UJI KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PRODUKSI SENYAWA BIOAKTIF ASIATIKOSIDA PEGAGAN ABSTRAK Aplikasi pemupukan yang efisien dan rasional diperlukan guna menghasilkan produksi terna dengan kandungan bahan aktif yang tinggi. Penentuan jaringan daun yang tepat sebagai bahan diagnostik status hara N, P, dan K guna menetapkan kebutuhan pupuk yang efisien bagi tanaman sangat diperlukan. Untuk itu telah dilakukan penelitian yang menggunakan model korelasi linier sederhana yang dilanjutkan dengan uji korelasi. Penelitian ini dilakukan pada tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO) pada bulan Mei sampai Nopember 2008 dengan jenis tanah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 m dari permukaan laut (dpl). Hasil uji korelasi jaringan daun yang paling tepat sebagai bahan diagnosis status hara bagi produksi terna kering dan senyawa bioaktif asiatikosida pada tanaman pegagan adalah umur 5 bulan setelah tanam (BST) pada posisi daun ke-1 untuk analisis hara N, P, dan K. Kandungan senyawa asiatikosida pada daun tua (1.92 % pada umur 6 BST) lebih tinggi dari pada daun muda (1.05 % pada umur 3 BST). Kata kunci: Pegagan, hara, daun sampel, asiatikosida CORRELATION TEST OF N,P,K NUTRIENS CONCENTRATIONS IN PLANT’S TISSUE WITH THE PRODUCTION OF ASIATICOSIDE BIOACTIVE ON ASIATIC PENNYWORT ABSTRACT Application of efficient and rational fertilizing techniques are needed to increase the production of dry asiatic with high active ingredient compound. The aim of this research is to assess sufficiency of N, P, and K nutrients on Centella asiatica, based on leaf nutrient status and crop nutrient requirements. The research was undertaken in Gunung Putri Research Station Balittro from May to November 2008, at elevation of 1500 m above sea level. The material used was Boyolali accession, planted on Andisol soil. Linier correlation design was used in this study. The results of this study showed that leaf sampling for N, P and K nutrients measured were recommended to be conducted at 5 MAP (months after planting) on leaf position number -1. Asiaticoside content within the older leaves (1.92 % at 6 MAP) was higher than those in the younger leaves (1.05 % at 3 MAP). Key words: Asiatic pennywort, nutrien, leaf sampling, asaticoside
30
PENDAHULUAN Status hara dalam tanaman sebenarnya merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor yang terjadi selama pertumbuhan tanaman dengan tingkat kesuburan tanah dan lingkungan tumbuh, hal ini menyangkut efisiensi serapan dan translokasi. Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa hal dalam pemupukan tanaman pegagan yaitu pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, cara dan waktu aplikasi. Kondisi unsur hara yang diperlukan oleh tanah tersebut juga perlu diketahui. Dosis pemupukan dapat diketahui dengan beberapa cara diantaranya adalah menganalisis tanah, memperhatikan tanda-tanda yang diperlihatkan oleh tanaman, analisis tanaman dan melakukan percobaan pemupukan. Tindakan melakukan percobaan pemupukan adalah cara yang paling banyak digunakan oleh peneliti untuk menguji ketepatan dosis suatu pupuk. Manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Agustin (1990) menyatakan bahwa hubungan dosis pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman sebaliknya dosis yang berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanaman. Tujuan penelitian adalah untuk: (1) menentukan umur dan bagian jaringan daun yang tepat sebagai alat diagnosa hara N, P, K serta mendapatkan data kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pada umur dan bagian jaringan tanaman pegagan, dan (2) mengetahui informasi hubungan konsentrasi hara N, P, K di jaringan daun dengan hasil terna dan senyawa bioaktif asitikosida pegagan. Perbedaan metabolit yang terbentuk di dalam tanaman disebabkan karena kemampuan diferensiasi sel tanaman dan reaksi kimia yang menyertainya antara lain aktivitas enzim.
