Al-‘Ulum; Vol. 1, Tahun 2012
Kartubi, Motivasi …
MOTIVASI BELAJAR DALAM TINJAUAN KITAB TA’LIM ALMUTA’ALLIM Kartubi, S.Ag, M.Fil.I1 Abstrak Kehidupan ideal seorang muslim adalah dapat meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat nantinya, dan kebahagiaan hidup didunia hanya bisa diraih dengan ilmu pengetahuan dan karya (amal). Islam adalah agama yang memacu setiap pemeluknya untuk senantiasa belajar sepanjang hayat. Anjuran tersebut dijelaskan oleh para ulama dalam berbagai kitab, dan salah satunya Syekh al-Zarnuji di dalam kitab Ta’limnya yang berisikan tentang bimbingan untuk penuntut-penuntut (mahasiswa) Islam yang sedang mengharungi lautan ilmu pengetahuan yang tidak terkira dalamnya, dan tidak bertepi luasnya. Kata Kunci : Motivasi Belajar Prolog Diantara sekian banyak makhluk ciptaan Allah SWT di alam semesta ini, manusia menempati kedudukan yang mulia di sisi Allah SWT dan sebaik-baik makhluk yang pernah diciptakan-Nya. Letak kelebihan manusia itu menurut Mastuhu (1994) ialah karena manusia dalam kehidupannya dibekali Allah SWT dengan daya akal dan daya kehidupan yang dapat membentuk suatu peradaban di muka bumi ini. Eksistensi manusia di muka bumi ini adalah sebagai hamba Allah SWT dan juga sebagai khalifah-Nya sebagaimana disyaratkan dalam kitab suci alQur’an. Yang mempunyai tugas antara lain: mengelola, memakmurkan serta memanfa’atkan semua yang ada di permukaan bumi ini untuk kepentingan, kemajuan serta kesejahteraan ummat manusia itu sendiri dalam kehidupannya. Untuk merealisasikan tugasnya tersebut, tentunya manusia dituntut untuk senantiasa belajar secara terus menerus sepanjang hayatnya. Manusia terlahir dan diciptakan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik, dengan potensi itulah manusia dapat mengemban tugas sucinya sebagai khalifah di muka bumi. (Drajat, 1994; 16). Melalui proses pendidikan, manusia dapat memperoleh pengetahuan yang menjadi salah satu perlengkapan dasar manusia di dalam kehidupan ini (Saleh, 1990; 89). Dengan ilmu pengetahuan juga sebagai penentu menunjukan kualitas kepribadian 1
. Dosen tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, dan tugas tambahan Sekretaris Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibitidaiyah.
19
20
Al-‘Ulum; Vol. 1, Tahun 2012
seseorang. Hal ini terlihat sekali manusia terlahir kedunia tanpa apapun jua, lalu Allah SWT karuniakan panca indera, daya ingat serta akal pikiran, dengan potensi yang dimiliki tersebut manusia dapat memperoleh pengetahuan. (QS an-Nahl ayat 78). Tanpa pendayagunaan potensi yang ada pada diri manusia seperti mentelantarkan akal pikiran misalnya itu adalah merupakan awal bencana daripada suatu kesesatan dan kebodohan. (QS al-An’am ayat 119). Ilmu pengetahuan semata-mata tanpa didasari dengan nilai-nilai ajaran Islam yang luhur, tidak akan menjamin pemiliknya melahirkan kepribadian yang mulia, hal ini dapat dilihat betapa banyaknya orang yang mempunyai ilmu pengetahuan akan tetapi dalam kehidupan mengalami berbagai krisis diantaranya krisis moral dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain, ketidakamanahan, seperti tradisi menyontek di kalangan siswa, plagiasi skripsi, tesis, disertasi, pemalsuan ijazah. (Muhaimin, 2006; 85). Indikator lain yang banyak diketemukan di kalangan peserta didik misalnya tawuran, mengkonsumsi miras, penyalahgunaan narkoba dan lain sebagainya. Kalau ini terjadi maka ilmu itu tidak akan memberikan suatu kemanfa’atan bahkan bisa memberikan kemudharatan seperti yang diungkapkan Nawawi al-Bantani (tt; 33) ilmu yang bermanfa’at adalah