STUD1 KULTUR KALUS TANAMAN PEGAGAN (CentellaAsiatico L)UNTUK MENGHASILKAN SENYAWA ASIATIKOSIDA
RASMITA ADELINA HARAHAP
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMAS1 Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.) Untuk Menghasillcan Senyawa Asiatikosida adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Rasmita Adelina Harahap
NIM PO3500020
ABSTRAK
RASMITA ADELINA HARAHAP. Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.) Untuk menghasilkan Senyawa Asiatikosida Dibimbing oleh AGUS PURWITO dan IKA MARISKA. Herba Pegagan (Centella asiatica L.) merupakan salah satu komponen rarnuan jamu yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional, dengan beberapa khasiat utamanya adalah sebagai obat anti radang, peluruh air kemih,mempercepat penyembuhan luka, anti hipertensi, tonika, perdarahan tepi, lepra, tuberkulosis dan obat jerawat. Disarnping itu saat ini, ekstrak herba pegagan telah digunakan sebagai ~ bentuk tablet, krim dan serbuk obat modem dengan nama paten ~ a d e c a s s o ldalam tabur. Adapun indikasi yang disertakan adalah untuk mencegah terjadinya keloid dan mempercepat penyembuhan luka Senyawa metabolisme sekunder yang terdapat pada tanarnan pegagan (Centella asiatica L.) antara lain asiatikosida,asarn asiatikat dan madekosida. Senyawa - senyawa tersebut tennasuk ke dalam golongan senyawa triterpen pentasiklik dalam bentuk bebas maupun glikosida. Salah satu metode kultur jaringan untuk menghasilkan senyawa metabolisme sekunder adalah dengan kultur kalus. Telah dilakukan penelitian studi kdtur kalus tanman pegagan (Centella asiatica L.) untul; menghasilkan senyawa asiatikosida. Bahan tanaman yang digunakan untuk kultur kalus adalah daun dan tangkai daun steril yang berasal dari kultur in vitro tanarnan pegagan berumur sekitar 6 bulan. Komposisi media yang digunakan adalah media dasar MS (Murashige dan Skoog, 1962) yang sudah dirnodifikasi. Untuk inisiasi dan perturnbuhan serta perkembangan kalus, kombinasi perlakuan yang digunakan adalah sitokinin BA dan kinetin ( 0.5 mgA, dan 1.0 m a ) dengan auksin 2,4 D (0.0, 1.0, 3.0, clan 5.0 mgA). Untuk mengetahui jurnlah kadar senyawa asiatikosida yang terdapat pada kalus, diperoleh melalui analisis KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) terhadap kalus yang telah melalui proses pengeringan. Pengamatan terhadap kalus, dilakukan pada umur 8 dan 16 rninggu setelah tanam terhadap peubah yaitu berat basah dan kering kalus, warna dan tekstur kalus yang terbentuk. Rata - rata tertinggi berat basah kalus yang berasal dari daun pada umur 8 dan 16 mst adalah 0.908 g dan 3.248 g yang diperoleh pada kombinasi perlakuan BA 1.0 mgA + 2,4 D 0.0 mgA dan 1.024 g dan 4.599 g pada kalus yang berasal dari tangkai daun, pada kombinasi perlakuan kinetin 1.0 mgA + 2,4 D 0.0 mgA. Rata - rata tertinggi berat kering kalus yang berasal dari daun dan tang kai ria* 0.221 g dan 0.193 g yang diperoleh pada kombinasi perlakuan yang sama seperti rata - rata berat basah sebelurnnya Berdasarkan hasil analisis KCKT diperoleh bahwa kadar senyawa asiatikosida tertinggi adalah 0.062 % berat kering pada kalus yang berasal dari daun yang diperoleh pada perlakuan BA 1.0 mg/l+2,4 D 0.0 mgA. S-gkan pada kalus yang b e d dari tangkai daun kadar senyawa asiatikosida tertinggi adalah 0.079 % berat kering yang diperoleh pada perlakuan kinetin 1.0 mgA + 2,4 D 0.0 mgll. Kata Kunci :Pegagan, Centella asiatica L., kultur kalus, metabolisme sekunder, asiatikosida
ABSTRACT RASMITA ADELINA HARAHAP.Study of callus cultures of pegagan (Centella Asiatica L.) to production asiaticoside. Under the direction of AGUS PURWITO and IKA MARISKA. Pegagan ( Centella asiatica L.) herbs is one of medicinal herbs component which is often used in traditional treatments, especially as anti inflammation, diuretics, tonic, and hypertension, pheri very bleeding, leprosy, tuberculoses, quickening wound healing and acne healing. Namely h4adecassolR which is consist of Centella asiatica extract used in modem treatmen for preventing khelloid forming and quickening wound healing in dosage form as bblet, spread powder and cream. The drugs contain of Centella asiatica are asiaticoside, Asiatic acid and madecassac acid. The of Object of of this experiment was to study the possibility of production of asiaticosida by callus cultures of Centella asiatica L. Explant used was leaf and petiole of sterile obtained fiom in vitro cultivation which old about 6 month. The basal medium used was MS (Murashige and Skoog). Treatment growth regulation combinations was sitokinin BA and kinetin (0.5 mg/l, 1.0 mg/l) with auxin 2,4 D ( 0.0, 1.0, 3.0, 5.0 mg/l)Asiaticoside produced by callus were analyzed quantitatively using HPLC method. The result showed that highest mean of wet weight of callus by leaf explant (8 and 16 weeks after cutivating was 0.908 g and 3.248 g(BA 1.0 mg/l + 2.4 D 0.0 mg/l) and 1.024 g and 4.599 g (Kinetin 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l)of callus by petiole explant.. The dry weight of highest mean of callus obtained at same treatment and like at wet weight highest mean of callus that is 0.221 g ( BA 1.0 g/lrn+2.4D0.0 d m ) and 0.193 g ( Kinetin 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l). The result of analysis of HPLC indicate that callus existence of compound asiaticoside, the callus from leaf explant ( BA 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l) asiaticoside compoud contents was 0.062 % per weight of sample callus. While at callus from petiole (Kinetin 1.0 mg/l + 2,4D 0.0 mg/l) asiaticoside compound contents was 0.079 % per weight of sample callus. Key words :Centella asiatica L., callus cultures, metabolites secondary,asiaticoside.
W2olo/W*
t,ht~&,gasuap 4ysC~a(uy *d~ * t w a , uvjvy vhynryas n m u e g a s 3 o k u m u w 3n3.wz uty q n a m t , d u s r ) ~ ~ g c a d uty u ~ u~ r n 6 hu u ~
ea)
rn
SOQZ '
.
!&npml!p ad!a m 'cfeqare~ ~ eugapy m!wsq >~![!w a d p~ B H @
~
,
Kupersembahka? karya ini untuk orang- orang yang senantiasa memberiku kebahagiaan dengan penuh lieikhlasan dan kasih sayang, teruntuk suarniku & kedua anakku tercinta, kedua orang tuaku dan k e 4 kakakku tersayang.
STUD1 KULTUR KALUS TANAMAN PEGAGAN (CentellaAsiatica L)UNTUK MENGHASILKAN SENYAWA ASIATIKOSIDA
RASMITA ADELINA HARAHAP
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magisier Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005
Judul Tesis
: Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan (Centella miatica L.)
Nama NIM
:Rasmita Adelina Harahap :PO3500020
Untuk Menghasilkan Senyawa Asiatikosida
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ika Mariska. APU Anggota
Ketua
Diketahui Ketua Program Studi Agronomi
Dr. Ir. Satriyas Ilyas, M.S.
Tanggal Ujian : 4 Pebruari 2005
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. 1r1syafrida Manuwoto, M.Sc.
Tanggal LU~US : )
1 FE?
PRAKATA Syukur Alharndulillah yang tiada terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga penulis dapat
menyelesaikan dan menuliskan hasil penelitian hi. Pembuatan tesis sebagai hasil
dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis hi, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister sains pada sekolah
pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul " Studi Kultur Kalus Tanaman Pegagan (CenteUa asiatica L)tJntuk Menghasilkan Senyawa Asiatikosida
".
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan penghargaan yang talc temilai dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr . Ika Mariska yang telah memberikan kesempatan dan tempat kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini, atas bimbingan dan
sarannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini 2. Bapak Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. atas birnbingan dan sarannya sehiilgga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
3. Ibu Prof Dr. Ir. Syafiida Manuwoto, MSc. sebagai Direktur Sekolah Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor 4. Ibu Dr. Ir. Satrias Ilyas, MSc. sebagai ketua Program Studi Agronomi
5. Suami dan ke - 2 anakku tercinta yang senantiasa memberikan domngan baik moril maupun materi dan selalu mengiringiku dengan doanya
6. Ibu dan Bapak serta ke-4 kakakku tercinta ,yang telah membimbingku dan senantiasa memberikan domngan moril dan materil
7. Mbak Ireng Darwati atas persaudaraan, bantuan dan kerjasamanya selama
8. Abang Ahmad Riduan dan keluarga serta semua pihak yang telah banyak mernbantu penulis dalam pelaksanaan dan penulisan hasil penelitian ini Penulis berharap mudah-mudahan amal kebaikan bapak maupun ibu di terima di sisi Allah SWT dan mendapat imbalan yang setimpal di hari akhir nanti . Amin. Bogor, Pebruari 2005 Rasmita Adelina Harahap
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padangsidirnpuan pada tanggal 30 Desember 1971 dari ayah Drs. H. Syarnsul Bachri Harahap dan ibu Hj. Deliana Hararahap, BA. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudam
Tahun 1990 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Padangsidirnpuan dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB.
Penulis memilih program studi Agronomi, jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 1995 dan
sejak
tahun 1996 penulis aktif sebagai staf pengajar Jurusan
Hortikultura, Pesantren Pertanian Politeknik Darul Fallah Ciarnpea, Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan S2 pada tahun 2000 dan diterima pada program studi Agronomi, Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR TABEL...............................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR...........................................................................vii
...