Kedua hal tersebut akan membedakan penggolongan
senyawa kimia yang ada dalam organisme/tanaman (Darusman, 2003). Kandungan kimia pegagan terbagi menjadi beberapa golongan, yakni asam amino,flavonoid, terpenoid, dan minyak atsiri. Terpenoid, khususnya triterpenoid, merupakan kandungan utama dalam pegagan, yang terdiri dari asiatikosida, madekosida, brahmosida, dan brahminosida (glikosida saponin) asam madekasat (Barnes et al. 2002). Bermacam-macam kandungan kimia dari daun pegagan,
31
antara lain senyawa glikosida triterpenoid disebut asiatikosida yakni suatu senyawa heteroside. Senyawa asiatikosida merupakan senyawa metabolit sekunder yang termasuk dalam kelompok terpene adalah lemak yang disintesa dari metabolit primer Acetyl CoA melalui lintasan Asam Mevalonat (MAP) atau intermediet dasar glikolisis lewat lintasan Methylerythritol Phosphate (MEP). Tiga molekul Acetyl CoA digabung untuk membentuk asam mevalonik. Senyawa intermediet 6 karbon ini kemudian mengalami pyrophosphorilasi, karboxylasi dan dehidrasi membentuk Isopentenyl pyrophosphate (IPP). IPP adalah senyawa pembentuk (prekusor) blok 5 C terpene. IPP juga dapat dibentuk dari intermediet glykolisis atau siklus reduksi karbon pada proses fotosintesa (Taiz dan Zeiger 2002). Menurut Agusta (2006) proses biosintesis melalui MAP lebih aktif terjadi pada sitosol dan retikulum endoplasmid, sedangkan jalur biosintesis non mevalonat (MEP) terjadi di plastida. Senyawa asiatikosida (C48H78O19) termasuk dalam golongan glikosida triterpenoid yang struktur kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik (Vickery dan Vickery 1981; Maeda et al. 1994; James dan Dubery 2011). Untuk meningkatkan produksi bioaktif asiatikosida yang merupakan hasil dari proses metabolisme sekunder pada tanaman pegagan dibutuhkan nutrisi yang cukup seperti unsur hara makro N, P, dan K. Unsur hara yang diserap tanaman akan menentukan kualitas produk pertanian baik buah maupun terna, yang meliputi kualitas luar dan kualitas dalam. Kualitas luar meliputi penampilan, ukuran, warna dan keutuhan. Sedangkan kualitas dalam antara lain kandungan protein, vitamin, lemak, karbohidrat, metabolit sekunder dan aroma (Wijaya 2008). Peranan pupuk dalam budidaya tanaman biofarmaka sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi terna tanaman obat yang akan dipanen, bahkan untuk pegagan efek farmakologis yang dikandungnya menjadi hilang atau memburuk akibat pemupukan yang salah. Pemupukan NPK dikombinasikan dengan naungan menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK dapat meningkatkan kandungan fitokimia (Musyarofah et al. 2007). Jaringan tanaman yang digunakan untuk analisis hara dalam penelitian ini adalah daun. Optimasi uji korelasi konsentrasi hara pada daun dengan produksi
32
bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur hara dalam daun sampel pada umur tertentu. Tujuan Percobaan adalah untuk mendapatkan jaringan daun yang tepat sebagai bahan diagnosis status hara N, P, dan K pada tanaman pegagan.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KP. Gunung Putri, Cipanas, Kabupaten Cianjur, BALITTRO pada bulan Mei sampai Nopember 2008. Jenis tanah pada lahan penelitian adalah Andisol yang berada pada ketinggian tempat 1500 meter diatas permukaan laut (dpl). Analisis kimia tanah, analisis pupuk, dan analisis kandungan N, P, K pada jaringan daun akan dilakukan di Laboratorium Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Cimanggu, Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit pegagan aksesi Boyolali koleksi Plasma Nutfah Balittro dengan kandungan asiatikosida 0,94 % (Ghulamahdi et al. 2007), polibag, pupuk Urea, SP 36, dan KCl serta bahan kimia untuk analisis kandungan hara dan senyawa bioaktif asiatikosida. Peralatan yang digunakan terdiri dari peralatan tanam, timbangan, jangka sorong, meteran, leaf area meter dan peralatan laboratorium untuk analisis hara dan senyawa bioaktif asiatikosida.