ilmu yang dapat menambah rasa takut kepada Allah SWT dan menambah pengetahuan terhadap keaiban dirimu, menambah pengetahuan tentang pengabdian terhadap Tuhan, dan mengurangi kegemaran terhadap dunia dan menambah kegemaranmu terhadap akhirat, dan membuka pengetahuanmu terhadap perbuatanmu yang sia-sia sehingga kamu terpelihara daripadanya. Untuk memperoleh manfa’at ilmu yang salah satunya adalah melahirkan manusia-manusia yang berakhlak mulia dan shaleh. Menurut al-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim kegagalan penuntut ilmu memetik kemanfa’atan dan buahnya ilmu yaitu mengamalkan dan menyebarkannya. dikarenakan mereka salah jalan dan meninggalkan persyaratannya…(al-Zarnuji, tt; 3). Salah satu prasyarat utama belajar dalam Islam adalah berangkat dimulai dari motivasi yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam yang termuat didalam kitab Ta’lim al-Muta’allim. Pembahasan Dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim karangan Syekh al-Zarnuji menjelaskan kepada peserta didik tentang etika menuntut ilmu (belajar), agar ilmu yang diperoleh peserta didik memberikan keberkahan yang tentunya diawali dengan motivasi (niat) yang lurus sebagaimana diungkapkan al-Zarnuji “Dan sepatutnya peserta didik diwaktu belajar berniat untuk mencari ridha Allah, kebahagiaan akhirat, menghilangkan kebodohan pada dirinya dan juga terhadap orang bodoh, menghidupkan agama dan mengekal ajaran Islam…berniat mensyukuri nikmat akal dan kesehatan”. (al-Zarnuji, tt; 10). Dan 21
Kartubi, Motivasi …
motivasi yang termaktub di dalam kitab Ta’lim inilah yang akan dibicarakan secara lugas dalam tulisan ini. 1. Niat yang Ikhlas semata-mata mengharapkan keridhaan Allah Niat merupakan penggerak utama untuk meraih tujuan yang dikehendaki, yang juga sekaligus sebagai pendorong yang diaktualisasikan berupa perbuatan ataupun amal, sejalan dengan itu al-Zarnuji menggaris bawahi bahwa, hendaknya peserta didik selama menuntut ilmu mesti dilandasi untuk mencari keridhaan Allah SWT, pendapatnya ini dilandasi hadits Muhammad Rasulullah SAW yang mengatakan “Sesungguhnya sah atau tidak sesuatu amal tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi seseorang akan memperoleh apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya karena Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang hendak dicapai atau wanita yang hendak dinikahi, maka hijrahnya itu kepada apa yang dia niatkan”. (Zakiyudin Jilid I, 1986; 5657). Hadits tersebut, menjelaskan bahwa sebelum melakukan aktivitas mestilah diawali dengan niat yang baik dan lurus, dikarenakan niat akan mempengaruhi proses, hasil yang akan dicapai. Bahkan segala aktivitas yang dilakukan seseorang tergantung apa yang dia niatkan, sebagaimana dirumuskan dalam qaidah fiqhiyah “Segala pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkannya. (Hamid, tt; 52). Jelas dalam hal ini, bahwa Islam memandang niat itu sedemikian pentingnya, sehingga dalam segala aktivitas yang akan dilakukan mesti disertai dengan niat, terlebih-lebih dalam menuntut ilmu. Di samping itu pula, niat mempengaruhi dan menentukan amal perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, apakah bernilai ibadah atau tidak. Hal ini tergambar dari pernyataan Muhammad Rasulullah SAW “Berapa banyak amal perbuatan yang berbentuk amal dunia, lalu menjadi amal akhirat dikarenakan bagus niatnya, dan sebaliknya banyak juga amal akhirat yang dikarenakan buruk niatnya maka ianya menjadi amal dunia”. Apa yang telah diperingatkan Muhammad Rasulullah SAW, boleh jadi perkara dunia bisa bernilai