KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ASIATIKOSIDA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI
SUTARDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
THE STUDY OF HARVESTING TIME AND PHOSPHORUS FERTILIZATION TO THE GROWTH AND PRODUCTION OF Centella asiatica L. Urban ASIATICOSIDE IN HIGH ALTITUDE ABSTRACT Centella asiatica L. Urban is easily found in Indonesia and it has many uses in traditional medicine (jamu). In assuring people consuming herbal products of high standard and reliable yield and quality, a standardization process was performed on an Indonesia herb namely pegagan Centella asiatica L. Urban from Boyolali region accession on asiaticoside contents as it bioactive constituent. This experiment was carried out at Gunung Putri experimental station, Cipanas and Research Insitute for Spices Medicinal Crops and Aromatical Cimanggu, Bogor Indonesia from June until December 2007. The research were aimed to inverstigate P2O5 influence to the SPAD Clorophyll number (leaf greenness), growth and production of Centella asiatica L. Urban asiaticoside. This experiment was splitted into two successive experiments . The First experiment using single factor with randomized complete block design with P2O5 fertilization 0, 36, 72 and 108 kg P2O5/ha, with three replications. The Second experiment using split plot design. The main factor was harvesting time of 2 months-old (8 WAP) and 4 months-old (16 WAP/week after planting), while the subplot was fertilizing 0, 36, 72 and 108 kg P2O5/ha, with three replications. Asiaticoside contents were determined by HPLC (High Performance Liquid Chromatography). The results showed that P2O5 influencied insignificant affect on all growth components, but significantly influenced SPAD chlorophyll number. The highest old and young leaf SPAD chlorophyll number was found at 36 P2O5/ha (26.32 – 40.98 unit) and 42.75 unit. Harvesting time and P2O5 significantly influenced wet weight and dry biomass production. An interaction between harvesting time 4 months-old and P2O5 significantly to wet weight biomass and the dry weight and also followed by production of asiaticoside. The highest wet weight and dry biomass was found at 108 kg P2O5/ha were 694.01 and 185.10 g, the highest asiaticoside content were 1.50 %. Keyword : Harvesting Time, Phosphate, asiaticoside, Centella asiatica L. Urban
RINGKASAN SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI DAN SANDRA ARIFIN AZIZ. Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan dataran dengan ketinggian 2.500 meter dpl. Pegagan belum banyak dibudidayakan untuk mendapatkan sentuhan teknologi, sehingga diperlukan perbaikan sistem budidaya yang baik dan benar. Manfaat tanaman pegagan adalah sebagai obat kulit, memperbaiki gangguan syaraf dan peredaran darah dan bahan simplisia. Secara empiris pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak digunakan sebagai bahan simplisia obat. Panen tanaman pegagan biasanya dilakukan pada umur 3 atau 4 bulan. Senyawa fosfat kaya energi dari metabolit penting untuk menjadi perantara fosforilasi transfer energi dalam proses pertumbuhan organ tanaman sebagai perantara penghasil metabolit sekunder. Peningkatan ketersedian P di tanah Andisols dapat diusahakan dengan beberapa metode yaitu dengan pemberian pupuk organik, pupuk P2O5 dan pengapuran terutama pada pH masam akibat curah hujan tinggi di dataran tinggi. Persyaratan untuk simplisia kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0.9 %. Waktu panen dan pemupukan fosfor yang tepat, diharapkan dapat meningkatan produksi asiatikosida menjadi sangat penting diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh respon fisiologi, pertumbuhan dan produksi biomas, kandungan fitokimia (kualitatif) dan asiatikosida secara kuantitatif tanaman pegagan umur waktu panen dan pemupukan fosfor yang tepat. Percobaan menggunakan rancangan petak terpisah. Model pengolahan data terdiri dari 1. Rancangan Acak Kelompok untuk pengamatan pertumbuhan dan 2. Rancangan Petak Terpisah untuk pengamatan saat panen. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 %. Jika terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s multiple range test) dan pola hubungan persamaan regresi. Analisis data dilakukan dengan bantuan program SAS versi 9.1 dan program excel 2005. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai Desember 2007. Tempat penelitian di Kebun Percobaan Gunung Putri Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat kebun milik BALITTRO Bogor, pada jenis tanah Andisols dan memiliki ketinggian tempat 1300 meter di atas permukaan laut. Analisis tanah, jaringan dan bioaktif dilaksanakan di laboratorium fitokimia BALITTRO Bogor. Penelitian di lapang menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama perlakuan umur waktu panen 2 dan 4 bulan, perlakuan anak petak tingkat pemupukan P2O5 yang terdiri atas 4 taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan fosfor tidak mempengaruhi semua peubah pertumbuhan tanaman pegagan, kecuali terhadap nilai SPDA klorofil meter pada daun tua. Total serapan P jaringan, jumlah daun
induk, panjang daun, jumlah sulur primer, panjang sulur, panjang daun dan lebar daun, jumlah bunga induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida mempengaruhi nyata lebih tinggi dibandingkan dengan umur waktu panen 2 bulan. Sedangkan pada pertumbuhan nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua, bobot akar induk, kandungan P jaringan, diameter tangkai daun, luas daun dan jumlah daun pertanaman dan kandungan asiatikosida waktu panen tidak mempengaruhinya. Pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5 (34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5 berpengaruh nyata terhadap bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida. Produksi bobot biomas basah dan kering serta produksi asiatikosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g, hal yang sama perlakuan tersebut diperoleh untuk produksi kandungan asiatikosida tertinggi mencapai 1.50 %.
ABSTRAK SUTARDI. Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor (P2O5) Yang Berbeda di Tanah Andisols Dataran Tinggi Terhadap Kandungan Asiaticosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban). Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI DAN SANDRA ARIFIN AZIZ. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari respon fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas, kandungan fitokimia secara kualitatif dan asiaticosida secara kuantitatif tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) terhadap perlakuan waktu panen dan pemupukan P2O5 yang berbeda. Penelitian di lapang dilakukan pada bulan Juli sampai Desember 2007 di Kebun Percobaan BALITTRO yang terletak Gunung Putri, Desa Pacet, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dan analisis tanah, jaringan dan biokatif dilaksanakan di laborotoriom fitokimia BOLITTRO Bogor. Percobaan memakai dua pengamatan dari 2 sampai 16 MST (minggu setelah tanam) menggunakan rancangan acak kelompok lengkap ((randomize complete block design). Dosis pupuk P2O5 terdiri dari empat dosis yang meliputi tanpa pupuk 0, 35, 72 dan 108 kg P2O5/ha. Percobaan diulang 3 kali digunakan untuk mengetahui respon fisiologi dan pertumbuhan adapun alasannya bahwa sebelum waktu panen belum dipengaruhui oleh perlakuan waktu panen. Percobaan dilanjutkan untuk mengetahui pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 menggunakan rancangan petak terbagi (split plot design). Petak utama waktu panen terdiri dari dua yaitu 2 dan 4 bulan, sedangkan anak petak yaitu 4 dosis pupuk P2O5 yang meliputi tanpa pupuk 0, 36, 72 dan 106 kg P2O5 /ha. Percobaan diulang tiga kali untuk mengetahui pengaruh komponen fisiologi, pertumbuhan, produksi biomas dan kandungan fitokimia serta asiaticosida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemupukan P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap semua komponen pertumbuhan, akan tetapi berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua lebih baik (42.75) terbaik dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5 (34.99 - 35.65) terendah. Perlakuan pemupukan P2O5 berpengaruh nyata terhadap bobot akar induk, bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida. Produksi bobot biomas basah dan kering serta produksi asiaticosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha adalah 694.01 dan 185 g, hal yang sama kandungan asiaticosida tertinggi mencapai 1.50 %.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi merupakan gagasan dan karya saya berserta komisi pembimbing yang belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
2008
Sutardi A 151060291
KAJIAN WAKTU PANEN DAN PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI ASIATIKOSIDA TANAMAN PEGAGAN (Centella asiatica L. Urban) DI DATARAN TINGGI
SUTARDI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul tesis
:
Kajian Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi
Nama
:
Sutardi
NIM
:
A 151 060 291
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Agronomi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS
Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si
Tanggal Ujian : 4 Juni
Tanggal Lulus :
2008
Juni 2008
Penguji Luar Komisi Pembimbing : Dr.Ir. Maya Melati, MS
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dengan judul Kajian Umur Waktu Panen dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Tanaman Pegagan (Centella asiatica L. Urban) di Dataran Tinggi berhasil diselesaikan. Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan informasi baik secara langsung dan tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku
ketua komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan selama
melaksanakan penelitian, Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku anggota komisi pembimbing atas dorongan moril, motivasi bimbingan yang sangat intensif, masukan dan diskusi selama penyusunan, pelaksanaan penelitian, dan penulisan tesis. Terima kasih penulis ucapkan pada Dr.Ir. Munif Ghulamahdi, MS selaku Ketua Program Studi Agronomi yang telah memberikan saran-saran dan arahan sejak penulis diterima sebagai mahasiswa sekolah pascasarjana IPB Program Studi Agronomi hingga selesai Terima kasih penulis ucapkan kepada Badan Litbang Pertanian dan KKP3T yang telah berkenan memberikan kesempatan, dana dan kerjasama sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan baik. Terima kasih juga kepada Bapak Ir. Bambang Sudaryanto, MS kepala BPTP Yogyakarta yang telah memberikan dorongan dan pengarahan serta berkenan memberikan kesempatan dalam melanjutkan studi S2 di IPB ini. Penghargaan dan ungkapan terima kasih yang sedalam-dalamnya disampaikan kepada Bapak dan Ibu Marto Dikroma, Suradiyanto, Sutarno, Nyono serta seluruh kelurga, atas segala pengorbanan, semangat dan doanya. Semoga Allah SWT mencatat kebaikan dari semua pihak dan memberikan balasan serta hidayah kepada kita sekalian. Akhirnya penulis berharap semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat dalam memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Bogor,
2008. Sutardi.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Agustus 1965 di Sragen, Jawa Tengah dari ayah yang bernama Marto Dikromo dan Ibu Daliyem. Penulis merupakan putra keempat dari tujuh bersaudara. Tahun 1985 penulis lulus dari SMT Pertanian Jurusan Budi Daya Tanaman, tahun yang sama diterima bekerja sebagai Asisten Lapang di P3HTA DAS JRATUNSELUNA di Salatiga. Penulis sambil bekerja melanjutkan Studi pada jenjang D3 di APP Boyolali lulus tahun 1989. Tahun 1991 penulis melanjutkan studi S1 di Universitas Islam Batik Surakarta lulus tahun 1994. Selama kuliah penulis sebagai pegawai negeri sipil di Badan Litbang Pertanian. Penulis selama ini sebagai peneliti di Badan Litbang Pertanian sejak tahun 1994 pada BPTP D.I. Yogyakarta. Jenjang fungsional dan pangkat golongan pada kepegawaian pada Peneliti Madya/gol IVa di bidang Agronomi. Tahun 2006 berkesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB program studi Agronomi.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI………………………………………………………………. xi DAFTAR TABEL …………………………………………………………
xii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
xiv
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………
xv
PENDAHULUAN…………………………………………………………
1
Latar Belakang …………………………………………………..... Tujuan Penelitian ………………………………………………..... Hipotesis Penelitian ……………………………………………..... TINJAUAN PUSTAKA
1 4 4
Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban)………………….. Hara Fosfor (P) dan Tanah Andisols di Dataran Tinggi………….. Metabolit Sekunder Tanaman, Pemupukan dan Waktu Panen….... Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkan Kandungan Bioaktif ….. BAHAN DAN METODE
5 8 12 14
Waktu dan Tempat ………………………………………………. . Bahan dan Alat …………………………………………………… Metode Penelitian …………………………………………………. Pengamatan ……………………………………………………....... Analisis Data …………………………………………………….... HASIL DAN PEMBAHASAN
17 17 18 20 22
Kondisi Umum Percobaan ………………………………………... Sifat Fisik dan Kimia Tanah Andisols ..………………………....... Kajian P2O5 Terhadap Nilai SPAD Klorofil Meter Daun dan Pertumbuhan Pegagan Umur 2 sampai 16 MST… Nilai SPAD Klorofil Meter Daun ………………………………….. Komponen Pertumbuhan …………………………………………... Kajian Umur Waktu Panen dan dan Pupuk P2O5 Terhadap Nilai SPAD Klorofil Meter Daun, Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Pegagan………………………………………………. Nilai SPAD Klorofil Meter Daun, Kandungan P Jaringan, Total Serapan P dan Bobot Akar…………………………………………. Komponen Pertumbuhan …………………………………. ……… Komponen Produksi ……………………………………… ……… Analisis Usaha Budidaya Tanaman Pegagan ……………………... PEMBAHASAN
23 24 26 28 30
37 38 42 47 57
Tanah Andisols dan Upaya Pengelolaannya …………………….... Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Pegagan …………………… SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dan Saran……………………………………………….. DAFTAR PUSTAKA..………………………………………………….....
60 65 66 67
LAMPIRAN......…………………………………………………………....
74
DAFTAR TABEL Halaman 1 Jenis fitokimia, fungsi dan golongan. ……………………………….... .. 15 2 Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia ......................
22
3 Rerata suhu udara bulanan di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Tahun 2007.................................................................
24
4 Hasil analisis pendahuluan karakteristik tanah Andisols di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur 2007…………………………………
25
5 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemberian pupuk P2O5 terhadap komponen nilai SPAD klorofil meter daun dan pertumbuhan (RAK)……
26
6 Nilai SPAD klorofil meter daun muda dan daun tua…………………….
28
7 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah daun induk ………………
30
8 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang tangkai daun……………
31
9 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap diameter tangkai daun……………
32
10 Pengaruh pupuk P2O5 terhadap jumlah sulur primer……………………
32
11 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang daun…………………….
34
12 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap lebar daun……………………… .
34
13 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah bunga induk ……………..
35
14 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang sulur tamaman induk.....
35
15 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah buku tamaman induk…….
36
16 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap komponen pertumbuhan, produksi dan fisiologi (Split Plot Design) ……………………………………………………….
37
17 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil meter daun, kandungan P, total serapan P dan bobot akar ……...............
39
18 Nilai SPAD klorofil meter daun tua pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5..........................................................
41
19 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 .........................
42
20 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap panjang tangkai daun terpanjang, diameter tangkai daun terpanjang, jumlah sulur primer, panjang sulur, panjang daun, lebar daun dan jumlah bunga
44
21 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap jumlah dan luas daun pertanaman ………...……………………………………………………
46
22 Pengaruh waktu penen dan pemupukan P2O5 terhadap kandungan asiotikosida……………………………………………………………...
49
23 Bobot biomas basah dan kering pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5.........................................
48
24 Pertambahan produksi asiatikosida pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5.........................................
54
27 Hasil uji fitokimia tanaman pegagan pada umur panen 2 dan 4 bulan….
55
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Lintasan biosintesis metabolit di dalam tanaman (Vickery dan Vickery 1981)..........................................................................
12
2 Biosintesis senyawa terpenoid (Hess 1986)..................................................
13
3 Nilai SPAD klorofil meter daun muda..........................................................
29
4 Interaksi antara pengaruh waktu panen dan dosis P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil meter daun tua...............................................................
41
5 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5.............................
43
6 Pertambahan produksi bobot bimas basah tanaman pegagan akibat perlakuan interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5..................................................................................................
48
7 Pertambahan produksi bobot biomas kering tanaman pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 ................................................................................................
49
8 Pertambahan produksi asiatikosida tanaman pegagan pada berbagai dosis pupuk P2O5…………………………………………... ..
51
9 Pertambahan serapan P dan asiatikosida tanaman pegagan pada berbagai dosis pupuk P2O5.......................................................................
53
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Denah percobaan………………………………………………………. 75 2. Prosedur uji fitokimia……………………………………………….....
76
3. Prosedur analisa kadar asiaticosida …………………………………...
77
4. Prosedur analisa kadar P jaringan……………………………………..
78
5. Bagan alir penelitian. ………………………………………………….
79
6. Cara pengukuran nilai SPAD klorofil daun muda, tua dan senecence ..
80
7. Hasil fungsi penduga respon P2O5 kedua macam kadar P2O5 pada produksi maksimum dan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum…
81
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi jalan maupun di pekarangan. Pegagan ini berasal dari Asia tropik, menyukai tanah yang agak lembab, cukup sinar atau agak terlindung serta dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai dengan dataran dengan ketinggian 2.500 meter dpl (Hyene 1987; Dalimartha 2000; Januwati dan Yusron 2004). Tanaman ini sering dianggap sebagai gulma yang kurang diperhatikan manfaatnya. Padahal sebenarnya sudah banyak pula masyarakat yang telah memanfaatkan pegagan sebagai bahan obat. Sejak jaman dahulu, pegagan telah dipergunakan sebagai obat kulit, memperbaiki gangguan syaraf dan peredaran darah. Di daerah Jawa Barat, tanaman pegagan bagian daunnya juga dikenal sebagai lalapan yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun direbus (Van Steenis 1997), bahkan ada juga yang mencampurkannya dalam asinan. Lalapan segar mempunyai khasiat yaitu untuk membersihkan darah dan memperbaiki gangguan pencernaan (Wijayakusuma et al. 1994). Tanaman pegagan, pengolahan atau penggunaannya pun tidak terbatas untuk dikonsumsi secara segar, akan tetapi telah diambil ekstraknya atau diolah menjadi kapsul, krem dan salep (Lasmadiwati et al. 2002). Secara empiris pegagan mengandung senyawa asiatikosida yang banyak digunakan sebagai bahan simplisia obat.
Asiatikosida merupakan glikosida
triterpen, derivat alfa amarin dengan molekul gula, terdiri atas 2 glukosa dan 1 rhamnosa (Talalaj dan Czeehowics 1989). Menurut Dalimartha (2000) bahwa senyawa glikosida triterpenoid yang disebut asiatikosida berperan dalam berbagai aktivitas penyembuhan penyakit. Salah satu bahan alami yang banyak mengadung asiatikosida terdapat di tanaman pegagan. Berdasarkan berbagai kajian empiris khasiat tanaman pegagan mengandung fitokimia terpenoid dengan zat aktif asiatikosida (Pramono dan Ajiastuti 2004 dan Kristijarti et al. 2004). Asiatikosida sendiri mempunyai khasiat untuk meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta mengatasi pikun berkaitan erat dengan asam nukleat sebagai dasar penyusunnya diperkirakan dari sumber fosfor. Secara oral ekstrak pegagan digunakan untuk
2
pengobatan usus lambung (Karnig 1988) serta untuk memperlancar peredaran darah otak karena dapat meluruhkan sumbatan aterosklerosis pada mikrosirkulasi pembuluh darah otak (Duke 2003). Guna melindungi masyarakat pengguna obat alami pada tanaman pegagan perlu persyaratan mutu yang baku berdasarkan hasil penelitian tentang kandungan asiatikosida. Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi secara umum adalah penentuan waktu panen yang tepat. Hal yang sama Pantastico (1986) dan Wibowo (1990) melaporkan bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek agronomi penting untuk memperoleh produk yang berkualitas tinggi. Umur panen tanaman pegagan biasanya dilakukan pada umur 3 atau 4 bulan. Selang pemanenan dengan panen selanjutnya sekitar dua bulan. Hasil produksi total dapat mencapai sekitar 15 – 20 ton/ha segar atau setara 1.5 - 2.5 ton/ha kering (Januwati dan Yusron 2005). Berdasarkan hasil kajian umur panen 3 – 4 bulan baru dapat menjawab tentang persyaratan mutu simplisia. Berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh MMI tahun 1989 adalah kadar abu (tidak lebih 19 %), kadar abu tak larut dalam asam (5 %), kadar sari yang larut dalam air (tidak kurang 6 %) dan kadar sari larut dalam etanol
(tidak
kurang
9.0
%),
namun
belum
mensyaratan
kandungan
asiotikosidanya. Persyaratan untuk simplisia yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan R I (2004) yaitu kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0.9 %, sehingga diperlukan penelitian untuk menentukan umur waktu panen yang tepat. Peningkatan kandungan asiatikosida menjadi sangat penting diketahui, dan diduga dipengaruhi oleh umur waktu panen. Hara fosfor berperan penting dalam metabolisme energi karena keberadaannya dalam ATP, ADP, AMP dan pirofosfat (PPi). Fosfor juga merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting untuk molekul pentransfer energi ADP dan ATP. Senyawa fosfat kaya energi dari metabolit penting untuk
menjadi perantara fosforilasi transfer energi dalam
proses
pertumbuhan organ tanaman (Salisbury dan Ross 1995). ATP adalah salah satu contoh nukleotida asam nukleat bebas yang berperan sebagai energi (Toha 2001). Awal dari kekahatan P signal awal cekaman secara umum meliputi Ribo regulator faktor transkipsi dan tanggap umum. Komponen morfologi terjadi
3
perubahan hormonal, nisbah akar/tajuk meningkat, perbanyakan akar rambut dan pembentukan akar lateral lebih baik. Kedua terjadi perubahan metabolisme atau pengalihan
pada metabolisme sekunder. Sedangkan tanggap fisiologi terjadi
penyerapan P meningkat modifikasi rizhosfer, mobilisasi P internal, perubahan P internal dan daur ulang P internal (Sopandie 2006). Peningkatan ketersedian P dapat diusahakan dengan beberapa metode yaitu dengan pemberian pupuk organik, pupuk P2O5 dan pengapuran terutama pada pH masam seperti tanah Andisols di daerah dataran tinggi. Pengelolaan tanah Andisols perlu ditambahkan dalam bentuk pupuk anorganik seperti TSP, SP-36 dan P-alam serta asam humit dalam bentuk pupuk organik (Santoso dan Sofyan 2005). Eksudasi asam organik (malat, sitrat dan oksalat) adalah mekanisme lain tanaman untuk meningkatkan ketersediaan P dari tanah. Asam organik dapat meningkatkan ketersedian P melalui mekanisme pelarutan senyawa P sukar larut (Al-P dan Fe-P) dengan penurunan pH atau desorbsi P dari jerapan dengan pertukaran anion Crowley dan Rengel (2000) dalam Sopandie (2006). Anion asam organik dapat membentuk komleks dengan Al atau Fe sehingga dapat melepaskan ion fosfat atau mencegah ion fosfat bereaksi dengan ion Al atau Fe (Sopandie 2006). Hal ini dapat meningkatkan serapan P pada tanah-tanah masam seperti tanah Andisols yang mempunyai kandungan P tersedia sangat rendah. Kandungan P tersedia sangat rendah diperkirakan sama seperti luas tanah andisols di Indonesia kurang lebih 6.5 juta hektar atau 3.4 % dari total daratan Indonesia (Arifin 1994). Pengguaan pupuk anorganik seperti pupuk SP-36 diharapkan cukup baik, karena mudah larut dalam kondisi masam serta dapat melepaskan fosfat secara lambat (slow released). Agustina (1990) menyatakan bahwa hubungan dosis pupuk dengan hasil tanaman mengikuti pola kuadratik, artinya pemberian pupuk tertentu dapat meningkatkan hasil tanaman
sebaliknya dosis yang
berlebihan akan mengakibatkan menurunnya hasil tanamam. Berdasarkan latar belakang di atas sangat menarik untuk mengevaluasi pengaruh waktu panen dan pemberian pupuk P2O5 terhadap pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman pegagan di dataran tinggi.
4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari respon pertumbuhan dan produksi serta kandungan asiatikosida tanaman pegagan terhadap umur waktu panen dua dan empat bulan. 2. Mempelajari respon pertumbuhan dan produksi serta kandungan bahan asiatikosida tanaman pegagan terhadap tingkatan pemupukan fosfor yang berbeda. 3. Mempelajari interaksi pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman pegagan terhadap beberapa tingkatan umur waktu panen dan pemupukan fosfor yang berbeda.
