PENGOPTIMUMAN METODE ISOLASI ASIATIKOSIDA DARI PEGAGAN (Centella asiatica)
HANHAN NUR HANDAYANI
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Hanhan Nur Handayani NIM G44124005
ABSTRAK HANHAN NUR HANDAYANI. Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan MOHAMAD RAFI. Asiatikosida merupakan senyawa penciri pada pegagan (Centella asiatica) yang memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan, dapat menginduksi perubahan ekspresi gen, penyembuh luka, mereduksi pembentukan bekas luka, neuroprotektif, dan meningkatkan biosintesis kolagen. Dalam penelitian ini telah dikembangkan metode isolasi senyawa asiatikosida dari pegagan. Ekstraksi asiatikosida dilakukan secara maserasi dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Pemurnian selanjutnya menggunakan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Asiatikosida hasil isolasi dicirikan berdasarkan kromatogram cair-spektrum massa serta ditentukan kemurniannya dengan kromatografi cair kinerja tinggi. Sampel 1 (fraksi KLTP ke-2 dari fraksi kolom ke-4 ekstrak metanol) memiliki rendemen akhir dugaan asiatikosida sebesar 0.063% dengan tingkat kemurnian 89.7%, sedangkan sampel 2 (fraksi KLTP ke-2 dari ekstrak kasar pegagan) memiliki rendemen akhir 0.092% dengan tingkat kemurnian 40.4%. Metode isolasi asiatikosida yang telah dioptimumkan pada penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan metode sebelumnya. Kata kunci: asiatikosida, Centella asiatica, ekstraksi, isolasi
ABSTRACT HANHAN NUR HANDAYANI. Optimization of Asiaticoside Isolation Method from Centella asiatica. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and MOHAMAD RAFI. Asiaticoside is a marker compound of Centella asiatica which has antiinflammatory activity, antioxidant, induces gene expression changes, wound healing, reduces scar formation, neuroprotective, and improves collagen biosynthesis. In this study, we developed isolation method of asiaticoside from C. asiatica. Maceration was used to extract the asiaticoside by using methanol as solvent. Asiaticoside was further purified using column chromatography and preparative thin layer chromatography (preparative TLC). The isolated asiaticoside was characterized based on liquid chromatogram-mass spectra and the purity was determined by using high performance liquid chromatography. The first sample (the second preparative TLC fraction of the fourth column fraction of methanol extract) contained 0.063% of asiaticoside with 89.7% level of purity, while the second sample (the second preparative TLC fraction of crude extract) contained 0.092% of asiaticoside with 40.4% level of purity. The isolation method of asiaticoside that was optimized in this study is better than the previous method. Keywords: asiaticoside, Centella asiatica, extraction, isolation
PENGOPTIMUMAN METODE ISOLASI ASIATIKOSIDA DARI PEGAGAN (Centella asiatica)
HANHAN NUR HANDAYANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya illmiah ini yang berjudul Pengoptimuman Metode Isolasi Asiatikosida dari Pegagan (Centella asiatica) sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof Dr Latifah K Darusman, MS dan Dr Mohamad Rafi, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, arahan, dan masukan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para staf Laboratorium Kimia Analitik, Pak Eman Suherman, Pak Edi Suhendar, Bu Nunung Nuryanti, dan Pak Kosasih atas segala bantuannya selama melaksanakan penelitian, para staf Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Laela Wulansari, SSi yang telah membantu mengoperasikan KCKT, Antonio Kautsar, SSi yang telah membantu dalam menggunakan KLT CAMAG Linomat 5, Mas Endi Suhendi, Mas Muhamad Yusuf Ibrahim, dan Nunuk Kurniati Nengsih, SFam yang telah membantu penyediaan alat dan bahan di laboratorium, serta kepada Azhar Darlan, MSi yang telah membantu menganalisis asiatikosida hasil isolasi dengan KC-SMSM di Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri. Terima kasih juga kepada Ibu, Bapak (Alm.), seluruh keluarga tercinta, Nur Oktavia Lestari, Deinarni, Diandra Nuraeni, atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan. Tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Kak Anindia Adhi Fathya, Kak Anike Arliana Sujana, Pitria Aprilani Rahmat, Dian Yunita, Eka Setiawati, Arum Vitasari, dan Kak Fitri Handayani, atas doa, bantuan, dan masukannya selama melaksanakan penelitian. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2016 Hanhan Nur Handayani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Tujuan Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
METODE
3
Alat dan Bahan
3
Determinasi Tanaman
3
Preparasi Sampel
3
Kadar Air
3
Kadar Abu
4
Ekstraksi Pegagan
4
Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom
4
Fraksionasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
5
Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM
5
Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan KCKT
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5
Ekstrasi Pegagan
6
Kromatografi Kolom
6
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
9
Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM
9
SIMPULAN DAN SARAN
12
Simpulan
12
Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
12
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL 1 Nisbah eluen pada analisis KCKT 2 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S1 3 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S2
5 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik menggunakan eluen tunggal a) n-heksana b) etil asetat c) diklorometana d) kloroform e) etanol f) metanol 2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik a) CHCl3-MeOH (9:1) b) CHCl3-MeOH (6:4) c) CHCl3-MeOH (5:5) d) CHCl3-MeOH (4:6) dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard 3 Kromatogram fraksi 1-8 hasil kromatografi kolom dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard 4 Kromatogram hasil KLTP a) fraksi kolom pegagan b) ekstrak kasar pegagan 5 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga asiatikosida 6 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga asiatikosida 7 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga asiatikosida 8 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga asiatikosida