33
Metodologi Penelitian Penelitian menggunakan model korelasi linier sederhana, setiap unit percobaan diulang 6 kali, dengan jumlah tanaman 50 per unit percobaan. Banyaknya tanaman yang digunakan 1.250 bibit tanaman yang seragam. Pengamatan pada setiap unit percobaan dilakukan dengan cara menetapkan 6 tanaman sebagai contoh yang ditentukan dengan teknik Simple Random Sampling yang merupakan cara pengambilan sampel dari populasi secara acak (Sugiyono 2009). Aplikasi pupuk N dengan dosis 200 kg Urea/ha setara 1.08 g N/tanaman dibagi menjadi tiga kali aplikasi yaitu pada saat tanam, 40 HST (hari setelah tanam), dan 80 HST. Pemupukan P2O5 dilakukan pada saat tanam dengan dosis 400 kg SP36/ha atau setara 1.73 g P2O5/tanaman. Untuk pupuk K2O dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu pada saat tanam dan pada umur tanaman 60 HST dengan dosis 300 kg KCl/ha atau setara 2.16 g K2O /tanaman. Dosis pupuk N, P dan K seragam untuk semua satuan unit percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan vegetatif meliputi panjang tangkai daun, panjang tunas, jumlah daun, lebar daun, panjang stolon, dan produksi berupa bobot kering terna daun, bobot basah tanaman, bobot kering tanaman dan kandungan senyawa bioaktif asiatikosidanya, serta konsentrasi hara N, P, K pada jaringan tanaman (daun). Data dianalisis dengan uji F, jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan News Multiple Range Test) pada taraf nyata 5%. Perhitungan produksi bobot senyawa bioaktif asiatikosida dilakukan dengan cara sebagai berikut: Bobot asiatikosida= bobot kering daun (g/tan) x kadar asiatikosida daun (%) Uji korelasi sederhana dilakukan masing-masing antar peubah pengamatan pada (a) kandungan hara (N, P, atau K) di daun pada umur tanaman 3, 4, 5, atau 6 BST dengan dengan produksi (yakni bobot kering daun dan bobot senyawa asiatikosida); (b) kandungan hara (N, P, atau K) pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 dengan produksi. Model korelasi linear sederhana yang digunakan adalah: Y = a + bX
34
Sebagai teladan penerapan uji korelasi antara kandungan hara N daun ke-3 dengan produksi, sebagai berikut : Y
=
Produksi kandungan asiatikosida yang dihasilkan dari terna pegagan (produksi) pada kandungan hara N daun ke-3.
a
=
harga Y ketika harga X = 0 (intercept).
b
=
angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel dependen (Y) yang didasarkan pada perubahan variabel independen (X). Jika positip (+) arah garis naik, dan bila negatip (-) maka arah garis turun.
X
=
kandungan hara N daun ke-3.
Uji korelasi antar konsentrasi setiap hara (N, P, atau K) daun dengan hasil (produksi terna atau senyawa bioaktif asiatikosida), bertujuan untuk mendapatkan hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur hara dalam daun pada umur tertentu dengan hasil yang dapat dijual. Korelasi antar kadar hara N, P atau K daun yang terekstrak dengan produksi dilakukan dengan analisis korelasi linier sederhana. Berdasarkan uji korelasi, maka konsentrasi hara N, P, K daun yang mempunyai nilai korelasi positip tinggi dan paling konsisten diposisi daun pada umur yang sama akan ditetapkan sebagai daun sampel untuk tanaman pegagan yang merupakan bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk untuk tanaman pegagan. Analisis korelasi linier sederhana adalah sebagai berikut:
rxy
n∑Xi Yi – (∑Xi)( ∑Yi) =
------------------------------------------------------------
√[n∑ Xi2 - (∑2][ n∑Yi2 - ( Yi)2]
Nilai korelasi (r) menunjukkan kekuatan hubungan linear yang berada pada interval -1≤ r ≤ 1. Tanda – dan + menunjukkan tanda arah hubungan.
35
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Bibit Bibit yang akan digunakan diperoleh dengan cara perbanyakan tanaman dengan stek stolon berakar. Pembibitan dilakukan di polibag di tempat yang ternaungi selama 4 minggu.
Persiapan Lahan Sebelum dilakukan penelitian ini, lahan yang akan ditanami dianalisis tanahnya terlebih dahulu untuk mengetahui kadar hara N, P, dan K pada tanah tersebut. Pengolahan tanah dilakukan satu hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari gulma lalu dicangkul dan dibagi ke dalam 25 petakan, setiap petakan tersebut masing-masing berukuran 2 m x 3 m, jarak antar petakan 50 cm.
Penanaman Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam sesuai dengan ukuran polibag yang digunakan dalam kegiatan pembibitan. Jarak tanam yang digunakan adalah 30 cm x 40 cm. Tanaman dibuat seragam dengan jumlah daun maksimal 3 daun.