sebuah ibadah jika disertai dengan niat yang baik dan benar, seperti makan jika diniatkan untuk menggiatkan belajar dan menguatkan dalam beribadah, maka itu dinilai sebagai sebuah ibadah. Akan tetapi sebaliknya perkara akhirat bisa berakibat buruk dan hanya menghasilkan kesia-siaan jika disertai dengan niat yang sudah menyimpang seperti niat riya’ dalam mendirikan shalat misalnya yang dikerjakan bukan karena Allah SWT, akan tetapi karena didorong hendak dipuji orang lain, dipandang sebagai orang yang rajin ibadahnya dan lain-lain. Apabila sikap riya’ ini timbul dalam diri peserta didik akan sangat merugikan karena kebaikan dan keta’atan yang dilakukannya tidak bernilai ibadah disisi Allah SWT “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah SWT dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam 22
Al-‘Ulum; Vol. 1, Tahun 2012
(menjalankan agama dengan lurus”. (QS al-Bayyinah ayat 5). Dilain ayat dinyatakan “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian…” (QS alBaqarah ayat 264). Orang-orang seperti itu diakhirat dikategorikan Allah SWT sebagai pendusta. Muhammad Rasulullah SAW pernah mengatakan “Ada yang mengaku berjuang di jalan Allah hingga mati syahid, padahal hanya ingin dikenal sebagai pemberani. Ada yang mengaku mempelajari ilmu pengetahuan, mengajarkan, dan membaca al-Qur’an karena Allah, padahal ia hanya ingin dikenal sebagai orang alim dan qari’. Ada yang mengaku mendermakan harta untuk mencari ridha Allah, padahal ia hanya ingin disebut dermawan. Amalan semua orang itu ditolak Allah dan mereka dimasukkan ke dalam neraka. (HR. Muslim) Mempedomani apa yang telah dikatakan Allah SWT dan Rasul-Nya tadi, maka diperlukan konsistensi dan keistiqomahan dalam belajar yaitu dengan nawaitu ikhlas mencari ridha Allah SWT, serta menghindari dari berbagai pengaruh yang dapat merusak motivasi dalam belajar, seperti ingin mengejar ketenaran, kemashuran nama, mendapatkan kesenangan materi. 2. Kebahagiaan akhirat Al-Zarnuji menegaskan, selayaknya seorang peserta didik dalam belajar belajar dilandasi motivasi untuk mencari kebahagiaan jangka panjang yaitu kebahagiaan akhirat. Perlu adanya penekanan akhirat, setidaknya akan membawa dampak psikologis yang sangat besar pada diri seseorang, karena boleh jadi peserta didik yang bersusah payah sekian tahun lamanya menuntut ilmu, dan setelah selesai dalam menempuh jenjang pendidikan ternyata tidak berhasil meraih apa yang dicita-citakannya selama ini seperti mendapatkan kehidupan yang layak, kenyataan yang demikian itu akan membawanya pada prustasi, hilang harapan dan hilang semangat hidup. Adannya motivasi belajar yang orientasinya untuk mencapai kebahagiaan akhirat, akan mengeliminir dan menepis prustasi itu, dikarenakan harapannya masih ada yakni menuju kehidupan yang bahagia di akhirat yang kekal abadi, dengan demikian seorang peserta didik nantinya tidak akan putus harapan dan bersikap pesimistis dan lain sebagainya, akan tetapi mensikapi realita kehidupan yang dilaluinya dengan penuh ketabahan, kesabaran. Sebab dia berkeyakinan usaha jerih payah yang dilakukannya selama ini, termasuk dalam belajar adalah bukan sebuah kesia-siaan dan akan mendapat ujrah (imbalan) dari Allah SWT jika tidak di dunia ini, nantinya di akhirat pasti akan dibalas, sebagaimana yang dijanjikan Allah SWT “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat balasannya pula”. (QS al-Zalzalah ayat 7-8). 23
Kartubi, Motivasi …