7 7 8 9 10 10 11 11
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Diagram alir penelitian Hasil determinasi tanaman pegagan Penentuan kadar air simplisia pegagan Penentuan kadar abu simplisia pegagan Penentuan rendemen ekstrak pegagan Penentuan rendemen fraksi kromatografi kolom Penentuan rendemen fraksi KLTP Kadar dan persentase kemurnian asitikosida
14 15 16 16 17 17 18 19
PENDAHULUAN Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki keunikan dan diversitas kekayaan hayatinya yang sangat besar. Tercatat tidak kurang dari 7000 tumbuhan ditengarai memiliki khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat (Ditjen PEN 2014). Masyarakat Indonesia sudah sejak ratusan tahun yang lalu telah memiliki tradisi memanfaatkan tumbuhan dari lingkungan sekitarnya sebagai jamu. Kecenderungan masyarakat mencari solusi terhadap masalah kesehatan melalui pengobatan tradisional sangat dirasakan akhir-akhir ini. World Health Organization (WHO) memperkirakan 80% penduduk negara berkembang masih mengandalkan pemeliharaan kesehatan pada pengobatan tradisional dan dalam prakteknya, 85% pengobatan tradisional menggunakan tanaman obat. Seiring dengan hal itu, penelitian yang membuktikan khasiat dari obat tradisional juga meningkat (Badan POM RI 2010). Herba pegagan (Centella asiatica) termasuk ke dalam salah satu tumbuhan yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan atau oleh industri obat tradisional sebagai bahan baku pembuatan obat tradisional/ obat asli Indonesia (Badan POM RI 2010). Pegagan tumbuh dengan baik di Indonesia terutama di daerah beriklim tropis, baik di dataran rendah sampai ketinggian 2500 m dpl. Pegagan termasuk ke dalam famili Apiaceae (Umbelliferae). Pegagan diketahui memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi, antikanker, antikonvulsan, antidepresan, antioksidan, antiulser, anksiolitik, kardioprotektif, hepatoprotektif, antipenuaan, imunomodulasi, radioprotektif, penyembuh luka, meningkatkan memori, antipsoriatik, antimikroba, lervisidal, antihiperglikemik, neuroprotektif, dan insufisiensi vena (Roy et al. 2013). Aktivitas farmakologi tersebut dipengaruhi oleh senyawa kimia yang terdapat di dalam tanaman pegagan. Menurut Roy et al. (2013), pegagan mengandung senyawa kimia antara lain asam amino, karbohidrat, fenol, terpenoid, minyak atsiri, asam lemak, vitamin, mineral, serta senyawa kimia lain seperti hidrokotilin, vallerina, fitosterol, dan resin. Senyawa aktif utama dari tanaman pegagan merupakan triterpena pentasiklik yang terdiri atas asam asiatat, asam madekasat, asiatikosida, dan madekasosida (Puttarak dan Panichayupakaranant 2012). Asiatikosida diidentifikasi sebagai senyawa mayor yang paling aktif dalam pegagan (Plohmann et al. 1994) sehingga dapat dijadikan sebagai penciri dari tanaman ini. Asiatikosida termasuk ke dalam golongan glikosida triterpenoid turunan dari α-amirin dengan molekul gula yang terdiri atas 2 glukosa dan 1 ramnosa. Asiatikosida memiliki rumus molekul C48H78O19 dengan bobot molekul 959.12 g/mol. Asiatikosida berbentuk padat, berwarna keputih-putihan, tidak berbau, memiliki titik leleh pada suhu 230-233 ºC, titik nyala ≥ 50 ºC, sangat larut dalam propilena glikol, etoksidiglikol-air (1:1 b/b), larut dalam etanol 50% (v/v), gliserin, butilena glikol, polietilena glikol 400, polietilena glikol 600, dan piridina. Asiatikosida diketahui berpotensi sebagai antiinflamasi, antioksidan, dapat menginduksi perubahan ekspresi gen, penyembuh luka, mereduksi pembentukan bekas luka, neuroprotektif, dan meningkatkan biosintesis kolagen (Roy et al. 2013). Penelitian mengenai ekstraksi asiatikosida dari pegagan telah banyak dilakukan. Namun, belum banyak dari penelitian-penelitian tersebut yang
2
mengarahkan tahapan penelitiannya hingga diperoleh asiatikosida murni. Reniza (2003) telah mengisolasi asiatikosida dari pegagan dengan menggunakan metanolair (4:4, v/v) sebagai pengekstrak, dilanjutkan fraksionasi dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom. Ernawati (2014) juga telah mengisolasi asiatikosida dengan metode ekstraksi yang meragamkan parameter jenis pelarut, suhu, dan waktu ekstraksi, dilanjutkan fraksionasi dengan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif. Ernawati (2014) memperoleh kondisi optimum untuk mengekstraksi asiatikosida secara sonikasi yaitu dengan menggunakan pelarut etanol pada suhu 30 oC selama 15 menit. Rendemen akhir yang dihasilkan sebesar 0.1407%. Namun, persentase kemurnian asiatikosida yang terukur relatif rendah yaitu kurang dari 50%. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengoptimuman terhadap proses isolasi asiatikosida yang dapat meningkatkan kemurniannya dan memperoleh kadar asiatikosida yang tinggi. Selain itu, metode isolasi asiatikosida dari pegagan menjadi suatu hal yang penting untuk dikembangkan agar diperoleh suatu produk berupa standar asiatikosida yang dapat dijadikan sebagai penciri untuk kendali mutu berbagai produk yang berasal dari pegagan. Dalam penelitian ini, ekstraksi asiatikosida dari pegagan dilakukan secara maserasi dengan menggunakan metanol sebagai pelarut. Pemurnian selanjutnya diterapkan 2 kondisi. Kondisi pertama, fraksionasi menggunakan kromatografi kolom yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP), sedangkan kondisi kedua, fraksionasi hanya melalui KLTP. Asiatikosida hasil isolasi dicirikan berdasarkan kromatogram cair-spektrum massa serta ditentukan kemurniannya dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Rendemen dan kemurnian dari kedua isolat dibandingkan untuk mengetahui metode isolasi asiatikosida yang lebih baik. Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan mengembangkan metode isolasi asiatikosida dari simplisia pegagan dengan rendemen dan kemurnian yang lebih tinggi dari metode yang telah ada sebelumnya. Ruang Lingkup Penelitian Metode penelitian yang dilakukan mengikuti diagram alir pada Lampiran 1 yang meliputi determinasi dan preparasi sampel, penentuan kadar air dan kadar abu, ekstraksi simplisia pegagan dengan metode maserasi, fraksionasi dengan kromatografi kolom dan KLTP, pencirian senyawa asiatikosida dengan KC-SMSM, serta pengukuran kadar dan kemurnian asiatikosida hasil isolasi dengan KCKT.
