JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
STUDI EFEK SAMPING OBAT DAN PENANGANANNYA PADA PASIEN TB PARU DI PUSKESMAS MELONG ASIH, CIMAHI Tuti Wiyati1, Dewi Irawati2, Ikhwan Isnen Budiyono1 1
2
Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Puskesmas Melong Asih, Cimahi, Jawa Barat
Abstrak Telah dilakukan kajian efek samping yang terjadi dan penanganannya pada pasien TB paru yang dilakukan terhadap 55 responden pasien TB paru di Puskesmas Melong Asih dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner.Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif dan pengumpulan datanya dilakukan secara prospektif. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek samping penggunaan obat TB paru dirasakan oleh seluruh responden dengan efek samping tertinggi berupa keluhan mual dan gangguan pencernaan sebanyak 87% pada pasien intensif, dan sebanyak 77% pada pasien lanjutan. Penanganan terhadap efek samping yang dilakukan petugas TB paru pada pasien intensif adalah pemberian informasi waktu minum obat di malam hari dan pemberian vitamin B6 berturut-turut sebanyak 93% dan 73%, dan pada pasien lanjutan diketahuiberturut-turut sebanyak 95% dan 87% yang mendapat penanganan efek samping.Hasil ini menunjukkan bahwa proses penanganan telah sesuai dengan standar Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dari Depkes tahun 2007. Kata kunci: Tuberkulosis, Efek samping OAT, Penanganan Efek Samping OAT
Abstract The research has been done to conduct a review of drug side effects and treatment of pulmonary tuberculosis. This research is a descriptivestudy conducted in 55 patients pulmonary tuberculosis as respondents at Puskesmas Melong Asih using the questioner as an instrument in this research and data collection prospectively carried out. Data was analyzed with descriptive analysis.The result showed that side effects of the medication has been felt by all patient. The most complain is nausea and indigestion that present 87% to intensive patient and 77% to advanced patient. The most treatment from the nurse is the information for using that medicine at night. The respondent that got its treatment is 93% in intensive patient and as much as 95% to advanced patient. Treatment with vitamin B6 has given to 73% intensive patient and 87% to advanced patient. The treatment for side effect was appropriate and compliance with the standards of the Guidelines for Tuberculosis Control 2007 by Ministry of Health. Keywords: Tuberculosis, OAT Side Effect, OAT Side Effect Treatment
23
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
penyakit
PENDAHULUAN Tuberkulosis
pernafasan
serta
penyakit
merupakan penyakit infeksi nomor satu di
menular langsung yang disebabkan oleh
dunia yang dapat menyebabkan kematian
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian
(Depkes RI, 2008). Saat ini Indonesia
besar (80%) menyerang paru-paru (Depkes
menempati peringkat kelima negara dengan
RI, 2005). Silva (2009) melaporkan bahwa
prevalensi penderita TB terbanyak di dunia
sepertiga populasi di dunia telah terinfeksi
setelah India, China, Nigeria, dan Afrika
oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Selatan (Kaminemi, et al., 2011). Selain itu,
Penyakit ini umumnya menular melalui
berdasarkan
percikan udara (droplet nuclei) atau dahak
suspek
dari penderita TB dengan BTA (Basil
Depkes RI melaporkan adanya peningkatan
Tahan Asam) positif (Harries and Dye,
angka penjaringan suspek di 14 provinsi
2005). Seseorang akan terinfeksi bila daya
dan salah satunya adalah Jawa Barat yang
tahan tubuhnya rendah dan mengalami
mencapai 61.429 jiwa dan meninggal
malnutrisi.
sebanyak 150 orang, sedangkan jumlah
Tuberkulosis
adalah
saluran
paru
hasil
perprovinsi
survey
penjaringan
tahun
2008-2010,
merupakan
penderita TB yang sudah terjaring di Kota
salah satu penyakit masyarakat dengan
Cimahi hingga akhir triwulan pertama
angka kejadian yang relatif tinggi dan dapat
menurut data baru mencapai 78,17 % dan
mengakibatkan kematian. Silva, et al.,
dari sekitar 600 suspek penderita TBC
(2009) juga melaporkan bahwa penyebab
(Tubercolusis) yang ada, baru terjaring 469
lain semakin meningkatnya prevalensi TB
orang (Dinkes Kota Cimahi, 2011).