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................v111 PENDAHULUAN Latar Belakang............................................................................ 1 Tujuan Penelitian......................................................................... 3 Hipotesis ..................................................................................3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pegagan (Centella miaticu L.). ............................................. 4 Senyawa Metabolisme Sekunder .....................................................5 Produksi Semyawa Metabolit Sekunder Melalui Teknik Kultur Jaringan................................................................... 7 Analisis Kandungan Semyawa Metabolit Sekunder ..............................-10 BAHAN DAN METODE Tempat dm Wa!.! Penelitian........................................................13 Bahan dan Alat Penelitian............................................................. 13 Metode Penelitian ...................................................................... 13 Pelaksanaan Penelitian ................................................................ 14 Pengamatan ............................................................................ -16 HASL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 17 Berat Basah clan Kering Kalus......................................................-17 Waktu Muncul Kalus................................................................... 23 Warna Kzlus...........................................................................-25 Tekstur Kalus........................................................................... 26 Analisis Kadar Senyawa Asiatikosida..............................................28 SIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 32 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................33
Halaman 1
Kandungan Saponin Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.. ...............5
2 Rekapituiasi Hasil Anaiisis Statistika Terhadap Bent Basah dan Kering Kalus Tanarnan ~k (centella asiatica L.). ....................-18 3 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin)
Terhadap Berat Basah Kalus Pegagan (Centellaasiatica L.) yang Berasal dari Daun pada Umur 8 mst. ............................................19 4 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap Berat Basah Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) dari Daun pada Umur 16 mst.. ..............................................................19 5
Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap Berat Basah Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) yang Berasal
dari Tangkai D m yada Umur 8 mst. ...........................................2 1 6 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin)
Tsrhadap Berat Basah Kalus Pegagan (Centellaasiatica L.) yang Berasai dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst.. ..............................2 1 7 Pengaruh Periakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap Berat Kering Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) dari Daun padaUmur 16 m s ................................................................. ~ 24 8 Pengaruh Perlakuan 2,4D dan Sitokinin (BA dan Kinetin) Terhadap
Berat Kering Kalus Pegagan (Centellaasiatica L.) yang Berasal dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst.. .............................24 9 Warna dan Tekstur Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) yang
Berasal Daun pada Umur 8 dan 16 mst ..........................................27 10 Warna dan Tekstur Kalus Pegagan (Centella asiatica L.) yang
Berasal Tangkai Daun pada Umur 8 dan 16 mst.. .............................28 1 1 Persentas: Kadar Senyawa Asiatikosida pada Kalus Kering
Pegagan ( Centella asiatica L.) dengan Analisis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). .....................................................3 1
-
,
DAFTAR GAMBAR Halaman
1 Rurnus Bangun Senyawa Asiatikosida.. ..........................................6 2 Bagan Peralatan Kromatografi Cair Kinej a Tinggi (KCKT). ................12 3 Diagram Batang Rata- rata Berat Basah Kalus Pegagan
(Centella usiatica L.) yang Berasal dari Daun pada Umur 8 dan 16 mst...20 4 Diagram Batang Wrata Berat Basah Kalus Pegagan (Centella usiatica L.) yang Berasal dari Tangkai Daun pada Umur 8 dan 16 rnst.. .-22
5 Diagram Batang Rata- rata Berat Kering Kalus Pegagan (Centella miatica L.) yang Berasal dari Daun pada Umur 16 rnst.. ...................23 6 Wama dan Tckstur Kalus pada Umur 8 rnst ............................. ......25 7 Diagram Batang Rata- rata Berat Kering Kalus Pegagan (Centella
usiatica L.) yang Berasal dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst.. .........26
.
8 Wama dan Tekshw Kalus pada Umur 16 mst.. ...... ........................-29
Halaman 1 Komposisi Larutan Stck Untuk Media Murashige clan Skoog
(1 962) Yang Telah Dimodifikasi.. ............................................. .37
2 Jalur Biosintesis Senyawa Asiatikosida.. ......................................38
3 HasilAnalisisSidikRagam
......................................................39
PENDAHULUAN Latar Belakang
Dewasa ini potensi bahan alami yang banyak tersirnpan dalam sumber daya alam hayati Indonesia yang beraneka ragam semakia digalakkan oleh t
pemerintah dan instansi - instansi yang terkait dengan bidang ini. Banyak negara maju yang tertarik dengan bahan alami, karena lebih behasid, aman dan murah dibandingkan dengan bahan sintesis. Hal ini semakin mend-
para pengusaha
dalam negeri untuk memproduksi dan memanfaatkan bahan - bahan alami pada tanaman y n g terdiri dari senyawa metabolit sekunder serta mempunyai peranan penting, terutarna bagi industri h a s i , wangi (Emawati, 1992).
- wangian dan food additive
Salah satu tanaman potensial yang meagandung senyawa
metabolisme sekunder dan banyak dimanfaatkan sebagai obat, utamanya daiam
ramuan jamu dalam rangka pengobatan secara tradisional yaitu tanaman herba pegagan (Centella miatica L) . Menurut Soegihardjo dan Koensoemardiyah (1995), herba pegagan dikenal dengan nama rurnput kaki kuda atau "antanan" banyak terdapat di Indonesia dan sangat banyak digunakan untuk rarnuan obat maupun jamu. Tanaman ini berguna untuk menyembuhkan luka bakar, kusta, sebagai analgesik,
anti
- inflammatory, antiseptik, menstirnulasi peredaran darah, mempengaruhi
keseirnbangan jaringan, diuretik, meningkatkan daya ingat dan memulihkan kembali bekas luka (Soeharso
4 , 1992).
Selain itu tanaman ini juga
bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan dan energi, anti stress ringan, menstirnulasi perhunbuhan kuku dan akar rarnbut, menyembuhkan penyakit kolera, tonik untuk bronchitis, menyembuhkan asma dan gangguan ginjal (Arnsar, 2001 ; Pharmacist, 2001). Akhir
- akhir ini ekstrak herba pegagan (Centella
miatica L.) telah digunakan sebagai obat modem dengan nama paten ~ a d e c a s s o l yang ~ , terdapat dalam bentuk tablet, krim dan serbuk tabur. Sebagai ipdikasi tarnbahan, yang disertakan dalam kemiwn ekstrak herba pegagan ini adalah untuk mencegah terjadinya keloid dan mempercepat proses penyembuhan luka ( Soegihardjo dan Koensoemardiyah, 1995). Menurut Widowati g t 4 ( 1992 ), kandungan zat aktif tanaman pegagan berupa asiatikosida, medekasosida, asam asiatat, asam medekasat dan suatu
alkaloid. Asiatikosida merupakan glikosida triterpen turunan alfh amarin dengan
molekul gula, yang terdiri dari hamnosa dan dua glukosa Aglikon triterpennya disebut asam asiatikat yang mempunyai gugus alkohol primer, glikol dan sebuah karboksilat teresterifikasi dengan gula (Vickery dan Vickery,l981 ; Pramono, 1992)
.
Hasil penelitian
Santa dan Prajogo (1992) menyatakan bahwa
kandungan kimia yang khas dari tanaman pegagan adalah asiatikosida, setelosida dan vallerin.
Berdasarkan hasil penelitian penggunaan herba pegagan sudah
cukup dikenal luas yaitu kurang lebih dalam 40 macam penggunaan, baik dalam ramuan maupun penggunaan secara tunggal (Soehatso g t 4,1992). Tanaman pegagan untuk industri sebagian besar berasal dari alam yang tumbuh secara liar sebagai gulma
. Sehingga mutu bahan aktif yang diperoleh
sangat bervariasi. Kondisi yang sangat bervariasi h i sangat berpengaruh tehadap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk proses pemisahan bahan aktifhya, sementara itu jumlah kandungan bahan aktifhya belum dapat dipastikan (Rahardjo @ & 1999) . Pemanfaatan teknik kultur jaringan tanarnan dengan kultur kalus adalah salah satu cara untuk menghasilkan senyawa metabolisme sekunder (George dan Sherrington, 1984) . Beberapa keuntungan pemanfaatan teknik kultur jariangan dalam produksi senyawa metabolit sekunder dibandingkan dengan cara konvensional adalah (1) menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang lebih konsisten dan dalam waktu lebih singkat (2) faktor lingkungan dapat diatur dan dikendalikan sehingga tidak akan dipengaruhi oleh iklim,hama dan penyakit, musim dan faktor lainnya (3) biasanya mutu dari senyawa metabolit sekunder yang diproduksi lebih bai dan sistem produksinya dapat diatur (Emawati, 1992). Pengaruh zat pengatur tumbuh dalam pembentukan kalus sudah banyak d i b u k t i oleh hasil-hasil penelitian dan pengaruh h i juga terbukti pada produksi metabolit sekunder. Menurut Ladd
(1992) kadar alkaloid tertinggi diperoleh
pada kultur kalus Datura innoxia ysmg ditumbuhkan pada media MS dengan kombinasi perlakuan 2,4 D lo6 M dan BAP lo-' M. Pada penelitian kultur kalus Centella miatica L. pertumbuhan kalus tercepat diperoleh pada perlakuan
kombinasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dengan BAP dan kinetin (Patra g t-la 1998) Berdasarkan hasil penelitian Rani dan Grover (1999) pertumbuhan kalus terbaik
pada tanaman Withania somnifea di~erolehpada medium dengan kombinasi zat pengatur tumbuh 2,4-D 2 ppm dan kinetin 0-2 ppm. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan kalus untuk menghasillcan senyawa metabolisme sekunder asiatikosida dari tanaman pegagan (Centella asiatica L.) Hipotesis
Pada penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut : (1)
Zat pengatur turnbuh sitokinin yaitu BA dan kinetin dengan auksin (2,4D)
akan berpengaruh baik terhadap perturnbuhan dan perkembangan ka!us serta kadar senyawa as:,atikosida dari tanaman pegagan . (2) Zat pengatur tumbuh BA dengan 2,4D dan kinetin dengan 2,4D pada taraf konsentrasi tertentu akan berpengaruh baik terhadap peningkatan
pertumbuhan dan perkembangan kalus serta kadar senyawa asiatikosida dari tanaman pegagan .
(3)
Terdapat interaksi antara zat pengatur tumbuh BA dengan 2,4D dan kinetin dengan 2,4D yang akan berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan kalus serta kadar senyawa asiatikosida dari tanaman pegagan
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pegagan ( CenteUa asiiztica L .)
Pegagan (Centella usiatica L .) merupakan tanaman yang dikenal juga dengan narna rumput kaki kuda atau antanan, tersebar di daerah beriklim tropis mulai dari dataran rendah sampi dengan &rah dengan ketinggian 2500 m dpl dan tumbuh subur di tempat - t e m p t terbuka (Backer dan Van Den Brink, 1963). Pegagan addah tanaman terna tanpa batang, menjalar, pendek tanpa kayu akar. Di Indonesia tanaman pegagan ban yak ditemukan tumbuh secara liar di pematang, seloh-selokan yang kering, di sela-sela bebatuan d m di pinggir-pinggir jalan (Rahadjo g t 4,1999). Tanarnan pegagan merupakan tanaman obat yang memiliki kegunaan yang sangat banyak antara lain untuk revitalisasi tubuh dan otak yang kelelahan karena kerja keras, obat luka, rematik dan lepra, serta gangguan perut (Agil,
4 , 1992).
Telah dilaporkan juga bahwa asiatikosida untuk pengobatan dapat digunakan untuk mencegah kerusakan membran sel hepatosit dan mencegah degradasi lemak karena terbakar, serta meningkatkan aktivitas enzim leusin aminopeptidase yang behngsi pada regenerasi kulit. Sehingga mengurangi kerusakan kulit akibat luka bakar (Tsurumi, 1973). Krim yang mengandung ekstrak daun dapat berfkngsi untuk memperbaharui kulit dan memenuhi kebutuhan pertumbuhan kulit bagi lansia ( Soegihatdjo dan Koensoemardiyah, 1995).
Varietas tertentu tanaman
pegagan dapat dikonsurnsi sebagai asinan, khususnya di daerah Jawa Barat (Rahardjo g t
, 1999). Tanaman pegagan juga pernah dimanfaatkan sebagai
tanaman penutup tanah (cover crop ) pada perkebunan tanaman teh dan karet di Srilanka walaupun hasilnya tidak terlalu menguntungkan (Zafar dan Naaz, 2001). Menurut Lawrence (198 l), secara taksonomi klasifikasi tanaman pegagan (Cenfella usiatica L.) adalah sebagai berikut : Divisi
: Embryophyta Symphonogarna
Anak divisi : Angiospermae Kelas
: Dycotyledonae
Anak kelas : Archichlamidae Ordo
: Umbelliflorae (Apiales)
Famili
: Umbelliferae (Apiaceae)
Genus
: Centella
Spesies
: Centella asiatica L. Urban
Menurut Santa dan Prayogo (1992), untuk dapat membedakan tanarnan pegagan (Centella asiatica L.) dengan jenis lain yang sering dikonsumsi sebagai asinan, maka ciriciri khasnya adalah :
-
Tema (heha) ammatik, daun berbentuk ginjal, tangkai dam amat panjang dan berlubang di bagian tengah. Stolon behuku-buku dan buah s c h i i i u m .