3
METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan gelas, neraca analitik (Sartorius, Göttingen, Jerman), radas Soxhlet, sonikator (AS ONE, Osaka, Jepang), penguap putar (Heidolph, Schwabach, Jerman), pelat KLT dan KLTP silika gel 60 F254 (Merck, Darmstadt, Jerman), kolom kemas, sampler KLT semiautomatik Linomat 5 (CAMAG, Muttenz, Switzerland), peranti dokumentasi Reprostar 3 yang terintegrasi perangkat lunak winCATS (CAMAG, Muttenz, Switzerland), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan menggunakan kolom C18 Shim-pack VP-ODS (150 mm x 4.6 mm i.d.) (Shimadzu, Kyoto, Jepang), dan kromatografi cair-spektrometer massa (KC-SM-SM) Acquity UPLC MS/MS Xevo G2-XS Q-TOf dengan menggunakan kolom Acquity UPLC BEH C18 (50 mm x 2.1 mm i.d., 1.7 µm) (Waters, Massachusetts, USA). Bahan-bahan yang digunakan adalah tanaman pegagan dari kebun Pusat Studi Biofarmaka (PSB) IPB Bogor berumur 14-15 minggu, pelarut (metanol, etanol, n-heksana, diklorometana, kloroform, etil asetat, asetonitril, asam sulfat pekat, dan asam asetat anhidrida dari Merck, Darmstadt, Jerman), silika gel 60 (0.063-0.200 mm) (Merck, Darmstadt, Jerman), dan standar asiatikosida 94.4% (ChromaDex, California, USA). Determinasi Tanaman Tanaman yang akan dijadikan sampel dipastikan autentitasnya di Balai Penelitian dan Pengembangan Botani “Herbarium Bogoriense”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Preparasi Sampel Pegagan yang masih segar dicuci sampai bersih lalu dikeringmataharikan selama 3 hari. Setelah kering, sampel dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran 60 mesh untuk dianalisis. Kadar Air (AOAC 2006) Cawan porselen yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 105 ºC selama 30 menit dan ditimbang bobotnya setelah didinginkan dalam desikator. Sebanyak 2 g simplisia pegagan dimasukkan ke dalam cawan porselen tersebut dan dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 ºC selama 3 jam. Setelah 3 jam, cawan porselen yang berisi simplisia didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan dan penimbangan diulangi hingga diperoleh bobot konstan.
4
Kadar air (%) =
bobot basah (g) - bobot kering (g) bobot basah (g)
x 100%
Kadar Abu (AOAC 2006) Cawan porselen dikeringkan di dalam tanur pada suhu 600 ºC selama 30 menit, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Sebanyak 2 g simplisia pegagan ditimbang di dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya. Cawan yang berisi sampel dipanaskan di atas Bunsen dengan tutup setengah terbuka hingga tidak terbentuk lagi asap. Cawan ditempatkan di dalam tanur dalam keadaan tertutup kemudian dilakukan pengabuan pada suhu 600 °C hingga diperoleh residu yang berwarna abu-abu. Abu yang telah diperoleh didinginkan di dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot yang konstan. Kadar abu =
bobot abu (g) bobot sampel (g) (1 – Kadar air)
x 100%
Ekstraksi Pegagan (Depkes RI 2009) Simplisia pegagan diekstraksi secara maserasi dengan pelarut metanol (1:10, b/v) selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Maserat disaring lalu filtrat dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 °C. Ekstrak pekat yang diperoleh ditimbang dan ditentukan rendemennya. Fraksionasi dengan Kromatografi Kolom (Modifikasi Ernawati 2014) Ekstrak pegagan selanjutnya difraksionasi dengan kromatografi kolom. Fase diam yang digunakan ialah silika gel dan fase geraknya berupa campuran kloroform-metanol yang diatur secara gradien bertahap dengan nisbah 10:0 hingga 0:10 dengan laju alir 3 mL/menit. Eluat yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan KLT yang dibandingkan dengan standar asiatikosida menggunakan fase gerak yang telah dioptimumkan. Deteksi spot asiatikosida dilakukan dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard (Stahl 1969) serta dilihat di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Eluat-eluat yang memiliki pola pemisahan yang sama digabungkan menjadi 1 fraksi. Fraksi yang diduga mengandung asiatikosida dipisahkan kembali menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif.