Hipotesis Penelitian Hipotesis dari penelitian ini adalah: 1. Semakin bertambah umur tanaman semakin bertambah pertumbuhan, biomas dan kandungan asiatikosida. 2. Terdapat tingkatan pupuk fosfor yang terbaik yang berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan, produksi dan kandungan asiatikosida. 3. Terdapat interaksi antara tingkatan umur waktu panen dan dosis pemupukan fosfor
terbaik terhadap
asiatikosida.
pertumbuhan, produksi dan kandungan senyawa
5
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) Botani Tanaman
pegagan (Centella asiatica L. Urban) mempunyai sinonim
Hydrocotyle asiatica L. Pes, yang berasal dari Asia Tropik dan dikelompokkan kedalam golongan tanaman Dicotyledonae, famili Umbelliferae atau Apiaceae (Heyne 1987). Pegagan berdasarkan klasifikasi taksonomi (Lembaga Biologi Nasional 1980) termasuk kedalam: Divisi
: Spermatophyta
sub-divisi
: Angiospermae
kelas
: Dicotyledonae
ordo
: Umbillales
famili
:
genus
: Centella
spesies
: Centella asiatica (L). Urban, Hidrocotyle asiatica Linn
Umbilliferae (Apiaceae)
Nama daerah atau lokalnya adalah pegagan (Jakarta), antanan (Sunda), daun kaki kuda (Sumatra), tikusan (Madura), taiduh (Bali), kori-kori (Halmahera), gagan-gagan atau panigowang (Jawa), pegaga (Aceh), pegago (Minaokabau), dogauke atau sandanan (Irian), gogauke (Papua), kalotidi manora (Maluku), bebile (lombok) (Depertemen Kesehatan Republik Indonesia 1989, Santa dan Bambang 1992; Lasmadiwati et al. 2004). Selain di Indonesia pegagan juga dikenal di India dan Sri Lanka dengan nama Gotu Kola dan di Cina dikenal dengan nama Ji Xue Cao yang digunakan untuk memperpanjang umur menurut kepercayaan masyarakat di Cina. Di negara Perancis dikenal dengan nama Bevilaque, Hydrocote d’Asie, Cotyiole Asiatique dan sudah ditetapkan sebagai tanaman obat sejak tahun 1884. Di berbagai negara pegagan sudah secara turun temurun digunakan sebagai obat tradisional untuk berbagai jenis penyakit (Winarto dan Surbakti 2005).
6
Tanaman pegagan merupakan herba menahun tidak berbatang dengan akar rimpang pendek serta akar merayap (menjalar) stolon panjang bisa mencapai 2.5 m (Van Steenis 1997, De Padua et al. 1999). Akar terdapat pada buku yang menyentuh tanah akarnya tunggal bercabang-cabang sedangkan akar serabut tumbuh pada buku-buku stolon (geragih). Daun tunggal letak basalis atau roset dengan 2-10 daun. Bentuk daun seperti ginjal (reniformis) ukuran 2-5 x 3-7 cm tangkai dan daun tegak panjang 9 - 17 cm bagian tangkai daun berlubang. Tepi daun bergerigi 1 - 7 cm dan kadang-kadang berambut (Wijayakusuma et al. 1994). Pangkal tangkai daun melengkuk ke dalam dan melebar seperti pelepah. Tulang daun menjari (palmitus). Daun berwarna hijau dan hijau muda. Bunga putih atau merah muda berbentuk payung tunggal atau 3-5 bunga secara bersama keluar dari ketiak daun (Wijayakusuma et al. 1994), buah bertipe schyzorcapium, berwarna kuning coklat atau merah muda kuning, berbelah - berbeluk dua (Van Steenis 1997; Santa dan Bambang 1992; De Padua et al. 1999).
Manfaat Pegagan merupakan sayuran yang disukai di beberapa negara-negara di Asia Tenggara (kecuali Philipina) dan juga di Sri Langka. Daunnya; rasanya agak pahit bisa dimakan mentah atau dimasak. Di Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos daun-daun pegagan banyak dikonsumsi dalam bentuk jus sebagai minuman. Namun pegagan lebih terkenal sebagai sayuran dan bahan minuman karena berkaitan dengan kandungan senyawa obat didalamnya (De Padua et al. 1999). Tanaman pegagan termasuk herba yang berkhasiat sebagai anti infeksi, anti racun, anti rematik, penghenti pendarahan, peluruh kencing, pembersih darah, memperbanyak pengeluaran empedu, pereda demam, penenang, mempercepat penyembuhan luka dan melebarkan pembuluh darah. Bagian tanaman yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran adalah daun, sedangkan yang berfungsi untuk obat adalah seluruh bagian tanaman kecuali akar (Dalimartha 2000). Daun pegagan juga dapat berfungsi sebagai aromatik namun aromanya akan cepat menghilang seiring dengan proses pengeringannya (Wren 1956). Pegagan rasa manis bersifat mendinginkan atau menyejukkan berfungsi membersihkan darah, antilepra, antiradang, antibakteri, antialergi, tonikum, melancarkan peredaran darah,
7
penurunan panas (antipiretika), menghentikan perdarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf memori dan hiposensitif (Winarto dan Surbakti
2005).
Kandungan asiatikosida membuat pegagan berfungsi sebagai antiinflamasi sehingga dapat diolah menjadi bahan baku salep untuk mengobati luka (Lasmadiwati et al. 2005). Pegagan bermanfaat sebagai tanaman obat karena mengandung komponen fitokimia seperti: triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, steroid dan glikosida. Zat aktif yang terdapat dalam pegagan adalah antara lain asiatikosida, asiatic acid, madekasid dan madekasoid (golongan triterpenoid), sitosterol dan stigmasterol (golongan steroid) dan vallerin, brahmosida (golongan saponin). Kandungan kimia yang terdapat pada pegagan yang lain yaitu asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahminoside, brahmic acid, madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin, vellarine, tanin serta mempunyai kandungan
garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium dan besi mengandung fosfor, minyak atsiri (1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin (Santa dan Bambang 1992; Kusuma et al. 1994; Lasmadiwati et al. 2004)
Adaptasi/Lingkungan Tumbuh Tanaman pegagan beradaptasi cukup luas ini terbukti mudah tumbuh di berbagai tempatnya cocok. Pegagan menyukai lingkungan yang lembab, cukup sinar matahari atau agak terlindung, tumbuh baik di dataran rendah pada ketinggian sekitar 700 m dpl dan dapat tumbuh pada daerah sampai dengan ketinggian 2500 m dpl (Dalimartha 2000). Januwati dan Yusron (2005) melaporkan bahwa ketinggian tempat optimum untuk tanaman pegagan adalah 200 – 800 m dpl, akan tetapi diatas 1000 m dpl produksi biomas rendah, sebaliknya kandungan asiatikosida diduga lebih tinggi. Secara empiris tanaman pegagan mempunyai syarat tumbuh spesifik dalam kebutuhan intensitas cahaya sehingga, yang akan mempengaruhi bentuk morfologi anatomi daun dan kandungan bioaktifnya (Musyarofah 2006). Tanaman pegagan
memiliki
pertumbuhan roset dimana daun - daunnya tumbuh secara radial sangat rapat
8
dengan sesama daun lainnya, oleh sebab itu tidak memungkinkan pertumbuhan daun di bawahnya lebih baik. Pegagan tidak tahan terhadap tempat terlalu kering, curah hujan tinggi, intensitas cahaya 30 – 40 % dan dapat tumbuh di semua jenis tanah. Pada jenis tanah Latosol dengan kandungan liat sedang dapat tumbuh subur dan kandungan bahan aktifnya cukup tinggi (Januwati dan Yusron (2005). Sedangkan pada jenis tanah Andisols di dataran tinggi belum banyak diketahui respon pertumbuhan dan produksinya. Hara Fosfor (P) dan Tanah Andisols di Dataran Tinggi Pada umumnya, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga bagian. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makromolekul. Dua contoh utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah senyawa yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainya seperti asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilikolin (lesitin) yang menjaga intergritas membran. Fungsi Kedua adalah sebagai unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahan akan melepaskan energi, yang dikenal proses fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi membutuhkan energi. Unsur P seperti halnya diperlukan dalam proses fotosintesis yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1.5-bifosfat. Fungsi ketiga P adalah sebagai regulator reaksi biokimia malalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang diangap sebagai faktor dalam transduksi sinyal (Marschner 1995). Secara singkat bahwa pengaruh faktor lingkungan (air, suhu dan cahaya) selanjutnya tanah dan hara berpengaruh langsung dan tidak langsung pada produksi bahan kering, rasio tanaman dan kandungan bioaktif terhadap produksi bioaktif. Fosfor termasuk hara makro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak seperti halnya N, K, Ca, Mg dan S. Kadar P di dalam tanaman 0.1 – 0.4 % lebih rendah dari kadar N dan K (Tisdale et al. 1985). Fosfor merupakan salah satu unsur hara yang memiliki peranan cukup penting dalam pertumbuhan tanaman
9
selain nitrogen dan kalium (Soepardi 1983). Sebagian besar P terdapat pada kerak bumi. Mineral utama yang mempunyai kadar P tinggi adalah apatit. Mineral ini merupakan persenyawaan karbonat, flour, klor atau hidroksi apatit yang mempunyai kadar P2O5 antara 15-30 % dan tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pelapukan mineral apatit akan mengalami perubahan yang kemudian akan membebaskan P dalam ikatan Ca-P. Selanjutnya akan diperoleh bentuk Al-P dan Fe-P dalam tanah yang jumlahnya tergantung dari tingkat hancuran iklim (Leiwakabessy dan Sutandi 1998). Fosfor dalam tanah dibedakan atas P-inorganik dan P-organik. Jumlah dari kedua bentuk ini disebut P-total (Leiwakabessy 1988). Pada lapisan olah kadar Porganik untuk tanah mineral lebih tinggi dari lapisan di bawahnya karena adanya penimbunan bahan organik (Tisdale et al. 1985). Fofor dalam tanah ada empat bentuk yaitu: (1) terlarut dalam air (H2PO4-. HPO42-. dan PO43-), (2) terjerap oleh liat (ristensi P), (3) terfiksasi dan/atau termobilisasi dan (4) P-organik (Rosmarkam dan Yuwono 2001) dan Lagreid et al. (1999). Sebaliknya Leiwakabessy (1988) melaporkan bahwa ion fosfat dalam larutan tanah yang berasal dari mineral primer maupun dari bahan organik dan pupuk segera diubah menjadi berbagai bentuk tergantung dari keadaan lingkungan. Pergerakan hara P didalam tanah diserap oleh akar melalui proses difusi yang didasarkan pada perbedaan konsentrasi unsur hara yang berada pada suatu tempat dengan tempat yang lain di dalam bentuk larutan tanah. Penyerapan P oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif karena melawan gradien konsentrasi (Clarkson dan Grignon 1991). Pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman terdiri dari dua cara yakni aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985). Kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya 1 µM atau kurang. sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai 104 lebih tinggi. Fosfor yang diserap tanaman tidak mengalami reduksi akan tetapi tetap dalam bentuk oksidatif tertinggi (Marschner 1995). Setelah diserap fosfat dapat tetap sebagai P inorganik atau teresterifikasi (melalui gugus hidrosil) dengan rantai karbon (C-OP) sebagai ester sederhana (gula P) atau terikat dengan P lainnya dengan ikatan pirofosfat kaya energi (ATP, ADP) atau diester (C-P-C).
10
Tanaman menyerap unsur hara fosfor dalam bentuk ion ortofosfat primer (H2PO4-) dan ion ortofosfat sekunder (HPO42-) atau fosfor diserap terutama dalam bentuk ion bervalensi tunggal H2PO4- dan kadang dalam bentuk ion bervalensi dua HPO42- (Gardner et al. 1991). Menurut Tisdale et al. (1985) kemungkinan fosfor masih dapat diserap dalam bentuk lain yaitu pirofosfat dan metafosfat. Mekanisme yang terjadi setelah P diserap oleh akar, mula-mula diangkut ke daun muda, kemudian dipindah ke daun yang lebih tua. Sebagian besar ester fosfat merupakan senyawa intermediet dalam mekanisme sebagai biosintesis ataupun pemecah (Morard 1970 dalam Rosmarkan dan Yuwona 2002). Perubahan fosfor di akar tanaman dibedakan menjadi tiga fase; pertama adalah perubahan P anorganik yang baru diserap tanaman menjadi bentuk senyawa organik. Kedua adalah perubahan P dari ATP (Adenosin Trifosfat) menjadi ADP (Adenosin Difosfat). Ketiga adalah pemecahan dari pirofosfat atau fosfat secara hidrolisis (Tisdale 1985). Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk ion anorganik cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik setelah diserap dalam bentuk H2PO4- umumnya cepat diesterifikasi melalui gugusan hidroksil berantai C menjadi fosfat berenergi tinggi (misalnya ATP). Perubahan P anorganik menjadi P organik hanya memerlukan waktu beberapa menit (Marschner 1986). Walapun P organik ini cepat dilepas menjadi P anorganik lagi ke dalam jaringan xilem tanaman. Unsur hara P yang relatif stabil adalah apabila P berada dalam dua ester (C-P-C). Pada proses glikolisis, respirasi atau fotosintesis energi dilepas dan digunakan untuk menyusun ikatan pirofosfat yang kaya energi. Fosfor merupakan senyawa penyusun jaringan tanaman seperti: asam nukleat, fosfolipida dan fitin. Fosfor ini bersifat mobil atau mudah bergerak antar jaringan tanaman. Kadar optimum fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegetatif berkisar antara 0.3 – 0.5 % dari berat kering tanaman (Rosmarkan dan Yuwona 2002). Sumber pupuk yang digunakan dalam penelitian ini berupa pupuk fosfor (SP-36) yang diproduksi dalam bentuk pupuk anorganik dengan kandungan P2O5 36 %. Walaupun, industri obat cenderung mensyaratkan budidaya tanaman obat menggunakan bahan alami saja, sehingga perlu perimbangan
pupuk organik
seperti pupuk kandang atau kompos. Pupuk anorganik bertujuan supaya akar
11
tanaman lebih mudah menyerap, sehingga mendukung pertumbuhan awal yang baik. diharapkan produksi biomas tinggi dan akhirnya didapatkan kandungan bioaktif tinggi pula. Tanah Andisols merupakan tanah yang berkembang dari bahan vulkanik seperti lahar, abu vulkan, batu apung, sinder dan lava (Tan 1984). Menurut Rachim dan Suwardi (1999) tanah Andisols adalah tanah yang berwarna hitam kelam sangat porous, mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan. Karakteristik tanah Andisols diantaranya adalah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi, bobot isi rendah, daya menahan air tinggi, mempunyai konsistensi gembur, kurang plastis dan tidak lengket. Selain itu umumnya tanah Andisols dicirikan oleh tektur lempung berpasir sampai dengan lempung dan memiliki reaksi tanah masam sampai dengan agak masam (Tan 1984). Tanah Andisols memiliki kejenuhan basa rendah, kapasitas tukar kation dan kapasitas tukar anion tinggi, serta kadar fosfor rendah. karena terfiksasi kuat (Rachim dan Suwandi 1999). Berdasarkan klasifikasi
tanah
Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat (1982), klasifikasinya hampir mirip dengan sistem FAO/UNESCO. Tanah Andisols adalah tanah-tanah yang umumnya berwarna hitam (epipedon mollik atau umbrik) dan mempunyai horison kambik, bulk density kurang dari 0.85 g/cm3 banyak mengandung bahan amorf atau lebih dari 60 % terdiri dari abu vulkanik vitrik cinders atau bahan pyroklastik (Hardjowigeno 2003). Sifat tanahnya merupakan tanah masih muda dengan kadar P, K dan Al tinggi dan banyak ditemukan di daerah gunung berapi dataran tinggi. Kandungan fosfor (P) total tanah Andisols kategori tinggi, namun P kurang tersedia bagi tanaman karena terfiksasi oleh Al-hidroksida tinggi, Al larut sangat reaktif terhadap anion seperti fosfat, sulfat atau silikat. Hal yang sama ditegaskan oleh Swastika et al. (2005) P diikat oleh mineral liat amort dan diikat oleh Al+3. Harborne (1987) menyebutkan bahwa ragam kandungan fitokimia tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain: faktor iklim (suhu, intensitas cahaya, panjang hari, kelembaban dan musim), faktor tanah. bahan polusi yang tidak wajar (ozon, gas gas industri, asap kendaraan maupun pestisida) dan kompetisi dengan tanaman lain.
12
Metabolit Sekunder Tanaman, Pemupukan dan Waktu Panen Metabolit sekunder atau dikatakan sebagai bahan alami merupakan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah relatif besar, namun tidak memiliki fungsi langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman (Taiz and Zeiger 2002). Metabolit sekunder sangat diperlukan bagi tumbuhan beberapa diantaranya bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan dalam melawan serangan bakteri, virus, dan jamur sehingga dapat dianalogikan seperti sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery 1981). Penyebaran metabolit sekunder terbatas, terdapat terutama pada tumbuhan dan mikroorganisme serta memiliki karakteristik untuk tiap generasi, spesies, dan strain tertentu. Metabolit sekunder dibentuk dari metabolit primer antara lain asam animo, asetil koenzim A, asam mevalonat, dan intermediate dari lintasan shikimat (Herbert 1995). Metabolit sekunder dibagi menjadi kelompok terpenoid, alkaloid, shikimat dan poliketida berdasarkan pentingnya material pembentukannya (Sell 2005). Pembentukan metabolit sekunder dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: suhu, pH, aktivitas air dan intensitas cahaya. Laju reaksi thermal (non foto kimia) peka terhadap suhu dan beberapa laju reaksi akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu 100C. Lahan yang relatif kering, pH dan kelembaban tanah adalah merupakan parameter yang relevan untuk terbentuknya metabolisme sekunder. Metabolit dibentuk melalui
lintasan (pathway) yang khusus dari
metabolit primer (Gambar 1). carbohydrate pentose phosphate pathway glycolysis carbon dioxide + water
aromatic compoound
shikimic acid pathway
transamintion
pyruvic acid
ammonia acetyl CoA acetate-malonate pathway
fatty acid
amino acid tricarboxylic acid cycle acetate mevalonate pathway
polyketides
terpenoids
aromatic compoound
steroids
protein
alkaloids
nucleic acids
Gambar 1 Lintasan biosintesis metabolit di dalam tanaman (Vickery dan Vickery 1981)
13
Semua reaksi hidrolisis atau kondensasi dan reaksi hidrasi/dehidrasi merupakan katalis asam dan reaksi hidrolisis merupakan katalis basa. Air diperlukan untuk hidrolisis (amida dan ester) dan reaksi hidrasi. Laju reaksi akan menjadi lambat jika aktivitas air rendah. Sedangkan peningkatan intensitas cahaya akan meningkatkan laju dari semua reaksi oksidasi dan dekarboksilasi (Alphastep 2003). Senyawa metabolit sekunder yang paling banyak dikandung tanaman pegagan adalah dari kelompok triterpenoid. Sedangkan geranyl pyrophosphate menjadi prekursor dari diterpenoid dan carotenoid (Vickery dan Vickery 1981). Triterpenoid merupakan senyawa yang memiliki struktur molekuler yang mengandung rangka karbon dan membentuk isoprene (2-methylbuta-1.3-diene). Isoprene mempunyai lima atom karbon, sedangkan jumlah atom karbon pada masing-masing senyawa terpenoid merupakan kelipatan lima karbon (isoprene) (Sell 2005). Secara jelas
biosintesis senyawa triterpenoid ditunjukkan pada
Gambar 2. H2C-CO~SCOA
H2C-CO~SCOA acetyl-CoA COAS~
O
CH3
C
O CH3
CH2-CO~SCOA HO
HOOC
CH3 CH2-CH2OH
H3C C C
H2C
mevalonic acids
C CH2
H3C
acetoacyl- CoA
C
C
CH2O-PP CH dimethyl-allyl-PP
H2C
Geranyl-PP
CH2
hemiterpenes
CH2O-PP
isopentenyl-PP CH2O-PP
monoterpenes
sesquiterpene Farnesyl-PP Zx, Tail-to-tail
CH2O-PP
triterpenes
diterpenes Geranylgeranyl-PP CH2O-PP tetraterpenes Zx, Tail-to-tail polyprenyl-PP
polyterpenes
Gambar 2 Biosintesis senyawa terpenoid (Hess 1986) Faktor yang menentukan tinggi rendahnya kuantitas dan kualitas produksi adalah penentuan waktu panen yang tepat. Banyak komoditas ekonomis seperti bawang merah, kentang dan tanaman pangan mengalami kehilangan hasil akibat
14
waktu panen kurang tepat. Pantastico (1986) dan Wibowo (1990) menyimpulkan bahwa penentuan tingkat kemasakan yang tepat pada saat umur panen merupakan salah satu aspek penting dalam upaya memperoleh produk yang berkualitas tinggi. Mekanisme Fosfor dalam Meningkatkatkan Kandungan Bioaktif Fosfor berfungsi sebagai merangsang pembentukan akar lebih baik untuk penyerapan hara dan air, peningkatan jumlah klorofil daun dapat berfotosintesis baik untuk menghasilkan fotosintat, sehingga senyawa yang kaya energi diserap oleh akar diangkut melalui xilem menuju tajuk di duga dapat meningkatkan kandungan senyawa asiatikosida. Salisbury (1995) yang menyimpulkan bahwa fosfor tak pernah direduksi di dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat (baik dalam bentuk bebas maupun terikat) pada senyawa organik sebagai ester. Ester fosfat terbentuk dengan gula, alkohol, asam, atau fosfat lain (polifosfat). Senyawa kaya energi itu dapat diduga sebagai intermedete lintasan pentose phosphate (pathway) dari metabolit primer dan diturunkan dari prekursor ke metabalit sekunder. Tanaman pegagan mengandung paling banyak adalah senyawa golongan tirterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa turunan dari prekursor metabolit primer yang dibiosintesis oleh lintasan
acetate mevanolate, akan
menghasilkan geranyl-geranyl pyrophosphate merupakan metabolit primer yang membentuk monoterpenoid dan turunannya, sedangkan farnesyl pyrophosphate meningkatkan pembentukan sesquiterpenoid dan konversi dari squalene menjadi triterpenoid dan steroid. Sedangkan geranyl pyrophosphate menjadi prekursor dari diterpenoid dan carotenoid (Vickery and Vickery 1981) dan Hess (1986). Proses pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pengaruh iklim mikro. Lal (1974) melaporkan bahwa pertumbuhan tanaman jagung muda berjalan lambat pada suhu permukaan tanah di atas 35 oC, kondisi ini sering terjadi di daerah tropis, khususnya bila permukaan tanah kering. Alvim dalam Lal (1974) menyatakan bahwa temperatur dau kopi kadang-kadang melampaui temperatur udara sampai 20
o
C. Berdasarkan hasil analisis ketergantungan, laju suhu
seringkali diekspresikan dalam Q10, yaitu laju akan meningkat bila suhu meningkat atau bertambah 10 oC. Di samping itu beberapa proses tanaman Q10 muncul menjadi 2 sampai 3 ketika rata-rata suhu dari percobaan antara 15 – 25 oC.
15
Secara umum jenis, fungsi dan golongan fitokimia disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis fitokimia, fungsi dan golongan Jenis fitokimia Alkaloid
Saponin
Fungsi
Golongan
Sumber pustaka.
Sebagai obat. Zat racun,reaksi detoksifikasi hasil metabolisme, faktor pengatur pertumbuhan dan penyedia unsur nitrogen yang diperlukan bagi tumbuhan. Toksisitas pada hewan berdarah dingin Menimbulkan iritasi yang dapat menyebabkan muntah dan diare. Untuk bactericidal, fungicidal jamur, ameobaccidal dan pembrantas serangga
Piridin, tropen, kinolin, isokinolin, indol, imidazol, purin, amin dan steroid. (Mursyidi 1990)
(Mursyidi 1990)
Brahmoside, brahminoside dan madecassoside (Vickery dan Vickery 1981)
Vickery dan Vickery (1981) Vickery dan Vickery (1981) (www.alternativ ehealth com.au 2005),
Untuk bahan anaestesi
Flavonoid
Obat penenang dan pereda kegelisahan (antianxiety) Madecocassoside dapat memacu produksi kolagen. Adapun fungsi kolagen sangat besar peranannya dalam regenerasi sel kulit termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel sperma pada pria Penyaring cahaya ultraviolet Melindungi sel dari radiasi ultraviolet B (280-320 nm) Melindungi kerusakan jaringan daun
Steroid
Energi mikroorganisme dan aktivitas hormonal pada hewan. Oestrogenic dan stigmasserol sebagai vitamin atau antistiffness factor.
Triterpenoid
Anti lepra atau kusta Merangsang pembentukan lemak dan protein penting untuk ksehatan kulit. Merubah alanine dan prolin menjadi stuktur kolagen sebagai perawatan gangguan kulit Mempercepat penyembuhan luka pasca operasi, jerawat, flek hitam pada kulit
(www.pioneerhe rbs.com 2005), (www.uspharma cist.com 2005) (www.mediaseh at.com 2006).
Kaempferol, quercetin, glikosida (3glucosylquercetin dan 3-glucosylkaemferol (Wren 1956) Flvonoid O-glikosid dan Cglikosid Trtrasiklik triterpenoid, campesterol, sitosterol dan stigmasterol (Vickery dan Vickery (1981).
Vickery dan Vickery (1981) Taiz dan Zeiger (2002) Musyarowah (2007)
Asiaticoside, asiatic acid, madecassic
Dalimartha (2000) www.iridologyaustralia.com 2005. www.iridologyaustralia.com 2005. www.iridologyaustralia.com 2005.