-
Stolon mempunyai enam berkas pembuluh kolateral bagian floem lebih luas dari bagian xilem
-
Kandungan kimia yang khas ada!ah asiatikosida, sentelosida dan vallerin.
Menurut Zafa dan N a z (200 I), beberapa senyawa saponin yang terdapat pada tanaman pegagan (Centella asiatica L.) adalah senyawa asiatikosida, madecassoside, centelloside dan lain - lain (Tabel 1). Tabel 1. Kandungan saponin dari tanarnan pegagan (Centella asitica L.) (Zafar dan Naaz,200 1)
Senyawa Metabolisme Sekunder Senyawa metabolisme sekund& disintesis dari banyak
senyawa
metabolisme primer seperti asam amino, asetil koenzim A, asarn mevalonat dan senyawa antara dari jalur shikimat (Herbert, 1981 ; S t . 1980).
Beberapa
golongan senyawa metabolisme sekunder adalah alkaloid, terpenoid, flavanoid,
fenol, glikosida dan steroid (Herbert, 1981 ; Staba, 1980). Beberapa ha1 penting yang membedakan senyawa metabolisme sekunder dengan senyawa metabolisme primer adalah penyebarannya lebih terbatas, terutama terdapat pada tumbuhan dan mikroorganisme serta memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda untuk tiap genera, spesies atau strain tertentu (Herbert, 1981). Menurut Vickery dan Vickery (1981) senyawa metabolit sekunder antara lain behngsi sebagai pertahanan tubuh bagi tumbuhan dari mikroorganisme dan hewan, menarik perhatian hewan pollinator dan sebagai hormon pengatur pertumbuhan. Sedangkan peranan dan h g s i n y a bagi manusia antam lain sebagai bahan obzit-obatan, wangi-wangian, pemberi rasa dan aroma pada makanan dan minuman serta bahan untuk pembuatan kosmetika. Asiatikosida termasuk ke dalam golongan glikosida triterpenoid. Menurut Vickery dan Vickery (1981) asiatikosida merupakan golongan triterpenoid turunan dari a -amyrin yang efektif untuk penyembuhan lepm Adapun rumus kimia asiatikosida adalah C48 H78019 (Maeda g ta -l 1994).
OH
CH20H
.
.
Gambar 1. Rumus Bangun Senyawa Asiatikosida. Telah dilaporkan bahwa kandungan asiatikosida tanaman pegagan (Centella asiatica L.) di lapang pada kondisi pengairan normal (100 %) adalah 2.93 %.
Sedangkan apabila tanaman tersebut dalam kondisi stres air (50 YO)
maka kandungan asiatikosida meningkat menjadi 3.56 % (Rahardjo a A, 1992).
.
.
Produksi Senyawa Metabolisme Sekunder Melalui Teknik KuItur Jaringan Tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan senyawa metabolisrne sekunder yang sangat beragam. Senyawa metabolisme sekunder ini walaupun mempunyai peranan yang kecil dalam proses - proses dasar kehidupan tumbuhan, akan tetapi selalu berperanan secara ekologis seperti atraktan terhadap polinator dan sebagai pertahanan secara kimia terhadap mikroorganisme, insektisida dan predator lainnya ( Bhojwani dan Razdan, 1996). Menurut Indrayanto (1987 ), banyak dari senyawa kimia alami seperti antibiotika, alkaloida, steroida, minyak atsiri, resin, fenol dan lain merupakan metabolit sekunder dari tanaman.
-
lain
Dari suatu penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa hampir 25 % dari resep - resep yang beredar ternyata mengandung bahan obat yang merupakan produk metabolit sekunder dari tanaman misalnya kodein, digoksin, kinin dan sebagainya. Sebagian besar senyawa - senyawa tersebut diekstrak dari spesies
- spesies
tumbuhan tropis dengan kualitas ketersediaan dan biayanya yang mahal sehingga menyebabkan pengusahaannya tidak ekonomis.
Struktur senyawanya yang
kompleks juga menyebabkan sintesis secara kimiawi tidak ekonomis.
Oleh
karena itu, telah banyak dilaporkan bahwa biosintesis senyawa metabolit sekunder dengan menggunakan teknik kultur jaringan menjadi solusi yang terbaik untuk mengatasi nlasalah
- masalah tersebut dan sudah lama menjadi tujuan yang
berharga ( Emawati, 1992 ). Menurut Emawati (1992), Faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan teknik kultur jaringan dalam rangka produksi senyawa metabolit sekunder adalah sebagai berikut : 1. Ekspresi sintesis senyawa metabolisme sekunder 2. Asal eksplan, meliputi karakteristik genetik dan fisiologi tanaman.
3. Kondisi - kondisi yang mempengaruhi kultur in virro,seperti pernberian zat
pengatur tumbuh, sumber karbon, ham makro dan mikro, pH media serta fWor lingkungan meliputi cahaya dan suhu ruang kultur. Selain faktor
- Mar tersebut, pemberian prekursor dan penggunaan
elisitor dapat meningkatkan kemampuan kultur sel tanaman untuk memproduksi metabolit sekunder (Bhojwani dan Razdan, 1996).
Menurut George dan Sherrington (1984), kultur kalus selain dpat digunakan untuk teknik perbanyakan tznarnan, juga merupakan salah satu cara untuk mempeduksi senyawa metabolit sekunder. Kalus me~pzIkanmassa sel yang belum berdiferensiasi atau belum teroganisir, biasanya terbentuk di &tar luka atau akibat kerja hormon auksin dan sitokinin. Adapun sel - sel yang membentuk kalus adalah berupa kumpulan sel - sel parenkim (Pierik, 1987). Terdapat dua teknik yang sering digunakan untuk produksi senyawa metabolit sekunder secara in v i m yaitu kultur kalus dan kultur suspensi sel, disamping teknik yang lain seperti kultur organ berupa kultur akar. Inisiasi kalus oleh bahan tanaman dalam media nutrisi dan kultur sesudahnya (setelah melalui sub kultur ) akan menunjukkan adanya hubungan antara cytodiferensiasi dan produksi senyawa metabolit sekunder. Sebagaimana kalus yang berkembang terus menerus, maka sel - sel parenkim akan tebentuk kembali dan bersama sarna dengan kalus akan memproduksi senyawa metabolit sekunder melalui sintesis dan akumulasi. Kegiatan sub kultur kalus pada media yang baru atau media cair yang dapat juga disertai dengan pembentukan kultur suspensi sel akan &pat mempercepat proses tersebut (Young Soh dan Bhojwani, 1996). Menurut Narayanaswamy (1994), pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada kalus, juga mengikuti k u ~ apertumbuhan dan perkembangan sel secara umum yang berbentuk kuma sigrnoid, yang terdiri dari yaitu : fase lag,fase eksponensial, fase stasioner dan fase senescens. Ada empat pola hubungan antara kurva sigmoid pertumbuhan dan perkembangan kalus dengan p d u k s i metabolit sekunder, yaitu : 1. Produksi metabolit sekunder terjadi pada akhir fase lag.
2. Produksi metabolit sekunder terjadi pada fase pertumbuhan cepat (fase eksponensial).
3. Produksi metabolit sekunder terjadi pada fase stasioner 4. Prduksi metabolit sekunder terjadi sejalan dengan pola perturnbuhan
dan perkembangan kalus, Berdasarkan hasil penelitian Prihastanti
g l (2001), diperoleh bahwa
senyawa asiatikosida tidak ditemukan pada kultur suspensi sel daun pegagan
auanq qa[O 'Japuqas )!loqalam a ~ a L u a s! q n p o ~ dutqunmuaur tmp !dmai '[as !saraj!lcxld uap !se!sua.~aj!pap !selnur!isuaur uaytz ap'z !wadas u!qna !sar)uasuoy
j8.w w ~ ) ~ % u ! u aurnum d tmmg
- u a % u y [ ~ w lyqf q a i uralap Japuqas i!Ioqmaur
amaLuas ~ s y n p dw a s [as !se!sua~a$p uap uaqnqurwad dapqiai qm%ua&aq ynqurrq m l a u a d mz aMvq uaywaLuaur '(9661) utrpm m p ! ~ ~ [ o q a .upau!y ua%uap ~@u!puaq!p j!qaja q!qaI d v g maLruai snsey daraqaq aped
ma uap u ! i a q u n d n a l a ~
u n m u 'snpq !qnpu!%uaur !s%uy~aqa m - e m
-1apunyas i![oqmaur a ~ a L u a suay[!seq%uau~w u n snlay mqny mltlp usytzu&!p urnurn Vpns v l a p qa10
qua[ u!u!yoi!s
uap W N
qua[ u!qn8
n)!
auanq
-1apunyas )goqmaur a ~ a L u a sedaraqaq s!saiu!s iaqm@uaur p d q urqna
ue%uolo%qnqww ~ m a u a d@z a-aq
!&a,
ueye s n ~ queqnqmwad
utrp
!=!s!u! =lap m u m d a q urqna '(8861) m ~ a u n f ) uap ( ~ 8 6 1 )yua!d ) m u a m -1apunyas aurs!loqmaur a ~ d u a s!synpo~d m j a p s n I q ~ w uaI!seLCIaqay ~ q wuauad !a%aqas%u!~uadJOWJ WE VIE uaytzdruaur q n q m m)a%uad~ I Q (2661 ' iii 8 t a w n a g ) nreq %uaLuuojq:, auopum prom@ ue%uolo% a ~ 8 L u a ss y a f d u e p a qalo~adrp~!saq~aq 'ds oiny s n ~ a ym i p y apad '(~861' i5 o ~ r f i ~ nynpu! s ) u e m w q a d u p ~ u r qua%uolo%a ~ a L u a sua%uapsnpq eped u!Jeurny a ~ 8 L u a squa[ m p a q ~ a daLuepe qa~o~adrp s a p u e m w s n ~ ~q w ~ n y aped -nreq %uaL a ~ a L u a swpdruaur n w ynpu! u a m w aped pxkpa, %uaL e ~ a L u a sspa[ ua%uap apaqlaq %uaA a ~ a d u a ss!ua[ qa[cxladuraur )&p % q q - % u e p q 'ua%up[ q n y y r q a i !n~a[aur Japunqas i![oqwau !synpoq
' ( ~ 8 I6 ' F P '!mn) [cxla~admyw p [OJWOI!S '1~1ais alu%!is adruaq !%%u!)dnyn:, %uaA IOJWa ~ a L u a sua%uo[o%npq qapad!p uap !aynl!p %uaL!fiq adruaq u a m w u a q q aped qalo~adipy!eqJa) s n I q u a q n q w a d '%u& cxlOlUIa[ U8WU8J w%u!.II~[ l w l q v d -%U8pas
'(9861 '
dI0y)UEa)
ynpu! u a m w ssalpaau uap 3 w a q l r p d )nqaaa) iaz a p e y ua%uapa m 8ueS ua)q%u~) aped sauau!d
- d u8p x, rse(numq8 aLu8pa q n f u n u a u r m!psnu!d
apad snpy mqny yruyal uadarauad !nla[aK ' ( ~ 8 6 1' iS i5 s a u a l a ~ )[as rsuadsns ~ w ~ nuap y s n ~ qm l ~ q!n181aw qal&!p mchp D~DFWJ -9s m%uy[ 1w[q a p d [o~aiseuG!isuap IoJa1soual 'aualanbs !wadas p!oJap ! q n p o ~ d '~a~suauodqa asej J!W n w muo!se)s a q aped ywuaqlai m q q!soy!ia!sa
a ~ a L u a s u a q uau+unuray
cy D q m m oIIa~ua3)
itu auksin secara umum ditarnbahkan pada media ~ m b u h a ndengan menggunakan taraf konsentrasi yang rendah pada media produksi senyawa metabolit sekunder. Pada produksi alkaloid menunjukkan terjadinya peningkatan dengan penggunaan kombinasi zat pengatur tumbuh jenis auksin dan sitokinin. Pada kultur kalus Cinchona ledgerina, kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan Xi,2,4D dan kinetin, NAA dan zeatin riboside dan IBA dan zeatin menghasilkan pertumbuhan kalus yang terbaik.