5
Fraksionasi dengan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (Modifikasi Ernawati 2014) Spot dengan Rf tertentu, yang diduga sebagai spot asiatikosida, dikeruk untuk dilarutkan kembali dengan pelarut metanol. Campuran silika dan pelarut kemudian didekantasi, disaring, lalu dipekatkan. Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM Pencirian dilakukan terhadap sampel hasil pemurnian dengan KC-SM-SM menggunakan kolom C18 pada suhu 30 °C. Waktu analisis dilakukan selama 10 menit dengan elusi gradien menggunakan eluen asetonitril-air yang mengandung ammonium format 5 mM dengan laju alir 0.3 mL/menit. Spektrum massa diatur pada jangkau m/z 0-1500 dalam mode ion positif. Pengukuran Kadar Asiatikosida dengan KCKT (Rafamantanana et al. 2009) Hasil fraksionasi dengan KLTP kemudian ditentukan kadar dan kemurnian asiatikosidanya dengan KCKT. Sistem KCKT yang digunakan ialah kolom C18, detektor larik fotodiode PDA dengan deteksi pada panjang gelombang 206 nm, volume injeksi 20 µL, elusi gradien (eluen asetonitril-air) (Tabel 1), laju alir 1 mL/menit, dan suhu kolom 25 °C. Tabel 1 Nisbah eluen pada analisis KCKT Waktu (menit) 0 15 30 35 40 45 55
Air 80 65 35 20 20 80 80
Asetonitril 20 35 65 80 80 20 20
HASIL DAN PEMBAHASAN Tanaman pegagan yang digunakan dalam penelitian ini dideterminasi terlebih dahulu di Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Hasil determinasi memastikan bahwa sampel yang digunakan adalah pegagan (Lampiran 2). Setelah dilakukan preparasi sampel, simplisia pegagan yang berukuran 60 mesh ditentukan kadar air dan kadar abunya. Kadar air dan kadar abu pegagan yang diperoleh sebesar 9.76% (Lampiran 3) dan 12.44% (Lampiran 4). Menurut Depkes RI (2009), kadar air herba pegagan tidak lebih dari 10% dan kadar abu tidak lebih dari 16.6% sehingga hasil yang diperoleh sudah memenuhi syarat mutu herba pegagan. Nilai kadar air digunakan untuk
6
mengoreksi rendemen hasil ekstraksi. Selain itu, kadar air sampel yang kurang dari 10% menunjukkan kestabilan optimum bahan akan tercapai dan pertumbuhan mikrob dapat dikurangi sehingga dapat memperpanjang masa simpan tanaman kering (Winarno 1992). Air yang terkandung dalam simplisia pegagan dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 105 ºC untuk menghilangkan air yang terikat secara fisik (Harjadi 1993). Sementara itu, penentuan kadar abu simplisia pegagan dilakukan dengan cara mengabukan sampel di dalam tanur untuk menghilangkan senyawa-senyawa organik yang terdapat di dalam sampel. Kadar abu simplisia pegagan sebesar 12.44% menunjukkan bahwa terdapat sekitar 12.44% mineral-mineral logam yang terkandung di dalam sampel pegagan tersebut. Ekstraksi Pegagan Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi asiatikosida dari pegagan adalah metanol. Pemilihan pelarut ini berdasarkan hasil penelitian Artanti et al. (2014) yang melaporkan bahwa kandungan triterpenoid total tertinggi dari pegagan diperoleh dari ekstrak metanol dibandingkan dengan ekstrak etanol. Selain itu, metanol merupakan salah satu pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstraksi golongan senyawa glikosida (Houghton dan Raman 1998). Senyawa asiatikosida yang dituju merupakan golongan glikosida triterpenoid sehingga diharapkan proses ekstraksi asiatikosida dari sampel dapat maksimal. Ekstraksi asiatikosida dilakukan secara maserasi pada suhu kamar untuk menghindari reaksi degradasi termal terhadap senyawa asiatikosida karena adanya kandungan molekul gula sehingga diharapkan dapat meminimalisir berkurangnya kadar asiatikosida di dalam sampel. Hasil ekstraksi pegagan menghasilkan rendemen sebesar 21.78% (Lampiran 5). Menurut Depkes RI (2009), syarat mutu herba pegagan memiliki rendemen hasil ekstraksi tidak kurang dari 7.2%. Persentase rendemen yang dihasilkan sudah memenuhi syarat mutu herba pegagan. Ekstrak pekat yang diperoleh selanjutnya difraksionasi dengan menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi Kolom Sebelum dilakukan elusi dengan kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan penentuan eluen terbaik. Penentuan eluen terbaik diawali dengan mengelusi pelarut tunggal yang memiliki kepolaran yang berbeda. Pelarut yang digunakan antara lain n-heksana, diklorometana, kloroform, etil asetat, etanol, dan metanol. Berdasarkan hasil analisis KLT, pelarut kloroform menunjukkan elusi terbaik berdasarkan keterpisahan dan jumlah spot yang terbentuk lebih banyak (Gambar 1). Namun, hasil pemisahan dengan kloroform menunjukkan masih ada spot sampel yang tertahan di sekitar garis awal sehingga perlu ditambahkan pelarut polar yang bisa menghasilkan pemisahan yang lebih baik. Pelarut polar yang dipilih adalah metanol karena dapat mengangkat spot sampel dari garis awal (Gambar 1f).