Pemupukan Dosis pupuk N dalam bentuk 200 kg Urea/ ha atau setara 2.4 g urea/tan diberikan dalam tiga kali aplikasi yaitu pada saat tanam, 40 HST, dan 80 HST. Sedang P2O5 dilakukan pada saat tanam dengan dosis 400 kg SP-36/ha atau setara 4.8 g SP-36/tan. Selanjutnya pupuk K2O dibagi menjadi dua kali aplikasi yaitu pada saat tanam dan pada umur tanaman 60 HST dengan dosis 300 kg KCl/ha atau setara dengan 3.61 g KCl/tan.
36
Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman yang akan dilakukan meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan, dan penyiraman serta pemberantasan hama penyakit yang dilakukan sesuai kondisi lapang.
Panen Panen dilakukan untuk pengambilan contoh destruktif yaitu dengan menggunakan kuadaran berukuran 1 m x 1 m untuk setiap unit percobaan.
Pengamatan Pengamatan dilakukan pada saat panen sesuai perlakuan terhadap enam tanaman sampel yang kompetitif, pengamatan karakter morfologi dan agronomi mengacu pada panduan deskriptor untuk tanaman pegagan (IPGRI), dengan beberapa modifikasi. Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakter morfologi, agronomi dan kandungan fitokimia yang diamati No. Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan Fitokimia A. Daun 1. Jumlah daun tanaman induk 2.
Luas Daun
3.
B. Sulur (runner) Panjang sulur
Deskripsi
Peubah jumlah daun diamati dengan cara menghitung jumlah daun yang telah terbuka sempurna pada tanaman induk. Luas daun diukur dengan menggunakan alat automatic leaf area meter. Daun setelah dipanen dipisahkan antara helaian daun dengan tangkai daunnya kemudian helaian daun diukur luas daunnya dan kemudian dikonfersikan ke dalam Indeks Luas Daun (ILD). Peubah panjang sulur dilakukan dengan mengukur panjang sulur terpanjang yang muncul dari tanaman induk.
37
Tabel 1 ( Lanjutan ) No. Karakter Morfologi, Agronomi dan Kandungan Fitokimia 4. Jumlah anakan
5.
C. Akar Bobot akar
6.
D. Hasil Terna/Produksi Bobot basah biomassa
7.
Bobot kering biomassa
9.
Analisa kandungan asiatikosida pada jaringan tanaman
Deskripsi Jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang terbentuk pada tanaman induk. Bobot akar dilakukan dengan menimbang akar induk dari tanaman induk setelah dilakukan penggalian akar secara hati-hati. Bobot basah biomasa diperoleh dengan cara menimbang bobot basah panen ubinan (ukuran 1 m x 1 m), yang dilakukan pada akhir penelitian. Bobot kering biomassa diperoleh dengan cara menimbang hasil panen ubinan yang telah mengalami proses pengeringan dalam oven pada akhir penelitian. Sampel daun yang diambil adalah daun dewasa tertinggi pada 6 batang induk yang masing-masing diambil 5 helai daun pada umur 3 bulan setelah tanam (3 BST), 4 BST, 5 BST, dan 6 BST. Analisa kandungan asiatikosida pada jaringan daun tanaman yang ke-1, 2, dan 3 pada setiap petakan perlakuan.
Pengamatan faktor lingkungan tumbuh meliputi: 1. Pengambilan sampel tanah saat awal dan akhir penelitian pada setiap perlakuan dilakukan dengan cara mengambil tanah dibawah tajuk tanaman pegagan pada kedalaman 20 cm. Sampel tanah yang dianalisis sebanyak lima contoh dan diambil dari setiap ulangan. Satu contoh terdiri dari campuran tanah dari setiap petakan dalam ulangan yang sama. 2. Penentuan jenis tanah, dilakukan melalui pengamatan langsung di lapang dan pemanfaatan data sekunder. 3. Suhu dan kelembaban, intensitas cahaya, Curah hujan harian selama percobaan diambil dari stasiun mini klimatologi KP. Gunung Putri setempat.
38
Prosedur pengujian kadar senyawa asiatikosida meliputi: 1. Persiapan contoh Terna pegagan disortir dan dicuci sampai bersih, dikeringkan dengan blower (suhu 400C selama 7 jam), terna pegagan kering digiling dan diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mesh. Sebanyak 0,36 gram serbuk pegagan (ukuran 40 mesh) ditambahkan 25 ml methanol p.a, dikocok di atas alat stirrer plate selama 60 menit, cairan ekstrak tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 dan ampasnya diambil untuk diekstrak kembali sampai 3x masing-masing dengan methanol p.a sebanyak 25 ml. Ekstrak-ekstrak dari ampas tersebut disatukan dengan ekstrak pertama untuk dimasukkan ke dalam labu ukur yang sama kemudian diencerkan dengan methanol p.a dan diimpitkan sampai tanda batas.