Sedangkan produksi
quinidine tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan 1 mgll IAA dan 0.5 mgll zeatin (Scragg gt gj , 1986). Berdasarkan hasil penelitian Fujioka gt. 4. ( 1989 ), Produksi tertinggi saponin pada kultur kalus Panm japonicus diperoleh pada kombinasi perlakukan IBA 1o4 M dan kinetin 1o6 M. Menumt Ladd gt a (1992), kadar alkaloid tertinggi (0.085 %) dipmleh pada kultur kalus tanaman Dafura innoxia yang ditumbuhkan pada media dasar MS dengan kombinasi perlakuan 2,4D 1o6 M dan BA lo-' M . Pada kultur kalus tanaman pegagan (Centella asiatica L.), diperoleh bahwa perturnbuhan dan perkembangan kalus tercepat tejadi pada kombinasi perlakuan 2,4D dengan BA atau kinetin, kondisi ini terjadi baik pada bahan tanaman yang berasal dari daun maupun batang tanaman pegagan (Patra gt d , 1998). Analisis Kandungan Senyawa Metaboliime Sekunder
Menurut Harbone (1987 ) beberapa cara yang dianjurkan untuk menganalisis terpenoid pada tumbuhan adalah kromatografi gas cair (KGC ) , kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau gabungan teknik
- teknik tersebut . Penggunaan teknik kmmatografi gas cair
akan memungkinkan untuk memperoleh analisis kualitatif dan kuantitatif kandungan metabolit sekunder pada tumbuhan
. Namun hasil yang lebih teliti
adalah penggabungan antara analisis dengan teknik KGC yang di lengkapi dengan teknik KLT. Namun teknik KCKT merupakan teknik analisis yang paling cepat berkembang yang didasarkan pada teori kromatografi cair dan peralatan
-
peralatan yang digunakan adalah berupa peralatan kmmatografi gas. Menurut Gritter
al (1991) teknik KCKT merupakan kemajuan utarna dan terbaik dalam
bidang kromatografi untuk mempemleh hasil kualitatif dan kuantitatif.
Menurut Gritter g t
(1991), peralatan telcnik KCKT seperti terlihat pada
gambar 2, terdiri dari beberapa bagian utama yaitu : pompa, injektor, kolom, detektor dan integrator. Pompa behngsi untuk mengalirkan pelarut (fase gerak ) menuju ke kolom. Jenis pompa yang digucakan untuk KCKT harus tahan terhadap semua jenis pelarut sehingga tidak terjadi reaksi antara pelarut dengan pompa
Injektor behngsi untuk menyuntikkan cuplikan ke dalam kolom.
Kolom merupakan bagian yang paling menentukan hail analisis yang diperoleh dengan KCKT,yaitu untuk memisahkan masing - masing komponen yang dianalisis. Komponen - komponen ini, selanjutnya akan diidentifikasi clan diukur jumlahnya secara kuantitas oleh detektor. Sedangkan pengukuran luas puncak dari masing - masing komponen yang dianalisis merupakan hngsi dari integrator. Metode analisis KCKT @at analisis kualitatif dan kuantitatif.
dipergunakan untuk memperoleh hasil Untuk memperoleh hasil analisis secara
kualitatif diperoleh b e r d h waktu retensi (tR)yaitu waktu tambat komponen, diukur pada titik puncak maksimum kromatogram atau volume retensi (vR) yaitu waktu retensi dikalikan dengan laju alir (Johnson dan Stevenson, 1991). Sedangkan hasil analisis kuantitatif diperoleh berdasarkan ukuran luas area. Besaran luas area komponen yang dianalisis dibandingkan dengan besarnya luas
area dari standar yang telah diketahui konsentrasinya.
Untuk mengetahui
persentase kadar senyawa yang dianalisis dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus berikut yaitu : Luas area sampel x [standar] x volume ~elarut x 100% Luas area stantar
Berat sampel
(Lindsay, 1992). Metode analisis KCKTyang telah dilakukan oleh Purwijianti (2001), pada kultur kalus tanaman pule panda. (Rauwolfia serpenfinu L.) menunjukkan bahwa kadar reserpin tertinggi adalah sebesar 0.379 %, yang diperoleh pada kalus dengan kombinasi perlakuan 2,4D Sppm + BAP 0.05 ppm.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini September
dilakukan mulai bulan Agustus 2002 sampai dengan
2003 di Laboratorium Reproduksi dan Pertumbuhan, Balai Besar
Penelitian Bioteknologi clan Sumber Daya Genetik Pertanian & Balai Besar Penelitian dm Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Bahan dan AIat Penelitian
Bahan tanaman (ebplan) yang digunakan dalam penelitian ini adalah mata tunas lateral tanaman pegagan (Centella usiatica L. ) yang berasal dari tanaman di lapang. Media yang digunakan adalah media dasar Murashige & Skoog yang telah dimodifikasi dengan penambahan gula 30 gA dan bahan pemadat agar-agar sebanyak 8 gA. Adapun zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam medium sesuai dengan perlakuan adalah BA, kinetin clan 2,4 D. Bahan-bahan kimia yat~gdigunakm sesuai dengm kornposisi media dasar Murashige & Skoog dan ditambahkan dengan beberapa bahan penunjang, seperti alkohol 70 % dan 90 %, Hgclz 0.2 %, NaOH, HCI, spirtus dan lain-lain serta bahan - bahan kimia yang dibutuhkan untuk analisis senyawa metabolit sekunder. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat yang terkait dengan teknik kultur jaringan seperti botol kultur, alat 4 a t gelas standar, alat disebi, laminar air+
cabinet, autoKIaf, pembakar Bunsen, pH meter, lampu
spirtus, timbangan analitik dan kasar, sexta alat 4 a t lain yang menunjang pelaksanaan penelitian ini. Disamping itu dipergunakan alat -alat ekstraksi dan analisis KCKT pengukur kadar asiatikosida pada kalus. Metode Penelitian
Penelitian kultur kalus untuk menghasilkan senyawa asiatikosida ini menggunakan 2 jenis e b p l w yaitu jaringan daun dan tangkai daun yang berasal dari biakan in vitro.
Rancangan perlakuan yang digunakan adalah faktorial
dengan perlakuan yang terdiri dari dua faktor yaitu 1) Auksin : 2,4 D (0, 1.O, 3.0, 5.0)mg/l, 2) Sitokinin :BA (0.5, 1.0) mgA dan Kinetin (0.5, 1.0) mg/l dan kontrol (tanpa sitokinin) dengan rancangan lingkungan acak lengkap. Masing - masing
kombinasi perlakuan diulang 6 kali. Sehingga pada penelitian hi akan diperoleh 240 satuan percobaan yang terdiri dari 120 satuan percobaan masing - masing
untuk eksplanjaringan daun dan tangkai daun.
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu : 1. Perbanyakan tanaman untuk sumber eksplan 2. Kultur kalus untuk menghasilkan senyawa asiatikosida yaitu induksi
pertumbuhan kalus, penimbangan berat basah kalus (pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam) dan berat kering kalus (pada umur 16 minggu setelah tanam) serta analisis kadar asiatikosida yang terdapat pada kalus.
Pembuatan Media Kegiatan pembuatan media dimulai dengan pembuatan larutan stok yaitu berupa hara makro dan mikro media MS, vitamin dan zat pengatur tumbuh. Pembuatan media diawali dengan pengambilan larutan stok dengan w a dipipet sesuai dengan kebutuhan, kemudian dicarnpur dengan larutan gula sebanyak 30 g/l ke dalam labu t a b dan ditambahkan aquadest hingga mencapai tanda tera pada labu takar. Selanjutnya zat pengatur tumbuh ditambahkan sesuai dengan kombinasi dan taraf konsentrasi perlakuan. Komposisi media yang digunakan dalam penelitian ini tercantum pada tabel larnpiran 1. Alat ukur pH meter digunakan untuk mengukur tingkat keasaman media. Pengaturan tingkat keasarnan media dilakukan dengan penambahan HCl atau NaOH sehingga pH media mencapai 5.8-6.0. Kemudian ditambahkan agar-agar sebanyak 8 g/l dan media tersebut dimasak sarnpai mendidih. Selanjutnya media yang teleh mendidih dituangkan ke dalam botol kultur yang steril sebanyak sekitar 20 m h t o l . Selanjutnya botol berisi media ditutup rapat dengan aluminium foil
dan diautoklaf pada tekanan 17.5 psi dengan suhu 121 OC selama 15-30 menit. Tahap akhir media disimpan dalam ruang penyimpanan media.
Perbanyakan Tanaman Untuk Sumber Eksplan Untuk penelitian produksi senyawa metabolit sekunder asiatikosida dari tanaman pegagan digunakan eksplan berupa jaringan daun dan tangkai daun yang
-lau!qmfiogl~tl!tury uralep mqnyrzpp %d'uraw qelalas niBu!m 8 inmnraq
J w l q m aped urnlVl!P Jwlqqns uala!3aq ' m l l q -q!lad auralas - x n l o o o ~m!sua1u! d a p m%uapura[ g I auralas uam OP a x ndura~utrrmrjuad FI!P m p 3, SZ-zz nqns ~ S Uiw1q8~ P UI~P m w ~ a ~ !lnqaslal p q d q a !s!iaq yepns %mL e!pm m%uap lo108 -(u!u!qo1!s a d w ) la4uoq X?
