PARADIGMA IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 DI SEKOLAH DASAR: PROBLEM DAN PENYELESAIANNYA Ahmad Sabri Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Imam Bonjol Padang
Abstract, The curriculum as a component of education contributed enormously to the achievement of national education goals defined in the Law on National Education. But along with the change of the curriculum that has been going on the last couple of times and was marked by the implementation of Curriculum 2013 instead of Curriculum 2006 (KTSP), always cause problems, especially for teachers as curriculum implementers spearhead the unit level, especially the teachers in Primary Schools. Among the issues that arise in the implementation of the 2013 curriculum was inequitable learning facilities provided to the students and the lack of preparedness of teachers in implementing the demands of Curriculum 2013, especially in the application of the scientific approach.The paradigm of curriculum implementation 2013 in primary schools has led to a variety of problems, including with regard to students and teachers. Problems related to student learning facilities such as the unequal distribution of books that should be owned by every student. Problems related to the lack of preparedness of teachers as teachers in implementing the curriculum 2013 in accordance with its demands, especially in the use of scientific approaches to learning and assessment of student learning outcomes. To solve the first problem required policies of each educational unit leaders to use the funds to finance school photocopying textbooks for students. Meanwhile, to solve the problems that both the principal in collaboration with the Ministry of Education and Culture needs to socialize intensive curriculum 2013 and continuously while meeting the teacher accommodation to participate in the socialization of the curriculum 2013. Keywords: Curriculum 2013 implementation, primary school Abstrak: Kurikulum sebagai komponen pendidikan memberi kontribusi yang sangat besar bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan dalam Undang-Undang Sisdiknas. Namun seiring dengan pergantian kurikulum yang telah berlangsung beberapa kali dan terakhir ditandai dengan diberlakukannya Kurikulum 2013 sebagai ganti dari Kurikulum 2006 (KTSP), selalu saja menimbulkan masalah terutama bagi para guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, terutama para guru di Sekolah Dasar. Di antara persoalan yang muncul dalam implementasi kurikulum 2013 tersebut adalah tidak meratanya fasilitas belajar yang disediakan bagi peserta didik serta minimnya kesiapan guru dalam mengimplementasikan berbagai tuntutan Kurikulum 2013 terutama dalam penerapan pendekatan saintifik. Paradigma implementasi kurikulum 2013 di Sekolah Dasar telah memunculkan berbagai problem, di antaranya berkaitan dengan peserta didik dan guru. Problem yang berkaitan dengan peserta didik seperti tidak meratanya fasilitas belajar berupa bu-ku yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Problem yang berkaitan dengan guru seperti minimnya kesiapan guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 sesuai dengan tuntutan-tuntutannya terutama dalam penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran dan penilaian hasil belajar peserta didik. Untuk mengatasi problem yang per-tama diperlukan kebijakan setiap pimpinan satuan pendidikan untuk memanfaatkan dana sekolah guna mem-biayai fotokopi buku pelajaran untuk peserta didik. Sementara untuk mengatasi problem yang kedua kepala sekolah bekerjasama dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu melakukan sosialisasi kurikulum 2013 secara intensif dan berkesinambungan sekaligus memenuhi akomodasi guru untuk mengikuti kegiatan so-sialisasi Kurikulum 2013 tersebut. Kata kunci: Implementasi kurikulum 2013, Sekolah Dasar
A. Pendahuluan Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Oleh karenanya tidak heran apabila pendidikan dalam segala aspeknya selalu mendapat prioritas utama dari serangkaian agenda
461
pemerintahan di samping bidang politik, ekonomi dan kebudayaan. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 secara tegas menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pem-
Ahmad Sabri: Paradigma Implementai Kurikulum 2013 | 462
belajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya pada Pasal 3 dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan menempati kedudukan yang sangat penting sekaligus memberikan kontribusi yang sangat besar bagi terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Sebagai sebuah sistem, pendidikan terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang satu sama lain memiliki kaitan yang sangat erat sehingga sulit untuk dipisahkan. Diantara unsur atau komponen pendidikan tersebut adalah kurikulum. Menurut Idi (2011:3) kurikulum merupakan alat bagi keberhasilan pendidikan. Hamalik (2008:5) mengatakan bahwa kurikulum merupakan suatu program kegiatan terencana (program of planned activities). Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat dapat dipastikan akan sulit mencapai visi, misi serta tujuan dan sasaran pendidikan yang diinginkan, karena kurikulum memuat sejumlah program yang dilaksanakan dalam pembelajaran. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, maka kurikulum yang berlaku adalah kurikulum yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang pengembangannya dapat dilakukan pada masing-masing satuan pendidikan. Dalam sejarah pendidikan di Indonesia sudah beberapa kali diadakan perubahan dan perbaikan kurikulum yang tujuannya sudah tentu
untuk menyesuaikannya dengan perkembangan dan kemajuan zaman, guna mencapai hasil yang maksimal. Mengubah kurikulum sering berarti turut mengubah manusia, yaitu guru, pembina dan pengasuh pendidikan. Itulah sebabnya perubahan kurikulum dianggap sebagai perubahan sosial (social change), development (pembaharuan) atau inovasi. Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian dan dapat pula menyeluruh, tergantung tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terakhir terjadi perubahan dari kurikulum 2006 (KTSP) menjadi kurikulum 2013 yang secara resmi mulai diberlakukan sejak tanggal 15 Juli 2013. Persoalan yang muncul adalah setiap kali terjadi perubahan kurikulum, justru menimbulkan masalah-masalah baru terutama di kalangan internal lembaga pendidikan. Baik Kepala Sekolah/Madrasah dan juga para guru terpaksa harus mempelajari dan memahami kurikulum baru tersebut, baik secara teoritis maupun praktiknya dalam kegiatan pembelajaran. Bahkan seringkali muncul di lapangan bahwa upaya penerapan kurikulum baru tidak didukung dengan kemampuan guru serta sarana dan prasarana yang memadai. Akibatnya visi, misi dan tujuan kurikulum menjadi sulit untuk diwujudkan. Kondisi semacam ini terutama sangat dirasakan oleh para guru di Sekolah Dasar karena peserta didik yang dihadapi adalah individu-individu yang secara psikologis masih berada pada tahap berpikir konkrit sehingga sulit diarahkan untuk berpikir abstrak sebagaimana tuntutan kurikulum 2013. Sebagaimana diketahui Sekolah Dasar merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan enam tahun dan juga sebagai bagian dari pendidikan dasar (Bafadal, 2003: 3). Memaksakan peserta didik usia SD untuk berpikir abstrak jelas sangat bertentangan dengan kodrat kemanusiaannya. B. Pembahasan Kurikulum 2013 pada dasarnya merupakan penyempurnaan kurikulum sebelumnya (kurikulum 2006). Kurikulum 2013 disusun atas dasar landasan, tujuan, dan proses pembelajaran. Ketiga aspek ini penting untuk diketahui sehingga jelas kemana arah pendidikan nasional Republik Indonesia.
463 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 461-471
1. Landasan Berdasarkan dokumen kurikulum 2013, terdapat empat landasan yang mendasari dilakukannya penyempurnaan kurikulum yang selama ini diberlakukan di Indonesia, yaitu: landasan yuridis, landasan filosofis, landasan teoritis dan landasan empiris (Dokumen Kurikulum 2013: 2-7). a. Landasan Yuridis Secara konseptual, kurikulum adalah suatu respon pendidikan terhadap kebutuhan masyarakat dan bangsa dalam membangun generasi muda bangsanya. Secara pedagogis, kurikulum adalah rancangan pendidikan yang memberi kesempatan untuk peserta didik mengembangkan potensi dirinya dalam suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai dengan kemampuan dirinya untuk memiliki kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsanya. Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan publik yang didasarkan kepada dasar filosofis bangsa dan keputusan yuridis di bidang pendidikan. Landasan yuridis kurikulum adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, Undangundang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (Majid, 2014: 29). Pengembangan kurikulum 2013 juga merupakan amanat Rencana Pendidikan Menengah Nasional (RJPMN). Landasan Yuridis pengembangan kurikulum 2013 lainnya adalah Instruksi Presiden RI tahun 2010 tentang Pendidikan Karakter, Pembelajaran Aktif dan Pendidikan Kewirausahaan (Majid, 2014: 29). b. Landasan Filosofis Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu, pendidikan berfungsi mengembangkan segenap potensi peserta didik “menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab” Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional maka pengembangan kurikulum harus berakar pada budaya bangsa, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Pendidikan berakar pada budaya bangsa. Proses pendidikan adalah suatu proses pengembangan potensi peserta didik sehingga mereka mampu menjadi pewaris dan pengembang budaya bangsa. Melalui pendidikan berbagai nilai dan keunggulan budaya di masa lampau diperkenalkan, dikaji, dan dikembangkan menjadi budaya dirinya, masyarakat, dan bangsa yang sesuai dengan zaman dimana peserta didik tersebut hidup dan mengembangkan diri. Kemampuan menjadi pewaris dan pengembang budaya tersebut akan dimiliki peserta didik apabila pengetahuan, kemampuan intelektual, sikap dan kebiasaan, keterampilan sosial memberikan dasar untuk secara aktif mengembangkan dirinya sebagai individu, anggota masyarakat, warganegara, dan anggota umat manusia. Pendidikan juga harus memberikan dasar bagi keberlanjutan kehidupan bangsa dengan segala aspek kehidupan bangsa yang mencerminkan karakter bangsa masa kini. Oleh karena itu, konten pendidikan yang mereka pelajari tidak semata berupa prestasi besar bangsa di masa lalu tetapi juga hal-hal yang berkembang pada saat kini dan akan berkelanjutan ke masa mendatang. Berbagai perkembangan baru dalam ilmu, teknologi, budaya, ekonomi, sosial, politik yang dihadapi masyarakat, bangsa dan umat manusia dikemas sebagai konten pendidikan. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini memberi landasan bagi pendidikan untuk selalu terkait dengan kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, kemampuan berpartisipasi dalam membangun kehidupan bangsa yang lebih baik, dan memposisikan pendidikan yang tidak terlepas dari lingkungan sosial, budaya, dan alam. Konten pendidikan dari kehidupan bangsa masa kini akan memberi makna yang lebih berarti bagi keunggulan budaya bangsa di masa lalu untuk digunakan dan dikembangkan sebagai bagian dari kehidupan masa kini.
Ahmad Sabri: Paradigma Implementai Kurikulum 2013 | 464
Peserta didik yang mengikuti pendidikan masa kini akan menggunakan apa yang diperolehnya dari pendidikan ketika telah menyelesaikan pendidikan 12 tahun dan berpartisipasi penuh sebagai warganegara. Atas dasar pikiran itu maka konten pendidikan yang dikembangkan dari warisan budaya dan kehidupan masa kini perlu diarahkan untuk memberi kemampuan bagi peserta didik menggunakannya bagi kehidupan masa depan terutama masa dimana dia telah menyelesaikan pendidikan formalnya. Dengan demikian sikap, keterampilan dan pengetahuan yang menjadi konten pendidikan harus dapat digunakan untuk kehidupan paling tidak satu sampai dua dekade dari sekarang. Artinya, konten pendidikan yang dirumuskan dalam Standar Kompetensi Lulusan dan dikembangkan dalam kurikulum harus menjadi dasar bagi peserta didik untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan kehidupan mereka sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan warganegara yang produktif serta bertanggungjawab di masa mendatang. Majid (2014: 30-31) memformulasikan beberapa landasan filosofis pengembangan kurikulum 2013, yaitu: 1) Kurikulum berakar pada budaya bangsa. Berdasarkan filosofi ini kurikulum memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dari budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai yang penting dan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan nasional menjadi nilai budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. 2) Kurikulum dikembangkan berdasarkan filosofi eksperimentalisme yang berpandangan bahwa proses pendidikan adalah upaya yang mendekatkan apa yang dipelajari di sekolah dengan apa yang terjadi di masyarakat. 3) Filosofi rekonstruksi sosial yang memberikan dasar bagi pengembangan kurikulum untuk menempatkan peserta didik sebagai subjek yang peduli pada lingkungan sosial, alam, dan lingkungan budaya. 4) Filosofi esensialisme, perenialisme dan eksistensialisme.