dikarenakan kekebalan ganda kuman TB terhadap
obat
anti
TB
(multi
Kondisi
tersebut
menunjukkan
drug
bahwa penanganan masalah TB masih perlu
resistance). Keadaan ini pada akhirnya akan
ditingkatkan. Di samping itu, penanganan
menyebabkan terjadinya epidemi TB yang
yang kurang tepat (paripurna) terhadap TB
semakin sulit ditangani. Gejala yang sering
akan menyebabkan beberapa komplikasi,
muncul pada penderita TB diantaranya
seperti MDR (multi drug resistance),
adalah demam, batuk produktif selama 2
meningitis, dan TB spondilitis. Selain itu,
minggu atau lebih dan dapat disertai batuk
dapat terjadi komplikasi seperti gangguan
berdarah, berkeringat di malam hari, sesak
pendengaran
nafas, nyeri dada, lelah, penurunan berat
pencernaan akibat efek samping obat
badan, dan hemoptysis (Swaminathan and
(Manurung, 2009). Masih meningkatnya
Narendran, 2008).
angka
TB Paru juga dilaporkan sebagai
dan
prevalensi
disebabkan
oleh
gangguan
TB
Paru
berbagai
sistem
saat
ini
faktor,
penyebab kematian ketiga terbesar di dunia
diantaranya masih kurangnya pengetahuan
setelah
penderita mengenai bahaya TB Paru,
penyakit
kardiovaskular
dan
24
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang
yaitu berusia antara
dijalani yang sering dilanggar akibat adanya
mengkonsumsi
faktor-faktor luar menyebabkan
yang
obat
lain,
dan
tidak
salah
satunya
menderita penyakit lain. Sampel yang
ketidaknyamanan
dalam
terpilih dan memenuhi syarat penelitian
penggunaan obat dari efek samping yang ditimbulkan,
15-50 tahun, tidak
sehingga
secara purposive sebanyak 55 sampel.
menyebabkan
Pengukuran data dilakukan dengan
gagalnya sebuah terapi pengobatan TB
Skala Guttman, dimana kuisioner yang
Paru.
digunakan Data
Wilayah kerja Puskesmas Melong Asih
pasien TB Paru serta penatalaksanaan
pada
berturut-turut
penanganannya. Instrumen disusun dengan
menunjukkan peningkatan yang signifikan
skala Guttman yang memiliki skala ukur
yaitu, untuk tahun 2010 sebanyak 56 orang,
dengan jawaban dari responden yaitu Ya
sedangkan tahun selanjutnya pada tahun
dan Tidak
2011 yaitu 80 orang. Berdasarkan uraian di
pemilihan
atas, maka pentingnya informasi mengenai
pengumpulan data adalah ketegasan dari
efek samping dari penggunaan OAT wajib
jawaban responden terhadap efek samping
disampaikan oleh petugas kesehatan atau
dan pelaksanaan penanganan pada efek
yang berkepentingan kepada masyarakat
samping yang terjadi.
terakhir
TB
data
gambaran kejadian efek samping OAT pada
tahun
penyakit
menganalisis
di
2
jumlah
untuk
terutama pada penderita TB Paru yang akan
(Hidayat, 2007). Alasan skala
Guttman
di
dalam
Validitas diuji dengan uji validitas
menggunakan obat tersebut selama minimal
konstruksi
6 bulan (Depkes RI, 2007).
menggunakan pendapat dari para ahli (judgment dengan
METODOLOGI
(Construct
experts),
instrumen
berlandaskan
teori
validity)
diukur tertentu.
Penelitian dilakukan di Puskesmas
Instrumen tersebut dicobakan pada sampel
Melong Asih Kecamatan Cimahi Selatan
dari populasi. Jumlah anggota sampel yang
Kota Cimahi
digunakan sektar 30 orang dan dihitung
Penelitian
ini
penelitian
termasuk
survei
pengambilan Populasi
bulan Maret-Mei
data
dalam
dalam
deskriptif secara penelitian
2013. jenis dengan
prospektif. ini
untuk
menguji
daya
pembeda
secara
signifikan dengan menggunakan rumus r Product Moment (Pearson).
ialah
Uji reliabilitas dilakukan dengan
sekelompok atau sejumlah individu yang
menggunakan teknik belah dua (Split-Half
menderita tuberkulosis paru di Puskesmas
Technique) sehingga masing-masing hasil
Melong
Asih yang masih melakukan
mempunyai dua macam skor, yaitu skor
pengobatan di bulan Maret-Mei 2013.
belahan pertama (soal nomor ganjil) dan
Kriteria pasien yang menjadi responden
skor belahan kedua (soal nomor genap). 25
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
Koefisien
reliabilitas
tes
terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor
dinotasikan dengan r dan dapat dihitung
risiko eksternal, di mana pasien lebih sering
dengan rumus korelasi angka kasar Pearson.
kontak langsung dengan berbagai macam
Dari pengolahan data statistik deskriptif,
lingkungan
(frekuensi dan persentasi) digunakan untuk
kebersihan dan kesehatannya dibandingkan
mendeskripsikan
dengan
responden,
belahan
tentang
efek
karakteristik
samping
dan
yang
yang
tidak
dapat
dijamin
tidakbekerja.Warga
yang
bekerja di industri sekitar Puskesmas
penanganannya pada penyakit TB Paru.
Melong
Rumus perhitungan persentase yang akan
suspekTB paru karena keadaan lingkungan
digunakan adalah:
sekitar tempat kerja mereka yang kumuh
P = f/N x 100%
Asih
banyak
yang
menjadi
dan tidak higienis serta kurangnya udara
Di mana: P = Presentase f = Frekuensi data yang termasuk kategori “mengalami keluhan efek samping OAT” atau Frekuensi data yang termasuk kategori“ tidak mengalami keluhan Efek sampingOAT” N = Jumlah sampel yang diolah
segar yang masuk ke dalam ruangan tempat mereka
bekerja.
Responden
dalam
penelitian ini adalah warga Melong Asih yang menjalani pengobatan TB paru di Puskesmas Melong Asih dan bekerja di industri
sekitar
daerah
Cimahi.
Persentase
pasien
Data Karakteristik
dibandingkan wanita karena sebagian besar
Pasien
Tuberkulosis
Paru
lebih
yang
menderita
bahwa
pun
pria
Kota
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian ini terlihat
TB
Melong
banyak
pekerja adalah pria.
di
Sebagian besar pasien tuberkulosis
Puskesmas Melong Asih kota Cimahi lebih
di Puskesmas Melong Asih sebesar 73%
banyak berusia di bawah 55 tahun, yaitu
sedang
sebanyak 84%. Sebagian besar penderita
lanjutan,
TB adalah penduduk berusia produktif,
melakukan pengobatan tahap intensif, yaitu
yaitu di antara usia 15 hingga 55 tahun.
27%. Akan tetapi, baik pasien yang sedang
Sebanyak 69% pasien berstatus sebagai
melakukan pengobatan tahap lanjut maupun
pekerja, sedangkan 31% tidak bekerja. Hal
tahap
ini menunjukkan bahwa salah satu risiko
keluhan efek samping obat.
melakukan
pengobatan
sedangkan
intensif,
yang
seluruhnya
tahap sedang
mengalami
26
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
Tabel 1. Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Melong Asih kota Cimahi Karakteristik Usia Jenis kelamin Pendidikan Status Pekerjaan Jarak tempat tinggal dengan puskesmas Tahap pengobatan yang sedang dijalani Mengalami keluhan efek samping
Variasi kelompok ≤55 tahun >55 tahun L P Lebih tinggi dari SMA Lebih rendah dari SMA Bekerja Tidak Bekerja Dekat (Melong Asih) Jauh (Luar Melong Asih) Intensif Lanjutan Ya Tidak
Jumlah pasien 46 9 28 27 35 20 38 17 23 32 15 40 55 0
(%) 84 16 51 49 64 36 69 31 42 58 27 73 100 0
Data Keluhan Efek Samping Obat Anti
minum obat. Gejala ini terjadi lebih banyak
Tuberkulosis (OAT)
pada pasien yang melakukan pengobatan
Hasil
kajian
efek
samping,
pada tahap intensif dibandingkan dengan
distribusi keluhan efek samping baik pasien
tahap lanjutan karena pada fase awal pasien
yang sedang melakukan pengobatan tahap
harus mengkonsumsi banyak macam obat.