flu (0.1
'5'0 ) UPuY m P f l m (0'1 '5'0 ) V 8 : U!u!SOl!S
'(2
'0's '0.1 '0) a P'Z U!WV '(I : w!aL u r m ~ l i dM u a p ~ s a psq m w mla%uadtez mllequrauad m%uapqpam u q v p q n q m ! p u! -!q p p p 8 l a q %mLm3 5.1 - 5.0 w l q n r a q %mLunap !83@mJ uap m p m % u p y
'W (0's
SnlW UBqnqmWJad !fWPuI trp!soq~~qsvemtrAuas u q l ! s u q % u a ~qngun s n m JnqnX
in11nq utr)e!%a~m d e w aped unap !aqSm uap unvp & u p [
'S"l83 ~dnraqm@qa
iaqmns !e%aqas q u ~ ! ladap p qwun !dqn3uam a2Byqas 'qduaq 8 d r@lu~n[ malap q e ~ s m q!u! m u r a w myrzLmqlad ma!%aq p p qalaad!p BmtA ortfn u! mye!a '([fim (0' I 's-0) u!pu!q qnqmw lwa%uadi=mrleqmuad a m p SM e!pm m l e p w w ! p ltrralal seuw w m '!sas!l!ials m d v w !nlqam q~larag -!I=I s @mqas I!ials .r!e sel!q!p seunl l a m i ! g ~ q m d v q ~ l-l!uam 51 auralas % 02 xaol:, uap 1!uam
-
L auralas % 0 s XmoP 'l!uam t/, a w l s % Z.0 I
~ ualml H ? ! ~ m6 8 m l S %OL
loqoq[e n~!eL w ~ n ~ a q
~ rn[ep l w q - v q ! p ~!qu=
!u! 1nquaq m
mapua!p q d v m!pnmaq '1ua)s i!a ml!q!p uvldqa w!slC raqqva ~ o $ l ~ t l p v l !p mn(nyrzl!p !=!lUals eLwn[ire~as .W[I @-I= fl z ateiuaq I~ I = P urapuanp w! r@lajas 'nle%uam n a aped sel!q!p uap uaGapp m%uap!map leJalel seuw maw w!eL lnyuaq !a%aqas mchqir~m%uap mn(nw!p u q d q a !sas!Iuals m ! % a y .%uade[ !p m m w p p p m q m l d q a p&qas uq~un%!p%mtA UC) 0.1 - s-0 wlnqnraq (-7V~!FSL) qlatua3) m%%ad m u r a w ~~l
seuw
-ap!soqp!se 8meXuas ql!se@uam qwun snlaq Jwlnq w!aL mpaq d v w m!~!lauad wa!%aq qwun uvldqa iaqmns !c%aqas q u n S ! p q %mL ~ L u a q%dm r ! ~ut mq!q m q m i q m m ywun ue)ln~l!p ewepad d e w ~ ! 8 wg!urap a ~ u e 8 u q ~ .(xI~!Au! mp!q ~p pswaq
Kegiatan subkultur ini bersarnaan dengan kegiatan penimbangan kalus pada urnur 8 rninggu setelah tanam. Penimbangan Berat Basah dan Kering Kalus Kegiatan penirnbangan berat basah kalus dilakukan pada urnur 8 dan 16 rninggu setelah tanam dengan menggunakan tirnbangan analitik. Penirnbangan
pada urnur 8 rninggu setelah tanam dilakukan di laminor air$av cabinet,sebab kalus tersebut rnasih akan disubkultur kembali. Berat kering kalus akan diperoleh setelah kalus dikeringkan dalam oven pada suhu 60 OC selama 48 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan penirnbangan berat kering kalus pada urnur i6 rninggu sete!ah tanam. Analisis Kandungan Asiatikosida Kegiatan ana!isis kadar senyawa asiatikosida yang terdapat pada kalus dilakukan dengan teknik krornatografi cair kinej a tinggi (KCKT) dengan rnetode sebagai berikut yaitu : Sebanyak 0.2 g kalus kering dihaluskan dengan mernasukkan terlebih dahulu ke d a l m 5 rnl rnetanol 60 %.
Setelah itu
disentrifugasi selama 20 rnenit pada 3000 rprn, sehingga akan dperoleh supernatan. Selanjutnya supernatan dipisahkan dan disaring. Tahapan terakhir supernatan yang telah disaring diinjeksi sebanyak 2j.d ke dalam sistern KCKT sebanyak 2x (duplo) dengan fase gerak rnetanol 60 %, kolorn C 18 p Bondapak (15 crn x 3.9 rnm), laju alir 1 rnVrnenit dan panjang gelombang detektor 254 run. Pengamatan Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah
saat rnuncul kalus
(rninggu setelah tanam), warna dan tekstur kalus, betat basah dan kering kalus serta banyaknya kadar asiatikosida yang terdapat pada kalus yang dianalisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berat Basab dan Kering Kalus
Berdasarkan hasil percobaan ini diperoleh bahwa penambahan
zat
pengatur tumbuh 2,4 D dan sitokinin ( BA, kinetin) sewa umum menunjukkan pengaruh terhadap berat basah dan kering kalus yang berasal dari daun maupun dari tangkai daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam. Perlakuan 2,4D saja menghasilkan pengaruh secara nyata terhadap berat basah dan kering kalus yang berasal dari daun dan tangkai daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam. Tetapi hasil ini tidak terjadi pada perlakuan dengan penambahan sitokinin saja dimana pengaruhnya secara nyata, hanya terjadi pada kalus yang krasal dari daun saja Hal ini diduga karena keberadaan sitokinin endogen pada daun sudah mencukupi kebutuhannya dalam proses pembentukan kalus sampai dengan umur 8 minggu setelah tanam, sehingga penambahan sitokinin dalam media tumbuh
tidak beipengaruh secara nyata dalam pertumbuhan dan perkembangan kalus. Berdasarkan hasil analisis statistik, diperoleh bahwa pengaruh interaksi antara kedua perlakuan yaitu sitokinin (BA dan kinetin) dengan auksin 2,4D pada semua taraf konsentrasi perlakuan terhadap berat basah dan kering kalus yang berasal dari daun dan tangkai daun, berbeda nyata pada umur 16 minggu setelah t a n m (Tabel 2). Penentuan tingkat pertumbuhan dan perkembangan kalus yang t e h t u k
dari bahan tanman (ehplan), apakah dapat dikatakan baik atau tidak, salah satu peubahnya dapat terlihat melalui peningkatan berat basah kalus yang terjadi pada jangka waktu tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian ini, telah didapatkan
terjadinya peningkatan berat basah kalus yang berasal dari daun maupun tangkai daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam (Gambar 3 dan 4). Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata berat basah tertinggi kalus yang berasal dari jaringan d a m pada umur 8 clan 16 minggu setelah
- tanam (mst) adalah 0.908 g dan 3.248 g yang diperoleH pada perlakuan BA 1.0 mgA+ 2,4D 0.0 mgll (Tabel 3 dan 4).
Tabel 2. Reka~itulasihasil analisis statistik terhadap baat basah clan kering kalus tanaman pegagan (Centellaasiatica L.) prda urnur 8 dan 16 minggu setelah tanam A. Berat basah kalus yang berasal dari daun Perlakuan
Umur (minggu setelah tmam = mst) 8
16
2,4 D
*
Sitokinin (BA, kinetin)
tn
2,4 D dan sitokinin
tn
* * *
B. Berat kering kalus pada umur 16 mst Perlakuan
kalus
kalus
dari daun
dari tangkai daun
2,4 D Sitokinin (BA, kinetin)
*
2,4 D dan sitokinin
*
C. Berat basah kalus yang berasal dari tangkai daun Perlakuan
Umur (minggu setelah tanam = mst)
*
*
Sitokinin (BA, kinetin)
tn
tn
2,4 D dan sitokinin
tn
*
2,4 D
-
Keterangan : * = berbeda nyata ;in = tidak berbeda nyata
Tabel 3. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokinin (BAYkinetin) t d & p berat basah kalus yang berasal dari daun tanaman pegagan
(Centella asiatica L.) pada umur 8 mst
Keterangan :tn = tidak berbeda nyata
Tabel 4. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokinin (BAYkinetin) terhadap berat basah kalus yang berasal dari daun tanaman pegagan (Centella asiatica L.) pada umur 16 mst
Keterangan : pada perlakuan yang sama, angka pada kolom yang sama dan notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT pa& taraf nyata 5 % = tidak diamati karena tidak muncul kalus sarnpai akhir pengamatan
-
Pada kalus yang berasal dari tangkai daun, rata-rata berat basah tertinggi pada umur 8 dan 16 mst adalah 1.024 g dan 4.599g pada perlakuan Kinetin 1.0 mgll
+ 2,4D 0.0
mgll (Tabel 5dan 6) Secara umum rata-rata berat basah kalus
mengalami penwnan pada konsentrasi 2,4D yang tinggi (3 mg/l dan 5 mgll). Menurut Smgihardjo dan Koensoernardiyah (1995), pembentukan kalus pegagan yang baik diperoleh dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4D dalam konsentrasi tendah (0.1 mgA - 1.O mgil). Rata- rata berat basah kalus yang berasal dari tqgkai daun sampai dengan akhir pengamatan (16 minggu setelah tanam) adalah sebesar 4.599 g. Hasil ini lebih besar daripada rata-rata tertinggi berat basah kalus yang berasal dari jaringan daun pada umur 16 mst. Kecenderungan sewa umum diperoleh bahwa, hasil penimbangan terhadap rata rata berat basah kalus yang berasal dari jaringan tangkai daun, secara umum pada sebagian besar perlakuan adalah mempunyai 1
3.3 3 2.7 A g2.4 2.1 1.8 m 1.5 1.2 0.8 0.6 0.3 0
Ul bb kalus dari daun 8 mst Ebb kalus dari daun 16 mst
a
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Perlakuan
13
14 15
16
17
18
Gambar 3. Rata -rats berat basah kalus dari daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam. Keterangan perlakuan : 1 = 0.0 mg/l; 2 = BA1.O mg/l 3 = Ki l.Omg/l ; 4 = 5 4 D l.hg/l ;5 = 2,4D 1.0 mg/l + BAO.Sg/l 6=2,4D l.Omg/l+BA 1.0mg/l;7=2,4D l.Omg/l +KiO.Smg/l;8=2,4D l.Omg/l+Ki l.Omg/I; 9 = 2,4D 3.0 mg/l ;10 = 2,4D 3.0 mg/l +BA 0.5mg/l 11 =2,4D3.0mg/l+BAl.Omg; 12=2,4D3.0mg/l+ Ki 0.5 mg/l ;13 = 2,4D 3.0 mg/l + Ki 1.0 mg/l;14 = 2,4D 5.0 mg/l ;15 = 2,4D 5.0 mg/l + BA 0.5 mg/l ; 16 = 54D5.0 mg/l + BA 1.0 mg/l;17 = 2,4D 5.0 mg/l mg/l + Ki 0.5 mg/l ;18 = 2,4D 5.0 mg/l + Ki l . h g / l .
rata-rata berat basah yang lebih besar, daripada rata - rata berat basah kalus yang berasal dari daun (Tabel 3,4dan Tabel 5,6). Hasil yang sarnajuga dilaporkan oleh Soegihardjo dan Koensoernardiyah (1995), bahwa pada kultur kalus tanaman pegagan (Centella asiatica L.) ditemukan pertumbuhan dan perkembangan kalus yang baik pada kalus yang berasal dari jaringan tangkai
dam, sedangkan
pertumbuhan dan perkembangan kalus yang berasal dari jaringan daun cenderung
lambat dan lebih mudah mengalami perubahan wama menjadi kecoklatan dan coklat serta kalus yang dihasilkan cenderung lebih s d i t .