c. Landasan Teoritis Kurikulum dikembangkan atas dasar teori pendidikan berdasarkan standar (standar based education) dan teori pendidikan berbasis kompetensi. Pendidikan berdasarkan standar adalah pendidikan yang menetapkan standar nasional sebagai kualitas minimal hasil belajar yang berlaku untuk setiap kurikulum. Standar kualitas nasional dinyatakan sebagai Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan tersebut adalah kualitas minimal lulusan suatu jenjang atau satuan pendidikan. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Standar Kompetensi Lulusan dikembangkan menjadi Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan yaitu SKL SD, SMP, SMA, SMK. Standar Kompetensi Lulusan satuan pendidikan berisikan 3 (tiga) komponen yaitu kemampuan proses, konten, dan ruang lingkup penerapan komponen proses dan konten. Komponen proses adalah kemampuan minimal untuk mengkaji dan memproses konten menjadi kompetensi. Komponen konten adalah dimensi kemampuan yang menjadi sosok manusia yang dihasilkan dari pendidikan. Komponen ruang lingkup adalah keluasan lingkungan minimal dimana kompetensi tersebut digunakan, dan menunjukkan gradasi antara satu satuan pendidikan dengan satuan pendidikan di atasnyaserta jalur satuan pendidikan khusus (SMK, SDLB, SMPLB, SMALB). Kompetensi adalah kemampuan seseorang untuk bersikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan suatu tugas di sekolah, masyarakat, dan lingkungan tempat yang bersangkutan berinteraksi. Dalam kurikulum 2004 dinyatakan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Depdiknas, 2004: 2). Kurikulum dirancang untuk memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik untuk mengembangkan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk membangun kemampuan tersebut. Hasil dari pengalaman belajar tersebut akan menggambarkan manusia dengan kualitas yang dinyatakan dalam SKL.
465 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 461-471
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada SKL. Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi rencana tertulis, konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit organisasi konten terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata pelajaran lain yaitu sikap dan keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum. d. Landasan Empiris Pada saat ini perekonomian Indonesia terus tumbuh di tengah bayang-bayang resesi dunia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 2005 sampai dengan 2008 berturut-turut 5,7%, 5,5%, 6,3%, 2008: 6,4% (Majid, 2014: 31). Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN sebesar 6,5 – 6,9 %. Momentum pertumbuhan ekonomi ini harus terus dijaga dan ditingkatkan. Generasi muda berjiwa wirausaha yang tangguh, kreatif, ulet, jujur, dan mandiri, sangat diperlukan untuk memantapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan. Generasi seperti ini seharusnya tidak muncul karena hasil seleksi alam, namun karena hasil gem-
blengan pada tiap satuan pendidikan dengan kurikulum sebagai pengarahnya. Sebagai bangsa yang besar dari segi geografis, suku bangsa, potensi ekonomi, dan beragamnya kemajuan pembangunan dari satu daerah ke daerah lain, sekecil apapun ancaman disintegrasi bangsa masih tetap ada. Kurikulum harus mampu membentuk manusia Indonesia yang mampu menyeimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat untuk memajukan jatidiri sebagai bagian dari bangsa Indonesia dan kebutuhan untuk berintegrasi sebagai satu entitas bangsa Indonesia. Dewasa ini, kecenderungan menyelesaikan persoalan dengan kekerasan dan kasus pemaksaan kehendak sering muncul di Indonesia. Kecenderungan ini juga menimpa generasi muda, misalnya pada kasus-kasus perkelahian massal. Walaupun belum ada kajian ilmiah bahwa kekerasan tersebut bersumber dari kurikulum, namun beberapa ahli pendidikan dan tokoh masyarakat menyatakan bahwa salah satu akar masalahnya adalah implementasi kurikulum yang terlalu menekankan aspek kognitif dan keterkungkungan peserta didik di ruang belajarnya dengan kegiatan yang kurang menantang. Oleh karena itu, kurikulum perlu direorientasi dan direorganisasi terhadap beban belajar dan kegiatan pembelajaran yang dapat menjawab kebutuhan ini. Berbagai elemen masyarakat telah memberikan kritikan, komentar, dan saran berkaitan dengan beban belajar peserta didik, khususnya peserta didik SD. Beban belajar ini secara kasatmata terwujud pada beratnya beban buku yang harus dibawa ke sekolah. Beban belajar ini salah satunya berhulu dari banyaknya mata pelajaran yang ada di tingkat SD. Oleh karena itu, kurikulum pada tingkat SD perlu diarahkan kepada peningkatan 3 (tiga) kemampuan dasar, yakni baca tulis, hitung serta pembentukan karakter. 2. Tujuan Berdasarkan Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, bahwa Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar
Ahmad Sabri: Paradigma Implementai Kurikulum 2013 | 466
memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. 3. Proses Pembelajaran Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematikterpadu dari Kelas I sampai Kelas VI. Mata pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dikecualikan untuk tidak menggunakan pembelajaran tematik-terpadu. Pembelajaran tematik terpadu merupakan pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran ke dalam berbagai tema. Esensi pembelajaran tematik adalah berupaya memberikan pengalaman belajar yang meaningfull bagi peserta didik melalui kajian interdisipliner. Misalnya suatu topik bahasan dapat didekati dari perspektif berbagai disiplin ilmu. Tim Pengembang PGSD-II dan S2 mengartikan, pembelajaran tematik adalah suatu konsep pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada peserta didik. Bermakna artinya, peserta didik memperoleh suatu struktur kognitif yang terpadu, konsep-konsep yang dipelajari peserta didik diperoleh melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep-konsep yang sudah mereka pahami. Khusus di Sekolah Dasar telah ditentukan tema-tema yang dipelajari mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI. Tema-tema tersebut dapat dilihat pada tabel 1 berikut. Tabel 1 Daftar Tema Pembelajaran pada Setiap Kelas di SD/MI Kelas I 1.Diri Sendiri
2.Kegemaranku
Kelas II
Kelas III
1. Hidup Rukun 1. Sayangi hewan dan tumbuhan di sekitar 2. Bermain di lingkunganku
2. Pengalaman yang mengesankan
3. Kegiatanku 4. Keluargaku
3. Tugasku sehari-hari 4. Aku dan sekolahku
3. Mengenal cuaca dan musim 4. Ringan sama dijinjing berat sama dipikul
5.Pengalamanku
5. Hidup bersih dan sehat
5. Mari kita bermain dan berolahraga
6. Lingkungan bersih, sehat dan asri
6. Air, bumi dan matahari
6. Indahnya persahabatan
7. Benda, bina- 7.Merawat hetang dan tawan dan tum naman di buh-tumbuhan sekitarku 8. Peristiwa 8.Keselamatan alam di rumah dan perjalanan
7. Mari kita hemat energi untuk masa depan 8. Berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari 9. Menjaga kelestarian lingkungan
Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
1. Indahnya
1. Bermain de- 1. Selamatkan ngan bendamakhluk hidup kebersama benda di an sekitar
2. Selalu berhemat energi
2. Peristiwa dalam kehidupan
2. Persatuan dalam perbedaan
3. Peduli ter- 3. Hidup rukun 3. Tokoh dan pehadap makh nemu luk hidup 4. Berbagai pekerjaan
4. Sehat itu penting
5. Menghargai jasa pahlawan
5. Bangga se- 5. Wirausaha bagai bangsa Indonesia
6. Indahnya negeriku
6. Kesehatan masyarakat
7.
Cita-citaku
8.
Daerah tempat tinggalku
4. Globalisasi
467 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 461-471
9. Makanan se hat dan bergizi
(Sumber: Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah) Kurikulum 2013 juga memperkenalkan pendekatan baru dalam pembelajaran yaitu pendekatan saintifik (scientific), yang pada pembelajaran sains lebih dikenal dengan istilah pendekatan keterampilan proses sains. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Upaya penerapan pendekatan saintifik/ilmiah dalam pembelajaran sering disebut sebagai ciri khas dan kekuatan kurikulum 2013. Demikian halnya Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum juga disebutkan bahwa untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum, kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip-prinsip berikut: a. Berpusat pada peserta didik b. Mengembangkan kreativitas peserta didik c. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang d. Bermuatan nilai etika, estetika, logika dan kinestetika e. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien dan bermakna. Melalui pendekatan saintifik ada beberapa langkah yang perlu dipahami oleh guru dalam membelajarkan peserta didik, yaitu: a. Peserta didik harus dihadapkan pada fenomena konkret baik fenomena alam, sosial, maupun budaya, dengan harapkan mereka benar-benar dihadapkan pada kondisi nyata dan otentik b. Dari fenomena tersebut akan tumbuh inkuiri peserta didik dengan melakukan
pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi. c. Untuk memperoleh jawab pertanyaan tersebut peserta didik difasilitasi untuk menggali, mengkaji, memahami permasalahan melalui serangkaian kegiatan seperti mengeksplor perpustakaan (study library), mencari narasumber langsung (study lapangan) ataupun melakukan percobaan (study experiment) yang pada intinya mereka memperoleh jawaban dari pertanyaan mereka d. Sebagai langkah terakhir setelah mendapatkan data yang valid dari berbagai sumber, peserta didik harus mampu mengkomunikasikan hasil temuan mereka dalam forum diskusi kelas untuk mendapatkan penguatan baik dari peserta didik lain maupun guru. 4. Problem Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar Meskipun implementasi kurikulum 2013 sudah berjalan kurang lebih satu tahun sejak diberlakukannya, namun sampai hari ini implementasi kurikulum tersebut masih mendapat banyak komentar, baik dari pakar pendidikan maupun praktisi pendidikan itu sendiri. Hal ini antara lain ditandai dengan banyaknya keluhankeluhan dari para guru dan juga kepala sekolah/ madrasah mengenai kebijakan-kebijakan yang tergolong baru sebagai konsekuensi diberlakukannya kurikulum 2013 tersebut. Lebih lanjut berikut dikemukakan beberapa problem dalam implementasi kurikulum 2013 di Sekolah Dasar khususnya. a. Tidak meratanya fasilitas belajar yang disediakan bagi peserta didik. Semenjak adanya keinginan dan niat pemerintah – dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI – untuk menyempurnakan kurikulum 2006 menjadi kurikulum 2013, sesungguhnya telah ada komitmen untuk menyediakan fasilitas belajar berupa buku pelajaran yang diberikan secara gratis kepada setiap peserta didik. Niat semacam itu tentunya sangat diapresiasi oleh setiap orang tua karena dengan begitu secara tidak langsung orang tua tidak lagi harus mengeluarkan sejumlah
Ahmad Sabri: Paradigma Implementai Kurikulum 2013 | 468
biaya untuk membeli buku-buku pelajaran yang berkaitan dengan tuntutan kurikulum 2013. Akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembagian bukubuku tersebut justru tidak merata pada setiap satuan dan jenjang pendidikan. Sebagian sekolah/madrasah justru dapat membagikan buku-buku pelajaran kepada setiap peserta didiknya, namun pada sebagian sekolah/madrasah para peserta didik harus terlebih dahulu memfotokopi buku-buku pelajaran tersebut agar mereka dapat mempelajarinya. Untuk memfotokopi buku-buku pelajaran tersebut mau tidak mau orang tua harus mengeluarkan sejumlah biaya. Keadaan semacam ini menjadi satu problem yang timbul dalam implementasi kurikulum 2013. Dengan arti kata, ada ketidaksesuaian antara harapan dan keinginan masyarakat (orang tua) dengan kondisi faktual yang muncul di lapangan. b. Minimnya kesiapan guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah ujung tombak pelaksana kurikulum pada setiap satuan pendidikan. Tanpa guru maka kurikulum tidak akan terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Sehubungan dengan telah diberlakukannya kurikulum 2013 pada setiap satuan pendidikan, maka tidak sedikit guru yang merasakan kesulitan dalam memahami konsep-konsep serta prosedur penerapan kurikulum tersebut, baik pendekatan, metode maupun mekanisme penilaiannya yang lebih dikenal dengan penilaian autentik. Penilaian otentik merupakan ciri khas kurikulum 2013. Pelaksananya mengukur masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran (Permendikbud 81A tahun 2013). Melaksanakan penilaian autentik, seperti yang dijelaskan dalam panduan penilaian proses dan hasil belajar dari Direktorat PSMA menyatakan bahwa dalam melaksanakan penilaian autentik guru hendaknya memperhatikan tujuh kriteria berikut:
1) Dilakukan secara menyeluruh untuk menilai masukan, proses, dan keluaran pembelajaran 2) Terpadu dengan pembelajaran 3) Menilai kesiapan, proses, dan hasil belajar peserta didik secara utuh 4) Meliputi ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan 5) Relevan dengan pendekatan ilmiah dalam pembelajaran 6) Tidak hanya mengukur yang diketahui peserta didik, tetapi mengukur yang dilakukan peserta didik. Pada panduan pelaksanaan Kurikulum 2013, Pemendikbud 81A, menjelaskan bahwa yang menjadi sasaran penilaian ialah proses dan hasil belajar peserta didik. Penilaian proses meliputi aktivitas mengamati, menanya; mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Yang termasuk aktivitas dalam mengamati adalah menyimak, membaca, dan melihat. Aktivitas menanya meliputi kegiatan mengajukan pertanyaan tentang informasi yang belum dipahami peserta didik dari yang diamatinya. Karena itu pembelajaran dianjurkan dimulai dari peserta didik mencari tahu dengan cara bertanya dengan benar. Pada langkah ini peserta didik merumuskan pertanyaan untuk merumuskan yang ingin dipelajarinya. Karenanya pertanyaan selain menggali rasa ingin tahunya, juga dapat menggali ruang pikiran untuk mengembangkan dugaan sementara atau hipotesis. Untuk menjawab pertanyaan yang telah diajukannya peserta didik mencoba menghimpun informasi dengan cara membaca sumber belajar yang ada dalam kelas, mengamati objek, mengamati kejadian, melakukan percobaan, mengadakan wawancara dari nara sumber, menonton filem, melakukan kunjungan ke perpustakaan, mengeksplorasi dari internet, atau menggali sumber lain seperti diskusi dengan teman dalam kelompok. Di sini terkandung kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Kegiatan dilanjutkan dengan mengolah informasi yang sudah peserta didik himpun. Pengolahan informasi seperti menganalisis, me-
