penutupan Proyek Konstruksi Gedung Swasta Di Jakarta Dan Sekitarnya
Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda dengan prosedur stepwise dilakukan terhadap kinerja penutupan proyek sebagai variabel terikat dengan enam buah faktor yang sebelumnya diekstrak sebagai variabel bebasnya. Ke enam nilai dari faktor tersebut (factor scores) untuk setiap responden dapat dihitung dengan metode regresi yang tersedia pada program SPSS. Factor scores kemudian menjadi input untuk analisis regresi berganda dengan prosedur stepwise. Kriteria yang ditetapkan untuk suatu variabel bebas dapat masuk ke dalam regresi adalah variabel tersebut harus memiliki F statistik yang signifikan pada level 0.05. Tabel 2 menunjukkan nilai koefisien regresi standar β, koefisien determinasi (R2), adjusted R2,perubahan pada nilai koefisien determinasi (∆R2) dan level signifikasi (p value). Penyelesaian defect list (Faktor 2) dan kelengkapan dan kejelasan dokumen kontrak (Faktor 4) tidak masuk ke dalam model regresi karena tidak memenuhi kriteria awal yaitu F statistik signifikan pada level 0.05. Keseluruhan empat faktor yang masuk dalam model (Faktor 5, 1, 6 dan 3) menjelaskan 63,7% variance dari kesuksesan penutupan proyek. Perolehan nilai R2 sebesar 0.637 cukup memadai dan masih terdapat dalam jangkauan nilai yang dapat diterima ketika dibandingkan dengan hasil penelitian sejenis dengan faktor analisis dan regresi berganda: 0.611 pada penelitian Chan et al (2001) mengenai faktor penentu kesuksesan pada proyek design and build; 0.621 pada penelitian Chan et al (2004) mengenai faktor penentu kesuksesan proyek konstruksi dengan sistem partnering. Tabel 2. Hasil analisis analisis regresi berganda
Variabel Bebas (Faktor-Faktor Kesuksean Penutupan Proyek)
Standardized Coefficients
R2
Adujsted R2
∆R2
p value
β
Faktor 5: Pencegahan dan penyelesaian dispute
0,506
0,256
0,240
0,256
0,000
Faktor 1: Kompetensi tim proyek
0,498
0,504
0,481
0,248
0,000
Faktor 6: Pengendalian defect list Faktor 3: Kualitas kontraktor dalam mempersiapkan dokumentasi penutupan
0,299
0,594
0,565
0,090
0,003
0,208
0,637
0,601
0,043
0,033
Ukuran sampel = 46 Variabel Terikat: Kesuksesan penutupan proyek Persamaan Regresi Linier: Y = 3,870 + 0,394 F5 + 0,387 F1 + 0,232 F6 + 0,161 F3 Pencegahan dan penyelesaian dispute (Faktor 5) memberikan kontribusi yang paling besar pada prediksi kesuksesan penutupan proyek (R2 = 0.256, p = 0.000). Setelahnya, kompetensi tim proyek (Faktor 1) memberikan kontribusi yang hampir sama besar dengan pencegahan dan penyelesaian dispute pada kesuksesan penutupan proyek (R2 = 0.248, p = 0.000). Pengendalian defect list dan kualitas kontraktor mempersiapkan dokumen penutupan masingmasing menyumbangkan 9% dan 4,3% dari total variance kesuksesan penutupan proyek. Hasil analisis regresi berganda di atas menujukkan bahwa di dalam pelaksanaan penutupan proyek konstruksi gedung swasta di Jakarta dan sekitarnya, faktor-faktor yang berperan penting adalah pencegahan dan penyelesaian dispute, kompetensi tim proyek, pengendalian defect list dan kualitas kontraktor dalam mempersiapkan dokumen untuk penutupan proyek. Kedua faktor lainnya, yaitu penyelesaian defect list dan kelengkapan serta kejelasan dokumen kontrak tidak memberikan dampak yang besar sehingga tidak masuk di dalam model regresi. Perolehan faktor pencegahan dan penyelesaian dispute sebagai faktor yang memiliki kontribusi terbesar di dalam penutupan proyek sejalan dengan laporan Parker et al. (2005) yang menyebutkan bahwa hal yang paling sering menyebabkan berlarutnya penutupan proyek adalah munculnya dispute dan klaim. Fase penutupan proyek sangat berpotensi menjadi fase memuncaknya sejumlah isu klaim dan dispute yang belum terselesaikan di lapangan. Sejumlah masalah yang juga berpotensi menjadi klaim dan dispute di akhir proyek antara lain menyangkut perhitungan final account, penerimaan hasil