2. Penetapan contoh Ekstrak disaring dengan menggunakan kertas saring Whattman no. 42 kemudian disaring kembali untuk kedua kalinya dengan kertas saring millipore ukuran 0.2 μm. Disuntikkan ke dalam KCKT/HPLC sebanyak 20 μl dengan menggunakan fase gerak Asetonitril (CH3CN): asam asetat (CH3COOH) 0.6% (57: 43) dan kecepatan alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 258 nm.
3. Penetapan Kadar Senyawa Asiatikosida
Standar senyawa asiatikosida sebanyak 0,0186 g, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, dan disuntikan sebanyak 20 μl dengan menggunakan fase gerak asetonitril (CH3CN) : asam asetat (CH3OOH) 0.6% (57:43) dan kecepatan alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 258 nm. Kondisi larutan standar tersebut menghasilkan luas area 314713 dengan kisaran waktu retensi 4.01-4.15. Pengukuran dilakukan di Laboratorium BALITTRO. Nilai luas area dan waktu retensi standar senyawa asiatikosida dianggap tetap sepanjang penelitian, adapun perhitungan kadar senyawa asiatikosida adalah sebagai berikut:
39
[sp ]
------- X [lar.std ] X fp [std ] Kadar asiatikosida =
X 100 % 6
Bobot sp X 10 Keterangan:
[sp] [std ] [lar.std ] fp Bobot sp
: : : : :
konsentrasi contoh konsentrasi standar konsentrasi larutan standar faktor pengenceran bobot contoh (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan Vegetatif Pertumbuhan tanaman (panjang tangkai daun, jumlah daun, panjang tunas, lebar daun dan panjang stolon) semakin meningkat dengan semakin bertambahnya umur tanaman hingga 16 minggu setelah tanam (MST). Kondisi ini sejalan dengan pengamatan pola pertumbuhan vegetatif tanaman pegagan yang dapat membentuk cabang yang banyak pada stolonnya yang semakin memanjang. Pada setiap cabang dapat membentuk tumbuhan baru hingga sangat rimbun serta membentuk rumpun yang menutupi tanah. Setelah tanaman berumur 4 BST pertumbuhan tanaman pegagan mulai melambat sehingga antara pertumbuhan 4 BST dengan 5 BST tidak berbeda nyata, kecuali panjang tangkai daun. Hal ini disebabkan pada umur tersebut pertumbuhan tanaman pegagan mulai rapat, sehingga terjadi peningkatan persaingan pertumbuhan antar tanaman baru yang telah terbentuk dalam setiap rumpun.
Keadaan ini yang menghambat
pertumbuhan vegetatif tanaman terutama pembentukan daun pegagan dalam rumpun tersebut (Tabel 2).
40
Tabel 2. Pengaruh umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST)
Pertumbuhan Tanaman Jumlah Daun panjang Lebar (helai) tunas daun (cm) (cm) 19.7 c 2.8 c 4.9 b
3
Panjang tangkai (cm) 6.1 c
panjang stolon (cm) 54.6 b
4
10.1 b
26.3 b
3.4a b
6.1 a
75.5 a
5
14.1 a
26.5 b
3.7 b
6.3 a
77.1 a
6
21.2 a
34.6 a
4.1 a
7.0 a
77.5 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. BST: Bulan setelah tanam
Pengaruh Umur Tanaman terhadap Kandungan Hara N, P, K pada Setiap Posisi Daun Dua faktor utama yang menentukan status hara tanaman pada daun, yakni umur dan posisi daun. Secara berurutan daun pada posisi ke-3 lebih tua umurnya dari yang berada diposisi ke-2 dan ke-1. Pada tanaman pegagan posisi daun ke-1, ke-2,dan ke-3 menunjukkan perbedaan konsentrasi N, P, dan K yang nyata seperti terlihat pada Tabel 3, 4 dan 5. Umur daun perlu diperhatikan untuk daun sampel, karena hal ini terkait dengan perubahan fungsi daun sebagai sink atau source. Daun-daun muda berfungsi sebagai sink, sehingga harus mengimpor hara-hara mineral dan fotosintat dari organ lain yang berfungsi sebagai source untuk pertumbuhan dan perkembangan dalam jumlah yang banyak. Daun dewasa berfungsi sebagai source sehingga dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan mengekspor hara-hara mineral dan fotosintat ke organ - organ lain yang membutuhkan (sink) (Marschner 1995). Hara dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya dalam bentuk tertentu seperti NO3-, NH4+, H2PO4-, HPO42-, dan K+. Selanjutnya hara tersebut berperan dalam berbagai aktivitas metabolisme (Hanafiah 2004). Kondisi ini juga terjadi pada tanaman pegagan yang diuji dalam percobaan ini, baik untuk status hara N, P, maupun K pada daun (Tabel 3, 4, dan 5).