7
a
b
c
d
e
f
Gambar 1 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik menggunakan eluen tunggal a) n-heksana b) etil asetat c) diklorometana d) kloroform e) etanol f) metanol Penentuan eluen terbaik dilanjutkan dengan menggunakan pelarut campuran kloroform-metanol pada berbagai variasi perbandingan (Gambar 2). Sampel dielusi bersama dengan standar asiatikosida sehingga keberadaan spot dugaan senyawa asiatikosida di dalam sampel dapat diketahui. Hasil pemisahan terbaik diperoleh dengan eluen kloroform-metanol (9:1), namun baik pada sampel maupun standar asiatikosida, tidak terlihat adanya pemisahan spot asiatikosida. Oleh karena itu, eluen kloroform-metanol pada perbandingan 6:4 dipilih sebagai eluen yang menghasilkan pemisahan terbaik untuk spot dugaan senyawa asiatikosida.
a
b
c
d
Gambar 2 Kromatogram hasil penentuan eluen terbaik a) CHCl3-MeOH (9:1) b) CHCl3-MeOH (6:4) c) CHCl3-MeOH (5:5) d) CHCl3-MeOH (4:6) dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard. Sampel (kanan) dan standar asiatikosida (kiri) memberikan spot dengan Rf yang sama yaitu 0.51 setelah dielusi dengan eluen kloroform-metanol (6:4). Spot
8
yang diduga sebagai senyawa asiatikosida tersebut memberikan warna abu keunguan setelah diwarnai dengan pereaksi Liebermann-Buchard. Sesuai dengan Harborne (1987), kebanyakan triterpena memberikan warna hijau-biru setelah direaksikan dengan Liebermann-Buchard. Spot dugaan asiatikosida ini kemudian dipisahkan dari sampel menggunakan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif. Terdapat 2 kondisi fraksionasi yang diterapkan. Kondisi pertama, ekstrak kasar pegagan difraksionasi terlebih dahulu dengan kromatografi kolom kemudian dilanjutkan dengan KLTP. Adapun kondisi yang kedua, ekstrak pegagan langsung difraksionasi dengan KLTP. Hal ini dilakukan karena pada pengujian KLT sebelumnya, terlihat bahwa spot asiatikosida memiliki keterpisahan yang cukup baik dari spot senyawa lainnya yang terdapat di dalam sampel sehingga diduga hasil isolasi asiatikosida dapat memberikan kemurnian yang cukup tinggi meskipun hanya dengan 1x fraksionasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif. Sebanyak 4.0112 g sampel ekstrak pegagan difraksionasi dengan kromatografi kolom menggunakan elusi gradien. Eluen yang digunakan adalah kloroform-metanol. Mula-mula sampel dielusi dengan kloroform kemudian dielusi dengan nisbah kloroform-metanol secara gradien bertahap dengan peningkatan kepolaran. Terakhir sampel dielusi dengan metanol hingga eluat yang dihasilkan tetap memberikan pola kromatogram yang sama pada hasil pengujian dengan KLT. Terdapat 8 fraksi yang diperoleh dari hasil fraksionasi dengan kromatografi kolom. Hasil pengujian KLT menunjukkan bahwa fraksi ke-3, 4, dan 5 diduga mengandung asiatikosida. Rendemen dari masing-masing fraksi tersebut antara lain 7.12%, 4.48%, dan 20.28% (Lampiran 6). Di antara ketiga fraksi, fraksi ke-4 menghasilkan penampakkan spot asiatikosida yang paling jelas setelah disemprot dengan pereaksi Liebermann-Buchard (Gambar 3). Hal ini dapat dikarenakan kandungan asiatikosida tertinggi terdapat pada fraksi ke-4.
Spot dugaan asiatikosida
Std 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 3 Kromatogram fraksi 1-8 hasil kromatografi kolom dengan pewarnaan menggunakan pereaksi Liebermann-Buchard
9
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif Hasil fraksionasi kolom (fraksi ke-4) (S1) kemudian difraksionasi lebih lanjut dengan KLTP. Hal ini bertujuan mendapatkan senyawa tunggal berupa asiatikosida. Sebanyak 0.0411 g bobot fraksi kolom ke-4 difraksionasi dengan menggunakan KLTP dan diperoleh 2 spot pada Rf 0.13 dan 0.63 di bawah sinar UV 366 nm (Gambar 4). Rendemen fraksi dugaan asiatikosida dengan Rf 0.63 yaitu 11.44%. Adapun ekstrak pegagan yang hanya difraksionasi dengan KLTP (S2) menghasilkan 5 spot pada Rf 0.35, 0.56, 0.77, 0.85, dan 0.89. Rendemen fraksi dugaan asiatikosida dengan Rf 0.56 yaitu 5.40%. Hasil fraksionasi selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 7. Fraksi KLTP yang diperoleh selanjutnya dicirikan dengan menggunakan KC-SM-SM.
Spot dugaan asiatikosida
a
b
Gambar 4 Kromatogram hasil KLTP a) fraksi kolom pegagan b) ekstrak kasar pegagan
Pencirian Sampel dengan KC-SM-SM Pencirian sampel dengan teknik KC-SM-SM bertujuan mengetahui dugaan bobot molekul senyawa isolat (asiatikosida). Hasil pengujian menunjukkan bahwa senyawa asiatikosida pada S1 teridentifikasi pada waktu retensi 0.80 menit (Gambar 5) dengan spektrum massanya (Gambar 6) yang menghasilkan fragmenfragmen yang terdapat pada Tabel 3. Kelimpahan paling tinggi diperoleh pada m/z 976.5477 yang dihasilkan dari ion molekul (massa 981, [M+Na]+) (Shen et al. 2009). Pendugaan rumus molekul selanjutnya dianalisis dengan elemental composition report (ECP). Senyawa asiatikosida dengan bobot molekul 959.5216 g/mol, jika dibandingkan dengan penetapan kemungkinan yang lain, rumus molekul C48H78O19 memiliki error massa yang paling kecil (Shen et al. 2009), Sd f3 f4 f5 Sd Sm sesuai dengan persen kemiripan struktur dengan pustaka sebesar 99.87%.