akhir pekerjaan, penentuan keterlambatan dan dendanya, maupun isuisu lain dari masa pelaksanaan yang belum terselesaikan. Untuk mencegah dispute, kontraktor perlu melaksanakan dokumentasi dan tertib administrasi yang baik, terutama terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi selama pelaksanaan. Dokumentasi yang memadai akan menjadi bukti yang dapat diandalkan untuk melakukan klaim maupun counter claim atas pekerjaan tambah dan kurang, termasuk juga penentuan dan perhitungan denda apabila terjadi keterlambatan. Potensi dispute lain adalah mengenai penerimaan hasil akhir pekerjaan yang terkait pula dengan penerimaan hasil perbaikkan defect list yang telah dilakukan kontraktor. Dalam hal ini, kontraktor dapat berinisiatif untuk mengajak partisipan proyek lainnya, yaitu
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 137
Ranny Anita dan Achmad Waryanto
konsultan dan pemilik untuk menyepakati bersama kriteria yang digunakan untuk menolak atau menerima hasil perbaikkan. Dengan ada kriteria penerimaan hasil perbaikkan yang jelas, kontraktor dapat menghindari kerugian akibat penyelesaian defect list yang berlarut-larut karena hasil perbaikkannya selalu dianggap kurang. Komunikasi yang baik perlu dijalin oleh kontraktor dengan konsultan, pemilik dan pihak yang akan menerima hasil proyek, baik di masa awal proyek, selama pelaksanaan dan terlebih di masa akhir proyek ketika hasil proyek akan diserahterimakan. Ketika masalah klaim dan dispute tetap terjadi dan perjanjian kontrak yang ada belum memiliki ketentuan mengenai hal yang menjadi dispute tersebut, kontraktor maupun pemilik harus mendahulukan penyelesaian masalah dengan itikad baik untuk mencapai solusi bersama yang menguntungkan. Fisk and Reynolds (2006) menekankan pada kompromi untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Kompromi merupakan jalan penyelesaian masalah terbaik untuk memperoleh solusi yang paling pantas bagi kedua pihak yang berselisih. Kompetensi tim proyek menjadi faktor kedua yang paling berperan terhadap kesuksesan penutupan proyek. Penutupan proyek dengan kompleksitas kegiatan di dalamnya membutuhkan pengelolaan yang memadai, yaitu adanya perencanaan, prosedur, koordinasi serta pemahaman dan pelaksanaaan tugas masing-masing pihak (kontraktor, konsultan, pemilik) dengan baik. Tanpa hal-hal tersebut, penutupan proyek akan sulit berjalan dengan baik dan berpotensi menjadi berlarut-larut. Dengan berbagai tujuan penting yang harus dicapai pada masa penutupan, yaitu transfer operasional gedung dan penerimaan oleh pemilik, kontraktor tidak boleh mengabaikan pengelolaan pada fase penutupan ini. Kontraktor perlu tetap menempatkan personil intinya yang kompeten untuk dapat menangani berbagai permasalahan dan koordinasi pada fase ini. Pengendalian defect list keluar menjadi faktor ke tiga yang berkontribusi tinggi terhadap kesuksesan penutupan proyek. Seperti pernyataan Fisk dan Reynolds (2006) bahwa kemungkinan tidak ada periode selama masa konstruksi dengan penundaan besar yang menyebabkan rasa frustrasi daripada periode yang melibatkan pakerjaan perbaikkan sebelum penerimaan akhir, pekerjaan perbaikkan defect list dapat menjadi penghambat terbesar untuk penutupan proyek yang sukses. Oleh karena itu, defect list harus dapat dikendalikan dan dicegah agar seminimal mungkin jumlahnya. Kontraktor adalah pihak yang berperan penuh untuk mengendalikan defect list pada pekerjaannya sendiri. Kontraktor perlu melaksanakan quality control dengan baik dalam setiap proses pekerjaannya selama masa konstruksi di lapangan. Kebijakan “zero tolerance” harus diterapkan, sehingga dapat dihasilkan pekerjaan yang tanpa cacat atau non-defective works (Levy, 2002). Faktor terakhir yang menjadi faktor yang cukup berperan penting pada kesuksesan penutupan proyek adalah kemampuan kontraktor untuk menyusun dan menyerahkan dokumentasi penutupan. Sejumlah