469 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 461-471
ngelompokkan data yang sejenis, membandingkan perbedaan, membandingkan konsep yang bertentangan sehingga peserta didik dapat menambah keluasan dan kedalaman informasi. Melalui pengolahan informasi peserta didik menentukan solusi atas masalah yang telah mereka rumuskan dalam kegiatan awal pembelajaran. Berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai pada yang bertentangan. Dari hasil analisis peserta didik mencoba merumuskan kesimpulan. Dalam proses ini sebenarnya peserta didik mengembangkan pengalaman menalar atau mengasosiasi. Pada proses mengolah informasi peserta didik perlu mendapatkan dorongan untuk bersikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, serta menerapkan keterampilan berpikir, menerapkan prosedur dan menafsirkan data sehingga dapat memperoleh kesimpulan. Kegiatan inti berikutnya adalah menyampaikan hasil pengamatan atau mengkomunikasikan kesimpulan. Pada tahap ini peserta didik belajar untuk mengkomunikasikan materi yang mereka pelajari baik secara lisan, tertulis, atau menggunakan media. Data hasil penilaian meliputi data perkembangan belajar peserta didik dalam proses pelaksanaan belajar seharihari hasil pengamatan guru, penilaian diri, dan penilaian teman, hasil ulangan harian lisan maupun tulisan, nilai hasil karya, dan nilai tugas yang terhimpun menjadi nilai portofolio. Meskipun saat ini pemerintah masih terus melakukan sosialisasi kurikulum 2013 secara bertahap, yang dimulai dari pimpinan setiap lembaga pendidikan hingga kepada guru-guru mata pelajaran, yang jelas upaya mensosialisasikan kurikulum tersebut belum merata untuk seluruh guru. Bahkan tidak jarang pula ditemukan guru-guru yang sudah mengikuti sosialisasi kurikulum sekalipun justru masih mengalami kesulitan untuk mengimplementasikan kurikulum 2013. Faktor utama penyebab timbulnya persoalan ini adalah karena mindset guru yang telah terpola dengan implementasi kurikulum 2006 dengan berbagai pendekatan dan metodenya. Merubah mindset guru seperti itu tidak mudah, karena sudah berpuluh tahun guru mengajar dengan model ala bank. Tidak mudah bila tiba-tiba guru harus berubah menjadi
seorang fasilitator dan motivator. Mengubah mindset guru itulah pekerjaan rumah tersendiri bagi Kemendikbud dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013. Kegagalan mengubah mindset guru akan menjadi sumber kegagalan implementasi Kurikulum 2013. Persoalannya adalah perubahan mindset guru tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat, melainkan butuh waktu bertahun-tahun, padahal Kurikulum 2013 itu harus dilaksanakan dalam waktu secepatnya. Komprominya adalah persoalan teknis dilatihkan dalam waktu satu minggu, tapi perubahan mindset harus dilakukan terusmenerus dengan cara mendorong guru untuk terus belajar. 5. Alternatif Pemecahan Masalah Persoalan-persoalan yang muncul dalam implementasi kurikulum 2013 sebagaimana dipaparkan di atas, baik yang terkait dengan peserta didik maupun guru sebagai sasaran utama kurikulum, tentu perlu mendapat jalan keluar agar tidak larut dalam satu kesulitan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesulitan lain. Untuk itu, berikut dikemukakan beberapa alternatif pemecahan masalah dalam implementasi kurikulum 2013. Pertama, adanya kebijakan setiap satuan pendidikan untuk menanggulangi ketidakmerataan buku pelajaran yang harus dimiliki masing-masing peserta didik. Hal ini penting karena buku merupakan sumber utama bahan/ materi ajar di samping sumber-sumber informasi dan pengetahuan lainnya, baik melalui media massa maupun elektronik. Untuk mewujudkan upaya tersebut antara lain dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan dana simpanan sekolah atau dana tak terduga, baik yang bersumber dari sumbangan peserta didik maupun sumber-sumber lain, sehingga para peserta didik tidak lagi selalu dibebani dengan biaya fotokopi buku pelajaran. Hal ini penting menjadi bahan pemikiran bagi setiap unsur pimpinan lembaga pendidikan sehingga janji dan komitmen pemerintah sejak awal ketika hendak merealisasikan kurikulum 2013 tetap terwujud di lapangan. Kedua, perlu dilakukan sosialisasi kurikulum 2013 secara intensif dan berkesinambungan untuk seluruh guru, baik oleh