3. Menghilangkan Kebodohan Salah satu motivasi bagi setiap peserta didik dalam belajar menurutu alZarnuji adalah untuk menghilangkan kebodohan yang ada pada diri sendiri. Merujuk dari pendapatnya tersebut, konsekwensinya adalah setiap manusia tanpa terkecualia mesti belajar dan terus belajar, hal ini dikarenakan manusia lahir kealam dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, sebagaimana dikatakan “Belajarlah kamu karena tidak seorangpun manusia lahir dalam keadaan berilmu. Tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang bodoh”. (Kholiq, tt; 9). Melalui proses belajar seseorang dapat memperoleh dan memiliki ilmu pengetahuan dan juga sekaligus dapat menutupi sisi-sisi kelemahan yang ada pada dirinya, sedangkan kelemahan itu adalah akibat dari ketidaktahuannya ataupun kebodohannya. Kebodohan itu akan membawa kepada keterbelakangan dari berbagai aspek kehidupan, Orang yang memiliki ilmu pengetahuanlah yang dapat mengemban tugasnya sebagai hamba Allah dan sekaligus khalifah Allah di muka bumi dengan baik dan benar, dan Allah SWT sendiri melarang manusia berbuat tanpa dilandasi dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana difirmankan Allah SWT “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (QS al-Isra’ ayat 34). Al-Zarnuji menyadari betapa besar bahaya yang ditimbulkan pada diri seseorang yang bodoh maupun bagi orang lain, bahaya yang ditimbulkan pada dirinya misalnya amalan yang dilakukannya hanyalah membawa suatu kesiasiaan, karena dia tidak mengetahui apakah amalan yang dilakukannya itu benar atau tidak. Sebagaimana dialog Muhammad Rasulullah SAW dengan Iblis “Dihikayatkan bahwa Rasulullah SAW datang ke masjid, dan melihat Iblis berada dipintu masjid, seraya Rasulullah SAW menyapa syetan itu apa yang kamu lakukan disini wahai Iblis? Lalu Iblis menjawab saya ingin masuk masjid dan merusak shalat orang yang sedang mendirikan shalat, akan tetapi aku takut terhadap orang yang tidur. Rasulullah SAW heran mengapa kamu tidak takut terhadap orang yang mendirikan shalat yang sedang bermunjat kepada Allah SWT, dan kamu bahkan takut terhadap orang yang tidur itu sedang orang tidur dalam keadaan lalai, lalu syetan itu menjawab orang yang shalat itu bodoh, sehingga mudah bagiku untuk merusak dari ibadah yang dilakukannya, dan apabila orang tidur itu bangun dari tidurnya maka ia akan segera memperbaikinya”. (Usman, tt; 15). Untuk menghilangkan kebodohan yang ada pada diri seseorang, tidak ada cara lain kuncinya adalah belajar (menuntut ilmu). Bahkan kalau seseorang sudah berilmu menurut al-Zarnuji, ilmunya tersebut diamalkan serta transperkan kepada yang lain dalam rangka memberantas kebodohan. 24
Al-‘Ulum; Vol. 1, Tahun 2012
Jadi tugas seorang ilmuan selain belajar juga berkewajiban menyebarkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Hal ini sejalan dengan hadits Muhammad Rasulullah SAW “Diriwayatkan dari Abi Umamah RA beliau mengatakan saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: empat orang yang mengalir terus menerus pahala kepada mereka sesudah matinya, yaitu: 1-lelaki yang gugur dimedan juang membela agama; 2-lelaki yang mengajarkan ilmunya, maka ia akan diberi ganjaran pahala atas ilmu yang diamalkan orang; 3-lelaki yang bersedekah dan pahalanya terus menerus mengalir padanya; 4lelaki yang meninggalkan anak yang shaleh yang senantias mendoakannya”. (al-Hasyimy, tt; 19). Di samping itu juga Muhammad Rasulullah SAW mengecam bagi mereka yang tidak mengembangkan ilmu atau menyembunyikannya “Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu, lalu dia menyembunyikannya, nanti dihari kiamat dia akan dikekang dengan api neraka”. (Zakiyuddin, 1986; 121). Ada pula hadits Muhammad Rasulullah SAW yang menunjukkan bahwa ilmu merupakan kebutuhan pokok manusia “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku diutus Allah untuk membawanya laksana air hujan yang sangat lebat menyirami bumi, di antara tanah (bumi) itu terdapat tanah yang layak menerima air, kemudian menumbuhkan pepohonan, dan rerumputan yang banyak. Ada pula tanah yang keras, sehingga dapat menampung air, sehingga tanah semacam ini memberi manfa’at kepada manusia, mereka dapat minum, mandi, atau mengairi serta mengembala di atasnya. Hujan itu menyirami pula bagian bumi lain, hanya saja bagian ini berupa tanah yang berpasir yang tak dapat menampung air dan menumbuhkan rerumputan. Itulah perumpamaan orang yang belajar dienullah, bermanfa’at baginya apa yang telah Allah utus aku membawanya, maka ia mempelajari ilmu dan mengerjakannya, dan perumpamaan orang yang tidak dapat mengambil manfa’at ilmu tersebut, serta tidak menerima petunjuk Allah yang telah diutus-Nya aku untuk membawanya”. (An-Nabahani, 1350H; 133) paparan hadits-hadits ini setidaknya, mengisyaratkan Islam tidak mengajarkan bahwa ilmu yang telah diperoleh tersebut digunakan untuk kepentingan diri sendiri semata-mata, akan tetapi ilmu tersebut mesti dimanfa’atkan untuk kemaslahatan orang banyak dan agama. Selain itu juga ditegaskan oleh al-Zarnuji didalam kitab Ta’limnya bahwa tidak sah takwa dan zuhud itu apabila disertai dengan ketidaktahuan (kebodohan). Untuk menguatkan dari argumentasinya tersebut dengan menukil salah satu gubahan syair gurunya yaitu Syekh Imam Burhanuddin yang berbunyi “ ”ﻓﺳﺎد ﻛﺑﯾر ﻋﺎﻟم ﻣﺗﮭك واﻛﺑر ﻣﻧﮫ ﺟﺎھلartinya suatu kerusakan yang besar bagi seroang ilmuan yang perbuatannya menyalahi ajaran agama dan jauh lebih rusak, jika sibodoh beribadah tanpa didasari ilmu pengetahuan. (AlZarnuji, tt; 10). 25
Kartubi, Motivasi …
4. Menghidupkan dan Mengekalkan Ajaran Agama Motivasi dalam belajar di dalam kitab Ta’lim adalah dilandasi dengan spirit (semangat) melestarikan ajaran Islam. Yakni dengan cara mencari ilmu pengetahuan, sebab dengan mencari, mempelajari, memiliki serta menguasai ilmu pengetahuan akan memacu menghidupkan ajaran agama. Hal ini sudah dialami dan terbukti pada Masa kekuasaan Abbasiyah adalah zaman keemasan peradaban (pendidikan) Islam yang berpusat di Bagdad yang berlangsung selama kurang lebih lima abad (750-1258 M),dengan berkembang pesatnya pengetahuan di dunia Islam telah menjadikannya sebagai pemimpin dunia, hal ini ditunjukan masyarakat yang sangat antusias dalam mencari ilmu, penghargaan yang tinggi bagi para ulama, para pencari ilmu, tempat-tempat menuntut ilmu, banyaknya perpustakaan-perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum dan juga hadirnya perpustakaan Bayt al-Hikmah yang disponsori oleh khalifah pada waktu yang membantu dalam menciptakan iklim akademik yang kondusif. Akan tetapi tatkala pemeluknya kurang ambil peduli terhadap dunia ilmu pengetahuan, maka disa’at itu pula ummat Islam mengalami kemunduran, bahkan menjadi ummat yang terkebelakang yang menjadi jajahan bangsa barat dan sampai sa’at inipun masih dirasakan ummat Islam akibat dari penjajahan tersebut. Berdasarkan konsep yang telah ditawarkan al-Zarnuji di dalam kitab Ta’lim, maka tidak ada cara lain untuk mengejar ketertinggalan dan segera lepas dari keterpurukan serta memajukan Islam kecuali dengan menguasai ilmu pengetahuan, dan ilmu pengetahuan itu hanya dapat diperoleh melalui proses belajar. 