e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015
STUDI EVALUASI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DITINJAU DARI CIPP PADA SEKOLAH DASAR NEGERI DI WILAYAH PEDESAAN KABUPATEN BADUNG Km Manik Riptiani1, I.B. Surya Manuaba2, Made Putra3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang tingkat efektivitas komponen konteks, input, proses, dan produk dalam mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Penelitian ini termasuk penelitian evaluatif, yang menunjukkan prosedur dan proses pelaksanaan program. Dalam penelitian ini dianalisis efektivitas masing-masing faktor sesuai dengan model CIPP (konteks, input, proses dan produk). Studi evaluasi ini dilakukan terhadap 45 orang, yakni 15 orang kepala sekolah, 15 orang guru kelas I dan 15 orang guru kelas IV. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama. Untuk menentukan efektivitas program, skor mentah ditransformasikan ke dalam T-skor kemudian diverifikasi ke dalam prototype Glickman. Hasil penelitian menunjukkan (1) implementasi kurikulum 2013 efektif (53,33%) ditinjau dari aspek konteks, (2) implementasi kurikulum 2013 kurang efektif (57,78%) ditinjau dari aspek input, (3) implementasi kurikulum 2013 efektif (51,11%) ditinjau dari aspek proses, dan (4) implementasi kurikulum 2013 kurang efektif (51,11%) ditinjau dari aspek produk. Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan disimpulkan bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung kurang efektif dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.
Kata kunci: studi evaluasi, model CIPP, implementasi kurikulum 2013 Abstract This research was purposed in other to figure out a description of the effectiveness of several components, like context, input, process, and product to support the implementation of curriculum 2013 based on CIPP at goverment elementary schools in the rural areas in Badung Regency. It was an evaluative study which examined the procedures and process of program implementation. In this research analysised about effectiveness each factors based on model of CIPP. This study evaluation involving a total numbers of 45 respondents consisting of 15 headmasters, 15 first class teachers, and 15 fourth class teachers. The effectiveness of every related factor would be analyzed based on CIPP model. The data were collected by using questionnaire as the main instrument. To determine the program effectiveness, the raw scores would be transferred into T-score, then verified into Glickman prototype. The result shows (1) the implementation of curriculum 2013 is effective (53,33%) observed from the context, (2) the implementation of curriculum 2013 is ineffective (57,78%) observed from the input, (3) the implementation of curriculum 2013 is effective (51,11%) observed from the process, (4) the implementation of curriculum 2013 is ineffective (51,11%) observed from the product. Base on the result of data analysis, it can be
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 concluded that the elementary schools in the rural areas in Badung regency is found ineffective to implement curriculum 2013.
Keywords : evaluative study, CIPP model, implementation of the curriculum 2013
PENDAHULUAN Kurikulum 2013 mengisyaratkan pembelajaran berpusat pada siswa yaitu dengan mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan. Usahausaha tersebut ditandai dengan adanya perubahan-perubahan kurikulum dan model-model pembelajaran yang dilakukan oleh para pengelola pendidikan maupun praktisi pendidikan. Hal ini dilakukan agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat memunculkan sumber daya manusia yang kompeten dan sesuai dengan harapan pembangunan di Indonesia “Pengembangan kurikulum 2013 merupakan bagian dari strategi meningkatkan capaian pendidikan. Sehingga pengembangan kualitas sumber daya manusia dapat dilakukan dengan menerapkan kurikulum 2013 dalam pembelajaran” (Majid, 2014:27). Kurikulum 2013 yang diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia sudah melalui tahap perubahan beberapa standar kurikulum agar penerapannya bertujuan lebih mengaktifkan siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Menurut Abidin (2014:12-13) orientasi pendidikan dalam konteks kurikulum 2013 juga diperbaharui oleh Kemendikbud. Hal ini sejalan dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah, karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar
Isi sehingga perubahan pada standar kompetensi lulusan akan berpengaruh pada perubahan standar isinya juga. Selain itu, kurikulum 2013 juga mengubah dua standar lain yakni Standar proses yang diatur dalam Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 dan Standar Penilaian yang diatur dalam Permendikbud Nomor 66 tahun 2013. Berdasarkan perubahan itulah rumusan standar kelulusan (SKL) pun berubah. Menurut Abidin (2014:16) pembelajaran dalam konteks kurikulum 2013 merupakan pembelajaran berbasis sikap, keterampilan dan pengetahuan. Pembelajaran yang demikian diawali dengan pembentukan sikap yang baik pada diri siswa. Atas dasar sikap positif dalam belajar ini, selanjutnya siswa beraktivitas melalui mempraktikkan keterampilan tertentu yang berhubungan dengan mata pelajaran yang dipelajarinya. Hasil dari serangkaian aktivitas yang dilakukan tersebut, selanjutnya siswa diharapkan mampu memperoleh beragam pengetahuan. Sedangkan menurut Majid (2014:28) orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge). Dalam uraian di atas, kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran yang berpusat kepada siswa yaitu dengan mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki pribadi yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan efektif dengan menanamkan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam pembelajaran. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut, ada beberapa standar yang harus dirubah dalam kurikulum 2013 diantaranya standar kompetensi lulusan (SKL), standar isi, standar proses dan standar penilaian (Majid, 2014 : 35). Penekanan pada sikap, pengetahuan dan keterampilan dapat
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 dilakukan dengan cara membentuk generasi yang produktif, kreatif, inovatif, dan efektif dalam implementasi kurikulum 2013 melalui berbagai pendekatan atau metode pengajaran yang dilakukan. Pada kurikulum 2013, pembelajaran lebih ditekankan pada kegiatan saintifik seperti mengamati, menanya, menalar, mencoba dan mengkomunikasikan (Abidin, 2014:133). Kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif apabila didukung oleh potensi pada masing-masing sekolah. Berhasil tidaknya implementasi kurikulum 2013 dapat dilihat dari potensi suatu sekolah yang bersangkutan. Potensi sekolah meliputi siswa, kurikulum, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, pengelolaan atau menejemen dan lingkungan sekolah. Dalam hal ini, berhasilnya pelaksanaan kurikulum 2013 dapat dilihat dari potensi masing-masing sekolah, diantaranya kompetensi guru yang memadai dalam hal memahami materi pelajaran, pemahaman guru mengenai kurikulum 2013 melalui pelatihan kurikulum 2013, sarana dan prasarana yang mendukung implementasi kurikulum 2013 seperti penggunaan teknologi informasi dan komunikasi TIK dalam pembelajaran, efektivitas penggunaan lingkungan sekolah dalam menambah pengalaman belajar siswa. Hal tersebut merupakan beberapa potensi yang semestinya dimiliki oleh sekolah dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Beberapa sekolah di setiap Kabupaten/Kota ditunjuk untuk mengimplementasikan kuriukulum 2013. Menurut Dinas Pendidikan Kabupaten Badung, sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung juga merupakan salah satu sekolah yang ditunjuk dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung sudah mengimplementasikan kurikulum 2013 pada kelas 1 dan kelas 4. Menurut Bappeda dan Dinas Pendidikan Kabupaten Badung menyatakan bahwa yang termasuk wilayah pedesaan di Kabupaten Badung adalah Kecamatan Petang. Kecamatan Petang merupakan daerah yang penduduknya masih bermata
pencaharian sebagai petani/agraris. Daerah ini masih jauh dari kegiatan di perkotaan sehingga segala informasi masih lambat diterima. Dalam mengimplementasikan kurikulum 2013, sekolah dasar negeri yang terdapat di Kecamatan Petang sangat sulit dalam mengakses informasi terkait penyelenggaraan kurikulum 2013. Selain itu lambatnya penerimaan sarana dan prasarana penunjang kurikulum 2013 seperti buku guru dan buku siswa yang disiapkan langsung oleh Pemerintah, media pembelajaran yang kurang mendukung implementasi kurikulum 2013 seperti penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran dan kebanyakan guru jarang mendapat pelatihan atau seminar mengenai kurikulum 2013. Hal tersebut merupakan beberapa kelemahan yang dimiliki oleh sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Untuk mengetahui efektivitas implementasi kurikulum 2013 yang berlangsung di sekolah dasar maka potensi masing-masing sekolah yang bersangkutan harus diteliti. Potensi sekolah akan menentukan berhasil tidaknya implementasi kurikulum 2013 pada sekolah yang bersangkutan. Potensi sekolah ini lebih lanjut digolongkan dalam potensi konteks/latar, input/masukan, proses dan produk. Produk/output yang berkualitas merupakan salah satu indikator berhasilnya penerapan kurikulum 2013. Kualitas output ditentuan oleh kualitas konteks, input dan proses yang terlibat dalam konsep pendidikan. Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa untuk mengetahui keefektifan penerapan kurikulum 2013 maka perlu dilakukan studi evaluasi tentang implementasi kurikulum 2013 ditinjau dari konteks, input, proses dan produk pada Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Pedesaan Kabupaten Badung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas komponen konteks, input, proses dan produk dalam mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 METODE SD No 1 Sulangai, SD No 3 Sulangai, SD Jenis penelitian yang dilakukan No 1 Pangsan, SD No 2 Pangsan, SD No 1 Carangsari, SD No 2 Carangsari, SD No adalah penelitian evaluatif (Suharsimi dan 2 Getasan, SD No 1 Pelaga, SD No 3 Jabar, 2010 : 7), karena berorientasi pada Pelaga, SD No 5 Pelaga, SD No 1 Belok, analisis berdasarkan pendekatan evaluasi SD No 3 Belok, dan SD No 5 Belok. program yang berorientasi pada Data hasil penelitian dikumpulkan pengelolaan suatu program yaitu suatu dengan metode kuesioner untuk menggali gambaran yang menunjukkan prosedur pendapat warga sekolah terkait dengan dan proses pelaksanaan program, selain implementasi kurikulum 2013 secara itu juga menganalisis persiapan program ekstensif. Instrumen dalam penelitian ini dengan menganalisis variabel-variabel terdiri atas empat komponen yaitu dalam model “CIPP” yang dikonfirmasikan instrumen pada variabel konteks, input, dengan target sasaran yang merupakan proses dan produk yang terdiri atas ukuran kesiapan suatu program. Dalam beberapa pernyataan terkait implementasi penelitian ini melibatkan empat kurikulum 2013. Sebelum digunakan untuk variabel/dimensi yaitu konteks, input, mengambil data, instrumen-instrumen proses dan produk (Daryanto, 2008 : 88). tersebut diuji coba terlebih dahulu untuk Populasi dalam penelitian ini mengetahui validitas dan reliabilitasnya. sebanyak 27 sekolah dasar yang terdiri Teknik analisis data menggunakan atas 81 orang responden yang meliputi 27 z-score selanjutnya diubah ke dalam Torang kepala sekolah, 27 orang guru kelas score (Arikunto, 2012 : 306). Setelah I dan 27 orang guru kelas IV pada sekolah mendapatkan hasil dalam T-score, data dasar negeri di wilayah pedesaan diproses secara deskriptif yang dibantu Kabupaten Badung. Menurut Bappeda dengan analisis komputer program excel, Kabupaten Badung, yang termasuk ke selanjutnya hasil tersebut dianalisis dalam wilayah pedesaan adalah melalui kuadran model Glickman untuk Kecamatan Petang. Di Kecamatan Petang menentukan efektif tidaknya suatu terdapat 7 (tujuh) desa dengan 27 sekolah program yang diteliti (Gregory, 2000:99). dasar negeri. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan nonHASIL DAN PEMBAHASAN probability sampling berupa purposive Hasil analisis data yang telah sampling dan quota sampling, sedangkan dilakukan, dapat disajikan rekapitulasi probability sampling berupa simple hasil perhitungan skor variabel konteks, random sampling dengan cara undian input, proses, dan produk pada tabel 1. (Iskandar, 2010 : 69). Jumlah sampel yang didapat adalah 15 sekolah dasar negeri yakni SD No 1 Petang, SD No 2 Petang, Tabel 1. Tabel Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Variabel Konteks, Input, Proses dan Produk Variabel Konteks
Input
Proses
Produk
158,7556 159 159 12,44653 154,9162 139 188 49 7.144
143,7333 140 133 13,95512 194,7455 109 159 50 6.468
Statistik Mean Median Modus Standar Deviasi Varians Minimum Maximum Range Jumlah
127,9778 129 132 5,374557 28,88586 116 138 22 5.759
106,9556 104 100 7,154006 51,1798 100 119 19 4.813
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 Berdasarkan tabel 1 di atas dapat dengan rata-rata 12,44653, dan variasi dijelaskan bahwa pada variabel konteks skor 154,9162. Untuk variabel produk, kecenderungan data memusat pada skor kecenderungan data memusat pada skor 127,9778, ini berarti secara rata-rata skor 143,7333, ini berarti secara rata-rata skor yang diperoleh keseluruhan responden yang diperoleh keseluruhan responden adalah 127,9778. Skor yang paling banyak adalah 143,7333. Skor yang paling banyak adalah 132, skor yang terletak di tengahadalah 133, skor yang terletak di tengahtengah adalah 129, simpangan skor tengah adalah 140, simpangan skor dengan rata-rata 5,374557, dan variasi dengan rata-rata 13,95512, dan variasi skor 28,88586. Untuk variabel input, skor 194,7455. kecenderungan data memusat pada skor Untuk menetukan efektivitas 106,9556, ini berarti secara rata-rata skor implementasi kurikulum 2013 secara yang diperoleh keseluruhan responden keseluruhan dilakukan transportasi skor adalah 106,9556. Skor yang paling banyak mentah masing-masing variabel menjadi adalah 100, skor yang terletak di tengahstandar T-skor. Dari keempat variabel tengah adalah 104, simpangan skor yang diteliti, frekuensi sekolah yang dengan rata-rata 7,154006, dan variasi mendapat nilai T-skor positif (+) maupun skor 51,1798. Untuk variabel proses, frekuensi nilai T-skor negatif (-) kecenderungan data memusat pada skor dijumlahkan. Untuk lebih jelasnya hasil 158,7556, ini berarti secara rata-rata skor analisis data untuk skor variabel konteks, yang diperoleh keseluruhan responden input, proses, dan produk dengan skor-T adalah 158,7558. Skor yang paling banyak dapat dilihat pada tabel 2. adalah 159, skor yang terletak di tengahtengah adalah 159, simpangan skor Tabel 2. Tabel Rekapitulasi Perhitungan Efektivitas Variabal Konteks, Input, Proses dan Produk pada Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Pedesaan Kabupaten Badung.