dokumentasi yang harus dibuat dan diserahkan kepada pemilik antara lain adalah as built drawing, garansi, laporan hasil inspeksi, buku manual dan operasi, sertifikat atau ijin operasional peralatan dan lainnya. Kontraktor perlu mempersiapkan sejak awal dan memiliki sistem penyusunan dokumen yang baik agar segala persyaratan tersebut dapat diserahkan dengan tepat waktu dan diterima dengan baik. Persiapan penyerahan dokumen di akhir tidak akan menimbulkan kesulitan apabila kontraktor dengan tertib mengelola masalah dokumentasi. Dokumentasi yang baik dan dapat diserahkan dengan lengkap dan tepat waktu merupakan isu penting untuk melaksanakan transfer operasional fasilitas dengan lancar (Turner 2009). Tidak jarang kontraktor yang mengabaikan masalah dokumen akhir ini menyebabkan penutupan proyeknya berlarut-larut. Walaupun pengaruh dua faktor yang lain, yaitu penyelesaian defect list dan kelengkapan aturan dalam dokumen kontrak ditemukan tidak signifikan dibandingkan faktor-faktor yang telah diuraikan sebelumnya, namun hendaknya kontraktor tetap memberikan perhatian pada hal-hal tersebut agar penutupan proyeknya berjalan dengan baik.
6.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan Penelitian faktor-faktor penentu kesuksesan penutupan proyek konstruksi gedung swasta di Jakarta dan sekitarnya telah berhasil mengidentifikasi beberapa faktor penting yang berkontribusi terhadap kesuksesan penutupan proyek. Pengolahan data dari servei kuesioner dengan metode analisis faktor telah menghasilkan enam buah faktor penentu kesuksesan penutupan proyek. Ke enam faktor penentu kesuksesan penutupan proyek tersebut adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
M - 138
Faktor 1: kompetensi tim proyek Faktor 2: penyelesaian defect list Faktor 3: kualitas kontraktor dalam mempersiapkan dokumentasi akhir Faktor 4: kelengkapan dan kejelasan dokumen kontrak Faktor 5: pencegahan dan penyelesaian dispute Faktor 6: pengendalian defect list.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Faktor-Faktor Penentu Kesuksesan Penutupan Proyek Konstruksi Gedung Swasta Di Jakarta Dan Sekitarnya
Selanjutnya, ke enam faktor tersebut dianalisis dengan menggunakan regresi berganda untuk melihat besarnya kontribusi masing-masing faktor dengan kesuksesan penutupan proyek. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan empat dari enam faktor tersebut memiliki kontribusi yang tinggi terhadap kesuksesan penutupan proyek. Faktor pencegahan dan penyelesaian dispute menjadi faktor yang memberikan pengaruh terbesar dalam kesuksesan penutupan. Faktor lain yang mengikutinya adalah kompetensi tim proyek, pengendalian defect list dan kualitas kontraktor dalam mempersiapkan dokumen akhir. Kualitas pelaksanaan keempat faktor tersebut merupakan indikator kesuksesan penutupan proyek. Keempat faktor tersebut dapat digunakan secara praktis untuk memprediksikan kesuksesan penutupan proyek.. Hubungan keempat faktor tersebut dengan kesuksesan penutupan proyek dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut: Y = 3,870 + 0,394 F5 + 0,387 F1 + 0,232 F6 + 0,161 F3 Di mana: Y = Kesuksesan Penutupan Proyek (1 = sangat tidak sukses, 5 = sangat sukses) F5 = Faktor 5, yaitu pencegahan dan penyelesaian dispute F1 = Faktor 1, yaitu kompetensi tim proyek F6 = Faktor 6, yaitu pengendalian defect list F3 = Faktor 3, yaitu kualitas kontraktor dalam mempersiapkan dokumen penutupan Untuk memprediksi kesuksesan penutupan dengan mempergunakan persamaan di atas, nilai setiap faktor dapat diisi dengan angka 1 sampai 5 yang menunjukkan kualitas pelaksanaannya. Nilai 1 diberikan pada faktor yang kualitas pelaksanaannya sangat buruk dan nilai 5 diberikan untuk faktor dengan kualitas pelaksanaan yang sangat baik. Penilaian terhadap kualitas keempat faktor tersebut merupakan persepsi terhadap kinerja masing-masing faktor yang diamati selama berlangsungnya proyek.