Vickery dan Vickery (1981) Vickery dan Vickery (1981)
16
Akan tetapi Q10 hampir selalu berkurang sejalan dengan bertambahnya temperatur akhirnya hubungan antara laju pertumbuhan dengan suhu lebih sering secara linier daripada logaritma. Hubungan yang linier muncul secara signifikan seringkali dapat diamati ketika laju pertumbuhan kurang dari 20 % dari laju maksimum pada suhu optimum, di bawah temperatur optimum laju berkurang sangat cepat seiring meningkatnya suhu. Temperatur optimum seperti halnya untuk proses yang baik di daerah temperate maupun tropik berkisar antara 20 sampai 25 oC, akan tetapi tanaman di daerah suhu rendah atau dataran tinggi pada umumnya tanaman dapat tumbuh kisaran suhu 5 – 30 oC. Sebaliknya kisaran suhu untuk beberapa spesies tropik antara 10 sampai 35oC atau 15 sampai 40oC (James 1953).
17
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilakukan mulai bulan Juni
sampai
Desember 2007.
Tempat percabaan di Kebun Percobaan Gunung Putri Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat
kebun milik BALITTRO Bogor, pada jenis
tanah Andisols dan memiliki ketinggian tempat 1300 meter di atas permukaan laut. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan antara lain bahan tanam 1 aksesi pegagan yang berasal dari Boyolali, pupuk anorganik dan pupuk organik, bambu atau kayu dan rumah paranet (25 %) serta pendukung lainnya. Bahan tanam berupa bibit berasal dari setek yang dibibitkan terlebih dahulu sampai berumur sekitar 3-4 minggu terhitung sejak ditanam. Pupuk yang dipergunakan sesuai dengan perlakuan yaitu menggunakan pupuk SP-36 dengan kandungan 36 % P2O5, pupuk Urea 45 % N dan KCl 65 % K2O serta bahan lain-lainya yang berhubungan dengan penelitian. Bahan kimia yang digunakan adalah standar asiatikosida, aquabidest, aseton (CH3CN) p.a, larutan asam asetat (CH3COOH) p.a 0.6 %, aquabidest, asetonitril (Gradient Grade for Liquid Chromatography) dan H2SO4. Alat-alat yang digunakan antara lain cangkul, timbangan analitik, light meter LX 103, automatic leaf area meter, SPAD chlorophyll meter, timbangan digital, termometer bola basah-kering, alat ukur dan alat tulis serta peralatan pendukung lainnya. Alat-alat lainnya yang digunakan adalah ember plastik, blower, alat pengiling, ayakan 40 mesh, timbangan analitik, gelas yang bisa digunakan di laboratorium, kertas saring Whatman nomor 42, kertas saring Whatman ukuran 2 µm diameter 13 mm (membrane filter) millipore, dan KCKT Hitachi D-7000. Analisis fitokimia dan kadar asiatikosida instrumen yang digunakan adalah KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi) atau HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Uji kualitatif banyak sedikitnya kandungan senyawa bioaktif tertentu dalam sampel diketahui berdasarkan jumlah pemberian pereaksi (reagent), perubahan warna dan banyaknya busa yang terbentuk.
18
Analisis tanah dan jaringan tanaman alat yang digunakan yaitu Spektrofotometer pada panjang gelombang 693 nm atau sesuai dengan prosedur juknis dari Balai Penelitian Tanah Bogor tahun 2005. Adapun prosedur kerja terdapat dalam (Lampiran 4). Metode Penelitian Percobaan ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama perlakuan umur waktu panen 2 dan 4 bulan, perlakuan anak petak tingkat pemupukan P2O5 yang terdiri atas 4 taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha diulang 3 kali. Di samping itu untuk mengetahui pertumbuhan tanaman pegagan dari 2 sampai 16 MST (minggu setelah tanam) pengolahan data dirancang menggunakan faktor tunggal dengan empat taraf dosis pupuk P2O5 dengan
Rancangan Acak Kelompok Lengkap
(Randomize Complete Block Design) diulang 3 kali. Luas plot 3 m x 4 m dengan jumlah populasi 100 tanaman. Adapun macam perlakuan 4 taraf yaitu 0, 36, 72 dan 108 kg P2O5/ha seperti halnya sama dengan anak petak (Lampiran 1). Adapun alasannya adalah umur 2 sampai 8 MST belum dipengaruhi oleh perlakuan umur waktu panen 2 bulan di samping itu umur 10 sampai 16 MST belum dipengaruhi oleh perlakuan waktu panen 4 bulan. Pengamatan pertumbuhan menggunakan sampel tanaman pada petak utama perlakuan umur waktu panen 2 bulan sebaliknya untuk mengetahui pertumbuhan petak utama perlakuan umur panen 4 bulan, masing-masing sampel pengamatan 10 % dari populasi tanaman. Sedangkan pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap 2 minggu. Jarak tanam 30 cm x 40 cm, pupuk dasar 20 ton/ha pupuk kandang sapi, 200 kg Urea/ha dan 200 kg KCl /ha. Model statistika untuk rancangan acak kelompok yang dipergunakan adalah:
Yij = μ + α i + β j + έ ij
Dimana I = 1,2,3, 4 dan j = 1,2,3 Yij
: nilai pengamatan pada perlakuan ke-I, dan ulangan ke-j
μ
: rata-rata hasil pengamatan setiap satuan percobaan (rataan umum).
αi
: pengaruh perlakuan taraf ke-i
βj
: pengaruh ulangan ke-j.
έij
: pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
19
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan antara umur waktu panen dan dosis pupuk P2O5 menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design) dengan petak utama yaitu umur waktu panen yaitu 2 dan 4 bulan. dan
anak petak adalah tingkat pemupukan P2O5. terdiri dari 4 taraf yaitu 0. 36. 72 dan 108 kg P2O5/ha. Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 8 satuan (Lampiran 1) percobaan yang diulang 3 kali. Data pengamatan dilakukan pada umur waktu panen 2 bulan dan 4 bulan pada masing-masing kombinasi perlakuan dengan dosis pupuk P2O5. Pengambilan contoh dilakukan secara acak dari 10 % populasi secara diagonal. Data panen biomas basah dan kering menggunkan ubinan dengan luas 1 m x 1 m,
di samping itu juga
digunakan untuk sample analisis bioaktif dan jaringan. Model rancangan petak terbagi yang dipergunakan adalah sebagai berikut: Yijk = μ + ρi + N j + ε ij + Pk + (NP)ij + δijk
Yijk
: Nilai pengamatan perlakuan waktu panen ke-j. jenis pupuk P2O5 ke-k pada ke-i
μ ρi
: rata-rata umum : pengaruh kelompok ke-i
Nj
: pengaruh perlakuan waktu panen ke-j
ε ij
: galat pada perlakuan waktu panen ke-j dan blok ke-i
Pk
: pengaruh perlakuan tingkat pemupukan P2O5 ke-k
(NP)ij : pengaruh interaksi antara taraf perlakuan waktu panen ke-j dan tingkat pemupukan P2O5 ke-k δijk
: galat pada blok ke-I, perlakuan waktu panen ke-j dan tingkat pemupukan P2O5 ke-k
i
: jumlah ulangan atau blok ; 1,2,3.
j
: jumlah perlakuan petak utama (waktu panen) ; 1,2.
k
: jumlah perlakuan anak petak (taraf pemupukan P2O5) ; 1,2,3,4. Pelaksanaan
Pemeliharaan
tanaman
selama
percobaan
meliputi:
penyulaman.
penyiraman atau pengairan. penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Penyulaman dilakukan sampai tanaman berumur 5 -7 hari setelah tanam dengan
20
mengganti bibit tanaman yang mati menggunakan bibit yang berumur sama. Penyiraman atau pengairan dilakukan teratur dengan melihat kondisi lapang. jika tidak terjadi hujan maka penyiraman atau pengairan dilakukan lebih intensif. Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan sesuai dengan perlakuan panen dilakukan dengan memotong daun, tangkai daun dan sulur selain akar. Pengamatan
Pengamatan pendahuluan adalah analisis karakterisasi lahan terhadap sifat fisik dan kimia tanah di samping itu pengamatan curah hujan dan suhu harian di lokasi penelitian. Pengamatan pegagan di bagi menjadi tiga peubah yaitu nilai SPAD klorofil meter (greenness), pertumbuhan dan produksi (biomas dan kandungan bioaktif) yang meliputi : 1. Nilai SPAD klorofil meter melalui derajat intensitas kehijauan daunnya (greenness) pada daun muda (sink strength) dan daun tua (source strength) pada sample tanaman yang sudah ditentukan dan selanjutnya diikuti pengamatan komponen pertumbuhan berikutnya seperti di bawah ini ( No 2 – 11). 2. Pengamatan jumlah daun tanaman induk dilakukan dengan menghitung terhadap jumlah daun yang sudah terbuka penuh dari induk tanaman. 3. Pengamatan panjang tangkai daun dilakukan dengan mengukur panjang tangkai daun terpanjang dari tangkai daun induk terpanjang. 4. Pengamatan diameter tangkai daun dilakukan terhadap tangkai daun induk terpanjang bagian tengah diukur diameter tangkai dengan jangka sorong digital. 5. Pengamatan jumlah sulur primer tamaman induk dilakukan dengan menghitung munculnya sulur pada tanaman induk. 6. Pengamatan panjang daun dilakukan dengan mengukur daun secara horisontal daun terbesar yang muncul pada daun induk. 7. Pengamatan lebar daun dilakukan mengukur daun secara vertikal daun terbesar yang muncul daun induk pada daun yang sama dengan No 6. 8. Pengamatan jumlah bunga induk dilakukan dengan menghitung bunga yang terbentuk dari tanaman induk.
21
9. Pengamatan panjang sulur tamaman terpanjang dilakukan dengan mengukur panjang sulur terpanjang yang muncul dari tanaman induk. 10. Pengamatan jumlah buku stolon tamaman terpanjang dilakukan dengan menghitung jumlah buku sulur terpanjang yang pada tanaman induk. 11. Luas
daun
pertanaman
dilakukan
mengukur
luas
daun
dengan
menggunakan alat digital leaf area meter di laboratorium Beogen Bogor. 12. Bobot akar dilakukan menimbang akar induk dari tanaman induk setelah dilakukan pengalian akar secara hati-hati. 13. Bobot basah dan kering ubinan dilakukan pada luasan 1 m x 1 m dengan cara memotong bagian atas tanaman selain akar pada masing-masing perlakuan. 14. Uji fitokimia secara kualitatif dan uji asiatikosida secara kuantitatif serta kandungan P jaringan berdasarkan prosedur dan acuan secara jelasnya pada Lampiran 2, 3 dan 4. 15. Kadar P2O5 pada hasil maksimum dengan pendekatan Py = -b/2c (Gomez dan Gomez 1995) terhadap produksi biomas basah, kering dan produksi asiatikosida. 16. kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum dengan pendekatan Pp = 1/2c (Pf/Py – b)(Gomez dan Gomez 1995) terhadap produksi biomas basah,
kering dan produksi asiatikosida. 17. Analisis kelayakan usaha budidaya tanaman pegagan data diamati data input dan output serta data asumsi yang berlaku di lokasi penelitian. Analisis secara kuantitatif kadar asiatikosida dilakukan di laboratorium kimia Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Cimanggu Bogor dan merujuk dari proses pemisahan senyawa-senyawa kimia dalam daun oleh Michael Teweet (1906) yang dikenal sebagai kromatografi adsorbsi. Sedangkan secara umum kromatrografi didefinisikan sebagai salah satu metode pemisahan senyawasenyawa kimia dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan gerakan di dalam fase bergerak dan fase diam. Perbedaan gerakan disebabkan oleh perbedaan interaksi antara senyawa senyawa tersebut dalam fase bergerak dan diamnya (Day dan Underwood 2000).
22
Uji fitokimia secara kualitatif banyak sedikitnya kandungan senyawa bioaktif tertentu dalam sampel diketahui berdasarkan jumlah pemberian pereaksi (reagent). perubahan warna dan banyaknya busa yang terbentuk (Tabel 2) merujuk pada prosedur MMI jilid V1 1997. Adapun prosedur kerja tercantum pada (Lampiran 2) Table 2 Kriteria penilaian kandungan bioaktif dengan uji fitokimia Senyawa Alkaloid Steroid Triterpenoid Saponin Flavonoid Tannin
Dasar penilaian Jumlah pereaksi Perubahan warna biru /hijau Perubahan warna merah /ungu Pembentukan lapisan busa Jumlah pereaksi Jumlah pereaksi
1 tetes: 4+ Tua:3+
2 tetes:3+ Sedang:2+
Penilaian 3 tetes:2+ Muda:1+
Tua:3+
Sedang:2+
Muda:1+
3 cm:3+
2 cm:2+
1 cm:1+
1 tetes: 4+ 1 tetes: 4+
2 tetes:3+ 2 tetes:3+
3 tetes:2+ 3 tetes:2+
4 tetes:1+
4 tetes:1+ 4 tetes:1+
Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5%. Jika terdapat pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan melakukan uji jarak berganda Duncan (Duncan’s multiple range test) dan pola hubungan persamaan regresi. Analisis data dilakukan dengan
bantuan program SAS versi 9.1 dan program excel 2005. Kadar P2O5 pada hasil maksimum dianalisis dengan rumus Py = -b/2c dan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum Pp = 1/2c ( Pf/Py – b)(Gomez dan Gomez 1995). Sedangkan b dan c adalah koefisien regresi dugaan Y^ = a + bP2 sedangkan cP2 dan Pf dan Py masing-masing adalah harga pupuk P2O5 dan pegagan. Untuk menghitung Pp dianggap bahwa perbandingan harga pupuk P2O5 (kg/ha) dari harga pegagan (ton/ha) adalah = 0.005 dengan perbandingan harga ini nilai Pp dapat diduga. Analisis kelayakan usaha untuk mengetahui kelayakan usaha tanaman pegagan dilakukan dengan menghitung efisiensi penggunaan modal (return of investment, ROI), titik balik modal (break even point, BEP) serta rasio biaya dan
pendapatan (benefit cost ratio, B/C).
23
DAFTAR PUSTAKA
Alphastep. 2003. Alphastep User Guide Version 0.3. October 2003. http://www.nd.edu/~nom/papers/UserGuide.pdf [Update 21 Agustus 2006]. Arifin.1994. Pedogenesis Andisols berbahan Induk Abu Volkan Andesit dan Basalt pada Beberapa Zona Agroklimat di Perkebunan Tek Jawa Barat. Desertasi Doktor. Fakultas Pasca Sarjona. IPB. Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisa kimia Tanah. Tanaman. Air dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pegembangan Pertanian.Depertemen Pertanian. Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya. 214hlm. De Padua LSD. Bunyapraphatsara N. Lemmens RHMJ. 1999. Plant Resources of South-east Asia 12. Prosea. Bogor:Prosea Foundation. Gardner F P. Pearce R.B and Mitchell R L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Heriwati Susilo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 h. Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: penerbit ITB Bandung.345hlm. Hardjowigeno. S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Perssindo. 286 h. Herbert RB. 1995. Biosintetis Metabolit Skunder. Terjemahan Bambang Srigandono. Semarang: IKIP Semarang Press. 243hlm. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid lll. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Jakarta:Yayasan Sarana Wana Jaya. Januwati M. Muhammad H. 1992. Cara Budidaya Pegagan (Centella asiatica L.).Warta tumbuhan Obat Indonesia 1(2): 42-44. Lagreid. M. O.C. Bockman and O. Koarstat. 1999. Agricultures. Fertilizes and the Enviroment. CABI Puslishing in Association with Norsk Hydro ASA. Lasmadiwati.E. M.M Herminati dan Y. Hety Indriani. 2004. Pegagan Meningkatkan Daya Ingat. Membuat Awet Muda. Menurunkan Gejala Stress dan Meningkatkan Stamina. Seri Agrisehat. Penerbit Penebar Awadaya. Jakarta. II + 69 h. Leiwakabessy F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Istitut Pertanian Bogor. Leiwakabessy F.M dan Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Istitut Pertanian Bogor.
24
Marschner. H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press Harcourt Brace Jovannovich. Publisher. Landon. Musyarofah.N. 2006. Respon Tanaman Pegagan (Centella asiatica L.Urban) Terhadap Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan.[skripsi ] Departemen budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB Bogor. Puslittanak . 1992. Pentujuk Teknis Kunci Taksonomi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor. 480 h. Salisbury F B. Rass CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilit 2. Terjemahan dari: FB Salisbury and CW Ross. Plant Physiology 4th Edition. Bandung: Penerbit ITB. 173 hlm. Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Supriadi. 2002. Tithonia Diversifolia dan Tephrosia Cendida Sebagai bahan Organik Alternatif untuk Perbaikan P Tanah Adisols . Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 1(2):7_15 Ilmu Tanag. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Rachim. D.A. dan Suwandi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Istitut Pertanian Bogor. Rosmarkam. A dan Yuwono. N.W. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Rachmawati RY.2005. Pengaruh naungan dan jenis pegagan (Centella asiatica L. Urban) terhadap pertumbuhan. produksi dan kandungan triterpenoidnya sebagai bahan obat . [skripsi ] Departemen budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB Bogor. Sabiham. S. 1996. Prinsip-prinsif Uji Tanah. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Institut Pertaanian Bogor. 19 -311 Januari 1996 . 23 h. Santa IGP. Bambang PEW. 1992. Studi taksonomi Centella asiatica (L.). Urban. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1(2): 46-48. Santoso.D dan A. Sofyan. 2006. Pengelolaan Hara Tanaman pada Lahan Kering. Proc Teknologi Pengelolaan Lahan kering Menuju Pertanian Prodduktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbaang Pertanian. PP 73- 100. Swastika.I.W. Sutriadi.M.T dan Kasno.A. 2005. Pengaruh Pupuk Kandang dan Fosfat Alam Terhadap Produktivitas Jagung di Typic Hapludox dan Plintik Kandiudults Kalimatan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
25
Teknologi Sumber Tanah dan Iklim. Pusat Peneelitian dan Pengembangan Pertanian . Badan Litbang Pertanian. Buku II. Bogor PP 178 -191 Sell CS.2005. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. Ashfrod kent UK: RS.C Advancing The Chemical Sciences. Sugito Y. 1999. Ekologi Tanaman. Malang: unibraw Press.127hlm. Soemarno. 1990. Analisis Metabolisme Sekunder. Pusat antar Universitas Bioteknologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 246 -296 h. Tan. K.H. 1984. Andosol in Indonesia. In Tan K.H. (ed). Andosols. A Hutchinson Ross Benchmark Book. New York. Taiz L. Zeiger E. 1991. Plant physiology. New york : The Benjamin/Cummings publishing Company. lnc. ___________. 2002. Plant physiology.ThirdEdition. Sunderland. Massachusets: Sinauer Associates.lnc.Publisher. Tisdale. S.L. W.L Nelson and J.D. Beaton. 1985. Soil fertility and fertilizers. 4 th ed Macmilan. New York. Tisdale. S.L. W.L Nelson & J.D. Beaton. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. MacMillian Pub. Co. New York. Xiv + 754 h. Toha. A.HA. 2001. Biokimia Metabolisme Biomelekul. Penerbit Alfabeta Bandung. 25 -27 h.
Cetakan Kesatu.
Underwood. A.L. dan R.A. Day. 1990. Analisis kuantitatif. Edisi IV. Diterjemahkan oleh : R. Sudarso. Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. Vickery ML.vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The Macmillan Press Ltd.335pp. Van Stennis CGGJ. 1997. Flora. Diterjemahkan oleh moeso surjowinoto et.al. Jakarta: Pradnya Paramitha.hlm.324. Wijayakusuma H. wirian AS. Yaputra T. Dalimartha S. Wibowo B. 1994. Tanaman Berkhasiat Obat diindonesia. Jilid 1. Jakarta: Pustaka Kartini. Wren RC. 1956. Potter’s New Cyclopaedia of Botanical Drugs and Preparations. London: Sir Isaac Pitman & Sons.Ltd. P:160.
26
Lampiran 1. Denah percobaan
Sp1 P0
Sp1 P1
Sp2P1
Sp2P0
Ulangan I Sp2P2
Sp2P3
Sp1 P2
Sp1 P3
Sp1P2
Sp1P3
Sp2 P2
Sp2 P3
Sp2 P0
Sp2 P1
Sp1 P1
Sp1 P0
Sp2 P2
Sp2 P0
Sp1 P0
Sp1 P1
Sp2 P3
Sp2 P1
Sp1 P3
Sp1 P2
Ulangan II
Ulangan III
a. Denah Lokasi Percobaan U
Keterangan: Luas lahan Luas petakan Jarak antar petakan Sp1 Sp2 P0 P1 P2 P3
: : : : : : : : :
Lebar 12 m x 35 m. 3 x 4 m2 0.3 m Panen muda (umur 2 bulan setelah tanam) Panen tua ( umur 4 bulan setelah tanam) Tarap pemupukan 0 kg P2O5/ha Tarap pemupukan 36 kg P2O5/ha Tarap pemupukan 72 kg P2O5/ha Tarap pemupukan 108 kg P2O5/ha
27
Lampiran 2. Prosedur uji fitokimia kuantitatif. 1. Pengujian Alkaloid 1 g sample digiling halus bersama-sama pasir sambil dibasahi dengan 5 ml kloroform yang mengandung beberapa tetes amonia (± 3 tetes). Tambahkan lagi 5 ml kloroform dan ± 5 tetes amonia. kemudian disaring ke dalam tabung reaksi. Ekstra kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2M. dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan tidak berwarna atau larutan asamnya dipipet kedalam tabung reaksi lain lalu larutan dibagi menjadi tiga bagian. Masing-masing larutan diteteskan pada spot plate dan ditambahkan beberapa tetes Reagan atau pereaksi Dragendorf. Mayer dan Wagner. Uji positif alkaloid bila menghasilkan endapan berwarna orange atau merah jingga setelah ditambahkan reagen dragendorf. putih kekuningan untuk reagen Mayer dan endapan coklat setelah ditambahkan reagen Wagner. 2. Pengujian triterpenoid dan steroid 1 g sample ditambah etanol dan dipanaskan sampai mendidih lalu saring. Filtrat kemudian diuapkan. setelah kering dilarutkan dalam eter. Lapisan eter yang terbentuk dipipet dan diteteskan pada spot palte. kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman-Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes H2SO4 pekat) bila dihasilkan warna hijau menandakan positif adanya steroid. sedangkan warna merah atau ungu menandakan positif adanya triterpenoid. 3. Pengujian flavonoid. saponin dan tannin 1 g sample dimasukan kedalam gelas piala lalu ditambahkan 12 ml air panas dan didihkan selama 5 menit.
Masukan masing-masing 3 ml larutan
kedalam 2 tabung reaksi. Pada tabung reaksi 1 masukkan serbuk Mg dan beberapa tetes HCI pekat dan amil alkohol. Pada tabung reaksi 2 dilakukan pengocokan secara vertikal selama 10 detik dan biarkan selama 10 minit. Adanya busa yang stabil menunjukkan saponin. Sisa campuran tadi didihkan lagi selama 10 menit lalu saring. Filtrat ditambahkan beberapa ml larutan FeCl3 1 %. timbulnya warna biru tua atau hijau kehitaman menujukan positif tanin.
28
Lampiran 3. Prosedur uji zat aktif asiatikosida kuanlitatif. Persiapan bahan baku: daun Pegagan disortir dan dicuci sampai bersih. dikeringkan dengan blower. suhu 40oC selama 7 jam. daun Pegagan kering digiling dan diayak menggunakan ayakan ukuran 40 mesh. menghasilkan ukuran 40 mesh. Pelaksanaan selanjutnya 0.2 gram serbuk Pegagan ukuran 40 mesh ditambah 25 ml CH3CN. dikocok 60 menit. disaring (kertas saring nomor 42) penyaringan residu dengan ekstrak CH3CN contoh.
Residu ditambah 25 ml
CH3CN. dikocok 60 menit disaring (menggunakan kertas saring pada penyaringan 1) ekstrak CH3CN contoh masuk labu takar 50 ml disaring (kertas saring 0.2 µm). Tahap selanjutnya analisis asiatikosida menggunakan KCKT Hitachi D-7000. Perhitungan Kadar Asiatikosida. Luas area contoh x 100 ppm x foktor pengenceran. Luas area standar Kadar Asiatikosida = ------------------------------------------------------------- X 100% Bobot Contoh (gram) x 106
29
Lampiran.4. Pengukuran P. Timbang 0.500 gr contoh tananam musuk < 0.5 mm ke dalam tabung digestion. ditambah 5 mm HNO3 p.a. dan 0.5 ml HClO4 p.a dan dibiarkan satu malam. besok dipanaskan dalam digistion blok dengan suhu 100 oC selama satu jam. kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150 oC. Setelah uap kuning habis suhu digistion blok ditingkat menjadi 200 oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0.5 ml. Tabung diangkat dan dibiarkan dengan Ekstrat diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml dan kocok dengan pengacak tabung hingga homogen. Proses pengukuran dipipet masing-masing 1 ml ekstrak contoh ke dalam tabung kimia tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok (pengeceran 10x). dipipet masing-masing 2 ml ekstrat encer dan deret standar P (0 – 20 ppm. PO4 ) ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml perekasi pewarna P. kocok dengan pengacak tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit. P dalam larutan di ukur dengan alat spektrometer pada panjang gelombang 693 nm (Balit tanah. 2005). Hasil pengkuran : Rumus % P = Nilai Absorban Contoh X _____________________ X Faktor pengenceran X Faktor koreksi Scop (Standrat) % P = ---------------------------------------------------------------------100% Berat Contoh X 10 6
23
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan. Percobaan dilakukan mulai bulan Juni 2007 sampai Desember 2007, dimana kondisi curah hujan, bervariasi terhadap jumlah hari hujan dan jumlah curah hujan, akhirnya terjadi perbedaan rata-rata curah hujan bulanan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, bulan Juni, Juli, Agustus dan September terjadi jumlah hari hujan 9, 4, 3, dan 4 kali, dengan total volume curah hujan 411.5, 154, 165 dan 143 mm/bulan. Rata-rata curah hujan bulanan 45.72, 38.5, 55.7 dan 35.75 mm/bulan adalah tergolong rendah (bulan kering). Akan tetapi pada bulan Oktober, Nopember dan Desember curah hujan terjadi kenaikan yang tinggi terhadap jumlah hari hujan 13, 18 dan 21 kali, oleh sebab itu total jumlah curah hujan bulanan mengalami kenaikan 625, 893 dan 972.6 mm/bulan, selanjutnya rata-rata curah hujan bulanan 48.07, 49.65 dan 46.31 mm/bulan. Ketersedian air ada dua fenomena jadi bulan Juni, Juli, Agustus dan September 2007 termasuk bulan kering sebaliknya bulan Oktober, Nopember dan Desember penyedian air cukup akhirnya melimpah. Bulan Oktober, Nopember dan Desember penyedian air cukup dan
melimpah untuk mendukung
pertumbuhan, akan tetapi intensitas cahaya rendah jadi fotosintesis menurun. Suhu dasar Q10 diasumsikan, bahwa penambahan suhu setiap hari dikalikan jumlah hari selama siklus hidup tanaman dapat diketahui heat unit akhirnya akan berpengaruh terhadap umur tanaman pegagan. Heat unit bulan Juni, Juli, Agustus dan September adalah sebesar 308.4, 312.42, 366.7, dan 320 o
C/bulan. Selanjutnya heat unit bulan Oktober, Nopember dan Desember adalah
315, 301.2, dan 191.89 oC/bulan, untuk berpeluang menghasilkan bobot kering tanaman dari hasil fotosintesis. Panjang hari, didefinisikan waktu mulai matahari terbit sampai terbenam, jadi keseluruhan kurang lebih 12 jam sepanjang tahun Lockwood (1974). Pertumbuhan tanaman selanjutnya siklus temperatur diurnal di tropik lebih penting dari pada perubahan suhu dari musim ke musim. Contohnya suhu rata-rata harian
sekitar 3.2 oC pada bulan April dan 4.7 oC di bulan
September, akan tetapi perbedaan temperatur bulanan per tahun hanya sekitar 1.2 o
C saja (Lamb 1972). Adapun penyebabnya, adalah temperatur ekstrim yang
terjadi selama periode beberapa hari atau bahkan beberapa jam, oleh sebab itu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman semusim di samping itu dapat
24
merusak spesies tanaman tahunan, lagi pula ditumbuhkan pada daerah yang terkena frost. Hasilnya pengamatan suhu udara hasilnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3
Rerata suhu udara bulanan di Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur Tahun 2007 Pagi hari jam 06.00 Siang hari jam 12.00 Sore hari jam 18.00 Ratarata Min Max RataMin Max RataMin Max Ratarata rata rata ..................................................................OC.....................................................................
Bulan Juni
13.0
22.0
17.5
17.0
34.0
25.5
15.0
24.0
19.5
20.8
Juli
15.0
22.0
17.5
16.0
26.0
21.0
15.0
24.0
19.5
19.3
Agustus
15.0
22.0
17.5
18.0
34.0
26.0
15.0
25.0
20.0
21.2
September Oktober
15.0
22.0
17.5
17.0
34.0
25.5
15.0
25.0
20.0
21.0
15.0
22.0
17.5
16.0
33.0
24.5
15.0
24.0
19.5
20.5
Nopem- 15.5 21.4 18.5 17.9 28.2 23.1 15.6 21.6 ber Desem- 13.7 15.2 14.4 14.4 22.9 18.6 13.3 17.7 ber Sumber data : data primer dari loboratorium lapang Cipanas (2007)
18.6
20.0
15.5
16.2
Pada umumnya tanaman pegagan menyukai tanah yang agak lembab, cukup sinar matahari, di samping itu agak terlindung, oleh karena itu tumbuh baik pada ketinggian 700-2500 m di atas permukaan laut (dpl), jadi penelitian
yang
mempunyai
ketinggian
1300
m
dpl
di lokasi
cocok
untuk
pengembangannya. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Andisols. Tanah Andisols di lokasi penelitian menunjukkan bahwa bahan induk terbentuk dari vulkan yang telah mengalami perkembangan. Bentuk struktur pada lapisan atas umumnya remah, berukuran sangat halus sampai kasar dengan tingkat perkembangan sedang. Sifat kimia tanah ditandai dengan pH tanah agak masam sampai netral, di samping itu kadar C-organik sedang, KTK rendah sampai
tinggi (Mulyanto 1984 dalam
Harini 2001) Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa jenis tanah Andisols di lokasi penelitian adalah pH tanah sangat masam, C-org sedang, status hara makro rendah (N, P tersedia dan K), akan tetapi unsur hara mikronya tinggi.
25
Analisis sifat fisik jenis tanah Andisols
mempunyai kandungan liat
(27.06%), dan debu (26.89%), oleh sebab itu di dominasi oleh kandungan pasir (46.05 %), jadi tergolong kelas tektur pasir liat berdebu. Sifat fisik tanah yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman pegagan di samping beberapa sifat kimia tanah yang menyebabkan faktor pembatas pertumbuhan tanaman pegagan yaitu tingginya kandungan Fe (5984.5 ppm/100 g) dan Mn (197.98 ppm/100 g) dan rendah unsur hara makro. Hasil analisis dan metode yang digunakan hasilnya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4
Hasil analisis pendahuluan karakteristik tanah Andisols di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur 2007
Sifat Tanah Nilai uji tanah Metode/ekstraktan Satuan pH H2O 4.45 SM pH meter pH KCl 4.23 SM pH meter C-org 3.20 T Kurmies % N total 0.19 R Kjeldahl % C/N ratio 16.84 T P tersedia 1.22 R Bray-1 ppm me/100 g Ca 4.28 R 1 N NH4OAc pH 7.0 Mg 0.75 R 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100 g K 0.25 R 1 N NH4OAc pH 7.0 me/100 g me/100 g Na 0.23 R 1 N NH4OAc pH 7.0 Total 5.51 Al 0.41 T 1 N KCl me/100 g KTK 20.16 T 1 N NH4Oac pH 7.0 me/100 g KB 27.33 R % Fe 5144.05 ST 0.05 N HCl ppm Mn 197.98 T 0.05 N HCl ppm Cu 34.98 S 0.05 N HCl ppm Zn 55.39 S 0.05 N HCl ppm Tektur Pasir 46.05 Pipet % Debu 26.89 Pipet % Liat 27.06 Pipet % Sumber : Laboratorium tanah dan kimia, fitokimia BALITTRO Bogor (2007) Keterangan: SM (sangat masam), R (rendah), S (sedang), T (Tinggi), dan ST (sangat tinggi)
Tingginya kandungan Fe dan Mn kemungkinan sudah berada pada tingkat konsentrasi yang meracuni tanaman pegagan. Tanah-tanah masam pada umumnya mengandung ion-ion Al 3+, Fe 3+ dan Mn 2+ terlarut dan tertukarkan dalam jumlah yang cukup nyata (Tan 1982). Ketiga unsur tersebut dapat mengikat P sehingga menjadi tidak tersedia bagi tanaman, dan apabila diserap oleh tanaman dalam jumlah banyak dapat meracuni tanaman. Di samping itu
kadang - kadang
26
kelebihan Mn dapat menginduksi defisiensi unsur hara Fe, Mg dan Ca dan keracunan Zn mengiduksi defisiensi Fe, Mg, dan Mn (Marschner 1995). Akhirnya akan menyebabkan penyerapan hara terhambat, sehingga hasil fotosintat akan berkurang dan selanjutnya berdampak terhadap laju pertumbuhan tanaman pegagan dapat terhambat. Berdasarkan pada analisis tanah terhadap sifat fisik dan kimia diketahui urutan tingkat kekahatan atau faktor pembatas untuk
dapat
pertumbuhan
pegagan. Sifat kimia tanah yang menjadi faktor pembatas utama adalah pH tanah (sangat masam), hara N (0.19%), P (1.22 ppm) dan K (0.25 me/100g). Faktor pembatas ke dua adalah disebabkan tingginya kadar Fe (5144.05 ppm), Mn (197.98 ppm), Cu (34.98 ppm) dan Zn (55.39 ppm). Sedangkan faktor pembatas ke tiga yaitu sifat fisik tanah yaitu : tektur pasir (46.05 %) dalam mengikat air dan penyangga hara rendah. Sebaliknya terdapat beberapa faktor yang mendukung tanaman pegagan adalah kadar C-organik tanah kategori tinggi (3.20 %) dan C/N ratio (16.84).
Kajian P2O5 terhadap Nilai SPAD Klorofil Meter Daun dan Pertumbuhan Pegagan Umur 2 sampai 16 MST Rekapitulasi hasil sidik ragam dari komponen nilai SPAD klorofil meter tanaman pegagan Centella asiatica L. (Urban) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P2O5
berpengaruh nyata, akan tetapi komponen
pertumbuhan tidak
berbeda nyata. Komponen nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua berbeda nyata pada umur 8 MST diikuti pada daun tua, namun sebaliknya daun muda tidak berbeda nyata pada umur 16 MST (Tabel 5). Jumlah buku berbeda nyata terhadap pemupukan P2O5 pada umur 8 MST. Bagian dengan Tabel 16 halaman 36 rekapitulasi hasil sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pemberian pupuk P2O5 terhadap komponen nilai SPAD klorofil meter daun dan pertumbuhan (RAK) Peubah a. Komponen nilai SPAD klorofil meter daun Nilai SPAD klorofil meter daun muda Nilai SPAD klorofil meter daun tua
Umur (MST)
Pupuk P2O5
8 8
* *
KK 5.81 4.75
27
Tabel lanjutan 5 Nilai SPAD klorofil meter daun muda Nilai SPAD klorofil meter daun tua b.Komponen pertumbuhan Jumlah daun induk
Panjang tangkai daun
Diameter tangkai daun
Jumlah sulur pirmer
Panjang daun
Lebar daun
Jumlah bunga induk
16 16
tn *
15.93 5.16
2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 2 4 6 8 10 12 14 16 4 6 8 10 12 14
tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * * tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
12.32 31.56 21.63 30.09 13.70 22.63 22.66 23.02 27.35 11.12 6.08 18.55 9.00 14.04 10.83 10.41 25.02 15.65 22.25 29.76 23.18 6.39 9.45 12.21 18.37 39.17 22.60 18.42 11.83 14.79 15.54 16.71 5.28 3.52 5.14 8.09 7.12 8.01 7.57 8.62 5.99 15.15 4.06 7.51 8.27 5.48 4.80 4.81 23.32 24.91 37.60 16.22 16.91 12.93
28
Tabel lanjutan 5 Panjang sulur
Jumlah buku Keterangan: KK : Koefisien Keragaman * : Berbeda nyata
tn **
16 tn 2 tn 4 tn 6 tn 8 tn 16 tn 4 tn 6 tn 8 * : Tidak berbeda nyata : Berbeda sangat nyata
20.58 10.47 23.80 25.74 8.93 22.89 23.61 23.61 36.41
Nilai SPAD Klorofil Meter Daun Nilai SPAD Klorofil Meter Daun Muda dan Tua. Pemupukan P2O5 berpengaruh nyata dalam peningkatan nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua pada umur 8 MST (Tabel 6). Hasil sidik ragam nilai SPAD klorofil meter (SPAD 502) diamati melalui intensitas kehijauannya (greennes) hasilnya disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai pada SPAD klorofil meter daun muda dan daun tua Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
Umur 8 MST Daun muda Daun tua
Umur 16 MST Daun muda Daun tua
…………………………. Nilai SPAD…………………………… 0 23.97 b 36.06 b 24.45 35.31 b 36 26.32 a 39.07 a 26.05 40.98 a 72 25.79 ab 39.58 a 28.77 39.09 a 108 25.49 ab 39.03 a 26.81 38.82 a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Sebaliknya, umur 16 MST nilai SPAD klorofil meter daun muda tidak berbeda nyata ini diduga bahwa kandungan P sebagian besar tersimpan pada daun tua, oleh sebab itu pada daun tua berbeda nyata.
Pupuk
P2O5 berpengaruh nyata
dibandingkan dengan tanpa P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil meter. Nilai SPAD klorofil meter dosis pupuk 36 kg P2O5/ha berbeda nyata terhadap daun muda dan daun tua oleh sebab itu memberikan derajat intensitas kehijauan warna daun lebih cerah dibandingkan dengan warna daun tanpa pemberian P2O5 selanjutnya menunjukkan derajat intensitasnya warna agak gelap. Hal ini diduga bahwa warna kehijuan (greenness) yang tinggi pengaruh dari warna pigmen kuning hingga
29
jingga (karotenoid) sebagai pigmen yang berperan dalam pemanen cahaya untuk fotosintesis dan melindungi klorofil daun dari kerusakan akibat oksidasi oleh O2 pada saat penyinaran yang tinggi. Semakin tinggi nilai SPAD klorofil meter akan menunjukkan warna daun lebih cerah. Peningkatan nilai SPAD klorofil meter daun muda tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk 36 kg P2O5/ha, dengan persamaan Y = 0.6625x2 + 3.7155 x + 21.072 (R2 = 0.8415*), di samping itu pada daun tua tertinggi diperoleh pada pemberian pupuk 108 kg P2O5/ha, dengan persamaan Y = 0.685x2 + 5.797 x + 31.48 (R2 = 0.9966*). Selanjutnya umur 16 MST pemupukan P2O5 tidak berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter
daun muda, akan tetapi daun tua
berbebeda nyata, dengan persamaan Y = 0.0001x2 + 0.0532 x + 35.769 (R2 = 0.7487). Oleh sebab itu pemberian pupuk 36 dan 108 kg P2O5/ha seperti halnya dapat menjelaskan keragaman Y sebesar 84.15 dan 99.66 % terhadap umur 8 MST, di samping itu dosis pupuk 36 kg P2O5/ha dapat menjelaskan keragaman Y sebesar 74.87 % berdasarkan pada derajat kehijauan daun dengan alat SPAD klorofil meter. Rusmarkan dan Yuwono (2002) menyimpulkan warna daun secara kualitatif bahwa kekurangan unsur fosfor umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi gelap. Selanjutnya menurut Jones (1967), kekurangan fosfor berakibat pertumbuhannya kurang baik, warna daun juga menjadi purple (keunguan) dan kecoklatan di samping itu pembentukan antosianin terhambat.
Gambar 3 Nilai SPAD klorofil meter daun muda
30
Komponen Pertumbuhan Jumlah Daun Induk. Pemberian pupuk P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap semua jumlah daun induk umur 2 sampai 16 MST. Jumlah daun pegagan mulai umur 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14 minggu setelah tanam (MST) cenderung terjadi peningkatan dengan bertambah umur tanaman, akhirnya terjadi penambahan agak lambat dan staknasi. Semakin bertambah umur tanaman bertambah pula jumlah daun induk meningkat secara kuadratik, namun setelah umur 10 MST terjadi kurva linier dan cenderung menurun, sehingga pada umur 16 MST akhirnya terjadi penguguran daun, ini terbukti bahwa jumlahnya berkurang pada semua perlakuan. Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan hasilnya disajikan Tabel 7. Tabel 7 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah daun induk Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
2
4
6
Minggu Setelah Tanam (MST) 8 10 12
14
16
…………………………………Helai……………………………………………. 0 3.60 5.85 11.76 15.86 22.25 20.18 19.85 19.60 36 3.56 5.26 11.03 13.80 19.85 19.90 18.20 17.95 72 3.27 4.20 8.88 12.04 22.15 23.31 20.28 19.70 108 3.13 4.21 9.70 19.00 21.28 22.70 19.90 18.25 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Di samping itu pola pertumbuhan tanaman dikotil seperti pegagan pada daun primer, pembelahan sel berakhir ketika daun mencapai jumlah 80 %, yang selanjutnya pertambahan calon daun tidak berkembang di sekitar apeks tajuk untuk digunakan memperluas tanaman. Hal ini juga diduga karena perkembangan tanaman dipartisikan ke arah pembentukan organ lain seperti jumlah sulur sekunder dan panjang sulur untuk memperluas tanaman, sehingga dapat bersaing dengan tanaman lainnya. Panjang Tangkai Daun Terpanjang. Pemberian pupuk P2O5 tidak berbeda nyata pada semua perlakuan terhadap peubah panjang tangkai daun umur 2 sampai 16 MST. Helaian daun didukung oleh tangkai daun pembelahan terjadi memanjang ke atas untuk mempertinggi posisi daun untuk memperoleh cahaya penuh, sehingga dapat aktif berfotosintesis. Pada umumnya bentuk tangkai daun tanaman pegagan adalah bulat dan dalamnya berlubang, seperti pipa dan tidak
31
beruas posisi tegak. Pembelahan sel menunjukkan bahwa terjadi pada fase awal agak cepat, namun setelah umur 8 MST terjadi bertambah panjang yang agak lambat, akan tetapi setelah umur 10 sampai 16 MST hampir staknasi. Berdasarkan hasil karakterisasi pegagan parameter panjang tangkai daun posisi tegak dapat mencapai setinggi sekitar 5 – 15 cm (Kristijarti et al. 2004), ini berbeda dengan hasil penelitian dihasilkan lebih pendek, sehingga pertambahan panjang tangkai daun lambat. Hal ini diduga karena pengaruh lingkungan berbeda. Pengaruh pemupukan
P2O5 terhadap panjang tangkai daun tanaman pegagan hasilnya
disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang tangkai daun Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
2
4
6
Minggu Setelah Panen (MST) 8 10 12
14
16
………………………………….cm………………………………………………. 0 3.95 4.81 5.72 6.49 7.40 7.20 8.13 8.16 36 3.03 4.71 5.61 6.94 7.26 7.31 7.91 8.05 72 3.38 4.22 5.20 6.48 7.20 8.17 8.20 8.30 108 4.08 4.79 5.25 8.25 6.91 7.18 8.07 8.07 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Sebaliknya, hasil penelitian Musyarofah (2006) menghasilkan bahwa perbedaan panjang tangkai daun pegagan sangat berbeda nyata dipengaruhi oleh adanya perbedaan naungan, akan tetapi
pemberian pupuk alami tidak
berpengaruh nyata sampai pada umur 12 MST. Diameter Tangkai Daun.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
pemupukan P2O5 pada berbagai dosis pupuk tidak berpengaruh nyata. Diameter tangkai daun pegagan mulai umur 2, 4, 6, 8, 10, 12 dan 14
MST terjadi
peningkatan, akan tetapi setelah menjelang umur 16 MST pembelahan sel terjadi staknasi dan bahkan cenderung menyusut. Hal ini diduga bahwa pertumbuhan semakin bertambah mengikuti umur tanaman pegagan terjadi pertambahan diameter tangkai daun karena untuk mendukung semakin bertambahnya beban dan luas daun yang semakin bertambah pula (Tabel 9).
32
Tabel 9 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap diameter tangkai daun Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
2
4
6
Minggu Setelah Tanam (MST) 8 10 12
14
16
………………………………………cm………………………………………… 0 0.05 0.79 1.36 1.05 1.06 1.82 1.77 1.42 36 0.06 1.09 1.23 1.09 1.18 1.74 1.86 1.86 72 0.04 1.03 1.18 1.03 1.18 1.82 1.87 1.69 108 0.05 0.91 1.09 1.15 1.15 1.84 1.92 1.87 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Walaupun, hasil sidik ragam tidak berbeda nyata akan tetapi hasil akhir diameter tangkai daun cenderung lebih besar pada pengaruh perlakuan pupuk P2O5 dibandingkan dengan tanpa pupuk P2O5 (Tabel 9). Jumlah Sulur Primer. Pemberian pupuk P2O5 berpengaruh nyata terhadap jumlah sulur primer pada umur 10 MST, akan tetapi tidak berpengaruh nyata pada umur 2, 4, 6, 8, 12, 14 dan 16 MST (Tabel 10). Hasil sidik ragam pengaruh pemupukan
P2O5 terhadap jumlah sulur primer tanaman pegagan
hasilnya disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Pengaruh pupuk P2O5 terhadap jumlah sulur primer Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
2
4
6
Minggu Setelah Tanam (MST) 8 10 12
14
16
……………………………………….Unit……………………………………… 0 0.33 0.53 1.60 2.43 4.85 ab 5.18 6.65 7.15 36 0.26 0.41 1.56 2.40 4.33 b 5.80 6.06 6.60 72 0.20 0.71 1.66 2.66 5.10 a 5.56 7.21 7.43 108 0.50 0.76 1.96 2.13 4.83 ab 5.91 6.70 7.04 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Pengaruh pemberian
P2O5 pada umur 10 MST jumlah sulur primer
berbeda nyata diduga disebabkan oleh ketersedian air (curah hujan 893 mm/bulan) yang cukup sehingga pupuk P2O5 mudah larut
untuk diserap oleh akar. Hasil
kelebihan fotosintat dapat diduga difungsikan untuk pembentukan jumlah sulur primer. Jumlah sulur primer tamaman induk pegagan mulai umur 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST terjadi peningkatan yang linear mengikuti umur tanaman. Jumlah sulur primer tertinggi pada pemberian pupuk 72 kg P2O5/ha, dengan persamaan Y = -6E 06x2 – 0.0012 x + 4.7335 (R2 = 0.01308), meskipun pemberian P2O5 tidak berpengaruh nyata, namun terjadi pertambahan jumlah
33
sulur primer tanaman induk pegagan mulai umur 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST secara liniear. Sebaliknya pemberian pupuk 72 kg P2O5/ha pada umur 10 MST belum banyak menjelaskan hasil Y karena dengan memiliki koefisien determinasi sebesar 1.3 %.
Kemungkinan jumlah sulur primer bertambah,
selanjutnya luasan serapan meningkat dengan membentuk buku-buku lebih banyak setiap buku akhirnya akan menjadi induk baru agar mampu bersaing meperluas ruangan. Panjang Daun. Pemberian pupuk P2O5
berpengaruh nyata terhadap
panjang daun pada umur 2 dan 4 MST, akan tetapi setelah umur 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST tidak berpengaruh nyata. Peningkatan panjang daun tertinggi pada umur 2 dan 4 MST diperoleh pada tanpa pupuk P2O5/ha, dengan persamaan Y = 5E 07x2 – 0.0006 x + 2.031 (R2 = 0.9993*) dan Y = 2E -07 – 0.0001 + 2.3465 (R2 = 0.98*). Tanpa pemberian pupuk P2O5 umur 2 dan 4 MST dapat menjelaskan keragaman Y sebesar 99.93 dan 98 %. Hal ini diduga bahwa pada umur 2 dan 4 MST pupuk SP-36 yang digunakan mempunyai sifat slow releaseed larut dalam air belum dapat diserap oleh akar, sehingga kemungkinan untuk mendukung pembelahan sel daun belum berpengaruh.