No 1 2 3 4
Variabel Konteks Input Proses Produk Hasil
F+ 24 19 23 22
Frekuensi FHasil 21 + 26 22 + 23 +-+-
Dari hasil perhitungan didapat variabel konteks hasilnya positif, variabel input hasilnya negatif, variabel proses hasilnya positif dan variabel produk hasilnya negatif. Ini berarti implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung ditinjau dari segi konteksnya efektif, inputnya kurang efektif, prosesnya efektif, dan produknya kurang efektif, CIPP = (+ - + -), apabila kriteria ini dimasukkan ke dalam kuadran model Glickman, maka efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung berada pada kuadran III (Kurang Efektif). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kuadran Glickman di bawah ini.
Kuadran II C I P P + + + + + - + + - + + - + + + (Efektif) Kuadran IV C I P P - - - - - - - - - - - - (Sangat Kurang Efektif)
Keterangan Positif Negatif Positif Negatif Kurang Efektif
Kuadran I C I P P + + + + + + + + + + + + + + + + (Sangat Efektif) Kuadran III C I P P - - - + - - + - + - + - - + + - + - - + + - + - + - + - - + + Gambar 1. Prototipe Kuadran - + + Glickman (Gregory,(Kurang 2000:99) Efektif)
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 Pada variabel konteks, secara umum telah mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Ini menunjukkan aspek visi sekolah, misi sekolah, lingkungan sekolah dan program sekolah mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Walaupun demikian beberapa aspek juga belum efektif. Dari analisis T-skor ditemukan frekuensi T-skor (+) = 24 > daripada frekuensi T-skor (-) = 21. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil positif (+). Pada variabel konteks persentase F+ = 53,33% dan persentase F- = 46,67% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 6,66%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung ditinjau dari komponen konteks adalah efektif. Ini berarti faktor yang terkait dengan variabel konteks cukup memberi kontribusi pada implementasi kurikulum 2013. Sehubungan dengan hal tersebut sekolah perlu mempertahankan dan bahkan meningkatkan efektivitas konteks yang dalam hal ini terdiri dari visi sekolah, misi sekolah, lingkungan sekolah dan program sekolah, sehingga dapat meningkatkan efektivitas implementasi kurikulum 2013. Pada hakikatnya merumuskan dan menetapkan visi organisasi adalah menggali gambaran, keinginan dan cita-cita bersama mengenai masa depan organisasi berupa kondisi, peranan dan cita-cita yang ingin diwujudkan atau peranan yang ingin dilaksanakan yang merupakan komitmen seluruh anggota organisasi tanpa adanya rasa terpaksa atau karena ditekan oleh pimpinan. Visi adalah masa depan organisasi, dengan demikian visi harus menjadi milik bersama, diyakini dan didukung oleh seluruh anggota organisasi. Visi merupakan keinginan dan pernyataan moral yang menjadi dasar atau rujukan dalam menentukan arah dan kebijakan pimpinan dalam membawa gerak langkah organisasi menuju masa depan yang lebih baik, sehingga eksistensi atau keberadaan organisasi dapat diakui oleh masyarakat. Dalam konteks organisasi, sehingga
organisasi dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik. Menurut Kaufman & Thomas (dalam Mukhadis, 2013 : 118) aspek konteks dalam kegiatan evaluasi program merupakan berbagai hal yang keberadaannya bersifat eksternalitas, dan sebagai kondisi sudah ada dalam suatu program (antecedent variable), tetapi akan dapat berpengaruh terhadap proses penyelenggaraan dan pencapaian tujuan suatu program yang telah dirancang. Yang tercakup dalam aspek konteks suatu program yang dijadikan objek evaluasi disini misalnya keberadaan nilai-nilai dan norma yang berlaku di suatu masyarakat dimana program itu dikembangkan, keberadaan harapan masyarakat terhadap suatu program yang dirancang yang biasanya diwujudkan dalam bentuk visi dan misi. Aspek konteks dalam evaluasi program menjadi penting diidentifikasi dan dipertimbangkan dalam menentukan karakteristik program, proses suatu program, hasil suatu program, dan juga pertimbangan dalam memikirkan pengambilan keputusan sebagai alternatif tindak lanjut dari suatu program yang dijadikan objek evaluasi. Selain itu juga terdapat misi yang merupakan sebuah pernyataan yang menegaskan visi lewat pilihan bentuk atau garis besar jalan yang akan diambil untuk sampai pada visi yang telah lebih dulu dirumuskan. Sebagai konsep yang ideal visi misi ini harus diterjemahkan lagi dalam konsep yang lebih nyata dan terukur yaitu tujuan (objective). Tujuan dalam konteks ini tidak sama dengan tujuan yang dibahas didepan. Tujuan yang dibahas adalah tujuan dari konsep yang jauh lebih riil. Proses perumusan visi-misi maupun tujuan dari sebuah organisasi atau program bukanlah proses yang mudah dan tanpa perenungan. Proses ini adalah proses yang subyektif dan tergantung pada iklim organisasi. Yang terpenting adalah bagaimana membangun visi-misi dan tujuan melalui proses yang sedemokratis mungkin. Yang selanjutnya adalah bagaimana visi dan misi dapat mewujudkan sebuah tujuan yang riil dan terukur dalam perjalanan roda organisasi.