5. Mensyukuri Nikmat Akal dan Kesehatan Motivasi terakhir yang mesti dipunyai oleh setiap peserta didik menurut al-Zarnuji di dalam kitab Ta’lim adalah sebagai wujud dari tanda syukur atas dikaruniainya akal dan kesehatan yang diberikan Allah SWT kepada makhlukNya yang bernama manusia, dan inilah yang menjadikan manusia itu mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan mahluk ciptaan-Nya yang lain. Nikmat akal dan kesehatan tersebut, manusia dapat melakukan berbagai aktivitasnya, termasuk didalamnya mencari, memperoleh, dan memiliki ilmu pengetahuan. Sehingga kehidupan manusia senantiasa dinamis tidak seperti mahluk Allah SWT lainnya yang hidup statis. Kedinamisan hidup manusia itu tergambar dari perjalanan hidup manusia itu sendiri, misalnya sewaktu kecil dia tidak mengetahui apa-apa sama sekali, akan tetapi dengan dikarunianya akal manusia dapat mengembangkan potensinya dengan semaksimal mungkin sehingga dapat menguasai bumi ini. Firman Allah SWT “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia (Allah) memberikan kepadamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. (QS Al-Nahl ayat 78). Menurut Wahbah al-Zuhaily (1415; 276) ayat ini setidaknya menunjukkan kekuasaan 26
Al-‘Ulum; Vol. 1, Tahun 2012
Allah SWT, yang telah mengeluarkan seorang anak dari rahim ibunya yang dalam kondisi tidak tahu apa-apa sama sekali, lalu dijadikannya suatu alat untuk memperoleh pengetahuan yaitu berupa pendengaran, penglihatan dan akal serta hati agar kamu beriman kepada Allah dengan penuh keyakinan dan pengetahuan yang sempurnya, dan bersyukur kepada-Nya atas segala nikmatNya dengan menggunakan segala anggota badan yang diciptakan-Nya itu kearah yang baik. Ini juga menandakan bahwa syukur itu bukan hanya cukup dengan lisan, akan tetapi mesti disertai dengan perbuatan. Syukur dengan perbuatan ini dengan cara bekerja untuk menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaannya ataupun penganugerahnnya. Hal ini juga berarti setiap nikmat yang diterima oleh manusia nantinya akan dituntut kepada sipenerimanya agar merenungkan tujuan dianugerhakannya nikmat tersebut.
Kartubi, Motivasi …
Usman, Durratun Nasihin, Bungkul Indah, Surabaya, tt Saleh, Abdurrahman, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, Alih Bahasa HM. Arifin dkk, Rineka Cipta, Jakarta, 1990 Zuhaili, Wahbah, Tafsir al-Wajiz, Darul Fikri, Beirut, 1415 H Zakiyuddin, Al-Tagrib wa al-Tarhib Min al-Hadits al-Syarif Jilid I, Darul Kutub al-Ilmiah, Beirut, 1996 Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Thariq at-Ta’allum, Thoha Putra, Semarang, tt
Kesimpulan Terdapat kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas: pertama, kitab Ta’lim salah satu referensi yang dapat dijadikan acuan oleh peserta didik dalam menuntut ilmu, karena isi kitab ini membicarakan nilainilai etis dalam menuntut ilmu; kedua, motivasi yang ditanamkan oleh setiap individu-individu dalam belajar adalah rasa ikhlas, kebahagiaan akhirat, mengikis kebodohan, memajukan agama, tasyakur atas nikmat pemberian Allah SWT. DAFTAR BACAAN Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, Jakarta, 1971 Abdul Muin, Kholiq, Nasehat dan Pesan Ulama dan Ahli Hikmah, Apollo, Surabaya, tt Bantani, Nawawi, Muraqil Ubudiyah, Darul Nasyar al-Mishriah, Surabaya, tt Drajat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1994 Hamid, Abdul, Al-Sullam, Sa’adiyah Putra, Jakarta, tt Hasyimy, Ahmad, Mukhtar al-Hadits al-Nabawiyah wa al-Hikam alMuhammadiyah, Kharisma, Surabaya, tt Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, INIS, Jakarta, 1994 Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006 Nabahani, al-Fathul Kabir, Isa al-Bab al-Halabi, Mesir, 1350 H 27
28