41
Nitrogen (N) Umur tanaman mempengaruhi konsentrasi kandungan N daun pada daun ke1, daun ke-2, dan daun ke-3. Pada posisi daun ke-1, nilai kandungan N tertinggi diperoleh pada umur 3 bulan yang berbeda nyata dengan umur 6 bulan, karena pada umur 6 bulan terjadi penurunan konsentrasi N daun secara drastis. Untuk semua posisi daun terjadi penurunan konsentrasi N daunnya pada umur 6 BST. Hal ini sejalan dengan pendapat Liferdi et al. (2005) yang menyatakan bahwa perubahan hara pada daun tanaman disebabkan oleh perubahan fase pertumbuhan. Hara daun mengalami penurunan pada fase trubus dan fase generatif. Pada fase tersebut hara pada daun mengalami translokasi dari daun tua ke bagian organ yang lebih muda atau untuk pembentukan buah, akibatnya konsentrasi hara pada daun tua berkurang. Kandungan N daun ke-1 tidak berbeda nyata pada umur 3, 4, dan 5 BST, yang tertinggi adalah pada umur 3 BST yakni 3.78 % N namun tidak berbeda nyata dengan kadar N pada umur 5 BST. Pada daun posisi ke-2 dan ke-3, kandungan N daun tertinggi terjadi pada daun umur 5 BST, meskipun tidak berbeda nyata dengan umur 4 BST. Sehingga nilai konsentrasi kandungan N daun tertinggi terdapat pada posisi daun ke-2 yang berumur 5 BST yakni 3.87% N, sedang untuk posisi daun ke-3 umur 5 BST sebesar 3.81 % N. Konsentrasi N daun pada posisi daun ke-1 dan ke-2 maupun daun ke-3 terjadi penurunan (Tabel 3) . Tabel 3 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi N pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
Daun ke- 1 3.78 a
Konsentrasi N (%) Daun ke- 2 3.51 a
Daun Ke- 3 3.02 b
4
3.64 a
3.78 a
3.42 b
5
3.67 a
3.87 a
3.81 a
6
2.77 b
2.71 b
2.81 c
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
42
Fosfor (P) Umur tanaman juga mempengaruhi kandungan P daun bahkan terjadi perbedaan pengaruh yang nyata baik pada posisi daun ke-1, ke-2, maupun ke-3. Penurunan kandungan P daun untuk ketiga posisi daun terjadi pula pada umur 6 bulan. Konsentrasi kandungan P tertinggi di posisi daun ke-1 terdapat pada umur 4 bulan yakni 0.26 % P, tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi P daun ke1 pada umur 5 bulan dan 3 bulan yakni 0.25 % P. Sedang untuk di posisi daun ke-2 dan ke-3 konsentrasi P tertinggi terjadi pada umur 5 bulan yang masingmasing secara berurutan sebesar 0.24 % P dan 0.22 % P. Tabel 4 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi P pada daun ke-1 ke-2 atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
Daun ke- 1 0.25 a
Konsentrasi P (%) Daun ke- 2 0.20 b
Daun Ke- 3 0.20 a
4
0.26 a
0.23 a
0.21 a
5
0.25 a
0.24 a
0.22 a
6
0.21 b
0.19 b
0.16 b
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
Kalium (K) Konsentrasi kandungan K daun pada posisi daun ke-1, ke-2 maupun ke-3 berbeda nyata pada setiap umur tanaman. Penurunan konsentrasi hara K pada daun terjadi juga pada daun umur 6 bulan di posisi daun ke-1, ke-2 maupun ke-3. Kandungan K daun tertinggi diperoleh pada umur 4 bulan di posisi daun ke -2 dan ke-3 yakni masing-masing secara berurutan sebesar 4.23 % K dan 4.18 % K. Pada posisi daun ke 2 konsentrasi K daun tertinggi terjadi pada umur daun 5 BST yakni sebesar 4.24 % K yang berbeda nyata dengan daun ke-2 umur 3, 4, dan 6 BST (Tabel 5).