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 Beberapa aspek pada komponen konteks yang belum efektif adalah belum sepenuhnya dipahami oleh semua komponen sekolah terkait penyelenggaraan program kurikulum 2013. Masyarakat belum memahami pentingnya visi sekolah. Misi sekolah berkaitan erat dengan visi, namun belum tersosialisasi dengan baik dan program sekolah belum sepenuhnya bisa terlaksana sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Pada komponen input, secara umum tampak bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung kurang efektif dalam mendukung implementasi kurikulum 2013. Ini menunjukkan bahwa aspek manajemen sekolah, kompetensi guru, sarana dan prasarana sekolah belum mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Dari analisis T-skor dengan frekuensi T-skor (+) = 19 < daripada frekuensi T-skor (-) = 26. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil negatif (-). Pada variabel input persentase F+ = 42,22% dan persentase F- = 57,78% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 15,56%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung ditinjau dari variabel input adalah kurang efektif. Kurang efektifnya hasil analisis pada variabel input disebabkan antara lain faktor sarana dan prasarana serta kompetensi. Terbatasnya bahan ajar dan buku-buku referensi pendidikan yang berkaitan dengan kurikulum 2013 seperti buku guru dan buku siswa yang tersedia pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung mengakibatkan sekolah sulit untuk mengembangkan materi pelajaran dalam pembelajaran yang dilakukan, keadaan seperti ini kurang mendukung efektivitas variabel input. Selain itu, sarana dan prasarana yang menunjang seperti teknologi informasi dan komunikasi (TIK) pada sekolah dasar negeri di Kecamatan Petang ini sangat minim. Kebanyakan sekolah belum memiliki alat TIK yang cukup untuk membantu guru dalam memfasilitasi siswa belajar sehingga pembelajaran yang
dilakukan hanya sekedar mengamati buku siswa, sehingga mengakibatkan kurang bertambahnya wawasan siswa dalam memahami dan mendalami materi yang diajarkan. Kompetensi guru-guru dalam mengembangkan materi pelajaran berorientasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung juga perlu ditingkatkan. Sebagian guru belum pernah mengikuti diklat atau seminar tentang implementasi kurikulum 2013 sehingga guru-guru kurang memahami rancangan pembelajaran yang sesuai kurikulum 2013 dan kebanyakan guru sulit mengimplementasikan pendekatan dalam kurikulum 2013 sehingga pembelajaran masih mengarah pada kurikulum 2006. Sehubungan dengan hal tersebut di atas diharapkan sekolah mampu meningkatkan efektivitas program implementasi kurikulum 2013. Hal ini dapat dilaksanakan dengan meningkatkan anggaran (dana) untuk seminar, diklat dan pengadaan sarana prasarana sekolah. Guru sebagai sumber daya manusia yang ada di sekolah mempunyai peran yang sangat menentukan dan merupakan kunci keberhasilan dalam mencapai tujuan institusi karena guru adalah pengelola pembelajaran bagi para siswa agar pembelajaran berjalan efektif dan efesien harus disediakan guru yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, baik jumlah, kualifikasi maupun spesialisasi. Posisi strategis guru dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesionalnya. Menurut Kurniasih (2014 : 13) guru memegang peranan sangat vital dalam kesuksesan pembelajaran. Guru dipandang dapat memainkan peran penting terutama dalam membantu peserta didik untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa ingin tahu, mendorong kemandirian dan ketepatan logika intelektual, serta menciptakan kondisi-kondisi untuk sukses dalam belajar. Guru merupakan pihak pertama yang paling bertanggung jawab dalam pentransferan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Menurut Silverius (dalam Kurniasih, 2014 : 14), guru adalah tokoh sentral pendidikan dalam upaya menyiapkan kader bangsa di masa depan, kunci sukses reformasi pendidikan. Beberapa pendapat diatas