Rekomendasi Hasil penelitian ini menunjukkan faktor-faktor penting yang memiliki kontribusi besar terhadap kesuksesan penutupan proyek. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dispute menjadi penyebab utama penutupan proyek yang tidak sukses. Penutupan proyek akan berlarut-larut apabila diakhir proyek banyak dispute yang tidak terselesaikan. Penutupan proyek dengan kompleksitas isu di dalamnya juga membutuhkan tim proyek yang kompeten dalam melaksanakan tugasnya. Defect list dan dokumen penutupan proyek sebagai salah satu syarat untuk memperoleh persetujuan pemilik juga perlu dikelola dengan baik. Pengelolaan defect list dan dokumen penutupan menjadi kunci sukses untuk memperlancar transfer kepada pihak operasional pemilik. Berdasarkan hasil temuan penelitian ini, kontraktor direkomendasikan untuk: 1. Menerapkan dokumentasi yang baik sejak awal pelaksanaan proyek, khususnya dokumentasi yang terkait dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkup kerja. 2. Mengupayakan penyelesaian yang segera terhadap setiap masalah yang terjadi di lapangan agar tidak berkembang menjadi dispute yang lebih besar di akhir proyek. 3. Mengutamakan kompromi dan win-win solution dalam setiap usaha untuk penyelesaian dispute. 4. Menjalin komunikasi dan koordinasi yang baik dengan seluruh partisipan proyek. 5. Menyusun rencana kerja dan prosedur-prosedur pelaksanaan penutupan proyek. 6. Menempatkan personil yang kompeten dan jumlahnya memadai untuk melaksanakan dan menyelesaikan penutupan proyek 7. Menerapkan quality control yang baik dan kebijakkan zero tolerance terhadap setiap proses pelaksanaan pekerjaan di lapangan untuk menekan jumlah defect list. 8. Menerapkan sistem penyusunan dokumen penutupan yang baik agar dokumen tersebut dapat segera diserahkan dengan lengkap kepada pemilik di akhir proyek. Pengelolaan penutupan yang baik akan menghindarkan kontraktor dari kerugian penutupan yang berlarut-larut. Selain itu, kepuasan pemilik terhadap kontraktor akan meningkat dengan pelaksanaan penutupan yang lancar dan tidak bermasalah. Penelitian ini merupakan studi yang bersifat sebagai pendahuluan mengenai masalah penutupan proyek. Penelitian yang membahas masalah penutupan masih sulit ditemukan. Fase penutupan seringkali dianggap kurang menarik dan karenanya pada pelaksanaannya seringkali kurang diperhatikan. Padahal penutupan proyek dalah fase yang sangat penting. Penutupan proyek yang tidak berjalan dengan baik akan menimbulkan kerugian besar baik bagi kontraktor maupun pemilik. Sebagai studi pendahuluan, masih banyak hal yang dapat dikembangkan dari penelitian ini. Beberapa hal dalam penelitian ini masih bersifat umum dan belum dirinci adalah jenis hubungan kontrak yang diterapkan dalam proyek. Sistem hubungan kontrak yang berbeda, apakah kontrak tersebut menganut sistem kontraktor umum (general
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 139
Ranny Anita dan Achmad Waryanto
contractor), atau manajemen konstruksi (construction management) maupun hubungan kontrak design and build dapat menghasilkan faktor penentu kesuksesan penutupan yang berbeda pula. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dapat merinci sampel berdasarkan sistem hubungan kontrak yang digunakan. Hasil penelitian tersebut kemudian dapat dibandingkan dan akan melengkapi partisipan proyek dengan strategi yang lebih tepat untuk mengelola penutupan proyeknya sesuai dengan sistem hubungan kontrak yang digunakan. Penelitian mengenai penutupan proyek ini juga dapat dilanjutkan untuk mencari faktor-faktor penentu kesuksesan penutupan proyek dari sisi pemilik. Pemilik sangat berkepentingan agar hasil akhir proyeknya berkualitas dan dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan proyek. Hasil penelitian tersebut dapat merekomendasikan pemilik mengenai hal-hal yang perlu dilakukan di akhir proyek hasil yang baik, yaitu gedung yang berfungsi secara optimal dan tidak timbul banyak masalah pada pelaksanaan peralihannya.