Tabel 5. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokiiin @A, kinetin) terhadap berat basah kalus yang berasal dari tangkai daun tanaman pegagan (Centella asiatica L.) pada umur 8 mst
Ketcrangsn :tn = tidak berbeb njlata
Tabel 6. Pengaruh perlakuan 2,4 D dan sitokinin @A, kinetin) terhadap berat basah kalus yang berasal dari tangkai daun tanaman pegagan (Centella asiatica L.) pada umur 16 mst
Keterangan : pada perlakuan yang sama, angka pada kolom yang sama dan notasi yang bedmiti menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT pada taraf nyata 5 % = tidak diarnati karena tidak muncul kalus sampai denakhir pengamatan
-
Pada perlakuan 2,4D dikombinasii dengan sitokinin @A atau kinctin) terutarna pada konsentrasi 2,4D tinggi (lebih besar darilmg/l) diperoleh bahwa pertumbuhan dan perkembangan kalus kurang baik sehingga rata- rata berat basah kalus yang terbentuk juga rendah (Gambar 3dan4). Menurut Pierik (1987), pada
.
konsentrasi tertentu zat pengatur tumbuh akan mempengaruhi pertumbuhan menjadi optimal, akan tetapi terkadang dapat menghambat
pertumbuhan dan
perkembangan pada konsentrasi tinggi. I
4.32 3.84 3.36 CI
9 2.88
Illbb kalus dari tangkai daun 8 mst bb kalus dari tangkai daun 16 mst
f
4
1
2.4
1.92
.u
1
0.96 0.48
0
Gambar 4. Rata - rata berat basah kalus yang berasal dari tangkai daun pada umur 8 dan 16 minggu setelah tanam. Keterangan perlakuan : 1 = 0.0 mg/l ;2 = BA 1.O mg/l ;3 = Ki 0.5 mg/l 4 = Ki 1.0 mg/l ;5 = 2,4D1.0 mg/l ;6 = 2,4D 1.0 mgA + BAO.5gfl ;7 = 2,4D 1.0 mgA + BA 1.0 mgfl; 8 = 2,4D 1.0 mg/l + Ki 0.5 mgll ;9 = 2,4D 1.0 mg/l +Ki 1.0 mgfl;10 = 2,4D 3.0 mg/l;l 1 = 2,4D 3.0mgfl +BA0.5 mgA;12=2,4D3.0mgfl +BAl.Omg/l ; 13 = 2,4D3.0 mgfl+ Ki 0.5 mg;14 = 2,4D 3.0 mgA + Ki 1.0 mgfl ;15 = 2,4D 5.0 ;16 = 2,4D 5.0 mg/l + BA 0.5 mgfl ;17 = 2,4D5.0 mg/l+ BA 1.0 mg/l ; 18 2,4D 5.0 mgfl+Ki 0.5 m;19 = 2,4D 5.0 mgA + Ki 1.0 mgfl.
-
Peningkatan kandungan sitokinin dalam jaringan dapat meningkatkan daya
aktifitas auksin dalam memicu pembelahan sel untuk membentuk kalus. Kemungkinan pada hasil penelitian ini kandungan auksin endogen telah mencukupi untuk bekerja secara sinergis dengan sitokinin, sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan kalus yang baik. Setelah melalui proses pengeringan , pada urnur 16 mst dilalcukan penimbangan berat kering kalus. Adapun hasil penimbangannya bahwa rata-rata tertinggi berat kering kalus yang berasal dari daun adalah 0.22 1 g yang diperoleh
.
bk kalus dari daun 16 mst
Gambar 5. Rata - rata berat kering kalus yang berasal daun pada umur 16 minggu setelah tanam.
perlakuan BA .1.0 mgA tanpa 2,4D dan 0.193 g pada kalus yang berasal dari tangkai daun yaitu pada perlakuan Ki 1.0 mgA tanpa 2,4D ( Tabel 7 dan 8 ;
Garnbar 5 dan 6 ). Berat kering kalus yang berasal dari daun mernpunyai rata-rata persentase penurunan sebesar 92.28 % dari berat basah kalus dan pada berat kering kalus dari tanghi daun mernpunyai rata-rata persentase penurunan s e h 92.69 %. Umumnya jumlah kandungan air pada kalus cukup tinggi, sehingga faktor inilah yang paling menentukan besamya persentase perubahan yang terjadi
dari berat basah menjadi terat kering kalus (Pierik, 1987). Waktn muncul Kalus
Pada kultur kalus yang berasal dari dam,waktu muncul kalus yang paling cepat adalah 2 minggu setelah tanam yang antara lain diperoleh pada perlakuan
Tabel 7. Pengaruh Perlakuan 2,4 D dan Sitokinin (BA, kinetin) terhadap Berat Kering Kalus yang Berasal dari Daun Tanaman Pegagan (Centellaasiatica L.) Umur 16 mst
Keterangan :pada perlakuan yang sama, angka pada kolom yang sama dm notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji BNT pada taraf nyata 5 % - = tidak muncul kalus sampai akhir waktu peqpmhn
BA 1.Omg/l tanpa 2,4D clan BA 1.Om@
+ 2,4D 1.Omg/l.
Sedangkan waktu muncul
ka!us ymg paling lama adalah 5 minggu setela!! tanam yaitu pa& perlakuan Ki 0.5mgA + 2,4C 5.0 m@. Pada kultur kalus yang berasal dari tangkai daun diperoleh bahwa waktu muncul kalus yang paling cepat adalah satu minggu setelah tanam, yang antara lain terjadi perlakuan BA 1.0 mgA tanpa 2,4D, Ki 1. h g A tanpa 2,4D. Sedangkan waktu muncul kalus yang paling lama adalah pada umur 3 mst yaitu pada perlakuan BA 0.5mgA
+ 2,4D3.Omgfl
dan KO.Srng/l
+ 2,4D
5.OmgA. Menurut
Puspitasari dan Soegiharjo (2002), inisiasi kalus tercepat pada kultur kalus Vitex
trfiolia diperoleh pada perlakuan 2,4D 1.Om@
+ KiO.Sm@.
Tabel 8. Pengaruh Perlakuan 2,4 D dm Sitokinin (BA, kinetin) terhadap berat kering kalus yang berasal dari tangkai daun tanaman pegagan (Centella asiutica L.) pada urnur 16 mst
Gambar 6. Warna dan tekstur kalus pada umur 8 mst. Keterangan : Perlakuan A = B A 0.5 mgA + 2,4D 1.0 mg~l(ehplan tangkai daun); B =; BA 1.0 mgA + 2,4D 1.0 mgA (ehplan rangkai daun);C = Ki 1.0 mgA tanpa 2,4D (ehplan tangkai daun) ;D = BA 1.0 mgfl tanpa 2,4D(ehplan tangkaidaun ;E = BA 0.5 mg;1+2,4D 1.0 mgA (ehplan daun);F = BA 1.0 mgA+2,4D1.0 mgfl (ehplan daun);G = Ki 1.0 mgfl tanpa 2,4D(ehpim daun;H = BA 1.0 mgfl tanpa 2,4D(eksplandam)
Warna Kalus
Warna kalus yang terbentuk pada penelitian ini bervariasi antara lain hijau, hijau muda, kekuningan, keputihan dan kecoklatan (Tabel 9 dan 10). Pada akhir pengamatan (16 mst) pada sebagian besar kalus tejadi pembahan menjadi kecoklatan, kondisi ini temtama tejadi pada kalus yang berasal dari perlakuan 2,4D saja Menumt Wickremesinhe dan Arteca (I 993) terjadinya perubahan warna kalus menjadi kecoklatan, kemungkinan besar karena pertumbuhan dan perke'tnbangan kalus tersebut telah mernasuki fase stasioner (penuaan). Pada umumnya senyawa metabolit sekunder mulai dibentuk pada awal fase stasioner. Namun menurut Soegihardjo dan Koensoemardiyah (1995), produksi metabolit sekunder bisa juga tejadi pada fase pertengahan sampai akhir fase eksponensial. Pada hasil penelitian ini kalus yang berasal dari tangkai dam, mempunyai kadar senyawa asiatikosida tertinggi adalah tetap berwarna hijau (perlakuan Kil.0 mg/l tanpa 2,4D). Sehingga diduga bahwa pada kalus tanaman
pegagan ( Centelh asiorica L.) pembentukan senyawa asiatikosida telah mulai sejak kalus memasuki fsse pertengahan sarnpai akhiu fhse eksponensial. -
~-
0.19 0.18 0.17 0.16 0.15 .;;i0.14 v 0.13 m 0.12 0.11 q) 0.1-
-
I
bk kaim W tangkai daun 16 mst
-
Garnbar 7. Rata-rata berat kering kalus dari tangkai daun pada umur 16 minggu setelah tanam. Keterangan perlakuan : 1 = 0.0 mgll ;2 = BA 1.O mgA ;3 = Ki 0.5 mgll 4 = K i l.Omgll;5=2,4Dl.Omg/l ; 6 = 2 , 4 D 1.0 mgll + BAO.Sg/l ;7 2,4D 1.0 m& + BA 1.0 mgA; 8 = 2,4D 1.0 mg/l+ Ki 0.5 mgA ;9 = 2,4D 1.0 mgll +Ki 1.0 m@ ;10 = 2,4D 3.0 mgll;l 1 = 5 4 D 3.0mgA + BA 0 5 mgA ;12 = 2,4D 3.0 mgA + BA1.O mgA ; 13 = 54D3.0 mgll + Ki 0.5 mg;14 = 2,4D 3.0 mg/l + Ki 1.0 mgll ;15 = 2,4D 5.0 ;16 = 2,4D 5.0 mg/l + BA 0.5 m& ;17 = 2.4D5.0 mgA + BA 1.0 mgll ; 18 = 5 4 D 5.0 mgll+Ki 0.5 m;19 = 5 4 D 5.0 mgll + Ki 1.0mgll.
-
Tekstur Kalus
Berdasarkan haqil pengamatan, ditunjukkan bahwa pada umumnya tekstur kalus yang terbentuk pada semua perlakuan kombinasi antara 2,4D dan sitokinin(BA atau kinetin) adaiah remah (Tabel 9 dan 10). Sedangkan pada perlakuan BA l.Omg/l tanpa 2,4D dan perlakuan Ki l m g tanpa 2,4D , tekstur kalus yang terbentuk adalah kompak. Hasil pengamatan tekstur kalus se@
ini
diperoleh baik pada tekstur kalus yang berasal dari daun maupun tekstur kalus yang berasal yang berasal dari tangkai daun (Tabel 9 dan 10).
Tabel 9. Warna dan tekstur kalus yang berasal dari daun pegagan (Centella miatica L.) pada umur 8 dan 16 mst
No
Perlakuan
Tekstur Kalus
Warna Kalus 16 mst
8 mst
8mst
16mst
Kecoklatan
kompak
remah kompak
kehijauan
Hijau
kompak
kompak
K1.o
kehijauan
Kekuningan
kompak
kompak
4.
2.4Dl.o
kekuningan
Kecoklatan
remah
remah
5.
2.4Dl.oBh.s
kekuningan
Kekuningan
remah
remah
6.
2.4Dl.oBAl,o
kehijauan
Kekuningan
remah
remah
7.
2.4Dl.oKios
kehijauan
Kekuningan
remah
remah
8.
2.4Dl.&il.o
kekuningan
Kecoklatan
remah
remah
9.
2.4D3.0
kekuningan
Coklat
remah
remah
10. 2.4DnoB&.s
kecoklatan
Kecoklatan
remx
remah
11. 2.4D3.0BAl.o
kekuningan
Kecoklatan
remah
remah
12. 2.4D3.0Kio.5
kekuningan
Coklat
remah
remah
13. 2.4D3.0Kil.~
kekuningan
Coklat
remah
kompak
14. 2.4Ds.o
kekuningan
Coklat
remah
remah
15. 2.4D5.0B&.~
kekuningan
Kecoklatan
remah
remah
16. 2.4DnoBAl.o
kekuningan
Kecoklatan
remah
remah
17. 2.4D5.&io.s
kecoklatan
Coklat
remah
remahkompak
18. 2.4Ds.oKil.o
kecoklatan
Kecoklatan
remah
remah kompak
1.
0.0
kekuningan
2.
BA1.o
3.