43
Tabel 5 Pengaruh umur tanaman terhadap konsentrasi K pada daun ke-1, ke-2, atau ke-3 tanaman pegagan aksesi Boyolali di KP. Gunung Putri,Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
Daun ke- 1 3.44 b
Konsentrasi K (%) Daun ke- 2 3.09 b
Daun Ke- 3 3.16 b
4
4.23 a
3.32 b
4.18 a
5
3.27 b
4.24 a
3.30 b
6
3.17 b
2.83 c
2.48 c
Keterangan:
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi Hasil percobaan menunjukkan bahwa semua komponen produksi berupa bobot segar tanaman, bobot terna kering tanaman dan kandungan senyawa bioaktif asiatikosida semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya umur tanaman hingga 5 BST. Namun pada umur 6 BST, terjadi penurunan hasil kecuali bobot segar tanaman yang banyak mengandung stolon dan akar.
Untuk
komponen hasil yang dapat dipasarkan dari tanaman pegagan yakni bobot kering daun dan produksi bioaktif senyawa asiatikosida tertinggi terjadi pada umur 5 BST. Umur tanaman berpengaruh nyata terhadap konsentrasi K daun pada ke tiga posisi daun (Tabel 6). Tingkat kualitas dan kuantitas produksi terna suatu tanaman sangat ditentukan oleh frekuensi dan waktu panen (Wibowo 1990).
Sehingga
waktu panen tanaman pegagan yang tepat didataran tinggi dengan jenis tanah Andisol pada penelitian ini adalah pada umur 5 bulan. Hasil analisis jaringan daun tanaman pegagan menunjukkan bahwa kandungan
senyawa
asiatikosida
semakin
meningkat
dengan
semakin
meningkatnya umur tanaman (Tabel 6). Kondisi ini menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida daun masih meningkat linier sampai umur 6 BST, meskipun produksi asiatikosidanya telah menurun pada umur 6 BST dibandingkan 5 BST.
Produksi bobot senyawa asiatikosida merupakan hasil
perkalian antara bobot kering daun dengan kadar senyawa asiatikosida daun sampel.
44
Tabel 6 Pengaruh umur tanaman terhadap produksi bobot kering daun, bobot segar dan kering tanaman, serta bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl Umur Tanaman (BST) 3
3.28 c
Produksi Bobot Bobot segar kering tanaman tanaman (g/tan) (g/tan) 58.12 c 7.70 c
4
9.65 ab
160.92 b
22.99 b
0.124 a
1.29
5
11.93 a
169.94 b
35.49 a
0.173 a
1.45
6
8.43 b
288.92 a
32.06 a
0.163 a
1.92
Keterangan:
Bobot kering daun (g/tan)
Bobot senyawa asiatikosida (g/tan) 0.034 b
Kandungan senyawa asiatikosida (%) 1.05
Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5% BST: Bulan setelah tanam
Meskipun kadar senyawa asiatikosida sampel daun pada tanaman pegagan umur 6 BST lebih tinggi dari pada yang berumur 5 BST, namun jumlah produksi bobot kering daun pada 5BST yakni 11.93 g/tan adalah lebih tinggi dan berbeda nyata dengan produksi pada 6 BST yakni 8.43 g/tan. Sehingga produksi bobot asiatikosida pada umur 5 BST sebesar 0.173 g/tan menjadi lebih tinggi meskipun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan produksi bobot senyawa asiatikosida pada umur 6 BST yakni sebanyak 0.163 g/tan (Tabel 6). Hasil percobaan dan uraian diatas, maka terlihat bahwa waktu panen yang tepat didataran tinggi (pada tanah Andisol) adalah pada umur 5 bulan. Hal ini didasarkan pada umur 5 bulan menghasilkan produksi bobot terna kering dan bioaktif senyawa asiatikosida tertinggi dibandingkan umur 3, 4, dan 6 bulan (Tabel 6).
45
Tabel 7 Pengaruh posisi daun terhadap kandungan asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl. Posisi Daun Daun ke-1
Kandungan Asiatikosida (%) 1.09
Daun ke-2
1.17
Daun ke-3
1.25
Berdasarkan posisi daun, kandungan asiatikosida daun tua lebih tinggi dibandingkan daun muda. Secara berurutan umur jaringan daun pada posisi daun ke-3 adalah lebih tua dari daun ke-2, maupun daun ke-1. Kandungan bioaktif asiatikosida pada daun ke -3 lebih tinggi dibandingkan yang terdapat pada daun ke-1 dan daun ke-2 (Tabel 7).