Di samping itu tanaman pegagan
mampu beradaptasi dengan lingkungan dengan melakukan memperpanjang daun, sehingga mendapatkan luasan serapan cahaya meningkat untuk berfotosintesis dan pada akhirnya serapan hara oleh akar juga cenderung meningkat. Data hasil pengamatan pengaruh pemberian P2O5 terhadap panjang daun hasilnya disajikan Tabel 11. Tabel 11 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang daun Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
2
4
Minggu Setelah Tanam (MST) 6 8 10 12
14
16
………………………………………..cm……………………………………….. 0 2.03a 2.34a 2.89 3.89 3.39 3.38 3.64 3.74 36 1.97ab 2.27ab 2.87 2.03 3.29 3.45 3.62 3.61 72 1.89ab 2.14 bc 2.77 2.90 3.22 3.50 3.48 3.63 108 1.81 b 2.08 c 2.66 3.10 3.30 3.69 7.57 3.54 Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Pertambahan panjang daun setelah membuka penuh terjadi pertambahan perkembangan yang mengikuti umur tanaman, sehingga daun mengalami proses
34
diferensisasi dan pertumbuhan secara aktif. Wareing dan Philips (1970) menyimpulkan bahwa laju diferensiasi dapat diekspresikan sebagai pertambahan jumlah, dimana pertumbuhan organ diekspresikan sebagai penambahan ukuran. Lebar Daun. Pemberian pupuk P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap lebar daun pada umur 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST. Pertambahan lebar daun setelah membuka penuh mengikuti umur tanaman. Panjang dan lebar daun mengalami proses diferensisasi dan pertambahan bersama-sama, seperti halnya dengan bertambahnya lebar dan juga diikuti panjang daun, sehingga daun berbentuk seperti ginjal manusia ini terbukti ukuran panjang daun lebih kecil dibandingkan dengan lebar daun (Tabel 11 dan 12). Tabel 12 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap lebar daun Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
2
4
6
Minggu Setelah Tanam (MST) 8 10 12
14
16
…………………………………………cm………………………………………. 0 3.64 3.91 4.94 5.16 5.56 5.66 5.91 5.94 36 3.49 3.35 4.76 5.31 5.57 5.85 5.85 5.86 72 3.26 3.80 4.89 5.09 6.02 5.90 5.90 5.88 108 3.41 3.78 4.67 5.32 5.57 5.77 5.59 5.60 Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Secara singkat dimensi fisik dari diferensiasi adalah jumlah per waktu, di mana laju pertambahan panjang dan lebar daun. Oleh sebab itu bentuk daun pegagan seperti ginjal manusia (reniformis), sehingga pertambahan panjang berukuran lebih pendek dibandingkan dengan lebar daun lebih besar (Tabel 11 dan 12). Jumlah Bunga Induk. Pemberian pupuk P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga induk pada umur 4, 6, 8, 10, 12, 14 dan 16 MST (Tabel 12), hal ini kemungkinan hasil asimilat sebagian besar masih digunakan untuk pertumbuhan mendukung bobot biomas dan kandungan bioaktif, terbukti jumlah bunga sedikit. Pegagan umumnya mempunyai bunga untuk menghasilkan buah berukuran kecil, oleh sebab itu tidak dapat digunakan dalam perkembangbiakan generasi berikutnya diduga karena cadangan makanan tersimpan sangat rendah. Kristijarti et al. (2004) melaporkan bahwa bentuk buahnya pipih dengan lebar kurang 7 mm dan tinggi kurang 2-3 mm berlekuk dua dan berdiding tebal. Adapun, tahapan pertumbuhan tanaman pegagan secara singkat dapat disimpulkan
35
bahwa diawali dengan perkembangan dengan organ vegetatif, generatif terbentuk biji. Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah bunga induk tanaman pegagan hasilnya disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah bunga induk Perlakuan pupuk P2O5 (kg/ha)
2
4
6
Minggu Setelah Tanam (MST) 8 10 12
14
16
…………………………………………..Unit……………………………………. 0 0 1.11 2.93 3.06 7.51 7.86 11.08 13.95 36 0 0.53 1.86 3.33 6.08 8.98 10.28 14.10 72 0 0.60 1.83 3.33 7.98 8.58 9.41 13.07 108 0 0.70 2.36 3.60 7.40 8.33 10.20 14.43 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Tahapan perkembangan selanjutnya adalah dimana tanaman berbunga dan memproduksi
biji
untuk
memecahkan
propagul-prapagul
pada
generasi
berikutnya, secara generatif dan propogol organ vegetatif yang lebih penting dibandingkan dengan buah buni. Panjang Sulur Primer. Pemberian pupuk P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap panjang sulur primer pada umur 2, 4, 6, 8 dan 16 MST. Panjang sulur primer tamaman induk pegagan mulai umur 2, 4, 6, 8 dan 16 MST terjadi peningkatan yang linear mengikuti pemupukan
umur tanaman (Tabel 14). Pengaruh
P2O5 terhadap panjang sulur primer tanaman pegagan hasilnya
disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap panjang sulur tanaman induk Perlakuan Dosis pupuk P2O5 (kg/ha)
2
Minggu Setelah Tanam (MST) 4 6
8
16
………………………………………..cm………………………………. 0 1.53 7.70 22.58 38.52 126.25 36 2.26 5.80 20.65 34.32 126.25 72 1.07 4.26 18.71 36.48 156.13 108 1.25 6.63 19.93 44.50 145.55 Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Penambahan panjang sulur tamaman induk pada pada umur 2 ke 4 MST lambat, akan tetapi setelah menjelang umur 6 ke 8 MST bertambah secara cepat 4.8 kali dan seterusnya, hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan yang
36
mendukung terutama pada musim penghujan (625 – 972 mm/bulan), akhirnya penyerapan larutan hara tinggi di samping itu hasil fotosintat meningkat untuk mendukung perpanjangan sulur. Pengaruh pemberian pupuk P2O5 mempunyai kecenderungan meningkat lebih panjang dibandingkan tanpa pupuk P2O5. Jumlah Buku Sulur Terpanjang. Pemberian pupuk P2O5
tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah buku pada umur 4 dan 6 MST, akan tetapi umur 8 MST berpengaruh nyata (Tabel 15). Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah buku sulur terpanjang sulur primer tanaman pegagan hasilnya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Pengaruh pemupukan P2O5 terhadap jumlah buku tanaman induk Minggu Setelah Tanam (MST) 4 6 8 ………………………… Unit……………………………. 0 0.86 2.23 5.23 a 36 0.70 2.15 3.31 b 72 0.96 2.21 4.40 ab 108 0.73 2.10 3.13 b Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 % Perlakuan Dosis pupuk P2O5 (kg/ha)
Pengaruh jumlah buku tanaman induk pemberian pupuk dengan dosis 36 kg dan 108 kg P2O5 /ha tidak berpengaruh nyata, akan tetapi tanpa pupuk P2O5 berpengaruh nyata. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buku sulur tanaman induk pada 8 MST. Hasil tertinggi diperoleh pada tanpa pemeberian P2O5 dengan persamaan Y = 2E-05x2 – 0.0101x + 4.9615 (R2 = 0.5056*), sebaliknya umur 4 dan 6 MST tidak berbeda nyata (Tabel 15). Berdasarkan panjang sulur tidak berbeda nyata, akan tetapi jumlah buku berbeda nyata, hal ini diduga bahwa fungsi P2O5 untuk memperkuat batang, sehingga semakin pendek ruas maka tanaman akan semakin keras dan kuat hal ini diduga sebagai tempat penyimpanan karbohidrat di samping itu mineral. Jumlah buku sulur tanaman induk tertinggi pada kontrol atau tanpa P2O5, hal ini diduga bahwa simpanan hara pada tanaman liar dapat beradaptasi seperti tanaman pegagan difungsikan dalam memperkuat batang dengan cara memperbanyak buku, sehingga jumlah bukunya lebih banyak untuk menyimpan hara, pada waktu kekurangan hara P dapat dimobilisasi ke organ lain yang membutuhkan.
37
Penghindaran terhadap kekurangan hara tanaman liar dengan cara untuk memperbanyak buku - buku dalam sulur. Menurut Morard (1970) dalam Rosmarkam dan Yuwono (2002) fosfor merupakan senyawa penyusun jaringan tanaman terutama fosfolipida dan fitin untuk memperkuat batang, seperti sulur untuk tanaman pegagan yang mempunyai sifat menjalar, seperti halnya tanaman rumput.
Kajian Waktu Panen dan Pupuk P2O5 terhadap Nilai SPAD Klorofil Meter Daun, Pertumbuhan dan Produksi Asiatikosida Pegagan Rekapitulasi sidik ragam pengaruh waktu panen dan pemupukan P2O5 terhadap komponen nilai SPAD klorofil meter daun, pertumbuhan dan produksi asiatikosida tanaman pegagan Centella asiatica L. (Urban) hasilnya disajikan pada Tabel 16. Tabel 16
Rekapitulasi sidik ragam pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap komponen pertumbuhan, produksi dan fisiologi (Split Plot Design) Peubah
Umur (Bulan)
Waktu panen
Pupuk P2O5
Interaksi (WXP)
a. Nilai SPAD klorofil meter, bobot akar dan kandungan P jaringan Nilai SPAD klorofil meter 2&4 tn tn tn daun muda Nilai SPAD klorofil meter 2&4 tn ** * daun tua Bobot akar induk 2&4 tn * tn Kandungan P jaringan 2&4 tn tn tn Total serapan P jaringan 2&4 * tn tn b. Pertumbuhan Jumlah daun induk 2&4 * tn * Panjang tangkai daun 2&4 * tn tn Diameter tangkai daun 2&4 tn tn tn Jumlah sulur primer 2&4 * tn tn Panjang sulur 2&4 * tn tn c. Komponen produksi Panjang daun 2&4 * tn tn Lebar daun 2&4 * tn tn Jumlah bunga induk 2&4 * tn tn Luas daun pertanaman 2&4 tn * tn Jumlah daun pertanaman 2&4 tn tn tn Bobot basah ubinan 2&4 * * * (1 m x 1 m) Bobot kering ubinan 2&4 * * * (1m x 1 m) Kandungan asiatikosida 2&4 tn tn tn Produksi asiatikosida 2&4 * * * Keterangan: KK : Koefisien Keragaman tn : Tidak berbeda nyata * : Berbeda nyata ** : Berbeda sangat nyata
KK PU
KK AP
8.06
8.25
8.16
3.71
4.25 12.18 13.18
18.31 12.86 13.87
26.50 8.18 17.90 37.15 48.75
23.99 19.21 20.59 22.50 27.56
8.25 7.62 15.93 35.32 25.06 18.32
9.80 6.69 21.98 19.88 13.85 13.54
48.03
12.79
38.14 48.09
16.79 13.09
38
Perlakuan umur waktu panen berpengaruh nyata terhadap total serapan P, jumlah daun induk, panjang tangkai, jumlah sulur primer dan panjang sulur, panjang daun, lebar daun, jumlah bunga induk, bobot biomas basah dan bobot biomas kering di samping itu produksi asiatikosida. Sebaliknya komponen yang tidak berpengaruh nyata oleh perlakuan umur waktu panen adalah nilai SPAD klorofil meter daun muda dan daun tua, bobot akar induk, kandungan P jaringan, diameter tangkai daun, luas daun
di samping itu jumlah daun pertanaman.
Komponen nilai SPAD klorofil meter daun tua, jumlah daun induk, bobot biomas basah, bobot biomas kering dan produksi asiatikosida berbeda nyata dipengaruhi oleh pemberian pupuk P2O5 (Tabel 16) Interaksi berpengaruh nyata dipengaruhi oleh perlakuan waktu panen dan pupuk P2O5 terjadi pada nilai SPAD klorofil meter daun tua, jumlah daun induk, bobot biomas basah, bobot biomas kering ubinan dan produksi asiatikosida (Tabel 16). Nilai SPAD Klorofil Meter Daun, Kandungan P Jaringan, Total Serapan P dan Bobot Akar Nilai SPAD Klorofil Meter Daun, Kandungan P Jaringan, Total Serapan P dan Bobot Akar. Waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil meter daun muda adalah tidak berpengaruh nyata, akan tetapi pada daun tua berpengaruh nyata dipengaruhi oleh pupuk P2O5 sehingga terjadi interaksi secara nyata (Tabel 17). Hasil analisis kandungan P jaringan dan total serapan P tidak berbeda nyata dipengaruhi oleh pemberian pupuk P2O5, akan tetapi total serapan P dipengaruhi oleh waktu panen. Bobot akar dipengaruhi oleh pemberian pupuk P2O5 berpengaruh nyata, sebaliknya waktu panen tidak berpengaruh nyata (Tabel 17). Nilai klorofil meter daun dengan alat (SPAD 502) yang diamati melalui intensitas kehijauannya (greennes) dapat menduga bahwa merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pengaruh pupuk P2O5 pada tanaman pegagan terutama daun tua. Kadar harkat kecukupan hara P untuk tanaman pegagan belum pernah ada penelitian, namun berdasarkan pengamatan nilai SPAD klorofil meter daun pada
39
dosis 36 dan 72 kg P2O5/ha dapat memberikan informasi indikasi kecukupan. Pengaruh pupuk P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil meter dengan kandungan P jaringan dan bobot akar terjadi hubungan kecenderungan positif lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa pemberian P2O5 (Tabel 17). Hasil sidik ragam komponen nilai SPAD klorofil meter daun, analisis kandungan P jaringan, total serapan P dan bobot akar hasilnya disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Pengaruh waktu panen dan pemupukan P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil meter daun, kandungan P, total serapan P dan bobot akar Perlakuan
Nilai SPAD klorofil meter daun muda
Nilai SPAD klorofil meter daun tua
Kandungan P (%)
Total serapan P
Bobot akar (g)
Waktu panen 2 Bulan
25.04
38.59
0.244
4.1 b
6.19
4 Bulan
26.32
38.51
0.266
42.9 a
6.27
Dosis pupuk P2O5 (kg/ha) 0
24.45
35.31 c
0.250
18.33
4.54 b
36
26.05
40.48 a
0.260
22.11
6.39 a
72
25.43
39.09 b
0.253
24.11
6.03 a
108
26.78
38.82 b
0.258
25.76
6.96 a
Interaksi
tn
*
tn
tn
tn
Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 % • : nyata, tn : tidak nyata
Berdasarkan pada analisis kandungan P jaringan dapat diduga bahwa tanaman pegagan mempunyai mekanisme adaptasi terhadap ketersedian P rendah secara internal ini terbukti kandungan P jaringan tidak berbeda nyata dengan pemberian pupuk P2O5. Mekanisme internal yang berkaitannya dengan efisiensi penggunaan P oleh jaringan ini terbukti bahwa tanpa pemberian pupuk P2O5 kandungan dalam jaringan tidak berpengaruh nyata dibandingkan dengan perlakuan P2O5 (Tabel 17). Berdasarkan pada hasil sidik ragam faktor tunggal dan Split Plot Design menunjukkan bahwa pengaruh pupuk P2O5 dapat digunakan dalam evaluasi dengan menggunakan nilai SPAD klorofil meter daun tua berdasarkan indikasi derajat kehijuan daun (Tabel 6 dan 17). Mekanisme absorpsi hara P terjadi pergerakan ion fosfat menuju akar tanaman melalui dua cara yaitu aliran massa dan difusi (Tisdale et al. 1985). Hara P pergerakan di dalam tanah diserap oleh akar melalui proses difusi yang didasarkan pada perbedaan
40
konsentrasi unsur hara yang berada pada suatu tempat dengan tempat yang lain di dalam bentuk larutan tanah. Selanjutnya penyerapan P oleh tanaman dari tanah adalah penyerapan aktif karena melawan gradien konsentrasi oleh sebab itu kadar P larutan tanah di luar sel akar umumnya hanya 1 µM atau kurang atau rendah , sedangkan kadar dalam sitoplasma adalah 103 sampai 104 lebih tinggi (Clarkson dan Grignon 1991). Seperti halnya tanaman tipe liar dapat menyerap hara pada konsentrasi Pnya sangat rendah dan sebaliknya dapat menyimpan hara dalam tubuh tanaman pada konsentrasi sampai lebih dari 1000 kalinya (Russel dan Barber, 1960) dalam Marschner (1995). Berbeda hasil penelitian Edwards dan Barber (1976) dalam Marschner (1995) menyimpulkan bahwa
kapasitas penyerapan P pada akar
kedelai bergantung pada umur, penyerapan akar pada umur 18 hari, hasilnya empat kali lipat sebesar akar yang berumur 73 hari. Secara umum kadar optimal fosfor dalam tanaman pada saat pertumbuhan vegatatif adalah 0.3 – 0.5 % dari bobot kering tanaman (Rusmarkan dan Yuwono 2002). Secara singkat bahwa hasil analisis jaringan kandungan P menunjukkan semua perlakuan berada pada kondisi cukup umur panen 2 dan 4 bulan, dengan kandungan hara P sebesar 0.244 sampai 0.260 %. Akan tetapi penyerapan unsur hara P dari tanah oleh akar ke dalam jaringan tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Novizan
(2002) kekurangan dan kelebihan unsur hara mikro dapat menghambat respon tanaman terhadap pemupukan fosfor. Peningkatan bobot akar berbeda nyata berhubungan dengan peningkatan efisiensi penyerapan P secara ekternal. Bobot akar diduga berhubungan erat dengan volume akar, karena itu bobot akar yang tinggi akan meningkatkan kontak akar dengan tanah, akhirnya penyerapan hara fosfor lebih baik, ini terbukti kandungan P jaringan cenderung lebih tinggi di samping itu total serapan P meningkat (Tabel 17). Hasil analisis tanah menunjukkan kandungan P rendah, diduga disebabkan oleh hara P yang terfiksasi oleh Al dan Fe ini terbukti kandungannya tinggi (Tabel 4). Interaksi terjadi antara umur waktu panen dan pupuk P2O5 berbeda nyata terhadap nilai SPAD klorofil meter pada daun tua. Nilai SPAD klorofil meter melalui derajat intensitas kehijauan
daunnya (greenness) terbaik dihasilkan
41
interaksi umur waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 36 kg P2O5/ha dengan nilai 42.75 (Tabel 18). Hal tersebut diduga bahwa hara P setelah diserap oleh akar, P mula-mula diangkut ke daun muda kemudian dipindahkan ke daun yang lebih tua. Hal yang sama diduga bahwa yang menyebabkan nilai SPAD klorofil meter daun tua berbeda nyata lebih baik dibandingkan tanpa pupuk P2O5. Tabel 18 Nilai SPAD klorofil meter daun tua pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 Dosis Pupuk P2O5 (kg/ha)
Waktu panen 2 Bulan 4 Bulan ........................................ Nilai SPAD....................................... 0 34.99 b 35.65 b 36 39.21 a 42.75 a 72 40.03 a 38.15 b 108 40.12 a 37.52 b Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata uji DMRT 0.05.
Di samping itu kebanyakan ester fosfat adalah senyawa intermedier dalam mekanisme biosintesis ataupun pemecahan, selanjutnya di dalam metabolisme, sel ester fosfat mempunyai fungsi langsung berhubungan dengan energi sel adalah AMP, ADP, ATP (Gardner et al. 1985). Nilai SPAD klorofil meter terbanyak didapat pada umur 4 bulan, dosis pupuk 36 kg P2O5/ha dengan persamaan Y = -0.0001x2 + 0.0472x + 35.124 (R2 = 0.9799*), dengan nilai 42.75 seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Nilai SPAD
2 Bulan 50 48 46 44 42 40 38 36 34 32 30
4 Bulan
2
y 2 Bulan = -0.0015x + 0.1638x + 36.434 2
R = 0.5497
2
y 4 Bulan = -0.0001x + 0.0472x + 35.124 2
R = 0.9799 * 0
36
72
108
Dosis Pupuk P2O 5 (kg/ha)
Gambar 4 Interaksi antara pengaruh waktu panen dan dosis P2O5 terhadap nilai SPAD klorofil meter daun tua
42
Pupuk P berperan dalam peningkatan nilai SPAD klorofil meter daun tua. Peningkatan nilai SPAD klorofil meter daun tua diduga berfungsi lebih baik proses fotosintesis pada akhirnya akan dapat memenuhui kebutuhan sendiri dan kelebihan hasil fotosintatnya dapat disuplai ke organ yang membutuhkan. Sebaliknya pada daun muda yang memiliki nilai SPAD klorofil meter daun lebih sedikit diduga bahwa proses fotosintesis belum dapat mencukupi kebutuhan sendiri hasil asimilatnya, kemungkinanya masih mengantungkan dari organ lainnya. Di samping itu fosfor sulit larut yang diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion anorganik, akan tetapi kelebihannya adalah fosfor cepat berubah menjadi senyawa fosfor organik. Perubahan P anorganik menjadi P organik hanya memerlukan beberapa menit (Marschner, 1986), sebaliknya P organik ini cepat dilepaskan menjadi P organik lagi kedalam jaringan xilem tanaman.
Komponen Pertumbuhan Jumlah Daun Induk. Perlakuan umur waktu panen berpengaruh nyata terhadap jumlah daun induk, akan tetapi tidak berbeda nyata terhadap dosis pupuk P2O5 selanjutnya terjadi interaksi berbeda nyata. Waktu panen berpengaruh terhadap jumlah daun induk yang terbentuk di sebabkan oleh akibat dari proses perkembangan tanaman yang meningkat seirama dengan umur tanaman (Tabel 19). Hasil sidik ragam pengaruh waktu panen dan pemupukan P2O5 tanaman pegagan hasilnya disajikan Tabel 19. Tabel 19 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 Dosis pupuk P2O5 Waktu panen Rata-rata (kg/ha) 2 Bulan 4 Bulan 0 17.06 b 20.83 a 18.94 36 17.90 b 16.66 b 17.28 72 18.26 b 20.93 a 19.59 108 13.83 c 21.20 a 17.51 Rata-rata 16.76 b 19.90 a * Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata uji DMRT 0.05. * : Berbeda nyata
Hasil terbaik ditunjukkan pada interaksi waktu panen 4 bulan pupuk 108 kg P2O5/ha (21.20) sebaliknya jumlah daun induk terendah ditunjukkan oleh waktu panen 2 bulan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha dihasilkan sebanyak 13.83 (Tabel 19).
43
Interaksi antara umur waktu panen dan dosis pupuk P2O5 berpengaruh nyata terhadap jumlah daun induk pada umur 8 dan 16 MST. Jumlah daun induk tertinggi diperoleh pada
waktu panen dengan 4 bulan dosis pupuk 2
108 kg
2
P2O5/ha, dengan persamaan Y = 0.0009 x – 0.0776x + 20.208 (R =0.4517*), sebanyak 21.20. Sebaliknya jumlah daun induk terendah diperoleh pada waktu panen 2 bulan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha dengan persamaan Y = 0.0001 x2 – 0.0302x + 16.845 (R2 = 0.924), sejumlah 13.83 (Gambar 5).
24
2
y 4 Bulan = 0.0009x - 0.0776x + 20.208 2
R = 0.4517
Jumlahdauninduk(unit
22 20 18
2 Bulan 4 Bulan
16 14 2
y 2 Bualan = -0.001x + 0.0839x + 16.845 2
12
R = 0.924*
10 0
36
72
108
Dosis Pupuk P2O5 (kg/ha)
Gambar 5 Pertambahan jumlah daun induk tanaman pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 Secara keseluruhan pola pertumbuhan jumlah daun induk pegagan adalah bentuk (V) bertambah secara eksponensial sejalan dengan umur waktu panen, sehingga umur waktu panen 2 bulan lebih rendah dibandingkan umur panen 4 bulan. Panjang Tangkai Daun. Perlakuan umur waktu panen berbeda nyata terhadap panjang tangkai daun akan tetapi tidak berbeda nyata pengaruh pupuk P2O5 dan selanjutnya tidak terjadi interaksi. Hasil sidik ragam pengaruh waktu panen dan pemupukan P2O5 terhadap panjang tangkai daun hasilnya disajikan pada Tabel 20.
44
Tabel 20 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap panjang tangkai daun, diameter tangkai daun, jumlah sulur primer dan panjang sulur, panjang daun dan lebar daun Panjang Panjang Lebar Jumlah Jumlah Panjang Diameter sulur daun daun Bunga sulur tangkai tangkai primer daun daun ……………cm………... ………………….cm…………….. Waktu panen 2 Bulan 6.73 b 1.13 2.65 b 38.36 b 2.97 b 5.18 b 3.35 b 4 Bulan 8.18 a 1.32 7.79 a 131.89 a 3.74 a 5.88 a 18.30 a Dosis Pupuk P2O5 (kg/ha) 0 7.70 1.13 5.45 81.26 3.33 5.59 10.75 36 6.95 1.31 4.71 76.25 3.43 5.61 11.20 72 7.72 1.16 5.25 89.98 3.41 5.47 10.27 108 8.33 1.30 5.48 93.03 3.27 5.46 11.08 Interaksi tn tn tn tn tn tn tn Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 % * : nyata, tn : tidak nyata Perlakuan
Hal ini diduga disebabkan oleh kerapatan tanaman pada umur tanaman umur panen 4 bulan lebih tinggi, pada akhirnya panjang tangkai daun lebih tinggi berbeda nyata dibandingkan umur panen 2 bulan. Di samping itu terbukti bahwa dengan semakin tingginya seperti halnya umur tanaman menunjukkan berbeda pula tinggi tangkai daun. Menurut Taiz dan Zeiger (1991) menyimpulkan bahwa pemanjangan sel khususnya batang, cabang akibat dari adanya auksin yang lebih banyak oleh adanya kerapatan, sehingga auksin yang disintesis di tunas pucuk dan ditranslokasikan secara basipetal dimana akan merangsang pemanjangan sel tanaman, seperti halnya yang sama pemanjangan tangkai daun dipengaruhi oleh keberadaan hormon auksin Salisbury dan Ross (1995). Diameter Tangkai Daun. Perlakuan umur waktu panen dan dosis pupuk P2O5 tidak berbeda nyata terhadap diameter tangkai daun hal ini mengambarkan bahwa pembelahan sel tidak mengikuti waktu dan dosis pupuk P2O5, kemungkinan disebabkan oleh beban untuk mendukung panjang dan lebar daun seperti halnya luas daun. Secara singkat bahwa pertumbuhan atau pembelahan sel diameter tangkai daun secara maksimal sama atau sesuai dengan daya beban agar dapat mendukung tingginya posisi daun. Hasil sidik ragam pengaruh umur waktu panen dan pemupukan P2O5 terhadap diameter tangkai daun
pegagan hasilnya disajikan pada Tabel 20.