10
Adapun pola fragmentasi dari spektrum massa senyawa asiatikosida yang terdapat pada NIST (National Institute of Standards and Technology), dihasilkan 11 puncak dengan 3 puncak tertingginya pada nilai m/z 453.3, 635.4, dan 650.9. Pola fragmentasi sampel yang diuji juga memiliki puncak pada nilai m/z 635.4 dan 453.3. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pola fragmentasi dari puncak kromatogram dengan waktu retensi 0.80 menit berasal dari senyawa target asiatikosida. Hanhan Nur Handayani F2FK4
1: TOF MS ES+ BPI 1.14e5
8.17
100
7.68
0.80
7.82 7.96 8.98
%
0.80
8.38
8.56
Puncak asiatikosida 4.82 6.97 6.73
0.34
0
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00
7.50
8.00
8.50
9.00
Time
9.50
Gambar 5 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga asiatikosida Hanhan Nur Handayani
976.5477 976.5477
F2FK4 23 (0.804) Cm (17:32) 100
1: TOF MS ES+ 6.76e5
%
977.5512
981.5032
982.5073
0
46.4847 104.1080
50
100
171.1493
150
453.3365 453.3365
488.1996
223.0551 268.1048 287.1104 333.1543 407.3318
200
250
300
350
400
450
500
635.4159
635.4159 637.4213 581.3889 599.3949
550
600
650
959.5217 959.5217
797.4715
707.3834 797.4715
700
750
800
830.4905
983.5087 990.5277 1057.4916
851.4311 923.4943
850
900
950
1000
1050
1383.2864
1122.6021
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1456.3007 1458.7778 1447.7925
1400
1450
Gambar 6 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S1) yang diduga asiatikosida Tabel 2 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S1 Waktu retensi (menit) 0.80
a
Sumber: Shen et al. (2009)
Nilai m/z 976.5477 959.5217 797.4715 635.4159 453.3365
Dugaan sumber fragmena [M+NH4]+ [M+H]+ [M+H-Glu] [M+H-Glu-Glu] [M+H-Glu-Glu-Rha-H2O-H2O]
m/z
11
Adapun hasil pengujian S2 menunjukkan bahwa senyawa asiatikosida teridentifikasi pada waktu retensi 0.87 menit (Gambar 7) dengan spektrum massanya (Gambar 8) menghasilkan fragmen-fragmen yang terdapat pada Tabel 4. Bobot molekul senyawa asiatikosida dari hasil analisis menggunakan elemental composition report (ECP) sebesar 959.5216 g/mol dengan persen kemiripan struktur dengan pustaka 95.75%. Hanhan Nur Handayani F2KLTP Eks
1: TOF MS ES+ BPI 1.11e5
8.17
100
7.71
7.96 8.98
7.82
8.56
%
8.38
0.87 0.87
0.63
Puncak asiatikosida
4.86
6.97 6.76 2.15
1.72
2.85
0
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00
7.50
8.00
8.50
9.00
Time
9.50
Gambar 7 Kromatogram KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga asiatikosida Hanhan Nur Handayani
976.5494 976.5494
F2KLTP Eks 25 (0.873) 100
1: TOF MS ES+ 3.55e4
977.5522
%
981.5045
982.5083
983.5093
100.0762 152.0160 171.1513
0
50
100
150
227.0889
200
250
268.2365
300
351.2144
350
453.3367 453.3367 488.1935
407.3338
400
450
500
635.4184 635.4184 578.7799
550
600
651.3831
650
713.3034
700
750
797.4671 797.4671 815.5009 800
850
959.5253 959.5253
992.5428 997.4991 1458.7874
872.1022 957.4999
900
950
1049.4994
1000
1050
1446.7148
1133.4810
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1462.2767
1450
Gambar 8 Spektrum massa KC-SM-SM senyawa isolat (S2) yang diduga asiatikosida Tabel 3 Fragmentasi puncak dugaan senyawa asiatikosida pada S2 Waktu retensi (menit) 0.87
a
Sumber: Shen et al. (2009)
Nilai m/z 976.5494 959.5253 797.4671 635.4184 453.3367
Dugaan sumber fragmena [M+NH4]+ [M+H]+ [M+H-Glu] [M+H-Glu-Glu] [M+H-Glu-Glu-Rha-H2O-H2O]
m/z
12
Sampel hasil fraksionasi dengan KLTP diukur kembali kadar asiatikosidanya dengan menggunakan KCKT sehingga diperoleh rendemen akhir dan kandungan asiatikosidanya, berturut-turut sebesar 0.0628%; 562.2160 mg/g (S1) dan 0.0924%; 78.5731 mg/g (S2). Rendemen S2 sedikit lebih tinggi dibandingkan S1. Hal ini dapat disebabkan tahapan fraksionasi pada S1 lebih banyak daripada S2 sehingga kemungkinan berkurangnya sampel pada setiap tahap lebih besar dibandingkan S2. Rendemen kedua sampel jika dibandingkan dengan hasil penelitian Ernawati (2014) sedikit lebih rendah. Namun, persentase kemurnian senyawa asiatikosida (berdasarkan KCKT) hasil pengembangan metode isolasi ini sudah lebih baik dari metode sebelumnya, dengan persentase kemurnian yang lebih tinggi yaitu 89.74% (S1) dan 40.36% (S2) (Lampiran 8). Kemurnian S1 lebih tinggi dibandingkan S2. Hal ini dapat disebabkan S1 melalui tahapan fraksionasi yang lebih banyak sehingga senyawa lain di dalam sampel dapat direduksi lebih banyak pula. Oleh karena itu, metode isolasi asiatikosida yang melalui 2 tahapan fraksionasi yaitu kromatografi kolom dan KLTP, lebih baik dibandingkan dengan metode isolasi yang melalui KLTP saja.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Senyawa asiatikosida yang merupakan senyawa penciri pada tanaman pegagan (Centella asiatica) telah berhasil diisolasi. Meskipun rendemen yang dihasilkan sedikit lebih kecil, hasil isolasi asiatikosida yang difraksionasi dengan kromatografi kolom dan KLTP (S1) memberikan kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan hasil isolasi melalui KLTP saja (S2). S1 memiliki rendemen akhir dugaan asiatikosida sebesar 0.0628% dengan tingkat kemurnian 89.74%, sedangkan S2 memiliki rendemen akhir 0.0924% dengan tingkat kemurnian 40.36%. Metode isolasi asiatikosida yang telah dioptimumkan pada penelitian ini sudah lebih baik dibandingkan metode sebelumnya. Saran Fraksionasi dengan kromatografi kolom perlu divariasikan agar diperoleh pemisahan senyawa pada pegagan yang optimum. Selain itu, fraksionasi lanjutan dengan KCKT preparatif perlu dilakukan agar memperoleh persentase kemurnian asiatikosida yang lebih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Analytical Communities. 2006. Official Methods of AOAC International. Ed ke-16. Arlington (US): AOAC.