LAMPIRAN 1. PERTANYAAN SURVEI Di bawah ini adalah daftar 28 variabel yang berkontribusi terhadap kesuksesan penutupan proyek konstruksi gedung swasta di Jakarta dan sekitarnya. Responden diminta untuk member nilai pada setiap variable menurut skala Likert (1 = sangat tidak setuju, 3 = netral, dan 5 = sangat setuju). Variabel penentu kesuksesan penutupan proyek adalah sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
M - 140
Pelaksanaan penutupan (closeout) di proyek tersebut telah direncanakan dengan matang. Seluruh pihak yang terlibat di dalam proyek telah memahami prosedur dan tugasnya masing-masing dalam penutupan proyek. Di dalam dokumen perjanjian kontrak proyek tersebut telah ada klausul yang cukup jelas mengatur pelaksanaan penutupan proyek. Koordinasi antara tim proyek dengan tim operasional gedung berjalan dengan baik sehingga pelaksanaan transfer operasional gedung berlangsung dengan lancar. Komunikasi yang terjalin antara tim proyek dengan end user (pengelola gedung) selama proyek berlangsung sudah cukup memadai. Seluruh partisipan proyek tersebut menunjukkan komitmen yang tinggi untuk menutup proyek dengan baik. Kontraktor, konsultan maupun pemilik semuanya kompeten di dalam menjalankan tugasnya masingmasing. As Built Drawing telah diserahkan dengan segera setelah tahap pembangunan fisik selesai dilaksanakan. Koordinasi antara konsultan dan kontraktor telah berjalan dengan baik di dalam penyusunan as built drawing proyek tersebut. Garansi-garansi serta buku manual operasi peralatan yang dipasang/diadakan oleh proyek tersebut telah dikumpulkan dengan lengkap, disusun dengan baik dan diserahkan sesuai waktu yang diminta. Pelaksanaan training sistem/peralatan untuk staf operasional gedung pada proyek tersebut sudah diprogramkan dengan baik. Pelaksanaan testing commisioning sistem/peralatan di proyek tersebut sudah diprogramkan dengan baik. Hasil dari kegiatan testing commisioning di proyek tersebut telah terdokumentasi dengan lengkap dan baik. Persiapan dan pelaksanaan pengurusan ijin-ijin operasional yang disyaratkan untuk sistem/peralatan/penggunaan bangunan untuk proyek telah berjalan dengan baik. Quality Control (QC) yang dilakukan selama pelaksanaan proyek tersebut telah berjalan dengan baik, sehingga tidak terlalu banyak defect list yang timbul. Lama waktu yang digunakan untuk melakukan inspeksi dan mencatat defect list telah cukup memadai. Prosedur untuk penetapan defect list pada proyek tersebut telah dibuat dengan cukup jelas. Pelaksanaan pendataan defect list di proyek tersebut telah terkoordinir dengan baik sehingga tidak muncul berbagai versi defect list dari pihak yang berbeda-beda. Penyelesaian defect list tidak berlarut-larut. Kontraktor telah mendapatkan akses dan waktu yang cukup memadai untuk memperbaiki defect list di proyek tersebut. Setiap inspeksi/pengecekan pekerjaan di proyek tersebut telah dijadwalkan dengan baik (jadwal tidak mengacak/insidental) sehingga dapat dihadiri oleh semua pihak yang berkepentingan. Pada proyek tersebut telah ada kriteria penerimaan hasil perbaikkan defect list yang jelas dan disepakati bersama oleh seluruh partisipan proyek. Pencatatan hasil inspeksi (perbaikkan defect list yang diterima dan belum diterima) proyek tersebut sudah dilakukan dengan baik.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Studi Faktor-Faktor Penentu Kesuksesan Penutupan Proyek Konstruksi Gedung Swasta Di Jakarta Dan Sekitarnya
24. Pada perjanjian kontrak proyek tersebut ada aturan yang cukup jelas mengenai metode penetapan harga/volume untuk item-item pekerjaan baru. 25. Selama masa pelaksanaan proyek tersebut, dokumentasi yang dilakukan sudah baik, terutama dokumentaasi yang terkait dengan terjadinya perubahan-perubahan. 26. Selama masa pelaksanaan proyek tersebut, administrasi terhadap perubahan-perubahan telah dilakukan dengan tertib. 27. Baik kontraktor, konsultan maupun pemilik proyek tersebut sama-sama memiliki itikad baik untuk mencapai win-win solution ketika terjadi perselisihan pendapat (dispute). 28. Besarnya nilai retensi yang diberlakukan pada proyek tersebut telah cukup pantas baik bagi kontraktor maupun pemilik.