Menurut Patra g t
--
(1998), pada kultur kalus tanaman pegagan ,tekstur
kalus yang terbentuk pada media dengan penambahan zat pengatur turnbuh yang merupakan kombinasi auksin dan sitokiiin (NAA dan kinetin) adalah remah. Berdasarkan hasil analisis KCKT kalus bertekstur kompak mempunyai kadar asiatikosida yang lebih tinggi daripada kadar asiatikosida kalus bertekstur remah. Menurut hasil penelitian Linsdsey dan
Yeoman (1983), kalus yang bertekstur
remah umumnya akan mengakurnulasi senyawa metabolit sekunder dalam jumlah sedikif dibandingkan dengan kalus yang bertekstur kompak Tabel 10. Warna dan tekstur kalus yang berasal dari tangkai daun pegagan (Centellaasiatica L.) pada umur 8 dan 16 mst
Perlakuan
No
Tekstur Kalus
Warna Kalus 8 mst
16 mst
8mst
16mst
1.
0.0
kekuningan
kecoklatan
kompak
remah
2.
BA1.o
kehijauan
Hijau
kompak
kompak
3.
Kio.5
kecoklatan
coklat
remah
remahkompak
4.
Kiln
kehijauan
Hijau
kompak
kompak
5.
2,4Dl.o
kekuningan
kecoklatan
remah
remahkompak
6.
2,4Dl.oBAo.s
kecoklatan
kecoklatan
remah
remah
7.
8.
2,4Dl.oBA1.o
kehijauan
kecoklatan
remah
remall kompak
2,4Dl.oKio.s
kehijauan
kekuningan
remah
remah
9.
2,4D1.OK] .o
kecoklatan
kekuningan
remah
remah
10. 2,4D3.0G
kekuningan
kecoklatan
remah
remah
11. 2,4D3.0BAo.s
kekuningan
kekuningan
remah
remah
12. 2,4D3.0BAl.o
kekuningan
kekuningan
remah
remah
13. 2,4D3.oKio.s
coklat muda kekuningan
remah
remah
14. 2,4D3.~Kil.o
kecoklatan
kekuningan
remah
remah
15. 2,4Ds.oG
kekuningan
kekuningan
remah
remah
16. 2,4D5.oB&.5
kecoklatan
kekuningan
remah
remah
17. 2,4Ds.oBAl.o'
kecoklatan
kecoklatan
remah
remah
18. 2,4D5.~Kio,5
kekuningan
kecoklatan
remah
remah
19. 2,4Ds.oKil.o
kecoklatan
coklat
remah
remah
Analiiis Kadar Senyawa Asiatikosida Pada penelitian ini analisis kadar asitikosida hanya dilakukan pada perlakuan yang menunjukkan pertumbuhan kalus terbaik (berat kering tertinggi). Metode analisis yang digunakan adalah kmmatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
-
Gambar 8. Warna dan tekstur kalus pada umur 16 mst. Ketemngan :Perlakuan A = BA 0.5 mgA + 5 4 D 1.0 mgA (eksplan tangkai daun ;B= BA 1.0 mgll + 2,4D 1.0 mgA (eksplan tangkai daun ) ;C = Ki 1.0 mgA tanpa 2,4D (eksplan tangkai dam) ;D = BA 1.0 mgll tanpa 2,4D(eksplm tangkai daun); E = BA 0.5 mgll + 2,4D 1.0 mgil (eksplan daun; F = BA 1.0 mg/l+ 2,4D 1.0 mgll (eksplan daun) ;G = Ki 1.0 mgll tanpa 2,4D (eksplan dam) ; H = BA 1.0 mgil tanpa 2,4D (eksplan daun)
Berdasarkan hasil m i t u n g a n persentase kadar asiatikosida terhadap berat kering sarnpel (i0 2 g kalus), diperoleh bahwa pada kalus yang berasal dari dam @A 1.0 mg/l tanpa2,4D) mernpunyai kadar asiatikosida sebesar 0.062 % (Tabel 11). Pada kalus yang berasal dari tangkai daun (Ki 1.0 mg/l tanpa 2,4D ) mempunyai kadar asiatikosida 0.079 % (Tabel 1I). Sedangkan pada kalus yang terbentuk pada media dengan penambahan kombinasi perlakuan 2,4 D dan sitokinii@A atau kinetin) yang berasal dari dam maupun tangkai dam, mempunyai kadar asiatikosida yang lebih rendah daripada kalus yang terbentuk pada perlakuan sitokinin saja @A 1.0 mgll tanpa 2.4D dan Ki 1.0 mg/l tanpa 2,4 D ) yaitu 0.036 % pada 2,4D1.0 mg/l+BAl.Omg/l dan 0.037% pada 2,4D 1.Orng/l+Ki0.5mg/l. Menurut Furuya
A. (1983), produksi saponin terbaik pada kultur kalus
tanaman panax ginseng diperoleh pada perlakuan 2,4D rendah (0.1 mg/l) dan
dengan peningkatan konsentrasi 2,4D mengakibatkan terjadinya penurunan produksi saponin. Sehingga pada hasil penelitian ini diduga keberadaan auksin endogen pada daun dan tangkai daun sudah mencukupi untuk bekeja secara sinergis den-
penambahaii sitokinin saja (BA atau kinetin), shine
pada
perlakuan k~mbinasiantara sitokinin BA atau kinetin) dengan 2,4 D, mempunyai kadar asiatikosida yang lebih rendah daripada kadar asiatikosida pada periakuan sitokinin saja @A 1.0 mg/l tanpa 2.4D dan Ki 1.0 mg/l tanpa 2,4 D ). Berdasarkan hasil analisis KCKT yang telah dilakukan,temyata ditemukan adanya kandungan senyawa asiatikosida pada kalus, walaupun masih dalam jumlah persentase yang masih kecil dibandingkan dengan kandungan senyawa asiatikosida pada tanaman pegagan di lapang. Menurut Hernani @ a -l (1998) kadar asiatikosida pada tanaman pegagan di lapang adalah 3.17 %. Rendahnya kadar asiatikosida
yang diperoleh dari hasil penelitian ini diduga karena proses pengeringan yang dilakukan terhadap
kalus, sehingga enzim
- enzim yang berperanan dalam
pembentukan senyawa metahlit sekunder mengalami kerusakan. Oleh karena itu untuk meningkatkan kadar asiatikosida pada kalus pegagan dapat dilakukan antara lain dengan penggunaan elisitor tertentu , penambahan atau
prekusor, m o d i f h i jurnlah
dengan melanjutkan
s u h s a pada media tumbuh
tahapan produksi asitikosida dari kultur kalus
dilanjutkan dengan kultur suspensi sel. Berdasarkan hasil penelitian Soegihardjo dan Koensoemardiyah (1999, penambahan kadar sukrosa dengan berbagai variasi
dapat meningkatkan kadar asiatikosida pada kultur suspensi sel tanaman pegagan (Centella miafica L.) walaupun peningkatan kadar asiatikosida yang didapatkan tidak terlalu mencolok, dibandingkan dengan hasil peningkatan kadar asiatikosida yang terjadi dengan penambahan ekstrak khamir pada media tumbuh sebagai elisitor yaitu sekitar tiga kali lipat dari media normal tertinggi. Pada penelitian ini tidak dilakukan analisis terhadap kalus kering pada sernua perlakuan, sehingga belum mewakili seluruh kondisi kalus sesuai dengan
fase pertumbuhan dan perkembangan masing - masing kalus tersebut, penulis menyarankan untuk penelitian berikutnya agar analisis terhadap kalus kering dilakukan pada semua kombinasi perlakuan. Hal lain yang menjadi penyebab rendahnya kadar asiatikosida pada kalus kering yang dianalisis kemungkinan
@yl~rliaq J!W W w w q s!s!lvm ueSuap Suuay s n l q q d gp!soy!p!s~raptnl asmuaslad -11 l a q s ~ ~ , 2 -
rjsac/us%upSuad d u a p tqmpl!p mkp aXups!rn -1
s n l q ueSuua8uad saso~dqunSSuaru eArt)q!~aque!ylauad
SwA
mun mqmms!p
~ S S y q a g ap!soy!te!se s!sa~ysuaruSued q z u a yssnraru mhq '3,09 nqns qmd uaAo m p p ay uquqqnseruaru ueSuap snpq ueSuuaSuad sasold m a q qeppe
m o p edruaq (uvldqa) m m w mqeq mun8uad +pep
q!q
q!qal ep!soq!P!sv efieAuas ql!m@uaru qntun u&88ad m m m s n l q J q n q m l e p ump !+m trdwaq (uvldqa) m m q mtpq mrrzunZluad .p
-mumqelalas n%@ru91 Jnrun qmd !pel~aav'z d u a p u!~au!? uep av'z uazuap v8 m>lel~ad = J Q !~q a I u l -E '%6LO'0 v!SOJp!W mPq mgua~ 8 66S'P n)!da P'Z Y y v a q~ e q waq 'unv
efi8AlIa~
1fiw 0'1 !X mru(sld qalOJad!p
!@w~rrrp1-aq
8mA w % W snpq eped '2
'%Z90'0 v!SO'IP!m efiduas m m m g u a ~8 8PZ'E n)!da P'z
dua) y
% 0.~ I V8
T d
qaloladlp @symlleseqwaq m v p p I-aq SmA m 2 ~ 8 sdn i p ~d 'I : qru(uaq p%as m l n d q s q qalo=J!p !u! ~!~!lauad I!W ~q.m=plaa
DAFTAR PUSTAKA Agil, M. ,B. Prayogo, W. Sutaryadi. 1992. Pegagan Herba Multi Manfaat yang Harnpir Punah. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2) : 44 - 46. Arnsar. 2001. Centella asiatica (on line). Available fiom : http : //www.Amsar. comlprot 12-1.htm.accessed 200 1. July 17. Backer, C. A. and Backhuizen Van Den Brink. 1963. Flora of Java I. Nood Hoff. Groningen. 648 p. Bathorpe, D. V., S. A. Branch, V. C. 0. Njar, M. G. Osborne, and D. G. Watson. 1986. Ability of Plant Callus Cultures to Synthesize and Accumulate Lower Terpenoids. Phytochemistry (1986) 25 (3) : 629 - 636. University College. London. Baumert, A. ,D. Gmger, I. N. Kuzovkina, and J. Reisch. 1992. Secondary Metabolites Produced by Callus Cultures of Various Ruta species. Plant Cell, Tissue and Organ Culture (1992) 28 (2) : 159 - 162. Institute of Plant Biochemistry. Germany. Bhojwani, S. S. and M. K. Razdan. 1996. Plant Tissue Culture : Theory and Practice, a Revised Edition. Departemen Of Botani. Delhi. India. 767p. Ernawati, A. 1992. Produksi Senyawa - senyawa Metabolit Sekunder dengan Kultur Jaringan Tanaman ha1 169 - 208 Dalam Wattimena, G. A. 1992. Bioteknologi Tanaman I. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor. 309h. Fujioka, N. ,H. Kohda, K. Y a m d i , R. Kasai, 0. Tanaka, Y. Shoyama and I. Nishioka. 1989. Production of Oleanane Saponins by Callus Tissue of P a m japonicus. Planta Medica (1989) 55 (6) : 576 - 577. Institute of Phmaceutical Sciences. Hiroshima University. School of Medicine. Minami - ku. Hiroshima 734. Japan. Furuya, T., T. Yoshikawa, T. Ishi, K. Kajii. 1983. Effect of Auksins on Growth and Saponin Production in Callus Cultures of P a m ginseng. Jurnal of Medicinal Plant Research 47 (47) : 183 - 187. . Galanes, I. T. , D. T. Webb and 0. Rosario. 1984. Steroid Production By Callus and Cell Suspension Cultures of Solanurn aviculata. Journal of Natural Products (1984) 47 (2) :373 - 376. Puerto Rico. George, E. F. and P. D. Sherrington. 1994. Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Limited. England. 709 p.