Ahmad Sabri: Paradigma Implementai Kurikulum 2013 | 470
kepala sekolah maupun pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Sosialisasi kurikulum dalam hal ini terutama berkaitan dengan teknik penerapan pendekatan saintifik dan tematik dalam kegiatan pembelajaran serta penilaian hasil belajar peserta didik. Berdasarkan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum, proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan saintifik terdiri atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu: mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Mengolah informasi
Tabel 2 Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik Berdasarkan Kurikulum 2013 Langkah Pembelajaran Mengamati
Menanya
Mengumpulkan informasi/ Eksperimen
Kegiatan Belajar Membaca,mendengar,menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat) Mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik) - Melakukan eksperimen - Membaca sumber lain selain buku teks - Mengamati objek/kejadian - Aktivitas - Wawancara dengan nara sumber
Kompetensi yang Dikembangkan Melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi Mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat
Mengembangkan sikap teliti, jujur, sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Mengasosiasikan/ - Mengolah infor- Mengembangkan si-
Mengkomunikasikan
masi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi - Pengolahan informasi yang di kumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan - Menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis atau media lainnya.
kap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.
(Sumber: Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum) Dalam rangka sosialisasi kurikulum tersebut, para guru tidak hanya sekadar diundang untuk hadir, akan tetapi perlu juga dibekali dengan akomodasi dan insentif dari pemerintah. Jika semua biaya yang dibutuhkan untuk sosialisasi kurikulum tersebut dibebankan kepada guru, hal ini justru akan menyulitkan posisi guru. Pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan soyogyanya harus lebih siap dengan berbagai resiko sebagai dampak kebijakan menyempurnakan kurikulum, termasuk mengalokasikan sejumlah biaya untuk akomodasi guru dan juga instruktur tanpa harus membebankan biaya tersebut sepenuhnya pada guru.
471 | Jurnal Tarbiyah al-Awlad, Volume IV Edisi 2 hlm. 461-471
C. Penutup Paradigma implementasi kurikulum 2013 di Sekolah Dasar telah memunculkan berbagai problem, di antaranya berkaitan dengan peserta didik dan guru. Problem yang berkaitan dengan peserta didik seperti tidak meratanya fasilitas belajar berupa buku yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik. Problem yang berkaitan dengan guru seperti minimnya kesiapan guru dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 sesuai dengan tuntutan-tuntutannya terutama dalam penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran dan mekanisme penilaian hasil belajar peserta didik. Untuk mengatasi problem yang pertama diperlukan kebijakan setiap pimpinan satuan pendidikan untuk memanfaatkan dana sekolah guna membiayai fotokopi buku pelajaran untuk peserta didik. Sementara untuk mengatasi problem yang kedua kepala sekolah bekerjasama dengan pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu melakukan sosialisasi kurikulum secara intensif dan berkesinambungan sekaligus memenuhi akomodasi guru untuk mengikuti kegiatan sosialisasi Kurikulum 2013 tersebut.
Idi,
Referensi
Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
Bafadal, Ibrahim, Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar Dari Sentralisasi Menuju Desentralisasi, Jakarta, Bumi Aksara, 2003
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dokumen Kurikulum 2013, Desember 2012 Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013), Jakarta, Rajawali Pers, 2013 Majid, Abdul, Pembelajaran Tematik Terpadu, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2014 Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013 Nurdin, Syafruddin, Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta, Ciputat Press, 2002 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta, Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006
Tim Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Jakarta, Sinar Grafika, 2003 Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004: Kerangka Dasar, Jakarta, Depdiknas, 2004 Hamalik, Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung, Remaja Rosdakarya, 2008
Abdullah, Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek, Jakarta, Gaya Media Pratama, 2011
Pengembang PGSD, Pembelajaran Terpadu D–II PGSD, Jakarta, Depdiknas, 1997