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 mengisyaratkan bahwa keberhasilan sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang bermutu harus ditunjang oleh guru dan tenaga kependidikan yang profesional serta sarana dan prasarana. Menurut Kurniasih (2014 : 21) menyatakan guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Ciriciri guru yang profesional yaitu (1) memiliki pendidikan, keahlian dan keterampilan tertentu agar dapat melaksanakan tugas mengajar dengan baik melalui pendidikan dan dalam jabatan yang dilaksanakan secara terpadu, (2) standar kompetensi sesuai dengan tuntutan kinerja sebagai guru profesional, (3) sertifikasi dan lisesnsi sebagai tanda kewenangan melaksanakan tugas sebagai guru profesional, (4) kode etik guru yang mengatur perilaku guru sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, (5) pengakuan masyarakat yang menggunakan jasa guru melalui pemberian kedudukan sosial, proteksi jabatan, penghasilan dan status hukum yang lebih baik yang dibandingkan ketika guru masih dianggap sebagai suatu pekerjaan (vokasionan), dan (6) organisasi profesi guru yang mewadahi anggotanya dalam mempertahankan, memperjuangkan eksistensi dan kesejahteraan serta pengembangan profesional guru. Beberapa aspek pada variabel input yang belum efektif adalah (1) sumber daya manusia (menyangkut jumlah, kulifikasi pendidikan, kesesuaian kulifikasi dengan tugas, kompetensi). Kualifikasi pendidikan masih bervariasi (masih ada yang belum memenuhi standar (D2), masih ada yang kurang relevan dengan bidang tugasnya. (2) sarana dan peralatan pendukung (menyangkut kualitas, kuantitas dan kemutahiran. Dari segi kuantitas dan kualitas sarana dan peralatan masih jauh dari harapan ideal. Kemutahiran alat juga belum memenuhi persyaratan. Pada komponen proses, secara umum tampak bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung sudah efektif dalam mendukung implementasi kurikulum 2013. Ini menunjukkan bahwa aspek perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran (assessment) mendukung implementasi kurikulum 2013
pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Dari analisis T-skor dengan frekuensi T-skor (+) = 23 > daripada frekuensi T-skor (-) = 22. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil positif (+). Pada variabel konteks persentase F+ = 51,11% dan persentase F- = 48,89% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 2,22%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung ditinjau dari variabel proses adalah efektif. Ini berarti faktor yang terkait dengan variabel proses cukup memberi kontribusi pada implementasi kurikulum 2013. Sehubungan dengan hal tersebut sekolah perlu mempertahankan dan bahkan meningkatkan efektivitas variabel proses. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki proses perencanaan pembelajaran dengan cara memahami cara pencapaian kompetensi spiritual (KI-1), sosial (KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4) dalam pembelajaran, memilih pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa, serta menyusun alat peraga atau media pembelajaran sesuai indikator dan tujuan yang dicapai. Tidak hanya perencanaan, pelaksanaan pembelajaran juga perlu mendapat perhatian dengan cara memahami pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran untuk mengasah dan meningkatkan keaktifan siswa seperti pendekatan saintifik yang digunakan dalam pembelajaran kurikulum 2013, mengaitkan materi dengan realita kehidupan dan peningkatan keterampilan guru dalam mengolah dan memfasilitasi media pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran yang dicapai. Dalam penilaian pembelajaran, guru sebaiknya memahami dan mempraktekkan penilaian yang berkaitan dengan kurikulum 2013 seperti penilaian autentik dengan menilai proses dan hasil belajar siswa secara keseluruhan. Apabila hal ini dilaksanakan dengan baik maka efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung dapat berjalan dengan baik sesuai rencana. Sekolah yang bermutu memiliki efektivitas pembelajaran yang tinggi.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik. Menurut Kaufman & Thomas (dalam Mukhadis, 2013 : 118) proses dalam kegiatan evaluasi program adalah kejadian atau peristiwa proses terjadinya interaksi secara sistemik, integratif, holistik dan terancang antar variabel konteks dan input yang mengarah pada proses terjadinya perubahan sesuatu input peserta dan pelaksana program menjadi sesuatu yang sesuai dengan tujuan program. Berlangsungnya aspek proses dalam suatu program, efektivitas, efesiensi serta kemenarikan dalam mencapai suatu tujuan program sangat ditentukan oleh tingkat kualitas dan tingkat relevansi dari setiap jenis aspek input (sumber daya, raw input, dan software input) dan relevansi dan kesesuaian aspek konteksnya. Permendiknas No 41 tahun 2007 tentang standar proses mengisyaratkan agar terjadi pembelajaran yang efektif, pembelajaran harus diawali dengan perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran meliputi pengembang silabus dan RPP yang memuat skenario pembelajaran dan rencana evaluasinya. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Kegiatan inti menggunakan metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Dengan pembelajaran yang seperti itu, siswa akan mengalami belajar melalui pembelajaran individu (individual learning), pembelajaran melalui komunitas belajar (community learning) dan pembelajaran dengan diajarkan (learning by being taught). Dengan demikian pembelajaran akan memberikan peluang kepada siswa untuk mengkontruksi