13
Artanti N, Dewi RT, Maryani F. 2014. Pengaruh lokasi dan larutan pengekstraksi terhadap kandungan fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak pegagan (Centella asiatica L. Urb.). JKTI. 16(2):88-92. [BADAN POM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2010. Acuan Sediaan Herbal. Volume ke-5. Ed ke-1. Jakarta (ID): BADAN POM RI. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Farmakope Herbal Indonesia. Ed ke-1. Jakarta (ID): Depkes RI. [Ditjen PEN] Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. 2014. Obat Herbal Tradisional. Jakarta (ID): Ditjen PEN. Ernawati D. 2014. Pengoptimuman ekstraksi dan pemurnian asiatikosida dari pegagan (Centella asiatica) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Ed ke-2. Bandung (ID): ITB. Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): Gramedia. Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. Ed ke-1. London (GB): Chapman & Hall. Plohman B, Bader G, Hiller K, Franz G. 1997. Immunomodulatory and antitumoral effects of triterpenoid saponins. Die Pharm. 52(12):953-957. Puttarak P, Panichayupakaranant P. 2012. Factors affecting the content of pentacyclic triterpenes in Centella asiatica raw materials. Pharm Biology. 50:1508-1512. doi:10.3109/13880209.2012.685946. Rafamantanana MH, Rozet E, Raoelison GE, Cheuk K, Ratsimamanga SU, Hubert P, Quetin-Leclercq J. 2009. An improved HPLC-UV method for the stimulationeous quantification of triterpenic glycosides and aglycones in leaves of Centella asiatica (L.) Urb (APIACEAE). Chrom B. 877:23962402. doi:10.1016/j.jchromb.2009.03.018. Reniza AW. 2003. Isolasi dan identifikasi senyawa asiatikosida dari pegagan (Centella asiatica L. Urban) sebagai senyawa antibakteri [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Roy DC, Barman SK, Shaik MM. 2013. Current updates on Centella asiatica: phytochemistry, pharmacology and traditional uses. Med Plant Research. 3(4): 20-36. doi:10.5376/mpr.2013.03.0004. Shen Y, Liu A, Ye M, Wang L, Chen J, Wang X, Han C. 2009. Analysis of biologically active constituents in Centella asiatica by microwave-assisted extraction combined with LC-MS. Chrom. 70(3/4): 431-438. doi: 10.1365/s10337-009-1152-6. Stahl E. 1969. Thin-Layer Chromatography: A Laboratory Handbook. Ed ke-2. Ashworth MRF, penerjemah. Berlin (DE): Springer-Verlag. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
14
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Pegagan segar Determinasi Pembersihan, pengeringan, dan penggilingan Simplisia Pengukuran kadar air, kadar abu Ekstraksi Maserat Penentuan eluen terbaik
Kromatografi lapis tipis preparatif
Kromatografi kolom
Fraksi asiatikosida Kromatografi lapis tipis preparatif
Asiatikosida dugaan
Pencirian dengan KC-SM-SM
Pengukuran kadar dan kemurnian asiatikosida dengan KCKT
15
Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman pegagan
16
Lampiran 3 Penentuan kadar air simplisia pegagan Ulangan 1 2 3
Bobot basah (g) 2.0002 2.0003 2.0002 Rerata RSD
Bobot kering (g) 1.8061 1.8040 1.8047
Kadar air (%) 9.70 9.81 9.77 9.76±0.06 0.57
Contoh Perhitungan: bobot basah - bobot kering
Kadar air =
bobot basah 2.0002 g - 1.8061 g
=
2.0002 g
x 100%
x 100%
= 9.70% Lampiran 4 Penentuan kadar abu simplisia pegagan Ulangan 1 2 3
Bobot sampel (g) 2.0002 2.0002 2.0003 Rerata RSD
Bobot abu (g) 0.2234 0.2268 0.2234
Contoh Perhitungan: Kadar abu =
=
bobot abu bobot sampel (1 – Kadar air)
x 100%
0.2234 g x 100% 2.0002 g (1 - 0.0976)
= 12.38%
Kadar abu (%) 12.38 12.57 12.38 12.44±0.11 0.88
17
Lampiran 5 Penentuan rendemen ekstrak pegagan Metode ekstraksi
Ulangan
Maserasi
1 2 3
Bobot sampel (g) 50.0000 50.0000 50.0002
Bobot ekstrak (g) 9.5207 9.7252 10.2393
Rendemen Rerata (%) 21.10 21.55 21.78±0.82 22.69
Contoh Perhitungan: Rendemen =
=
bobot ekstrak bobot sampel (1 – Kadar air)