Gritter, R. J. , J. M. Bobbit clan A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kmmatografi. Terjemahan dari Introduction to Chromatography, oleh K. Padmawinata. ITB Press. Bandung. 266h. Gunawan, L. W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman. PAU Bioteknologi. IPB. Bogor. 304h. Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia :Penuntun Cara Modern Menganalisis Phytochemical 'Methods, oleh K. Turnbuhan. Tejemahan dari Padrnawinata dan I. Soediro. ITB Press. Bandung. 354h. Herbert, R. B. 1981. Biosintesis Metabolit Sekunder. Terjemahan dari The Biosynthesis of Secondary Metabolites oleh Srigandono, B. dan Soedarsono. K I P Semarang Press. Semarang. 243h. Hernani., Christina. , Sudiarto. 1998. Kajian Aspek Pengeringan Pegagan Terhadap Mutu dan Kadar Bahan aktif Asiatikosida. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan clan Gizi : 53 - 57. PAU Pangan dan Gizi . Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gajah Mad& Yogyakarta. Indrayanto, G. 1987. Produksi Metabolit Sekunder Dengan Teknik Kultur Jaringan Tanaman Dalam Buku Risalah Seminar Nasional Metabolit Sekunder 1987. Prarnono, S. ,D. Gunawan dan C. J. Soegiiardjo (Editor). PAU Bioteknologi. UGM. Yogyakaki. 269h. Johnson, E. L. dan R. Stevenson. 1991. Dasar Kmmatogafi Cair. Tejemahan dari Basic Liquid Chromatography, oleh Padmawinata, K. Penerbit ITB. Bandung. 365h. Ladd, M. ,A. Rublou and A. Quintero. 1992. Effect of Media Conditions on Datura innoxia Callus and Alkaloid Production. Phyton (Buenos Aires) (1992). 53 (1) : 43 - 46. Universidad Nacional Autonoma de Mexico. Mexico. Lawrence, G. H. M. 1963. Taxonomi of Vascular Plants. The Macmillan Comp. New York. 823 p. Lindsay, S. 1992. High Performance Liquid Chromatography. 2"d. Willey dan Sons. New York. 337 p.
Ed. John
Lindsey, K dan M.M. Yeoman. 1983. Novel Experimental System for Studying the Production of Secondary Metabolites by Plant Tissue Culture : 39 - 66 Dalam Mantell, S. H. dan H. Smith (eds). 1983. Plant Biotechnology. Cambridge University Press. Cambridge. Maeda, C. ,K. Ohtani, R. Kasai, K. Yamasaki, N. Minh Duc, N. Thoi Nham andN. Khac Quynh. 1994. Oleanane and Ursane Glycosides fiom Scheflera octophylla. Phytochemistry 37 (4) : 1131- 1137.
Narayanaswamy, S. 1994. Plant Cell and Tissue Culture. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi. 652p. Patra, A., B. Rai, G. R. Rout and P. Das 1998. Succesfbll Plant Regeneration from Callus Culture of Centella asiatica L.Plant Growth Regulation 24 :13 - 16. Pharmacist,U.S. 2001. Gotu Kola (on line). Available h m : http://www. usphannacist.com/newlookldisplayarticle.c?i =696.accessed 2001July 17. Pierik, R. L. M. 1987. In vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff Publ. Dardrecht. 344 p. Prarnono, S. 1992. Profil Kromatogram Ekstrak Herba Pegagan yang Berefek Antihipertensi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1 (2) :37 - 39. Prihastanti, E. ,C. J. Soegihardjo, S. Purbaningsih. 2001. Kultur Suspensi Sel Mesofil Daun Pegagan (Centella asiatica L.) dan Analisis Kualitatif Senyawa Asiatikosida. Majalah Fannasi Indonesia. 12 (1) : 10 - 18. Purwijiyanti. 2001. Penentuan Konsentrasi 2,4D dan BAP terbaik dalam Pembentukan Kalus Rauwolfa serpentina L. serta Pengaruhnya terhadap Kadar Reserpin. Skripsi. FMJPA. UI. Depok. Puspitasari, A. , Soegihardjo, C. J. 2002. Optimasi Media Penumbuh Kalus Sebagai Langkah Awal Upaya Budidaya In - vitro Tanaman Vitex lrifolia L. Majalah Farmasi Indonesia 13 (1) :21 - 25. Rahardjo, M. Rosita, R. Fathan dan Sudiarto. 1999. Pengaruh Cekarnan Air terhadap Mutu Simplisia Pegagan (Centella asiatica L.). Jurnal Penelitian Tanaman Industri 5 (3) : 92 - 97. Rani, G. and I. S. Grover. 1999. In vitro Callus Induction and Regeneration Studies in Withania somnifera. Plant Cell, Tissue and Organ Culture 57 : 23 - 27. Santa, I. G. F. dan B. Prayogo, E. W. 1992. Studi Taksonomi Centella asiatica L. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1 (2) :46 - 47. Scragg, A. H. ,P. Morris and E. J. Allen. 1986. The Effect of Plant Growth Regulators on Growth and Alkaloid Formation in Cinchona ledgerim. Callus Culture. Journal of Plant Physiology 124 (314) : 371 - 377. Shefield University. Shefield S 10 2TN. UK.
-.''
Soegihardjo, C. dan Koensoemardiyah. 1995. Produksi Asiatikosida dan Senyawa Sekerabat dengan Kultur Suspensi Sel dari Centella asiatica (L) Urban. Fakultas Farmasi. UGM. 74 hal.
Soeharso, Y. Widyastuti, J. R. Hutapea. 1992. Tinjauan Penggunaan Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.) Sebagai Obat Tradisional dari Beberapa Kepustakaan. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2) : 53 - 56. Staba, E. J. 1980. Plant Tissue Culture as A Source of Biochemicals. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. 284p. '
Suwijiwo,P.,Woro,S., Wahyuningsih clan M. Suryowinoto. 1987. Senyawa Kumarin dari Kalus Adas (Foeniculum vulgare Mill.) Dalam Buku Risalah Seminar Nasional Metabolit Sekunder 1987. Prarnono, S. ,D. Gunawan dan C. J. Soegihardjo (Editor). PAU Bioteknologi. UGM. Yogyakarta. 269h. Tsurumi, K. , Hiramatsu, Y and M. Hayashi. 1974. Eff'ect of Medecassol og Wound Healing. Chemical Abstr. 6674p Utami, W., S. S. Juleka, Sutarjadi dan G. Indrayanto. 1987. Isolasi Sterol dari Biji Larntorogung ( L e u c a e ~ Leucocephala Lam De Wit) dan Penumbuhan Kalusnya Dalam Buku Risalah Seminar Nasional Metabolit Sekunder 1987. Prarnono, S., D. Gunawan dan C. J. Soegihardjo (Editor). PAU Bioteknologi. UGM. Yogyakarta. 269h. Vickery, M. L. and B. Vickery. 1981. Secondary Plant Metabolism. The Macmillan Press LTD. London and Basingstoke. 334p. Wickremesinhe, E. R. M. dan R. N. Arteca. 1993. Taxus Callus Cultures : Initiation, Growth Optimization, Characterization and Taxol Production. Plant Cell Tissue and Organ Culture 35 (1) : 181 - 193. Widowati, L. , Pudjiastuti, D. Indrari danD. Sundari. 1992. Beberapa Informasi Khasiat Keamanan dan Fitokirnia Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.). Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (2) : 39 - 42. Young Soh, W. danS. S. Bhojwani. 1996. Mophogenesis In Cultures. Kluwer Academic Publishers. Boston. 520p.
Plant Tissue
Zafar, R dan S. F. Naaz. 2001. Centella asiatica L. A Review. Hamdard XLV (1) : 55 - 70.
Lampiran 1. Komposisi Larutan Stok untuk Media Murashige & Skoog (1%2) yang Telah Dimodifikasi Komponen Hara
Komposisi
Formulasi
& Vitamin Garam Makro
Garam Mikro
Vitamin
pH media
Larutan stok
( mgfl) ( gfl)
KNo3
1900
38
m o 3
1650
33
CaC12.2H20
440
8.8
MgS04.7H2
370
7.4
KH2po4
170
3.4
MnS04.4H20
22.3
2.23
ZnS04.5H20
8.6
0.86
H3BOs
6.2
0.62
Na2Mo047H20
0.25
0.025
CaC12.6H20
0.025
0.0025
CuSO4.5H20
0.025
0.0025
KI
0.83
0.083
FeS04.7H20
27.8
2.78
NaEDTA.2H20
37.3
3.73
Thiamin
0.1
0.1
Nicotinic acid
0.5
0.5
Pyridoxin
0.5
0.5
Myo-inositol
100
10
5.8 - 6.0
Sumber :Murashige-Skoog (1 962) dalam Gunawan (1988).
Volume yang Dipipet (d)
50
10
I
10
Lampiran 1. Komposisi Larutan Stok untuk Media Murashige & Skoog (1962) yang Telah Dimodifikasi
Komponen Hara
Komposisi
& Vitamin
G
m Makro
Gararn Mikro
I
Vitamin
pH media
Formulasi
Larutan stok
Cksar ( WZ/l) ( g/')
ma
1900
38
mN03
1650
33
CaC12.2H20
440
8.8
MgS04.7Hz
370
7.4
m2po4
170
3.4
MnS04.4H20
22.3
2.23
ZnS04.5H20
8.6
0.86
H3B03
6.2
0.62
Na2M0047H20
0.25
0.025
CaC12.6H20
0.025
0.0025
CuSO4.5H2O
0.025
0.0025
KI
0.83
0.083
FeS04.7H20
27.8
2.78
NaEDTA.2H20
37.3
3.73
Thiamin
0.1
0.1
Nicotinic acid
0.5
0.5
Pyridoxin
0.5
0.5
Myo-inositol
100
10
5.8 - 6.0
Sumber : Murashige-Skoog (1962) dalam Gunawan (1988).
Volume yang Dipipet (mV1)
50
10
1
10 . -
L ep~odauapbg
I
auapbs
I
D. Berat Basah Kalus dari Tangkai Daun pada Umur 8 mst Sumber Keragaman Auksin (2,4D)
db
JK
KT
F-Hit
P
3
0.07094 164
0.0236472 1
22.67
0.0001
Sitokinin (BA & Kinetin) 4
0.00 159656
0.0003991 6
0.38
0.8203
Auksin * Sitokinin
11
0.0187408 1
0.001 70371
1.63
0.1069
Galat
74
0.077 17967
0.001 04297
KK = 3.313 E. Berat Basah Kalus dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst Swnber Keragarnan Auksin (2,4D)
db
JK
KT
F-Hit
P
3
0.2547525 1
0.08491750
2 1.45
0.000 1
Sitokinin (BA & Kinetin) 4
0.02248673
0.00562 168
1.42
0.2374
Auksin * Sitokinin
11
0.15620981
0.01420089
3.59
Galat
64
0.2533195 1
0.003958 12
0.0006
KK = 6.633 F. Berat Kering Kalus dari Tangkai Daun pada Umur 16 mst Sumber Keragaman
F-Hit
P
0.01220109
31.82
0.000 1
0.001 84545
0.00046136
1.20
0.3 182
11
0.00984544
0.00089504
2.33
0.0 175
64
0.02454264
0.00038348
db
JK'
3
0.03660328
Sitokinin (BA & Kinetin) 4 Auksin * Sitokinin Galat
Auksin (2,4D)
KT