DAFTAR PUSTAKA Baker, S., Baker, K., & Campbell, G. M. (2003). Complete Idiot's Guide To Project Management. USA: Marie Butler-Knight. Barrie, D. S., & Paulson, B. C. (1990). Manajemen Konstruksi Profesional, Edisi Ke-2. Jakarta: Erlangga. Bentley, D., & Rafferty, G. (1992, April). Project Management: Keys to Success. Civil Engineering , 58. ABI/INFORM Research. Bernardini, R. (2005, January/February). Project Close-Out Is The Hardest Part. Journal of CMAA , pp. 10-12. Chan, A. P. (1996). Determinant of Project Success In The Construction Industry of Hong Kong. PhD Thesis . Adelaide: University of South Australia. Chan, A. P., Chan, D. W., Chiang, Y. H., Tang, B. S., & Chan, E. H. (2004, March/April). Exploring Critical Success Factors for Partnering in Construction Projects. Journal of Construction Engineering and Management , 188-198. Chan, A. P., Ho, D. C., & Tam, C. M. (2001, March/April). Design and Build Project Success Factors: Multivariate Analysis. Journal of Construction Engineering and Management , 93-100. Chua, D. K., Kog, Y. C., & Loh, P. K. (1999, May/June). Critical Success Factors for Different Project Objectives. Journal of Construction Engineering and Management , 142-150. Federal Transit Administration. (2006). Construction Project Management Handbook. USA: Gannett Fleming, Inc. Fisk, E. R., & Reynolds, W. D. (2006). Construction Project Administration, 8th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Frigenti, E., & Comninos, D. (2002). The Practice of Project Management: A Guide to The Bussiness Focused Approach. London: Kogan Page. Furia, G. D. (2009). Project Management Recipes For Success. USA: Auerbach Publication. Hartman, D. C. (2003). Effective Project Closeouts. In J. A. Demkin, The Architect's Handbook of Proffesional Practice: Update 2003 (p. 91). USA: FAIA. Heldman, K. (2003). Project Management Jumpstart. USA: SYBEX Imc. Joseph F Hair, J., Black, W. C., Babin, B. J., & Anderson, R. E. (2009). Multivariate Data Analysis: A Global Perspective, 7th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc. Karpook, D. (2009, July 23). http://briscnet.blogspot.com/2009/07. Retrieved September 6, 2009, from http://briscnet.blogspot.com. Kerzner, H. (2002). Project Management : A system Approach to Planning, Schedulling, and Controlling (8th edition). Ohio: John Willey & Sons. Lambeck, R., & Muller, J. E. (2008). Urban Construction Project Management. New York: McGraw Hill. Levy, S. M. (2002). Project Management In Construction, 4th Edition. New York: McGraw Hill. Meredith, J. R., & Mantel, S. J. (2000). Project Management: A Managerial Approach. USA: John Wiley & Sons. Morris, P. W. (1988). Project Management Handbook. New Jersey: Prentice Hall. Parker, N., Baker, R. F., & Kamga, C. (2005). Speed Project Closeouts and Streamline Local Financing. City of College New York. New York: University Transportation Research Center. Project Management Institute. (2004). A Guide To Project Management Body of Knowledge, 3rd Edition. USA. Ritz, G. J. (1994). Total Construction Project Management. New York: McGraw Hill. Soeharto, I. (1997). manajemen Proyek: Dari Koneptual Sampai Operasional, Cetakan Ke-3. Jakarta: Erlangga. Turner, J. R. (2009). The Handbook of Project Based Management:Leading Strategis Change in Organizations, 3rd Edition. New York: McGraw Hill. Westland, J. (2006). The Project Management Life Cycle. London: Kogan Page. Yu, A. T., Shen, Q., Kelly, J., & Hunter, K. (2006, November). Investigation of Critical Success Factors in Construction Project Briefing by Way of Content Analysis. Journal of Construction Engineering and Management , 1178-1186.
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
M - 141
Ranny Anita dan Achmad Waryanto
M - 142
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta