STUDI ANALISIS TENTANG BELAJAR MENGAJAR DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALLIM DAN APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.1) dalam Ilmu Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Oleh : MUHAMMAD AMIRUDDIN NIM : 210 101
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA 2015
NOTA PEMBIMBING Lam
:
Hal
: Naskah Skripsi A.n. Sdra. Muhammad Amiruddin Kepada Yth, Dekan Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara Di_tempat Assalamu`alaimkum Wr. Wb. Setelah menimbang, meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya terhadap skripsi saudara : Nama
: Muhammad Amiruddin
NIM
: 210101
Judul
: Studi Analisis Tentang Belajar Mengajar Dalam Ta’limul Muta’allim dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam
Kami berpendapat bahwa skripsi saudara tersebut telah layak untuk di munaqosahkan didepan sidang. Demikian harapan kami dan atas kebijaksanaan bapak kami sampaikan terimakasih. Wassalamu`alaikum Wr. Wb. Jepara, 23 September 2015 Pembimbing I,
Drs. H. Akhirin, M.Ag.
ii
DEKLARASI Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan oleh orang lain. Demikian pula skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai bahan rujukan.
Jepara, 23 September 2015 Deklarator,
Muhammad Amiruddin NIM. 210 101
iii
MOTTO
﴾٣:﴿اﻟﺼﻒ “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Q.S. Ash-Shaff: 3)1
1
Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As-Sadhan , Adab dan Kiat Dalam Menggapai Ilmu, (Cipinang Muara : Jati Negara Jakarta Timur, 2013), hlm. 12.
v
PERSEMBAHAN Karya sederhana ini penulis mempersembahkan untuk orang-orang yang tercinta dan tersayang kepada: 1. Bapak Muhammad Latin dan Ibu Siti Aminah tercinta, yang telah memberikan kasih sayangnya tak terhingga. Do’amu adalah motivasiku dan ridhomu adalah semangat perjuangan hidupku. 2. Shahabat-shahabatku
(Muhammad
Ahsani
Taqwim,
Nur
Huda,
Muhammad Syafiq, Muhammad Syaifuddin, Najmul Fata, Musyafa’, Ukhti Niha) dan semua teman-teman seperjuanganku di kelas A3. Terima kasih atas support dan do’a yang kalian berikan selama ini. Semua menjadi indah kalau ada kalian. 3. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini termasuk Nur Fadllan percetakan All Net 2 Sowanlor.
vi
KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrahimm Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Ilaahi Rabbi, Tuhan semesta alam yang mengajarkan manusia dengan Qalam. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah ruah kepada beliau Baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya serta kepada siapa saja yang mengikuti ajarannya. Berkat pertolongan Allah SWT dan petunjuk-Nya kami dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Studi Analisis Tentang Belajar Mengajar Dalam Ta’limul Muta’allim dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam” sebagai salah satu prasyarat dalam menyelesaikan jenjang pendidikan Strata 1 (S1) dan mendapatkan gelar kesarjanaan Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) dalam ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Semoga bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi pembaca pada umumnya. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dan tersusun dengan baik. Untuk itu penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. KH. Muhtarom, HM. selaku Rektor UNISNU Jepara. 2. Drs. H. Akhirin Ali, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UNISNU Jepara dan selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberikan bimbingan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Para dosen/staf pengajar UNISNU Jepara yang telah membekali penulis dengan berbagai pengetahuan dan ilmu, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan tulus dan ikhlas telah mencurahkan segenap kasih sayang serta dukungan moril dan materil yang telah diberikan kepada penulis hingga studi ini terselesaikan.
vii
5. Saudara-saudaraku tersayang yang selalu membuat penulis bahagia dan termotivasi. 6. Sahabat-sahabatku yang telah banyak memberikan motivasi kepada kami. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya yang telah membantu terselesainya skripsi ini semoga diberikan balasan yang sesuai dengan apa yang penulis dapat. Semoga jasa-jasa mereka tersebut diatas semua dapat diterima disisi Allah SWT dan dicatat amalnya sebagai amal sholeh dan terpuji. Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik serta saran yang bersifat membangun sangat sekali diharapkan, demi kesempurnaan skripsi ini. Sehingga skripsi ini mudahmudahan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin.
Jepara, 23 September 2015 Penulis,
Muhammad Amiruddin NIM. 210 101
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .............................................................
ii
DEKLARASI ....................................................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .....................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii DAFTAR ISI.....................................................................................................
ix
ABSTRAK ........................................................................................................
xi
BAB I
: PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................
1
B. Penegasan Istilah........................................................................
3
C. Rumusan Masalah ......................................................................
6
D. Tujuan Penelitian .......................................................................
6
E. Manfaat Penelitian .....................................................................
6
F. Kajian Pustaka............................................................................
7
G. Metode........................................................................................ 10 H. Sistematika Penulisan Skripsi .................................................... 13 BAB II : LANDASAN TEORI ..................................................................
17
A. Pengertian Belajar dan Mengajar ..............................................
14
B. Pentingnya Belajar dan Mengajar Bagi Manusia......................
16
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar........
16
D. Kode Etik Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar......
18
E. Kedudukan Guru Dan Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar .
22
F. Proses Belajar Mengajar ............................................................
27
ix
BAB III: PEMIKIRAN AL-ZARNUJI
TENTANG HUBUNGAN
BELAJAR MENGAJAR DALAM KITAB TA’LIM AL MUTA’ALLIM ............................................................................
34
A. Biografi Al Zarnuji ...................................................................
34
B. Latar Belakang Pendidikan dan Penyusunan Kitab..................
35
C. Kandungan Kitab Ta’lim Al Muta’allim ..................................
40
D. Pemikiran Pendidikan Al-Zarnuji.............................................
41
BAB IV : ANALISIS BELAJAR MENGAJAR MENURUT SYEKH SYAIKH AL ZARNUJI DALAM KITAB TA'LIMUL MUTA'ALLIM
DAN
APLIKASINYA
DALAM
PENDIDIKAN ISLAM ...............................................................
46
A. Belajar Mengajar Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim...............
46
B. Aplikasi Belajar dan Mengajar Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim dan Dalam Pendidikan Islam ................................
63
BAB V : PENUTUP ....................................................................................
67
A. Kesimpulan ............................................................................... 67 B. Saran-saran................................................................................. 68 C. Penutup ...................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
ABSTRAK Muhammad Amiruddin, 2015. Studi Analisis Tentang Belajar Mengajar Dalam Ta’limul Muta’allim dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam, Skripsi: UNISNU Jepara. Proses belajar mengajar sebagai suatu proses berlangsungnya kegiatan belajar yang dilakukan oleh pelajar atau peserta didik atau kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik atau pembimbing. proses in juga dapat dikatakan sebagai proses "menerima-memberi" dalam arti peserta didik menerima pelajaran dan pendidik memberi pelajaran. Permasalahan dalam penelitian ini adalah; (1) Bagaimana konsep belajar mengajar menurut kitab Ta’limul Muta’alim? (2) Bagaimana aplikasinya kitab Ta’limul Muta’alim dalam pendidikan Islam? Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (library reseach) dan peneliti berhadapan dengan berbagai macam literatur sesuai dengan tujuan dan masalah yang dipertanyakan. Sumber Data Primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian. Adapun sumber data primer penelitian ini adalah kitab Ta'limul Muta'allim karya Al-Zarnuji. Hasil analisis menunjukkan bahwa (1). Belajar mengajar dalam pendidikan Islam sebagai proses pengembangan dan penggalian potensi manusia pada arah kesempurnaan yang mencakup tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Sehingga melalui proses pendidikan diharapkan ketiga faktor tersebut dapat berkembang secara optimal. Maka dari itu pendidikan harus berjalan secara utuh yang tidak hanya mengutamakan pengembangan keilmuan, tetapi juga pengembangan kepribadian. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan belajar mengajar antara lain adalah pola atau pendekatan belajar-mengajar yang digunakan, intensitas dan frekuensinya, model interaksi pendidik-peserta didik, dan / atau antar peserta didik di dalam dan di luar kegiatan belajar mengajar, serta pengelolaan kelas, serta penciptaan suasana betah di sekolah. (2) Belajar mengajar dalam kitab Ta’limul Muta’allim dan aplikasinya dalam pendidikan Islam. Melihat fenomena pendidikan bangsa Indonesia yang secara budaya dan pendidikan semakin tertindas dan terhegemoni oleh Bangsa Barat. Serta kekerasan yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia yang ada sekarang ini, seperti maraknya tawuran pelajar, pergaulan bebas, konsumsi dan pengedaran narkoba yang merajalela, maka pemikiran Syekh Az Zarnuji masih sangat relevan untuk dikaji dan dikembangkan, karena pemikiran Syekh Az Zarnuji mencoba menata kembali masalah pendidikan dengan mengembangkan sebuah etika religius dan transendental dalam pendidikan.
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kata Syaikh adalah panggilan kehormatan untuk pengarang kitab ta'limul muta'allim ini. Sedangkan Al Zarnuji adalah nama marga yang diambil dari nama kota tempat beliau berada, yaitu kota Zarnuj. Diantara dua kata itu ada yang menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama), sehingga menjadi Syaikh Burhanuddin Az Zarnuji. Kitab karangan Syaikh Al Zarnuji, merupakan satu-satunya pusaka yang tetap abadi dipelajari oleh siswa maupun santri sampai sekarang adalah kitab ta'limul muta'allim ini. Proses belajar mengajar adalah suatu proses berlangsungnya kegiatan belajar yang dilakukan oleh pelajar atau peserta didik atau kegiatan mengajar yang dilakukan oleh pendidik atau pembimbing. proses ini juga dapat dikatakan sebagai proses "menerima-memberi" dalam arti peserta didik menerima pelajaran dan pendidik memberi pelajaran.1 Sistem pendidikan nasional menurut undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 didefinsikan: Sistem pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.2
1
Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 39. Ibid., hlm. 5.
2
1
2
Tujuan merupakan masalah pokok dalam pendidikan. Karena tujuan dapat menentukan setiap gerak, langkah dan aktifitas dalam pendidikan. Penetapan tujuan berarti penentuan arah yang akan dituju dan sasaran yang hendak dicapai melalui proses pendidikan serta menjadi tolok ukur bagi penilaian keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan.3 Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan tercapai. Maka pendidikan merupakan suatu usaha dan kegiatan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang bersifat tetap dan statis, tetapi merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.4 Kalau kita melihat kembali pengertian pendidikan Islam, akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan pola taqwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani dapat hidup dan berkembang secara normal karena taqwanya kepada Allah SWT. Ini berarti pendidikan Islam itu diharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan manusia sesamanya, dapat mengambil manfaat yang
3 4
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet. 1, hlm. 66. Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. 7, hlm. 29.
3
semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia kini dan di akhirat nanti.5 Islam menghendaki agar manusia didik mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan hidup manusia itu menurut Allah ialah beribadah kepada Allah. Ini sesuai dengan firman Allah SWT. dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56
﴾٥٦ : ﴿اﻟﺬارﻳﺎت
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S. Adz-Dzariyat: 56).6 Oleh karena itu, penulis perlu mempertegas istilah yang ada dalam judul. Adapun judul skripsi ini adalah Studi Analisis Tentang Belajar Mengajar Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim Dan Aplikasinya Dalam Pendidikan Islam.
B. Penegasan Istilah Penegasan istilah merupakan hal yang penting, yaitu untuk menghindari adanya multi intepretasi dan pemahaman yang salah terhadap judul skripsi serta dengan harapan tercapainya keselarasan pemahaman terhadap isi skripsi. Disamping itu juga, untuk membantu penulis
5
Ibid, hlm. 30. Yayasan Penyelenggaraan Penerjemah Penafsir Al-Qur’an, Al-Qur’an dan terjemahnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1989), hlm. 862. 6
4
memberikan batasan-batasan terhadap pembahasan judul di atas, sehingga pemahaman dapat diarahkan. Studi Analisis Studi adalah penelitian ilmiah; kajian; telaahan.7 Sedangkan kata analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) dengan tujuan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya sebab musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).8 1. Kitab Ta’lim Muta’alim Kitab adalah buku; buku yang berisi hukum atau ajaran.9 Sedangkan اﻟﺘﻌﻠﯿﻢ اﻟﻤﺘﻌﻠﯿﻢadalah nama suatu kitab yang dikarang oleh syeh al zarnuji yang berarti “palajaran bagi pelajar/penuntut ilmu akan jalannya belajar”.10 2. Belajar Mengajar Belajar adalah berusaha (berlatih dsb) supaya mendapat suatu kepandaian.11 Belajar berarti berusaha untuk memperoleh kepandaian atau ilmu pengetahuan.12 Mengajar adalah memberi pelajaran, melatih.13 3. Pendidikan Islam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik dan di beri awalan “pe” dan akhiran “an”, yang berarti “proses
7
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hlm. 1093. Wjs. Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2011), edisi ke tiga hlm. 43. 9 Farida Hamid, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, (Surabaya: Apollo), hlm. 287. 10 Aliy As'ad, Terjemah Ta Limul Mutaallim, (Kudus: Menara Kudus, 2007), hlm. 2. 11 Wjs. Poerwardaminta, Op.Cit., hlm. 121. 12 Salim Ibnu Samir Al-Hadrami, Asy-Syekh, Ilmi Fiqih kitab Safinatunnajah, (Bandung: Sinar baru Algensindo, 1983), hlm.17. 13 Wjs. Poerwardaminta, Op.Cit., hlm. 15. 8
5
pengubahan sikap dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.14 Pendidikan juga bisa diartikan sebagai usaha orang dewasa dalam pergaulanya
dengan
anak-anak
untuk
membimbing/memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani, agar berguna bagi diri sendiri dan masyarakat. 15 Islam berasal dari kata aslama yang berarti menyerahkan diri.16 Dalam pengertian umum, Islam dipandang sebagai nama agama yang dibawa oleh nabi muhammad SAW.17 Jadi yang dimaksud dengan judul diatas adalah bahwa penulis akan melakukan penelitian tentang proses belajar mengajar yang ada di dalam kitab ta’lim muta’allim karangan Syeh Al-Zarnuji serta penerapannya dalam pendidikan Islam.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan pokok pikiran serta latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana konsep belajar mengajar menurut kitab Ta’limul Muta’alim?
14
Depdiknas, Op.Cit., hlm. 263. Aat Syafaat, dkk., Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 12. 16 Saifuddin Bachri, Buku Ajar Metodologi Studi Islam, (Jepara: Institut Islam Nahdlatul Ulama Jepara, 2010), hlm. 21. 17 Ibid, hlm. 24. 15
6
2. Bagaimana konsep aplikasi belajar mengajar menurut Ta’limul Muta’alim dalam pendidikan Islam?
D. Tujuan Penelitian Dengan penelitian ini penulis mempunyai beberapa tujuan yang ingin dicapai yaitu 1. Untuk mengetahui konsep belajar mengajar menurut kitab ta’limul muta’alim. 2. Untuk mengetahui aplikasi ta’limul muta’alim dalam pendidikan Islam.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi manfaat baik dalam kehidupan masyarakat maupun untuk khazanah perpustakaan, antara lain: 1. Secara teoritis Dapat memberikan kontribusi dan pengetahuan tentang studi analisis tentang belajar mengajar dalam kitab ta’limul muta’allim serta aplikasinya dalam pendidikan Islam. 2. Secara Praktis a. Bagi peneliti: Untuk meningkatkan pengetahuan tentang pendidikan khususnya yang berhubungan dengan topik penelitian. b. Bagi masyarakat dan insan pendidikan:
7
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah wacana pendidikan Islam khususnya yang berkaitan dalam membangun karakter anak bangsa. F. Kajian Pustaka Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menjelaskan mengenai STUDI ANALISIS TENTANG BELAJAR MENGAJAR DALAM KITAB TA’LIMUL MUTA’ALLIM DAN APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM”. Berdasarkan pengamatan penulis, selama ini sudah ada konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian ini. Di antaranya terdapat dalam: 1. Skripsi INISNU yang berjudul Konsepsi
Al Ghozali Tentang Adab
Murid Dan Guru Dalam Kitab Ihya' Ulumuddin yang disusun oleh Ahamad Hazin tahun 2008. Skripsi ini pada pokoknya adalah konsep adab murid dan guru menurut Al Ghozali, didasari dan dijiwai dari Al Qur'an, Hadist, Maqholah Sahabat dan Tabi'in. 2. Skripsi "Analisis Tentang Konsep Penghormatan Terhadap Guru Menurut KH. Hasyim Asy'ari Dalam Kitab “Adabul Alim Wal Muta'allim” disusun oleh Zusef Nur Rochman. Pada intinya didalam skripsi ini menjelaskan bahwa di dalam menuntut ilmu siswa harus punya rasa hormat terhadap guru, taeadlu', andap ashor, serta patuh sehingga diharapkan nanti ilmu yang diperoleh berkah dan manfa'at. 3. Skripsi UNISNU yang berjudul "Studi Analisis Tentang Niat dan Cara Belajar Menurut Kitab Ta'limul Muta'allim Karya Al Zarnuji" yang
8
disusun oleh Abdullah Jawawi, tahun 2013. Dalam analisnya pendidikan zaman sekarang banyak para pelajar yang salah niat, dimana aspek material sangat dominan sehingga menyebabkan dunia pendidikan kehilangan keseimbangan antara aspek material-artifikal dan immaterialspiritual. Akibatnya, output yang dihasilkan tidak jarang justru melahirkan manusia yang memandang segala sesuatu dari sudut pandang materi. 4. Skripsi UNISNU "Analisis Tentang Belajar Menurut Al Ghozali dan Jean Peaget" oleh Moh Anwar Yasfin. Dalam kesimpulannya. a. Belajar menurut Al Ghozali adalah serangkaian kegiatan jiwa dan raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku dan ilmu pengetahuan sebagai hasil pengalaman individu. adapun proses meraih ilmu menurut Al Ghozali dilakukan dengan dua cara yaitu ta'allum insani (pengajaran secara insan) dan ta'allum robbani (pengajaran Tuhan). ta'allum insani dilakukan dengan belajar yang melibatkan orang lain, kemudian dilanjutkan dengan berpikir secara mendalam (tafakkur). ta'allum robani adalah metode pengajaran yang melibatkan manusia (sebagai penerima ilmu) dan Allah (sebagai pemberi ilmu) dengan cara langsung yang diberikan kedalam hati manusia. b. Belajar
menurut
Piaget
adalah
suatu
proses
perolehan
pengetahuan yang dibentuk oleh individu itu sendiri karena individu melakukan interaksi secara terus menerus dengan
9
lingkungan.adapun proses belajar adalah interaksi indvidu dengan lingkungannya. Sepanjang
pengetahuan
dan
penjelajahan
peneliti
dalam
penelitian di perpustakaan UNISNU Jepara belum ditemukan skripsi yang judulnya sama menyangkut belajar mengajar dalam ta’limul muta’allim dan aplikasinya dalam pendidikan Islam, yang ada hanya membahas tentang niat belajar dan adab murid terhadap guru. Pada pokoknya adalah konsep adab murid dan guru menurut Al Ghozali, berlandaskan dari Al Qur'an, Hadist, Maqholah Sahabat dan Tabi'in. Niat dalam pendidikan sekarang banyak pelajar yang keliru, dimana aspek material sangat dominan sehingga menyebabkan dunia pendidikan kehilangan keseimbangan antara aspek material-artifikal dan immaterial spiritual. Hal itu terjadi karena cara mereka menuntut ilmu salah, dan syarat-syaratnya mereka tinggalkan. karena, barang siapa salah jalan, tentu tersesat tidak dapat mencapai tujuan.
G. Metode Penelitian Metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkahlangkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya
10
dicarikan cara pemecahannya.18 Adapun metode-metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Studi kepustakaan (library reseach) adalah penelitian yang dilaksanakan di perpustakaah dan peneliti berhadapan dengan berbagai macam literatur sesuai dengan tujuan dan masalah yang dipertanyakan.19 Menurut M. Nazir studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literaturliteratur, catatan-catatan, laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.20 2. Sumber Data a. Sumber Data Primer adalah sumber data yang langsung dan segera diperoleh dari sumber data dan penyelidik untuk tujuan penelitian. Adapun sumber data primer penelitian ini adalah kitab Ta'limul Muta'allim karya Al-Zarnuji. Bahasan pokok yang penulis kaji dalam sumber ini adalah cara belajar dan aplikasinya dalam pendidikan Islam. b. Sumber Data Skunder adalah sumber data yang lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang luar penyelidik itu sendiri walau yang dikumpulkan itu sebenarnya adalah data asli. Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang mempunyai 18
Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 1. Masyhuri dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian Pendekatan Praktik dan Aplikatif, (Bandung: PT. Rafika Adimata, 2009), hlm. 50. 20 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Cet. 5, hlm. 111. 19
11
relevansi untuk memperkuat agrumentasi dan melengkapi hasil penelitian ini.Adapun sumber data skunder penelitian ini adalah: 1) Adab dan Kiat Dalam Menggapai Ilmu, karangan Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdullah As-Sadhan, terbitan Darus Sunnah Pers tahun 2013 2) Metodologi Pembelajaran PAI , karangan Nur Khoiri, M.Ag tahun 2010. 3) Buku-buku yang mendukung dalam penulisan skripsi ini. 3. Metode Analisis Metode analisis adalah suatu proses penyederhanaan data-data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Metode yang dipakai adalah analisa data kualitatif dengan metode analisis sintesis, yaitu: metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, deduktif, dan analisa ilmiah setelah data-data terkumpul. a. Deduktif adalah cara berfikir untuk mencari dan menguasai ilmu pengetahuan yang berawal dari alasan umum ke arah yang lebih spesifik.21 Singkatnya, berfikir deduktif adalah berfikir dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus.22 b. Induktif yaitu metode berpikir yang diawali dari fakta-fakta pendukung yang spesifik, menuju pada arah yang lebih umum guna 21
Hamid Darmadi, Metode Penelitian Tindakan, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm. 32. Punaji Setyosari, Metode Penelitian Pendidikan Dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 8. 22
12
mencapai suatu kesimpulan.23 Berfikir induktif adalahah berfikir dari hal yang bersifat khusus ke hal-hal yang bersifat umum. H. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan sekripsi ini dibagi mencakup
tiga
bagian, antara lain sebagai berikut: 1. Bagian muka Bagian
ini
memuat
halaman
judul,
nota
pembimbing,
pengesahan, pernyataan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi. 2. Bagian isi, terdiri dari: Bab I : Pendahuluan, yang merupakan gambaran secara global mengenai seluruh isi dari skripsi yang meliputi: latar belakang masalah, penegasan istilah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode peneltian dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori, yang berisi landasan teori yang berkaitan dengan sekripsi yaitu: pengertian belajar dan mengajar, pentingnya belajar dan mengajar bagi manusia, belajar dan mengajar dalam pendidikan Islam, kode etik guru dan siswa dalam proses belajar mengajar , kedudukan guru dan siswa dalam proses belajar mengajar dan proses belajar mengajar. 23
Hamid Darmadi, Op.Cit., hlm. 32.
13
Bab III : Dalam bab ini akan dibahas tentang biografi al-zarnuji, latar belakang pendidikan dan penyusunan kitab, kandungan kitab ta’lim al muta’allim dan pemikiran pendidikan al-zarnuji. Bab IV : Dalam bab ini penyusun mencoba menganalisis tentang belajar mengajar dalam kitab ta’limul muta’allim dan aplikasi belajar dan mengajar dalam kitab ta’limul muta’allim dan dalam pendidikan islam. Bab V : Merupakan penutup yang meliputi: kesimpulan, saran-saran dan kata penutup. 3. Bagian akhir Skripsi ini dilengkapi dengan daftar pustaka, daftar riwayat hidup penyusun dan lampiran-lampiran.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BELAJAR MENGAJAR DALAM TA’LIMUL MU TA’ALLIM
A. Pengertian Belajar dan Mengajar Belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.1 Belajar adalah penambahan pengetahuan. Devinisi ini dalam praktik sangat banyak di anut di sekolah dimana guru-guru berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid bergiat untuk mengumpulkannya. Sering belajar itu disamakan dengan menghafal. Bukti bahwa seorang anak belajar ternyata hasil dari ujian yang diadakan.2 Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik.3 Mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar anak didik, sehingga dapat 1
Nana Sudjiana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Offset, 1989), hlm. 28. 2 Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, (Jakarta: Bumi AKsara, 1995), hlm. 34. 3 Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), hlm. 6.
14
15
menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bimbingan dan bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar.4 Mengajar adalah penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponenkomponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan intruksional yang ingin dicapai, materi yang diajarkan, guru dan siswa yang harus memainkan peranan sera ada hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar-belajar yang tersedia.5 Mengajar dalam konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaikan materi pelajarn, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatu lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak, peradaban, dan meningkatkan
mutu
kehidupan
peserta
didik.
Pembelajaran
perlu
memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pemberdayaan diarahkan untuk mendorong pencapaian kompetensi dan perilaku khusus supaya setiap individu mampu menjadi pembelajaran sepanjang hayat dan mewujudkan masyarakat belajar. 6 4
Ibid, hlm. 9. Hasibuan & Moedjiono, Proses belajar mengajar, (`Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 3. 6 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Prenada Media Grup, 2007), hlm. 101 5
16
B. Pentingnya Belajar dan Mengajar Bagi Manusia
"طﻠﺐ اﻟﻌﻠﻢ ﻓﺮﯾﻀﺔ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ: ﻗﺎل رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ".وﻣﺴﻠﻤﺔ Rosulullah bersabda: “ Menuntut ilmu hukumnya fardlu bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan”.7 Orang muslim wajib mempelajari ilmu yang diperlukan untuk menghadapi kondisi dirinya, apapun wujud kondisi itu. Karena dia wajib menjalankan sholat, maka wajib baginya memiliki ilmu yang berkaitan dengan sholat, secukupnya guna menunaikan kewajiban tersebut.8 Sebagai makhluk sosial, manusia dalam kehidupannya membutuhkan hubungan dengan manusia lain. Hubungan itu terjadi karena manusia menghajatkan manusia lainnya. Ketika sesuatu yang akan dilakukan tidak dapat dikerjakan seorang diri. Kebutuhan yang berbeda-beda dan karena saling membutuhkan, membuat manusia cenderung untuk melayani kebutuhan manusia lainnya selain demi kepentingan pribadi.9
C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Belajar Seorang penuntut ilmu itu diibaratkan seperti hujan; dimanapun ia berada, niscaya ia akan memberikan mafaat. Dan tempat yang paling sering disinggahi ialah rumahnya sendiri; karenanya sudah sepatutnya juga dia mengetahui hal-hal apa saja yang perlu diketahui oleh keluarganya dari sisi 7
Aly As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Kudus: Menara Kudus, 2007) hlm. 4 Ibid, hlm. 5 9 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 10 8
17
ilmu keagamaan mereka, karena mengajarkan orang yang dibawah tanggung jawabnya lebih ditekankan daripada selainnya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist,
ﻛﻠﻜﻢ راع وﻛﻠﻜﻢ ﻣﺴﺆول ﻋﻦ رﻋﯿﺘﮫ “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap apa yang dia pimpin.” Maka hendaknya dia memberikan hak mereka terlebih dahulu, dengan bersegera mengajarkan kepada mereka tentang hal-hal yang paling mendesak untuk mereka ketahui terkait urusan agama mereka.10
." "وﻗﺖ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻣﻦ اﻟﻤﮭﺪ إﻟﻰ اﻟﻠﺤﺪ: ﻗﯿﻞ Disebutkan kata mutiara: “waktu belajar ayunan/buaian sampai masuk kuburan”.11
adalah
semenjak
Tidaklah diagukan lagi bahwa, bersemangat didalam menuntut ilmu adalah sebuah perkara yang sangat diharapkan. Namun bias jadi semangat ini tetimpa kelesuan dan ketidak sempurnaan, bahkan semangat tersebut pun dapat juga hilang. Yaitu tatkala sang penuntut ilmu meniti di jalan yang bukan jalannya yang benar. Namun apabila sang penuntut ilmu itu telah mengetahui jalannya yang benar, maka ia pun akan tahu bagaimana cara meniti jalan tersebut, hingga dia pun akan menuai hasil yang banyak. Terkadang sebagian para penuntut ilmu mereka salah dalam mengambil jalan, sehingga mereka membebani dirinya dengan beban yang
hlm.121
10
Abdul Aziz, Adab Dan Kiat Dalam Menggapai Ilmu, (Jakarta: Darus Sunnah, 2013)
11
Op. Cit., hlm. 107
18
tidak seharusnya. Dan ada diantaranya lagi yang berupaya untuk menuai hasil besar, namun dalam waktu yang sangat singkat, maka orang yang memilki keinginan semacam ini, boleh jadi jika keinginannya tidak terwujud seperti yang telah ia targetkan, niscaya akan mengakibatkan dampak yang terbalik dalam perjalanannya menuntut ilmu.12
D. Kode Etik Guru dan Siswa dalam Proses Belajar Mengajar 1. Kode Etik Guru Dalam pendidikan Islam kode etik guru atau pendidik merupakan norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan antara pendidik dan anak didik, orang tua anak didik, koleganya serta dengan atasannya.13 Sedangkan dalam Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara. Berkaitan dengan kode etik guru dalam menjalankan tugasnya, faktor yang amat penting yang perlu dimiliki oleh pendidik adalah etika atau akhlaknya, diantara dari etika atau akhlak itu adalah niat yang tulus karena Allah. Muhyiddin Al-Nawawi menjelaskan “agar dalam kegiatan pengajarannya hanya dimaksudkan Wajhillah dan tidak dimaksudkan untuk mendapatkan tujuan-tujuan duniawi, seperti memperoleh harta, kedudukan, ketenaran dan semisalnya”Jauh sebelum al-Nawawi, Khatib 12
Ibid, hlm.65 Abdul Mujib, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 97.
13
19
al-Baghdadi telah menekankan pentingnya etika dan akhlak dengan menganjurkan agar seorang yang ‘Alim (guru) selalu beretika dan berakhlak karimah, misalnya tidak banyak berbicara (yang tidak berguna) dan “jika mendapatkan ucapan-ucapan yang tidak senonoh dalam perdebatan dengan lawannya, hendaklah tidak membalasnya”.14 Berkaitan
dengan
kode
etik
guru,
para
ulama’
juga
mengemukakan pendapatnya, diantaranya adalah Al-Ghazali, beberapa batasan kode etik yang harus dimiliki dan dilakukan seorang guru atau pendidik menurut beliau. Hal ini juga sebagai landasan dasar etika-moral bagi para guru atau pendidik. Gagasan-gagasan tersebut antara lain sebagai berikut: a. Seorang guru haruslah belas kasih kepada orang-orang yang belajar dan memperlakukan mereka seperti memperlakukan anak-anaknya. b. Guru haruslah mengikuti pemilik syara’ (Nabi) SAW. Maka ia tidak mengharapkan upah karena memberitahukan ilmu, dan bermaksud balasan dan terimakasih dengannya itu. Tetapi ia mengajar karena mencari keridhaan Allah Ta’ala dan mencari pendekatan diri kepadanya. c. Guru sebagai Pembimbing bagi anak didik hendaklah dapat memberi nasihat mengenai apa saja demi kepentingan masa depan muridnya.
14
Lihat pendapat Muhyiddin al-Nawawi dan Al-Khatib al-Baghdadi dalam Misbahul Huda, ”Profil dan Etika Pendidik dalam Pandangan Pemikir Pendidikan Islam Klasik”, Religia, (vol. II, No. 2, Oktober/ 1999), hlm. 108.
20
d. Guru sebagai figur sentral bagi anak didik, hendaklah tidak hentihentinya memberi nasihat kepada anak didik untuk tulus, serta mencegah mereka dari etika dan akhlak yang tercela. e. Guru haruslah orang yang bertanggung jawab dengan sebagian ilmu itu seyogyanya untuk tidak memburukkan ilmu-ilmu yang diluar keahliannya dikalangan muridnya. f. Guru harus mencukupkan muridnya menurut kadar pemahamannya. g. Guru seyogyanya menyampaikan kepada murid yang pendek (akal) akan sesuatu yang jelas dan patut baginya, dan ia tidak menyebutkan kepadanya bahwa dibalik ini ada sesuatu yang detail dimana ia menyimpannya dari padanya. h. Seorang guru mengamalkan ilmunya. 15
2. Kode Etik Siswa Sifat-sifat atau kode etik siswa merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Al- Ghazali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman merumuskan kode etik peserta didik, yaitu: a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, dalam kehidupan sehari-hari sehingga peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela
15
Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Terj. Moh Zuhri, (Semarang: CV. Asy-syifa, 2009), cet. 30. hlm. 171-180.
21
(takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli) (Perhatikan Qs. Al-An’am: 162, dan Al-Dzariyat: 56). b. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi. c. Bersikap
tawadlu’ (rendah hati)
dengan cara menanggalkan
kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidiknya. d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar. e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah). f. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sulit (abstrak) atau dari ilmu yang fardlu ‘ain menuju ilmu yang fardlu kifayah (Qs. AlInsyiqaq:19). g. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih kepada ilmu yang lainnya, sehingga peerta didik memiliki spesifikasi ilmu pngetahuan secara mendalam. h. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang di pelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.
22
i. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT, sebelum memsuki ilmu duniawi. j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, mensejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat. k. Siswa harus tunduk pada nasihat guru sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap dokternya, mengikuti segala prosedur dan metode madzab yang diajarkan oleh pendidik-pendidik pada umumnya, serta diperkenankan bagi peserta didik untuk mengikuti kesenian yang baik.16 E. Kedudukan Guru Dan Siswa Dalam Proses Belajar Mengajar Dunia pendidikan dalam beberapa aspeknya tidak dapat lepas dari adanya proses belajar mengajar yang tidak mungkin bisa berjalan tanpa adanya relasi antara guru dan murid. Pada saat ini pendidikan pada umumnya dan pendidikan agama pada khususnya telah mengalami krisis dan mengalami pergeseran dalam pelaksanaannya. Pola pendidikan yang ada pada umumnya telah mengabaikan pendidikan yang banyak bersentuhan dengan hati nurani yang mengarah pada pembentukan etika atau karakter anak didik, sekarang ini pendidikan cenderung diarahkan pada pencapaian keunggulan materi, kekayaan, kedudukan dan kesenangan dunia semata, sehingga apa yang menjadi hakikat dari tujuan pendidikan itu sendiri telah terabaikan. Padahal menurut Hasbi 16
Abdul Mujib, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 113-114.
23
Ash-Shiddiqi sekurang-kurangnya pendidikan harus dapat mengembangkan tiga hal pokok, yaitu tarbiyah jismiyah, tarbiyah aqliyah, dan tarbiyah adabiyah.17 Dalam pendidikan agama Islam nampaknya pokok tarbiyah adabiyah adalah pokok yang harus mendapat perhatian lebih dari yang lainnya, karena pokok yang ketiga ini berkaitan dengan masalah etika, akhlak atau budi pekerti yang juga akan menjadi aplikasi nilai dari kedua pokok yang lain. Selain itu etika, akhlak atau budi pekerti merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus diutamakan dalam pendidikan untuk ditanamkan atau diajarkan kepada anak didik.18Untuk menggapai itu semua membutuhkan adanya peran seorang guru untuk mewujudkannya, karena pendidikan akan dapat menghasilkan produk yang unggul dan berkualitas manakala melalui proses yang baik dan ilmu-ilmu yang didalamnya mengutamakan kebajikan. Sebab ilmu pada akhirnya bertujuan mewujudkan keutamaan dan kemuliaan.19 Guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar,20serta peran guru dalam hal ini tidak hanya terbatas pada saat hubungan proses belajar itu sedang berlangsung dan berakhir. Juga tidak hanya sebatas pada kemampuan profesional dalam mendidik atau tanggung jawabnya pada orang tua, kepala sekolah dan sosial saja, melainkan peran pengabdiannya haruslah benar-benar 17
Abdul Majid, et.al., Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), hlm. 138. 18 Abdul Majid, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, hlm. 138. 19 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan kebangsaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 236. 20 Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2009), cet. 4. hlm. 108.
24
sampai kepada Allah. Karena apa yang dikerjakan dan diajarkan guru dalamkonteks pendidikan nantinya juga akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah di akhirat kelak.21 Guru atau pendidik dalam Islam tidak hanya diposisikan sebagai orang yang ‘alim, wara’, shaleh dan uswah, tetapi guru juga diposisikan sebagai orang yang mewarisi dan menggantikan para nabi dalam hal menjelaskan, menerangkan dan mengaplikasikan nilai-nilai ajaran nabi (agama) dalam kehidupan bermasyarakat. Guru yang di dalam undang-undang disebut sebagai orang yang memangku jabatan profesional merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan etika dan karakter anak didik. Oleh karena itu menurut Zakiah Daradjat, faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya, karena kepribadian itulah yang akan menentukan apakah guru itu akan menjadi pendidik yang baik bagi anak didiknya, atau akan menjadikan anak didik menjadi sebaliknya.22Untuk itu guru dituntut untuk memiliki kepribadian, etika dan karakter yang baik, selain itu guru yang juga disebut sebagai spiritual father merupakan orang yang berjasa dalam memberikan santapan jiwa anak didik dengan ilmu.23 Dalam
keseluruhan
proses
pendidikan,
khususnya
proses
pembelajaran, guru memegang peran utama dan sangat penting. Oleh karenanya etika atau perilaku guru yang merupakan bagian dari 21
Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid, Telaah atas Pemikiran al-Zarnuji dan
KH. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta: Teras, 2007), cet. 1. hlm. 5. 22
Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm. 9. Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid…, hlm. 5.
23
25
kepribadiannya dalam proses belajar mengajar, akan memberikan pengaruh dan corak yang kuat bagi pembinaan perilaku dan kepribadian anak didiknya. Merujuk pada pola kependidikan dan keguruan Rasulullah SAW. Dalam perspektif Islam, guru menjadi posisi kunci dalam membentuk kepribadian Muslim sejati. Keberhasilan Rasulullah SAW., dalam mengajar dan mendidik lebih banyak menyentuh pada aspek perilaku. Secara sadar atau tidak, semua perilaku dalam proses pendidikan dan bahkan diluar konteks proses pendidikan, perilaku guru akan ditiru oleh siswanya. Guru dan murid merupakan komponen yang tak dapat dipisahkan dalam kajian ilmu pendidikan. Dimana dalam prakteknya aspek etika atau perilaku guru khususnya dalam proses pendidikan baik di sekolah, madrasah atau diluar sekolah (masyarakat) selalu menjadi sorotan. Beberapa aspek etika atau perilaku guru yang harus dipahami antara lain berkenaan dengan peranan dan kebutuhan dan motivasi motivasi serta kepribadian guru (termasuk ciriciri guru yang baik).24 Guru yang baik dalam perspektif pendidikan agama Islam adalah guru yang bertitik tolak dari panggilan jiwa, dapat dan mampu bertanggung jawab atas amanah keilmuan yang dimiliki, bertanggung jawab atas anak didiknya, amanah orang tua anak didik dan atas profesi yang dia sandang, baik tanggung jawab moral maupun sosial dan dapat menjadi uswah bagi murid atau anak didiknya. Karena secara umum kinerja guru atau pendidik adalah seluruh aktifitasnya dalam hal mendidik, mengajar, mengarahkan dan memandu anak 24
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integritas dan Kompetensi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 165.
26
didik untuk mencapai tingkat kedewasaan dan kematangan. Untuk itu sebagai dasar tuntutan keprofesionalan atas keilmuan diri yang didapatnya hendaklah seorang guru atau pendidik melaksanakan tugas profesinya tidak hanya sebatas pada tataran teoritis saja, tetapi juga dilakukan pada tataran praktis.25 Adapun pada tataran prakteknya uraian berikut merupakan pemaparan beberapa prinsip yang berlaku umum tentang etika guru dalam pembelajaran. Pertama, memahami dan menghormati anak didik. Kedua menghormati bahan pelajaran yang diberikannya, artinya guru dalam mengajar harus menguasai sepenuhnya bahan pelajaran yang diajarkan. Ketiga menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran. Keempat menyesuaikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu. Kelima mengaktifkan siswa dalam konteks belajar. Keenam memberi pengertian bukan hanya kata-kata belaka. Ketujuh menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa. Kedelapan mempunyai tujuan tertentu dengan tiap pelajaran yang diberikan. Kesembilan jangan terikat dengan satu buku teks (teks book). Kesepuluh
tidak
hanya
mengajar
dalam
arti
menyampaikan
pengetahuan saja kepada anak didik, melainkan senantiasa mengembangkan kepribadiannya.26
25
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Misaka Galiza, 2003), hlm. 99. 26 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam…, hlm. 173-176.
27
Dari semua yang dipaparkan mengenai etika, sikap, perilaku atau kepribadian seorang guru diatas, terdapat relevansi dengan apa yang disampaikan Syekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adabul Alim Wa Al Muta’llim, perbedaan hanya terletak pada penyampaian bahasa yang digunakan, namun substansi yang dimaksudkan adalah sama dalam hal pembelajaran, lebih-lebih lagi Syekh Muhammad Hasyim Asy’ari telah mengemukakan pendapatnya dengan menambahkan dan memberi perhatian khususnya kepada perilaku etika guru atau pendidik dengan menjelaskan etika yang harus dilakukan sebagai guru atau pendidik yang mana hal ini tidak dapat dijumpai pada karangan ulama’ masa sebelumnya seperti AzZarnuji, Al-Jauzy dan Abu Hanifah.
F. Proses Belajar Mengajar 1. Prinsip-Prinsip Belajar Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan yang vital. Dalam uraian terdahulu dijelaskan bahwa mengajar adalah proses membimbing kegiatan belajar, bahwa kegiatan mengajarhanya bermakna apabila terjadi kegiatan belajar murid. Oleh karena itu, adalah penting sekali bagi setiap guru memahami sebaikbaiknya tentang proses belajar murid, agar dia dapat memberikan
28
bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi murid-murid.27
2. Komponen-Komponen Pengajaran Pengajaran adalah suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinterelasi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi: a. Tujuan pendidikan dan pengajaran b. Peserta didik atau siswa c. Tenaga kependidikan khususnya guru d. Perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum e. Strategi pembelajaran f. Media pengajaran, dan g. Evaluasi pengajaran. Proses pengajaran ditandai oleh adanya interaksi antara komponen, misalnya, komponen peserta didik berinteraksi dengan komponen-komponen guru, metode/media, perlengkapan/peralatan, lingkungan kelas yang terarah pada pencapaian tujuan pengajaran.
27
hlm. 27.
Oemar Hamalik, Proses BelajarMengajar, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), cet. 7.
29
3. Komunikasi Dalam Proses Belajar Mengajar Untuk mencapai interaksi belajar mengajar sudah barang tentu perlu, adanya komunikasi yang jelas antara guru (pengajar) dengan siswa (pelajar), sehingga terpadunya dua kegiatan, yakni kegiatan mengajar (usaha guru) dengan kegiatan belajar (tugas siswa) yang berdaya guna dalam mencapai tujuanpengajaran. Sering kita jumpai kegagalan pengajaran disebabkan lemahnya sistem komunikasi. Untuk itulah guru mengembangkan pola komunikasi yang efektif dalam proses belajar mengajar.28 Ada tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk mengembangkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa. a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah Dalam komunikasi ini guru berperan sebagai pemberiaksi dan siswa sebagai penerima aksi. Guru aktif siswa pasif. Ceramah pada dasarnya adalah komunikasi satu arah, atau komunikasi sebagai aksi. Komunikasi jenis ini kurang banyak menghidupkan kegiatan siswa ajar. b. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah Pada komunikasi ini guru dan siswa dapat berperan sama, yakni pemberi aksi dan penerima aksi. Keduanya dapat saling memberi dan saling menerima. Komunikasi ini lebih baik daripada yang pertama, sebab kegiatan guru dan siswa relatif sama. 28
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses BelajarMengajar, (Bandung: SinarBaru Algesindo, 2011), cet. 12. hlm. 31.
30
c. Komunikasi banyak arah atau komunikasi sebagai intransaksi Yakni komuikasi yang tidak hanya melibatkan interaksi dinamis antara guru dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi antara siswa satu dengan lainnya .proses belajar mengajar dengan pola komunikasi ini mengarah kepada proses pengajaran yang mengembangkan
kegiatan
siswa
yang
optimal,
sehingga
menumbuhkan siswa belajar aktif. Diskusi, simulasi merupakan strategi yang dapat mengembangkan komunikasi ini.29
4. Penilaian Hasil Belajar Untuk menentukan tercapi tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan penilaian atau evaluasi. Penilaian atau evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan, harga atau nilai berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan tingkahlaku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh sebab itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian hasil belajar.30
29
Ibid.,hlm. 32. Ibid.,hlm. 111.
30
31
Pada prinsipnya penilaian hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, jenisnya pun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. 31 a. Pra test dan post test Kegiatan pre tes dilakukan secara rutin pada setiap akn memulai penyajian materi baru. Tujuannya untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Kegiatan post test dilakukan pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya untuk mengetahui taraf pengetahuan siswa atas materi yang telah di ajarkan. b. Penilaian prasyarat Penilaian jenis ini sangat mirip dengan pre test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena perjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian. c. Penilaian diagnostic Penilaian ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrument evaluasi jenis ini 31
Dede retno, “Makna Penilaian Hasil Belajar dan Hal-hal yang Diperhatikan dalam Melakukan Penilaian Hasil Belajar PAI”, diakses dari http://ahankzk.blogspot.co.id/2012/06/makna-penilaian-hasil-belajar-dan-hal.html, pada tanggal 16 September 2015 pukul 17.21.
32
dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan.
d. Penilaian formatif Penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Adapun jenis alat penilaian hasil belajar secara garis besar berbentuk objektif yaitu tes yang jawabannya dapat diberi skor nilai secara lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya.32 Tes yang temasuk dalam penilaian objektif, yaitu: a) Tes benar-salah Soal-soal dalam tes ini berbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yakni “B” jika pernyataan itu benar dan “S” jika salah. Apabila soal-soalnya disusun dalam bnetuk pernyataan, biasanya alternatif jawaban yang harus dipilih ialah “ya” atau “tidak”. b) Tes pilihan berganda Item-item dalam tes pilihan berganda (multiple choice) biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang dapat dijawab dengan memilih salah satu dari empat atau lima jawaban yang mengiringi setiap soal. Cara yang sangat lazim
32
Ibid., Dede retno.
33
dilakukan ialah menyilang (X) salah satu huruf a, b, c, d, atau e yang menandai alternative jawaban yang benar. c) Tes pencocokan (menjodohkan) Tes ini disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata istilah atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Dan siswa menjawab soal yang cocok dengan jawaban. d) Tes isian Tes ini berbentuk cerita yang pada bagian-bagian tertentu memuat istilah yang dikosongkan.
BAB III PEMIKIRAN AL-ZARNUJI TENTANG HUBUNGAN BELAJAR MENGAJAR DALAM KITAB TA’LIM AL MUTA’ALLIM
A. Biografi Al Zarnuji Kata syaikh adalah panggilan kehormatan untuk pengarang kitab ini. Sedang Az Zarnuji adalah nama marga yang diambil dari nam kota tempat beliau berada, yaitu kota Zarnuj. Diantara dua kata itu ada yang menuliskan gelar Burhanuddin (bukti kebenaran agama), sehingga menjadi Syaikh Burhanuddin Az Zarnuji. Adapun nama person-nya, sampai sekarang belum ditemukan literature yang menulisnya. Zarnuj masuk wilayah Irak. Tapi boleh jadi, kota itu dalam peta sekarang masuk wilayah Turkistan (kini Afganistan) karena ia berada didekat kota (Khoujanda). Memang tidak banyak diketahui tahun kelahirannya Az Zarnuji, tapi diyakini beliau hidup dalam satu kurun dengan Az Zarnuji yang lain. Seperti halnya Az Zarnuji kita ini, Az Zarnuji lain yang nama lengkapnya Tajuddin Nu’man bin Ibrahi Az Zarnuji juga seorang ulama besar dan pengarang wafat tahun 640H/1242M. Adapun tahun wafat Syaikh Az Zarnuji itu masih harus dipastikan, karena ditemukan beberapa catatan yang berbeda-beda, yaitu tahun 591H, 593H, dan 597H.1
1
Aly As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, (Kudus: Menara Kudus, 2007) hlm. ii.
34
35
B. Latar Belakang Pendidikan dan Penyusunan Kitab Setelah saya melihat banyak penuntut ilmu di saat ini pada tekun belajar tetapi tidak berhasil menggapai manfaat dan buahnya yaitu aplikasi ilmu dan pengmbangannya, karena mereka salah jalan dan mengabaikan persyaratan, padahal siapapun salah jalan tentu tersesat dan gagal mencapai tujuan. Maka dengan senang hati, saya bermaksud menjelaskan tentang thoriqoh ta’allum, sesuai dengan apa yang saya baca dari berbagai kitab dan yang saya dengar dari para guru yang alim dan arif. Penuh harapanku akan dukungan do’a dengan hati yang tulus dari para pecinta ilmu.2 Sebagaimana ditulis dimuka bahwa dalam biografi Al-Zarnuji terjadi ketidak jelasan, hal itu disebabkan karena sedikitnya yang menulis riwayat hidup Al-Zarnuji , sehingga ketidakjelasan juga terjadi dalam riwayat pendidikannya. Akan tetapi Imam Ghozali Said menjelaskan, bahwa AlZarnuji menimba ilmu pengetahuan dari berbagai ulama’ pada masanya yang mana mereka telah banyak mengarang buku-buku fiqih, bahasa dan sastra yang terkumpul dalam satu aliran yaitu Madzhab Hanafi.3 Dalam aliran ini memberikan corak yang jelas dalam metode Al-Zarnuji yang terdapat dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim.4 Adapun guru-gurunya yang terkenal sebagaimana dicantumkan dalam kitab Ta’lim secara urut sebagai berikut :
2
Ibid, hlm. 2. Imam Ghozali Said, Op. Cit., hlm.16. 4 Sudarnoto, Op. Cit., hlm. 19. 3
36
Kelahiran dan
Jumlah Nasehat
Pertumbuhan
dan Petuah
Pendiri
Kufah -
11 kali
madzhad Hanafi
Baghdad
Ulama fiqih
Daerah
madzhad Hanafi
belakang sungai
Muhammad bin
Murid Abu
Di tengah-
Hasan
Hanifah
tengah Baghdad
Abu Yusuf
Murid Abu
No.
Ulama
Madzhab
1.
Abu Hanifah
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Al-Marghinani
Bagdad
10 kali 8 kali -
5 kali
Hanifah
Bagdad
Ulama Fiqih
Daerah
Ibrahim
madzhad Hanafi
belakang sungai
Asy-Syairazy
Ulama Fiqih
Daerah
madzhad Hanafi
belakang sungai
Ulama Fiqih
Daerah
madzhad Hanafi
belakang sungai
Ulama Fiqih
Daerah
madzhad Hanafi
belakang sungai
Ulama Fiqih
Baghdad - Marw
2 kali
Ulama Fiqih
Daerah
2 kali
madzhad Hanafi
belakang sungai
Ash-Shodru -
Ulama Fiqih
Daerah
Asy-Syahid
madzhad Hanafi
belakang sungai
Hammad
bin
Hilal bin Yasar Qowwamuddin Al-Hamdzani
2 kali 2 kali 2 kali 2 kali
madzhad Hanafi 10. 11.
Al-Hulwani
2 kali
Sedangkan menurut para peneliti mengemukakan, bahwa Al-Zarnuji menuntut ilmu di Buhkhara dan Samar Khan, yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di kedua kota
37
tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan Ta’lim yang diasuh antara lain oleh Burhanuddin Al-Marghinani, Syamsuddin Abd. Al-Wadjdi, Muhammad bin Muhammad Al-Abd As-Sattar Al-Amidi dan lain-lainnya. 5 Selain itu Al-Zarnuji belajar dari ulama-ulama lain seperti Ali bin Abi Bikr bin Abdul Jalil Al-Farghani Al-Marghinani Al-Rustami Ruknul Islam Muhammad bin Abi Bakar (W. 573/ 1177), Hammad bin Ibrahim (W. 587/ 1180), Taqruddin Al-Hasan bin Mansyur atau Qadhikhan (W. 592/ 1196), Ruknuddin Al-Farghani (W. 594/ 1098) dan Al-Iman Sadiduddin Al-Shirazi.6 Dengan demikian berdasar keterangan tersebut dapat diidentifikasi bahwa pemikiran dan intelektualitas Al-Zarnuji
sangat banyak dipengaruhi oleh
faham fiqih yang berkembang saat itu, sebagaimana faham yang dikembangkan oleh para gurunya, yakni fiqih aliran Hanafiyah. Sebagaimana dikemukakan oleh Muid Khan, dalam
studinya tentang
kitab Ta’lim yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris, mengenai karakter pemikiran Al-Zarnuji , yang dikutip oleh Affandi Muchtar bahwa dalam kajian tersebut, Muid Khan memasukkan pemikiran Al-Zarnuji
kedalam
garis pemikiran Madzhab Hanafiyah, yang dikuatkan dengan bukti banyaknya ulama’ Hanafiyah yang dikutip oleh Al-Zarnuji , termasuk Imam Abu Hanifah sendiri. Dari sekitar 50 ulama’ yang disebut Al-Zarnuji , hanya ada dua saja yang bermadzhab Syafi’iyah, yakni Imam Syafi’i sendiri dan Imam Yusuf al-Hamdani (wafat: 1140). Menurut Muid Khan ide-ide madzhab yang 5
Djudi, Konsep Belajar Menurut Al-Zarnuji , (Semarang: Pusat Penelitian IAIN Walisongo, 1997), hlm. 10 atau lihat Ahmad Muhammad Abdul Kadir dalam Awaludin, Op.Cit., hlm 30-31. 6 Awaludin Pimay, Ibid., hlm. 31.
38
dianutnya mempengaruhi pemikirannya tentang penddikan.7 Sehingga Mahmud bin Sulaiman al-Kaffawi yang wafat tahun 990 H / 1562 M, dalam kitabnya “al-A’lamul Akhyar Min Fuqoha’I Madzhab al-Nu’man alMukhtar”, menempatkan Al-Zarnuji
dalam peringkat ke-12 dari daftar
madzhab Hanafi.8 Disamping ahli dalam bidang pendidikan dan Tasawuf, sangat dimungkinkan, bahwa Al-Zarnuji juga menguasai bidang sastra, fiqih, Ilmu kalam, dan lain-lain.9 Dalam sejarah terdapat lima tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama pendidikan pada masa Nabi Muhammad SAW (571-632 M); kedua pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin (632 - 661 M); ketiga pendidikan pada maa Bani Umayyah di Damsyik (661- 750 M); keempat pendidikan pada masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750 - 1250 M); dan kelima pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad (1250 - sekarang).10 Untuk memahami Al-Zarnuji sebagai seorang pemikir, maka harus difahami ciri zaman yang menghasilkannya, yaitu zaman Abbasiyah yang menghasilkan pemikir-pemikir Ensiklopedik yang sukar ditandingi oleh pemikir-pemikir yang datang kemudian.11 Sebagaimana dijelaskan diatas,
7
Sudarnoto, Op. Cit, hlm. 25. atau lihat Imam Ghozali Said, Op. Cit., hlm. 14 32. M. Plessner, Op. Cit., hlm. 1218. 9 Abudin Nata, op.cit., hlm. 105. 10 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1992), Cet. III, hlm. 7. 11 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, (Jakarta: Pustaka AlHusna, 1988), hlm. 99. 8
39
Al-Zarnuji hidup pada awal pemerintahan Abbasiyah di Baghdad yang berkuasa selama lima abad berturut-turut (132-65…H / 750-1258 M).12 Dengan demikian Al-Zarnuji hidup pada masa ke-empat dari periode pendidikan dan perkembangan pendidikan Islam, yakni antara tahun 750 1250 M. Sehingga beliau sangat beruntung mewarisi banyak peninggalan yang ditinggalkan oleh para pendahulunya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab dalam catatan sejarah periode ini merupakan zaman kejayaan Peradaban Islam pada umumnya dan pendidikan Islam pada khususnya. Menurut Hasan Langgulung bahwa, “Zaman keemasan tersebut mengenai dua pusat, yaitu kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad, berlangsung kurang lebih lima abad (750-1258 M.) dan kerajaan Umayah di Spanyol kurang lebih delapan abad (711-1492 M.)”.13 Abudin Nata, dalam bukunya Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, menggambarkan bahwa: Dalam masa tersebut, kebudayaan Islam berkembang dengan pesat yang ditandai oleh munculnya berbagai lembaga pendidikan, mulai dari tingkat perguruan tinggi. Diantara lembaga-lembaga tersebut adalah Madrasah Nizaniyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk (457 H/ 106 M), Madarah An-Nuriyah Al-Kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki pada tahun 563 H/ 1167 M. dengan cabangnya yang amat banyak di kota Damascus; Madrasah AlMuntansiriyah yang didirikan oleh Khalifah Abbasyiyah, AlMuntansyir Billah di Baghdad pada tahun 631 H/ 1234 M. Sekolah yang disebut terakhir ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti gedung berlantai II, Aula, Perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 buku koleksi, halaman dan lapangan yang luas, masjid, balai pengobatan dan lain sebagainya. Keistimewaan 12
Ibid., hlm. 98. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), Cet. II, hlm. 13. 13
40
lainnya madrasah yang disebut terakhir ini adalah karena mengajarkan ilmu fiqih dalam empat madzhab (Maliki, Hanafi, Syafi’I dan Ahmad Ibnu Hambal).14 Sebagai seorang filosof muslim Al-Zarnuji lebih condong kepada AlGhozali, sehingga banyak jejak Al-Ghozali dalam bukunya dengan konsep epistemologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam Ihya Ulum alDin. Akan tetapi Al-Zarnuji memiliki sistem tersendiri, yang mana pada setiap bab dengan bab yang lain, atau setiap kalimat dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan kata yang lain dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mosaik kepribadian Al-Zarnuji sendiri.15
C. Kandungan Kitab Ta’lim Al Muta’allim Dalam seluruh kitab Ta’lim Al Muta’allim Thoriqat Ta’allum terdapat beberapa fasal yang menjelaskan tentang persyaratan dan proses dalam mencari ilmu sampai dengan keberhasilan dalam menggapi ilmu. Yaitu; 1. Tentang pengertian ilmu, fiqih dan keutamaannya 2. Tentang niat dalam belajar 3. Tentang memilih ilmu, guru, teman dan tentang ketabahan 4. Tentang penghormatan terhadap ilmu dan Ulama’ 5. Tentang ketekunan, kontinuitas, dan minat 6. Tentang permulaan belajar, kuantitas dan tata tertib belajar 14 15
Abudin Nata, op.cit., hlm. 106. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, op.cit., hlm. 99.
41
7. Tentang tawakkal 8. Tentang waktu keberhasilan 9. Tentang kasih sayang dan nasihat 10. Tentang istifadah (mengambil faidah) 11. Tentang waro’ ketika belajar 12. Tentang penyebab hafal dan penyebab lupa 13. Tentang sumber dan penghambat rizki, penambah dan pemotong usia
D. Pemikiran Pendidikan Al-Zarnuji Untuk mengetahui pemikiran penidikan Al-Zarnuji, maka kitab Ta’lim al-Muta’allim adalah satu-satunya kitab yang dapat dijadikan pijakan, sebab berdasar litertur yang peneliti dapatkan, para peneliti masih sepakat bahwa kitab Ta’lim merupakan satu-satunya kitab sebagai karya Al-Zarnuji yang masih ada sampai sekarang. Menurut Affandi Muchtar kajian mengenai ide kependidikan Al-Zarnuji telah dilakukan oleh “ Von Grunebaum dan M. Abel“ yang meliputi enam aspek pedagogis.16 Enam aspek pedagogis tersebut antara lain : 1. Aspek Kurikulum dan Mata Pelajaran Menurut mereka Al-Zarnuji mengutamakan dua mata pelajaran; yakni fiqih dan kedokteran. Pelajaran seperti Astronomi, diluar batas yang dibutuhkan untuk kepentingan ibadah termasuk 16
Sudarnoto Abdul Hakim, Hasan Asari, Yudian W. Asmin (penyunting), Islam Berbagai Perspektif,Didedikasikan Untuk 70 tahun Prof. Dr. H. Munawir Sadzali, MA, (Yogyakarta: LPMI, 1995), hlm. 20.
42
dalm kategori subjek yang dilarang untuk dipelajari. Alasannya, pelajaran seperti ini hanya akan menjauhkan anak anak didik dari ajaran-ajaran keagamaan yang mereka anut. Tentu saja Al-Zarnuji sangat mengutamakan pelajaran fiqih yang dalam perspektif pendidikan modern dikategorikan sebagai mata mata pelajaran pokok. Adapun mata pelajaran kedokteran dikategorikan bersifat minor. 2. Aspek Penentuan Lingkungan dan Guru Von Grunebaum dan M. Abel memulai penjelasannya dengan merujuk pada kegiatan “rihlah ilmiyah”, perjalanan ilmiyah.kegiatan seperti ini sudah sangat lazim dalam masyarakat berperadaban tinggi, baik di barat maupun di timur, sejak dulu hingga sekarang. Dengan
tepat
Al-Zarnuji
antara
lain
menegaskan
perlunya
melakukan perjalanan bagi para pelajar yang menempuh pendidikan tingkat
tinggi,
ini
nampaknya
mencerminkan
situasi
pada
zamannya (Al-Zarnuji ) dimana pusat belajar, baik lembaga umum maupun pribadi, sudah tumbuh dan berkembang
luas. Namun
demikian Al-Zarnuji menyarankan seorang pelajar hendaknya mencari informasi yang tuntas tentang guru yang akan ditujunya. Didalam menentukan guru ini Al-Zarnuji menentukan tiga kriteria : kepandaian, kebersihan hati dan pengalaman guru tersebut.
43
3. Aspek Waktu Belajar Adalah ajaran Islam bahwa manusia harus belajar sepanjang usia hidupnya. AlZarnuji berpendapat bahwa permulaan usia muda (remaja) adalah saat yang paling baik untuk untuk belajar. Secara lebih spesifik Von Grunebaum dan Abel kemudian
merujuk pada
pengalaman bangsa Arab yang suka menggunakan waktu malam hari untuk konsentrasi belajar. Terutama senja dan fajar. Namun demikian, Al-Zarnuji meneankan agar penggunaan waktu diatur dengan normal, jangan berlebihan atau memaksakan diri. 4. Aspek Teknik dan Proses Belajar Dalam perkembangan
hal
ini
Al-Zarnuji
mempertimbangkan
proses
jiwa seseorang. Pada usia kanak-kanak, aktifitas
menghafal dengan cara pengulangan harus ditempuh dengan tekun. Setelah itu, memasuki pendidikan lebih tinggi, penekanan pada aspek pemahaman mulai dilakukan. Hal-hal yang dipelajari tidak saja harus dikuasai secara material, tetapi juga difahami maknanya. Tetapi dengan kemampuannya menghafal dan memahami pelajaran, pada tahap berikutnya, seorang pelajar harus aktif merefleksikan pengertiannya sekaligus
dalam
kreatifdalam bertanya.
Dikatakan bahwa bertanya itu lebih baik dari pada menghafal selama satu bulan. Dalam prosesnya, Al-Zarnuji juga menekankan pentingnya mencatat dan menulis apa yang diingat dan difahaminya.
44
5. Aspek Dinamika Belajar Von Grunebaum dan M. Abel berpendapat bahwa ide AlZarnuji pada prinsipnya didasarkan pada dua apek. Aspek pertama berhubungan dengan ketentuan-ketentuan teknis sedang aspek kedua berkenaan kepentingan etis. Dengan kata lain bahwa untuk mencapai keberhasilan belajar, seseorang harus menjukkan kemauan yang keras dan berusaha yang serius. Kemauan saja tanpa kerja keras akan gagal. Begitupun sebaliknya, kerja keras dengan tidak disertai semangat (kemauan) membaja tidak akan mencapai hasil yang optimal, kedua hal itu tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, hendaknya juga dipelihara semangat belajar secara konstan, tapi tidak menjemukan. Disinilah perlunya variasi mata pelajaran yang ditempuhnya. 6. Aspek Hubungan Guru Murid dan Lingkungannya Al-Zarnuji menyatakan bahwa lingkungan pergaulan baik dalam hubungannya dengan guru, teman, maupun masyarakat pada umumnya, sangatpempengaruhi pola belajar dan berfikir seseorang. Karena itulah disarankan agar seorang pelajar membangun hubungan seluas mungkin dengan kalangan cerdik pandai. Belajar sama sekali tidak hanya bergantung pada buku atau seorang guru. Dimanapun berada, seorang pelajar harus memanfa’atkan waktunya untuk belajar pada lingkungannya. Dengan kata lain, belajar tidak cukup hanya dengan aktifitas formal, melainkan juga harus
45
berlangsung dalam proses pergaulan yang saling menerima dan memberi. Disamping Von Grunebaum dan M. Abel, kajian terhadap pemikiran pendidikan Al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim juga telah dilakukan oleh M. A. Quraishi dan kajian yang lebih kritis oleh I.O. Oleyede.17 Dalam studi ini pertanyakan beberapa ide Al-Zarnuji tentang pendidikan seperti, ide mengenai kemungkinan untuk melakukan
belajar
yang
hanya dapat
dilakukan oleh manusia, tidak oleh binatang. Menurutnya bahwa pandangan ini perlu diuji dengan perkenbangan psikologi modern. Begitu pula ide tentang apa yang menyebabkan kemalasan, yang disarankan oleh Al-Zarnuji untuk menghindari banyak makan ikan, yang mana ide itu perlu mendapat feed back (pandangan balik) dari ahli nutrisi. Terlepas dari pertanyaan kritis itu, Oleyede mencatat pandangan pandangan Al-Zarnuji tentang guru, waktu dan murid sebagai tiga unsur yang menggerakkan aktifitas manusia dalam belajar.
17
Ibid.,hlm. 29.
BAB IV ANALISIS BELAJAR MENGAJAR MENURUT SYEKH SYAIKH AL ZARNUJI DALAM KITAB TA'LIMUL MUTA'ALLIM DAN APLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Belajar Mengajar Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim 1. Konsep Tentang Ilmu Dalam menyusun kitabnya Imam Az Zarnuji tidak melupakan hakekat tentang ilmu. Dalam menerangkan tentang hakekat ilmu beliau berkata : "Sifat yang kalau dimiliki oleh seseorang, maka menjadi jelaslah apa yang terlintas didalam pengertiannya".1 Yaitu sifat yang ada pada diri seseorang; apabila disebutkan tentang sesuatu, maka orang itu akan teringat tentang sesuatu yang telah diketahui sebelumnya. Sebab antara menyebut ilmu berarti menyebut apa yang telah diketahui, dari pengetahuan dapat keluar pengertian atau penjelasan terhadap yang telah disodorkan padanya. Pembahasan tentang hakekat ilmu tidak diperluas, karena pembahasan tentang mencari ilmu lebih penting agar para pelajar lebih mencurahkan perhatian untuk mencarinya.2 Ilmu telah diwajibkan untuk dicari oleh kaum muslimin. Namun terdapat perbedaan antara golongan satu dengan golongan lainnya tentang
1
Az Zarnuji, Ta'lim al Muta'allim Fi Bayani Thariqi al Ta'allum. (Surabaya : Al Hidayah), hlm. 9. 2 Az Zarnuji, Ta'lim al Muta'allim..., hlm. 9.
46
47
ilmu mana yang wajib dipelajari bagi setiap muslim.3 Dalam bahasan itu Imam Az Zarnuji membagi ilmu menjadi tiga : a) Ilmu Yang Wajib di Pelajari Yaitu ilmu yang dapat menghantarkan pelaksanaan kewajiban. Melaksanakan salat adalah kewajiban bagi setiap muslim, maka wajib pula mempelajari ilmu tentang salat secukup dapat melaksanakannya. Seseorang yang mempunyai kemampuan dalam melaksanakan haji, maka ia wajib mempelajari ilmu tentang pelaksanaan haji. Selain itu mempelajari ilmu hal juga wajib. Pengertian dari ilmu hal adalah ilmu dasar agama dan ilmu fiqih yang mengetahui tentang kafir, iman dan pelaksanaan agama, seperti salat, zakat dan puasa.4 Mempelajari ilmu gerak hati seperti tawakkal, inabah, khasyah dan ridla dengan hukum dan qodlo Allah karena ilmu itu selalu terpakai dalam setiap keadaan.5 b) Ilmu Yang Berhukum Fardlu Kifayah Mempelajari ilmu yang dipentingkan dalam saat – saat tertentu adalah berhukum kifayah ; apabila sebagian dari sebagian masyarakat dalam suatu daerah telah menguasai, maka yang lain tidak berkewajiban mempelajarinya. Jika dalam wilayah itu tidak ada yang
3
Abi Hamid Muhammad al Ghozali. Ihya' Ulumuddin, (Beirut : Darul Fikr. Libanon, 1989), hlm. 25. 4 Az Zarnuji, Op. Cit., 4. 5 Ibid., hlm. 5.
48
mempelajairinya, maka pemimpin diwilayah itu wajib memerintahkan warganya untuk belajar.6 c) Ilmu Yang Haram Di Pelajari Mempelajari ilmu nujum untuk mengetahui dan mengelak dari taqdir Allah adalah haram. Karena menghindar dari taqdir-Nya adalah tidak mungkin. Belajar ilmu tersebut menyia – nyiakan umur dan waktu. 7 Menurut keterangan Imam Ghozali dilarangnya mempelajari ilmu nujum karena bisa mnyebabkan lupa kepada-Nya. Karena menurut sebagian kepercayaan ilmu nujum berasal dari kepercayaan yang mempercayai bahwa bintang – bintang dilangit mempunyai pengaruh pada diri (jiwa) manusia yang ada di bumi sehingga membuat hati goncang karena mempercayai jalannya bintang tadi. Selain itu termasuk mempelajari ilmu yang tidak ada guna dan memberi manfaat, sedangkan mempelajari ilmu yang tidak berguna termasuk tercela.8 2. Konsep Belajar Imam Az Zarnuji menguraikan beberapa hal tentang cara belajar : a. Niat Belajar adalah dasar dari pada amal. Menurut pendapat Abu Hanifah, hukum dan balasan terhadap amal perbuatan tergantung niatnya.9 Dalam sabda Rasulullah dijelaskan : 6
Ibid., hlm. 8. Az Zarnuji, Op. Cit., hlm. 8. 8 Abi Hamid Muhammad al Ghozali, Ihya' Ulumuddin, (Beirut : Darul Fikr. Libanon, 1989), hlm. 42. 7
49
ت ِ إِﻧﱠﻤَﺎ ْاﻷَ ْﻋﻤَﺎ ُل ﺑِﺎﻟﻨﱢﯿﱠﺎ " Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya."10 Untuk itulah Imam Az Zarnuji menyarankan bagi pelajar untuk berniat mencari ridla Allah dan pahala di akhirat kelak. Selain itu hendaklah berniat : a. Menghilangkan kebodohan diri dan kaum bodoh ; b. Menghidupkan agam karena tegaknya Islam dengan ilmu ; c. Mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan. Jangan sampai belajar diniati untuk mencari pangkat atau mencari dunia.11 Belajar adalah perintah agama Islam, maka pelajar dalam menjalani ketaatan kepada Allah. Orang yang taat karena Allah (akhirat), maka akan ditolng melalui : a. Memberinya perasaan selalu kaya (qonaah) dalam hatinya ; b. Mengkokohkan persatuaanya ; c. Memberinya kekayaan dunia. Orang yang taat karena dunia, Allah akan menjadikan : a. Kefakiran selalu terbayang di matanya ; b. Memecah belah persatuannya ; c. Tidak menambah dunia kecuali yang sudah dipastikan padanya.12
9
Ibrahim ibnu Ismail, Syarah Ta'lim al Muta'allim, (Surabaya : Al Hidayah), hlm. 10. Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhori, Bukhori bi Hasyiyati al Nada, (Semarang : Usaha Keluarga), hlm. 6. 11 Az Zarnuji, Op. Cit., hlm. 10. 10
50
Berarti niat mempunyai peranan penting dalam perbuatan, maka pelajar sudah sewajarnya menata niat dan diarahkan. Salah satu niat yang baik adalah mencari ridla Allah. Cita – cita adalah tujuan yang akan dicapai oleh orang yang nantinya akan diperjuangkan, maka hendaklah pelajar diarahkan pada suatu cita – cita tertentu.13 Maka cita – cita yang utama bagi seorang muslim adalah pengabdian pada yang kuasa ; Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya dimaktub dalam surat al Bayyinah ayat 5 :
﴾٥:﴿اﻟﺒﯿﻨﺔ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus (Q.S. Al-Bayyinah: 5).14 Selain itu dengan adanya cita – cita dalam diri pelajar, ini akan membentuk suatu sikap rohani tertentu sehingga menjadi landasan utama bagi pelajar. Dari sini dapat diambil kesimpulan betapa pentingnya niat dan motivasi dalam belajar yang nantinya menjadi landasan utama dalam mencapai cita – cita. Alangkah baiknya pada hari pertama, hari mulai 12
hlm. 42.
13
Ust.,H.M. Choiron Chusen, Kunci Da'wah, (Bangil : Pustaka Salafiyah Bangil, 1987)
The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, (Yogyakarta : Pusat Studi Yogyakarta, 1988), hlm. 17. 14 Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir al Qur'an, Al Qur'an dan Terjemah, (Madinah : Percetakan al Qur'an, 1411 H), hlm. 1084.
51
kegiatan belajar setiap orang tua dan guru memberikan pengarahan tentang motivasi dan niat, kalau perlu menjadikan suatu kewajiban.
3. Teknik Belajar Sebagai petunjuk dalam belajar Imam Az Zarnuji memberikan beberapa cara yang dapat menunjang dalam keberhasilan belajar. a. Seorang pelajar jangan sampai meninggalkan sesuatu kitab sampai sempurna dipelajari.15 Termasuk juga mempelajari pengetahuan jangan berpindah sebelum menguasai. Selain adanya kesiapan mental dalam membaca tak lupa juga harus memperhatikan teknik dan kebiasaan, anjuran guna mendapatkan hasil yang optimal dalam membaca / mempelajari buku. Dalam pengertian ini, jangan ada pelajar yang menurutkan kemauannya sendiri dengan berpindah dari satu jurusan ke jurusan yang lain, dengan alasan karena tidak suka saja, atau mempunyai anggapan, bahwa dengan berpindah jurusan akan dapat ditemukan bakat, tujuannya. Cara belajar yang demikian selain tidak membuahkan hasil juga menghabiskan biaya hanya menuruti ketidak matangan dalam menentukan pilihan. Jika pelajar, mahasiswa dalam menentukan pilihan tidak sesuai dengan harapan, maka pandang dengan rasa optimis, nanti akan berhasil.
15
Az Zarnuji, Op. Cit., hlm 15.
52
Guna mempunyai kemauan selalu untuk mempelajari buku atau jurusan, maka minat tetap dijaga dan kesadaran akan faedah pelajaran tersebut terhadap diri sendiri, umumnya pelajar tidak minat terhadap pengetahuan karena tidak tahu faedahnya.16 Dapat diambil kesimpulan bahwa guna menumbuhkan minat terhadap suatu pelajaran dan mempunyai daya tahan yang lama, perlu dipupuk rasa kesadaran akan pentingnya ilmu tersebut (yang akan dipelajari) bagi kehidupan baik sekarang maupun nantinya. b. Jangan sampai pindah daerah kecuali terpaksa. Hal ini bisa membuat urusan kacau dan hati tidak tenang dan bisa melukai perasaan guru.17 c. Sebaiknya pelajar selalu mengekang hawa nafsunya dengan kesabaran. d. Memilih Teman Pelajar tidak akan lepas dari pergaulan dan teman sebaya. Bahkan setelah mengenal dunia pergaulan teman lebih didengar dari orang tua sendiri. Untuk itu dalam Kitab Ta'lim al Muta'allim pelajar hendaklah mencari teman yang mempunyai sifat : 1. Tekun 2. Jujur 3. Wara' 4. Mudah memahami masalah dan menjauhi teman yang bertabiat pemalas, penganggur, banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah.18 16
The Liang Gie. Cara Belajar Yang Efisien. (Yogyakarta : Pusat Studi Yogyakarta, 1988), hlm. 21. 17 Az Zarnuji, Op. Cit., hlm 15.
53
Imam Az Zarnuji tidak mengesampingkan peranan, akibat pergaulan sesama teman dengan memberikan bahasan dalam kitabnya. Sebab akhlak tidak saja tumbuh dari belajar, namun bisa juga dari pergaulan keluarga, masyarakat. Pergaulan itu akan terserap dalam kepribadian anak.19 Pelajar sudah seharusnya memperhatikan lingkungan pergaulan terutama teman, bagaimana jua itu akan mempengaruhi diri pelajar. e. Mengulang pelajaran Pelajar hendaklah tidak menyia – nyiakan waktu, kesempatan saat muda dalam mencari ilmu. Selain itu ada kesanggupan mengulang setiap saat. Selain itu ada waktu yang terbaik untuk mengulang pelajaran yaitu waktu sahur. Bagi seorang ahli fiqih maka ia lebih baik dalam keadaan sibuk dengan ilmunya. Tentang permulaan hari belajar Imam Az Zarnuji mengikuti jejak Syaikh Burhanuddin yang biasanya memulai pengajiannya pada hari rabu.20 f. Memulai Materi Hendaklah pelajar memulai pelajaran, dengan pelajaran yang mudah difahami dan dihafal. Dengan memulai pelajaran yang mudah dihafal bagi pemula akan lebih bersemangat untuk melanjutkan pelajaran karena merasa berhasil dalam memahami pelajaran.
18
Ibid., hlm 15. Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), hlm. 11. 20 Ibid., hlm. 28. 19
54
g. Panjang Pelajaran Panjang pelajaran yang dipelajari adalah sepanjang kadar kemampuannya, Syaikh Qodli Imam Umar bin Abu Bakar Az Zanji berkata : "Guru – guru kami berkata, sebaiknya bagi orang yang baru belajar, mengambil pelajaran sepanjang yang kira – kira dihafalkan dengan faham setelah diajarkan dua kali berulang. Kemudian tiap hari ditambah sedikit demi sedikit sehingga setelah banyak dan panjangpun masih tetap dapat menghafal dengan faham pula setelah diulang dua kali. Demikianlah lambat laun setapak demi setapak apabila pelajaran pertama yang dikaji itu terlalu panjang sehingga pelajar memerlukan diulanginya sepuluh kali, maka untuk seterusnya sampai yang terakhir pun begitu. Karena hal itu menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan kecuali dengan susah payah."21 h. Membuat Catatan Sendiri Tidak dapat dikesampingkan oleh pelajar adalah membuat catatan sebagai bahan untuk mengulang, mempelajari pelajaran. Catatan harus dibuat dengan sebaik-baiknya dan mudah dipelajari, karena catatan yang kurang bagus akan membuat otak tumpul. i. Selalu Berusaha Memahami Pelajaran Pelajar sebaiknya mencurahkan perhatian dan segala daya untuk memahami pelajaran sang guru atau dengan mengangan – angannya
21
Az Zarnuji, Ta'lim al Muta'allim Fi Bayani Thariqi al Ta'allum, (Surabaya : Al Hidayah), hlm. 46.
55
sendiri.22 Kadang ada pelajar tidak faham dengan pelajaran saat diterangkan, namun setelah sampai ditempat kediaman ia baru memahami
pelajaran.
Maka,
sudah
sepatutnya
pelajar
selalu
mengangan-angan pelajarannya. j. Cara Menghafal Pelajaran hari ini diulang lima kali, kemarin diulang empat kali, kemarin lusa tiga kali, sebelum itu dua kali, sebelumnya lagi sekali. Dalam mengulang pelajaran jangan terlalu pelan – pelan lebih baik dengan suara keras, tapi jangan terlalu keras juga.23
4. Konsep Tentang Guru Guru yang dalam bahasa jawa sering di artikan sebagai orang yang bisa digugu dan ditiru, baik ilmu atau kepribadiannya. Selain harus memenuhi
beberapa
syarat
guru
harus
mempunyai
kepribadian.
Kepribadian itu yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik yang sejati (baik) bagi anak didiknya atau akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya itu.24 Disamping guru memenuhi syarat menguasai ilmu atau orang dewasa yang professional, ahli transfer of knowledge, namun juga sebagai pemimpin dan pendidik.25 Untuk itu Imam Az Zarnuji memberikan konsep tentang guru. Guru adalah harus berusia tua. Dengan demikian tugas guru 22
Az Zarnuji, Op. Cit., hlm. 29. Ibid., hlm. 34. 24 Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), hlm. 16. 25 Prof.,H.M.M. Ed. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan : Islam dan Umum, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hlm. 163. 23
56
sebagai orang dewasa lebih tertunjang, baik itu ilmu atau pengalamannya. Karena itu, guru akan memperhatikan beberapa unsur tentang belajar yang berkenaan dengan dirinya : a. Kegairahan dan Kesediaan untuk Belajar Seorang guru telah berpengalaman tidak berusaha mendorong peserta didiknya untuk mempelajari sesuatu diluar kemampuannya dan tidak memompakan keotaknya pengetahuan yang tidak sesuai dengan kematangannya atau tidak sejalan dengan pengalaman yang lalu, atau memakai metode yang tidak sesuai dengan mereka. Guru akan selalu memperhatikan keadaan suasana jiwa mereka. b. Membangkitkan Minat Murid Guru harus menjaga aturan kelas dan menjadikan siswa bergairah menerima pelajaran. Dia juga mengarahkan kelakuan mereka kepada yang baik yang diinginkan. Dengan suka rela dan atas kemauan sendiri bekerja dan bergerak. Jalan untuk itu adalah membangkitkan minat
murid
dengan
berusaha
memenuhi
kebutuhan
mereka,
memelihara bakat mereka serta mengarahkan pada yang benar. c. Menumbuhkan Sikap dan Bakat Banyak macam kegiatan yang dilakukan anak didik dalam belajar, membangkitkan minat dan keperluannya, pembentukan bakat dan sikap, yang menjadi bagian dari kepribadian mereka, maka perlu dibangkitkan bakat dan sikap yang baik. Salah satu cara adalah
57
memberikan dorongan dan pujian. Adapun kekerasan dan kegagalan melemahkan semangat. d. Mengatur Proses Belajar – Mengajar Mengatur pengalaman belajar serta kegiatan yang berhubungan dengannya, adalah faktor utama dalam berhasilnya proses belajar, karena ia memudahkan murid untuk memperoleh pengalaman tersebut dan
dalam
memanfaatkannya.
Pengaturan
itu
terjadi
dengan
menghubungkan unsur – unsur pelajaran dengan keperluan murid, dan menjadikannya kesatuan yang terpadu yang berkisar pada masalah yang menjadi perhatian mereka. Dengan demikian pelajaran ilmu menjadi lebih bermakna. Karena belajar didasarkan pada pengalaman yang sudah dimiliki.26 Sebagai seorang guru tidak hanya dituntut memenuhi peraturan itu dan ini, namun juga dituntut memiliki kasih sayang. Karena bagaimanapun pendidikan adalah hubungan timbal balik sesama manusia, maka bagi guru harus memiliki kasih sayang kepada anak didiknya. Memang dasar pendidikan adalah kasih sayang yang tulus.27. Kemudian keluar gagasan humanistic education yang menganggap bahwa guru dan anak didik adalah sejajar dan sebagai relasi.28
26
Drs.,A., Tabrani Rusyan, dkk, Pendendekatan Dalam Proses Belajar – Mengajar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 84. 27 Ibid., hlm 9. 28 Ibid., hlm. 181.
58
5. Konsep Tentang Murid Secara ringkas dapat dikatakan bagaimana cara yang mesti ditempuh oleh pelajar agar berhasil mencapai cita – cita dan apa yang mesti diperbuat, tekuni guna meraihnya : a. Mempunyai rasa untuk mengagungkan ilmu, karena guna mencapai ilmu
perlu
diagungkannya.
Pengagungan
ilmu
berarti
juga
mengagungkan ahli ilmu, yaitu guru atau pengajar. Tidak menghormati (menghargai ilmu) maka akan gugurlah ilmu itu. Dalam kitab itu dituturkan bahwa tidak akan kufur orang yang telah melakukan maksiat namun orang dapat kufur lantaran tidak menghormati Allah.29 b. Mengagungkan guru, termasuk menghormati ilmu adalah menghormati guru. Sahabat Ali berkata :"Sayalah menjadi hamba orang yang telah megajariku
satu
huruf.
Terserah
padanya,
saya
mau
dijual,
dimerdekakan ataupun tetap dijadikan hambanya." Dituliskan sebuah Syi'ir : "Keyakinanku tentang hak guru, hak paling hak adalah itu, paling wajib dipelihara, oleh sesama muslim seluruhnya. Demi memulyakan, haiah berhak dihaturkan seharga seribu, tuk mengajar satu huruf." Memang benar jika seorang guru mengajar dalam urusan agama, maka ia berarti bapak dalam kehidupan agama. Dari Imam Asy Syairozi : "Bagi orang yang ingin agar puteranya alim, hendaklah suka memelihara, memulyakan, mengagungkan, dan menghaturkan hadiah
29
Az Zarnuji, Ta'lim al Muta'allim Fi Bayani Thariqi al Ta'allum, (Surabaya : Al Hidayah), hlm. 16.
59
kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan ilmiahnya. Kalau toh ternyata bukan puteranya yang alim, maka cucunya nanti."30 Termasuk
menghormati
guru,
yaitu
janganlah
duduk
ditempatnya, memulai mengajak bicara kecuali atas perkenannya, menanyakan hal – hal yang membosankan yang pada intinya membuat mereka rela. Menghormati putera guru adalah termasuk menghargai guru juga. Barang siapa yang melukai hati gurunya maka tertutuplah berkah lmunya. c. Memulyakan Kitab Termasuk menghargai ilmu yaitu memulyakan kitab. Karena itu, sebaiknya pelajar jika mengambilnya dalam keadaan suci. Hikayat, Syaikh Al Khuwaini berkata : "Hanyasanya saya dapati ilmuku ini adalah dengan mengagungkan. Sungguh saya mengambil kertas belajarku dalam keadaan suci." 31 Jangan membentangkan kaki kearah kitab, jangan menulis dengan warna merah. Itulah beberapa tata krama dalam memulyakan kitab. d. Menghormati Teman Termasuk arti menghargai ilmu pula, yaitu menghargai teman. Dalam pergaulan, pelajar selalu memegangi akhlaq dan menjaga
30
Drs. Aliy As'ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, (Kudus : Menara Kudus), hlm. 23. 31 Ibid., hlm. 18.
60
kehormatan mereka. Begitu juga siap sedia, ringan tangan untuk membantu bila dibutuhkan.32 e. Selalu bersikap hormat dan khidmat. Hendaklah penuntut ilmu memperhatikan segala sesuatunya tentang ilmu sekalipun masalah itu telah berulang – ulang didengarnya demi mengagungkan dan menghormati ilmu.33 f. Janganlah memilih ilmu sendiri. Hendaklah sang murid jangan menentukan pilihan sendiri terhadap ilmu yang akan dipelajari. Seyogyanya mempersilahkan guru untuk menentukan pilihannya, karena dialah yang berkali – kali melakukan uji coba tentang mengetahui ilmu apa yang sebaiknya diajarkan kepada seseorang sesuai tabiatnya. g. Menyingkiri akhlaq tercela. Pelajar supaya menjaga diri dari akhlaq yang tercela. Karena akhlaq buruk itu ibarat anjing, terutama sikap takabbur atau sombong. "Ilmu itu musuh bagi penyombong diri, laksana air bah, musuh dataran tinggi."34 h. Kesungguhan hati. Selain itu semua, pelajar juga harus bersungguh – sungguh hati dalam belajar secara kontinu. Ada dikatakan pula : "Siapa bersungguh – sungguh dalam mencari sesuatu, pastilah ketemu.","Barang siapa 32
The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, (Yogyakarta : Pusat Studi Yogyakarta, 1988), hlm. 27. 33 Ibid., hlm. 19. 34 Ibid., hlm. 20.
61
mengetuk pintu bertubi – tubi, pasti dapat memasuki."
35
Adapula
dikatakan : "Dalam mencapai kesuksesan mempelajari ilmu fiqih, diperlukan kesungguhan tiga pihak, yaitu : guru, pelajar dan wali murid." i. Bercita – cita Luhur Dalam menuntut ilmu seorang pelajar harus bercita – cita luhur sebab burung terbang dengan kedua sayapnya, maka sudah seharusnya pelajar memiliki cita – cita. Ketika bercita – cita jangan sampai hanya untuk kehidupan dunia juga melihat kepentingan akhirat kelak.36 j. Pembiayaan untuk ilmu Pelajar yang berbadan sehat dan pikiran normal untuk belajar. Karena dengan bekal badan dan akal sehat dapat berusaha untuk mendapatkan biaya belajar dan nafqah hidupnya. Dalam suatu riwayat tidak ada yang lenih melarat dari Abu Yusuf, ternyata tidak melupakan pelajaranya. Alangkah baiknya jika kebetulan mempunyai biaya yang cukup untuk belajar jangan sampai melupakan belajarnya. Dalam Kitab Ta'lim al Muta'allim diriwayatkan ada seorang alim ditanya tentang sebabnya beliau mendapat ilmu, dijawabnya : "Dengan ayahku yang kaya. Dengan kekayaan itu, beliau berbakti kepada ahli ilmu dan ahli keutamaan." Maka pelajar tidak segan – segan membelanjakan harta, kekayaan buat ilmu. 35 36
Ibid., hlm. 21. Ibid., hlm. 24.
62
Seperti sair gubahan Sy Ali bin Abi Thalib :
ﺳﺄﻧﺒﻴﻚ ﻋﻦ ﻣﺠﻤﻮﻋﻬﺎ ﺑﺒﻴﺎن#
اﻻﻻﺗﻨﺎل اﻟﻌﻠﻢ اﻻ ﺑﺴﺘﺔ
وإرﺷﺎد اﺳﺘﺎذ وﻃﻮل زﻣﺎن# ذﻛﺎءوﺣﺮص واﺻﻄﺒﺎر وﺑﻠﻐﺔ Ah, tak mampu kau meraih ilmu, tanpa dengan enam perilaku, berikut saya jelaskan semua kepadamu: Cerdas, Semangat, Sabar, dan Cukup sangu, ada piwulang (irsyad) guru dan sepanjang waktu.37 k. Berbuat Wara' Seorang pelajar selama dalam mencari ilmu seharusnya menjaga diri dari segala yang telah diharamkan oleh Allah (wara'). Ditulis dalam Kitab Ta'lim al Muta'allim barang siapa yang tidak berbuat wara' waktu belajar, maka Allah akan memberinya ujian sebagai berikut :
Dimatikan dalam usia muda.
Ditempatkan dalam perkampungan kaum bodoh.
Dijadikan pengabdi para penguasa. Jika melakukan wara' maka ilmu akan menjadi manfaat,
belajarpun mudah. Termasuk berbuat wara' menjauhi perut yang terlalu kenyang, terlalu banyak tidur dan banyak membicarakan hal – hal yang tidak bermanfaat.
37
Aliy As'ad, Terjemah Ta Limul Mutaallim, (Kudus: Menara Kudus, 2007), hlm. 32.
63
B. Aplikasi Belajar dan Mengajar Dalam Kitab Ta’limul Muta’allim dan Dalam Pendidikan Islam Kitab Ta'lim al Muta'allim, karya Imam Az Zarnuji, apabila dilihat dari isi dan materi yang dibahas didalamnya, pada hakekatnya masih relevan dengan dunia pendidikan sekarang ini. Hal ini dapat dilihat bahwa komponen – komponen pendidikan dan pengajaran yang banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan pada abad ini sebenarnya sudah tercakup dalam kitab tersebut, meskipun harus diakui bahwa dari pola urutan pembahasannya masih kurang sistematis. Menurut para pakar pendidikan, sedikitnya ada lima komponen yang harus terdapat dalam dunia pendidikan saat ini, satu dengan lainnya mempunyai hubungan timbal balik dan tidak boleh dipisah – pisah. Lima komponen itu adalah : a. Tujuan pendidikan ; b. Anak didik ; c. Pendidik ; d. Alat – alat ; e. Lingkungan.
1. Komponen Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan menurut Az Zarnuji dijelaskan dalam kitabnya, yaitu untuk mengharap dan memperoleh ridla Allah SWT, mengabdi, menegakkan, mengembangkan agama islam, menghilangkan
64
kebodohan, sebab taqwa kepada Allah SWT tidak akan terwujud dengan adanya kebodohan. Karena itu tanpa pendidikan kebodohan merajalela, maka bencana dan malapetaka akan menimpa dunia.
2. Faktor Anak Didik Sesuai dengan nama kitab yang dipilih dan dikehendaki oleh Imam Az Zarnuji, yaitu Ta'lim al Muta'allim artinya pengajaran / pendidikan murid, Thariqut Ta'allum artinya metode pembelajaran, maka fokus pembahasan banyak ditujukan kepada murid / peserta didik dan hampir seluruh bab yang ada mengungkap hal – hal yang berkaitan dengan syarat – syarat yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh murid, baik itu mengenai kognitif (intelektual), afektif (sikap, nilai – nilai) dan psikomotor (kelincahan / keterampilan) dan kehalusan bahasa sesuai dengan tujuan proses balajar.38
3. Komponen Pendidik (Guru) Komponen pendidik (guru) dibahas oleh Imam Az Zarnuji secara jelas dan detail dalam bab IV diatas tentang memilih guru dan menghormati ahli ilmu atau guru. Dua bab itu secara khusus membahas hal – hal yang berkaitan dengan sifat yang harus dimililki oleh guru / pendidik yang berkenaan dengan adab, kesopanan murid kepada guru dan putra – putrinya. 38
Drs., A., Tabrani Rusyan, Pendendekatan Dalam Proses Belajar – Mengajar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1992), hlm. 10.
65
Selain itu membahas tentang guru yang semestinya dipilih oleh murid, yaitu mempunyai ilmu yang mumpuni, lebih menjaga diri dan lebih tua (lebih berumur).
4. Komponen Alat Pendidikan Yang dimaksud dengan alat pendidikan ialah segala sesuatu yang dipergunakan langsung atau tidak langsung membantu terlaksananya pendidikan.39 Dengan demikian, alat – alat pendidikan yang dapat digunakan itu cukup banyak. Misalnya, buku, alat tulis dan sebagainya. Materi pendidikan yang tertera dalam berbagai macam bidang studi yang terwujud dalam bentuk buku pelajaran yang merupakan bagian dari komponen alat pendidikan amat diperhatikan oleh Imam Az Zarnuji dan dibahas dalam beberapa bab, yaitu bab I menekankan untuk mempelajari ilmu yang terkait dengan kewajiban ibadah, seperti : salat, puasa, zakat, dan haji atau mu'amalah, seperti : jual beli, namun tidak mengabaikan yang terkait dengan kesehatan, seperti kedokteran, tetapi tidak membenarkan mempelajari, mempergunakan ilmu yang syarat dengan ramalan nasib seseorang, seperti ilmu nujum.
39
Drs. Wasty Soemanto, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia Tantangan Bagi Para Pemimpin Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional), hlm. 149
66
5. Komponen Lingkungan Lingkungan adalah lapangan – lapangan berupa keluarga, sekolah dan masyarakat, itu yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan.40 Komponen lingkungan dibahas oleh Imam Az Zarnuji secara khusus dalam bab ini. Beliau menekankan agar anak didik memilih teman yang rajin, tekun, wara' (menjauhi hal – hal yang diharamkan oleh Allah) dan menjauhi teman yang banyak bicara, suka berbuat keburukan dan gemar membuat fitnah. Disamping besarnya pengaruh pergaulan teman – teman Imam Az Zarnuji juga menguraikan betapa kuatnya pengaruh keluarga, terutama kedua orang tua dengan mengutip sebuah hadits nabi :
ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ و ﺳﻠﻢ ﻛﻞ ﻣﻮﻟﻮد ﯾﻮﻟﺪ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻄﺮة (ﻓﺄﺑﻮاه ﯾﮭﻮداﻧﮫ أو ﯾﻨﺼﺮاﻧﮫ أو ﯾﻤﺠﺴﺎﻧﮫ )رواه اﻟﺑﺧﺎري وﻣﺳﻠم “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nashrani atau Majusi.” (HR. al-Bukhari &Muslim). 41
40
Ibid., 162. Mutiara Hadits, Makna Setiap Anak Terlahir Dalam Keadaan Fitrah, diakses dari http://www.mutiarahadits.com/72/68/76/makna-setiap-anak-terlahir-dalam-keadaan-fitrah.htm pada tanggal 21 September 2015 pukul 19.07. 41
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan dengan judul study analisis tentang belajar mengajar dalam kitab Ta’limul Muta’allim dan aplikasinya dalam pendidikan islam maka dapat di ambil suatu simpulan sebagai berikut: 1. Belajar dan mengajar dalam Kitab Ta'lim al Muta'allim merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subjek yang menerima pelajaran (sasaran didik), sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar. Belajar adalah penambahan pengetahuan. Devinisi ini dalam praktik sangat banyak di anut di sekolah dimana guru-guru berusaha memberikan ilmu sebanyak mungkin dan murid bergiat untuk mengumpulkannya. Sering belajar itu disamakan dengan menghafal. Bukti bahwa seorang anak belajar ternyata hasil dari ujian yang diadakan. Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik. 2. Aplikasi belajar mengajar dalam Kitab Ta'lim al Muta'allim, karya Imam Az Zarnuji, apabila dilihat dari isi dan materi yang dibahas didalamnya, pada hakekatnya masih relevan dengan dunia pendidikan sekarang ini.
67
68
Hal ini dapat dilihat bahwa komponen – komponen pendidikan dan pengajaran yang banyak dikemukakan oleh para pakar pendidikan pada abad ini sebenarnya sudah tercakup dalam kitab tersebut, meskipun harus diakui bahwa dari pola urutan pembahasannya masih kurang sistematis. Sebagai seorang guru tidak hanya dituntut memenuhi peraturan itu dan ini, namun juga dituntut memiliki kasih sayang. Karena bagaimanapun pendidikan adalah hubungan timbal balik sesama manusia, maka bagi guru harus memiliki kasih sayang kepada anak didiknya. Memang dasar pendidikan adalah kasih sayang yang tulus. Kemudian keluar gagasan humanistic education yang menganggap bahwa guru dan anak didik adalah sejajar dan sebagai relasi. Menurut para pakar pendidikan, sedikitnya ada lima komponen yang harus di daplikasikan dalam dunia pendidikan saat ini, satu dengan lainnya mempunyai hubungan timbal balik dan tidak boleh dipisah – pisah. Lima komponen itu adalah : a. Tujuan pendidikan ; b. Anak didik ; c. Pendidik ; d. Alat – alat ; e. Lingkungan.
B. Saran-Saran Adapun saran-saran untuk mengakhiri skripsi ini adalah sebagai berikut:
69
1. Guru sebagai faktor utama dalam pendidikan, hendaknya dapat mengambil hal-hal terpenting dari pemikiran al-Zarnuji terutama yang berkenaan dengan masalah kepribadian guru. Walaupun secara eksplisit masalah kepribadian tidak dibahas olehnya. Akan tetapi melalui nasehat yang direkomendasikan kepada para murid terhadap kriteria guru yang baik, cukup memberi kontribusi sebagai menjalankan
tugas
pegangan
bagi
guru
dalam
dan kewajibannya sebagai pendidik sejati, sebab
kepribadian guru berpengaruh terhadap pembentukan pribadi murid. Sukses tidaknya proses pendidikan juga ditentukan oleh kualitas hubungan guru dengan murid yang dimotori oleh kepribadian guru. 2. Murid sebagai individu yang balajar, hendaknya dapat juga mengambil pelajaran terpenting dari pemikiran al-Zarnuji untuk tetap dapat mempertahankan kebiasaan-kebiasaan dalam belajar melalui pendekatan religius. Mengedepankan prinsip etika dalam pergaulan sosialnya terutama terhadap guru, dalam rangka mendapatkan segi kemanfaatan ilmu yang didapatkannya dari seorang guru. Tetapi dalam hal yang lain tetap dapat mengambil budaya modern yang lebih baik melalui proses pemilahan dan filter diri dengan berpegang pada akhlak-akhlak Islami.
C. Penutup Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam, akhirnya penulisan skripsi ini telah sampai pada akhirnya dengan segala keterbatasan yang ada pada penulis (baik literatur, wawasan, bahasa, analisis, dan lain
70
sebagainya). Untuk itu, tidak ada usaha yang lebih berharga kecuali melakukan kritik konstruktif terhadap setiap elemen untuk membangun skripsi ini, demi perbaikan dan kebaikan semua pihak. Namun penulis tetap berharap, dengan segala kekurangan dan kesalahan yang ada, skripsi ini tetap menjadi bagian dari usaha yang bermanfaat bagi pengembangan pendidikan Islam pada khususnya, dan pengayaan khazanah Islam pada umumnya, atau paling tidak dapat memenuhi standar minimal dari kriteria kegunaan yang telah ditetapkan sejak penelitian ini berupa rancangan.
DAFTAR PUSTAKA A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Amzah, 2009, Cet. 1. Aat Syafaat, dkk., Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja, Jakarta: Rajawali Pers, 2008. Abdul Aziz, Adab Dan Kiat Dalam Menggapai Ilmu, Jakarta: Darus Sunnah, 2013. Abdul Majid, et,al,, Pendidikan Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006. Abdul Mujib, et al,, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008. Abdul Mujib, et al,, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008. Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al Bukhori, Bukhori bi Hasyiyati al Nada, Semarang : Usaha Keluarga. Abi Hamid Muhammad al Ghozali, Ihya' Ulumuddin, Beirut : Darul Fikr, Libanon, 1989. Al-Hadrami, Salim Ibnu Samir, Asy-Syekh, Ilmu Fiqih kitab Safinatunnajah, Bandung: Sinar baru Algensindo, 1983. Aly As’ad, Terjemah Ta’limul Muta’allim, Kudus: Menara Kudus, 2007. As'ad , Aliy, Terjemah Ta’limul Muta’allim, Kudus: Menara Kudus, 2007. Az Zarnuji, Ta'lim al Muta'allim Fi Bayani Thariqi al Ta'allum, Surabaya : Al Hidayah. Bachri, Saifuddin, Buku Ajar Metodologi Studi Islam, Jepara: Institut Islam Nahdlatul Ulama Jepara, 2010. Bachtiar , Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Jakarta: Logos, 1997. Darajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, Cet. 7. Darajat, Zakiah, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 2005. Darajat, Zakiah, Kepribadian Guru, Jakarta : Bulan Bintang, 1980. Darmadi, Hamid, Metode Penelitian Tindakan, Bandung: Alfabeta, 2011.
Dede retno, “Makna Penilaian Hasil Belajar dan Hal-hal yang Diperhatikan dalam Melakukan Penilaian Hasil Belajar PAI”, diakses dari http://ahankzk,blogspot,co,id/2012/06/makna-penilaian-hasil-belajar-dan-hal,html, pada tanggal 16 September 2015 pukul 17.21. Aliy As'ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan, Kudus : Menara Kudus. Wasty Soemanto, Dasar dan Teori Pendidikan Dunia Tantangan Bagi Para Pemimpin Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional. A. Tabrani Rusyan, Pendendekatan Dalam Proses Belajar – Mengajar, Bandung : PT, Remaja Rosdakarya, 1992. Tabrani Rusyan, dkk, Pendendekatan Dalam Proses Belajar – Mengajar, Bandung : PT, Remaja Rosdakarya, 1992. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989. Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21, Jakarta: Pustaka AlHusna, 1988. Hasibuan & Moedjiono, Proses belajar mengajar, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000. Ibrahim ibnu Ismail, Syarah Ta'lim al Muta'allim, Surabaya : Al Hidayah. Imam Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Terj, Moh Zuhri, Semarang: CV, Asy-syifa, 2009, cet, 30. Masyhuri dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian Pendekatan Praktik dan Aplikatif, Bandung: PT. Rafika Adimata, 2009. Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Misaka Galiza, 2003. Mutiara Hadits, Makna Setiap Anak Terlahir Dalam Keadaan Fitrah, diakses dari http://www,mutiarahadits,com/72/68/76/makna-setiap-anak-terlahirdalam-keadaan-fitrah,htm pada tanggal 21 September 2015 pukul 19,07. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2011. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi AKsara, 1995. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan : Islam dan Umum, Jakarta : Bumi Aksara, 1991. Pupuh Fathurrohman, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: PT Refika Aditama, 2007. Setyosari, Punaji, Metode Penelitian Pendidikan Dan Pengembangan, Jakarta: Kencana, 2012. Soetjipto, Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, PT, Rineka Cipta, 2009. Sudarnoto Abdul Hakim, Hasan Asari, Yudian W, Asmin penyunting, Islam Berbagai Perspektif,Didedikasikan Untuk 70 tahun Prof, Dr, H, Munawir Sadzali, MA, Yogyakarta: LPMI, 1995. Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa, Jakarta: Bumi Aksara, 2012. Sya’roni, Model Relasi Ideal Guru dan Murid, Telaah atas Pemikiran al-Zarnuji dan KH, Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: Teras, 2007. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000. The Liang Gie, Cara Belajar Yang Efisien, Yogyakarta : Pusat Studi Yogyakarta, 1988. Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Integritas dan Kompetensi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008. M. Choiron Chusen, Kunci Da'wah, Bangil : Pustaka Salafiyah Bangil, 1987. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Prenada Media Grup, 2007. Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir al Qur'an, Al Qur'an dan Terjemah, Madinah : Percetakan al Qur'an, 1411 H. Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan, dan kebangsaan, Jakarta: Kompas, 2010. Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1992.
DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Muhammad Amiruddin
NIM
: 131310000092
NIRM
: 10/X/17.2.1/2827
TTL
: Jepara, 9 Agustus 1988
Jurusan
: Tarbiyah / PAI
Agama
: Islam
Alamat
: Desa Sowan Lor 04/I Kedung Jepara
Pendidikan
:
1. TK Pertiwi Sowan Lor Kedung Jepara 2. MI Tamrinuth Tullab Sowan Lor Kedung Jepara 3. MTs. Darussalam Sumbersari Kencong Kepung Kediri 4. MA Darussalam Sumbersari Kencong Kepung Kediri Demikian riwayat pendidikan penulis ini, dibuat sebenar-benarnya untuk diketahui dan dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jepara, 23 September 2015 Penulis,
Muhammad Amiruddin