45
Perbedaannya ini diduga bahwa kemungkinan yang terjadi tangkai daun umur panen umur 4 bulan telah maksimal, selanjutnya tingkat kekerasan meningkat dibandingkan dengan diameter tangkai daun pada umur panen 2 bulan lagi pula lebih lunak dan masih dapat bertambah besar. Jumlah
Sulur Primer. Perlakuan umur waktu panen berbeda nyata
terhadap jumlah sulur primer, akan tetapi tidak terjadi interaksinya nyata. Dosis pupuk P2O5 tidak berbeda nyata terhadap jumlah sulur primer. Hasil sidik ragam pengaruh umur waktu panen dan pemberian P2O5 terhadap jumlah sulur primer hasilnya disajikan pada Tabel 20. Secara umum pertumbuhan jumlah sulur primer berhubungan langsung dengan semakin bertambah umur mengikuti pola waktu. Terbukti umur panen 4 bulan jumlah berbeda nyata lebih banyak dibandingkan umur panen 2 bulan. Sebaliknya hasil penelitian Musyawarah (2006) menunjukkan bahwa jumlah sulur dipengaruhi oleh unsur hara nitrogen, akan tetapi pupuk P tidak berpengaruh nyata. Panjang Sulur. Perlakuan umur waktu panen berbeda nyata terhadap panjang sulur, akan tetapi pupuk P2O5 tidak berbeda nyata. Panjang sulur dipengaruhi secara nyata oleh waktu panen, ini terbukti bahwa waktu panen 4 bulan panjang sulur lebih panjang sebesar (3.4 kali) berbeda nyata dibandingkan umur panen 2 bulan. Hasil sidik ragam pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap panjang sulur hasilnya disajikan pada Tebel 20. Sulur dapat menyimpan persedian makanan dan air, sehingga umur panen berpengaruh nyata terhadap panjang sulur jadi akibat perbedaan aktivitas meristem primer atau sekunder. Seperti halnya panjang sulur semakin banyak parenkim menyimpan makanan hasil fotosintat dan cadangan air tanaman. Panjang Daun dan Lebar Daun. Perlakuan umur waktu panen berbeda nyata terhadap panjang daun dan lebar, akan tetapi pupuk P2O5 tidak berbeda nyata di samping itu tidak berbeda nyata terjadi interaksi (Tabel 20). Panjang dan lebar daun dipengaruhi oleh perlakuan waktu panen, dalam hal yang sama terjadi pengembangan sel diikuti oleh bertambahnya ukuran, ini terbukti bahwa umur panen 4 bulan memiliki panjang dan lebar daun l lebih panjang (1.25 kali) dan lebar (0.88 kali) dibandingkan umur panen 2 bulan. Adapun pola yang terjadi
46
dalam pengembangan sel daun menurut (Salisbury dan Ross 1995). adalah sel mesofil berhenti membelah sebelum sel epidermis berhenti, sehingga epidermis yang tetap mengembang menarik sel mesofil hingga merenggang akibat terbentuk sistem ruang antarsel yang meluas di mesofil. Sebaliknya faktor umur waktu panen dan cuaca lingkungan secara umum dapat menentukan kapan proses perkembangan dimulai, laju perkembangan selanjutnya, dan di samping itu kapan proses pertumbuhan berhenti. Seperti halnya terjadi penciutan ukuran daun diduga terjadi merupakan ciri yang berkaitan dengan peningkatan jumlah daun pertanaman. Jumlah Bunga Induk. Pengaruh umur waktu panen
berbeda nyata
terhadap jumlah bunga induk akan tetapi pupuk P2O5 tidak berbeda nyata. Untuk menghasilkan bunga dan selanjutnya membesarkan biji diperlukan waktu yang panjang untuk menyimpan cadangan korbahidrat untuk mendukung bunga oleh sebab itu umur panen 4 bulan jumlah bunga berbeda nyata lebih banyak (5.46 kali) dibandingkan dengan umur panen 2 bulan hanya sejumlah 3.35 bunga (Tabel 20). Tanaman sudah dewasa pada umumnya akan memasuki
perkembangan
generatifnya, hal ini diduga bahwa kelebihan cadangan asimilat untuk mendukung fase pembungaan yang selanjutnya menghasilkan biji. Jumlah Daun dan Luas Daun Pertanaman. Perlakuan waktu panen dan pupuk P2O5 tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan hara P dan jumlah daun pertanaman. Jumlah daun dan luas daun tidak dipengaruhi oleh waktu panen, namun luas daun dipengaruhi oleh pupuk P2O5, berbeda nyata (Tabel 21). Tabel 21 Pengaruh waktu panen dan pupuk P2O5 terhadap jumlah dan luas daun pertanaman Perlakuan
2 dan 4 bulan
2 dan 4 bulan ……………..cm2……………….
Waktu panen 2 Bulan 157.50 1398 4 Bulan 162.25 1419 Dosis pupuk P2O5 (kg/ha) 0 154.83 1420 ba 36 156.17 1565 a 72 153.33 1391 ba 108 175.17 1159 b Interaksi tn tn Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
47
Adanya hubungan peningkatan kandungan dan serapan P (Tabel 17 dan 21) dengan luas daun pada pemupukan 36 kg P2O5/ha, memberikan indikasi bahwa semakin meningkat serapan P diikuti oleh luas daun berbeda nyata. Hal ini diduga akibat semakin luas daun akan menyebabkan secara aktif menyerap P oleh akar dari larutan tanah yeng menyebabkan proses fotosintesis cenderung lebih baik.
Komponen Produksi Produksi
Biomas Basah dan Kering, Kandungan asiatikosida dan
Produksi Asiatikosida. Perlakuan umur waktu panen dan pupuk P2O5 berpengaruh nyata terhadap produksi bobot biomas basah dan kering seperti halnya produksi asiatikosida berbeda nyata dan terjadi interaksi. Akan tetapi kandungan asiatikosida tidak berbeda nyata dipengaruhi oleh waktu panen dan dosis pupuk P2O2 (Tabel 22). Tabel 22 Pengaruh waktu panen dan pemupukan P2O5 terhadap kandungan asiatikosida Perlakuan
Kandungan asiatikosida ………….%...............
Waktu panen 2 bulan
0.62
4 bulan
1.15
Dosis pupuk P2O5 (kg/ha) 0 36 72 108 Interaksi Keterangan :Angka yang diikuti huruf yang sama pada perbedaan yang nyata pada uji DMRT 5 %
Interaksi
0.73 0.96 1.41 1.50 tn kolom yang sama tidak menunjukkan
perlakuan antara waktu panen dan dosis pupuk P2O5
berpengaruh nyata terhadap bobot biomas basah dan bobot kering ubinan seperti halnya diikuti produksi senyawa asiatikosida. Hasil terbaik ditunjukkan pada persamaan regresi bahwa umur waktu panen 4 bulan produksi bobot biomas basah responnya tinggi, tetapi sebaliknya umur panen 2 bulan respon rendah. Produksi bobot biomas basah tertinggi pada interaksi perlakuan waktu panen 4 bulan dosis
48
pupuk 108 kg P2O5/ha dan produksi terendah waktu panen 2 bulan dosis pupuk 72 kg P2O5/ha (Tabel 23). Tabel 23 Bobot biomas basah dan kering pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 Dosis pupuk P2O5 (kg/ha)
Waktu panen Rata-rata 2 Bulan 4 Bulan ..........................................................g................................................ Bobot basah 0 85.44 c 425.24 b 255.34 b 36 109.60 c 509.23 b 309.42 b 72 76.22 c 664.29 a 370.26 b 108 98.90 c 694.01 a 396.45 a Rata-rata 92.54 b 573.19 a * Bobot kering 0 20.30 a 126.40 b 73.35 b 36 19.20 a 150.93 c 85.06 ba 72 14.33 a 183.23 d 98.78 a 108 14.56 a 185.10 d 99.83 a Rata-rata 17.09 b 161.41 a * Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata uji DMRT 0.05 *: Berbeda nyata
Produksi bobot biomas basah tertinggi pada perlakuan waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha, dengan persamaan Y = 0.0105 x2 + 3.8011x + 415.42 (R2 = 0.9605*), menghasilkan 694.01 g/ubinan (1 x 1m2). 2
Bobot basah (g)
y 4 Bulan = -0.0105x + 3.8011x + 415.42
750 700 650 600 550 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50
2
R = 0.9605*
2 Bulan 4 Bulan
2
y 2 Bulan = -0.0003x + 0.0503x + 91.12 2
R = 0.0046
0
36
72
108
Dosis Pupuk P2O 5 (kg/ha)
Gambar 6 Pertambahan produksi bobot biomas basah tanaman pegagan akibat interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 Sebaliknya produksi biomas basah terendah pada perlakuan waktu panen 2 bulan, dosis pupuk 72 kg P2O5/ha, dengan persamaan Y = -0.0003 x2 + 0.0503x + 91.12 (R2 = 0.0046), hanya menghasilkan 76.22 g/ubinan seperti ditunjukkan
49
pada Tabel 23 dan Gambar 6. Perbedaan peningkatan produksi biomas basah dipengaruhui oleh perlakuan waktu panen 4 bulan lebih tinggi 9.1 kali dibandingkan dengan umur panen 2 bulan hanya menghasilkan 76.22 g. Nilai kenaikan produksi biomas basah pemberian kadar P2O5 (komponen linear dari fungsi) lebih tinggi dalam umur waktu panen 4 bulan dari pada 2 bulan. Dengan fungsi penduga respons P2O5 kadar optimum dan keuntungan maksimum dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut: Kadar P2O5
pada hasil
maksimum Py = -b/2c dan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum Pp = 1/2c ( Pf/Py – b)(Gomez dan Gomez 1995). Perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi maksimum 16.22 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 0.99 kg P2O5/ha memberikan produksi maksimum. Selanjutnya kadar P2O5 keuntungan maksimum perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 16 kg P2O5/ha, sedangkan
umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5
keuntungan
maksimum 0.72 kg P2O5/ha memberikan keuntungan maksimum (Lampiran 7). Interaksi perlakuan antara waktu panen dan dosis pupuk P2O5 berpengaruh
Bobot Kering (g)
nyata terhadap bobot kering (Tabel 23). 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
y
4 bulan
2
= -0.0044x + 1.051x + 124.49 2
R = 0.9693*
2 Bulan 4 Bulan 2
y 2 Bulan = 0.0003x - 0.0891x + 20.744 2
R = 0.8633
0
36
72
108
Dosis Pupuk P2O 5 (kg/ha)
Gambar 7 Pertambahan produksi bobot biomas kering tanaman pegagan akibat interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 Produksi bobot biomas kering tertinggi perlakuan waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha, dengan persamaan R = -0.0044 x2 + 1.051x + 124.49 (R2 = 0.9693*), diperoleh 185.10 g/ubinan. Sebaliknya produksi biomas kering terendah didapatkan pada waktu panen 2 bulan dosis pupuk 72 kg P2O5/ha, dengan persamaan
Y = 0.0003x2 + 0.0891x + 20.744 (R2 = 0.8633),
menghasilkan 14.33 g/ubinan Tabel 23 dan Gambar 7. Perbedaan peningkatan
50
produksi biomas kering dipengaruhi oleh perlakuan waktu panen 4 bulan lebih tinggi 12.9 kali dibandingkan dengan umur panen 2 bulan hanya menghasilkan 14.33 g. Perlakuan umur panen dan dosis pupuk P2O5 berpengaruh terhadap redemen dan kualitas produksi berbeda nyata, di samping itu fungsi P2O5 dapat meningkatkan redemen dan kualitas produksi. Nilai kenaikan produksi biomas kering pemberian kadar P2O5 (komponen linear dari fungsi) lebih tinggi dalam umur waktu panen 4 bulan dari pada 2 bulan. Dengan fungsi penduga respons P2O5 kadar optimum dan keuntungan maksimum dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut: Kadar P2O5
pada hasil
maksimum Py = -b/2c dan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum Pp = 1/2c (Pf/Py – b)(Gomez dan Gomez 1995). Perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi maksimum 15.19 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 7.73 kg P2O5/ha memberikan produksi maksimum. Selanjutnya kadar P2O5 keuntungan maksimum perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 14.99 kg P2O5/ha, sedangkan
umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5
keuntungan
maksimum 6.53 kg P2O5/ha memberikan keuntungan maksimum (Lampiran 7). Selanjutnya hubungan total kandungan P dan produksi asiatikosida akhirnya berbeda nyata lebih tinggi umur panen 4 bulan dibandingkan dengan umur panen 2 bulan seperti halnya semakin tinggi produksi bobot biomas kering akan diikuti kecenderungan kenaikan kandungan P akhirnya
meningkatnya kandungan
asiatikosida berbeda nyata. Interaksi perlakuan antara waktu panen dan dosis pupuk P2O5 adalah berpengaruh nyata terhadap produksi asiatikosida (Tabel 24).
Produksi
asiatikosida terbaik ditunjukkan pada perlakuan waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk 108 kg P2O5/ha produksinya tertinggi. Produksi asiatikosida tertinggi pada interaksi waktu panen 4 bulan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha dan produksi terendah waktu panen 2 bulan dosis pupuk 72 kg P2O5/ha. Produksi asiatikosida tertinggi perlakuan waktu panen 4 bulan pada dosis pupuk
108 kg P2O5/ha, dengan
persamaan R = -0.0064 x2 + 2.554x + 84.52 (R2 = 0.9497**), diperoleh 277.65 mg/ubinan. Hasil interaksi perlakuan waktu panen dan pupuk P2O5 hasilnya disajikan pada Tabel 24.
51
Tabel 24 Pertambahan produksi asiatikosida pegagan pada berbagai interaksi perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 Dosis pupuk P2O5 (kg/ha)
Waktu panen Rata-rata 2 Bulan 4 Bulan ................................................g................................................ 0 10.55 c 92.27 b 51.41 b 36 13.82 c 144.89 a 79.36 ab 72 8.45 c 258.35 a 133.40 a 108 9.43 c 277.65 a 143.35 a Rata-rata 10.60 b 193.29 a * Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata uji DRMT 0.05 * : Berbeda nyata
Sebaliknya produksi asiatikosida terendah didapatkan perlakuan waktu panen 2 bulan pada dosis pupuk 72 kg P2O5/ha, dengan persamaan Y = -0.0004x2 + 0.0235x + 11.3 (R2 = 0.3131), menghasilkan 8.45 mg/ubinan (Tabel 24 dan Gambar 8). 2
y 4 Bulan = -0.0064x + 2.5542x + 84.52
300
2
Produksi asiaticosida (mg
R = 0.9497**
250 2 Bulan
200
4 Bulan
150 100
2
y 2 Bulan = -0.0004x + 0.0235x + 11.3 2
50
R = 0.3131
0 0
36
72
108
Dosis Pupuk P2 O5 (Kg/ha)
Gambar 8 Pertambahan produksi asiatikosida tanaman pegagan pada berbagai dosis pupuk P2O5 Nilai kenaikan produksi asiatikosida pemberian kadar P2O5 (komponen linear dari fungsi) lebih tinggi dalam umur waktu panen 4 bulan dari pada 2 bulan. Dengan fungsi penduga respons P2O5 kadar optimum dan keuntungan maksimum dapat dihitung dengan pendekatan sebagai berikut: Kadar P2O5
pada hasil
maksimum Py = -b/2c dan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum Pp = 1/2c ( Pf/Py – b)(Gomez dan Gomez 1995). Perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi asiatikosida maksimum 151.06 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 10.37 kg P2O5/ha
52
memberikan produksi maksimum. Selanjutnya kadar P2O5 keuntungan maksimum asiatikosida perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 150.79 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 keuntungan maksimum 8.09 kg P2O5/ha memberikan keuntungan maksimum (Lampiran 7). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan waktu panen dan dosis pupuk P2O5 berhungan dengan serapan P terhadap produksi asiatikosida. Seperti halnya semakin tinggi produksi bobot biomas kering menyebabkan serapan P dan produksi asiatikosida meningkat, dengan persamaan Y = 0.0243x + 18.934 (R2= 0.9596) dan dengan persamaan Y =-0.0004 x2 + 0.4787x + 49.707 (R2 = 0.9538*) responnya sangat baik dengan nilai R2= 0.9538 (Gambar 9).
Produksi Asiaticosida
y Produksi asiat icosida = -0.0034x2 + 1.3296x + 49.707 R2 = 0.9538*
200 ( mg )
Serapan P dan produksi asiaticosida
Serapan P
150 100 50
y Serapan P = 0.0675x + 18.934 R2 = 0.9598
0 0
36
72
108
Dosis P2 O 5 (kg/ha)
Gambar 9
Pertambahan serapan P dan asiatikosida tanaman pegagan pada berbagai dosis pupuk P2O5
Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan asiotikosida dapat menghasilkan sebesar 1.5 % sehingga lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Promono dan Ajiastuti (2004) sebesar 1.34 % pada Aksesi pegagan yang sama berasal dari Boyolali, sehingga ada peningkatan sebesar 11.1 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan asiatikosida sudah memenuhi persyaratan sebesar 0.96 sampai 1.5 % untuk simplisia pegagan dan bahkan sudah dapat lebih tinggi yang dipersyarakan oleh Badan Pengawas obat dan Makanan R.I (2004) yaitu kandungan asiatikosidanya tidak boleh kurang dari 0.9 %.
53
Sebaliknya kandungan asiatikosida pada perlakuan umur panen 2 bulan dan tanpa pupuk P2O5
belum memenuhui persyaratan simplisia pegagan
kandungannya hanya
karena
mencapai 0.62 dan 0.73 % (Tabel 22). Peningkatan
perlakuan umur panen 4 bulan terhadap kandungan asiatikosida sebesar 1.85 kali atau 185 % dibandingkan umur panen 2 bulan, selanjutnya peningkatan produksi asiatikosida 17.04 kali umur panen 4 bulan (180.69 mg) dibandingkan umur waktu panen 2 bulan hanya menghasilkan sebesar 10.60 mg (Tabel 24). Berdasarkan dari data diatas secara ringkasnya menunjukkan bahwa metabolit sekunder adalah sebagai bahan alami merupakan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah relatif besar, namun tidak memiliki fungsi langsung terdapat pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman, seperti halnya yang sama disimpulkan oleh Taiz and Zeiger (2002). Di samping itu metabolit sekunder sangat diperlukan untuk tumbuhan, bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan dalam melawan serangan bakteri, virus dan jamur, sehingga dapat dianalogikan seperti sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery 1981). Menurut (Herbert 1995) metabolit sekunder adalah dibiosintesis terutama dari metabolit primer antara lain asam amimo, asetil koenzim A, asam mevalonat dan intermediate dari jalur shikimate (Gambar 1). Lintasan pentose phosphate adalah diperlukan carbon dioksida dan air akan menghasilkan dalam bentuk karbohidrat, dengan intermediate prekusor pyruvic acid dan acetly CoA, dengan melalui lintasan acetate mevalonate yang akan menghasilkan zat aktif terpenoid dan juga turunan steroids. Triterpenoid merupakan senyawa yang memiliki struktur molekuler yang mengandung rangka karbon dan membentuk isoprene (2-methylbuta-1,3-diene). Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemupukan P2O5 pada pegagan
dapat
meningkatkan kandungan asiatikosida (Tabel 22) dari kelompok triterpenoid (Tabel 25) seperti halnya produksi senyawa asiatikosida. Glikosida dan triterpenoid adalah triterpenoid asiatikosida dari turunan α-amirin (Brotosisworo, 1979). Secara impiris asiatikosida adalah senyawa bioaktif yang terdapat banyak didalam pegagan (Centella asiatica L. Urban). Peningkatan kandungan asiatikosida diduga pengaruh pemberian pupuk fosfor yang berperan penting di dalam metabolisme energi, karena keberadaan
54
dalam ATP, ADP, AMP dan pirofosfat (PPi), dalam hal yang sama menurut Gardner et al.(1985) bahwa fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa penting; molekul pentrasfer energi ADP dan ATP, NAD, NADPH, di samping itu fungsi lainnya sebagai senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA. Secara impiris penemuan oleh Salisbury dan Ross (1995) menunjukkan bahwa fosfor adalah senyawa tak pernah direduksi dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat, baik dalam bentuk bebas maupun terikat oleh senyawa organik sebagai ester sebagai karakter hara bersifat mobil. Senyawa kaya energi itu yang diduga sebagai intermedia pentose phosphate pathway yang secara khusus dari metabolit primer (Gambar 1) dan diturunkan dari precursor metabolit primer ke metabolit sekunder senyawa terterpenoid (Vickery and Vickery 1981) dan Hess (1986). Hal tersebut diatas semakin jelas bahwa peranan P2O5 dapat meningkatan kandungan asiatikosida diduga melalui jalur metabolit primer dan sekunder yang ditranduksi signal oleh peranan aktif enzim melalui lintasan jalur mevanolate. Kandungan Fitokimia. Analisis fitokimia kualitatif menunjukkan bahwa tanaman pegagan mempunyai kandungan alkaloid, saponin, tanin, dan glikosida positif kuat sekali, seperti halnya didasarkan uji positif dengan metode kualitatif skor 4+, selanjutnya diikuti flafonoid dan steroid pasitif kuat (3+), akan tetapi pada perlakuan pemberian pupuk 108 kg P2O5/ha hasilnya negatif umur panen 2 bulan. Di samping itu kandungan triterpenoid positif (2+) sebaliknya senyawa fenolik positif lemah (1+). Perlakuan waktu panen umur 4 bulan terjadi perubahan nilai seperti halnya senyawa soponin, flavonoid, triterpenoid terjadi peningkatan sebaliknya steroid terjadi penurunan. Berikutnya kandungan biokatif yang mempunyai nilai tetap pada umur 2 dan 4 bulan adalah senyawa alkoloid, tanin, fenolit dan glikosida (Tabel 25). Kandungan saponin menunjukkan positif kuat sekali (4+) sebaliknya pada umur panen 4 bulan uji positif terjadi penurunan, sehingga waktu panen yang baik pada umur 2 bulan. Salah satu manfaat biosintesis triterpen saponin dan sterol jalur antara metabolisme primer dan sekunder adalah siklisasi 2,3-oxidosqualene (Kim et al. 2005). Pembentukan squalene yang akan mensintesis β-amyrin dengan bantuan enzim BAS-amyrin synthase (Kim et al. 2005). Menurut Geissman dan Crout (1969) metabolit sekunder adalah merupakan reaksi yang spesifik menggunakan katalis enzimatis
55
dengan bahan dasar yang berasal dari metabolisme primer, untuk menghasilkan senyawa-senyawa kompleks. Perlakuan waktu panen dan pemberian pupuk
P2O5 diduga dapat
berpengaruh terhadap perubahan kandungan fitokimia alkaloid, saponin, tanin, fenolik dan glikosida positif kuat sampai positif sangat kuat sekali (Tabel 25). Tabel 25 Hasil uji fitokimia tanaman pegagan pada umur panen 2 dan 4 bulan Perlakuan Dosis P2O5 (kg/ha) 0
Alka loid
Sapo nin
Tan Feno Flavo Triterpe nin lik noid noid Kandungan bioaktif umur 2 bulan
Stero id
Gliko Sida
4+
4+
4+
1+
3+
2+
3+
4+
36
4+
4+
4+
1+
2+
2+
3+
4+
72
4+
4+
4+
1+
3+
2+
3+
4+
108
4+
4+
4+
1+
4+
4+
-
4+
Kandungan bioaktif umur 4 bulan 0
4+
2+
4+
1+
2+
3+
1+
4+
36
4+
2+
4+
1+
2+
3+
1+
4+
72
4+
3+
4+
1+
3+
3+
1+
4+
108
4+
4+
4+
1+
3+
3+
2+
4+
Sumber : analisis di Laboratorium fitokimia BALITTRO Bogor. Keterangan: - : Negatif 1+: Positif lemah, 2+: Positif, 3+: Positif kuat, dan 4+: Positif kuat sekali
Ketersediaan hara P2O5 dan Mg tersedia cukup,
yang didukung oleh
intensitas cahaya penuh pada saat pertumbuhan akan mempengaruhi laju reaksi reduksi dari NADP+ menjadi NADPH pada transport elektron nonsiklik. Hal ini sesuai yang dihasilkan oleh Larcher (1980) selain pembentukan squalene juga dipengaruhi oleh unsur Mg2+, ATP dan NADPH, sedangkan intensitas cahaya akan mempengaruhi laju reaksi dari NADP menjadi NADPH pada transport elektro nonsiklik untuk membentuk ikatan rangka baru hingga terbentuk squalene (Sell 2005). Kecukupan hara terutama P dan Mg dan intensitas cahaya penuh maka
pembentukan
NADPH
berjalan
dengan
baik
untuk
mendukung
pembentukan squalene yang merupakan prekursor dari pentasiklik triterpenoid itu. Sebaliknya hasil penelitian yang dilakukan oleh Mathur et al. (2000) menyatakan bahwa kandungan triterpenoid saponin yang tinggi terdapat pada C. Asitica dapat diperoleh, jika dibudidayakan di bawah kondisi ternaungi di
56
samping itu pada cahaya penuh selanjutnya dilakukan seleksi terlebih dahulu genotif (16 aksesi) Pegagan yang adaptif terhadap kondisi lingkungan. Di sisi lainnya, kadungan saponin yang besar dan kuat dapat menimbulkan iritasi yang dapat menyebabkan muntah dan diare serta menyebabkan toksisitas pada hewan berdarah dingin yang dapat menghambat mekanisme pernapasannya (Vickery dan Vickery 1981). Fungsi saponin yang telah banyak diketahui adalah untuk bactericidal, fungicidal jamur, ameobaccidal dan yang lain adalah pemberantas serangga
(www.alternativehealth
com.au
2005),
untuk
bahan
anestesi
(www.pioneerherbs.com 2005), obat penenang dan kemungkinan dapat digunakan sebagai pereda kegelisahan (antianxiety) (www.uspharmacist.com 2005) dan senyawa Madecocassoside dapat memacu produksi kolagen. Adapun fungsi kolagen adalah sangat besar peranannya dalam regenerasi sel kulit termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel sperma pada pria (www.mediasehat.com 2006). Uji positif fitokimia menunjukkan bahwa, perlakuan pemberian pupuk P2O5 terjadi peningkatan dan penurunan kandungan flavonoid. Uji positif tannin dan fenolik tidak ada perbedaan, hal ini menurut Norton (1999) adalah faktor yang menyebabkan adanya variasi kandungan tannin akibat adanya perbedaan spesies, genotif dan tahap perkembangan, bagian organ tanaman, musim tumbuh, dan faktor lingkungan (curah hujan, suhu dan pemangkasan). Fitokimia flavonoid merupakan salah satu golongan fenol terdapat pada tanaman yang terbesar. Kandungan flovonoid banyak dipengaruhi oleh cahaya, karena flavonoid berfungsi sebagai penyaring cahaya ultraviolet (Vickery dan Vickery 1981). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan flavonoid positif kuat terjadi pada perlakuan pupuk 108 kg P2O5/ha (Tabel 25). Menurut Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa flavonoid terakumulasi pada lapisan epidermis daun, batang dan bunga untuk melindungi sel dari radiasi ultraviolet B (280-320 nm). Pada umumnya kelompok flavonoid yang dijumpai pada tanaman pegagan antara lain adalah kaemferol, qucrcetin dan glikosida (seperti 3-glucosylquercetin) dan 3-glucosylkaemferol (Wren 1956). Kandungan steroid tidak berbeda, namun dengan perlakuan pupuk 108 kg P2O5/ha terjadi perberbedaan uji positifnya (Tabel 25). Pemberian pupuk 108 kg P2O5 /ha berdasarkan uji positif menunjukkan nilai negatif, hal ini diduga bahwa
57
disebabkan semakin tinggi pupuk anorganik (P2O5) diberikan berakibat kandungan steroid semakin rendah. Triterpenoid adalah merupakan bahan senyawa bioaktif yang banyak terdapat pada tanaman pegagan. Kandungan triterpenoid tertinggi terjadi pada perlakuan pupuk 108 kg P2O5/ha, sebaliknya kandungan steroid terendah, di samping itu kandungan glikosida tidak berbeda pada semua perlakuan uji positif kuat sekali (4+) (Tabel 25). Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan triterpenoid umur panen 2 dan 4 bulan terjadi peningkatan, sehingga waktu panen dan dosis pupuk P2O5 diduga dapat berpengaruh terhadap peningkatkan kandungan senyawa fitokimia tanaman pegagan. Analisis Usaha Budidaya Tanaman Pegagan Analisis usaha ini berdasarkan hasil catatan dalam skala luas lahan 1000 2
m . Analisis ini digunakan catatan usaha di tempat lokasi penelitian dan beberapa asumsi sebagai berikut. 1. Sewa lahan selama 6 bulan seluas 1000 m2 Rp 600.000. 2. Pengolahan tanah sampai siap tanam sistem borongan Rp 300.000 3. Pembibitan sebanyak 4500 tanaman sistem borongan Rp 225.000 4. Tanam dan pemupukan anorganik dan organik (pupuk kandang) Rp 240.000 5. Rumah paranet dan bambu, kawat, paku dan lain nya 5 rol Rp 2.300.000 6. Pemeliharaan penyiangan selama 4 bulan (4 kali) Rp 480.000 7. Biaya pupuk kandang 2000 kg x @ Rp 150 = Rp 300.000 8. Pupuk Urea 20 kg x @ Rp 1500 = Rp 30.000 9. Pupuk KCl 20 kg x @ Rp 2800 = Rp 56.000 10. P0 = tanpa Pupuk SP-36 P1 = 10 kg x @ Rp 2500 = Rp 25.000 P2 = 20 kg x @ Rp 2500 =Rp 50.000 P2 = 30 kg x @ Rp 2500 = Rp 75.000 11. Biaya lain-lain tak terduga 10 % dari biaya total (Rp) = P0 = 453.100, P1 = 455.60 P2 = 458.100 dan P3 = 460.600.
58
Secara lebih jelasnya hasil analisis usaha budidaya pegagan hasilnya disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Analisis kelayakan usaha budidaya tanaman pegagan 1000 m2 pada perlakuan waktu panen dan pemupukan P2O5 Perlaku Input Produksi (kg) Pendapatan (Rp) Keuntungan (Rp) an (Rp) Basah Kering Basah Kering Basah Kering Waktu panen 2 bulan 4.984.000 92.54 17.10 555.240 1.026.00 -4.983.544 - 3.958.100 4 bulan 4.984.000 572.20 161.47 3.433.200 9.688.200 -1.550.900 4.984.090 Dosis pupuk P2O5 (kg/ha) 0 4.984.100 255.34 73.35 1.532.040 4.401.200 -3.452.060 -583.100 36 5.011.600 309.42 85.07 1.856.200 5.104.200 -3.155.080 92.600 72 5.039.100 370.26 98.78 2.221.560 5.926.800 -2.817.540 923.700 108 5.066.600 396.00 99.83 2.376.000 5.989.800 - 2.690.600 923.200 Keterangan : Harga jual produk segar (Rp 6. 000/kg) Harga jual produk kering (Rp 60.000/kg)
Analisis kelayakan usaha untuk mengetahui kelayakan usaha tanaman pegagan, dilakukan dengan menghitung efisiensi penggunaan modal (return of investment, ROI), titik balik modal (break even point, BEP) serta rasio biaya dan pendapatan (benefit cost ratio, B/C). 1. Return of investment (ROI) ROI
merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui efisiensi
penggunaan modal atau untuk mengukur keuntungan usaha dalam kaitannya dengan investasi yang digunakan. ROI = (hasil penjulan/total biaya) x 100 %. Perlakuan umur panen 4 bulan terhadap produksi kering = (9.688.200/ 4.984.100) x 100 % = 194 %, artinya nilai 194 % menunjukkan bahwa dengan modal Rp 1.00 yang dikeluarkan akan kembali sebanyak Rp 1.94. 2. Break even point (BEP) BEP adalah suatu kondisi saat investasi tidak mengalami kerugian dan tidak
mendapatkan keuntungan (titik impas). Titik impas dapat dilihat dua sisi,
yaitu produksi dan harga. BEP produksi berarti pada jumlah produksi tersebut, usaha berada pada titik impas. Adapun BEP harga berarti pada harga yang diperoleh, usaha tidak rugi dan tidak untung (impas). BEP produksi = total biaya / harga = 4.984.100/60.000 = 83.06 kg/kering/1000 m2. BEP harga = total biaya / total produksi = 4.984.100/161.47 = Rp 30.867/ kg. Dengan harga jual Rp 60.000 per kg, usaha berada pada titik impas saat produksi mencapai 83.06 kg kering.
59
Sebaliknya, dengan jumlah produksi 161.47 kg kering maka titik impas usaha berada pada saat harga jual mencapai Rp 30.867 per kg. 3. Benefit cost ratio (B/C) B/C rasio adalah salah satu cara mengukur kelayakan usaha yang sederhana. B/C ratio sebagai perbandingan antara hasil penjualan (keuntungan) dengan total biaya produksi. B/C rasio = keuntungan/biaya produksi = Rp 4.984.090 /4.984.100 = 0.99. B/C rasio sebesar 0.99 menunjukkan bahwa dari modal Rp 100 akan diperoleh keuntungan sebesar 0.99 kali atau 0.99 %.
60
PEMBAHASAN Tanah Andisols dan Upaya Pengelolaannya Beberapa sifat negatif tanah Andisols adalah: Pertama, mempunyai sifat andik, retensi P yang tinggi, hal ini yang menyebabkan sebagian besar P diikat oleh mineral liat amort dan diikat oleh Fe- dan Al+3 (Swastika et al. 2005). Hal yang sama disimpulkan oleh Sabiham (1996) bahwa P difiksasi dalam bentuk ferofosfat atau alumion fosfat pada tanah pH asam, sehingga P kurang tersedia. Kedua, Sifat fiksasi dan retensi P akan jauh lebih tinggi atau kuat (Supriadi 2002) dari pada P yang diambil oleh tanaman. Pada akhirnya daya serap P yang rendah merupakan kendala pemanfatan tanah Andisols berkaitan pemupukan P di samping itu usaha pemupukan P menjadi tidak maksimal. Rendahnya P tersedia, pH sangat masam sebaliknya Fe sangat tinggi dan Al (Tabel 4) sering menjadi faktor pembatas untuk persyaratan tumbuh tanaman. Ketersediaan P maksimum pada pH 5.5 – 7.0 sebaliknya P dalam tanah masam Fe dan Al-P sebagai selaput setebal beberapa molekul, selaput diikat pada permukaan oksida Fe dan Al bermolekul air atau pada ion Al dan Fe yang merupakan bagian dari lapisan permukaan air krisstal menyebabkan P tersebut sukar larut dalam air, sehingga kurang tersedia diserap oleh akar tanaman. Berdasarkan analisis sifat kimia tanah yang menjadi faktor pembatas utama adalah pH tanah (4.55) sangat masam dan hara makro akan tetapi hara mikro tinggi sampai sangat tinggi seperti pada (Tabel 4). Faktor pembatas ke dua yaitu sifat fisik tanah adalah tektur pasir (46.05 %) dalam mengikat air dan buffer hara rendah. Sebaliknya, terdapat beberapa faktor yang mendukung tanaman Pegagan adalah kadar C-organik tanah kategori tinggi (3.20 %) dan C/N ratio (16.84) hasilnya analisis tanah disajikan pada (Tabel 4). Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa sifat tanah Andisols memiliki masalah utama adalah rendahnya ketersedian unsur hara fosfor jadi fosfor penting untuk pertumbuhan tanaman dan perkembangan akar tanaman (Tisdale 1985), selain itu P juga merupakan komponen yang penting dalam proses fosforisasi yang melepas tansfer energi ATP dan ADP pada akhirnya biomas kering meningkat seperti halnya kandungan atau produksi asiaticosida berbeda nyata lebih baik.
61
Secara garis besarnya, fungsi P pada tanaman dapat digolongkan dalam tiga hal untuk pertumbuhan tanaman. Fungsi pertama adalah sebagai penyusun makromolekul sebagai monomer polimer asam bukleat, RNA dan DNA (Toha 2001). Dua contoh utama atau terpenting dari makromolekul yang melibatkan P adalah senyawa yang berperan dalam pewarisan sifat dan perkembangan tanaman. Pada biomembran P membentuk ikatan atau jembatan antara digliserida dan molekul lainya seperti asam amino, amina, atau alkohol, membentuk fosfatidilikolin (lesitin) yang menjaga intergritas membran. Fungsi Kedua adalah sebagai unsur pembentuk senyawa penyimpan dan perpindahan energi. Dua senyawa kaya energi yang paling umum adalah ATP dan ADP. Energi dalam ATP/ADP terletak pada ikatan pirofosfat yang pemecahan akan melepaskan energi, yang dikenal proses fosforilasi. ATP merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi yang membutuhkan energi. Unsur P juga diperlukan dalam proses fotosintesis yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1,5-bifosfat (Salisbury dan Ross, 1995). Fungsi ketiga P adalah sebagai regulator reaksi biokimia atau metabolisme maupun aktifator enzim (Soepardi
1983)
melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor dalam transduksi sinyal. Budidaya tanaman pegagan di tanah Andisols diperlukan usaha untuk mengatasi permasalahan tersedia P rendah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan sebagai berikut peningkatan ketersedian P dapat diusahakan dengan pemberian pupuk organik, pengelolaan fosfor (P) pada tanah Andisols perlu ditambahkan dalam bentuk pupuk anorganik seperti SP-36 dan P-alam kombinasi asam humit dalam bentuk pupuk organik Santoso dan Sofyan (2005), dan penambahan pupuk P untuk penyedian hara lebih cepat tersedia diserap oleh akar tanaman pegagan. Rekapitulasi hasil sidik ragam dari komponen pertumbuhan tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) menunjukkan bahwa pemberian pupuk P2O5 tidak berbebeda nyata, akan tetapi komponen nilai SPAD klorofil meter daun muda dan tua berbeda nyata pada umur 8 MST, sebaliknya nilai SPAD klorofil meter daun muda tidak berbeda nyata akan tetapi daun tua berbeda nyata pada umur 16 MST (Tabel 6). Karakter nilai SPAD klorofil meter daun yang diduga
62
melalui intensitas kehijauannya (greenness) merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pengaruh pupuk P2O5
pada tanaman
pegagan. Dalam hal yang sama hasil percobaan Robert dan Jimmy (1987) yang menunjukkan bahwa kandungan klorofil yang diekstrak berkorelasi nyata terhadap kandungan klorofil pada pembacaan pada alat SPAD klorofil meter dengan R2 untuk masing-masing spesies yang dicoba berkisar antara 0.85 – 0.97 dan hubungan linear dari pembacaan pada SPAD klorofil meter terhadap kandungan klorofil total sangat nyata untuk data yang terkumpul dari 12 spesies. Selanjutnya hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Soverda (2002) bahwa korelasi antara nilai klorofil total yang diekstraksi pada alat klorofil meter (SPAD 502) yang dipakai dilakukan analisis terhadap 20 genotif dari 192 genotif nilai regresi linear (R2 ) antara kandungan klorofil total yang diekstraksi dengan nilai pada SPAD adalah 0.59. Nilai SPAD klorofil meter pada dosis pupuk 36 kg P2O5/ha berbeda nyata pada daun muda dan daun tua pada umur 8 MST selanjutnya daun tua berbeda nyata akan tetapi daun muda tidak berbeda nyata pada umur 16 MST (Tabel 6). Nilai SPAD klorofil meter semakin tinggi akan memberikan warna lebih cerah pada perlakuan pupuk P2O5 dibandingkan dengan warna daun tanpa pupuk P2O5 yang menunjukkan warna agak gelap. Rosmarkan dan Yuwono (2002) menyimpulkan bahwa kekurangan unsur P umumnya menyebabkan volume jaringan tanaman menjadi lebih kecil dan warna daun menjadi gelap. Hal yang sama juga menurut Jones (1967), kekurangan fosfor berakibat pertumbuhannya kurang baik, warna daun juga menjadi purple (keunguan) dan kecoklatan serta pembentukan antosianin terhambat. Terjadi hubungan peningkatan serapan P (Tabel 17) dengan luas daun per tanaman pada perlakuan pemupukan 36 kg P2O5/ha (Tabel 21), diduga memberikan indikasi bahwa semakin meningkat serapan P tinggi ada kecenderungan diikuti oleh luas daun per tanaman meningkat di samping itu nilai SPAD klorofil daun muda dan tua berbeda nyata dan sangat berbeda nyata daun tua lebih tinggi. Terdapat hubungan kecenderungan positif terhadap nilai SPAD klorofil meter meningkat hal yang sama semakin luas daun per tanaman oleh sebab itu serapan P lebih aktif cenderung meningkat oleh karena itu bobot akar
63
berbeda nyata dibandingkan tanpa pupuk P2O5 (Tabel 17). Aktivitas fotosintesis cenderung lebih baik akan menghasilkan asimilat tinggi dalam mendukung bobot biomas basah dan kering serta kandungan bioaktif
khususnya
senyawa
asiatikosida pada perlakuan umur panen 4 bulan dengan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha berbeda nyata lebih tinggi sebaliknya perlakuan umur panen 2 bulan dan tanpa pupuk P2O5 (Tabel 23 dan 24). Interaksi perlakuan antara umur waktu panen dan dosis pupuk P2O5 berpengaruh nyata terhadap bobot biomas basah dan bobot kering ubinan serta diikuti produksi asiatikosida. Hasil terbaik ditunjukkan pada interaksi persamaan regresi dapat disimpulkan bahwa umur waktu panen 4 bulan penambahan produksi bobot biomas basah responnya baik, tetapi sebaliknya umur panen 2 bulan respon rendah, hal ini memperlihatkan saat fase penuaan meningkatkan redemen biomas (Gambar 6). Komponen–komponen tersebut merupakan hasil asimilat yang memerlukan serapan hara dari larutan tanah dan ditranslokasi ke tajuk atau seluruh organ penerima (Salisbury dan Ross 1995). Umur waktu panen dan pemberian pupuk P2O5 akan meningkat nyata bobot biomas basah dan kering, sehingga meningkatkan secara nyata produksi asiatikosida (Tabel 24 dan Gambar 8). Interaksi persamaan regresi dapat disimpulkan bahwa pada panen 4 bulan penambahan produksi bobot biomas basah responnya baik, nilai R2 = 0.9605*, akan tetapi sebaliknya umur panen 2 bulan respon kurang baik nilai R2 = 0.00046 (Gambar 6). Hubungan total serapan P (Tabel 17) dan produksi total asiatikosida (Tabel 24) adalah berbeda nyata, hal ini semakin tinggi produksi bobot biomas kering akan diikuti kenaikan kandungan P dan meningkatnya kandungan asiatikosida nyata dan responnya baik dengan nilai R2= 0.9538* (Gambar 8). Berdasarkan dari data diatas secara keseluruhan menunjukkan bahwa metabolit sekunder untuk meningkatkan senyawa asiatikosida fungsi pemberian pupuk P2O5 berpengaruh nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk P2O5. Sebaliknya fungsi pupuk P2O5 tidak berbeda nyata terhadap hampir semua komponen pertumbuhan, hal ini dapat diduga bahwa sebagai penghasil energi merupakan senyawa dapat dikonversi yang dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah relatif besar, namun tidak memiliki fungsi langsung terdapat pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman.
64
Sebaliknya hasil metabolit sekunder sangat diperlukan bagi tumbuhan, beberapa fungsi diantaranya bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan dalam melawan serangan bakteri, virus dan jamur, sehingga dapat dianalogikan seperti sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery 1981) sebagai obat. Metabolit dibentuk melalui lintasan (pathway) yang dimulai dan khusus dari metabolit primer. Menurut (Herbert 1995) metabolit sekunder adalah dibiosintesis terutama dari metabolit primer antara lain asam animo, asetil koenzim A, asam mevalonat dan intermediate dari lintasan shikimate. Lintasan pentose phosphate adalah diperlukan carbon dioksida dan air akan menghasilkan dalam bentuk karbohidrat, dengan intermediate prekursor pyruvic acid dan acetly CoA, dengan malalui lintasan acetate mevalonate yang akan menghasilkan zat aktif terpenoid dan juga turunan steroids. Secara impiris bahwa fitokimia Glikosida dan triterpenoid adalah triterpenoid asiaticosida dari turunan α-amirin (Brotosisworo 1979). Senyawa asiatikosida adalah senyawa bioaktif yang terkandung banyak didalam pegagan (Centella asiatica L. Urban). Berdasarkan uji fitokimia kandungan triterpenoid tertinggi terjadi pada perlakuan pupuk 108 kg P2O5/ha, hal ini kebalikan dengan kandungan steroid terrendah, walaupun kandungan glikosida tidak terjadi perubahan yang berbeda dan semua perlakuan uji positif kuat sekali (4+). Secara keseluruhan hasil penelitian menununjukkan bahwa kandungan triterpenoid umur 2 dan 4 bulan terjadi peningkatan, sehingga waktu panen dan dosis pupuk P2O5 mempengaruhi kandungan fitokimia tanaman pegagan. Analisis fitokimia berdasarkan kualitatif tanaman pegagan adalah mempunyai lebih dari satu senyawa yaitu kandungan alkaloid, saponin, tanin, dan glikosida positif kuat sekali. Hasil analisis bioaktif pada umur 4 bulan terjadi perubuhan atau perbedaan senyawa soponin, flavonoid, triterpenoid terjadi peningkatan dan steroid terjadi penurunan. Kandungan bioaktif nilai tetap pada umur 2 dan 4 bulan adalah senyawa alkoloid, tanin, fenolit dan glikosida (Tabel 25). Secara singkat bahwa nilai SPAD klorofil meter daun meningkat, luas daun nyata, serapan P dari larutan cenderung meningkat, didukung perkembangan akar baik terlihat dari bobot akar secara nyata produksi biomas basah dan kering meningkat
disebabkan oleh
aktivitas fotosintesis yang lebih baik akan menghasilkan asimilat tinggi. Fungsi
65
ATP yang berasal dari pupuk P2O5 diduga merupakan sumber energi untuk hampir semua proses biologi yang membutuhkan energi. Di samping itu unsur P juga diperlukan dalam proses fotosintesis yakni pada fotofosforilasi dan pembentukan ribulosa 1,5-bifosfat. Hal yang sama fungsi P adalah sebagai regulator reaksi biokimia atau metabolisme maupun aktifator enzim melalui fosforilasi yang dapat mengaktivasi atau inaktivasi protein yang dianggap sebagai faktor dalam transduksi sinyal dan diduga dapat mendukung peningkatan kandungan bioaktif meningkat secara nyata khususnya senyawa asiatikosida.
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Pegagan Produksi Bobot Biomas Basah. Dengan fungsi penduga respon P2O5 kedua perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi maksimum 16.22 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 0.99 kg
P2O5/ha. Selanjutnya kadar P2O5 dengan keuntungan
maksimum perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 16 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 keuntungan maksimum 0.72 kg
P2O5/ha. Produksi Bobot Biomas Kering.