x 100%
9.5207 g x 100% 50.0000 g (1 - 0.0976)
= 21.10% Analisis pencilan dengan Q-test (Dixon’s Q-test): Qhitung =
=
Nilai yang dicurigai - Nilai yang terdekat Nilai tertinggi - Nilai terrendah 22.69 - 21.55 22.69 - 21.10
= 0.72 Qhitung < Qtabel (0.970 untuk n = 3, P = 0.05) Ekstrak maserasi dengan rendemen 22.69% bukan pencilan. Lampiran 6 Penentuan rendemen fraksi kromatografi kolom Fraksi 1 2 3 4 5 6 7 8
Eluen (CHCl3:MeOH) 10:0 9:1 8:2 7:3 6:4 5:5 4:6 3:7 2:8 1:9 0:10
Eluat 1-18 19-54 55-86 87-94 95-116 117-129 130-141 142-157
Bobot sampel (g) 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112 4.0112
Bobot ekstrak (g) 0.0402
Rendemen (%) 1.00
0.3903
9.73
0.2855
7.12
0.1799 0.8136 0.4319 0.2338 0.2031
4.48 20.28 10.77 5.83 5.06
18
Contoh Perhitungan: Rendemen fraksi 5 = =
bobot ekstrak bobot sampel
x 100%
0.8136 g x 100% 4.0112 g
= 20.28% Lampiran 7 Penentuan rendemen fraksi KLTP Sampel
Fraksi Bobot sampel (g) 1 2 Ekstrak kasar 3 0.1149 pegagan 4 5 1 Hasil 2 fraksionasi 0.0515 3 kolom (F3) 4 1 F4 0.0411 2 1 F5 2 0.0512 3
Bobot ekstrak (g) 0.0039 0.0062 0.0034 0.0028 0.0041 0.0036 0.0038 0.0050 0.0054 0.0031 0.0047 0.0056 0.0030 0.0018
Rendemen (%) 3.39 5.40 2.96 2.44 3.57 6.99 7.38 9.71 10.49 7.54 11.44 10.94 5.86 3.52
Contoh Perhitungan: Rendemen fraksi ke-2 F4 =
bobot ekstrak bobot sampel
x 100%
0.0047 g = 0.0411 g x 100%
= 11.44%
Rendemen fraksi ke-2 ekstrak kasar pegagan =
bobot ekstrak bobot sampel
x 100%
0.0062 g = 0.1149 g x 100%
= 5.40%
14.245
Kromatogram sampel fraksi KLTP ke-2 dari fraksi kolom ke-4 (S1)
14.188
Kromatogram standar asiatikosida
Lampiran 8 Kadar dan persentase kemurnian asiatikosida
19
19
14.262
Kromatogram sampel fraksi KLTP ke-2 dari ekstrak metanol pegagan (S2)
20
20
21
Contoh Perhitungan: S1 [asiatikosida] =
=
Luas area sampel x Luas area standar
standar x Volume
Bobot sampel x 1000 mL/1L 3569066 x 405205
100 mg/L x 3 mL
0.0047 g x 1000 mL/1L
= 562.2160 mg/g Rendemen Keseluruhan
= =
RE 100 g
x
21.78 g
REK 100 g
x
100 g
x
4.48 g 100 g
REKL 100 g
x
x Asiatikosida
11.44 g 100 g
x 562.2160 mg/g
= 0.6276 mg/g sampel = 0.0628% S2 [asiatikosida] =
=
Luas area sampel x Luas area standar
standar x Volume
Bobot sampel x 1000 mL/1L 657990 x 405205
100 mg/L x 3 mL
0.0062 g x 1000 mL/1L
= 78.5731 mg/g Rendemen Keseluruhan
= =
RE 100 g
x
21.78 g 100 g
REKL 100 g
x
x Asiatikosida
5.40 g 100 g
x 78.5731 mg/g
= 0.9241 mg/g sampel = 0.0924% Keterangan: RE = Rendemen ekstrak metanol REK = Rendemen ekstrak hasil kolom REKL = Rendemen ekstrak hasil KLTP
22
Kemurnian Asiatikosida berdasarkan KCKT Sampel S1
Waktu retensi (menit) 8.009 12.501 13.65 14.245
Total area
S2
Total area
8.081 11.636 11.806 12.526 13.685 13.937 14.262
Luas area 75302 187849 145069 3569066 3977285 111080 140049 141074 510028 14132 55910 657990 1630263
%Kemurnian 2.89 4.72 3.65 89.74 6.81 8.59 8.65 31.29 0.87 3.43 40.36
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 24 April 1991 sebagai putri tunggal dari Bapak Dadang Hamdan (Alm.) dan Ibu Widaningsih. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cililin pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama diterima di Analis Kimia Program Diploma Politeknik Negeri Bandung (POLBAN). Penulis lulus dari Diploma POLBAN dengan predikat Memuaskan pada tahun 2012 dan melanjutkan pendidikan S1 melalui Program Alih Jenis Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB pada tahun 2012. Selama menjalani masa perkuliahan S1 IPB, Penulis pernah mengikuti kegiatan Pelatihan Pengenalan HACCP SNI CAC/RCP 1:2011 dan menjadi asisten praktikum Kimia Analitik Layanan pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di Pusat Laboratorium Forensik Bareskrim Polri dengan judul tugas akhir Isolasi Metamfetamina di dalam Urin dengan Menggunakan Solid Phase Extraction (SPE).