pemahamannya baik melalui pengalaman belajar langsung maupun tidak langsung. Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dan terprogram melalui berbagai teknik dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis ataupun lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portopolio dan penilaian diri. Implikasi dari semua itu agar pembelajaran menjadi lebih efektif, dalam merancang pembelajaran guru perlu memahami pendekatan saintifik. Dengan adanya relevansi antara perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran akan menjadikan pembelajaran lebih bermakna. Evaluasi merupakan satu tahap siklus pembelajaran yang peranannya tidak bisa diabaikan. Dikatakan demikian karena evaluasi minimal dapat menghasilkan dua hal yaitu: pertama, sebagai umpan balik pada pembelajaran dan kedua, dapat memberikan informasi mengenai kualitas perolehan pada subjek didik. Kecenderungan evaluasi di sekolah yang lebih memfokus pada satu jenis sistem evaluasi yaitu penggunaan tes objektif secara berlebihan menimbulkan kerisauan yang serius di kalangan ahli maupun praktisi pendidikan, karena diprediksi hanya mampu menghasilkan pengembangan kognitif semata. Slameto (2001 : 40) mengatakan bahwa tes obyektif menuntut siswa untuk memilih beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan dan/atau memberi jawaban singkat atau mengisi titik-titik di tempat yang tersedia. Tes seperti ini sangat sedikit kontribusinya terhadap pembelajaran sehingga tidak tepat digunakan untuk semua penilaian yang dilakukan di sekolah. Evaluasi belajar yang teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 Beberapa aspek dalam variabel proses yang belum efektif adalah pembelajaran menyangkut perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran. Guru sudah mencoba menerapkan standar proses dalam pembelajaran namun masih belum didukung oleh perangkat pembelajaran yang baik. Masih banyak sarana dan prasarana penunjang pembelajaran yang belum mendukung pembelajaran seperti buku siswa dan buku guru serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sehingga guru kesulitan dalam memberikan kesempatan peserta didik untuk mengeksplorasi kemampuannya. Dalam penilaian pembelajaran, masih banyak menggunakan bentuk tes. Kurangnya inovasi dalam melakukan penilaian pembelajaran seperti melakukan penilaian autentik. Pada komponen produk, secara umum tampak bahwa sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung kurang efektif dalam mendukung implementasi kurikulum 2013. Ini menunjukkan bahwa prestasi akademik berupa aspek pengetahuan dan prestasi non-akademik berupa aspek sikap dan keterampilan belum mendukung implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung. Dari analisis T-skor dengan frekuensi T-skor (+) = 22 < daripada frekuensi T-skor (-) = 23. Hal ini berarti persentase T-skor (+) dan T-skor (-) menunjukkan hasil negatif (-). Pada variabel produk persentase F+ = 48,89% dan persentase F- = 51,11% selisih antara persentase F+ dengan F- adalah 2,22%. Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung ditinjau dari variabel produk adalah kurang efektif. Kurang efektifnya hasil analisis pada variabel produk disebabkan antara lain kurangnya peningkatan pemahaman siswa dalam aspek pengetahuan. Hal ini disebabkan karena dalam pembelajaran yang dilakukan, guru kurang menerapkan pendekatan saintifik yang berkaitan dengan kurikulum 2013 sehingga siswa lebih memahami materi pelajaran melalui proses mengingat daripada praktek langsung
seperti mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Pembelajaran lebih diorientasikan pada guru (teacher oriented) sedangkan siswa hanya sebagai objek yang melakukan kegiatan yang diberitahu guru tanpa mengolah sendiri informasi yang didapat. Apabila hal ini terus terjadi maka siswa akan sulit mengembangkan kreativitasnya dalam memahami materi pelajaran. Selain itu kurangnya peran guru dalam memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai media dalam memahami materi yang disampaikan, kurangnya sarana prasarana penunjang seperti teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam memfasilitasi pembelajaran dan kurangnya pembinaan dari guru dalam melakukan remedial atau pengayaan pada siswa yang belum mencapai tujuan kompetensi. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, diharapkan sekolah mampu meningkatkan efektivitas implementasi kurikulum 2013 dalam aspek produk. Sasaran evaluasi hasil belajar meliputi tiga ranah pokok yaitu ranah kognitif (pengetahuan/pemahaman), ranah afektif (sikap dan nilai) dan ranah keterampilan (Hamalik, 2001 : 161). Ketiga ranah tersebut dapat dinilai berjalan dengan baik sesuai program yang direncanakan apabila menghasilkan kualitas suatu produk yang baik pula. Menurut Tjiptono dan Diana (dalam Arka, 2011 : 184) kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Apabila dikaitkan dengan sektor pendidikan sebagai organisasi nonprofit maka kualitas ini dapat dilihat dari bagaimana lembaga pendidikan mampu memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pendidikan yang terukur melalui kualitas tamatan dari lembaga pendidikan tersebut. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa untuk melihat efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung dapat dilihat dari kualitas produknya. Dalam manajemen sekolah produk difokuskan pada sekolah yang memiliki output yang diharapkan. Output sekolah adalah prestasi sekolah