Dengan fungsi penduga respon P2O5 kedua perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi maksimum 15.19 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 7.73 kg P2O5/ha. Selanjutnya kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 14.99 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 keuntungan maksimum 6.53 kg P2O5/ha. Produksi Asiatikosida. Dengan fungsi penduga respon P2O5 kedua perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi asiatikosida maksimum 151.06 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 produksi maksimum 10.37 kg P2O5/ha. Selanjutnya kadar P2O5 keuntungan maksimum asiatikosida perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 150.79 kg P2O5/ha, sedangkan umur waktu panen 2 bulan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 8.09 kg P2O5/ha (Lampiran 7)
66
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Serapan P tertinggi pada umur panen 4 bulan (42.9 mg) dengan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha (25.76 mg), dan nilai SPAD klorofil meter daun terbaik dihasilkan oleh interaksi waktu panen 4 bulan dosis pupuk 36 kg P2O5/ha sejumlah 42.75 unit. 2. Produksi bobot biomas basah dan kering tertinggi pada waktu panen 4 bulan dosis pupuk 108
kg P2O5/ha dihasilkan sebanyak
694.01 dan
185.10 g/plot. Produksi asiatikosida tertinggi pada waktu panen 4 bulan dosis pupuk 108 kg P2O5/ha, sejumlah 149.74 g dengan kandungan senyawa asiatikosida 1.50 %. 3. Senyawa Triterpenoid meningkat seiring bertambahnya umur panen, kandungan yang tetap adalah Alkaloid, Tanin, Fenolit dan Glikosida, sedangkan kandungan senyawa yang menurun dengan bertambahnya umur panen adalah Steroid. Saran 1. Untuk Petani. Pengembangan pegagan cukup baik di tanah Andisols agroekosistem dataran tinggi untuk mendapatkan produksi bioaktif yang tinggi. 2. Untuk Konsumen dan Produksi Obat. Pemupukan P2O5 harus diberikan untuk meningkatkan kandungan senyawa asiatikosida dan umur panen 4 bulan terbaik, sehingga dapat meningkatkan kualitas mutu simplesia tanaman obat pegagan. 3. Penelitian Selanjutnya. Pada berbagai agroekosistem dan aksesi pegagan terhadap dosis P2O5, sehingga dapat memberikan masukan dalam penyempurnaan pembuatan GAP (good agricultural practices) perbaikan
dan
SPO (standarisasi prosedur operasional) spesifik lokasi.
Perlakuan umur waktu panen 4 bulan kadar P2O5 pada produksi asiaticosida maksimum 151.06 kg P2O5/ha dan selanjutnya kadar P2O5 keuntungan maksimum asiatikosida kadar P2O5 pada keuntungan maksimum 150.79 kg P2O5/ha.
67
DAFTAR PUSTAKA Agustina L. 1990. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta, Jakarta. Alexander M. 1977. Introduction to Soil Microbiology 2nd ED. New York; John Willey & Sons. Alphastep. 2003. Alphastep User Guide Version 0.3, October 2003. http://www.nd.edu/~nom/papers/UserGuide.pdf [Update 21 Agustus 2006]. Arifin.1994. Pedogenesis Andisols berbahan Induk Abu Volkan Andesit dan Basalt pada Beberapa Zona Agroklimat di Perkebunan Tek Jawa Barat. Desertasi Doktor. Fakultas Pasca Sarjona. IPB. Bogor. Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Monogrofi Ekstrat Tumbuhan Obat Indonesia Volume I. Badan POM RI.
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. 2006. Strandar Prosedur Operasional (SPO) Tanaman Pegagan. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisa Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pegembangan Pertanian.Depertemen Pertanian. Bermawie N, Ibrahim MSD dan Ma’mun. 2007. Eksplorasi dan Karakterisasi Aksesi Pegagan (Centella asiatica L.). Makalah Kongres Nasional Ke-2 Obat Tradisional Indonesia. 12-14 Januari 2005. Bandung Brotosisworo S. 1979. Obat Hayati Golongan Glikosida. 44-45, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Clarkson DT, Grignon C. 1991. The Phosphate transprot system and its regulation in roots. Dalam Johansen C, Lee KK, and Sahrawat KL (eds) Phosphorus Nutrition og Grain Legume in Semi-Arit Tropics. ICRISAT. Patancheru, India. 49-62. Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Jakarta: Trubus Agriwidya.. 214 hlm. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Vademekum Bahan Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. De Padua LSD, Bunyapraphatsara N, Lemmens RHMJ. 1999. Plant Resources of South-east Asia 12. Prosea. Bogor:Prosea Foundation. Duke. 2003. Phytochemical http:/www.ars.grin.gov/duke.
and
Ethnobotanical
Databases,
68
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya, Susilo H penerjemah, Jakarta:UI pres. Terjemah dari: Physiology of crop plant. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hlm Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1985. Fisiologi Tanaman Budidaya, Susilo H penerjemah, Jakarta: UI pres. Terjemah dari: Physiology of crop plant. Geissman TA, Crout DHG. 1969. Organic Chemistry of Secondary Plant Metabolism. California: Freeman, Cooper and Co. Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian (edisi kedua). Jakarta: UI Press. 698 hlm. Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: penerbit ITB Bandung.345 hlm. Harini W. 2001. Keragaman Tanah Dalam Satuan Peta Tanah pada Berbagai Kelas Lereng pada Andisols Pasir Sarongge. Skripsi S1. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Perssindo. 286 hlm. Herbert RB. 1995. Biosintetis Metabolit Skunder. Terjemahan Srigandono B. Semarang: IKIP Semarang Press. 243 hlm. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid lll. Terjemahan Badan Litbang Kehutanan Jakarta. Jakarta:Yayasan Sarana Wana Jaya. Herdley MJ, Kirk GJD, Santos MB. 1994. Phosphorus efficiency and the forms of soil P ultilized by upland rice cultivars. Plant and soil 100:249-283. James WO. 1953. Plant Respiration. Oxford Univ. Press, Landon and New York. Januwati M, Yusron. 2004. Standar operasional: Budidaya Pegagan, Lidahbuaya, Sambiloto dan Kumis kucing. Circular. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor (9) Januwati M, Muhammad H. 1992. Cara Budidaya Pegagan (Centella asiatica L.). Warta tumbuhan Obat Indonesia 1(2): 42-44. Jones JB. 1967. Plant Analysis Handbook, a Pratical Sampling, Preparation, Analysis, and Interpretation Guide. USA: Macro-Macro Pub. Inc. Kim OT, Kim MY, An JC, Li MY, Hwang B. 2005. Effect of precursor and thidiazuron on triterpene saponin biosynthesis in centella asiatica (L.) Urban. Korean J. Medicinal Crop Sci. 13(2) : 91-94. http://www. Mederop.or.kr/medcrop/trea_file/13(1)-051.pdf [Update 9 Agustus 2006].
69
Kristijarti AP. Handoko H, Franky, Mariana S, Bisowarna BH. 2004. Kajian Awal Pengaruh Jenis Pelarut, Rasio Umpan Dengan Pelarut, Ukuran Daun, Dan Temperatur Terhadap Ekstrasi Triterpenoid Pada Pegagan (Centella asiatica). Nasional Conference Design Application Tecnology 2004. Jurusan Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan Bandung. Lagreid M., Bockman OC, Koarstat O. 1999. Agricultures, Fertilizes and the Enviroment. CABI Puslishing in Association with Norsk Hydro ASA. Lal R. 1974. Effects of constant and fluctuating soil temperature on growth, development, and nutrient upteke of maize seedling. Plant soil 40, 589-606. Lamb H H. 1972. Climate; Past, Present, and Futere. Methuen, London. Larcher W. 1980. Physiological Plant Ecology. Translated by BiedermanThorson. New York: Springer Verlag. P: 73-74. Lasmadiwati E, Indriani H. 2002. Pegagan. Jakarta:Penebar swadaya. Lasmadiwati E, Herminati MM, Hety Indriani Y. 2004. Pegagan Meningkatkan Daya Ingat, Membuat Awet Muda, Menurunkan Gejala Stress dan Meningkatkan Stamina. Seri Agrisehat. Penerbit Penebar Awadaya. Jakarta. 69 hlm. Lembaga Biologi Nasional. 1980. Tumbuhan Obat. Balai Pustaka. Jakarta. Leiwakabessy FM dan Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Leiwakabessy FM. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lockwood JG. 1974. World Climatology. Arnold, London. Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. New York: Academic Press. Marschner H. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press Harcourt Brace Jovannovich, Publisher. Landon. Mathur S, Verma RK, Gupta MM, Ram M, Sharma S, Kumar S. 2000. Sereening of genetic resources of the medical-vegetable plant Centela asiatica for herb and asiaticoside yields under shaded and full sunlight conditions. Abstract. The Journal of horticultural Science and Biotechnology, 75(5):551-554. http://www.ingentaconnect.com/content/jhst/jhst [Update 18 Mei 2007]. Mursyidi A. 1990. Analisis Metebolit Sekunder. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 269 hlm.
70
Musyarofah N. 2006. Respon Tanaman Pegagan Centella asiatica L.(Urban) Terhadap Pemberian Pupuk Alami di Bawah Naungan.[Tesis] Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB Bogor. Materia Medika Indonesia. 1997. Materia Medika Indonesia jilid VI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta .652 hlm Norton BW. 1999. The significance of tannins in tropical animal production. In Tannins in Livesstock and Human Nutrion. Proc. Of an international workshop. Australia. PP: 14-21. Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Cet 1. Jakarta: AgroMedia Pustaka. 114 hlm. Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayuran-sayuran Tropica dan Subtropica. Gadjah Mada University Press. Pramono S, Ajiastuti D. 2004. Majalah Formasi Indonesia. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 15(3)2004.
Karnig T. 1988. Clinical applications of Centella asiatica (L) Urb. In: Craker LE Simon JE. Vol. 3, Phoenix, AZ, Oryx Press, 145-173. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1995. Penilaian Angka-angka Hasil Analisis Tanah. Brosur, Pusat Penelitian Tanah. Bogor. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1982. Pentunjuk Teknis Kunci Taksonomi Tanah. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Bogor. 480 hlm. Rachim DA, Suwandi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Robert D, Jimmy L T. 1987. Relationships between Extractable Cholropyll and an in Situ Method to Estimate Leaf Gressnness. Hort. Sci. : 22 (6) 1327. Rosmarkam A, Yuwono N.W. 2001. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 224 hlm. Sabiham S. 1996. Prinsip-prinsif Uji Tanah. Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian bekerjasama dengan Fakultas Pertanian Institut Pertaanian Bogor. 19 -311 Januari 1996 , 23 hlm. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilit 2. Terjemahan dari: FB Salisbury and CW Ross. Plant Physiology 4th Edition. Bandung: Penerbit ITB. 173 hlm.
71
Santa IGP, Bambang PEW. 1992. Studi taksonomi Centella asiatica (L.). Urban. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1(2): 46-48. Santoso D, Sofyan A. 2005. Pengelolaan Hara Tanaman pada Lahan Kering. Proc Teknologi Pengelolaan Lahan kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. PP 73- 100. Sell CS. 2005. A Fragrant Introduction to Terpenoid Chemistry. Ashfrod kent UK: RS.C Advancing The Chemical Sciences. Soemarno. 1990. Analisis Metabolisme Sekunder. Pusat antar Universitas Bioteknologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 246 -296 hlm. Soepardi. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sopandie D. 2006. Perspektif Fisiologi dalam Pengembangan Tanaman Pangan di Lahan Marjinal. Makalah Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisiologi Tanaman. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 16 September 2006. 121 hlm. Soverda N. 2002. Karakterisasi Fisiologi Fotosintetik dan Pewarisan Sifat Toleran Naungan Padi Gogo. [Disertasi] Departemen Budidaya Pertanian Fukultas Pertanian IPB. Bogor. Sugito Y. 1999. Ekologi Tanaman. Malang: Unibraw Press.127 hlm. Supriadi. 2002. Tithonia diversifolia dan Tephrosia candida Sebagai bahan Organik Alternatif untuk Perbaikan P Tanah Andisols . Jurnal Ilmu Tanah dan Agroklimatologi. 1(2):7-15 Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UNS. Surakarta. Swastika IW, Sutriadi MT, Kasno A. 2005. Pengaruh Pupuk Kandang dan Fosfat Alam Terhadap Produktivitas Jagung di Typic Hapludox dan Plintik Kandiudults Kalimatan Selatan. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Sumber Tanah dan Iklim. Pusat Peneelitian dan Pengembangan Pertanian . Badan Litbang Pertanian. Buku II. Bogor PP 178 -191 Talalaj S, Czechowics. 1989. Herbal Remedies Harmful and Beneficial effects, Melbourne. Taiz L, Zeiger E. 1991. Plant Physiology. New york : The Benjamin/Cummings publishing Company, lnc. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Third Edition. Sunderland. Massachusets: Sinauer Associates, lnc., Publisher.
72
Tan KH. 1982. Principles of soil Chemistry. New York: Madison avenua, Marcel Dekker, Inc. Tan KH. 1984. Andosol in Indonesia. In Tan KH. (ed). Andosols. A Hutchinson Ross Benchmark Book. New York. Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. MacMillian Pub. Co. New York. Xiv + 754 hlm. Tisdale SL. 1985. Soil Fertility and Fertilizers. 4 th ed Macmilan, New York. Toha AHA. 2001. Biokimia Metabolisme Biomelekul. Cetakan Kesatu. Penerbit Alfabeta Bandung. 25 -27 hlm. Underwood AL, Day RA. 1990. Analisis kuantitatif, Edisi IV, Diterjemahkan oleh: R. Sudarso, Bagian Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Van Stennis CGGJ. 1997. Flora. Diterjemahkan oleh Moeso Surjowinoto et al. Jakarta: Pradanya Paramitha. 324 hlm. Vickery ML, Vickery B. 1981. Secondary Plant Metabolism. London: The Macmillan Press Ltd.335 hlm. Wareing PF, Phillips IDJ. 1970. The Control of Growth and Differentiation in Plants. Pergamon, Oxford. Wibowo. 1990. Budidaya Bawang Putih, Bawang Merah, Bawang Bombay. Penerbit Swadaya. Jakarta. Wijayakusuma H, Wirian AS, Yaputra T, Dalimartha S, Wibowo B. 1994. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jilid 1. Jakarta: Pustaka Kartini. Winarto WP, Surbakti M. 2005. Khasiat & Manfaat Pegagan, Tanaman Penambah Daya Ingat. PT Agro Media Pustaka, Depok. Wren RC. 1956. Potter’s New Cyclopaedia of Botanical Drugs and Preparations. London: Sir Isaac Pitman & Sons,Ltd.:160 hlm. www.alternativehealth.com.au.2005. An ol Indian proverb translated reads: “A” leaf or two keep old age at bay. [Update 18 Mei 2005). www.centellaasiatica.com. 2006. Gotu Kola. [Update 01 Juli 2006]. www.florahealth.com.2005.Herba & Supplement Encyclopedia: Centella. [Update 18 Mei 2005]. www.iridology-australia.com.2005. Centella asiatica. [Update 27 Mei 2005].
73
www.mediasehat.com.2006. Terapi Sayur dan Buah Untuk Kesuburan Suami Istri. [Update 20 Juli 2006]. www.pioncerrherbs.com.2005. Centella asiatica. [Update 27 Mei 2005]. www.uspharmacist.com.2005.Alternative Therapies [Update 21 Mei 2005].
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1 Denah percobaan Ulangan I Sp1 P0
Sp1 P3
Sp1 P2
Sp1 P1
Sp2 P1
Sp2 P3
Sp2 P0
Sp P2
Sp1 P0
Sp1 P1
Sp P2
Sp2 P2
Sp2 P0
Sp P1
Ulangan III Sp2 P0
Sp2 P1
Sp2 P3
Sp2 P2
Sp1 P3
Ulangan II Sp1 P0
Sp1 P3
Sp1 P2
Sp1 P2
Sp2 P3
Keterangan: Luas Lahan
: Lebar 20 m x 45 m.
Luas Petakan
:3mx4m
Jarak Antar Petakan : 0.3 m
Main Plot Sp1
: Waktu Panen 2 bulan setelah tanam (8 MST)
Sp2
: Waktu Panen 4 bulan setelah tanam (16 MST)
Sub Plot P0
: Dosis pemupukan
0 % P2O5/ha =
P1
: Dosis pemupukan
36 % P2O5/ha = 100 kg/ha SP-36
P2
: Dosis pemupukan
72 % P2O5/ha = 200 kg/ha SP-36
P3
: Dosis pemupukan 108 % P2O5/ha = 300 kg/ha SP-36
0 kg/ha SP-36
76
Lampiran 2 Prosedur uji fitokimia 1. Pengujian alkaloid 1 g sample digiling halus bersama-sama pasir sambil dibasahi dengan 5 ml kloroform yang mengandung beberapa tetes amonia (± 3 tetes). Tambahkan lagi 5 ml kloroform dan ± 5 tetes amonia, kemudian disaring ke dalam tabung reaksi. Ekstra kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2M, dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan tidak berwarna atau larutan asamnya dipipet kedalam tabung reaksi lain lalu larutan dibagi menjadi tiga bagian. Masing-masing larutan diteteskan pada spot plate dan ditambahkan beberapa tetes Reagan atau pereaksi Dragendorf, Mayer dan Wagner. Uji positif alkaloid bila menghasilkan endapan berwarna orange atau merah jingga setelah ditambahkan reagen dragendorf, putih kekuningan untuk reagen Mayer dan endapan coklat setelah ditambahkan reagen Wagner. 2. Pengujian triterpenoid dan steroid 1 g sample ditambah etanol dan dipanaskan sampai mendidih lalu saring. Filtrat kemudian diuapkan, setelah kering dilarutkan dalam eter. Lapisan eter yang terbentuk dipipet dan diteteskan pada spot palte, kemudian ditambahkan pereaksi Lieberman-Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes H2SO4 pekat) bila dihasilkan warna hijau menandakan positif adanya steroid, sedangkan warna merah atau ungu menandakan positif adanya triterpenoid. 3. Pengujian flavonoid, saponin dan tannin 1 g sample dimasukan kedalam gelas piala lalu ditambahkan 12 ml air panas dan didihkan selama 5 menit.
Masukan masing-masing 3 ml larutan
kedalam 2 tabung reaksi. Pada tabung reaksi 1 masukkan serbuk Mg dan beberapa tetes HCI pekat dan amil alkohol. Pada tabung reaksi 2 dilakukan pengocokan secara vertikal selama 10 detik dan biarkan selama 10 minit. Adanya busa yang stabil menunjukkan saponin. Sisa campuran tadi didihkan lagi selama 10 menit lalu saring. Filtrat ditambahkan beberapa ml laruatan FeCl3 1 %, timbulnya warna biru tua atau hijau kehitaman menujukan positif tanin.
77
Lampiran 3 Prosedur analisa kadar asiatikosida Persiapan bahan baku: daun pegagan disortir dan dicuci sampai bersih, dikeringkan dengan blower, suhu 40oC selama 7 jam, daun pegagan kering digiling dan diayak menggunakan ayakan ukuran 40 mesh, menghasilkan ukuran 40 mesh. Pelaksanaan selanjutnya 0.2 gram serbuk pegagan ukuran 40 mesh ditambah 25 ml CH3CN, dikocok 60 menit, disaring (kertas saring nomor 42) penyaringan residu dengan ekstrak CH3CN contoh. Residu ditambah 25 ml CH3CN, dikocok 60 menit disaring (menggunakan kertas saring pada penyaringan 1) ekstrak CH3CN contoh masuk labu takar 50 ml disaring (kertas saring 0.2 µm). Tahap selanjutnya analisis asiatikosida menggunakan KCKT Hitachi D-7000. Perhitungan Kadar Asiatikosida Luas area contoh x 100 ppm x foktor pengenceran Luas area standar Kadar Asiatikosida = ------------------------------------------------------------- X 100% Bobot Contoh (gram) x 106
78
Lampiran 4. Prosedur analisa kadar P jaringan Pengukuran P. Timbang 0.500 gr contoh tananam musuk < 0.5 mm ke dalam tabung digestion, ditambah 5 mm HNO3 p.a., dan 0.5 ml HClO4 p.a dan dibiarkan satu malam, besok dipanaskan dalam digestion blok dengan suhu 100 o
C selama satu jam, kemudian suhu ditingkatkan menjadi 150 oC. Setelah uap
kuning habis suhu digistion blok ditingkat menjadi 200 oC. Destruksi selesai setelah keluar asap putih dan sisa ekstrak kurang lebih 0.5 ml. Tabung diangkat dan dibiarkan dengan ekstrat diencerkan dengan air bebas ion hingga volume tepat 50 ml dan kocok dengan pengacak tabung hingga homogen. Proses pengukuran dipipet masing-masing 1 ml ekstrak contoh ke dalam tabung kimia tambahkan 9 ml air bebas ion dan kocok (pengeceran 10x), dipipet masing-masing 2 ml ekstrat encer dan deret standar P (0 – 20 ppm, PO4 ) ke dalam tabung reaksi. Tambahkan 10 ml perekasi pewarna P, kocok dengan pengacak tabung sampai homogen dan biarkan 30 menit, P dalam larutan diukur dengan alat spektrometer pada panjang gelombang 693 nm (Balit tanah 2005). Hasil pengkuran : Rumus % P = Nilai Absorban Contoh X _____________________ X Faktor pengenceran X Faktor koreksi Scop (Standard) % P = ---------------------------------------------------------------------100% Berat Contoh X 10 6
79
Lampiran 5 Tahapan penelitian
Bahan tanam asal dari seleksi 1 aksesi tanaman pegagan berasal dari Boyolali. Penanaman pada lahan jenis tanah Andisols di zona agroekologi dataran tinggi.
Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (Split Plot Design) untuk mengetahui pertumbuhan menggunakan faktor tunggal terhadap 4 dosis P2O5 digunakan rangcangan (Romdomize Complete Block Design) yang selanjutnya untuk mengetahui perlakuan umur waktu panen dan dosis P2O5 dengan rancangan Split Plot Design. Umur waktu panen (petak utama). Pemupukan P2O5 (anak petak) Sp 1 = waktu panen 2 bulan P0 = 0 kg P2O5/ha Sp 2 = waktu panen 4 bulan P1 = 36 kg P2O5/ha P2 = 72 kg P2O5/ha P3 = 108 kg P2O5/ha
Pemeliharaan. Meliputi kegiatan penyulaman, penyiangan gulma, penyiraman, pemberantasan HPT, monitoring dll.
Pengamatan agronomi meliputi pertumbuhan dan produksi total biomas dan bioaktif (asiatikosida)
Pengamatan fisiologi tanaman meliputi nilai SPAD klorofil meter daun dan bobot akar
Pengamatan biofisik meliputi fisika dan kimia tanah serta jaringan tanaman P
Analisis data dengan sidik ragam dan uji lanjut DMRT ( program SAS versi 9.1 dan exsel) dan kelayakan usaha tanaman pegagan
80
81
Lampiran 7 Hasil fungsi penduga respon P2O5 kedua macam kadar P2O5 pada produksi maksimum dan kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 1 Kadar P2O5 pada produksi maksimum (Gomez dan Gomez 1995) -b Py = ---------2c 2 Kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum (Gomez dan Gomez 1995) 1 Pf Pp = ----- ( ---- - b ) 2c Py Keterangan : b dan c adalah koefisien regresi dugaan dalam Y^ = α + b P2 - c P2 dan Pf dan Py masing-masing adalah harga pupuk P2O5 dan pegagan. Produksi bobot biomas basah a. Kadar P2O5 pada produksi maksimum - 1.3484 - 1.3484 Waktu panen 4 bulan = ------------- = ------------- = 16.22 kg P2O5/ha 2 (- 415.42) - 830.84 - 0.0181 - 0.0181 Waktu panen 2 bulan = ------------- = ------------- = 0.99 kg P2O5/ha 2 (- 91.12) - 182.24 b. Kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 0.005 - 1.3484 - 1.3484 Waktu panen 4 bulan = ------------------ = ------------- = 16 kg P2O5/ha 2 (- 415.42) - 830.84 0.005 - 0.0181 - 0.0181 Waktu panen 2 bulan = ------------------ = ------------- = 0.72 kg P2O5/ha 2 (- 91.12) - 182.24 Produksi bobot biomas kering a. Kadar P2O5 pada produksi maksimum - 0.3783 - 0.3783 Waktu panen 4 bulan = ------------- = ------------- = 15.19 kg P2O5/ha 2 (- 124.49) - 248.98 - 0.0321 - 0.0321 Waktu panen 2 bulan = ------------- = ------------- = 7.73 kg P2O5/ha 2 (- 20.744) - 41.488 b. Kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 0.005 - 0.3783 - 0.3733 Waktu panen 4 bulan = ------------------ = ------------- = 14.99 kg P2O5/ha
82
2 (- 124.49)
- 248.98
0.005 - 0.0321 - 0.0271 Waktu panen 2 bulan = ------------------ = ------------- = 6.53 kg P2O5/ha 2 (- 20.744) - 41.480 Produksi asiatikosida a. Kadar P2O5 pada produksi maksimum - 2.554 - 2.554 Waktu panen 4 bulan = ------------- = ------------- = 151.06 kg P2O5/ha 2 (- 84.52) - 169.04 - 0.0235 - 0.235 Waktu panen 2 bulan = ------------- = ------------- = 10.37 kg P2O5/ha 2 (- 11.3) - 22.66 b. Kadar P2O5 dengan keuntungan maksimum 0.005 - 2.554 - 2.549 Waktu panen 4 bulan = ---------------- = ------------- = 150.79 kg P2O5/ha 2 (- 84.52) - 169.04 0.005 - 0.0235 - 0.0183 Waktu panen 2 bulan = ------------------ = ------------- = 8.09 kg P2O5/ha 2 (- 11.3) - 22.6