Korelasi Status Hara N, P, K Daun Umur 3 - 6 Bulan dengan Produksi Dalam penentuan sampel daun dengan posisi yang tepat untuk analisis tanaman perlu memperhatikan nilai koefisien korelasi (r) antar kadar hara N, P, dan K daun dengan produksi. Saat tanaman berumur 3 BST memberikan nilai koefisien korelasi tinggi secara nyata antara konsentrasi N, P dan K daun dengan bobot kering daun maupun terhadap bobot senyawa bioaktif asiatikosida, namun nilai korelasinya masih lebih rendah dibandingkan yang diperoleh pada daun umur 5 bulan. Nilai r yang tertinggi secara nyata dengan konsisten antara kadar hara N, P dan K daun terhadap produksi bobot kering daun dan senyawa bioaktif asiatikosida terjadi pada umur 5 BST (Tabel 8). Oleh karena itu bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N sebagai bahan untuk analisis hara N, P, atau K daun terbaik yang memenuhi persyaratan untuk tanaman pegagan adalah umur 5 bulan.
46
Tabel 8 Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun pada umur 3, 4 ,5, 6 BST dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl. Umur Tanaman (BST)
Kandungan Hara N P K
Bobot Kering Daun 1* 0.99* 1*
Bobot Senyawa Bioaktif Asiatikosida 0.54* 0.86* 0.99*
4
N P K
1* 1* 1*
0.24 0.24 0.25
5
N P K
1* 0.99* 1*
0.97* 0.97* 0.97*
6
N P K
0.99* 0.43* 9.99*
0.94* 0.95* 0.94
3
Keterangan: * = terdapat hubungan yang nyata
Tabel 9
Korelasi (r) antar kandungan hara N, P, K daun posisi ke -1, 2, 3 dengan produksi bobot kering daun atau bobot senyawa bioaktif asiatikosida tanaman pegagan yang ditanam di KP. Gunung Putri, Cipanas, 1500 m dpl.
Posisi Daun
Kandungan Hara
Bobot Kering Daun
Bobot Bioaktif Asiatikosida
1
N P K
0.02 0.20 0.09
0.08 0.06 0.43*
2
N P K
0.05 0.23 0.05
0.18 0.05 0.10
3
N P K
0.22 0.19 0.05
0.01 -0.01 -0.01
Keterangan: * = terdapat hubungan yang nyata
47
Berdasarkan posisi daun yang memberikan nilai korelasi yang tinggi secara konsisten antara N, P, dan K daun terhadap produksi bobot kering daun dan bobot senyawa asiatikosida diperoleh pada daun ke-1 (Tabel 9). Oleh karena itu bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K sebagai bahan untuk analisis hara N, P, atau K daun yang terbaik dilakukan pada posisi daun ke-1. Secara umum melihat konsistensi dan keeratan korelasi antar status hara N, P atau K
daun dengan produksi terna kering dan bobot senyawa bioaktif
asiatikosida serta pertimbangan efisiensi aplikasinya, maka jaringan tanaman yang terbaik untuk dijadikan bahan diagnostik penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K adalah daun pada posisi ke-1 umur 5 BST. Untuk selanjutnya daun posisi ke-1 umur 5 bulan dijadikan daun sampel untuk tanaman pegagan.
SIMPULAN 1.
Konsentrasi hara N, P, dan K daun pegagan semakin menurun dengan bertambahnya umur dan kenaikan status hara N, P, dan K berkorelasi positif dengan produksi terna bobot kering daun maupun senyawa bioaktif asiatikosida.
2.
Waktu panen yang tepat untuk tanaman pegagan yang ditanam di dataran tinggi untuk mendapatkan produksi terna maupun senyawa bioaktif asiatikosida yang tinggi adalah umur 5 bulan.
3.
Kandungan senyawa bioaktif asiatikosida pada daun tua umur 6 bulan (1.92 %) lebih tinggi dari pada daun muda umur 3 bulan (1.05 % ).
4.
Sampel daun yang
tepat sebagai bahan diagnosis status hara dalam
penetapan kebutuhan pupuk N, P, dan K bagi tanaman pegagan adalah posisi daun ke-1 umur 5 bulan untuk analisis hara N, P dan K.