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 yang dihasilkan oleh pembelajaran dan manajemen di sekolah. Pada umumnya, output dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu output prestasi akademik (academic achievement) berupa aspek pengetahuan siswa dan output prestasi non-akademik (non-academic achievement) berupa aspek sikap dan aspek keterampilan siswa. Output prestasi akademik misalnya ujian nasional, lomba karya ilmiah remaja, lomba (Bahasa Inggris, Matematika, Fisika), cara berpikir (kritis, kreatif/divergen, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Output non-akademik misalnya keingintahuan yang tinggi, kejujuran, disiplin yang tinggi, bertanggung jawab, peduli sosial dan lingkungan, berperilaku santun dan percaya diri dalam pembelajaran, prestasi olahraga, kesenian dan kepramukaan. Pada komponen produk beberapa indikator yang menyebabkan belum efektif antara lain prestasi akademik siswa berupa aspek pengetahuan karena sarana prasarana pendukung pembelajaran yang masih kurang dan kurangnya guru dalam mengaplikasikan pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Sedangkan pada aspek psikomotor (keterampilan) siswa masih jarang diberikan tugas portofolio dan tugas proyek untuk menambah pemahaman mengenai materi yang diajarkan. Pada aspek sikap sudah efektif dalam mengimplementasikan kurikulum 2013.
sekolah atau dengan pihak lain untuk penyediaan dan penambahan fasilitas atau sarana prasarana sekolah sebagai penunjang pendidikan dalam mengimplementasikan kurikulum 2013. Selain itu Kepala Sekolah sebaiknya memfasilitasi atau memberi kesempatan kepada guru-guru dalam pendidikan dan latihan mengenai kurikulum 2013 sehingga guru dapat memahami dan mendalami kegiatan yang terkait dengan implementasi kurikulum 2013 baik dalam hal penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran maupun penilaian yang digunakan dalam mendukung implementasi kurikulum 2013. Guru dapat meningkatkan efektivitas implementasi kurikulum 2013 di sekolah melalui pembelajaran yang dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran yang berpatokan kurikulum 2013. Ketiga, bagi peneliti lain yang ingin meneliti permasalahan serupa tentang efektivitas implementasi kurikulum 2013 pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung disarankan melakukan penelitian yang lebih mendalam sampai variabel outcome sehingga menghasilkan penelitian yang leih sempurna.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi kurikulum 2013 ditinjau dari CIPP pada sekolah dasar negeri di wilayah pedesaan Kabupaten Badung tergolong kurang efektif. Berdasarkan simpulan di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu pertama Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Badung sebaiknya memfasilitasi sekolah-sekolah dalam bidang sarana dan prasarana pendidikan sehingga sekolah dapat mengimplementasikan kurikulum 2013 dengan baik. Kedua, Kepala sekolah senantiasa bekerjasama dengan komite
Abdul Jabar. 2010. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika Aditama. Arikunto, Suharsimi, dan Cepi Safruddin
---------, 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Arka, I Made. 2011. Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional di RSBI SDN Tulangampiang Denpasar Bali. Universitas Pendidikan Ganesha: Program Pasca Sarjana. Daryanto, Haji. 2008. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 Gregory, J. Robert. 2000. Psychological Testing, History, Principles and Applications. Boston: Allyn and Bacon.
Hamalik, Oemar. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Iskandar. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan Kualitatif). Jakarta: Gaung Persada Press.
Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Jakarta: Kata Pena. Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mukhadis.A.2013. Evaluasi Program Pembelajaran Bidang Teknologi. Malang: Bayumedia Publishing. Slameto. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Wikipedia. 2013. “RTRW Kabupaten Badung”. tersedia pada www.bappeda.badungkab.go.id/berit a-25-perda-26-tahun-2013-tentangrtrw-kabupatenbadung.html. (diakses tanggal 2 Januari 2015).