intensif maupun tahap lanjutan, keduanya
Efek samping berupa gatal dan kemerahan
mengalami mual dan gangguan pencernaan
di kulit tidak dialami oleh semua pasien
diakibatkan efek samping dari berbagai
karena hal ini tergantung pada sensitivitas
macam obat dalam kombinasi FDC OAT.
kulit pasien. Keluhan efek samping berupa
Petugas poli TB paru di puskesmas
gatal dan kemerahan yang bisa timbul
menyebutkan bahwa keluhan efek samping
akibat
yang pertama dirasakan oleh pasien saat
fotosensibilisasi
minum obat TB paru adalah gangguan
menjadi
pencernaan dan keluhan tidak nafsu makan.
pirazinamida relatif
Dari hasil pengambilan data, 44 orang
responden
mengatakan
pemakaian
isoniazid
dengan
cokelat
atau
reaksi merah
dan kulit akibat
tidak ditemukan
(Tanhoantjay dan Kirana Rahardja, 2002).
bahwa
keluhan mual dan gangguan pencernaan ini muncul setelah pemakaian lebih dari 5 kali
27
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
Tabel 2. Data Keluhan Efek Samping Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi Fase Intensif Jumlah Pasien %
Jenis Keluhan Efek Samping Keluhan Mual dan Gangguan Pencernaan Keluhan gatal dan kemerahan di kulit
Fase Lanjutan Jumlah Pasien %
13
87
31
77
5
33
17
43
Kesesuaian Penanganan Efek Samping
mencegah terjadinya kegagalan terapi pada
dengan
pengobatan tuberkulosis. Penelitian ini
Pedoman
Penanggulangan
menguji kesesuaian antara penanganan
Tuberkulosis
yang
Penanganan terhadap efek samping
dengan efek samping yang dirasakan oleh
terjadi
pasien
Pedoman
telah
ditetapkan
Nasional
Tuberkulosis
Penanggulangan
Cara
penanganan
berupa penyuluhan dilakukan hingga pasien benar-benar paham, begitu juga dengan
terhadap efek samping diperlukan karena
penanganan berupa pemberian obat-obat
kemungkinan
tersebut kepada pasien sebagai pencegah
penyakit,
2007.
tuberkulosis.
Penanganan
kegagalan
tahun
dalam
dampak terapi,
dan
negatif,
semakin
menurunnya
seperti beratnya
kepatuhan
mengkonsumsi obat. Jenis penanganan
terjadinya
efek
samping
ataupun
penanganan efek samping yang telah terjadi.
harus dilakukan sesuai pedoman untuk
Tabel 3. Kesesuaian Penanganan yang diberikan pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi Periode Maret-Mei 2013 Jenis Penanganan efek samping Penanganan pemberian obat diminum sebelum tidur (menghindari gangguan pencernaan) Penanganan berupa pemberian vitamin B6 1x1 100 mg Penanganan dengan pemberian informasi mengenai warna merah pada urine aman Penanganan berupa pemberian antihistamin terhadap efek samping gatal
Fase Intensif Jumlah Pasien %
Fase Lanjutan Jumlah Pasien %
14
93
38
95
11
73
35
87
10
67
28
70
5
33
15
37
Dari hasil kajian, penanganan terhadap
tuberkulosis tahun 2007 yang ada di
keluhan efek samping telah sesuai dengan
Puskesmas Melong Asih. Penanganan lewat
pedoman
penyuluhan
nasional
penanggulangan
dan
pemberian
informasi 28
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
kepada pasien merupakan penanganan yang
responden yaitu pemberian antihistamin
paling baik dilakukan. Penanganan yang
sebagai penanganan terhadap keluhan gatal
dilakukan berupa penyampaian informasi
yang terjadi, yaitu sebanyak 33% pada
obat diminum sebelum tidur diterima oleh
pasien intensif dan sebanyak 37% pada
93 % pasien intensif dan sebanyak 95%
pasien lanjutan yang mengalami keluhan
pada pasien lanjutan. Penggunaan obat yang
ini. Hal ini disebabkan, keluhan gatal dan
diminum sebelum tidur ini bertujuan untuk
kemerahan kulit ini jarang terjadi kepada
mengurangi keluhan mual dan gangguan
pasien.
pencernaan karena penggunaan obat TB paru. Penanganan berupa pemberian vit B6
SIMPULAN
ini dilakukan guna menghindari gejala
Dari
hasil
penelitian
dapat
toksis berupa polineuritis yaitu radang saraf
disimpulkan bahwa hampir seluruh pasien
dengan
tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas
gejala
penglihatan
kejang
adanya
dan
gangguan antara
Melong Asih mengalami efek samping
piridoksin dengan Isoniazid (INH) yang
karena mengkonsumsi obat tuberkulosis.
memiliki
sama
Dari hasil analisis terdapat kesesuaian
2002).
antara “Pedoman Nasional Penanggulangan
rumus
(Tanhoantjay
persaingan
molekul
and
yang
Rahardja,
Pemberian Vit B6 oleh petugas sebanyak
Tuberkulosis”
73% pada pasien intensif dan sebanyak 87
penanganan yang dilakukan. Penanganan
% pada pasien lanjutan.
yang dilakukan yaitu melalui pemberian
Penanganan
berikutnya
pemberian
informasi
tahun
pemberian
dengan
adalah
berupa
informasi
kepada
pasien
sebagai penanganan efek samping yang
mengenai warna urin ataupun keringat yang
dan
2007
terapi
obat
dirasakan oleh pasien.
berubah menjadi merah. Hasil penelitian menunjukkan responden yang mendapat
DAFTAR PUSTAKA
penyampaian informasi tersebut hanya 67%
Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman
pada pasien intensif dan 70% pada pasien
Nasional
lanjutan
Tuberkulosis edisi 2. Departemen
yang
mendapat
penjelasan
mengenai warna merah pada urin. Keluhan ini timbul akibat efek dari penggunaan
Penanggulangan
Kesehatan RI. Jakarta. Departemen
Kesehatan
RI.
2005.
Care
untuk
rifampisin yang merupakan salah satu
Pharmaceutical
komponen
penyakit Tuberkulosis. Departemen
tuberkulosis, diberi
utama dimana
apa-apa,
dari
obat
pasien
tetapi
anti
tidakperlu
pasien
Kesehatan RI. Jakarta.
cukup
Dinas Kesehatan Kota Cimahi. 2011. Data
diberikan penjelasan (Depkes RI, 2007).
penyakit TB paru P2PM Kota
Penanganan yang jarang didapat oleh 29
JSTFI Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol.III, No 1, Januari 2014
Cimahitahun 2011. Dinkes Kota
Tan, H. T and Rahardja, K. 2007. Obat-
Cimahi. Cimahi.
Obat
Harries and Dye. 2006. Centennial Review Tuberculosis. Annuals of Tropical
Penting.
Elex
Media
Komputindo. Jakarta. World
Health
Organization.
2011.
Medicine & Parasitology. Vol. 100.
Tuberculosis. WHO Media Centre.
Nos. 5 and 6. 415–431.
Available
Kaminemi, et al. 2011. A rapid assessment and response approach to review and
enhance
http://www.who.int/mediacentre/fa ctsheets/fs104/en/
Advocacy.
Communication Mobilisation
at
and for
Social
Tuberculosis
control in Odisha state. India. BMC Public Health 2011. 11:463. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2002.
Pedoman
Nasional
Penanggulangan
Tuberkulosis
Cetakan Kedelapan. Manurung.
2009.
Buku
Keperawatan Pernafasan.
Seri
pada
Asuhan Sistem
Trans Info Media,
Jakarta. Masniari, et al. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kesembuhan
TB
Paru. Jurnal Respirasi Indonesia 2007
volume
27
(3).
diakses
tanggal 19 Januari 2013. Silva, et al. 2009. Factors Associated with Mortality in Hospitalized Patients with
Newly
Diagnosed
Tuberculosis. Lung (2010) 188:33– 41. Swaminathan and Narendran. 2008. HIV and Tuberculosis in India. Journal of Biosci 33 527–537.
30